• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. terjadinya perubahan pola makan yang cenderung memilih hal-hal yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. terjadinya perubahan pola makan yang cenderung memilih hal-hal yang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kemajuan dan perkembangan jaman telah mendorong terjadinya perubahan pola makan yang cenderung memilih hal-hal yang bersifat cepat, instan dan berlemak tinggi (Rohmatussolihat, 2009 dan Sutrisna, 2013). Selain itu, peningkatan kesejahteraan juga mendorong terjadinya perubahan pola makan yang berdampak negatif pada kesehatan yaitu dengan meningkatnya berbagai macam penyakit degeneratif seperti obesitas, diabetes, jantung koroner, tekanan darah tinggi, dan kanker (Marsono, 2008).

Salah satu penyebab munculnya penyakit degeneratif adalah radikal bebas yang terdapat dalam bahan makanan yang mengakibatkan kerusakan sel tubuh (Sembiring et al., 2010). Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan tidak stabil dalam tubuh sehingga dapat mengakibatkan kerusakan seluler, jaringan, dan genetik (Hernani & Rahardjo, 2005). Kerusakan sel-sel hidup tersebut menyebabkan fungsi sel tidak normal dan dalam jangka panjang dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif (Sutrisna, 2013)

Untuk mengatasi kerusakan sel dari radikal bebas tersebut, tubuh memerlukan suatu komponen penting yang dapat menangkal serangan radikal bebas. Komponen penting yang mampu menyelamatkan sel-sel tubuh manusia dari bahaya radikal bebas adalah antioksidan (Rohmatussolihat, 2009). Oleh karena itu diperlukan asupan bahan-bahan aktif dalam makanan yang dapat mencegah reaksi autooksidasi dari radikat bebas (Sembiring et

(2)

2

al., 2010). Salah satu upaya pencegahannya adalah dengan mengkonsumsi produk pangan fungsional yang dapat mencegah dan menurunkan kemungkinan penyakit degeneratif (Marsono, 2008).

Pangan fungsional dapat diartikan sebagai makanan yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses fisiologis sehingga dapat meningkatkan kesehatan atau mencegah timbulnya penyakit. Sifat fungsional dalam makanan fungsional disebabkan oleh adanya komponen bioaktif yang terdapat dalam bahan nabati (misalnya serat pangan, inulin, FOS dan antioksidan) ataupun bahan hewani (EPA, DHA dan CLA) (Marsono, 2008).

Konsep pangan fungsional lahir dari tuntutan masyarakat akan makanan yang mempunyai sifat lebih, yaitu tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan dasar tubuh yaitu bergizi dan lezat, tetapi juga berpengaruh terhadap kesehatan. Fenomena pangan fungsional telah melahirkan paradigma baru bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan, yaitu dilakukannya berbagai modifikasi produk olahan pangan menuju sifat fungsionalnya (Astawan, 2011). Hasil penemuan yang diterapkan dalam formula pangan fungsional berfungsi sebagai imunomodulator (daya tahan tubuh), growth regulator (meningkatkan nafsu makan) dan growth stimulator (mempercepat pertumbuhan badan), dan secara tidak langsung mengobati berbagai penyakit (Sumardi et al., 2007).

Makanan dapat bersifat fungsional apabila memiliki fungsi sebagai sumber zat gizi dan memiliki sifat sensori yang menarik (Marsono, 2008). Bahan makanan dapat dibuat lebih fungsional dengan cara menaikkan konsentrasi komponen yang mempunyai efek menguntungkan seperti serat

(3)

3

pangan, atau dengan cara menambahkan bahan yang telah diketahui memiliki kandungan gizi yang menguntungkan seperti vitamin dan mineral (Gibson & Fuler, 1998).

Salah satu bahan pangan yang berpotensi sebagai makanan fungsional yaitu bit merah. Bit merah merupakan sumber makanan tinggi antioksidan yang dapat melindungi dari penyakit yang berkaitan dengan usia (Ravichandran, 2013). Umbi bit merah kaya akan karbohidrat, serat, protein dan mineral seperti sodium, potassium, kalium dan zat besi (Chie, 1984). Selain itu, bit merah merupakan sumber pigmen yang disebut betalain (Stintzing & Carle, 2004).

Bit merah mengandung senyawa fenolik yang tinggi yaitu dengan total fenol sebanyak 57,64±1,2 mg/100 g berat segar dan total flavonoid 10,19±1,7 mg/100 g berat segar (Venkatachalam et al., 2014). Sebagai tambahan, bit merah memiliki kandungan total fenol sebanyak 1863,65±0,03 mg/100 g berat kering (Oksuz et al., 2015). Berbagai penelitian juga telah melaporkan bahwa bit merah mempunyai kandungan total fenol yang lebih tinggi dibandingkan buah dan sayuran lainnya (Venkatachalam et al., 2014). Senyawa fenolik pada bit merah antara lain senyawa karotenoid, asam folat, fenolat, dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan (Lee et al., 2005 dan Shymala et al., 2010).

Senyawa fenolik yang terdapat dalam bit merah dapat mengurangi kerusakan oksidasi lemak dan meningkatkan status antioksidan pada manusia. Aktivitas antioksidan dalam bit merah dikaitkan dengan keterlibatan antioksidan dalam melawan radikal bebas dan dalam pencegahan penyakit seperti kanker dan penyakit kardiovaskular (Delgado-Vargas et al., 2000).

(4)

4

Senyawa fenolik juga dipercaya sebagai antikarsinogenik, antimikrobia, antialergi, antimutagenik, dan antiinflamasi (Raupp, et al., 2011). Dalam keadaan segar, bit merah mempunyai kapasitas antioksidan total sebanyak 47,65±1,20 mg/100 g, DPPH scavenging capacity 43,12±0,80 mg/100 g dan superoxide radical scavenging capacity 58,32±2,30 mg/100 g. Penelitian dengan hewan percobaan telah membuktikan terjadinya penurunan lipid peroksidase ketika dietnya disuplementasi dengan 80% umbi bit merah (Lee et al., 2009).

Antioksidan utama yang terdapat pada bit merah yaitu betalain. Betasianin dan betaxanthin yang merupakan pigmen utama dari betalain mempunyai efek antimikrobia dan antiviral (Strack et al., 2003). Bit juga mengandung antioksidan yang dikenal sebagai alpha-lipoic acid, yang telah terbukti menurunkan kadar glukosa, meningkatkan sensitivitas insulin dan mencegah stres oksidatif pada pasien dengan diabetes. Penelitian pada alpha-lipoic acid juga menunjukkan penurunan neuropati perifer dan neuropati otonom pada penderita diabetes (Ware, 2014). Berbagai penelitian juga telah membuktikan kemampuan potensial bit merah sebagai sumber nitrat pangan (NO3-) dalam menurunkan tekanan darah pada manusia

sehingga dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler (Santamaria, 2006).

Bit merah merupakan sumber serat pangan yang dapat meningkatkan kesehatan. Menurut USDA, bit merah mengandung 8% serat pangan atau 2,8 gram dalam 100 gram berat segar (Lingga, 2010). American Heart Association menyatakan bit merah sebagai sumber serat, baik larut dan tidak larut. Serat tidak larut pada bit merah dapat melancarkan pencernaan dan

(5)

5

meningkatkan fungsi saluran pencernaan sedangkan serat larut dapat membantu menjaga tingkat gula darah dan kolesterol darah (Keefe, 2015). Menurut Marsono (2004), Sifat fungsional serat pangan muncul karena efek fisiologis yang ditimbulkan. Efek fisiologis serat pangan berkaitan dengan sifat fisik dan kimia yang meliputi: viskositas, fermentabilitas, kapasitas pengikatan air, absorpsi molekul organik dan sifat penukar ion. Serat pangan memberikan viskositas yang tinggi pada digesta. Sifat ini dapat mengurangi absorpsi glukosa dan kolesterol, sehingga konsumsi serat pangan yang tinggi dapat mencegah diabetes maupun hiperkolesterol (Marsono, 2008).

Serat pangan telah diidentifikasi sebagai komponen yang dapat meningkatkan kesehatan oleh Departemen Kesehatan Jepang (Silalahi, 2010). Makanan yang mengandung tinggi serat pangan akan memberikan kontribusi dalam peningkatan nilai tambah makanan atau makanan fungsional yang saat ini mengalami peningkatan permintaan karena manfaat fisiologis yang diberikan (Ghosh & Nandi, 2015).

Sebagai makanan fungsional, bit merah dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan yang mempunyai efek menguntungkan berdasarkan kandungan gizinya. Salah satu produk yang dapat dijadikan modifikasi adalah brownies. Brownies adalah produk bakery yang termasuk dalam kategori cake (Widarti, 2005). Brownies memiliki tekstur yang lebih keras dibanding cake karena tidak memerlukan pengembangan yang dihasilkan oleh gluten (Nurapriani, 2010). Dari sifat tersebut bit merah dapat ditambahkan dalam pembuatan brownies karena tidak terlalu mempengaruhi pengembangan produk. Penambahan bit merah dalam pembuatan brownies dapat dalam bentuk puree. Puree adalah buah atau sayuran yang telah dihaluskan hingga

(6)

6

membentuk pasta lembut (Willis, 2010). Puree bit merah dibuat melalui proses pemasakan terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan geosmin yang menyebabkan rasa tanah atau langu pada bit merah (Tyler et al., 1979). Berdasarkan percobaan pendahuluan yang telah dilakukan, bit merah dalam bentuk puree dapat ditambahkan dalam pembuatan brownies sebanyak 50% hingga 300% dimana presentase penambahan tersebut dibandingkan dengan bahan utama tepung terigu. Penambahan bit merah sebanyak 200% memiliki sifat yang hampir mirip dengan brownies cokelat sehingga dijadikan standar. Oleh karena itu, penelitian ini akan menguji kualitas brownies yang diberi penambahan puree bit merah sebanyak 0%, 100%, 200%, dan 300%.

Bit merah memiliki potensi sebagai bahan makanan fungsional berkaitan dengan kandungan yang dimiliki dan aktivitas antioksidan yang relatif kuat dibandingkan dengan sayuran lainnya (Kujala et al., 2002). Bit merah telah banyak digunakan oleh masyarakan Eropa, Afrika Utara dan Asia sebagai bahan baku makanan (Annamalai, 2013). Akan tetapi, di Indonesia umbi bit belum banyak dimanfaatkan dalam pengolahan bahan pangan. Oleh karena itu, peneliti bertujuan untuk meneliti kemampuan bit merah yang diolah menjadi brownies tinggi fenolat dan serat pangan sebagai salah pencegahan terhadap penyakit degeneratif dengan menganalisis kandungan total fenol, serat pangan dan sifat organoleptik pada brownies yang ditambahkan puree bit merah.

(7)

7 B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh penambahan puree bit merah terhadap kadar total fenol brownies?

2. Bagaimana pengaruh penambahan puree bit merah terhadap kadar serat pangan brownies?

3. Bagaimana pengaruh penambahan puree bit merah terhadap sifat organoleptik brownies?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui kadar total fenol, serat pangan dan sifat organoleptik brownies yang diberi penambahan puree bit merah.

2. Tujuan Khusus

A. Mengetahui pengaruh penambahan puree bit merah terhadap kadar total fenol brownies.

B. Mengetahui pengaruh penambahan puree bit merah terhadap kadar serat pangan brownies.

C. Mengetahui pengaruh penambahan puree bit merah terhadap sifat organoleptik brownies.

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi tentang pengaruh penambahan puree bit merah pada pembuatan brownies sebagai sumber antioksidan dan sebagai bahan bacaan untuk penelitian selanjutnya.

(8)

8

2. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang makanan yang memiliki nilai pangan fungsional.

E. Keaslian Penelitian

1. Marsono, Y (2008) membuat tulisan debgan judul Prospek Pengembangan Makanan Fungsional. Dalam tulisannya, dijelaskan bahwa meningkatnya kesejahteraan menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, sehingga diprediksi bahwa permintaan makanan fungsional akan meningkat di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pengembangan makanan fungsional di Indonesia sangat prospektif. Makanan fungsional mempunyai komponen bioaktif yang terdapat dalam bahan nabati (serat pangan, inulin, FOS, dan antioksidan) dan hewani (EPA, DHA, dan CLA).

2. Winda Melisa Br. Ginting (2013), meneliti tentang pengaruh penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah dalam pembuatan biskuit terhadap kandungan gizi. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan produk biskuit yang memiliki nilai gizi lebih. Percobaan pembuatan biskuit ini menggunakan penambahan tepung dan parutan bit merah masing-masing sebesar 20%. Hasil dari penelitian ini adalah kandungan fosfor, kalsium, dan zat besi lebih tinggi setelah diberi tambahan bit merah dalam bentuk tepung maupun parutan. Dalam penelitian ini belum dilakukan uji organoleptik

Kesamaan dalam penelitian ini adalah variabel bebas yang digunakan yaitu bit merah. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan bit merah dalam bentuk puree. Perbedaan penelitian adalah sampel penelitian yang

(9)

9

berupa biskuit, metode penelitian yang berupa deskriptif, serta variabel terikat yang berupa pengujian nilai gizi, kadar zat besi dan fosfor. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan sampel penelitian dalam bentuk brownies, variabel terikat berupa pengujian kadar total fenol, serat pangan, dan sifat organoleptik, dan dilakukan dengan metode penelitian eksperimental.

3. Venkatachalam et al. (2014). Melakukan penelitian dengan judul Total Antioxidant Activity and Radical Scavenging Capacity of Selected Fruits and Vegetables from South India. Buah dan sayuran yang dijadikan sampel penelitian adalah mulberi, pepaya, anggur merah, manga, jambu, tomat, bawang merah, kembang kol merah, wortel, dan bit merah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bit merah memiliki kapasitas total antioksidan dan radical scavenging capacity (DPPH) paling tinggi dengan nilai 61,11±2,10 mg/100 g FW dan 43,12±0,80 mg/100 g FW, serta total phenolic content (TPC) dan total flavonoid paling tinggi dengan nilai 57,64±1,2 mg/100 g FW dan 10,19±1,7 mg/100 g FW dibandingkan dengan buah dan sayuran lainnya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa buah dan sayuran sumber pigmen seperti bit merah, mulberi, dan anggur merah mempunyai level tingkat antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan jenis buah dan sayuran lainnya.

4. Amnah (2013), melakukan penelitian dengan judul Nutritional, Sensory and Biological Study of Biscuits Fortified With Red Beet Roots. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bubuk dan ekstrak bit merah yang disuplementasi dalam pembuatan biskuit serta pengaruh konsumsi biskuit tersebut pada hewan coba yang mengalami kerusakan

(10)

10

hati selama 45 hari. Penelitian ini menggunakan tiga perlakuan yaitu biskuit kontrol, biskuit fortifikasi 5% bubuk bit merah, dan biskuit fortifikasi 2,5% ekstrak bit merah. Penelitian ini melakukan uji organoleptik yang dilakukan oleh 10 panelis terlatih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bubuk maupun ekstrak bit merah yang ditambahkan dalam biskuit dapat meningkatkan kandungan kalori, protein, abu, serat, dan kelembapan. Biskuit yang difortifikasi dengan ekstrak bit merah menunjukkan nilai sensoris yang lebih tinggi dibandingkan biskuit dengan bubuk bit merah. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu penambahan bit merah pada biskuit dapat meningkatkan nilai gizi dan daya terima yang hampir sama dengan biskuit kontrol serta menunjukkan perbaikan fungsi enzim hati dan antioksidan pada hewan coba.

Persamaan pada penelitian yang akan dilakukan yaitu dilakukannya uji organoleptik menggunakan Hedonic scale test. Perbedaan penelitian yaitu jenis panelis (semi terlatih) dan variabel bebas yang digunakan (puree bit merah), serta variabel terikat (pengujian kadar total fenol dan serat pangan).

5. Amalia Pritayanti et al., (nd). Meneliti tentang Inovasi Brownies “Beetofu” Empat Sehat Lima Sempurna sebagai Cemilan yang Rendah Kalori bagi Penderita Diabetes Mellitus. Tujuan dari penelitian ini adalah menciptakan inovasi brownies yang kaya akan zat gizi dari buah bit dan tahu namun rendah kalori sehingga dapat dinikmati para penderita diabetes melitus. Percobaan pembuatan brownies pada penelitian ini menggunakan tahu dan umbi bit merah yang dikukus dan dihaluskan. Kedua bahan ditambahkan ke dalam adonan brownies lalu dipanggang dan dikukus

(11)

11

sampai matang. Pada penelitian ini belum dillakukan pengujian nilai gizi dan organoleptik produk. Persamaan pada penelitian ini adalah sampel penelitian yang berupa brownies dan variabel bebas bit merah.

Referensi

Dokumen terkait

Winarno Surachman, Perkembangan Pribadi dan Keseimbangan Mental, IKIP, Bandung, 1965, hlm.7... 1) Pengayoman Polri kepada masyarakat, harus menyentuh setiap lapisan

Penambahan dan pengurangan ruang diperlukan untuk memfasilitasi penghuni yang baru datang dan menemukan suatu potensi baru pada bangunan tersebut, maka rancangan

pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari. luar Propinsi Lampung dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

Hasil penelitian diatas menunjukkan ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kepatuhan ibu baik dalam melakukan

ekstraksi kobal, tembaga dan mangan dengan pengompleks DDC dalam kloroform dengan penopengan EDTA ditunjukkan pada gambar 9.. Hal ini dapat dikatakan bahwa hasil

Perlu diingat bahwa unsur-unsur tubuh sedimen dasar yang ada dalam sistem ini sama dengan unsur-unsur tubuh sedimen yang ada di muara sungai

Salah satu varietas unggul kencur dengan ukuran rimpang besar adalah varietas unggul asal Bogor (Galesia-1) yang mempunyai ciri sangat spesifik dan berbeda dengan klon

Analisis spasial wilayah potensial PKL menghasilkan peta tingkat wilayah potensial yang tersebar sepanjang Jalan Dr.Radjiman berdasarkan aksesibilitas lokasi dan