• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETERMINAN STATUS HIV PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK: PENELITIAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETERMINAN STATUS HIV PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK: PENELITIAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2013"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN STATUS HIV PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK:

PENELITIAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2013

Syarifah Khodijah1dan Artha Prabawa2

Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Email :syarifah.khadijah@ui.ac.id

Abstrak

Angka kasus HIV di dunia saat ini masih tinggi. Jumlah kasus HIV yang mengalami peningkatan saat ini adalah pada kelompok penasun (Pengguna NAPZA Suntik). Prevalensi HIV pada kelompokpenasun di Asia Tenggara tahun 2012mencapai 28%. Hal ini terjadi karena pencegahan perilaku berisiko pada penasun belum berhasil. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dari 240 penasun di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang untuk mengetahui determinan status HIV pada penasun di DKI Jakarta tahun 2013.Pengetahuan tentang determinan status HIV pada penasun diharapkan dapat menjadi masukan untuk program pencegahan dan penanggulangan HIV di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi HIV pada penasun di DKI Jakarta tahun 2013 mencapai 49,2%. Selain itu, proporsi penasun yang positif HIV terbanyak pada penasun yang memiliki umur tidak lebih dari 31 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Kemudian proporsi penasun yang positif HIV terbanyak pada penasun yang berpendidikan tinggi dan penasun yang memiliki pekerjaan tidak tetap. Pada perilaku penasun, proporsi penasun yang positif HIV juga paling banyak pada penasun yang menyuntik NAPZA setiap hari, yang menggunakan kondom tidak konsisten dan yang mengunjungi LASS tidak lebih dari 4 kali dalam sebulan.

Kata Kunci :Determinan; HIV; Penasun; Proporsi

Determinant of HIV Status in IDUs in DKI Jakarta 2013 (Analysis Based on Rapid Survey of IDUs Behavior Integrated HIV Sero-surveillance in DKI Jakarta 2013)

Abstract

Present, number of HIV cases in the world is still high. The number of HIV cases has increased is in the group of IDUs (Injecting Drug Users). HIV prevalence among injecting drug users groups reached 28%in Southeast Asia 2012. This happens due to the prevention of risk behaviorin IDUs has not been successful. This study uses a quantitative research methode of 240 IDUs in Jakarta. This study used a cross-sectional design to determine the determinants of HIV status in IDUs in Jakarta 2013. Knowledge about determinants of HIV status in IDUs expected to become inputs for HIV prevention and treatment program in DKI Jakarta. Results of this study showed that the prevalence of HIV in IDUs in Jakarta in 2013 reached 49.2%. In addition, the proportion of positive IDUs highest in IDUs who have aged under 31 years and male sex. Then the proportion of HIV-positive IDUs in the most highly is educated IDUs and IDUs are IDUs employment not permanent. On the behavior of injecting drug users, the proportion of HIV-positive IDUs also most IDUs who inject drugs every day,use condoms inconsistently and visit LASS less than 4 times a month.

(2)

 

Pendahuluan

Kejadian infeksi HIV yang meningkat di dunia saat ini yaitu pada populasi Pengguna NAPZA Suntik(Penasun). Penasun merupakan populasi yang diperkirakan5-10% bagian dari orang yang terinfeksi HIV di dunia (UNAIDS, 2013). Berdasarkan laporanUnited Nations

Programme on HIV&AIDS (UNAIDS), kejadian infeksi baru HIV dikalangan penasun

meningkat hingga 40% di beberapa negara. Sampai dengan tahun 2013, semua daerah di dunia melaporkan prevalensi HIV yang tinggi pada populasi penasun. Prevalensi HIV pada penasun di eropa antara 5% dan pada penasun di Asia sampai dengan 28% (UNAIDS, 2013). Penularan HIV pada populasi penasun adalah melalui pemakaian jarum suntik dan perilaku seksualnya

Di Indonesia angka kumulatif kejadian HIV hingga september 2013 yang dilaporkan berjumlah 118.792 kasus (Dirjen P2&PL, 2013). Menurut laporan perkembangan HIV&AIDS triwulan III tahun 2013 oleh Dirjen P2&PL, jumlah kumulatif AIDS hingga september 2013 tercatat sebanyak 45.665 kasus di Indonesia. Dari laporan tersebut, tercatat bahwa kota DKI Jakarta mengalami kenaikan kasus HIV dari tahun sebelumnya menjadi 4.299 kasus. Selain itu, DKI Jakarta memiliki jumlah populasi penasun yang paling banyak di Indonesia. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), estimasi jumlah penasun tahun 2009 paling banyak terdapat di DKI Jakarta yaitu berjumlah 27.852 dari 105.784 penasun di seluruh Indonesia. Sehingga DKI Jakarta merupakan salah satu fokus untuk penanganan penyebaran HIV&AIDS khususnya untuk kalangan penasun.

Laporan Survei Terpadu biologis dan Perilaku (STBP) oleh Kemenkes RI tahun 2011 menyebutkan bahwa prevalensi HIV yang tertinggi saat itu adalah populasi penasun sebanyak 41%. Determinan dari HIV pada penasun di Indonesia menurut STBP tahun 2011 adalah karakteristik responden, perilaku berbagi jarum suntik dan perilaku seks berisiko. Pada tahun tersebut, populasi penasun terbanyak adalah umur 20-29 tahun. Sedangkan mayoritas penasun berpendidikan tinggi yaitu SMA sampai Akademi/Perguruan Tinggi. Selain itu, kebanyakan penasun belum kawin dan memiliki sumber pendapatan utama dengan bekerja bebas dan sebagai karyawan. Penasun juga kebanyakan tinggal dengan orang tua/keluarga. Hasil STBP tahun 2011 juga menyebutkan terdapat 24% penasun yang masih membeli seks. Kemudian 4% dari penasun juga mengaku menjual seks dimana 81% diantaranya adalah perempuan dan 19%nya adalah laki-laki. Penasun yang mengaku setia dengan pasangan tetapnya dalam satu tahun terakhir berjumlah 40% dan perilaku penggunaan kondom pada

(3)

seks komersial terakhir sudah mencapai 56%. Perilaku menyuntik penasun juga menjadi fokus. Dari hasil laporan STBP 2011, didapatkan rerata frekuensi menyuntik dalam seminggu terakhir adalah tujuh kali. Dimana sebanyak 13% penasun mengaku berbagi jarum suntik saat menyuntik terakhir dan 14% penasun mengaku pernah meminjam atau meminjamkan jarum suntik dalam seminggu terakhir.

Tinjauan Teoritis

Menurut H.L Bloom (1981), status kesehaatan seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Status HIV pada penasun juga ditentukan melalui status kesehatannya. Teori modifikasi dari beberapa penelitian menyebutkan hal yang mempengaruhi status HIV pada penasun diantaranya faktor demografi, lingkungan sosial, perilaku dan pelayanan kesehatan. Pada faktor demografi terdiri dari umur, jenis kelamin dan status perkawinan. Faktor lingkungan sosial dilihat dari pendidikan dan pekerjaan. Faktor perilaku penasun yang berkaitan dengan HIV yaitu pinjam-meminjam jarum suntik, penggunaan kondom, frekuensi pemakaian NAPZA suntik dan hubungan seks. Untuk faktor pelayanan penasun dilihat dari LASS, layanan tes HIV dan konseling dan layanan metadon.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menganalisis data sekunder dari data penelitian yang menggunakan desain studicross sectional. Data yang digunakan diperoleh dari Survei Cepat Perilaku terintegrasi Sero Surveilans HIV Pada kelompok pengguna NAPZA suntik di DKI Jakarta Tahun 2013, hasil kerjasama KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) dengan Kementrian Kesehatan RI tahun 2013.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pengguna NAPZA Suntik yang telah menyuntik minimal 1 tahun di DKI Jakarta. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebesar 240 responden. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan kompleks sampel.Uji yang digunakan adalah uji kai kuadrat dan regresi logistik. Variabel yang akan digunakan adalah faktor demografi (umur dan jenis kelamin),faktor lingkungan sosial (pendidikan dan pekerjaan), faktor perilaku (frekuensi menyuntik NAPZA, tukar badan, penggunaan kondom dan pinjam meminjam alat suntik), dan faktor layanan kesehatan (akses LASS dan Jumlah kunjungan LASS).

(4)

Hasil Penelitian

Tabel 2.1Gambaran Status HIV Pengguna NAPZA Suntik

Status HIV Frekuensi Persentase

Positif 118 49,2

Negatif 122 50,8

Total 240 100

Sumber data : SCP Penasun Terintegrasi Sero-surveilans HIV DKI Jakarta 2013

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terdapat 49,2% (118 orang) pengguna NAPZA suntik di DKI Jakarta Positif terinfeksi HIV.

Tabel 2.2Gambaran Distribusi Karakteristik Demografi Penasun dengan Status HIV

Karakteristik Demografi HIV Positif HIV Negatif P-value OR (95% CL)

n % n %

Umur

0,288

-­‐ Muda (skor ≤ 31 tahun) 63 50,4 62 49,6 1,6 (0,7 – 3,7)

-­‐ Tua (skor >31 tahun) 55 47,8 60 52,2 1

Jenis Kelamin

0,65

-­‐ Laki-laki 109 50,2 108 49,8 1,1 (0,7 – 1,7)

-­‐ Perempuan 9 39,1 14 60,9 1

Sumber data : SCP Penasun Terintegrasi Sero-surveilans HIV DKI Jakarta 2013

Tabel 2.3Gambaran Distribusi Karakteristik Lingkungan Sosial Penasun dengan Status HIV

Karakteristik Lingkungan Sosial

HIV Positif HIV Negatif

P-value OR (95% CI) n % n % Pendidikan 0,5 -­‐ Rendah (≤ SMP) 46 46,9 52 53,1 0,9 (0,5 – 1,4) -­‐ Tinggi (> SMP) 72 50,7 70 49,3 1 Pekerjaan 0,59 -­‐ Pekerjaan tetap 29 54,7 24 45,3 1

-­‐ Pekerjaan tidak tetap 73 47,7 80 53,3 0,7 (0,4 – 1,4)

-­‐ Tidak bekerja 15 45,5 18 54,5 0,7 (0,29 -1,63)

(5)

Tabel 2.3Gambaran Distribusi Karakteristik Perilaku Penasun dengan status HIV

Karakteristik Perilaku Penasun HIV Positif HIV Negatif P-value OR(95% CI)

n % n %

Frekuensi menyuntik NAPZA

0,58

-­‐ Menyuntik setiap hari 75 51,7 70 48,3 0,2 (0,5 – 8)

-­‐ Menyuntik tidak setiap hari

34 49,3 35 50,7

1,8 (0,5 –7)

-­‐ Tidak menyuntik 9 34,6 17 65,4 1

Risiko melalui pasangan seks

0,42 -­‐ ya 17 42,5 23 57,5 0,7 (0,3 – 1,6) -­‐ tidak 101 50,5 99 49,5 1 Tukar badan -­‐ Pernah 1 0,25 3 9,75 0,22 0,3 (0,06 –1,9) -­‐ Tidak pernah 117 49,6 119 50,4 1 Penggunaan kondom 0,30 -­‐ Tidak konsisten 71 54,2 60 45,8 1,3 (3,7 – 4,6) -­‐ Konsisten 9 47,4 10 52,6 1

-­‐ Tidak pernah berhubungan seks 38 42,2 52 57,8 0,8 (0,2 –3,02)

Pinjam meminjam jarum suntik

0,32

-­‐ Pernah 11 39,3 17 60,7 0,6 (0,3 – 1,6)

-­‐ Tidak pernah 107 50,5 105 49,5 1

Sumber data : SCP Penasun Terintegrasi Sero-surveilans HIV DKI Jakarta 2013

Tabel 2.4 Gambaran Distribusi Karakteristik Pelayanan Kesehatan Penasun dengan status HIV

Karakteristik Pelayanan Kesehatan

HIV Positif HIV Negatif

P-value OR(95% CI)

Frekuensi % Freku ensi % Akses LASS 0,56 -­‐ Tidak pernah 19 44,2 24 55,8 0,8 (0,3 – 1,8) -­‐ Pernah 99 50,3 98 49,7 1

Jumlah kunjungan LASS

0,85

-­‐ Tidak pernah 30 45,5 36 54,5 0,8 (0,3 – 2,1)

-­‐ ≤ 4 kali 64 50,4 63 49,6 0,9 (0,47 2,01)

-­‐ > 4 kali 24 64,9 13 35,1 1

Sumber data : SCP Penasun Terintegrasi Sero-surveilans HIV DKI Jakarta 2013

Pembahasan

Pada umur didapatkan bahwa kebanyakan penasun yang positif terinfeksi HIV berumur >31 tahun. Hal ini sejalan dengan teori dalam tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa umur berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang akan konsep sehat dan sakit. Semakin tua seseorang semakin tinggi pula pengetahuannya akan penyakit.

Proporsi penasun laki-laki yang positif terinfeksi HIV lebih banyak dibandingkan dengan penasun perempuan. Pada penelitian sebelumnya oleh Suryani tahun 2007 tentang status serologis HIV dan karakteristik penasun di Kota Bandung juga didapatkan bahwa proporsi penasun yang positif HIV terbanyak pada laki-laki. Penasun laki-laki juga lebih

(6)

 

mudah dijangkau karena kebanyakan memiliki tempat tongkrongan dan lebih berani untuk datang ke layanan kesehatan dibandingkan dengan penasun perempuan.

Pada pendidikan responden, proporsi penasun yang tamatSLTA/Akademi/Perguruan tinggi lebih besar dibandingkan dengan penasun yang tamat tidak lebih dari SMP. Hal yang sama didapatkan dari penelitian pada penasun di Kota New York dan San Fransisco. Kebanyakan penasun yang positif HIV pada penelitian tersebut adalah tamatan SLTA/Akademi/Perguruan tinggi (61%). Semakin tinggi pendidikan seseorang akan meningkatkan pengetahuan seseorang. Namun perilaku berisiko HIV seseorang belum tentu berhubungan dengan pengetahuan yang didapatkan seseorang dari pendidikan formal.

Untuk pekerjaan penasun, dari hasil analisis didapatkan bahwa kebanyakan penasun yang positif HIV adalah penasun yang memiliki pekerjaan yang tidak tetap (pekerja bebas/serabutan, merampas mencuri, menjual NAPZA, calo bandar dan WPS). Berdasarkan hasil penelitian oleh Nurhalina tahun 2011 tentang penasun di Indonesia juga didapatkan pahwa pada penasun yang positif HIV, proporsi terbanyak adalah pada penasun yang memiliki pekerjaan tidak tetap, WPS, pekerja bebas dan lainnya.

Proporsi penasun yang positif terinfeksi HIV paling banyak pada penasun yang menyuntik NAPZA setiap hari. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Mourineau et al tahun 2012 tentang prevalensi HIV dan perilaku berisiko pada penasun di 6 kota di Indonesia didapatkan bahwa proporsi penasun paling banyak (39,6%) yang menyuntikkan NAPZA 2 sampai 3 kali dalam sehari. Perilaku menyuntik setiap hari yang masih tinggi sangat berisiko untuk penasun menggunakan jarum secara berulang-ulang. Sehingga memungkinkan penasun menggunakan jarum yang tidak steril dan meningkatkatkan risiko penularan HIV di kalangan penasun.

Pada perilaku risiko penasun melaui pasangan seksnya didapatkan bahwa kebanyakan penasun yang positif terinfeksi HIV tidak mempunyai risiko melalui pasangan seksnya. Kebanyakan penasun yang positif terinfeksi HIV tidak pernah berhubungan seks dengan PSK dan atau tidak memiliki pasangan seks lebih dari satu. Hasil yang sama didapatkan dari penelitian oleh Nurhalina tahun 2011 pada penasun di Indonesia. Proporsi penasun yang memiliki pasangan seks lebih dari satu lebih besar dibanding dengan penasun yang tidak memiliki banyak pasangan seks pada penasun yang positif HIV.

Hampir seluruh responden tidak pernah melakukan perilaku tukar badan dengan NAPZA. Sehingga didapatkan pula bahwa proporsi penasun yang positif HIV kebanyakan adalah penasun yang tidak pernah melakukan tukar badan. Berdasarkan penelitian Desai tahun 2008 tentang risiko HIV pada penasun di Texas juga menyebutkan bahwa pada

(7)

penasun yang positif HIV 51% tidak pernah melakukan tukar badan dengan NAPZA. Namun, 49% penasun yang positif HIV dalam penelitian tersebut pernah melakukan tukar badan dengan NAPZA.

Proporsi penasun yang positif HIV pada penasun yang tidak konsisten pada penggunaan kondom dalam hubungan seks sebulan terakhir lebih banyak dibandingkan dengan penasun yang konsisten pada penggunaan kondom dalam hubungan seks sebulan terakhir. Hasil yang sama didapatkan dari penelitian Nurhalina tahun 2011 dengan data STBP penasun 2011. Pada penelitian tersebut, diperoleh bahwa kebanyakan penasun (77%) pada penasun yang positif HIV adalah yang tidak menggunakan kondom dalam hubungan seks sebulan terakhir.

Hasil analisis memperlihatkan bahwa proporsi penasun yang positif terinfeksi HIV paling banyak adalah penasun yang tidak pernah pinjam meminjam jarum suntik dalam seminggu terakhir. Hal ini relevan dengan penelitian oleh Nurhalina tahun 2011 tentang penasun di Indonesia. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa proporsi penasun pada penasun yang positif HIV paling banyak pada kelompok penasun yang tidak berbagi jarum dalam seminggu terakhir.

Hasil analisis bivariat memperlihatkan bahwa proporsi penasun yang positif HIV terbanyak pada penasun yang pernah mengakses LASS. Hal yang sama didapatkan pada penelitian oleh Nurhalina dengan data STBP penasun tahun 2011.Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa pada penasun yang mengunjungi LASS ≤4 kali dalam sebulan terakhir lebih banyak yang positif terinfeksi HIV dibandingkan penasun mengunjungi LASS >4 kali dalam sebulan terakhir. Dilihat dari frekuensi menyuntik NAPZA yang tinggi pada penelitian ini maupun penelitian sebelumnya, kunjungan LASS menjadi hal yang penting. Frekuensi menyuntik yang tinggi menyebabkan jumlah jarum suntik yang dibutuhkan penasun juga tinggi. Apabila kebanyakan penasun menyuntikkan NAPZA setiap hari, maka kunjungan LASS pada penasun seharusnya dilakukan lebih dari 4 kali dalam sebulan terakhir.

Kesimpulan

1. Status penasun dengan HIV positif di DKI Jakarta ada sebanyak 118 orang (49,2%) dari 240 responden penasun dalam SCP Penasun 2013.

2. Gambaran faktor demografi responden SCP penasun di DKI Jakarta tahun 2013 didapatkan bahwa proporsi penasun yang positif HIV tertinggi pada kelompok umur kurang dari sama dengan 31 tahun dan berjenis kelamin laki-laki.

(8)

 

3. Gambaran faktor lingkungan sosial responden SCP penasun di DKI Jakarta tahun 2013 diperoleh bahwa proporsi penasun yang positif HIV tertinggi pada penasun yang tamat SLTA/Akademi/Perguruan tinggi dan memiliki pekerjaan tetap.

4. Gambaran faktor perilaku responden SCP penasun tahun 2013 di DKI Jakarta diperoleh bahwa proporsi penasun yang positif HIV tertinggi pada kelompok penasun yang menyuntikkan NAPZA setiap hari dalam sebulan terakhir, kelompok penasun yang berisiko HIV melalui pasangan seksual, kelompok penasun yang tidak pernah melakukan tukar badan, kelompok penasun yang tidak konsisten menggunakan kondom dalam hubungan seks sebulan terakhir dan kelompok penasun yang tidak pernah pinjam meminjam alat suntik dalam seminggu terakhir.

5. Gambaran faktor pelayanan kesehatan responden SCP penasun tahun 2013 diperoleh bahwa proporsi penasun yang positif HIV tertinggi pada kelompok penasun yang pernah mengakses LASS atau terdaftar sebagai peserta LASS dalam setahun terakhir dan pada kelompok penasun yang mengunjungi LASS tidak lebih dari 4 kali selama satu bulan. 6. Dari hasil uji bivariat semua variabel independen terhadap variabel dependen pada

penelitian ini, didapatkan p-value >0,05, artinya secara statistik semua variabel independen dalam penelitian ini (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, frekuensi menyuntik NAPZA, pasangan seks, tukar badan, penggunaan kondom, pinjam meminjam alat suntik, akses LASS, dan jumlah kunjungan ke LASS) tidak berhubungan dengan variabel dependen (status HIV penasun).

(9)

  Saran

Bagi peneliti lain

a. Melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga hasil analisis yang didapatkan sesuai.

b. Melakukan penelitian dengan desain studi case control sehingga dapat diketahui variabel apa yang paling mempengaruhi status HIV pada penasun.

Bagi Pemerintah

a. Upaya pencegahan penularan HIV dikalangan penasun harus ditingkatkan baik upaya primer, upaya sekunder, maupun tersier.

b. Upaya pencegahan primer yang perlu ditingkatkan yaitu pengetahuan, komunikasi dan informasi bagi masyarakat umum tentang narkoba dan HIV khususnya pada kalangan muda (<31 tahun). Selain itu, perlu juga diadakannya acara-acara atau kegiatan positif untuk menggali potensi anak muda agar tidak melakukan kegiatan yang berujung pada penggunaan narkoba.

c. Upaya pencegahan sekunder yang perlu ditingkatkan yaitu peningkatan program harm

reduction. Penggalaan program LASS perlu ditingkatkan lagi keberadaanya, mulai dari

penjangkauan penasun sampai pendekatan psikologis pada penasun. Upaya ini diharapkan dapat membuat penasun mengurangi dosis dan pemakain NAPZA suntik serta mengurangi perilaku seksual berisiko. Selain itu, perlu diupayakan agar penasun melakukan kunjungan LASS dengan baik, karena menurut hasil data penelitian kunjungan LASS penasun setiap bulannya masih sangat rendah. Kunjungan LASS yang baik adalah 8 kali dalam sebulan dan tergantung dari frekuensi menyuntik penasun.

d. Upaya pencegahan tersier yaitu meningkatkan layanan untuk para penasun yang ingin sembuh dari ketergantungan NAPZA seperti tempat-tempat pelayanan rehabilitasi dan PTRM. Penjangkauan penasun untuk layanan VCT juga perlu ditingkatkan lagi, agar penasun yang sudah terinfeksi HIV bisa mendapatkan layanan ART.

(10)

 

Daftar Referensi

Arasteh et al. 2010. Hazardous Drinking and HIV Sexual Risk Behaviors Among Injection Drug Users in Developing and Transitional Countries. AIDS Behav Vol: 14, Pg.

862-869.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013. Laporan

Perkembangan HIV-AIDS Triwulan III Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan

RI.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2012. Laporan Hasil

Survei Terpadu Biologis dan Perilaku Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Knight et al. 2005. Sexual Risk Taking Among HIV-Positive Injection Drug Users: Context, Characteristics, and Implication for Prevention. AIDS Education and Prevention, Pg. 76.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2013. Protokol Lapangan Survei Cepat Penasun

2013. Jakarta: KPAN.

Mandal, dkk. 2008. Penyakit Infeksi (edisi keenam). Jakarta: Erlangga .

Morineau et al. 2012. HIV Prevalence and Risk Behaviours among Injecting Drug Users in Six Indonesian Cities Implications for Future HIV Prevention Programs. Harm

Reduction Journal.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurhalina. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan HIV (+) pada Kalangan Pengguna Narkotika Suntik di Indonesia Tahun 2011 (Analisis Data STBP Tahun 2011). Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. [Thesis]

Perngmark et al. 2003. Sexual Risk Among Southern Thai Drug Injectors. AIDS and

Behaviour, page 63.

Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. 2003. Modul Penyelenggaraan Survei

(11)

 

Suryani, Devy. 2007. Status Serologis HIV dan Karakteristik Demografi, Klinis, Perilaku Pada Pengguna NAPZA Suntik di Kota Bandung Tahun 2007. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. [Skripsi]

United Nations Programme on HIV&AIDS. 2013. UNAIDS Report on Global AIDS

Epidemic 2013.

Wibisono, Galih. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penasun Mengenai PRTM dengan Perilaku Pencegahan penularan HIV&AIDS. Majalah Kesehatan FKUB.

Gambar

Tabel 2.1Gambaran Status HIV Pengguna NAPZA Suntik
Tabel 2.3Gambaran Distribusi Karakteristik Perilaku Penasun dengan status  HIV

Referensi

Dokumen terkait

Remaja laki-laki telah memiliki kesejahteraan psikologis per aspek dengan cukup baik, dimana aspek penerimaan diri, otonomi, penguasaan lingkungan, dan aspek tujuan dalam hidup

Dari pengertian yang dijelaskan mengenai masing-masing unsur maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sistem informasi manajemen adalah upaya seseorang atau

Bangsa China yang pada saat itu dikenal sangat maju dalam bidang perekonomian dan perniagaan, juga memiliki peran penting dalam proses masuk dan berkembangnya agama Islam di

Penelitian ini dilokasi perairan Pulau Batu Malang Penyu Kepulauan Belitung.Penilaian kondisi terumbu karang dan kepadatan Acanthaster planci dilakukan dengan metode

Selain dengan visualisasi matrik sederhana seperti pada Gambar 6, cara lain yang dapat dilakukan untuk melihat distribusi transaksi dari tiap item adalah dalam bentuk grafik,

2009 Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Ikatan Mahasiswa Muslim D3 Ilmu Komputer USU. 2009 Anggota

pembelajaran bahasa Jerman dengan menggunakan teknik permainan Der groβe.. Preis dan satu kelas sebagai pembanding yang tidak dikenai perlakuan tetapi

Aset keuangan tersedia untuk dijual merupakan aset yang ditetapkan sebagai tersedia untuk dijual atau tidak diklasifikasikan dalam kategori instrumen keuangan yang lain,