• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR LITERASI MITIGASI BENCANA. Oleh : Irham Yudha Permana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR LITERASI MITIGASI BENCANA. Oleh : Irham Yudha Permana"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR

LITERASI MITIGASI BENCANA

Oleh : Irham Yudha Permana BP PAUD dan Dikmas Nusa Tenggara Barat

email: Irhamyudha1605@gmail.com

Abstrak: Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di kawasan Cincin Api Pasifi k sehingga

mengakibatkan tingginya potensi bencana alam, terutama di daerah pantai dan pegunungan. Sebagian masyarakat penyandang status buta aksara tinggal di kawasan yang berpotensi terjadi bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami. Pengetahuan tentang mitigasi bencana sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang, termasuk warga buta aksara sebagai bekal kemampuan diri ketika menghadapi suatu bencana. Masyarakat sudah saatnya memahami pentingnya mitigasi, yakni upaya mengurangi risiko bencana agar terampil dan terlatih menolong diri sendiri dan orang lain apabila terjadi bencana. Pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana dibutuhkan karena sebagian besar masyarakat buta aksara belum memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang mitigasi bencana. Penelitian dan pengembangan ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana dan mengembangkan materi bahan ajar mitigasi bencana. Populasi penelitian dan pengembangan adalah pendidik dan peserta didik pendidikan keaksaraan dasar di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara. Penelitian dan pengembangan ini dilaksanakan dengan pendekatan kuantitatif. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis uji-t. Hasil penelitian dan pengembangan menunjukkan bahwa keterbacaan naskah model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana menurut responden adalah sangat sesuai. Keterbacaan bahan ajar literasi mitigasi bencana menurut responden adalah sangat sesuai. Penyelenggaraan model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana menurut responden sangat mudah dilaksanakan. Model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana signifi kan meningkatkan literasi pengetahuan peserta didik.

Kata kunci: mitigasi bencana, buta aksara, peserta didik, pendidikan keaksaraan dasar.

BASIC LITERACY EDUCATION FOR DISASTER MITIGATION LITERACY

Abstract : Indonesia is an archipelago located in the Pacifi c Ring of Fire, resulting in a high possibility for natural disasters, especially in coastal and mountainous areas. Some people with illiteracy status live in those areas that have the potential for natural disasters such as earthquakes and tsunamis. Knowledge of disaster mitigation is very important for everyone, including illiterate people to equip themselves when facing a disaster. The community needs to understand the importance of mitigation, in order to reduce disaster risk so that they are skilled and trained to help themselves and others in the event of a disaster. Basic literacy education for disaster mitigation literacy is needed because most illiterate people do not yet have knowledge and skills regarding disaster mitigation. The research and development aim to develop a learning model for basic literacy education for disaster mitigation and to develop teaching materials for disaster mitigation. The research and development population are educators and students of basic literacy education in West Lombok and North Lombok Regencies. This research and development are carried out with a quantitative approach. Data analysis use descriptive analysis and t-test analysis. The results of research and development show that the readability of the basic literacy education model

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di kawasan Cincin Api Pasifi k atau Pacifi c Ring of Fire sehingga mengakibatkan tingginya potensi bencana alam, terutama di daerah pantai dan pegunungan. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada tahun 2018 tercatat 1.999 kejadian bencana alam di Indonesia. Dampak yang ditimbulkan akibat bencana alam tersebut sangat besar. Berdasarkan laporan, tercatat 3.548 orang meninggal dunia dan hilang, sedangkan 13.112 orang mengalami luka-luka. Jumlah pengungsi yang terdampak bencana berjumlah 3,06 juta jiwa. Data kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana alam tercatat 339.969 rumah mengalami kerusakan yang berat, 7.810 rumah mengalami rusak sedang, 20.608 rumah mengalami rusak ringan, serta ribuan sarana umum mengalami kerusakan (Farisa, 2018).

Gempa bumi dengan skala magnitudo yang cukup besar mengguncang Pulau Lombok pada tahun 2018. BNPB mencatat kejadian gempa bumi periode 29 Juli sampai 9 September 2018 mencapai 2.036 kejadian. Terdapat enam kejadian gempa bumi dengan skala di atas 5,5 magnitudo. Akibat serangkaian gempa bumi tersebut, tercatat korban meninggal dunia sejumlah 564 orang dan korban luka-luka sejumlah 1.584 orang, sedangkan pengungsi berjumlah 431.365 orang (BBC, 2018).

Edukasi tentang mitigasi bencana sudah seharusnya diperkuat di tengah masyarakat. Saat ini, masyarakat selayaknya memiliki sikap dan perilaku sadar bencana. Pengetahuan tentang

mitigasi bencana sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang sebagai bekal kemampuan diri ketika menghadapi suatu bencana.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerbitkan modul-modul dasar keterampilan hidup sebagai bekal bagi siswa sekolah, termasuk tentang pendidikan mitigasi bencana. Terdapat lima paket modul yang telah diterbitkan oleh Kemendikbud, yaitu modul bahaya narkoba, menangkal radikalisme, kesadaran hukum berlalu lintas, pendidikan antikorupsi, dan pendidikan mitigasi bencana (Harususilo, 2018).

Pendidikan mitigasi bencana penting untuk dikembangkan pada setiap jenjang pendidikan. Hal itu disebabkan karena masih ada sebagian masyarakat yang masih buta aksara membutuhkan pendidikan keaksaraan baik keaksaraan dasar maupun keaksaraan lanjutan.

Data tahun 2018 menunjukkan penduduk buta aksara di Indonesia pada rentang usia 15–59 tahun berjumlah 3.290.490 orang atau sebesar 2,07% dari jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan persentase sebaran penduduk buta aksara tersebut, terdapat sekitar 7,51% penduduk Provinsi Nusa Tenggara Barat yang masih buta aksara dengan jumlah 227.888 orang (Kemdikbud, 2019). Angka buta aksara di Nusa Tenggara Barat menduduki peringkat kedua terbesar di Indonesia setelah Provinsi Papua.

Penduduk buta aksara yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagian besar tinggal di Pulau Lombok. Sebagian masyarakat penyandang for disaster mitigation literacy according to respondents is very applicable. The readability of disaster mitigation literacy teaching materials according to respondents is very applicable. According to respondents, the basic literacy education model for disaster mitigation literacy is very easy to be implemented. The basic literacy education model for disaster mitigation literacy is effective/signifi cant in increasing the knowledge literacy of students.

(3)

buta aksara di Pulau Lombok tinggal di kawasan yang berpotensi terjadi bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami. Seluruh kabupaten dan kota yang ada di Pulau Lombok tidak luput dari potensi bencana alam, terutama di wilayah pesisir pantai dan wilayah Pegunungan Rinjani.

Berdasarkan hasil identifi kasi awal yang dilaksanakan peneliti di Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Lombok Tengah, ditemukan beberapa kawasan yang berpotensi mengalami tsunami apabila terjadi gempa bumi yang besar karena berada di pesisir pantai. Masyarakat yang tinggal di pesisir pantai tersebut memahami bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana. Namun, sebagian besar masyarakat belum memiliki pengetahuan dan keterampilan mitigasi bencana. Sementara itu, masih terdapat masyarakat di kawasan pesisir pantai ini yang masih menyandang status buta aksara.

Pendidikan keaksaraan merupakan layanan pendidikan bagi masyarakat yang menyandang buta aksara agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia sehingga meningkatkan kesempatan untuk mengaktualisasikan potensi diri. Pendidikan keaksaraan di Indonesia terdiri atas dua jenis layanan, yaitu pendidikan keaksaraan dasar dan pendidikan keaksaraan lanjutan. Pendidikan keaksaraan dasar bertujuan untuk menumbuhkan kompetensi membaca, menulis, dan berhitung dalam bahasa Indonesia kepada masyarakat yang masih buta aksara. Sedangkan pendidikan keaksaraan lanjutan adalah layanan bagi lulusan pendidikan keaksaraan dasar dengan tujuan mengembangkan kompetensi keaksaraannya agar tetap lestari (Kemdikbud, 2014).

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefi nisikan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Indonesia, 2007). Berdasarkan defi nisi tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, di antaranya (1) bencana merupakan peristiwa yang dapat menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikolologis; (2) bencana dapat ditimbulkan oleh faktor alam, faktor nonalam, dan faktor manusia.

Timbulnya korban jiwa dan dampak lain akibat bencana alam tidak hanya disebabkan oleh kekuatan bencana itu sendiri, tetapi juga oleh faktor manusia yang tinggal di kawasan yang rawan terdampak akibat bencana tersebut. Berbagai bencana alam yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum memiliki pengetahuan yang baik akan potensi dan dampak bencana yang bisa saja terjadi di wilayah tempat tinggalnya.

Pengetahuan masyarakat tentang potensi bencana akan memengaruhi persepsi mereka terhadap bencana tersebut. Merasa aman tinggal di daerah yang rawan bencana memiliki risiko yang sangat besar karena dapat menghilangkan kewaspadaan masyarakat terhadap kemungkinan bencana yang dapat terjadi setiap saat di wilayah tersebut.

Dampak sebuah bencana dapat diukur dari jumlah korban jiwa, kerusakan, dan kerugian yang timbul akibat bencana tersebut. Risiko sebuah bencana dilihat berdasarkan variabel bahaya (hazard), kerentanan (vulnaribility), dan kapasitas (capacity) (P2MB, 2010).

1. Bahaya (Hazard)

Bahaya adalah kondisi yang berpotensi menyebabkan luka-luka, korban jiwa, kerusakan fasilitas dan lingkungan, ataupun kerugian harta benda.

(4)

2. Kerentanan (Vulnaribility)

Kerentanan adalah kondisi yang menjadi penyebab turunnya kemampuan seseorang atau masyarakat dalam mempersiapkan diri, bertahan hidup, atau merespons potensi sebuah bahaya. Kerentanan suatu masyarakat dipengaruhi oleh kondisi fi sik, sosial, dan budaya yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan mentalitas masyarakat.

3. Kapasitas (Capacity)

Kapasitas adalah kemampuan seseorang untuk merespons kondisi tertentu dengan sumber daya yang ada agar dapat mencegah, menghadapi, dan melakukan mitigasi sehingga dapat memulihkan diri dari dampak bencana. Menurut UU No. 24 Tahun 2007, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fi sik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Pasal 1 ayat 6 PP No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fi sik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Indonesia, 2008). Mitigasi dilakukan dengan tujuan meningkatkan ketahanan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana alam sehingga risiko bencana alam dapat dikurangi. Terkait dengan tujuan tersebut, diperlukan usaha untuk mengenali karakteristik setiap jenis bencana alam geologis dan mengantisipasi akibat yang mungkin ditimbulkan.

Penanggulangan bencana secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:

1. sebelum terjadi bencana: pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan;

2. saat terjadi bencana: tahap awal, tahap darurat, konsolidasi, tahap akhir, dan rehabilitasi; dan 3. setelah terjadi bencana: rekonstruksi dan

pembangunan.

Dengan menyadari tingginya potensi bencana di Indonesia termasuk Provinsi Nusa Tenggara Barat, mitigasi menjadi sebuah keharusan untuk diperkuat dan dibudayakan di tengah-tengah masyarakat agar dampak dari suatu bencana dapat ditekan seminimal mungkin. Masyarakat sudah saatnya memahami pentingnya mitigasi, yakni upaya mengurangi risiko bencana agar terampil dan terlatih menolong diri sendiri dan orang lain apabila terjadi bencana.

Literasi mitigasi bencana perlu dimiliki oleh seluruh elemen masyarakat dan perlu dipelajari oleh setiap orang, termasuk masyarakat buta aksara. Pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana dibutuhkan karena sebagian besar masyarakat buta aksara belum memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang mitigasi bencana.

Dalam penelitian dan pengembangan ini, peneliti menyusun naskah model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana serta mengembangkan bahan ajar mitigasi bencana pada proses pembelajaran. Naskah model memuat konsep model yang dikembangkan, proses penyelenggaraan pembelajaran, dan penjaminan mutu. Dalam konsep model yang dikembangkan dijelaskan prototipe model pembelajaran, tujuan pembelajaran, serta karakteristik pembelajaran. Pada proses penyelenggaraan pembelajaran dijelaskan standar kompetensi lulusan, kurikulum, proses belajar mengajar, kriteria pendidik, peserta didik, pengelolaan pembelajaran, sarana dan prasarana, serta penilaian pembelajaran. Sementara itu, pada penjaminan mutu dijelaskan monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut dari pembelajaran yang dikembangkan ini.

Proses pembelajaran berlangsung selama 114 jam pelajaran yang terbagi menjadi 80 jam untuk belajar membaca dan menulis, 20 jam untuk belajar berhitung, serta 14 jam untuk simulasi mitigasi bencana. Proses pembelajaran dilaksanakan selama 3 bulan; setiap minggu dilakukan kegiatan belajar mengajar sebanyak 5 kali pertemuan selama 2 jam (120 menit). Penilaian dilaksanakan selama proses

(5)

pembelajaran dan pada akhir proses pembelajaran dengan menilai setiap peserta didik dari dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Bahan ajar disusun sesuai dengan kompetensi dasar pendidikan keaksaraan dasar menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 86 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar. Mitigasi bencana disusun menjadi empat judul bahan ajar, yaitu:

1. Belajar Membaca, Menulis, dan Berhitung, 2. Bencana Alam,

3. Mitigasi Bencana, dan 4. Belajar Berhitung Fungsional.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research and development). Menurut Sugiyono (2014), Research and Development (R&D) merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hal ini dikarenakan jenis data yang dikumpulkan berbentuk angka dan fenomena/keterangan. Menurut Sugiyono (2014), metode penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random; pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian; analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Sementara itu, metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dan eksperimen. Menurut Sugiyono (2014), metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Dalam penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan uji keterbacaan naskah model, bahan ajar mitigasi bencana, dan uji keterlaksanaan

model. Metode penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini, eksperimen yang digunakan adalah design control group pre-test post-test. Pola eksperimen yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 1

Design Control Group Pre-Test Post-Test

Kelompok Eksperimen 01/pre test Treatmen/ Perlakuan 02/ Pos test Kelompok Kontrol 03/pre test - 04/ Pos test Populasi (Sugiyono, 2014) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian dan pengembangan adalah seluruh pendidik (tutor) dan peserta didik pendidikan keaksaraan dasar di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Utara. Jumlah keseluruhan pendidik baik adalah 20 orang, sedangkan jumlah peserta didik sebanyak 80 orang dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 2

Populasi Penelitian dan Pengembangan

No. Kabupaten Pendidik Peserta Didik

1 Lombok Barat 10 orang 40 orang

2 Lombok Utara 10 orang 40 orang

Jumlah 20 orang 80 orang

Pendidik dilibatkan sebagai responden yang menguji keterbacaan naskah model, bahan ajar, serta menguji keterlaksanaan model. Peserta didik sejumlah 80 orang yang terlibat dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (masing-masing 40 orang) yang dipilih secara random untuk menguji tingkat keefektifan pembelajaran pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana.

Pada penelitian ini, kelompok eksperimen melaksanakan pembelajaran dengan model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana. Adapun kelompok kontrol melaksanakan

(6)

pembelajaran secara konvensional dengan menggunakan bahan ajar yang sudah diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan. Peneliti melaksanakan pretest untuk mengetahui keadaan awal, apakah terdapat perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil pretest yang baik adalah apabila nilai kelompok eksperimen tidak berbeda signifi kan (Sugiyono, 2014).

Teknik analisis data dalam penelitian dan pengembangan ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan analisis statistik. Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengalisis data terkait dengan keterbacaan naskah model, bahan ajar mitigasi bencana, dan uji keterlaksanaan. Analisis deskriptif menggunakan teknik persentase untuk menyatakan persentase keterbacaan naskah model dan bahan ajar dan persentase keterlaksanaan. Untuk menguji tingkat keterbacaan dan keterlaksanaan, perlu disusun konversi nilai atau kriteria sebagai dasar untuk menetapkan keterbacaan dan keterlaksanaan penelitian dan pengembangan. Dalam menguji keterbacaan naskah model, bahan ajar mitigasi bencana, dan keterlaksanaan, peneliti menyusun konversi nilai atau kriteria menggunakan rumus mean ideal, yaitu:

a. Mi= 1 x Skor Ideal 2

b. SDi= 1 x Skor Ideal 2

Analisis statistik uji t digunakan untuk menguji keefektifan penelitian eksperimen dengan design control group pre-test post-test. Hipotesis penelitian adalah model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana signifi kan terhadap peningkatan pengetahuan literasi peserta didik dan terdapat perbedaan rata-rata kemampuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (H1). Adapun H0 adalah pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana tidak signifi kan terhadap peningkatan pengetahuan literasi peserta didik dan

tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis data terkait dengan keefektifan menggunakan analisis statistik uji t dengan rumus:

t = Mx – My ∑x2 + ∑y2 Nx + Ny-2 1 + 1 N x Ny

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Keterbacaan

1. Naskah Model

Uji keterbacaan naskah model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana dilakukan oleh pendidik sejumlah 20 responden dengan mengisi angket yang telah disusun oleh peneliti. Naskah model secara terperinci memuat uraian sebagai berikut.

Tabel 3

Naskah Model Pendidikan Keaksaraan Dasar Literasi Mitigasi Bencana

No. Uraian

BAB I Pendahuluan 1 Latar Belakang

2 Tujuan

BAB II Konsep Model yang Dikembangkan 1 Pengertian

2 Prototipe Model Pembelajaran 3 Karakteristik

4 Prinsip Pembelajaran

BAB III Proses Penyelenggaraan Pembelajaran 1 Standar Kompetensi Lulusan

2 Kurikulum

3 Proses Pembelajaran 4 Kriteria Pendidik 5 Peserta Didik 6 Pengelolaan 7 Sarana dan Prasarana

8 Pembiayaan

9 Penilaian

BAB IV Penjaminan Mutu 1 Monitoring dan Evaluasi 2 Tindak Lanjut

(7)

Angket keterbacaan naskah model terdiri atas 20 butir pertanyaan/pernyataan. Keterbacaan naskah model dinilai dari aspek isi dan tampilan naskah model yang dianalisis berdasarkan tingkat kemenarikan, pemahaman, dan kesesuaian. Alternatif pilihan/jawaban terdiri atas 4 (empat) pilihan/skala, yaitu: a) sangat menarik/sangat paham/sangat sesuai, b) menarik/paham/ sesuai, c) cukup menarik/ cukup paham/cukup sesuai, dan d) kurang menarik/kurang paham/kurang sesuai. Untuk keperluan analisis, setiap pilihan/ skala diberi skor: sangat menarik/sangat paham/sangat sesuai = 4, menarik/paham/ sesuai = 3, cukup menarik/cukup paham/ cukup sesuai = 2, dan kurang menarik/ kurang paham/kurang sesuai = 1. Simpulan yang diambil berdasarkan hasil analisis uji keterbacaan naskah model adalah a) sangat sesuai, b) sesuai, c) cukup sesuai, dan d) kurang sesuai.

Hasil analisis berdasarkan sebaran skor responden setelah dilakukan konversi dengan standar/kriteria pengukuran keterbacaan naskah model dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4

Hasil Uji Keterbacaan Naskah Model

Subjek Skor Kriteria Subjek Skor Kriteria

1 80 SS 11 65 S 2 60 S 12 76 SS 3 63 S 13 66 SS 4 61 S 14 77 SS 5 65 S 15 70 SS 6 65 S 16 72 SS 7 66 SS 17 69 SS 8 70 S 18 69  SS 9 63 S 19 64 S 10 61 S 20 69 SS

Berdasarkan hasil analisis uji keterbacaan terhadap naskah model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana diketahui bahwa dari 20 responden yang

menyatakan naskah model sangat sesuai sebanyak 11 orang atau 55% dari jumlah responden dan yang menyatakan sesuai sebanyak 9 orang atau 45%. Sementara itu, yang menyatakan cukup sesuai dan kurang sesuai tidak ditemukan. Hal ini berarti naskah model, menurut sebagian besar responden, sangat sesuai.

Model pembelajaran, menurut Saefuddin dan Berdiatti (2014), adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan sistem belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai rancangan pembelajaran yang digunakan oleh pendidik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan untuk menentukan perangkat pembelajaran yang sesuai, seperti kurikulum, metode pembelajaran, strategi pembelajaran, bahan ajar, materi pembelajaran, serta penilaian pembelajaran.

Untuk penilaian keterbacaan naskah model, sebesar 55% responden menyatakan model yang dikembangkan sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kurikulum pembelajaran, proses pembelajaran, dan penilaian pembelajaran sangat sesuai dengan karakteristik model dan sasaran sehingga model ini sangat sesuai untuk dilaksanakan. Hal ini berarti bahwa naskah model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2. Bahan Ajar

Uji keterbacaan bahan ajar dilakukan terhadap sejumlah 20 responden dengan

(8)

mengisi angket yang telah disusun oleh peneliti. Angket keterbacaan naskah terdiri atas 15 butir pertanyaan/pernyataan. Keterbacaan bahan ajar dinilai dari tingkat kemenarikan, tingkat pemahaman, dan tingkat kesesuaian. Alternatif pilihan/ jawaban terdiri atas empat pilihan/skala, yaitu: a) sangat menarik/sangat paham/ sangat sesuai, b) menarik/paham/sesuai, c) cukup menarik/cukup paham/cukup sesuai, dan d) kurang menarik/kurang paham/kurang sesuai. Untuk keperluan analisis, setiap pilihan/skala diberi skor, yaitu: sangat menarik/sangat paham/ sangat sesuai = 4, menarik/paham/sesuai = 3, cukup menarik/cukup paham/cukup sesuai = 2, dan kurang menarik/kurang paham/kurang sesuai = 1. Simpulan yang diambil berdasarkan hasil analisis uji keterbacaan naskah model adalah a) sangat sesuai, b) sesuai, c) cukup sesuai, dan d) kurang sesuai.

Hasil analisis berdasarkan sebaran skor responden setelah dilakukan konversi dengan standar/kriteria pengukuran keterbacaan bahan ajar dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5

Hasil Uji Keterbacaan Bahan Ajar

Subjek Skor Kriteria Subjek Skor Kriteria

1 51 SS 11 54 SS 2 48 S 12 53 SS 3 51 SS 13 51 SS 4 56 SS 14 55 SS 5 52 SS 15 51 SS 6 51 SS 16 52 SS 7 53 SS 17 52 SS 8 52 SS 18 49  SS 9 50 SS 19 52 SS 10 51 SS 20 47 S

Berdasarkan hasil analisis uji keterbacaan terhadap bahan ajar diketahui bahwa dari 20 orang responden, yang menyatakan

bahan ajar sangat sesuai sebanyak 18 orang atau 90% dan yang menyatakan sesuai sebanyak 2 orang atau 10%. Sementara itu, yang menyatakan cukup sesuai dan kurang sesuai tidak ditemukan. Ini berarti bahwa bahan ajar, menurut sebagian besar responden, sangat sesuai.

Menurut Ibrahim dan Sayodih (2003), bahan ajar adalah segala sesuatu yang hendak dipelajari dan dikuasai para siswa, baik berupa pengetahuan, keterampilan, maupun sikap melalui kegiatan pembelajaran. Dalam menetapkan bahan ajar perlu diperhatikan kesesuaian pencapaian tujuan pembelajaran, kesesuaian tingkat perkembangan peserta didik, pengorganisasian bahan/materi secara sistematik dan berkesinambungan, serta cakupan materi yang bersifat faktual ataupun konseptual.

Untuk uji keterbacaan bahan ajar, sebesar 90% responden menyatakan bahan ajar yang dikembangkan sangat sesuai. Materi yang dituangkan dalam bahan ajar sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran. Bahan ajar disusun secara sistematis sehingga sangat mudah dipahami. Konten dan cakupan materi bersifat faktual dan konseptual sehingga sangat sesuai digunakan untuk belajar keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana.

B. Uji Keterlaksanaan

Uji keterlaksanaan model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana dilakukan oleh pendidik sejumlah 20 responden dengan mengisi angket yang telah disusun oleh peneliti. Uji keterlaksanaan model dinilai pada tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Angket keterlaksanaan model terdiri atas 33 butir pertanyaan/pernyataan. Alternatif pilihan/jawaban untuk semua angket baik

(9)

keterbacaan maupun keterlaksanaan terdiri atas empat pilihan/skala, yaitu: a) sangat mudah (SM), b) mudah (M), c) cukup mudah (CM), dan d) tidak mudah (TM). Untuk keperluan analisis, setiap pilihan/skala diberi skor, yaitu: sangat mudah = 4, mudah = 3, cukup mudah = 2, dan tidak mudah = 1.

Hasil analisis berdasarkan sebaran skor responden setelah dilakukan konversi dengan standar/kriteria pengujian keterlaksanaan model dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6

Hasil Uji Keterlaksanaan Model

Subjek Skor Kriteria Subjek Skor Kriteria

1 104 M 11 109 SM 2 102 M 12 116 SM 3 110 SM 13 120 SM 4 115 SM 14 106 M 5 121 SM 15 115 SM 6 111 SM 16 118 SM 7 118 SM 17 102 M 8 105 M 18 114 SM 9 105 M 19 118 SM 10 114 SM 20 113 SM

Berdasarkan hasil analisis terhadap uji keterlaksanaan model, diketahui bahwa dari 20 orang responden, yang menyatakan sangat mudah dilaksanakan sebanyak 14 orang atau 70% dan yang menyatakan mudah dilaksanakan sebanyak 6 orang atau 30%. Sementara itu, responden yang menyatakan cukup mudah dan tidak mudah dilaksanakan tidak ditemukan. Ini berarti sebagian besar responden menyatakan penyelenggaraan pembelajaran sangat mudah dilaksanakan.

Hasil penelitian tentang penerapan program pembelajaran mitigasi bencana bagi siswa SMP (studi kasus di SMPN 2 Sanden) dilaksanakan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan observasi, serta refl eksi memberikan hasil yang signifi kan pada proses pembelajaran mitigasi bencana (Suprapto, Aprilianto, dan Nuryanto, 2011).

Responden menyatakan bahwa pada tahap persiapan, baik saat pelaksanaan identifi kasi kebutuhan belajar, kontrak belajar, maupun persiapan perangkat pembelajaran, sangat mudah untuk dilaksanakan sesuai dengan alur penyelenggaraan model. Tahap pelaksanaan yang terdiri atas pembelajaran tatap muka dan pembelajaran simulasi juga dapat dilaksanakan dengan sangat mudah sesuai dengan alur proses pembelajaran. Sementara itu, evaluasi yang dilaksanakan selama proses pembelajaran sangat mudah dilaksanakan melalui tes tulis, tes lisan, penugasan, observasi, dan portofolio. C. Uji Keefektifan

Uji keefektifan model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana dilakukan melalui tes terhadap seluruh peserta didik sejumlah 80 orang, baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Tes dilaksanakan dalam bentuk pre-test dan post-test.

Uji keefektifan diketahui berdasarkan hasil uji t. Untuk hasil analisis uji t diketahui nilai t hitung sebesar 5,92. Pada taraf signifi kansi 5% diketahui harga t tabel sebesar 1,68. Hal ini menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel atau 5,92 > 1,68. Karena t hitung lebih besar daripada t tabel, berarti signifi kan. Hal ini menunjukkan bahwa model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana signifi kan terhadap peningkatan pengetahuan literasi peserta didik dan terdapat perbedaan rata-rata kemampuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh model pembelajaran mitigasi bencana terhadap pemahaman dan ketahanmalangan siswa. Dalam hal ini terdapat perbedaan pemahaman dan ketahanmalangan siswa pada mata pelajaran IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran mitigasi bencana dan siswa yang mengikuti model pembelajaran

(10)

konvensional. Model pembelajaran mitigasi bencana menghasilkan pemahaman dan ketahanmalangan pada mata pelajaran IPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional (Agustiana, Wibawa, dan Tika, 2013). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana efektif. Hal ini dapat dilihat dari signifi kansi peningkatan pengetahuan literasi peserta didik serta rata-rata kemampuan yang lebih tinggi antara kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol yang melakukan pembelajaran secara konvensional.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan

pengembangan, keterbacaan naskah model

pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana menurut responden adalah sangat sesuai. Keterbacaan bahan ajar literasi mitigasi bencana menurut responden adalah sangat sesuai. Penyelenggaraan model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana menurut responden sangat mudah dilaksanakan. Model pendidikan keaksaraan dasar literasi mitigasi bencana signifi kan meningkatkan literasi pengetahuan peserta didik.

Perlu adanya penelitian dan pengembangan literasi mitigasi bencana dari daerah lain. Hal tersebut dapat dilakukan untuk lebih memperdalam penelitian dan pengembangan dengan model ini untuk mengetahui literasi mitigasi bencana baik alam maupun nonalam bagi peserta didik dari berbagai daerah di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiana, I.G.A.T., I.M.C. Wibawa, dan I.N. Tika. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Mitigasi Bencana terhadap Pemahaman dan Ketahanmalangan Siswa. Universitas Pendidikan Ganesha.

BBC. (2018). “Deretan Bencana Alam Mematikan yang Menerjang Indonesia Sepanjang 2018. Diakses 20 Februari 2019, dari https://www.bbc.com/indonesia/ majalah-46691586.

Farisa, F.C. (2018). “BNPB: Selama 2018, Ada 1.999 Kejadian Bencana.” Diakses 20 Februari 2019, dari https:// nasional.kompas.com/read/2018/10/25/22572321/ bnpb-selama-2018-ada-1999-kejadian-bencana. Harususilo, Y.E. (2018). “Kemendikbud akan Berikan

Pendidikan Mitigasi Bencana.” Diakses 21 Februari 2019, dari https://edukasi.kompas.com/ read/2018/12/29/22191281/kemendikbud-akan-berikan-pendidikan-mitigasi-bencana.

Ibrahim, R., dan N. Sayodih. (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Indonesia, R. (2007). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta: Republik Indonesia.

Indonesia, R. (2008). PP No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Jakarta: Republik Indonesia.

Kemdikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 86 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar. Jakarta: Kemdikbud.

Kemdikbud. (2019). Penduduk Buta Aksara Tahun 2018. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, Kemdikbud.

P2MB. (2010). “Mitigasi”. Diakses 23 Februari 2019, dari http://p2mb.geografi .upi.edu/Mitigasi_Bencana.html. Saefuddin, A., dan I. Berdiatti. (2014). Pembelajaran Efektif.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suprapto, W., W.Y. Aprilianto, dan S. Nuryanto. (2011). Penerapan Program Pembelajaran Mitigasi Bencana bagi Siswa SMP (Studi Kasus di SMPN 2 Sanden). Universitas Negeri Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

dijelaskan nilai signifikan current ratio, debt to equity ratio, dan return on asset, umur obligasi, dan jaminan terhadap Peringkat Obligasi adalah sebesar

Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada elemen atau komponennya dalam mendefinisikan sistem, masih menurut J.E Kendall, sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen

Oleh karena itu penolakan terhadap eksistensi organisasi LGBT bagi elite partai Islam bukan merupakan sikap diskriminasi terhadap kaum LGBT sebab jika dibiarkan terjadi

Menjelaskan inform consent dalam kegawatdaruratan b.Menjela skan bagaimana membuat visum et repertum Kognitif C4,C5 2% 3 Mcq Forensik 11 Menjelaskan gejala kegawatdaruratan pada

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal IV berada di kisaran 5,1% maka, pertumbuhan ekonomi keseluruhan pada 2017 akan

pelajaran SKI materi walisongo di MTS Bahrul ‘Ulum Sudimoro Kec. Tanggamus dan 2) mengetahui respon siswa terhadap media pembelajaran kartu pintar pada mata pelajaran SKI

From the analysis, there are three main points drawn. First, Chick Benetto is a person who is messy, rude, selfish, rebellious, introvert, dishonest, tender, and wishy- washy.

Setelah mengalami fase-fase kritis masa revolusi hingga pertengahan tahun 1960-an, menurut beberapa pakar pertanian, Indonesia sebenarnya cukup berhasil membangun