• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

GAMBARAN UMUM KELURAHAN

4.1. Lokasi dan Keadaan Wilayah

Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan yang berada di

Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kelurahan Lenteng Agung memiliki luas

wilayah sekitar kurang lebih 227,74 Ha yang terdiri dari tanah milik adat seluas

227,34 Ha dan tanah garapan seluas 0,40 Ha. Kelurahan Lenteng Agung terdiri

dari 114 RT dan 10 RW. Kelurahan Lenteng Agung secara geografis memiliki

batas wilayah antara lain: sebelah Utara berbatasan langsung dengan Jalan TB

Simatupang Kelurahan Pasar Minggu, sebelah Timur berbatasan langsung dengan

Kali Ciliwung, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Gardu Kelurahan

Srengseng Sawah, dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Joe Kelurahan

Kebagusan-Kelurahan Jagakarsa.

Jika dilihat dari letaknya, jarak Kelurahan Lenteng Agung ke Kecamatan

adalah tiga kilometer, sedangkan jarak dari Kelurahan Lenteng Agung ke Pusat

Pemerintahan Kotamadya/Kabupaten Administrasi Jakarta Selatan adalah 10

kilometer dan jarak dari Kelurahan Lenteng Agung ke Pusat Pemerintahan

Provinsi DKI Jakarta adalah 15 kilometer. Alat transportasi yang dapat digunakan

untuk mencapai kantor kecamatan adalah angkutan umum (angkot) atau bis umum

yang masih harus disambung dengan ojeg. Alat transportasi yang dapat digunakan

untuk ke pusat pemerintahan baik kotamadya ataupun provinsi adalah angkot

(2)

Listrik (KRL) Jabotabek, karena diwilayah tersebut juga terdapat stasiun kereta

api, yang masih harus disambung dengan angkot atau bis kota.

Permukiman liar yang ada di wilayah Kelurahan Lenteng Agung berada di

antara bantaran rel kereta api dan aliran sungai ciliwung. Seluruh penghuninya

merupakan pendatang yang berasal dari berbagai macam daerah di Indonesia.

Berdasarkan data yang diperoleh dari 30 orang responden, Karawang merupakan

daerah asal yang memiliki jumlah migran terbanyak. Alasan responden memilih

permukiman liar untuk dijadikan tempat tinggal adalah faktor ekonomi.

Responden merasa tidak mampu jika harus mengontrak rumah. Terlebih lagi

harga kontrakan yang tinggi. Hal tersebut amat memberatkan responden. Akan

tetapi tentu saja responden masih mengharapkan hidup yang layak.

Pendidikan terakhir yang dimiliki oleh responden beragam. Akan tetapi

jumlah responden yang hanya tamat sekolah dasar menunjukkan nilai yang paling

besar. Sebagian besar penghuninya bekerja sebagai pengumpul barang rongsokan

yang nantinya akan dijual lagi untuk didaur ulang. Pekerjaan lainnya yang

dijalankan oleh responden adalah bekerja sebagai penjual makanan seperti penjual

buah keliling, tukang nasi goreng atau membuka usaha warung makanan di sekitar

tempat tinggal mereka.

Sebanyak 90 persen responden menyatakan bahwa menyisihkan sebagian

penghasilan untuk konsumsi kesehatan sangatlah perlu. Akan tetapi pada

kenyataannya hanya tujuh orang responden atau sebesar 23,3 persen saja yang

menyisihkan sebagian pendapatannya untuk konsumsi kesehatan. Responden

mengetahui pentingnya menyisihkan uang untuk konsumsi kesehatan. Menurut

(3)

45

saat salah satu anggota keluarga mengalami sakit uang tersebut dapat digunakan

untuk berobat ke dokter atau sekedar untuk membeli obat warung dan jamu.

Dengan demikian responden tidak perlu repot mencari pinjaman uang untuk

berobat.

Sebanyak 83,3 persen responden menghabiskan sebagian besar

pendapatannya untuk membeli makanan. Responden mengatakan bahwa untuk

membeli keperluan sehari-hari saja masih kurang sehingga responden tidak dapat

menyisihkan uangnya untuk konsumsi kesehatan walaupun responden mengetahui

pentingnya investasi kesehatan.

4.2. Fasilitas Umum

Fasilitas umum yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung berupa sarana

keagamaan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana kebersihan, sarana olah

raga, sarana keamanan, sekretariat parpol, sarana ekonomi, sarana sosial, sarana

budaya, pariwisata, hiburan dan rekreasi, sarana perdaGangan, sarana

perhubungan, sarana angkutan, sarana komunikasi, sarana penanggulangan

bencana kebakaran dan bencana alam dan sarana pengairan.

Tempat peribadatan yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung hanya

masjid sebanyak 22 buah, mushollah sebanyak 36 buah dan gereja satu buah.

Dalam kegiatan keagamaan, penduduk di Kelurahan Lenteng Agung cukup

banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Hal tersebut dapat terlihat

dari banyaknya perkumpulan keagamaan yang terdiri dari 66 perkumpulan majelis

(4)

Jumlah sarana pendidikan di Kelurahan Lenteng Agung cukup banyak

dimana terdapat sekolah yang terdiri dari sekolah negeri dan sekolah swasta.

Sekolah negeri yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung antara lain SD

berjumlah empat buah, SLTP berjumlah dua buah, SLTA sebanyak dua buah dan

madrasah Aliyah sebanyak satu buah. Sekolah swasta yang terdapat di Kelurahan

Lenteng Agung antara lain taman bermain/playgroup sebanyak dua buah, Taman

Kanak-kanak (TK) berjumlah sembilan buah, SD berjumlah tujuh buah, SLTP

berjumlah enam buah, SLTA sebanyak dua buah, universitas sebanyak dua buah

dan madrasah ibtidaiyah sebanyak tujuh buah.

Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung berupa dua

buah puskesmas, dua buah poliklinik, dua buah balai pengobatan, tiga buah

tempat praktek dokter umum, satu buah tempat praktek dokter gigi, tujuh buah

tempat praktek bidan, satu apotik, dua buah klinik keluarga berencana, satu unit

laboratorium dan 29 posyandu. Responden lebih memilih puskesmas sebagai

tempat berobat dengan alasan biaya yang lebih murah jika dibandingkan ke klinik

dokter. Puskesmas yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung berada di Gang

Haji Ali dan Gang Lontar. Sebagian besar responden lebih sering berobat ke

puskesmas yang berada di Gang Lontar. Letaknya yang berdekatan dengan

permukiman menjadi pertimbangan lain yang dikemukakan oleh responden.

Gang Lontar berada diseberang permukiman responden tetapi untuk

menjangkaunya responden harus berjalan kaki cukup jauh sekitar 500 meter dari

mulut Gang. Selain itu, tidak tersedianya ojeg di sekitar puskesmas juga menjadi

hambatan untuk mencapai puskesmas tersebut. Puskesmas yang berada di Gang

(5)

47

menjangkaunya responden harus naik angkot. Jika harus mengeluarkan ongkos

responden lebih memilih memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada di

puskesmas kelurahan Jatipadang karena puskesmas tersebut memiliki

perlengkapan yang lebih lengkap. Puskesmas Jatipadang tidak hanya melayani

penyakit umum tetapi juga ada pelayanan penyakit spesialis.

Puskesmas bukan satu-satunya fasilitas kesehatan dengan biaya murah

yang biasa dimanfaatkan responden. Letak permukiman liar yang tidak terlalu

jauh dengan kantor sekertariat salah satu parpol besar di Indonesia dimanfaatkan

pula oleh responden untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang disediakan

oleh parpol tersebut. Responden hanya mengeluarkan biaya untuk naik angkot ke

kantor sekertariat parpol tersebut karena pengobatan dan obat diberikan secara

gratis.

Sarana kebersihan yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung antara lain

tiga buah dipo sampah (TPS), dua unit truk sampah, 37 unit gerobak sampah dan

satu orang petugas kebersihan. Kelurahan Lenteng Agung memiliki satu lapangan

sepak bola dan enam buah lapangan bulu tangkis, enam buah lapangan volly dan

12 buah lapangan basket. Terdapat pula satu lapangan tenis dan 10 buah

perlengkapan tenis meja. Selain itu Kelurahan Lenteng Agung juga memiliki

sarana keamanan antara lain satu pos polisi, 45 pos hansip dan 91 orang anggota

hansip. Di Kelurahan Lenteng Agung juga terdapat sekretariat parpol yang terdiri

dari dua buah kantor cabang parpol dan tiga buah kantor ranting parpol.

Sarana ekonomi yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung adalah satu

buah bank milik pemerintah dan satu buah bank milik swasta. Sarana ekonomi

(6)

buah SPBU. Sarana perdaGangan dan industri yang ada adalah pertokoan

sebanyak 74 buah, showroom sebanyak empat buah, toko sebanyak 23 buah, kios

sebanyak 12 buah, warung sebanyak 46 buah, restoran sebanyak satu buah dan

industri kecil sebanyak satu buah.

Kelurahan Lenteng Agung memiliki sarana perhubungan berupa satu buah

stasiun kereta api, jalan protokol kurang lebih sekitar 15 kilometer, jalan

lingkungan kurang lebih sekitar 40 kilometer dan Gang/jalan setapak sekitar 30

kilometer. Sarana angkutan yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung antara lain

bis kota, truk, metromini, mikrolet, taksi, ojek motor dan kereta api. Fasilitas

komunikasi yang ada adalah satu buah kantor pos/pos pembantu dan tujuh buah

wartel.

Fasilitas penanggulangan bencana kebakaran dan bencana alam terdiri dari

dua buah pos pengendali banjir, dua buah alat pemadam kebakaran dan satu buah

hidran. Sarana pengairan yang ada antara lain satu buah sungai dan 115 buah

(7)

BAB V

GAMBARAN UMUM RESPONDEN

5.1. Pembahasan Gambaran Umum Responden

Gambaran umum responden dimaksudkan untuk lebih memperjelas

informasi yang diperoleh oleh peneliti. Karakteristik responden yang akan dibahas

antara lain latar belakang pendidikan, asal daerah, keberadaan keluarga

responden, pekerjaan yang dijalani oleh responden dan tingkat pendapatan.

Diharapkan dengan mengetahui karakteristik responden yang diteliti maka akan

diketahui juga mengenai kehidupan kesehariannya.

Secara umum permukiman liar yang berada diantara bantaran rel kereta

api dan sungai Ciliwung di wilayah RT 016 RW 05 Kelurahan Lenteng Agung

Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan terbagi atas dua kelompok. Kelompok yang

pertama adalah permukiman liar yang berdiri diatas tanah milik pribadi atas nama

Bapak Haji Tlb dimana pemilik tanah tersebut tidak tinggal di wilayah tersebut.

Akan tetapi kepemilikan tanah tersebut masih diragukan. Seperti yang dikatakan

oleh seorang responden:

“sebenarnya tanah itu adalah tanah milik PJKAI. Dulu PJKAI memberi ijin kepada penduduk sekitar untuk menggarap tanah dipinggiran rel untuk sawah dan ladang. Tapi karena sudah terlalu lama digarap oleh warga sehingga warga tersebut menganggap bahwa tanah itu adalah tanah mereka. Padahal mah belum tentu mereka punya sertifikatnya” (Ibu Van,30 tahun).

Tanah pada permukiman liar yang kedua merupakan tanah milik PJKAI

(8)

berdiri diatas tanah milik PJKAI dan bagian tengah hingga belakang rumah

tersebut berdiri diatas tanah milik Dinas Perairan DKI Jakarta. Tidak jauh berbeda

dengan tanah dipermukiman liar pertama, tanah pada permukiman liar kedua juga

memiliki permasalahan. Pendatang yang tinggal di wilayah tersebut menganggap

bahwa tanah tersebut adalah tanah mereka. Penghuni di wilayah tersebut mengaku

bahwa mereka telah membeli tanah tersebut dari pihak PJKAI. Akan tetapi sampai

saat ini mereka tidak memiliki sertifikat tanah yang sah yang dapat menunjukkan

bahwa tanah itu adalah milik mereka. Seperti yang dikatakan Bapak Hdn selaku

ketua RT 016:

“malah ada juga penduduk disitu yang bilang sudah membelinya dari PJKAI. Berhubung tidak ada keterangan secara resmi dari PJKAI maka pihak kelurahan tidak mau menandatangani permohonan sertifikat yang diajukan oleh mereka. Jadi sampai sekarang mereka belum ada yang punya sertifikat tanah yang mereka akui.” (Bapak Hdn, 50 tahun).

Permukiman liar yang pertama ini dihuni oleh beberapa orang yang terbagi

menjadi tiga kelompok. Penghuni dipermukiman liar ini bekerja sebagai

pengumpul bagang-barang bekas atau barang rongsokan. Pembagian kelompok

tersebut dilihat berdasarkan barang rongsokan yang diperoleh. Kelompok pertama

hanya mengumpulkan barang-barang bekas yang terbuat dari plastik. Kelompok

kedua hanya mengumpulkan kertas, koran dan kardus bekas. Kelompok ketiga

mengumpulkan berbagai macam barang-barang bekas mulai dari plastik, kardus,

besi bahkan barang bekas seperti monitor komputer. Pada kelompok pertama dan

kedua bekerja berdasarkan sistem kekeluargaan sedangkan pada kelompok ketiga

bekerja berdasarkan sistem atasan dan bawahan dimana Pak Erw dan Ibu Van

(9)

51

Permukiman liar yang kedua sebagian besar penghuninya bekerja sebagai

pedagang makanan. Dagangan yang mereka jual juga bermacam-macam, ada yang

berjualan nasi goreng, rujak buah keliling, otak-otak, es buah, tukang es balok

bahkan ada juga yang membuka warung makan seperti warteg di sekitar

permukiman tersebut. Pada permukiman liar yang kedua semuanya bekerja secara

individu dimana mereka bekerja untuk diri mereka masing-masing.

5.2. Pendidikan Terakhir Responden

Berdasarkan data yang terkumpul dengan menggunakan kuesioner dapat

diketahui bahwa pendatang yang tinggal di permukiman liar di wilayah penelitian

memiliki tingkat pendidikan yang beragam. Hanya sebanyak (6,7%) atau dua

orang yang dapat menyelesaikan pendidikan sampai tingkat Sekolah Menengah

Atas (SMA) dan (20,0%) atau enam orang hanya menyelesaikan pendidikan

mereka sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Paling banyak

(46,7%) atau sebanyak 14 orang telah menyelesaikan pendidikan mereka di

tingkat sekolah dasar (SD), kemudian sebanyak (23,3%) atau sebanyak tujuh

orang tidak dapat menyelesaikan pendidikan mereka di SD. Bahkan ada yang

sama sekali tidak menikmati bangku sekolah, sebanyak (3,3%) atau satu orang.

Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 2:

Faktor ekonomi keluarga yang rendah merupakan kendala yang

rensponden alami sehingga tidak dapat meneruskan pendidikan ketingkat yang

lebih tinggi lagi. Keadaan ekonomi yang serba kekurangan memaksa sebagian

besar dari mereka berhenti dari sekolah dan tidak melanjutkan sekolah. Akhirnya

(10)

nafkah. Awalnya mereka hanya bekerja di kampung membantu orang tua. Akan

tetapi penghasilan yang mereka peroleh di kampung tidak juga mencukupi

kemudian mereka memutuskan mencari pekerjaan di Jakarta dengan harapan

dapat membantu meningkatkan ekonomi keluarga.

Tabel 2. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli 2009

Pendidikan Jumlah Persen

Tidak Sekolah 1 3,3

Tidak Tamat SD/Sederajat 7 23,3

Tamat SD/Sederajat 14 46,7

Tamat SMP/Sederajat 6 20,0

Tamat SMA/Sederajat 2 6,7

Total 30 100,0

5.3. Daerah Asal Responden

Pendatang yang tinggal di permukiman liar di wilayah Kelurahan Lenteng

Agung berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan data yang

terkumpul, sebagian besar pendatang berasal dari beberapa wilayah di pulau jawa.

Paling banyak (16,7%) atau lima orang responden berasal dari Karawang,

kemudian berasal dari Pati dan Tegal masing-masing berjumlah empat orang

(13,3%). Responden yang berasal dari Cikarang berjumlah tiga orang (10,0%).

Jumlah responden yang sama ditunjukkan pula oleh responden yang berasal dari

Rangkas, Bogor dan Banten dengan jumlah dua orang responden (6,7%).

Responden yang berasal dari Ponorogo, Aceh, Ngawi, Riau, Ciledug, Bekasi,

Surabaya dan Madura memiliki jumlah yang sama dimana masing-masing terdiri

(11)

53

Tabel 3. Jumlah Responden Menurut Daerah Asalnya, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli 2009

Daerah Asal Jumlah Persen

Cikarang 3 10,0 Karawang 5 16,7 Pati 4 13,3 Ponorogo 1 3,3 Aceh 1 3,3 Ngawi 1 3,3 Rangkas 2 6,7 Tegal 4 13,3 Riau 1 3,3 Ciledug 1 3,3 Bogor 2 6,7 Bekasi 1 3,3 Surabaya 1 3,3 Banten 2 6,7 Madura 1 3,3 Total 30 100,0

Alasan mereka tinggal dipermukiman ini sebagian besar dikarenakan

faktor ekonomi. Pekerjaan responden yang tergolong dalam sektor informal

dimana penghasilan yang diperoleh masih kurang untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari memaksa responden memilih tinggal dipermukiman liar.

Responden merasa berat jika setiap bulannya harus membayar kontrakan rumah

yang mahal.

Berdasarkan data yang diperoleh alasan lain responden tinggal

dipermukiman liar tersebut karena ajakan dari saudara-saudara mereka yang telah

lebih dulu tinggal ditempat tersebut. Responden yang mengikuti ajakan

(12)

dari daerah dan tidak memiliki kenalan lain di kota Jakarta. Pendatang baru

tersebut mencoba mencari pekerjaan di Jakarta. Akan tetapi sebelum mendapatkan

pekerjaan biasanya mereka ikut membantu pekerjaan saudaranya. Biasanya

tempat tinggal mereka berdekatan antara saudara yang satu dengan saudara yang

lain akan tetapi setiap keluarga tinggal dalam satu bedeng. Tentunya responden

masih memiliki harapan untuk dapat hidup di tempat yang lebih layak. Hal

tersebut dapat terwujud jika responden sudah memiliki penghasilan yang cukup.

5.4. Keberadaan Keluarga Responden

Keluarga responden ada yang ikut serta tinggal bersama responden dan

ada juga yang tinggal terpisah dengan responden. Biasanya keluarga responden

yang tidak tinggal bersama dengan responden berada atau menetap dikampung

halaman. Alasan ekonomi kembali menjadi kendala dimana biaya hidup di Jakarta

yang sangat besar menjadi dasar. Hal tersebut menjadi pertimbangan tersendiri

bagi responden untuk memutuskan hidup secara terpisah dengan anak dan

isterinya. Seperti dikatakan oleh salah satu responden:

“keluarga saya tinggal dikampung. Kalau semua keluarga ikut perlu biaya yang lebih besar lagi untuk makan, rumah dan kebutuhan lainnya. Kalau saya sendirian kan seperti ini saja sudah cukup. Saya bisa tidur dimana saja. Kalau ada anak dan istri, saya mana tega membiarkan mereka tinggal di gubuk begini. Seenggaknya harus ngontrak rumah yang lebih baik. Kalau dikampungkan enak. Mereka bisa tinggal dirumah orang tua” (Bapak Anw, 28 tahun).

Berdasarkan data yang terkumpul maka dapat dilihat bahwa jumlahnya

tidak menunjukkan hasil yang jauh berbeda. Sebanyak 18 orang responden

(13)

55

orang responden (40,0%) lebih memilih meninggalkan keluarganya di kampung.

Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Responden Menurut Tempat Tinggal Keluraga, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli 2009

Keluarga Responden Jumlah Persen

Tinggal bersama responden 18 60,0

Tinggal di daerah asal 12 40,0

Total 30 100,0

5.5. Pekerjaan Responden

Pekerjaan yang dilakukan oleh responden berbeda-beda. Melalui

pekerjaan-pekerjaan tersebut responden menggantungkan hidupnya. Responden

mendapatkan uang yang dapat digunakan untuk membiayai hidupnya dan

keluarga melalui pekerjaan-pekerjaan tersebut. Akan tetapi pekerjaan tersebut

semuanya bergerak disektor informal. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5:

Tabel 5. Jumlah Responden Menurut Pekerjaan, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli 2009

Pekerjaan Jumlah Persen

Pengumpul barang rongsokan 10 33,3

Berdagang makanan 5 16,7 Serabutan 5 16,7 Tukang es balok 1 3,3 Kernet bis 1 3,3 Tukang sampah 3 10,0 Penjual pulsa 1 3.3

Ibu rumah tangga 3 10,0

Pengangguran 1 3,3

(14)

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa

sebanyak 10 orang responden (33,3%) bekerja sebagai pengumpul barang

rongsokan yang mereka cari dengan cara berkeliling. Hasilnya kemudian

dikumpulkan untuk kemudian akan disetorkan kembali kepada perusahaan daur

ulang atau kepada individu yang ingin membeli barang-barang tersebut.

Responden yang bekerja sebagai pedagang makanan dan bekerja serabutan

memiliki jumlah yang sama yaitu lima orang responden (16,7%). Jumlah yang

sama juga ditunjukkan oleh responden yang bekerja sebagai tukang sampah dan

ibu rumah tangga yaitu sebanyak tiga orang responden (10,0%). Jumlah yang

sama juga ditunjukkan oleh responden yang bekerja sebagai tukang es balok,

kernet bis, penjual pulsa dan pengangguran dimana jumlahnya masing-masing

adalah satu orang (3,3%). Responden yang menganggur adalah Tnt ( 27 tahun).

Pada awalnya Tnt bekerja sebagai pegawai kontrak disalah satu kantor swasta

sebagai office girl, akan tetapi saat ini kontraknya habis dan tidak diperpanjang

lagi. Saat ini beliau belum menemukan pekerjaan baru sehingga pendapatan

rumah tangga hanya diperoleh dari suami.

5.6. Pendapatan Responden

Pendapatan responden dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu

rendah, sedang dan tinggi. Responden dikatakan memiliki pendapatan rendah jika

pendapatan responden per bulan < Rp 1.000.000,00; sedang dengan pendapatan

per bulan Rp 1.000.000,00-Rp 2.500.000,00 dan tinggi jika pendapatan per

(15)

57

selesai dilakukan. Hal tersebut dikarenakan sulitnya menentukan pengelompokkan

terhadap pendapatan sebelum mengetahui berapa rata-rata pendapatan responden.

Tentunya penggolongan pendapatan tersebut berdasarkan hasil temuan di

lapangan (emik) yang dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan data yang diperoleh

maka dapat diketahui penghasilan individu maupun rumah tangga responden di

permukiman liar setiap bulannya. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendapatan, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli 2009

Tingkat Pendapatan Responden

Pendapatan Individu Pendapatan Rumah Tangga

Jumlah Persen Jumlah Persen

Rendah 21 70,0 10 33,3

Sedang 9 30,0 16 53,3

Tinggi 0 0 4 13,3

Total 30 100,0 30 100,0

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar atau sebanyak

21 orang responden (70,0%) memiliki pendapatan individu dengan jumlah kurang

dari Rp 1.000.000,00. Bahkan empat orang responden atau sekitar 19 persen dari

jumlah responden yang berpendapatan kurang dari Rp 1.000.000,00 tidak

memiliki pendapatan. Keempatnya sama sekali tidak memiliki pendapatan setiap

bulannya untuk menunjang kehidupan mereka kedepannya. Empat orang tersebut

terdiri dari tiga orang ibu rumah tangga dan satu orang perempuan yang

menganggur karena belum mendapatkan pekerjaan yang baru setelah dipecat dari

tempat keja sebelumnya. Untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, mereka

(16)

Pendapatan rumah tangga yang dimiliki responden sebagian besar berada

antara Rp 1.000.000,00-Rp 2.500.000,00 yaitu sebanyak 16 keluarga (53,3%).

Tetapi masih ada juga rumah tangga dengan pendapatan perbulan kurang dari Rp

1.000.000,00 yaitu sebanyak 10 keluarga (33,3%). Untuk tingkat pendapatan lebih

besar dari Rp 2.500.000,00 terdiri dari empat keluarga (13,3%). Hanya ada satu

keluarga yang memiliki tingkat pendapatan lebih besar dari Rp 5.000.000,00.

Keluarga tersebut adalah keluarga Bapak Erw dan Ibu Van yang menjadi bos

barang rongsokan dengan penghasilan bersih rata-rata per bulan Rp.8.000.000,00.

Pendapatan yang dimiliki oleh responden sebagian besar dihabiskan untuk

konsumsi makanan sehari-hari. Berdasarkan data yang diperoleh dari 30 orang

responden sebanyak 25 orang responden (83,3%) mengatakan bahwa sebagian

penghasilan mereka lebih dititikberatkan untuk konsumsi makanan sehari-hari.

Dengan demikian banyak responden yang tidak memiliki uang simpanan untuk

konsumsi kesehatan. Responden akan mengeluarkan uang untuk kesehatan hanya

pada saat responden sakit. Tidak sedikit dari responden terkadang mengalami

kesulitan ekonomi pada saat dirinya atau keluarga mereka ada yang sakit.

Berdasarkan data yang terkumpul hanya terdapat tujuh orang responden (23,3%)

saja yang menyisihkan pendapatan mereka untuk konsumsi kesehatan.

Responden merasa tidak perlu mengeluarkan uang untuk investasi

kesehatan. Responden merasa bahwa cukup dengan makan saja tubuh mereka

sudah sehat sehingga mereka tidak memerlukan suplemen atau vitamin untuk

menjaga kondisi tubuh. Oleh karena itu responden lebih mementingkan menjaga

konsumsi makanan dibandingkan konsumsi untuk kesehatan seperti membeli

(17)

59

5.7. Akses Migran di Permukiman Liar Terhadap Pelayanan Kesehatan Gratis atau Bersubsidi

Berdasarkan data yang diperoleh maka diketahui bahwa akses migran

dipermukiman liar terhadap pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi masih

sangat kurang. Hal tersebut ditunjukkan dari kepemilikan responden terhadap

kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Berdasarkan data yang diperoleh

dari 30 orang responden hanya terdapat empat orang atau sebesar 13,33 persen

yang mendapatkan bantuan kesehatan dari pemerintah dalam bentuk kartu

pelayanan kesehatan yang dapat meringankan responden saat responden

memerlukan bantuan kesehatan.

Keempat orang yang memiliki kartu pelayanan kesehatan gratis atau

bersubsidi tersebut memiliki kartu pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Dua

orang memiliki kartu Jamkesmas yang diperoleh dari kelurahan tempat mereka

berasal. Satu orang memiliki SKTM yang diurus sendiri oleh responden dan satu

orang lainnya memiliki kartu Jamsostek dari tempat istrinya bekerja.

Migran yang ada dipermukiman liar lebih memilih untuk mengkonsumsi

obat-obatan yang dijual bebas di warung-warung atau minum jamu tradisional

saat mereka sakit. Responden merasa berat jika harus pergi ke dokter dan

mengeluarkan biaya besar. Pendapatan yang serba kurang menjadi pertimbangan

utama responden untuk pergi ke dokter jika sakit. Kalaupun responden harus

memeriksakan kesehatannya, Puskesmas menjadi pilihan pertama mereka karena

(18)

5.8. Ikhtisar

Permukiman liar yang ada diwilayah RT 016 RW 05 Kelurahan Lenteng

Agung Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan berada di antara bantaran rel kereta

api dan sungai Ciliwung. Permukiman liar tersebut terbagi atas dua kelompok.

Kelompok yang pertama adalah permukiman liar yang berdiri diatas tanah milik

pribadi dan kelompok yang kedua adalah permukiman liar yang berdiri diatas

tanah milik PJKAI serta Dinas Perairan DKI Jakarta.

Sebagian besar pendatang berasal dari beberapa wilayah di pulau jawa

seperti Karawang, Pati, Tegal, Cikarang, Rangkas, Bogor, Banten, Ponorogo,

Aceh, Ngawi, Riau, Ciledug, Bekasi, Surabaya dan Madura. Pekerjaan yang

dilakukan oleh responden semuanya bergerak disektor informal. Pekerjaan yang

banyak digeluti oleh migran di permukiman liar adalah sebagai pengumpul barang

rongsokan.

Sebagian besar responden memiliki pendapatan per bulan antara Rp

1.000.000,00 sampai Rp 2.500.000,00 tetapi masih ada juga responden yang

berpenghasilan dibawah Rp 1.000.000,00. Hanya sedikit responden yang memiliki

pendapatan diatas Rp 2.500.000,00. Pendapatan yang dimiliki oleh responden

sebagian besar dihabiskan untuk konsumsi makanan sehari-hari. Responden akan

mengeluarkan uang untuk kesehatan hanya pada saat responden sakit. Responden

merasa tidak perlu mengeluarkan uang untuk investasi kesehatan. Responden

merasa bahwa cukup dengan makan saja tubuh mereka sudah sehat sehingga

mereka tidak memerlukan suplemen atau vitamin untuk menjaga kondisi tubuh.

Akses migran di permukiman liar terhadap pelayanan kesehatan gratis atau

(19)

61

responden terhadap kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Berdasarkan

data yang diperoleh dari 30 orang responden hanya terdapat empat orang atau

sebesar 13,33 persen yang mendapatkan bantuan kesehatan dari pemerintah dalam

bentuk kartu pelayanan kesehatan yang dapat meringankan responden saat

Gambar

Tabel 3.  Jumlah  Responden  Menurut  Daerah  Asalnya,  di  Kelurahan  Lenteng  Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli 2009
Tabel  4.  Jumlah  Responden  Menurut  Tempat  Tinggal  Keluraga,  di  Kelurahan  Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli 2009
Tabel 6.   Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendapatan, di Kelurahan Lenteng  Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli 2009

Referensi

Dokumen terkait

Dante ekkor már úgy tartja: Firenzét alá kellene rendelni a császárságnak (ahogy a ghibellinek akarták)”, ugyanakkor a DTO - féle és más kommentárok szerint itt

yaitu jenis herbisida yang diaplikasikan pada lahan pertanian setelah tanaman budidaya tumbuh di lahan tersebut, dengan tujuan untuk menekan pertumbuhan gulma yang tumbuh

yang diakibatkan oleh terhambatnya sintesis prostaglandin dapat mengganggu homeostasis sistem kardiovaskular sehingga pasien yang memiliki penyakit kardiovaskular akan

permukiman. b) Pusat ini ditandai dengan adanya pampatan agung/persimpangan jalan (catus patha) sebagai simbol kultural secara spasial. c) Pola ruang desa adat yang berorientasi

Dugaan subdivisi genetik pada populasi ikan ini juga didukung oleh data frekuensi ha- plotipe; frekuensi dua jenis haplotipe yang pa- ling sering muncul (ABA dan ABB), pada po-

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja alumni

Model konsep menurut Dorothea Orem yang dikenal dengan Model Self Care memberikan pengertian jelas bahwa bentuk pelayanan keperawatan dipandang dari suatu pelaksanaan

mengundurkan diri dalam suatu studi longitudinal (studi kohor atau studi eksperimental) cukup banyak, yakni berkisar antara 30-40 persen, atau tidak sebanyak itu tetapi