• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAIN TENUN IKAT SEBAGAI WISATA BUDAYA KABUPATEN SIKKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAIN TENUN IKAT SEBAGAI WISATA BUDAYA KABUPATEN SIKKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

151

Lenny Kurnia Octaviani1, Sri Andini Komalasari2 Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo, Yogyakarta, Indonesia Email: lennyoctavianie01@gmail.com1, sriandin04@gmail.com2 ABSTRACT

The diversity of Sikka culture is reflected in the art of weaving that is a symbol of the great tribal and indigenous people of Sikka that need to be lifted to the surface and be preserved. The method that the authors use in this research is a qualitative methode. The diversity of woven fabricin the Sikka district has a different meaning and meaning not only to art, but it has also considered a social, religious, cultural,and economic symbol. With the growth of many young generation which have begun to ignore the culture woven into the fabric. The need for cooperation between government, weavers, and community inside preserve of weaving culture and preserving culture heritage is not lost in the ingestion of the era.

Keywords: Ikat Sikka Weaving, Tourism Culture, SWOT Analysis PENDAHULUAN

Kepariwisataan merupakan salah satu industri strategi di dunia. Hal ini di sebabkan negara-negara yang ada di dunia mendapatkan devisa dari sektor kepariwisataan. Kepariwisataan juga merupakan kegiatan yang strategis juka di tinjau dari segi pengembangan ekonomi dan sosial budaya karena kepariwisataan mendorong terciptanya lapangan pekerjaan, perkembangan investasi, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan kualits masyarakat dan dapat menanamkan rasa cinta tanah air terhadap nilai-nilai budaya bangsa (Suyitno, 2013).

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki banyak suku bangsa.setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang menjadi karakteristik suku bangsa itu sendiri. Kebiasaan yang sudah mendarah

daging dan bersifat turun temurun dalam suku bangsa itu dianggap sebagai kebudayaan. Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung nilai-nilai penting yang diwariskan dari generasi ke generasi. Warisan tersebut harus dijaga agar tidak hilang dan bisa di pelajari dan dilestarikan oleh generasi penerus (Mahardhani dan Cahyono, 2017). Salah satu warisan itu adalah budaya tenun. Setiap daerah di indonesia memiliki tenun tradisional yang khas, salah satunya di Maumere Kabupaten Sikka yaitu Kain Tenun Ikat Sikka.

Budaya tenun merupakan bagian dari ragam budaya yang harus dilestarikan karena dapat memperkaya ciri khas bangsa indonesia dengan motif dan coraknya yang beragam, dimana kain tenun ini tidak hanya menghasilkan produk tekstil semata, namun setiap motif kain tenun ini memiliki makna simbolis,

(2)

bahkan pada zaman kerajaan juga menjadi penanda status adat dan sosial. Setiap daerah di Flores menamplkan corak yang beragam serta warna yang beda-beda. Keberagaman motif kain tenun di Kabupaten Sikka bukan hanya sebatas seni, tetapi pemuatannya juga mempertimbangkan simbol status sosisal, keagamaan, budaya dan ekonomi (Elvida, 2016).

Kain tenun ikat tradisional ini merupakan karya seni dan identitas dari masyarakat di Kabupaten Sikka yang memiliki daya pikat yang sangat kuat serta layak untuk di kembangkan serta dilestarikan. Oleh karena itu, dengan mengetahui adanya kain tenun tradisional ini kita dapat melestarikan serta mengembangkan kain tenun tradisional ini. Sehingga dapat menjadi upaya pelestarian budaya serta menumbuhkan kembali seni menenun masyarakat Kabupaten Sikka.

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata

Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sangsekerta, yakni terdiri dari dua suku kata, yaitu: ‘pari’ dan ‘wisata’. Pari berarti banyak, berkali-kali atau berputar-putar, sedangakan wisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali atau berkeliling (Suryadana, 2013).

Pariwisaata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, meningkatan penghasilan dan standar hidup serta meningkatkan produktivitas sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti kerajinan

tangan dan cendera mata, penginapan, transportasi secara ekonomis juga dipandang juga dipandang sebagai industri (Pendit, 2002).

Selanjutnya, menurut Muljadi (2009), pariwisata merupakan aktivitas, pelayanan produk dan hasil industri pariwisata yang mampu menciptakan pengalaman perjalanan bagi wisatawan. Unsur pembentuk perjaalanan bagi wisatawan yang utama adalah adanya daya tarik dari suatu tempat atau lokasi. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan adalah suatu entitas yang otonom dalam kehidupan manusia, betapapun ia dapat dipengaruhi perkembangan oleh faktor-faktor tertentu dalam konstelasi sosial maupun lingkungan alamiah. Ada dua pandangan pokok mengenai apa yang dianggap komponen pokok dari kebudayaan. Satu pandangan menyatakan bahwa kebudayaan par excellence adalah nilai-nilai budaya beserta segala hasil pemikiran manusia dalam suatu masyarakat. Sedangkan pandangan kedua adalah tingkah laku yang berbeda-beda. (Yoeti, 2016).

Selain itu, Koentjaraningrat (1990) menyatakan bahwa kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Definisi tersebut mempunyai makna bahwa hampir semua tindakan manusia adalah suatu kebudayaan karena tindakan-tindakan manusia tersebut diperoleh melalui proses belajar.

(3)

Pengertian Wisata Budaya

Wisata Budaya yaitu destinasi parieisata berupa produk-produk seni-budaya dan kesejarahan baik bentuk atraksi fisik dan apresiasi masyarakat. Contoh dari produk wisata budaya adalah seperti artefak banguan bersejarah, artefak sejarah kejadian alam dan kehidupan makhluk, apresiasi seni dan budaya, serta adat budaya dan bahasa. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993). Pariwisata budaya adalah suatu jenis kepariwisataan yang dikembangkan dan bertumpu pada kebudayaan (Suryadana, 2013).

Sementara itu, Pendit (2002) menyatakan bahwa wisata budaya merupakan perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan cara mengadakan kunjungan ke tempat lain atau luar negeri, mempelajari keadaan rakyar, kebiasaan dan adatistiadat mereka, cara hidup mereka, kebudayaan dan seni mereka.

METODE

Penelitian mengenai strategi pelestarian kain tenun ikat sebagai wisata budaya Kabupaten Sikka dilakukan di Desa Watublapi, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur selama bulan Oktober sampai dengan Desember 2018 menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi dan orang, baik secara individual maupun kelompok (Sukmadinata, 2009). Penelitian dengan metode kualitatif menggunakan teknik

pengumpulan data berupa wawancara, pengamatan langsung, dan dokumentasi (Moleong, 2012).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2010), analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis SWOT merupakan singkatan dari Strength (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity (Peluang), dan

Threats (Ancaman), yang berdasarkan

logika yang dapat memaksimalkan peluang, namun secara simultan dapat memperkecil kelemahan dan potensi ancaman (Rangkuti, 2010). Analisis SWOT merupakan analisis situasi dan kondisi mengenai Kain Tenun Ikat Sikka yang bersifat deskreptif, kemudian menempatkan situasi dan kondisi tersebut menjadi faktor masukan, dan dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kebudayaan Kain Tenun Ikat Sikka

Tenun ikat adalah kain yang ditenun dari helaian benang pakan (benang dalam posisi melintang) dan benang lungsi (benang dalam posisi membujur) yang sebelumnya diikat dan di celupkan ke dalam zat pewarna alami. Kain Tenun Ikat Sikka adalah salah satu dari sekian banyak produk budaya tradisional khas Indonesia yang dibuat secara tradisional namun bernilai seni tinggi dan indah. Proses pembuatannya juga melalui sejumlah proses yang memakan waktu hingga berbulan-bulan. Dibutuhkan ketekunan dan kesabaran untuk menghasilkan sehelai kain dimana

(4)

semua proses pembuatannnya dilakukan secara tradisional.

Dalam penggunaannya, kain tenun ikat sejak lama sudah digunakan sebagai pakaian sehari-hari oleh masyarakatnya, dan juga diperjual belikan karena nilainya. Pada mulanya tenunan di buat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai busana penutup dan pelindung tubuh, kemudian berkembang untuk kebutuhan adat (pesta, upacara, tarian, perkawinan, kematian). Hingga sekarang merupakan busana resmi dan moderen yang di desain sesuai perkembangan zaman. Motif sebuah Kain Tenun Ikat Sikka bagi masyarakat dapat dianggap mempunyai nilai yang dalam. Nilai-nilai itu anatar lain nilai spiritual, nilai politis (dikaitkan dengan ritual-ritual adat dan oleh pemangku adat), dan nilai sosial ekonomis (sebagai denda adat untuk mengembalikan keseimbangan sosial).

Gambar 1

Berbagai Motif Kain Tenun Ikat Sikka

(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2018)

Motif yang beragam dengan dominan warna gelap membuat kain tenun semakin menarik. Itulah yang membuat wisatawan domestik maupun asing jatuh cinta dengan oleh-oleh khas

Maumere ini. Teknologi yang digunakan juga masih sangat tradisional, masih di tenun secara manual, bukan dengan mesin jahit dan dikerjakan oleh kaum wanita. Namun untuk pewarnaan, sekarang banyak sanggar tenun sudah menggunakan bahan natol atau kimia, yang masih mempertahan pewarna alami hanya beberapa sanggar tenun saja, di karenakan jika menggunakan bahan alamia, membutuhkan proses yang sanggat lama, dan cukup memakan waktu. Namun jika menggunakan bahan natol atau kimia, waktu yang dibutuhkan lebih sedikit.

Gambar 2

Proses Pembuatan Kain Tenun Ikat Sikka

(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2018)

Untuk target pasar lebih di titik beratkan kepada wisatawan dari luar daerah dan mancanegara. Jenis pewarna yang di gemari dari kedua wisatawan ini pun berbeda. Untuk wisatawan luar daearah atau luar pulau Nusa Tenggara Timur, mereka lebih cenderung menyukai warna-warna dari bahan natol atau kimia, alasan mereka adalah karena warna yang dihasilkan bahan natol atau kimia tersebut lebih cerah. Sedangkan untuk wisatawan luar negeri, lebih

(5)

cenderung menyukai warna yang berbahabn dasar dari alam.

Untuk harga jual Kain Tenun Ikat Sikka ini berbeda-beda, disesuaikan dengan dari bahan apa tenun itu di buat, serta dari ukuran. Jika dari bahan-bahan alam, maka harganya semakin mahal, jika dari bahan natol atau kimia, harganya cenderung lebih murah. Sanggar tenun di Kabupaten Sikka sudah cukup banyak, namun yang sudah dikenal oleh masyarakat luas hanya berupa sanggar-sanggar besar saja. saat ini, kurangnya minat generasi-generasi muda untuk belajar menenun. Sehingga sewaktu-waktu tenun ini dikawatirkan akan langkah untuk di dapat, dikarenakan yang mengerjakan tenun ini adalah kaum wanita yang sudah berumur 45 (empat puluh lima) tahun ke atas.

Gambar 3

Salah Satu Perajin Tenun Ikat Sikka (Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2018)

Fasilitas yang diberikan Pemerintah kepada sanggar tenun di Kabupaten Sikka juga masih kurang, serta kurangnya perhatian Pemerintah terhadap sanggar-sanggar kecil di Kabupaten Sikka membuat para penenun kesulitan dalam memproduksi tenunan. Sumber daya manusia dalam pelestarian tenun ikat di kabupaten sikka juga terbilang masih

kurang. Faktor yang mempengaruhi kurangnya sumber daya manusia yaitu tidak adanya sarana dan prasarana yang memadai di sanggar tenun ikat di Kabupaten Sikka.

Salah satu bentuk dukungan dari Pemerintah yaitu dengan menjadikan tenun sebagai program unggulan untuk diberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pelestarian tenun ikat, serta melibatkan perajin tenun ikat untuk mengikuti event atau pameran tenun di luar daerah. Selain itu juga, masih kurangnya edukasi di sekolah-sekolah tentang pentingnya pelestarian tenun ikat, serta kurangnya minat generasi muda untuk mempelajari cara membuat kain tenun ikat.

Analisis Faktor Internal

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut ini analisis faktor internal yang terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) Kain Tenun Ikat Sebagai Wisata Kebudayaan Kabupaten Sikka:

1. Kekuatan (Strength)

a. Kain tenun ikat memiliki daya tarik yang unik dan berkelas. Memiliki berbagai macam motif dan corak yang dominan pada pada warna gelap, akan tetapi pada perkembangannya kini mulai dilakukan inovasi berupa kain tenun ikat dengan warna cerah.

b. Beragam motif tenun ikat yang memiliki arti dan makna tersendiri.

c. Proses pembuatan kain tenun yang secara tradisional yang akan terus dilestarikan

(6)

berpotensi wisata edukasi dan wisata budaya.

d. Kain Tenun Ikat Sikka telah mendapatkan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HKI). 2. Kelemahan (Weakness)

a. Sanggar perajin kain tenun ikat tidak begitu banyak, apalagi di pusat Kabupaten Sikka belum terdapat sanggar tenun.

b. Kurangnya pengenalan dan edukasi mengenai kain tenun ikat dan pentingnya pelestarian budaya kain tenun ikat kepada masyarakat, terutama pada generasi muda di Kabupaten Sikka.

c. Minat generasi muda untuk menjadi perajin kain tenun ikat sangat rendah, mengingat hingga saat ini perajin kain tenun adalah mayoritas ibu-ibu yang berusia di atas 45 (empat puluh lima) tahun.

Analisis Faktor Eksternal

Adapun faktor eksternal yang terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threats) Kain Tenun Ikat Sebagai Wisata Kebudayaan Kabupaten Sikka adalah sebagai berikut:

1. Peluang (Opportunity)

a. Adanya sosial media yang dapat menunjang pengenalan Kain Tenun Ikat Sikka secara nasional maupun internasional. b. Dukungan Pemerintah melalui

penggunaan busana daerah Nusa Tenggara Timur pada

event daerah dan event

kenegaraan.

c. Adanya teknologi penunjang seperti alat tenun semi modern dapat mempercepat proses produksi kain tenun ikat.

d. Diminati oleh wisatawan mancanegara.

2. Ancaman (Threats)

a. Minat dan kepedulian masyarakat, terutama oleh generasi muda sangat rendah dalam pelestarian produksi kain tenun ikat.

b. Proses produksi yang memakan waktu hingga berbulan-bulan dengan alat tenun tradisional. c. Promosi dan pengenalan Kain

Tenun Ikat Sikka belum begitu maksimal.

Matriks Analisis SWOT

Tabel 1

Matriks Analisis SWOT Kain Tenun Ikat Sikka Internal

Eksternal

Kekuatan (S):

a. Kain tenun ikat memiliki daya tarik yang unik dan berkelas. Dominan pada pada warna gelap, tetapi pada perkembangannya

Kelemahan (W):

a. Sanggar perajin kain tenun ikat tidak begitu banyak, apalagi di pusat Kabupaten Sikka belum terdapat sanggar tenun.

(7)

Internal

Eksternal

kini mulai dilakukan inovasi berupa kain tenun ikat dengan warna cerah. b. Beragam motif tenun ikat

yang memiliki arti dan makna tersendiri.

c. Proses pembuatan kain tenun yang secara tradisional yang akan terus dilestarikan berpotensi wisata edukasi dan wisata budaya.

d. Kain Tenun Ikat Sikka telah mendapatkan sertifikat HKI.

b. Kurangnya pengenalan dan edukasi mengenai kain tenun ikat dan pentingnya pelestarian budaya kain tenun ikat kepada masyarakat, terutama pada generasi muda.

c. Minat generasi muda untuk menjadi perajin kain tenun ikat sangat rendah, mengingat hingga saat ini perajin kain tenun adalah mayoritas ibu-ibu yang berusia di atas 45 (empat puluh lima) tahun. Peluang (O):

a. Adanya sosial media

yang dapat

menunjang

pengenalan Kain Tenun Ikat Sikka secara nasional maupun internasional. b. Dukungan Pemerintah melalui penggunaan busana daerah Nusa Tenggara Timur pada

event daerah dan

event kenegaraan.

c. Adanya teknologi penunjang seperti alat tenun semi modern dapat mempercepat proses produksi kain tenun ikat.

d. Diminati oleh wisatawan

mancanegara.

Strategi S-O:

a. Menjadikan Kain Tenun Ikat Sikka sebagai wisata budaya Kabupaten Sikka. b. Menjadikan Desa

Watublapi sebagai desa wisata budaya tenun ikat dengan proses tenun tradisional sebagai salah satu atraksi wisata edukasi yang dapat disajikan. c. Masyarakat dan

Pemerintah bekerja sama

membangun dan

melestarikan tenun ikat melalui kegiatan-kegiatan berskala nasional maupun internasional.

d. Mengadakan alat tenun semi modern untuk kapasitas jumlah produksi yang lebih banyak dan proses produksi yang lebih cepat.

Strategi W-O:

a. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan cara membuat Kain Tenun Ikat Sikka, serta memasukkan kesenian tenun kain ikat pada kegiatan ekstrakurikuler di sekolah Kabupaten Sikka agar lebih diketahui dan memunculkan minat generasi muda akan tenun ikat.

b. Semakin

memberdayakan sanggar tenun yang terdapat di Kabupaten Sikka dengan sarana dan prasarana produksi yang mendukung pelestarian tenun ikat.

c. Mengangkat potensi Desa Watublapi lainnya sebagai daya tarik

(8)

pendukung, seperti UMKM daerah setempat yang dapat menunjang proses pemasaran dan distribusi kain tenun. Ancaman (T):

d. Minat dan kepedulian masyarakat, terutama oleh generasi muda sangat rendah dalam pelestarian produksi kain tenun ikat. e. Proses produksi yang

memakan waktu hingga berbulan-bulan dengan alat tenun tradisional. f. Promosi dan

pengenalan Kain Tenun Ikat Sikka belum begitu maksimal.

Strategi S-T:

a. Mendirikan sanggar tenun yang tidak hanya di daerah tapi juga di perkotaan untuk meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan masyarakat dan generasi muda untuk belajar membuat tenun ikat.

b. Perlunya dukungan Pemerintah kepada sanggar tenun baik sanggar yang kecil maupun sanggar besar dalam upaya pelestarian kain tenun sebagai wisata budaya, berupa pemberian modal, fasilitas produksi, bantuan bibit-bibit pohon pewarna alami, dsb. c. Diperlukan kerjasama

antara Pemerintah, akademisi dan masyarakat

dalam upaya

mempromosikan kain tenun ikat secara maksimal, baik itu melalui

event daerah/ kenegaraan,

media sosial, pameran, dsb.

Strategi W-T:

a. Membuat organisasi yang berfokus pada pelestarian budaya Kain Tenun Ikat Sikka.

b. Sosialisasi dan pelatihan membuat kain tenun untuk generasi muda agar sering dilakukan dengan melibatkan tokoh muda inovatif atau akademisi di bidang kesenian. c. Melakukan promosi

yang intensif melalui media sosial, event daerah atau kenegaraan, dan melalui pameran di tingkat nasional maupun internasional.

(Sumber: Hasil Analisis, 2019) KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di paparkan dapat diketahui bahwa

kain tenun ikat merupakan seni tradisional masyarakat Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pada mulanya

(9)

kain tenun di buat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai busana penutup dan pelindung tubuh, kemudian berkembang untuk kebutuhan adat dan kini menjadi busana yang dapat dipakai dalam segala acara, nonformal maupun formal, hingga untuk acara kenegaraan.

Pelestarian Kain Tenun Ikat Sikka adalah tanggungjawab bersama dari masyarakat, Pemerintah dan akademisi. Sehingga diharapkan adanya kerjasama yang baik dalam pengembangan wisata budaya ini. Perkembangan teknologi telah memberikan peluang begitu besar untuk kemudahan proses produksi dan promosi Kain Tenun Ikat Sikka secara nasional maupun internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Elvida, M. N. (2016). Pembuatan Kain Tenun Ikat Maumere Di Desa

Wololora Kecamatan Lela

Kabupaten Sikka Propinsi Nusa Tenggara Timur. HOLISTIK, Journal Of Social and Culture. Koentjaraningrat. (1990). Sejarah teori

antropologi. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).

Mahardhani, A. J., & Cahyono, H.

(2017). HARMONI

MASYARAKAT TRADISI

DALAM KERANGKA

MULTIKULURALISME. ASKETI K: Jurnal Agama dan Perubahan Sosial, 1(1).

Moleong, L. J. (2012). Metodologi penelitian kualitatif (Cet.

Ke-30.). Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Muljadi, A.J. (2009). Kepariwisataan

dan Perjalanan. Jakarta: PT.

Rajagrafindo

Nana, S. Sukmadinata. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Pendit, N. S. (2002). Ilmu

Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Rangkuti, F. (2010). Analisis SWOT

Balanced Scorecard-teknik

menyusun strategi korporate yang efektif plus cara mengelola kinerja dan resiko. Jakarta: Penerbit Kompas Gramedia.

Suryadana, M. L. (2013). Sosiologi

Pariwisata: Kajian

Kepariwisataan dalam Paradigma Intergratif-Transformatif menuju Wisata Spiritual. Humaniora. Suyitno, S. (2013). Pengembangan

Potensi Kepariwisataan Di

Kabupaten Sleman Daerah

Istimewa

Yogyakarta. Kepariwisataan: Jurnal Ilmiah, 7(2).

Yoeti, Oka. A. (2016). Pariwisata

Budaya. Jakarta: Balai Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

LKS Berorientasi Model 5E Berbahasa Inggris yang dikembangkan dinyatakan valid dan praktis untuk digunakan, karena berdasarkan validasi ahli memperoleh skor 3,87

Rentang kerja dari metode analisis adalah rentang konsentrasi di mana akurasi dan presisi yang dapat diterima tercapai. -

Data dan informasi yang terkait dengan penelitian berasal dari hasil wawancara dengan informan penelitian dan hasil dokumentasi terkait dengan perilaku konsumsi

Maka dari itu penelitian ini ingin mengangkat sebuah perancangan sistem informasi website yang akan digunakan untuk media promosi agrowisata di daerah tersebut serta

Dari metode yang sudah dilakukan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ternyata responden setuju dengan mengetahui proses kreatif dari suatu pementasan teater boneka maka

Efek Toksik Tak Terbalikkan (Ireversibel) Kerusakan bersifat permanen Paparan berikutnya akan menyebabkan kerusakan yang sifatnya sama memungkinkan terjadinya akumulasi efek

Tujuan penelitian ini adalah: untuk menemukan apakah ada perbedaan yang signifikan antara Kemampuan Berbicara Siswa Kelas V SD N 3 Golantepus Kudus Tahun

e) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda dengan titik. Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang