• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. persoalan ini ada, yaitu sejak masa-masa awal Islam sudah terdapat persoalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. persoalan ini ada, yaitu sejak masa-masa awal Islam sudah terdapat persoalan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan poligami merupakan persoalan klasik namun selalu menarik untuk dibahas. Persoalan poligami dikatakan klasik karena sudah sejak lama persoalan ini ada, yaitu sejak masa-masa awal Islam sudah terdapat persoalan poligami. Persoalan poligami dikatakan selalu menarik untuk dibahas karena hampir sepanjang masa persoalan ini selalu mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Tanggapan-tanggapan inilah yang kemudian memunculkan adanya sikap yang setuju adanya poligami (sikap pro poligami) dan adanya sikap yang tidak setuju adanya poligami (sikap kontra poligami).

Sikap pro dan kontra tentang ajaran maupun praktik poligami sudah ada sejak dahulu. Satu sisi, kaum perempuan muslim atau orang yang kontra poligami melihat praktik poligami sebagai bentuk penindasan kaum laki-laki terhadap perempuan. Di sisi lain, kaum perempuan muslim lain atau orang yang pro poligami melihat bahwa poligami merupakan bentuk ibadah dengan surga sebagai ganjarannya.1

Praktik poligami sudah ada jauh sebelum Islam yang di bawa Nabi Muhammad Saw. menyebar di Jazirah Arab. Poligami di Jazirah Arab pada masa ini tidak terbatas jumlahnya, sehingga para pemimpin suku dinilai wajar memiliki puluhan istri. Kemudian Islam datang dengan membatasi jumlah

1

(2)

poligami.2 batasan jumlah bilangan istri yang dapat dipoligami dalam Islam adalah empat (4) wanita saja, sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Surat al Nisa‟ (4): 3 dan Hadis Nabi Muhammad Saw.

Firman Allah Surat al Nisa‟ (4) ayat 3 menjelaskan adanya kebolehan untuk menikahi 2, 3, atau 4 orang istri. Ayat tersebut berbunyi:

Artinya:

Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya) maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berbuat adil maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat dzalim.3

Hadis Nabi Muhammad Saw. riwayat Ibn Majah yang menjelaskan tentang pembatasan istri Qais Ibn Harits menjadi 4 istri dari 8 istri yang ia punyai.

2

Musdah Mulia, Pandangan Islam tentang Poligami, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, The Asia Foundation, Perserikatan Solidaritas Perempuan, 1999), hlm. 3-4.

3

Departemen Agama RI, Mushaf Al Qur’an Terjemah, (Jakarta: Al Huda Kelompok Gema Insani, 2002), hlm. 78.

(3)

Artinya:

Mengabarkan kepada kita Ahmad Ibn Ibrahim al duraqiy dari Hasyim daari Ibnu Abiy Laila dari Humaidhah Binti al Syamardil dari Qais Ibn al Harits, ia berkata: ketika aku masuk Islam aku mempunyai delapan istri, kemudian aku datang kepada Rasulullah Saw. dan menyampaikan hal tersebut dan beliau (Rasulullah) bersabda: pilihlah dari mereka empat orang.4

Hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang menceritakan tentang Ghailan Ibn Salamah al Tsaqafiy yang mempunyai 10 istri dan diperintah oleh Rasulullah Saw. untuk memilih 4 istri saja.

Artinya:

Menceritakan kepada kita Ismail, dari Mu’ammar dari al Zuhri dari Salim dari ayahnya, bahsawannya Ghailan Ibn Salamah al Tsaqafiy masuk Islam dan mempunyai sepuluh orang istri, kemudian Rasulullah Saw. bersabda: pilih dari mereka empat (orang).5

Islam datang dengan membatasi jumlah bilangan wanita yang dapat dipoligami dan juga menghapus praktik-praktik perkawinan yang dilakukan masyarakat jahiliyah, yaitu perkawinan istibdha’, perkawinan al maqthu’, perkawinan al rathun, perkawinan khadan, dan perkawinan badal.6

4

Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al Fikr, tt.) I: 628. 5

Ahmad, Musnad Ahmad, (Beirut: Dar al Fikr, tt.) II: 13. 6

Perkawinan Istibdha’ adalah perkawinan antara laki-laki dengan perempuan, dimana sebelum perempuan tersebut digauli suaminya, terlebih dahulu perempuan tersebut diperintahkan berhubungan badan dengan laki-laki lain yang terhormat karena kebangsawanannya dengan tujuan mendapatkan keturunan yang memiliki sifat-sifat kebangsawanan tersebut. Perkawinan al maqthu’ adalah perkawinan laki-laki dengan ibu tirinya. Perkawinan al rathun adalah perkawinan antara beberapa laki-laki dengan satu perempuan, jika perempuan itu melahirkan, maka ia berhak menunjuk siapa ayah dari bayinya tersebut. Perkawinan khadan adalah perkawinan laki-laki dan perempuan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa akad yang sah (kumpul kebo). Perkawinan badal yaitu dua orang

(4)

Islam datang sebagai agama yang membawa kedamaian untuk semua makhluk Allah (rahmatan lil ‘alamin) dengan salah satu ajarannya mengenai perkawinan. Perkawinan antara laki-laki dengan perempuan diharapkan dapat menjadikan kehidupan yang sakinah mawaddah wa rahmah, atau perkawinan yang damai, tenang dan bahagia yang diridhai Allah Swt. Oleh sebab itu, Islam merumuskan aturan-aturan tentang perkawinan di dalam al Qur‟an maupun Hadis Rasulullah Saw.

Salah satu aturan perkawinan yang diajarkan Islam adalah aturan tentang poligami. Aturan Islam tentang poligami dalam perkawinan terdapat di dalam al Qur‟an dan Hadis, yang menyebutkan adanya batasan jumlah bilangan istri yang dapat dipoligami dan adanya syarat bagi suami yang akan berpoligami. Meski ada aturan tentang poligami dalam perkawinan yang terdapat dalam ayat-ayat maupun hadis-hadis Nabi Muhammad, namun ulama berbeda dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut. Ulama berbeda pendapat mengenai cara menemukan hukum (istinbat al hukm) tersebut. Di sinilah kemudian memunculkan sikap pro dan kotra terhadap poligami.

Pemahaman terhadap ayat-ayat ataupun hadis-hadis poligami dilakukan dengan berbagai cara atau metode oleh para pemerhati agama Islam. Setidaknya ada beberapa pandangan atau pemikiran dari pemerhati agama Islam dalam memahami ayat-ayat poligami, misalnya: 1) kelompok ulama yang membolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu; 2) suami bersepakat tukar menukar istri tanpa melalui proses talak. Musdah Mulia,

(5)

kelompok ulama yang membolehkan poligami secara mutlak tanpa syarat selain adil.

Kelompok ulama yang membolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu seperti Fazlurrahman, Fatima Mernisi, Muhammad Abduh, dan Muhammad Syahrur. Menurut mereka, poligami dalam Islam diperbolehkan, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Islam. Syarat-syarat tersebut seperti, suami dapat memastikan untuk berbuat adil terhadap semua istri dan anak-anaknya, poligami dibolehkan dalam keadaan darurat atau terpaksa ( istri mandul atau tidak sebandingnya antara banyaknya perempuan dengan sedikitnya laki-laki).

Sementara kelompok ulama lainnya membolehkan poligami secara mutlak. Poligami dibolehkan kepada laki-laki yang tidak khawatir akan berbuat dzalim atau tidak adil kepada masing-masing istri yang dipoligami. Pendapat ini banyak dipakai oleh ulama, baik ulama pada masa awal Islam masa pertengahan, maupun pada masa sekarang.

Pada masa sekarang, seiring menonjolnya peranan perempuan dalam masyarakat dan tentunya faktor-faktor lainnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat poligami lebih diperketat. Dengan demikian, seorang laki-laki yang akan menikahi lebih dari seorang perempuan, maka ia harus memperhatikan syarat-syaratnya. Pengambilan syarat-syarat poligami tidak hanya berdasarkan atas aturan yang dibuat oleh manusia, tetapi berdasarkan atas pemahaman ayat-ayat poligami tersebut. Inilah yang menarik perhatian penulis tentang berkembang atau bergeraknya pemahaman dan pemikiran

(6)

tentang suatu ayat al Qur‟an. Perkembangan atau pergerakan pemahaman dan pemikiran ini tentu mendapat banyak respon dari ulama lain, karena berbeda dengan pemahaman ulama pada umumnya (jumhur ulama).

Salah satu pemikir yang mendapat perhatian umat muslim pada akhir-akhir ini karena pergerakan atau perkembangan pemikiran terhadap ayat-ayat al Qur‟an adalah Muhammad Syahrur. Muhammad Syahrur merupakan seorang pemikir keislaman yang lahir di Damaskus. Dalam memahami Islam melalui ayat-ayat al Qur‟an, ia menawarkan metode atau cara yang berbeda dengan jumhur ulama pada umumnya. Muhammad Syahrur dalam memahami

nas al Qur‟an menolak adanya sinonimitas bahasa. Menurutnya, setiap kata

dalam al Qur‟an mempunyai makna masing-masing.7

Pembahasan makna bahasa banyak disandarkan pada mu’jam maqayis al lughah karya Ibnu Faris.8

Muhammad Syahrur membagi antara ayat-ayat al Qur‟an yang mempunyai dimensi nubuwwah (haqiqah al maudhu’iyyah) dengan ayat-ayat yang berdimensi risalah (al haqiqah al zatiyah). Dari kerangka berpikir ini, Muhammad Syahrur menawarkan metode atau cara pembacaan al Qur‟an dengan teori nadzariyatul hudud (teori batas atau limitasi). Teori ini ada 6, yaitu: 1) Batas minimal; 2) Batas maksimal; 3) Batas minimal dan maksimal sekaligus; 4) Batas lurus; 5) Batas maksimal mendekati garis lurus; dan 6)

7

Muhammad Syahrur, Al-Kitab wa al-Qur’an Qira’ah Mu’ashirah,cet. VI, (Damaskus: al-Mathbuat, 2000), hlm. 192.

8

(7)

Batas atas positif tidak boleh dilampaui dan batas bawah negatif boleh dilampaui.9

Contoh pemikiran Muhammad Syahrur terhadap pemahaman ayat-ayat al Qur‟an melalui teori hudud (batas) adalah masalah kewarisan. Ia menawarkan teori batas ketiga, yaitu batas minimal dan maksimal sekaligus. Dalam ayat kewarisan dapat dipahami bahwa laki-laki mendapat batas maksimal dua bagian dari perempuan, sedangkan perempuan mendapat batas minimal satu bagian, sehingga dalam situasi dan kondisi dimana hukum diterapkan, laki-laki dan perempuan dapat bagian yang sama. Laki-laki dan perempuan mendapatkan batas minimal (yaitu satu) dan maksimal sekaligus (yaitu dua). Pemikiran Muhammad Syahrur tentang teori batas ini tentu berbeda dengan pemikiran jumhur pada umumnya.

Muhammad Syahrur memberikan contoh lain yang berbeda dengan pemikiran jumhur, yaitu masalah poligami. Poligami menurut Syahrur hanya dibolehkan untuk para janda yang mempuyai anak yatim, baik untuk istri kedua, ketiga atau keempat. Poligami yang dipahami Muhammad Syahrur merujuk pada adanya konsep keadilan bagi wanita yang dipoligami, juga keadilan untuk anak-anak yatim dan anak-anaknya.10 Disinilah letak ketertarikan penelitian ini untuk melihat lebih jauh konsep-konsep yang ditawarkan Muhammad Syahrur, dan kemudian akan memberikan kritik pada pemikiran tersebut.

9

Ibid., hlm. 452-466. 10

Muhammad Syahrur, Nahwa Ushul Jadidah li al Fiqh al Islamiy Fiqh al

Mar’ah, (Damaskus: Al Ahali li al Tiba‟ah wa al Nasyr wa al Tauzi‟, tt.), hlm.

(8)

Ditegaskan latar belakang penelitian ini adalah munculnya salah satu penafsiran dan istinbat hukum tentang keadilan poligami (yaitu pemikiran Muhammad Syahrur) yang sangat berbeda dengan penafsiran dan istinbat hukum dari jumhur ulama. Muhammad Syahrur mensyaratkan keadilan dalam poligami itu ditujukan kepada anak-anak yatim dari janda yang akan dinikahi dan keadilan dari anak-anaknya sendiri. Muhammad Syahrur membolehkan adanya poligami hanya kepada janda-janda yang ditinggal mati suaminya dan mempunyai anak (yatim). Tentunya, konsep keadilan dalam poligami ini sangat berbeda dengan jumhur ulama yang ditujukan kepada para istri yang dipoligami, bukan kepada anak-anak dari janda (karena ditinggal mati suaminya terdahulu) yang dinikahinya.

Alasan ketertarikan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai rekonstruksi pemikiran Muhammad Syahrur tentang konsep keadilan dalam poligami ialah adanya metode penafsiran dan istinbat hukum Muhammad Syahrur tentang keadilan dalam poligami yang berbeda dengan jumhur ulama. Kemudian penulis akan melakukan analisa mendalam atau kritik berkaitan dengan cara Muhammad Syahrur dalam menafsirkan dan

meng-istinbat-kan konsep keadilan dalam ayat-ayat poligami. Analisa atau kritik ini

berpijak dari penafsiran dan istinbat al hukm yang dilakukan oleh kebanyakan ulama mengenai konsep keadilan dalam poligami.

(9)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu:

1. Bagaimana pemahaman (penafsiran dan istinbat al hukm) Muhammad Syahrur mengenai konsep keadilan dalam poligami?

2. Bagaimana rekonstruksi pemikiran Muhammad Syahrur dalam menawarkan konsep keadilan dalam poligami?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemikiran Muhammad Syahrur tentang konsep keadilan dalam poligami yang terdapat dalam ayat-ayat poligami. Kemudian, penelitian ini menganalisa lebih jauh mengenai metode penafsiran dan istinbat hukum yang dipakai Muhammad Syahrur dalam menawarkan konsep keadilan dalam poligami. Dari hasil analisa tersebut didapatkan sebuah kritik terhadap pemikiran Muhammad Syahrur, baik dari sisi metode penafsiran ayat-ayat poligami maupun dari sisi metode istinbat hukumnya.

Setelah tujuan penelitian didapatkan, maka akan terlihat manfaat yang akan diperoleh. Apakah pemikiran Muhammad Syahrur layak untuk dijadikan sebagai salah satu hasil karya pemahaman ayat-ayat al Qur‟an yang dapat dipegang oleh umat muslim atau pemahaman ayat-ayat al Qur‟an yang tidak dapat dijadikan pegangan oleh umat muslim, sehingga layak untuk ditinggalkan?

(10)

Berikut uraian manfaat penelitian, yaitu memuat: 1. Manfaat Akademik

a. Sebagai kontribusi keilmuan untuk mengetahui pemikiran Muhammad Syahrur dalam membaca (menafsirkan) ulang ayat-ayat poligami dan cara memahami (istinbat) hukum keadilan dalam poligami.

b. Sebagai kontribusi keilmuan untuk mengetahui kritik atas metode pemahaman atau penafsiran Muhammad Syahrur terhadap ayat-ayat poligami dan metode penemuan (istinbat hukum) konsep keadilan dalam poligami.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan kajian dalam ilmu-ilmu keislaman, khususnya tentang fiqh perkawinan, metode istinbat hukum tentang konsep keadilan dalam poligami, metode penafsiran ayat-ayat poligami dan kritik atas metode pemahaman kontemporer.

Manfaat praktis lain dari penelitian ini adalah apakah pemikiran Muhammad Syahrur bisa dijadikan sebagai pegangan oleh umat muslim atau pemikiran ini seharusnya ditinggalkan dan dibuang oleh umat Islam?

(11)

D. Telaah Pustaka

Berikut ini bahan kajian yang menjadi telaah pustaka dalam penelitian, sesuai dengan kaidah panduan penulisan tesis yang diterbitkan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kaidah penulisan telaah pustaka meliputi nama peneliti, tahun penelitian, bentuk penelitian, judul penelitian serta perbedaan penelitian.

A. Ghozali pada tahun 2008 menulis karya tulis akhir (tesis) pada program pascasarjana di IAIN (sekarang UIN) Walisongo Semarang dengan judul “Metode Istinbat Hukum Muhammad Syahrur dalam Memahami

Ayat-ayat Poligami”.11 Penelitian ini lebih memfokuskan pada metode istinbat hukum Muhmmad Syahrur pada masalah poligami. Teori apa yang digunakan oleh Muhammad Syahrur dalam membaca ayat-ayat poligami, kemudian A. Ghozali menganalisa pemikiran Muhammad Syarur tersebut dengan teori ushul fiqh yang digunakan oleh jumhur ulama. Tulisan ini menggambarkan secara umum metode istinbat hukum pada persoalan poligami, tidak di khususkan pada konsep keadilannya. Sedangkan penelitian ini melihat persoalan poligami yang dikhususkan pada konsep keadilan yang terdapat pada ayat-ayat poligami.

Penelitian kedua yang dijadikan telaah pustaka adalah tulisan Mushonnif Yahya pada tahun 2007 ketika menyelesaikan karya tulis akhir (tesis) pada program pascasarjana di IAIN (sekarang UIN) Walisongo

11

A. Ghozali, Metode Istinbat Hukum Muhammad Syahrur dalam

Memahami Ayat-ayat Poligami, Tesis tidak diterbitkan, (Semarang: Program

(12)

Semarang. Tulisan ini berjudul “Poligami dan Misi Kemanusiaan Analisis

Feminisme terhadap Pemikiran Muhammad Syahrur tentang Syarat-syarat Poligami”.12 Fokus penelitian ini adalah aspek kemanusiaan yang terdapat dalam poligami yang ditawarkan Muhammad Syahrur dengan pendekatan feminisme. Hal ini tentu berbeda dengan tema dalam tesis ini yang lebih difokuskan pada konsep keadilan yang terdapat dalam ayat-ayat poligami dengan pendekatan ilmu tafsir atau ilmu ushul fikih.

Selanjutnya, tulisan Mukhyar Fanani pada tahun 2005 yang merupakan karya akhir berupa disertasi pada program pascasarjana di IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Judul penelitian ini adalah “Pemikiran Muhammad Syahrur dalam Ilmu Ushul Fiqh: Teori Hudud

sebagai Alternatif Pengembangan Ilmu Ushul Fikih”.13 Tulisan ini jelas menguraikan teori Hudud yang ditawarkan oleh Muhammad Syahrur sebagai metode penemuan hukum Islam. Fokus penelitian ini pada tawaran metode penemuan hukum Muhammad Syahrur yaitu teori hudud sebagai pengembangan dari ilmu ushul fikih, penelitian ini tidak difokuskan pada konsep keadilan dalam poligami, sehingga berbeda dengan tema dalam judul penelitian ini.

Selanjutnya tulisan Abdul Jalil pada tahun 2010 ketika menyelesaikan Skripsi pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

12

Mushonnif Yahya, Poligami dan Misi Kemanusiaan Analisis Feminisme

terhadap Pemikiran Muhammad Syahrur tentang Syarat-syarat Poligami, Tesis

tidak diterbitkan, (Semarang: Program pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2007).

13

Mukhyar Fanani, Pemikiran Muhammad Syahrur dalam Ilmu Ushul Fiqh:

Teori Hudud sebagai Alternatif Pengembangan Ilmu Ushul Fikih, Disertasi,

(13)

Tulisan tersebut berjudul “Wanita Dalam Poligami (Studi Pemikiran

Muhammad Syahrur”.14 Tulisan ini mengupas pandangan Muhammad

Syahrur tentang poligami secara umum, sehingga berbeda dengan tema penelitian.

Fachri Paripurna pada tahun 2006 menulis Skripsi pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tulisan ini berjudul “Poligami dalam Islam (Studi Komparasi Antara Pemikiran Muhammad

Abduh dan Muhammad Syahrur)”. Penelitian ini menegaskan perbedaan

antara pemikiran Muhammad Abduh dengan Muhammad Syahrur, sehingga metode yang digunakan adalah metode komparatif. Pemikiran Muhammad Abduh tentang poligami yaitu poligami dibolehkan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dan dalam keadaan darurat atau terpaksa. Selama keadaan darurat atau terpaksa tidak terpenuhi, meski syarat poligami sudah dipenuhi, maka poligami tidak dibolehkan. Sementara pemikiran Muhammad Syahrur dalam tulisan ini memperlihatkan bahwa poligami dibolehkan dengan syarat yang berbeda, yaitu wanita yang dinikahi adalah para janda yang mempunyai anak yatim karena ditinggal mati suaminya. Selama syarat ini sudah terpenuhi, maka poligami dapat dilakukan.

Ali Mursid pada tahun 2006 menulis karya tulis akhir berupa Skripsi pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tulisan ini berjudul “Konsep Poligami Dalam Islam (Studi Komparatif Antara

14

Abdul Jalil, Wanita Dalam Poligami (Studi Pemikiran Muhammad

Syahrur), Skripsi tidak diterbitkan, (Yogayakarta: Fakultas Syari‟ah dan Hukum

(14)

Muhammad Syahrur dan Yusuf al Qaradhawi”.15 Dalam tulisan ini dijelaskan perbedaan cara pandang dalam membaca ayat-ayat poligami, sehingga muncul pemikiran yang berbeda pula mengenai poligami dalam ayat-ayat al Qur‟an. Namun tulisan ini tidak secara detail menjelaskan bagaimana kedua pemikir membaca ayat-ayat poligami, sehingga ayat yang menjelaskan keadilan hanya dilihat dari kesimpulannya saja, bukan bagaimana ayat tersebut dibaca sehingga muncul kesimpulan tersebut? Bagaimana korelasi antara ayat satu dengan ayat yang lain? Aplikasi metode Muhammad Syahrur dalam ayat-ayat poligami tersebut bagaimana? Tulisan ini tidak mengurai pertanyaan-pertanyaan tersebut, sehingga belum ditemukan pembacaan yang komprehensif mengenai ayat-ayat poligami dari kedua pemikir di atas.

Khozainul Ulum pada tahun 2006 menulis karya tulis akhir berupa Skripsi pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Judul tulisan tersebut adalah “Konsep Poligami dalam Pandangan

Muhammad Syahrur dan Amina Wadud Muhsin”.16 Tulisan ini hanya

membandingkan kedua pemikir kontemporer dalam persoalan poligami dengan pendekatan feminis. Tulisan ini tidak mengurai lebih jauh mengenai cara menemukan hukumnya, serta tidak menjelaskan secara detail mengenai konsep keadilan dalam poligami.

15

Ali Mursid, Konsep Poligami Dalam Islam (Studi Komparatif Antara

Muhammad Syahrur dan Yusuf al Qaradhawi, Skrpisi tidak diterbitkan,

(Yogyakarta: Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006). 16

Khozainul Ulum, Konsep Poligami dalam Pandangan Muhammad

Syahrur dan Amina Wadud Muhsin, Skripsi tidak diterbitkan, (Yogyakarta: Fakultas

(15)

Miftah Faridl pada tahun 2007 menulis buku dengan judul “Poligami”. Buku ini menjelaskan ajaran poligami secara umum, mulai dari definisi poligami, dasar hukum poligami, sampai praktik poligami ditinjau dari norma/susila dan perilaku sosial. Kemudian Musdah Mulia pada tahun 1999 menulis Buku dengan judul “Pandangan Islam tentang Poligami”. Buku ini menceritakan poligami dalam Islam, yaitu praktik poligami pada masa Rasululullah, serta kritik terhadap kebijakan pemerintah Republik Indonesia mengenai poligami.

Dari telaah pustaka di atas, maka ada perbedaan yang jelas antara tuisan-tulisan tersebut dengan tema yang dimaksud. Penelitian ini melihat bagaimana Muhammad Syahrur membaca ayat-ayat poligami sehingga muncul kesimpulan bahwa poligami harus dilakukan dengan para janda yang ditinggal mati suaminya dan mempunyai anak yatim, sehingga konsep keadilan harus ada antara anak-anaknya dengan anak-anak yatim. Penelitian ini akan mengurai bagaimana metode penafsiran atau metode istinbat hukum yang dipakai Muhammad Syahrur sehingga muncul kesimpulan di atas.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori yang dimaksud pada penelitian ini adalah kerangka berpikir jalannya penelitian dengan disertai teori. Kerangka berpikir yang dimaksud bukan sistematika penelitian, namun kerangka penelitian yang dilihat dari suatu teori yang sudah ada.

(16)

Penelitian ini menjelaskan bagaimana Muhammad Syahrur menafsirkan ayat-ayat poligami. Penafsiran ayat-ayat poligami yang dilakukan oleh Muhammad Syahrur tidak berdasarkan atas teori penafsiran yang digunakan oleh kebanyakan ulama, tetapi ia mempunyai teori penafsiran sendiri. Syahrur menyebut model penafsirannya dengan pembacaan ulang terhadap ayat-ayat al Qur‟an. Pembacaan ulang ayat-ayat al Qur‟an yang dilakukan oleh Muhammad Syahrur berdasarkan pada analisis teks, yaitu analisa terhadap teks atau nash ayat-ayat al Qur‟an dengan pendekatan kebahasaan.

Muhammad Syahrur menganalisa ayat-ayat al Qur‟an melalui pendekatan kebahasaan dengan menjelaskan kaidah kebahasaan, seperti ilmu nahwu, sharaf, dan balaghah, misalnya huruf wawu yang terletak pada permulaan ayat ketiga Surat al Nisa‟ itu menjadi kata penghubung antara ayat sebelum (kedua) dengan setelahnya (ketiga). Kata penghubung ini dalam kaidah bahasa disebut dengan wawu ‘athaf. Muhammad Syahrur juga menjelaskan pengertian atau “makna” kata dalam ayat al Qur‟an, seperti tidak adanya sinonimitas bahasa; misalnya, ia menjelaskan perbedaan antara makna kata qasatha dan ‘adala dalam ayat-ayat poligami. kedua kata tersebut berbeda antara adil dari satu sisi (kata aqsatha) dan adil dari dua sisi (kata

‘adala). Muhammad Syahrur juga menjelaskan hubungan antara ayat yang

diteliti dengan ayat lainnya (munasabah ayat) berdasarkan pendekatan kebahasaan tersebut. Ayat ketiga surat al Nisa‟ tentang poligami dihubungkan dengan ayat sebelumnya (ayat kedua) tentang anak-anak yatim, dengan ayat

(17)

ke-127 tentang keringanan pemberian mahar, dan dengan ayat ke-129 tentang tidak dapatnya berbuat adil terhadap istri-istri yang dinikahinya (poligami).

Langkah-langkah di atas menjelaskan tentang teori-teori penafsiran ayat al Qur‟an, baik teori penafsiran kebanyakan mufassir atau teori penafsiran dari Muhammad Syahrur.

Penelitian ini juga mendeskripsikan bagaimana Muhammad Syahrur menemukan hukum tentang konsep keadilan dalam poligami melalui teori

nadzariyatul hudud atau teori batas (limit). Melalui teori batas bagian ketiga

(batas minimal dan maksimal sekaligus) Muhammad Syahrur menjelaskan bagaimana konsep keadilan dalam poligami bisa diwujudkan. Batas minimal seseorang menikah yaitu dengan seorang istri, dan batas maksimal seseorang melakukan poligami yaitu dengan menikahi empat (4) orang istri, istri kedua, ketiga atau keempat harus berupa janda yang ditinggal mati suaminya dan mempunyai anak (yatim). Penulis tidak hanya menggambarkan pemikiran Muhammad Syahrur ini, namun juga melakukan analisa penemuan hukum dari pendapat kebanyakan ulama, yang lebih dikenal dalam ilmu ushul fiqh dengan teori istinbat al hukm. Langkah-langkah ini termasuk pada teori penemuan hukum Islam, kebanyakan ulama menyebutkan dengan istinbat al

hukm dalam koridor ilmu ushul fiqh atau Muhammad Syahrur menyebutnya nadzariyatul hudud.

Penjelasan tentang keadilan poligami telah ada jauh sebelum Muhammad Syahrur menawarkan idenya, dan penjelasan ini diutarakan oleh banyak ulama, baik dari para pakar ilmu al Qur‟an maupun para pakar ilmu

(18)

hukum Islam. Penelitian ini memaparkan pemikiran Muhammad Syahrur tentang keadilan dalam poligami dari sudut pandang pembacaan ulang (penafsiran) ayat-ayat al Qur‟an dan dari sudut penemuan hukum (istinbat al

hukm) melalui nadzariyatul hudud . Penelitian ini juga melihat analisa

mendalam atau kritik atas pemikiran Muhammad Syahrur tersebut dari sudut pandang pemikiran kebanyakan ulama (jumhur ulama). Inilah yang penulis maksud dengan rekonstruksi pemikiran Muhammad Syahrur.

Rekonstruksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pengembalian seperti semula, atau penyusunan (penggambaran) kembali.17 Rekonstruksi berarti mengembalikan makna suatu peristiwa, kejadian, pemahaman, atau yang lain, kepada makna yang sudah ada sebelumnya.

Rekonstruksi pemikiran Muhammad Syahrur tentang keadilan dalam poligami berarti pengembalian makna keadilan dalam poligami yang ditawarkan oleh Muhammad Syahrur kepada makna keadilan dalam poligami yang sudah ada sebelumnya, yakni makna keadilan dalam poligami menurut jumhur ulama. Dari uraian ini, maka penulis akan memaparkan pemikiran-pemikiran Muhammad Syahrur tentang konsep keadilan dalam poligami yang sama dan yang beda dengan konsep keadilan dalam poligami dari jumhur ulama. Penulis akan banyak mengupas pemikiran Muhammad Syahrur yang berbeda dengan jumhur ulama, dengan tujuan untuk mengembalikan maknanya (dari Muhammad Syahrur ke Jumhur ulama).

17

(19)

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang terstruktur agar diperoleh penelitian yang akurat dan sistematis. Struktur penelitian tersebut diuraikan dalam hal-hal di bawah ini:18

1. Paradigma Penelitian

Penelitian rekonstruksi pemikiran Muhammad Syahrur tentang keadilan dalam poligami ini menggunakan paradigma penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah strategi dan teknik penelitian yang digunakan untuk memahami masyarakat, masalah atau gejala dalam masyarakat dengan mengumpulkan sebanyak mungkin fakta mendalam, data disajikan dalam bentuk verbal bukan bentuk angka.

Penelitian ini memakai metode penelitian kualitatif dengan melihat strategi dan teknik penelitian yang digunakan untuk memahami masalah tentang konsep keadilan dalam poligami yang ditawarkan Muhammad Syahrur dalam membaca ayat-ayat poligami dengan mengumpulkan sebanyak mungkin fakta mendalam dari buku-buku atau tulisan-tulisan dia atau orang lain yang berkaitan dengan tema, kemudian hasil olah data-data tentang keadilan dalam poligami di atas disajikan dalam bentuk verbal bukan angka.

18

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, Buku

Pedoman Penulisan Tesis, (Surakarta: PPs Universitas Muhammadiyah Surakarta,

(20)

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library

research). Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilaksanakan

dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan maupun laporan penelitian.19

Konteks penulisan tesis ini dilaksanakan dengan menggunakan literatur yang berkaitan dengan pemikiran Muhammad Syahrur khususnya tentang keadilan dalam poligami yang diambil dari karya-karyanya atau penelitian lain yang relevan dengan tema penelitian ini.

3. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian Rekonstruksi Pemikiran Muhammad Syahrur tentang Keadilan dalam Poligami adalah

pendekatan normatif. Pendekatan normatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu tafsir dan ilmu ushul fiqh. Rekonstruksi pemikiran Muhammad Syahrur tentang keadilan dalam poligami merupakan pembacaan ulang Muhammad Syahrur tentang ayat-ayat poligami, sehingga dalam penelitian ini penulis melihat perlunya kritik metode pembacaan ulang Muhammad Syahrur tersebut dengan menggunakan teori dalam ilmu tafsir dan ilmu ushul fiqh yang lazim digunakan oleh ulama.

19

Sutrisno Hadi, Metodology Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hlm. 9.

(21)

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Kedua sumber data tersebut berkaitan dengan jenis penelitian yang penulis lakukan, yaitu penelitian

library research, sehingga sumber data yang digunakan berupa

dokumen-dokumen, seperti buku, jurnal, dan tulisan lainnya.

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian adalah tulisan asli dari Muhammad Syahrur yang berkaitan dengan metode dan hasil dari penafsiran serta istinbat hukum tentang poligami, khususnya konsep keadilan yang telah ditawarkannya. Sumber data primer atau tulisan tersebut terdapat dalam karya Muhammad Syahrur sendiri yang berbentuk buku, yaitu buku Al Kitab wa Al Qur’an Qira’ah Mu’atsirah dan buku Nahwa Ushul Jadidah li al Fiqh al Islamy: fiqh Al Mar’ah.

Sedangkan sumber data sekunder yang penulis gunakan adalah karya-karya yang mendukung tema penelitian ini, baik dari karya Muhammad Syahrur sendiri atau karya-karya orang lain. Karya Muhammad Syahrur seperti Dirasah Islamiyah Mu’ashirah fi al Dawlah

wa al Mujtama’, Islam dan Iman: Aturan-aturan Pokok, Metodologi Fiqh Islam Kontemporer. Karya-karya ulama lain yang berkaitan dengan tema

penelitian seperti Ahkam al Qur’an karya Abu Bakar Muhammad „Abdullah, Tafsir al Maraghi karya Ahmad Mushthafa al Maraghi, Fath

(22)

wa al Manhaj karya Wahbah al Zuhaili, Pendekatan Semantik terhadap al Qur’an, terjemahan dari karya Toshihiko Izutsu.

5. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah tulisan-tulisan Muhammad Syahrur yang terdapat dalam buku-bukunya, yaitu buku Al Kitab wa Al Qur’an

Qira’ah Mu’tsirah dan buku Nahwa Ushul Jadidah li al Fiqh al Islamy: fiqh Al Mar’ah.

6. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berupa laporan penelitian, buku, surat kabar, notulen rapat, dan sebagainya.20 Langkah-langkah yang ditempuh dalam teknik dokumentasi adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan menghimpun buku-buku dan dokumen yang sesuai dengan masalah yang diteliti.

b. Setelah data terkumpul dilakukan penelaahan secara kritis dan sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti sehingga diperoleh data.

c. Selanjutnya dilakukan langkah kualifikasi dan dideskripsikan secara analisis komparatif antara berbagai data tersebut.

20

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 129.

(23)

7. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interpretatif. Analisis interpretatif akan menjelaskan secara rinci interpretasi yang diberikan oleh Muhammad Syahrur dalam membaca ayat-ayat poligami, sehingga dapat dimengerti bagaimana Muhammad Syahrur membangun kembali (rekonstruksi) pemikiran atau menawarkan pemikirannya mengenai konsep keadilan yang terdapat dalam ayat-ayat poligami.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab atau bagian dengan berbagai sub di bawahnya. Bab pertama merupakan pendahuluan penelitian. Pada bagian pertama ini dikemukakan sketsa permasalahan yang yang berisi tentang latar belakang penelitian ini dan juga berisi tentang alasan ketertarikan penulis terhadap persoalan ini. Selanjutnya dijelaskan mengenai tujuan dan manfaat yang hendak diperoleh dalam penelitian tersebut. Kemudian untuk memperoleh penelitian yang sistematis dan akurat dipaparkan mengenai metode penelitian dan telaah pustaka.

Bab kedua dari penelitian mengemukakan tentang teori keadilan dalam poligami dan metode memahami ayat-ayat poligami, baik melalui ilmu tafsir atau ilmu ushul fiqh.

Bagian ketiga memaparkan tentang biografi intelektual Muhammad Syahrur, metode pembacaan ayat-ayat al Qur‟an yang ditawarkannya, teori

(24)

hudud atau batas Muhammad Syahrur, serta pemikiran Muhammad Syahrur dalam membaca (menafsirkan) ayat-ayat poligami dan menawarkan metode pemahaman (istinbat hukum) konsep keadilan dalam poligami.

Bab keempat berupa kritik terhadap pemikiran Muhammad Syahrur tentang konsep keadilan dalam poligami. Kritik atas pemikiran ini ditinjau dari metode ilmu ushul fiqh dan ilmu tafsir. Metode analisa ilmu ushul fiqh digunakan untuk melihat bagaimana teknik metode istinbat hukum Muhammad Syahrur dan metode analisis ilmu tafsir untuk melihat pemahaman Muhammad Syahrur dalam membaca ayat-ayat poligami secara utuh.

Bagian kelima dari penelitian ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan penelitian adalah jawaban dari perumusan penelitian yang diangkat. Sedangkan saran merupakan hal-hal yang perlu disampaikan dan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak tertentu.

Referensi

Dokumen terkait

Menangkap makna terkait fungsi sosial dan unsur kebahasaan secara kontekstual lirik lagu terkait kehidupan remaja

Penentuan pengaruh waktu penyinaran UV terhadap aktivitas fotokatalis TiO 2 dilakukan dengan menggunakan limbah cair tapioka yang dikondisikan pada pH

Shinto juga tidak memilik kitab suci, simbol ataupun nabi sebagai penemu atau penyebar agama pertama kali, jadi Shinto lahir dan berkembang secara alami dalam masyarakat,

6. Informed consent yang sudah di tanda tangani oleh pasien atau keluarga pasien disimpan dalam rekam medic.. Bila informed consent yang diberikan oleh pihak lain atau pihak ke

1) Sikap mental mengutamakan prioritas adalah sikap yang mengarah pada kemampuan dalam mengutamakan prioritas yang lebih penting dari segala sesuatu yang ada

• Berdasarkan uji kompetensi pejabat administrasi atau pejabat fungsional yang tidak memenuhi standar kompetensi jabatan dapat dipindahkan pada jabatan lain yang sesuai

Tahap ini merupakan tahap pengujian dari sistem yang dibuat yang berfungsi untuk melihat apakah Aplikasi Pencarian Informasi SMA dan SMK di pekalongan ini dapat

Kriteria yang digunakan dalam pengujian ini adalah probability value (sig), apabila probability value dalam hasil pengujian lebih kecil dari 0,05, maka dapat