• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO 2, H 2 S, DAN CO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Oleh : AGUS GHAUTSUN NI AM F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO 2, H 2 S, DAN CO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Oleh : AGUS GHAUTSUN NI AM F"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO2, H2S, DAN CO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

(CFD)

Oleh :

AGUS GHAUTSUN NI’AM F 14104013

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO2, H2S, DAN CO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

(CFD)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGUS GHAUTSUN NI’AM F 14104013

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO2, H2S, DAN CO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

(CFD)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGUS GHAUTSUN NI’AM F14104013

Dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1985 di Kuningan Tanggal lulus:………..

Menyetujui, Bogor, Januari 2009

Prof.Dr.Ir. Kudang B Seminar,M.Sc Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen Teknik Pertanian

(4)

Agus Ghautsun Ni’am. F14104013. Simulasi Dispersi Gas Polutan SO2, H2S, dan CO dengan Menggunakan Program Computational Fluid Dynamics (CFD). Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Semina, M.Sc. dan Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc.

RINGKASAN

Studi simulasi dispersi gas polutan dari sebuah cerobong merupakan upaya pengembangan sektor industri yang ramah lingkungan. Prediksi sebaran emisi gas polutan terhadap udara ambien dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu kegiatan industri. Studi simulasi dispersi gas polutan dilakukan dengan menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD).

Studi simulasi ini dilakukan untuk melihat simulasi dispersi dan sebaran konsentrasi gas polutan (SO2, H2S, dan CO) dari cerobong ke lingkungan dengan menggunakan program CFD yang akan dibandingkan dengan model Gaussian. Model simulasi yang digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi gas polutan di suatu titik tertentu adalah model persamaan dispersi Gaussian dengan menggunakan program visual basic dan model Navier-Stokes yang direpresentasikan oleh software Solidworks Office 2007 dengan menggunakan metode finite volume. Parameter input simulasi yaitu laju emisi gas yang diemisikan dari cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber emisi atau ambien, faktor stabilitas atmosfer hingga titik acuan, dan sifat karakteristik kimia gas polutan. Sedangkan parameter output yang diharapkan adalah visualisasi sebaran konsentrasi gas polutan berupa bidang 2 dimensi yang dilengkapi dengan nilai persamaan konsentrasinya terhadap jarak dari sumber emisi.

Program CFD digunakan sebagai support simulator atau tools untuk mendapatkan visualisasi sebaran gas terdispersi dari hasil perhitungan. Sotfware yang digunakan adalah sotfware Solidworks Office 2007 yang memiliki kemampuan untuk membuat model geometri, batasan lingkungan simulasi atau domain, meshing model geometri yang akan disimulasikan, solver atau pencarían solusi dengan menyediakan fleksibilitas mesh automatis berbentuk tetahedral yang dapat diatur mudah kerapatan meshnya. Software ini menghitung persamaan fluida dinamik dengan menggunakan metode finite volume, sehingga dapat mempresentasikan data dan memvisualisasikan berbagai kasus aplikasi dinamika fluida secara detail.

Representasi hasil visualisasi simulasi dengan program CFD memberikan gambaran bahwa gas polutan yang paling besar memberikan dampak pencemaran terhadap permukaan tanah di lingkungan sekitar adalah gas SO2, dimana nilai konsentrasi yang paling tinggi terdapat pada jarak 60 m dari ceobong, yaitu sebesar 10721,6 ppm. Sedangkan gas CO mencemari permukaan tanah pada jarak di atas 300 m dari cerobong dan gas H2S dari hasil simulasi tidak mencemari permukaan tanah karena bergerak ke atmosfer.

Adapun perbandingan hasil simulasi dispersi gas polutan dengan menggunakan model Gaussian sangat berbeda jauh dengan hasil dari model EFD yang menggunakan basis persamaan Navier-Stokes. Dalam model Gaussian tidak ada parameter sifat kimia atau karakteristik bahan material fluida yang mempengaruhi proses dispersi, bahkan diabaikan. Sedangkan simulasi dispersi dengan model EFD sangat dipengaruhi oleh faktor internal dari material fluida yaitu karakteristik kimiawinya.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan putra Sunda yang dilahirkan di Kuningan Jawa Barat pada tanggal 11 Juni 1985. Anak kedelapan dari Sembilan bersaudara, buah kasih sayang pasangan ibu Juhro dan bapak Hasbullah (alm). Menamatkan pendidikan dasar pada tahun 1998 di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mandirancan, kemudian pada tahun 2001 penulis berhasil menyelesaikan studinya di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mandirancan. Setelah lulus dari MTs Mandirancan, penulis diterima di SMU Plus Yayasan Darmaloka Propinsi Jabar sebagai delegasi dari Kabupaten Kuningan untuk dibina, diasramakan dan dibiaya selama studi di SMU Negeri 1 Cisarua Bandung. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cisarua Bandung dan diterima di IPB melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten kuliah Matematika Teknik dan asisten Praktikum Terpadu Mekanika dan Bahan Teknik. Selain itu, selama 3 tahun masa perkuliahan penulis mendapatkan beasiswa dan pembinaan dari Beastudi Etos yayasan Dompet Dhuafa Republika serta aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) dan Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) pada Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning (HIMARIKA) Kabupaten Kuningan.

Penulis pernah melakukan praktek lapangan di PT. Sido Muncul dengan objek pengamatan pada Pengolahan Air Bersih (Water Traetment) dan Pengolahan Limbah Cair (Wastewater Treatment) selama 2 bulan pada tahun 2007.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, syukur dan pujian penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Menggenggam segala ke-Agungan. Dengan Rahmat, Hidayah serta Kasih Sayang-Nya skripsi penelitian ini dapat tersusun. Harapan besar penulis semoga skripsi yang berjudul Simulasi Dispersi Gas Polutan SO2, H2S, dan CO dengan Menggunakan Program Computational Fluid Dynamics (CFD) ini dapat bermanfaat dalam menambah hasanah keilmuan bagi penulis maupun para akademisi lainnya. Dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc selaku pembimbing tercinta yang tak henti-hentinya membimbing dan mengarahkan penulis.

2. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc selaku pembimbing skripsi II yang telah memberikan kontribusi, inspirasi serta ilmunya terhadap penulis. 3. Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara, Pak Dodi beserta segenap karyawan

CCIT, yang telah memberikan saran, ilmu dan memfasilitasi penulis dalam melakukan penelitian.

4. Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, MS selaku dosen penguji skripsi.

5. Ummi, Teteh dan segenap keluarga penulis, terima kasih atas doa dan dukungannya yang tiada henti kepada penulis.

6. Ibu Hanni dan bapak Fadhil (LAGG PUSPIPTEK), ibu Dyah, atas ilmu dan kesempatan diskusinya dalam mendukung kegiatan penelitian. 7. Teman-teman seperjuangan : Harritz Rizaldi, Adhi N, Aris Setyawan,

Ferdian, M Ali Maksum, Gunawan, Yudik, Eko, Arip Sonjaya, terima kasih atas bantuannya serta kepada segenap teman-teman TEP 41 sebagai tempat berbagi dan saling mengingatkan.

8. Lembaga CCIT yang telah memberikan kesempatan penulis menggunakan fasilitas software resmi EFD untuk penelitian

Penulis sadar betul kesempurnaan skripsi ini masih jauh. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diperlukan demi menunjang kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Desember 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

RIWAYAT HIDUP... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. Pencemaran Udara ... 3

1. Definisi Pencemaran Udara ... 3

2. Sumber Pencemaran Udara ... 4

B. Jenis Pencemaran Udara ... 5

1. Karbon Monoksida (CO) ... 6

2. Sulfur Dioksida (SO2) ... 6

3. Hidrogen Sulfida (H2S) ... 7

4. Oksida Nitrogen (NOx) ... 8

5. Partikel Tersuspensi (TSP) ... 9

6. Ozon (O3) ... 10

C. Mekanika Fluida ... 11

1. Dasar Mekanika Fluida ... 11

2. Aliran di Sekitar Permukaan Silinder ... 13

3. Ketebalan boundary layer pada permukaan ground dan tegangan geser pada boundary layer ... 17

4. Fenomena Pemisahan Aliran ... 18

D. Dispersi Udara ... 20

1. Model Dispersi ... 21

(8)

b. Model Eulerian ... 24 c. Model Lagrangian ... 25 2. Stabilitas Atmosfer ... 26 3. Kecepatan Angin ... 27 E. Dasar-dasar Simulasi ... 29 F. Pemodelan Matematik ... 30

G. Metode Komputasi Dinamika Fluida ... 30

1. Prapemrosesan (Pre-Processing) ... 31

2. Pencarian Solusi (Solving) ... 32

3. Pasca Pemrosesan (Post-processing) ... 33

H. Penelitian Terdahulu yang Terkait ... 33

BAB III. METODOLOGI ... 34

A. Pendekatan Permasalahan ... 34

1. Kekekalan Massa 3 Dimensi ... 35

2. Persamaan Momentum 3 Dimensi ... 36

3. Persamaan Energi 3 Dimensi ... 36

4. Persamaan Spesies Transport Material Fluida ... 36

B. Bahan dan Alat ... 37

C. Parameter Input ... 38

D. Data Input ... 39

E. Tahapan Kegiatan Penelitian ... 43

F. Asumsi dalam Simulasi CFD ... 45

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Kecepatan Angin (wind speed) ... 47

B. Model Gaussian ... 48

C. Model EFD ... 53

1. Kondisi Awal Udara Ambien ... 53

2. Pendefinisian Domain ... 54

3. Tahap Penentuan Kondisi Batas ... 55

4. Analisis Aliran ... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 80

(9)

B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN ... 85

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standard kualitas udara ambien ... 4

Tabel 2. Baku tingkat kebauan udara ambien ... 4

Tabel 3. Stabilitas atmosfer Turner berdasarkan kecepatan angin, radiasi matahari dan penutupan awan ... 26

Tabel 4. Nilai konstanta a, c, d, dan f untuk menghitung σy dan σz sebagai fungsi dari jarak ... 27

Tabel 5. Aturan nilai eksponen n untuk pedesaan dan kota ... 28

Tabel 6. Data input fiktif ... 39

Tabel 7. Input aliran gas polutan (mass flow rate) dari cerobong... 40

Tabel 8. Nilai spesifik sifat kimia masing-masing senyawa fluida... 40 Tabel 9. Nilai densitas dan koefisien difusivitas massa masing-masing spesies 41 Tabel 10. Nilai viskositas kinematik dan difusivitas panas udara dan gas polutan63

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder ... 14

Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder tampak atas ... 15

Gambar 3. Aliran pada boundary layer ... 17

Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser (shear layer) yang selanjutnya akan membentuk vortex ... 19

Gambar 5. Ilustrasi aliran vortex di atas permukaan solid pada silinder bagian bawah ... 19

Gambar 6. Model dispersi Gaussian ... 21

Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada lagrangian dan eulerian ... 25

Gambar 8. Bentuk geometri cerobong dan area permukaan tanah ... 41

Gambar 9. Dimensi geometri tampak atas dalam satuan meter ... 42

Gambar 10. Diagram alir pembuatan program ... 43

Gambar 11. Diagram alir prosedur simulasi pada EFD ... 44

Gambar 12. Koreksi kecepatan angin terhadap ketinggian elevasi ... 47

Gambar 13. Form penghitungan sebaran konsentrasi setiap titik (x, y, z) ... 49

Gambar 14. Grafik sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang centerline a). SO2, b). H2S, dan c). CO, pada bidang permukaan tanah ... 51

Gambar 15. Profil sebaran gas polutan sepanjang crosswind pada jarak x 10 m, a).SO2, b).H2S, dan c).CO ... 52

Gambar 16. Ilustrasi grid hasil meshing domain dari geometri cerobong ... 54

Gambar 17. Ilustrasi pendefinisian kondisi batas ... 55

Gambar 18. Kontur dan vektor aliran kecepatan udara dengan melewati silinder cerobong tampak atas ... 57

Gambar 19. Sebaran kecepatan udara dan tekanan dinamik aliran udara di sekitar permukaan silinder ... 58

Gambar 20. Sebaran tegangan geser dan koefisien gesek di sepanjang permukaan silinder ... 59

(12)

Gambar 22. Grafik tekanan dan kecepatan udara hasil iterasi ... 61

Gambar 23. Kontur kecepatan tampak samping ... 62

Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan ... 64

Gambar 25. Sebaran temperatur berbagai gas polutan ... 66

Gambar 26. Sebaran konsentrasi SO2 pada berbagai bidang tampak samping ... 68

Gambar 27. Sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan dengan kurva isoline dan kontur... 69

Gambar 28. Grafik konsentrasi SO2 disepanjang centerline ... 70

Gambar 29. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas SO2 ... 71

Gambar 30. Sebaran konsentrasi gas H2S di atmosfer pada berbagai jarak bidang tampak samping dari centerface ... 72

Gambar 31. Sebaran konsentrasi gas H2S tampak atas pada berbagai jarak bidang dari permukaan tanah ... 73

Gambar 32. Ilustrasi garis plot data nilai sebaran gas konsentrasi H2S ... 74

Gambar 33. Grafik sebaran gas H2S sepanjang centerline ... 75

Gambar 34. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas H2S ... 75

Gambar 35. Sebaran gas polutan CO pada berbagai jarak bidang ... 77

Gambar 36. Ilustrasi sebaran gas CO sepanjang garis centerline ... 78

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar struktur cerobong ...85 Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperatur. ... 86 Lampiran 3. Algoritma program VB untuk penghitungan dispersi gas polutan dengan model Gaussian ... 88 Lampiran 4. Data nilai sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang sumbu x.……91 Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan

silinder. ………92 Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan udara dinamik. ... 94 Lampiran 7. Sebaran konsentrasi gas SO2 sepanjang centerline. ... 97

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Industri merupakan salah satu sektor yang dominan mempengaruhi stabilitas perekonomian suatu negara. Perkembangan di sektor industri, telah mengakibatkan regulasi pemerintah dalam hal pemberdayaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan semakin ketat. Hal ini dilakukan untuk mengarahkan para pelaku industri agar berorientasi pada industri yang berteknologi ramah lingkungan dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan SDA yang dikelolanya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dikenal istilah Produksi Bersih (Cleaner Production) sebagai pola berpikir dan konsep global dalam perancangan proses suatu industri secara keseluruhan. Produksi Bersih merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari solusi pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk yang aman terhadap resiko pada manusia dan lingkungan. Strategi ini berfungsi untuk mengarahkan para pelaku industri memiliki orientasi pada pengembangan industri yang berpola ekoefisiensi dengan memanfaatkan SDA secara optimal dan mengurangi dampak resiko terhadap lingkungan.

Salah satu masalah yang terjadi di lingkungan industri adalah penurunan kualitas udara ambien yang diakibatkan oleh emisi gas polutan dari cerobong (stack). Tingginya konsentrasi polutan di udara ambien akan berdampak terhadap penerima khususnya manusia, hewan, tumbuhan dan material atau benda yang ada di lingkungan sumber pencemar.

Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan benda-benda lainnya. Sehingga udara merupakan sumber daya alam yang harus dijaga untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat penting untuk dilakukan.

(15)

Salah satu upaya agar pengembangan industri dapat sejalan dengan upaya pengelolaan lingkungan adalah dengan studi simulasi dispersi gas polutan dari sebuah cerobong. Studi simulasi tersebut dapat memprediksi sebaran emisi gas polutan di udara ambien. Prediksi sebaran emisi gas polutan perlu dipelajari dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu kegiatan industri. Analisis studi simulasi dispersi gas polutan dapat dilakukan dengan menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD).

B. Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan simulasi dispersi gas polutan (SO2, H2S dan CO) dari cerobong ke lingkungan dengan menggunakan program CFD.

2. Mempelajari perbedaan model dispersi gas polutan pada udara ambien menggunakan model Gaussian dengan model CFD.

3. Menghitung konsentrasi gas polutan (SO2, H2S dan CO) di permukaan tanah berdasarkan simulasi CFD.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara

1. Definisi Pencemaran Udara

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Sedangkan pencemaran lingkungan hidup memiliki pengertian masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Menurut Soenarmo (1999), pencemaran merupakan hasil sampingan dari industrialisasi penghasil barang, dapat berupa padat, cair maupun gas, dan pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar berupa partikel-partikel halus (debu, partikel-partikel halus, gas beracun atau toksit) ke dalam udara (atmosfer). Sedangkan menurut Supriyono (1999), pencemaran udara diartikan terdapatnya bahan kontaminan dalam udara ambien yang diakibatkan dari aktivitas manusia.

Sementara itu, udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya (PP No. 41 Tahun 1999). Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh kandungan atau kadar zat, energi dan komponen lain yang terdapat di udara bebas (Syahputra, 2005). Beberapa parameter kualitas udara yang dianalisis meliputi sulfur dioksida, karbon monoksida, dan hidrogen sulfida. Standar kualitas udara ambien menurut EPA (Environmental Protection Agency) milik Amerika Serikat yang disebut sebagai NAAQS (National Ambient Air Quality and Standards) disajikan pada Tabel 1.

(17)

Tabel 1. Standard kualitas udara ambien.

No. Parameter Satuan Nilai Batas Waktu rata-rata

1 Carbon Monoxide (CO)

ppm 9 8 jam mg/m³ 10 ppm 35 1 jam mg/m³ 40

2 Nitrogen Dioxide (NO2) ppm 0,053 per tahun

µg/m³ 100

3 Sulfur Dioxide (SO2)

ppm 0,03 per tahun

ppm 0,14 24 jam

ppm 0,5 3 jam

4 Partikel PM10 µg/m³ 150 24 jam

5 Partikel PM2,5 µg/m³ 15 per tahun

µg/m³ 35 24 jam

6 Ozon (O3) ppm 0,075 8 jam

ppm 0,12 1 jam

Sumber : The EPA Office of Air Quality Planning and Standards (OAQPS) 2008

Salah satu akibat dari tercemarnya lingkungan udara adalah timbulnya bau dari sumber bau atau zat odoran yang dapat menimbulkan rangsangan bau pada keadaan tertentu sehingga sangat mengganggu kesehatan manusia. Pemerintah telah menetapkan regulasi mengenai tingkat atau kadar kebauan di udara ambien untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat dengan KEPMEN Negara Lingkungan Hidup No 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan yang terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Baku tingkat kebauan udara ambien.

No. Parameter Satuan Nilai Batas

1 Amoniak (NH3) ppm 2

2 Metil Merkaptan (CH3SH) ppm 0,002

3 Hidrogen sulfida (H2S) ppm 0,02

4 Metil Sulfida ((CH3)2S) ppm 0,01

5 Stirena (C6H8CHCH2) ppm 0,1

Sumber : KEPMEN Negara LH No. 50 Tahun 1996

2. Sumber Pencemaran Udara

Sumber pencemaran udara dapat berasal dari kegiatan yang bersifat alamiah, yang terjadi di alam seperti polusi akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan dan sebagainya yang secara umum terjadi secara alamiah,

(18)

juga yang bersifat antropogenik atau akibat dari kegiatan manusia, seperti aktivitas transportasi, industri dan domestik atau rumah tangga (Soedomo, 2001).

Berdasarkan pola atau model pancaran emisinya sumber pencemar dibagi menjadi (Tjasjono, 1999 dalam Soenarmo, 1999) :

a. Sumber titik (point source), dihasilkan oleh pabrik-pabrik atau industri yang mengeluarkan zat pencemar (polutan) ke udara melalui cerobong-cerobong pembuangan.

b. Sumber garis (line source), sumber pencemar ini mengeluarkan pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, seperti jalan raya akibat aktivitas transportasi.

c. Sumber area (area source), merupakan sumber pancaran zat pencemar berupa area atau bidang di suatu wilayah, seperti kawasan industri atau areal kebakaran hutan.

Sumber pencemar dapat pula dikelompokan ke dalam sumber tidak bergerak atau diam (stationary source), seperti industri dan sumber bergerak (mobile source), seperti kendaraan bermotor (Septiyanzar, 2008).

B. Jenis Pencemar Udara

Secara umum jenis pencemar dapat dikelompokkan menjadi pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida (CO) merupakan contoh dari pencemar udara primer karena merupakan hasil langsung dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer (Septiyanzar, 2008).

Berdasarkan ciri fisiknya pencemaran udara dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Geiger, 2000 dalam Septiyanzar, 2008) :

a. Partikulat, yaitu campuran berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter 1- 500 mikron.

b. Gas, meliputi semua jenis pencemar udara yang berbentuk gas dan berukuran molekular seperti CO, SO2, dan H2S.

(19)

Karakteristik beberapa gas polutan yang tersebar di atmosfer adalah sebagai berikut :

1. Karbon Monoksida (CO)

Menurut Syahputra (2005), karbon monoksida (CO) timbul karena adanya proses pembakaran yang tidak sempurna. Sedangkan menurut Godish (2004), senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin Senyawa CO memiliki daya distribusi yang luas dan merupakan jenis senyawa polutan yang jumlah emisinya terbesar diantara nilai emisi jenis senyawa polutan lainnya. Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa CO sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna, seperti tergambar dalam reaksi berikut (Sax, 1974 dalam Septiyanzar, 2008).

2C + O2 2CO

Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman jika waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap oleh manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual. Konsentrasi CO sebanyak 1000 ppm dan waktu paparan (kontak) selama 1 jam menyebabkan pusing dan kulit berubah menjadi kemerahan. Untuk paparan yang sama dengan konsentrasi CO 1300 ppm, kulit akan langsung berubah menjadi merah tua dan disertasi rasa pusing yang hebat. Untuk keadaan yang lebih tinggi, akibatnya akan lebih fatal, yaitu kematian (Syahputra, 2005).

2. Sulfur Dioksida (SO2)

Gas sulfur dioksida (SO2) merupakan gas yang berasal dari bahan bakar fosil, terutama batubara. SO2 merupakan komponen gas yang tidak berwarna dengan karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara (BAPEDAL, 2005).

Menurut Syahputra (2005), sulfur dioksida merupakan hasil emisi transportasi dan industri pada awalnya akan bertransformasi dengan atom tunggal oksigen akan membentuk formasi sulfur trioksida, dan formasi dari

(20)

sulfur trioksida (SO3) ketika bereaksi dengan uap air (H2O) di atmosfer akan menyebabkan terjadinya hujan asam, seperti tergambar dalam reaksi kimiawi berikut :

SO2 + O SO3 SO3 + H2O H2SO4

Udara yang tercemar SOX menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernapasan. Hal ini karena gas SOX yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran napas lain sampai ke paru-paru. Serangan tersebut juga dapat menyebabkan iritasi pada bagian tubuh lain.

Gas SO2 merupakan bahan pencemar yang berbahaya bagi anak-anak, orang tua dan orang penderita penyakit pernapasan kronis dan penyakit kardiovaskuler. Otot saluran pernapasan dapat mengalami kejang (spasme) bila teriritasi oleh SO2 lebih tinggi dari temperatur udara rendah. Apabila waktu paparan gas dengan gas SO2 cukup lama maka akan terjadi peradangan yang hebat pada selaput lendir yang diikuti oleh kelumpuhan sistem pernapasan (paralysis cilia), kerusakan lapisan epthilium yang pada akhirnya diikuti oleh kematian (Soeratmo, 1990).

3. Hidrogen Sulfida (H2S)

Hidrogen sulfida merupakan gas yang tidak berwarna dan menimbulkan bau busuk. Dalam KEPMEN LH No. 50 Tahun 1996 gas ini disebut sebagai zat odoran tunggal. Sekalipun gas ini bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digalongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernapasan. Hidrogen sulfida juga bersifat sangat korosif terhadap metal, dan dapat menghitamkan berbagai material. Karena H2S lebih berat daripada udara, maka H2S ini sering didapat disumur-sumur, saluran air buangan, dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun lainnya seperti metan, karbon dioxide dan bersifat sangat mudah terbakar. Gas H2S mudah didapat secara alamiah pada gunung-gunung berapi, dan dekomposisi zat organik. Emisi hidrogen sulfida didapat pada industri

(21)

kimia, industri minyak bumi, kilamg minyak, dan terutama pada industri yang memproduksi gas sebagai bahan bakar (Soemirat., 1994).

4. Oksida Nitrogen (NOx)

Menurut Supriyono (1999), oksida nitrogen merupakan salah satu komponen kimia pokok dalam reaksi fotokimia yang dapat mengakibatkan pembentukan oksidan fotokimia. Sebagian besar emisi gas oksida nitrogen berasal dari pembakaran bahan bakar pada kendaraan bermotor. Dampak negatif yang ditimbulkan jika seseorang menghisap gas oksida nitrogen di luar standar baku mutu kualitas udara dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pernapasan dan bronkhitis.

Nitrogen oksida terbentuk dalam reaksi temperatur yang tinggi dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, dimana komponen nitrogen yang bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrogen oksida (NO) sebagai hasil emisi dari kendaraan bermotor seperti tergambar dalam reaksi kimia berikut (Wellburn, 1990 dalam Septiyanzar, 2008).

N2 + O2 2 NO NO + O3 NO2 + O2 NO2 + O3 NO3 + O2 NO3 + NO2 N2O5 N2O5 + H2O 2HNO3

Emisi gas buang berupa oksida nitrogen (NO

x) adalah senyawa-senyawa pemicu pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer bawah (troposfer bawah, pada ketinggian 0 – 2000 meter) terbentuk akibat adanya reaksi fotokimia senyawa NO

x dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah beriklim tropis seperti Indonesia sangat tinggi. Karena merupakan pencemar sekunder, konsentrasi ozon di luar kota – di mana tingkat emisi senyawa pemicu umumnya lebih rendah dibanding di pusat kota – seringkali ditemukan lebih tinggi daripada di pusat kota (Anonim, 2006).

(22)

5. Partikulat (PM)

Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat berada di atmosfer dalam waktu yang lama. Selain mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan serta kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan jarak pandang. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernapasan akan di sisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama (Anonim, 2006).

Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO

2 dan NOx. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Partikel PM

2,5 bersifat respirable karena dapat memasuki saluran pernapasan yang lebih bawah dan menimbulkan risiko yang lebih tinggi. Proporsi cukup besar dari PM

2,5 adalah amonium nitrat, amonium sulfat, natrium nitrat, dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya (Harrop, 2002, dalam Anonim, 2006). Partikel sekunder PM

2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernapasan tetapi juga karena sifat kimiawinya. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable dan bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam sistem pernapasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam

(23)

partikel inhalable adalah partikel timbel (Pb) yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung Pb. Partikel ini berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer (Anonim, 2006).

Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran bahan bakar minyak, pencampuran dan penggunaan pupuk dan pestisida, konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja, pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan. Partikel debu yang berasal dari proses peleburan, telah terjadi akumulasi beberapa unsur kimia, sehingga akan sangat berbahaya sekali apabila tidak ditanggulangi. Gangguan partikel ini sangat berbahaya kepada kesehatan terutama dapat menimbulkan sesak napas, dan menimbulkan iritasi pada kulit (Syahputra, 2005).

6. Ozon (O 3)

Ozon termasuk pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari reaksi fotokimia NO

x dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 µg/m3) selama 8 jam atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernapasan. Konsumsi pada konsentrasi 160 µg/m3 selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang sensitive (Anonim, 2006).

Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain selain NO

x yaitu hidrokarbon, CO, dan senyawa-senyawa radikal yang juga diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian ozon umumnya terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NO

x, dan menimbulkan efek yang lebih merugikan terhadap kesehatan karena adanya

(24)

kombinasi pencemar NO

x dan ozon yang menyebabkan penurunan fungsi paru-paru (Hazucha, 1996, dalam Anonim 2006).

Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia, pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dan lain-lain), penurunan hasil pertanian, dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati. (Agrawal et al., 1999, dalam Anonim, 2006). C. Mekanika Fluida

1. Dasar Mekanika Fluida

Mekanika adalah suatu studi yang mempelajari tentang cairan dan gas baik pada saat diam maupun saat bergerak (Okiishi et al., 2006). Dalam fluida bergerak, kemampuan untuk menyalurkan gaya geser suatu fluida dapat dikenali dengan adanya nilai viskositas dinamik µ, dimana fluida yang berada pada suatu bidang permukaan dianggap bergerak dengan kecepatan U paralel terhadap bidang permukaan yang diam stasioner.

Selain itu, viskositas dinamik µ juga digunakan dalam menentukan bilangan Reynolds yang dapat dilihat pada Persamaan 1.

... (1) dimana L adalah jarak sepanjang permukaan x untuk aliran eksternal dan L adalah Dh = (4 x luas penampang) / (keliling terbasahi) untuk aliran pada saluran bukan silinder, serta L adalah diameter D untuk aliran internal dalam pipa silinder. Nilai bilangan Reynolds digunakan untuk menentukan jenis aliran fluida apakah aliran tersebut termasuk jenis aliran laminar atau aliran turbulen. Untuk aliran eksternal, aliran turbulen memiliki nilai ReL ≥ 5 x 105 disepanjang bidang permukaan tempat fluida itu mengalir dan ReL ≥ 2 x 104 jika fluida tersebut mengalir diseputar benda. Sedangkan untuk aliran internal aliran turbulen memiliki nilai ReDh ≥ 2300 (Tuakia, 2008).

Aliran turbulen dapat dikenali dengan adanya medan kecepatan yang berfluktuasi. Fluktuasi kecepatan tersebut membawa berbagai besaran

m rUL L=

(25)

seperti momentum, energi, konsentrasi partikel, sehingga besaran tersebut juga ikut berfluktuasi (Tuakia, 2008).

Fluida yang bergerak dengan kecepatan U pada suatu bidang permukaan solid dipengaruhi oleh tekanan terhadap permukaan solid tersebut yaitu τ .A, dimana τ adalah tegangan geser dan A adalah luas permukaan solid yang dialiri fluida (Fletcher, 2006). Besarnya nilai tegangan geser τ dapat diketahui secara empirik dengan dipengaruhi oleh gradien kecepatan fluida ∂u/∂y, sebagaimana terlihat pada Persamaan (2)

y u ¶ ¶ = m t ………. ... ……..(2)

dimana : τ : Tegangan geser ,N/m2 µ : Viskositas dinamik, kg/m.s u : Kecepatan parsial fluida, m/s

y : Jarak terhadap permukaan solid, m

Nilai viskositas dinamik µ dan konduktivitas panas k dapat mempengaruhi besarnya nilai momentum dan energi, maka dari itu nilai viskositas kinematik ν dan difusivitas panas α juga dapat dihitung dengan Persamaan (3) dan (4)

………(3) dan,

……….(4)

dimana, ν : viskositas kinematik, m2/s ρ : density, kg/m3

k : konduktivitas panas, W/m.K α : difusivitas panas, m2/s

Cp : panas jenis pada tekanan konstan, J/kg.K

Difusivitas α dan viskositas kinematik ν pada fluida jenis gas seperti udara akan meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur, sedangkan

r m = v p C k . r a =

(26)

untuk fluida jenis cair seperti air, viskositas akan menurun secara signifikan dengan peningkatan temperatur namun difusivitas panas akan meningkat secara perlahan (Fletcher, 2006).

Difusivitas masa didefinisikan oleh hukum Fick’s I yang merupakan rasio fluks terhadap perubahan konsentrasi. Hal ini dapat dianalogikan seperti difusivitas panas dalam hukum Fourier’s dan viskositas kinematik dalam hukum Newton. Hubungan nilai difusivitas masa dengan nilai viskositas kinematik pada kondisi tekanan konstan dipengaruhi oleh nilai angka Schmith (Sc) sebagaimana dirumuskan pada Persamaan (5) (Kreith, 1998).

……….(5)

dimana, Di : koefisien difusivitas masa, m2/s Sc : angka Schmith

2. Aliran di sekitar permukaan silinder

Fluida yang mengalir dengan kecepatan seragam jika berbenturan dengan suatu bidang permukaan solid akan mengakibatkan terjadinya perubahan pola aliran sehingga beberapa besaran seperti kecepatan, tekanan, momentum dan energi juga akan terbawa berubah atau berfluktuasi. Perubahan pola aliran fluida yang terjadi akan mengikuti karakteristik bentuk bidang permukaan solid tersebut (Okiishi et al., 2006). Untuk bidang permukaan yang berbentuk silinder, pola aliran fluidanya dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 1.

Fungsi aliran stream ψ di sekitar permukaan silinder dapat ditentukan dengan Persamaan (6)

………(6)

Dan potensial kecepatan ϕ dirumuskan oleh Persamaan (7)

……….(7) dimana : ψ : fungsi aliran stream, m2/s

q y 1 2 sin 2 ÷÷ ø ö çç è æ -= r a Ur q f 1 2 cos 2 ÷÷ ø ö çç è æ + = r a Ur c c i S v S D = = . r m

(27)

ϕ : kecepatan potensial, U : kecepatan fluida seragam,

r : jarak titik aliran terhadap titik pusat silinder,

a : radius atau jari

θ : sudut kemiringan jarak

Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder (Okiishi

Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran terhadap jarak r, sebagaimana dirumuskan oleh Persamaan (8).

Tepat pada permukaan silinder dimana ( fluida di titik jarak r

komponen kecepatan lainnya akan menjadi :

Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)

f 1 = ¶ ¶ = r r vr q 2U sin v s = -0 2 1 + = p ps q f q 1 = ¶ ¶ = r v kecepatan potensial, m2/s

: kecepatan fluida seragam, m/s

: jarak titik aliran terhadap titik pusat silinder, m : radius atau jari-jari silinder, m

: sudut kemiringan jarak r terhadap arah aliran fluida

Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder (Okiishi et al., 2006). Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran

, sebagaimana dirumuskan oleh Persamaan (8).

…..………..(8.a) ……..………(8.b)

rmukaan silinder dimana (r = a), maka nilai kecepatan

r dan fungsi aliran ψ adalah (vr = ψ = 0), sedangkan

komponen kecepatan lainnya akan menjadi :

………..……….(9) Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)

.……….. q q y cos 1 2 2 ÷÷ ø ö çç è æ -= ¶ ¶ r a U q sin

(

q

)

r 2 2 sin 4 1 -U q y sin 1 2 2 ÷÷ ø ö çç è æ + -= ¶ ¶ -= r a U r

terhadap arah aliran fluida

2006). Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran

…..………..(8.a) ……..………(8.b)

), maka nilai kecepatan = 0), sedangkan

………..……….(9) Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)

(28)

dimana, ps : tekanan pada permukaan silinder, N/m2 po : tekanan atmosfer, N/m2

Besaran gaya yang terjadi pada permukaan silinder dipengaruhi oleh faktor tekanan dan gaya gesek. Komponen gaya (Fx dan Fy) tersebut dapat dianalisis dari resultan tegangan geser dan distribusi tekanan yang diintegrasikan terhadap luasan elemen permukaan silinder yang terlintasi aliran fluida (Okiishi et al., 2006), seperti diilustrasikan oleh Gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder tampak atas (Okiishi et al., 2006).

Komponen gaya yang terjadi pada permukaan silinder dituliskan pada Persamaan 11.

……….(11.a)

………(11.b) Besaran gaya yang berpengaruh terhadap objek secara aksial atau horizontal disebut drag yang dinotasikan D, sedangkan besaran gaya yang berpengaruh terhadap objek secara vertikal disebut sebagai lift yang dinotasikan L. Drag dan lift diperoleh dari integral Persamaan 10, yaitu dituliskan pada Persamaan 12.

D ………..(12.a)

L ……….(12.b)

dimana, Re : Reynolds number ρ : densitas fluida, kg/m3 x y

(

p.dA

)

cos

q

(

t

dA

)

sin

q

dFx = + w

(

p

.

dA

)

sin

q

(

t

dA

)

cos

q

dF

y

=

-

+

w

ò

ò

ò

= + = dFx pcos qdA tw sin qdA

ò

ò

ò

= - + = dFy psin qdA tw cos qdA

(29)

U : kecepatan aliran fluida, m/s D : diameter silinder, m

µ : viskositas dinamik, kg/m.s

θ : sudut kemiringan dari searah aliran fluida, deg p : tekanan, Pa

τw : tegangan geser pada dinding, N/m2 b : panjang permukaan silinder, m

dA : perubahan luasan elemen permukaan silinder, m2 dθ : perubahan sudut kemiringan, deg

dFx , dFy : komponen perubahan gaya yang terjadi sepanjang permukaan silinder, N

Selain itu, komponen gaya yang timbul pada permukaan silinder adalah gaya tekan dan gaya gesek. Gaya tekan adalah gaya normal yang tegak lurus terhadap bidang permukaan objek dan dipengaruhi oleh gradient kecepatan fluida dan separasi aliran fluida, sedangkan gaya gesek merupakan gaya yang sejajar bidang permukaan atau dinding objek dan dipengaruhi oleh besaran tegangan geser (Okishii et al., 2006). Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2, kedua gaya tersebut merupakan besaran gaya yang membentuk resultan gaya pada bidang koordinat x dan y, yaitu dinotasikan dengan Persamaan 13.

Gaya normal :

……….(13.a)

Gaya gesek :

……….(13.b)

Sehingga drag dari gaya normal (drag pressure), Dp, dan drag dari gaya gesek (drag friction), Df, dapat dituliskan :

Dp ………..(14.a) Df ………(14.b) dA p N = cos q dA Ff = t sinw q

ò

÷

ò

ø ö ç è æ = = q p q q 0 cos 2 2 cos dA D b p d p

ò

÷

ò

ø ö ç è æ = = p q q t q t 0 sin 2 2 sin dA D b w d w

(30)

fungsi drag friction tegangan geser, namun d

objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir. Nilai koefisien

dengan kecepatan rata Persamaan 15.

………..(1

Dimana, N : gaya normal,

Ff :

Dp :

Df : CD:

3. Ketebalan boundary layer pada boundary layer

Menurut Okiishi

suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Aliran pada

Momentum fluks yang terjadi di dala kecepatan fluida seragam

Persamaan 16 dan Persamaan 1 D A U CD 2 2 1 r = = Q 2 bU r r

drag friction tidak hanya besaran yang dipengaruhi oleh

tegangan geser, namun dalam hal ini juga berorientasi terhadap permukaan objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir.

Nilai koefisien drag pada permukaan silinder berbanding terbalik dengan kecepatan rata-rata dan densitas fluida, sebagaimana ditulisk

………..(1 : gaya normal, N : gaya gesek, N : drag pressure : drag friction : koefisien drag

boundary layer pada permukaan ground dan tegangan geser ry layer

Menurut Okiishi et al. (2006), ketebalan momentum boundary layer suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada

Gambar 3. Aliran pada boundary layer (Okiishi et al., 2006).

Momentum fluks yang terjadi di dalam lapisan layer dengan kecepatan fluida seragam U dan ketebalan Ө, direpresentasikan pada

dan Persamaan 17. ……..………...(1

ò

¥ -0 ) (U u dy u b r

tidak hanya besaran yang dipengaruhi oleh alam hal ini juga berorientasi terhadap permukaan objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir.

pada permukaan silinder berbanding terbalik rata dan densitas fluida, sebagaimana dituliskan pada

………..(15)

dan tegangan geser

boundary layer

suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada

., 2006).

m lapisan layer dengan , direpresentasikan pada

(31)

atau

……….(17) Besarnya nilai tegangan geser pada permukaan ground, secara empirik dapat diturunkan dari persamaan integral momentum untuk aliran boundary layer pada permukaan ground tersebut.

………(18) dimana τw adalah tegangan geser pada permukaan tanah (N/m2), dan dӨ/dx adalah perubahan ketebalan lapisan layer terhadap perubahan jarak yang searah dengan kecepatan udara. Sehingga tegangan geser pada permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya perubahan ketebalan lapisan layer terhadap arah sumbu x. Tegangan geser pada permukaan tanah akan berbanding lurus terhadap peningkatan boundary layer (Okiishi et al., 2006)

4. Fenomena Pemisahan Aliran

Perubahan pola aliran terjadi jika medan aliran fluida terhalang oleh suatu benda, sehingga merubah kondisi stasioner fluida tersebut. Hal ini timbul akibat sifat fluida yang selalu mencari kondisi kesetimbangan baru ketika kondisi stasioner fluida tersebut tergangggu (Anonimous, 2003). Dalam kondisi aliran udara steady yang terhalang oleh sebuah silinder cerobong, akan terbentuk suatu pola aliran baru akibat adanya integral momentum volume udara yang melewati permukaan silinder cerobong. Kecepatan udara seragam yang dihembuskan searah dengan sumbu x pola alirannya akan terpecah atau terpisah pada saat melewati silinder cerobong dikenal dengan istilah creeping flow. Besarnya jarak pemisahan aliran fluida sangat dipengaruhi oleh nilai angka Reynold yang dimiliki aliran tersebut. Ketika terjadi pemisahan aliran, maka terjadi pula pusaran-pusaran lokal fluida yang disebut vortex. Vortex akan terbentuk pada rentang nilai Re tertentu, dimana semakin bertambah nilai Re yang dimiliki aliran fluida maka semakin banyak vortex yang terbentuk. Namun pada nilai Re tertentu juga pasangan vortices yang terbentuk akan tidak stabil sejalan dengan

ò

¥ -= Q 0 ) 1 ( dy U u U u dx d U w Q = r 2 t

(32)

bertambahnya nilai Re

dari pada yang lainnya dan memiliki kekuatan yang sema

pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang kemudian akan terbentuk lagi

Potensi pembentukan sebagaimana diilustrasikan pa

Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser ( akan membentuk

Fenomena terlepasnya istilah vortex shedding

kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Ilustrasi aliran

bagian bawah (Okiishi

Re, sehingga salah satu vortex akan tumbuh lebih besar

dari pada yang lainnya dan memiliki kekuatan yang semakin besar sehingga pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang kemudian akan terbentuk lagi vortex baru (Okishii et al., 2006).

Potensi pembentukan vortex dalam aliran dinamakan sebagai sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4.

(a).

(b).

Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser (shear layer) yang selanjutnya akan membentuk vortex (Okiishi et al., 2006).

Fenomena terlepasnya vortex dari permukaan silinder dikenal dengan

vortex shedding. Bagi fluida yang mengalir di atas permukaan solid

kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada

Gambar 5. Ilustrasi aliran vortex di atas permukaan solid pada silinder bagian bawah (Okiishi et al., 2006).

akan tumbuh lebih besar kin besar sehingga pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang

vorticity,

) yang selanjutnya

dari permukaan silinder dikenal dengan uida yang mengalir di atas permukaan solid kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada

(33)

D. Dispersi Udara

Secara umum tingkat kadar pencemaran udara dominan dipengaruhi oleh faktor kondisi yang terjadi di atmosfer. Parameter meteorologi akan mempengaruhi penyebaran (dispersi), pengenceran (dilusi), perubahan (transformasi) fisik dan kimia dari zat-zat pencemar udara yang diemisikan, serta proses transportasi atau perpindahan dan deposisi basah dan kering yang terjadi. Dalam Soedomo (2001), dijelaskan bahwa kondisi atmosfer sangat dinamik yang secara alami mampu melakukan dispersi, dilusi dan transformasi baik melalui proses fisika maupun kimia serta mekanismekinetik atmosfer terhadap zat-zat pencemar.

Menurut Davis et al. (2004), faktor pengaruh transportasi, dilusi dan dispersi gas polutan umumnya ditentukan oleh karakteristik titik emisi, bahan (material) polutan alam, kondisi meteorologi, dan struktur antropogenik wilayah tercemar. Dispersi pencemar terjadi karena ada tenaga yang membawa pencemar tersebut dari sumbernya ke udara ambien, sedangkan difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.

Menurut Vesilind et al. (1994), dispersi udara merupakan suatu proses pergerakan udara yang terkontaminasi dari sumber emisi (source of emission) menyebar melalui suatu luas area wilayah tertentu untuk mereduksi konsentrasi gas polutan yang terkandung dalam udara terkontaminasi tersebut. Pergerakan atau penyebaran udara terkontaminasi terjadi secara vertikal maupun horizontal.

Proses dispersi dan difusi akan menghasilkan dilusi (pengenceran) zat pencemar dari suatu sumber yang konsentrasinya sangat kental di udara ambien dengan hasil konsentrasi yang lebih rendah. Transformasi zat pencemar di atmosfer merubah zat tersebut menjadi zat lain yang berbeda sifatnya baik secara fisika maupun kimia dan juga kadar toksisitasnya. Proses transformasi yang dimaksudkan disini adalah proses transformasi zat-zat pencemar selama berada di udara yang mengalami perubahan fisik dan kimia yang dipengaruhi oleh difusi molekuler dan turbulen, terdapatnya uap air dan adanya radiasi matahari (Soedomo, 2001).

Pergerakan udara disebabkan oleh adanya radiasi surya dan bentuk permukaan bumi yang tidak rata, dimana daya serap panas permukaan bumi

(34)

terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal ini menimbulkan adanya sistem pergerakan

dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan barometrik (Vesilind et al., 1994).

1. Model Dispersi

Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris yang berdasarkan pada persamaan d

dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran. a. Model Gaussian

Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi Gaussian yang terlihat pada Gambar 6.

untuk point source

konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi normal (Sugiyono, 1995). Dalam model ini penyeb

mengikuti asumsi :

- sumber emisi mengeluarkan material secara kontinu.

- medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal.

- perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara tidak diperhitungkan.

- semua variabel dianggap stasioner.

Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah penyebaran dengan normal (distribusi Gauss) arahGambar 6. Model dispersi Gaussian (Vesilind

terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal ini menimbulkan adanya sistem pergerakan (dynamic sistem). Kemudian, sistem dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan

., 1994).

Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris yang berdasarkan pada persamaan difusi. Persamaan difusi yang dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran.

Model Gaussian

Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi ian yang terlihat pada Gambar 6. Model Extended Gaussian Plume

point source, dibuat berdasarkan kenyataan bahwa distribusi

konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi normal (Sugiyono, 1995). Dalam model ini penyebaran polutan dianggap

sumber emisi mengeluarkan material secara kontinu.

medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal.

perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara tidak diperhitungkan.

variabel dianggap stasioner.

Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah penyebaran dengan normal (distribusi Gauss) arah-y dan arah-z, sedangkan

Ket :

Δh : tinggi kepulan (plume) h : tinggi stack actual H : tinggi stack effective ū : arah sebaran angin

Gambar 6. Model dispersi Gaussian (Vesilind et al.,1994)

terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal ). Kemudian, sistem dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan

Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris ifusi. Persamaan difusi yang dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran.

Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi

Extended Gaussian Plume

, dibuat berdasarkan kenyataan bahwa distribusi konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi aran polutan dianggap

medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal.

perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara

Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah z, sedangkan Δh : tinggi kepulan (plume)

stack actual stack effective sebaran angin

(35)

arah-x didominasi oleh kecepatan angin. Beberapa model Gauss dibangun sesuai dengan macam sumber emisinya, salah satunya adalah persamaan difusi Gauss ganda untuk sumber tunggal kontinyu. Persamaan dasar untuk sumber tunggal kontinyu dalam keadaan steady (Soenarmo, 1999).

ò ò

¥

¥

-= Cudydz

Q ... (19)

kemudian dikembangkan menjadi persamaan Gauss untuk sumber tunggal kontinyu ( Soenarmo, 1999), sebagai :

(

)

(

)

ïþ ï ý ü ïî ï í ì ú ú û ù ê ê ë é ÷÷ ø ö çç è æ + + ÷÷ ø ö çç è æ -ïþ ï ý ü ïî ï í ì ú ú û ù ê ê ë é -= 2 2 2 2 1 . exp 2 1 . exp 2 ) , , ( z z y z y H z H z y u Q z y x C s s s s s p ……..(20)

dimana, C : Konsentrasi Pencemaran udara pada titik (x,y,z), µg/m3 Q : Laju emisi / laju pancaran, g/det

u : Kecepatan angin rata-rata (wind speed), m/det x : Jarak ke arah-x (downwind), m

y : Jarak ke arah-y (crosswind), m z : Jarak ke arah-z (vertikal), m H : Tinggi emisi efektif (h + ∆h), m h : Tinggi cerobong fisik, m

∆h : Penambahan tinggi kepulan (plume rise) oleh pengaruh angin dan kecepatan keluaran / emisi, m

σ y : Koefisien dispersi arah sumbu-y σ z : Koefisien dispersi arah sumbu-z

Notasi C menyatakan konsentrasi parameter kualitas udara di ambien dengan satuan masa per meter kubik (µg/m3). Notasi σ

y dalam literatur adalah konstanta deviasi standar dispersi horizontal dan σ

z untuk konstanta deviasi standar dispersi vertikal yang keduanya dinyatakan dalam satuan meter (m). Notasi u adalah kecepatan angin rata-rata dalam meter per detik (m/det), sedangkan notasi Q menyatakan kecepatan alir gas pada saat keluar dari cerobong yang dinyatakan dalam satuan gram per detik (g/det). Ketika

(36)

pengukuran konsentrasi polutan dilakukan pada ground level yang berarti bahwa z = 0, maka persamaannya menjadi :

ïþ ï ý ü ïî ï í ì ú û ù ê ë é -ïþ ï ý ü ïî ï í ì ú ú û ù ê ê ë é -= 2 2 2 1 . exp 2 1 . exp ) 0 , , ( z y z y H y u Q y x C s s s s p ... (21)

Untuk mengetahui konsentrasi gas polutan di sepanjang garis pusat kepulan (plume centerline), yang berarti bahwa nilai y = 0, maka Persamaan (21) berubah menjadi : ïþ ï ý ü ïî ï í ì ú û ù ê ë é -= 2 2 1 . exp ) 0 , , ( z z y H u Q y x C s s s p ... (22) Terakhir, untuk sumber emisi pada ground level dimana H = 0 ,maka Persamaan (22) menjadi : z y u Q x C s s p = ) 0 , 0 , ( ... (23) Persamaan ini digunakan untuk tingkat dasar (ground level), yang mana konsentrasi garis pusat (center line concentration) dari sumber titik berada pada tingkat dasar.

Penentuan laju emisi Q untuk sumber tunggal kontinyu diperoleh dari data langsung yang diperoleh dari pengukuran emisi di lubang keluaran (stack) atau dihitung dari kapasitas produksi berdasarkan prosesnya. Sedangkan penentuan kecepatan udara rata-rata (wind speed) adalah dengan analisis mawar angin (wind rose), yaitu didasarkan pada perhitungan arah angin dominan dan kecepatan angin rata-rata pada arah dominan. Perhitungan koefisien dispersi diperoleh dari suatu formula yang menunjukkan hubungan antara koefisien dispersi dengan koefisien stabilitas atmosfer sebagai fungsi jarak x, y, dan z. Koefisien stabilitas atmosfer diperoleh dari pengukuran stabilitas atmosfer (empiris). Faktor yang menjadi indikasi stabilitas atmosfer antara lain lapse rate (penurunan temperatur udara terhadap ketinggian atmosfer) atau profil temperatur udara, profil arah dan kecepatan angin (Soenarmo,1999).

Albert H. Holland mengembangkan perhitungan tinggi kepulan (plume), yaitu bahwa tinggi kepulan akan menurun dengan bertambahnya

(37)

kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding terbalik dengan kecepatan angin (Davis

memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24

ê ê ë é ç ç è æ + = D u d v h s 1.5 2.68

dimana : vs : kecepatan gas keluar d : diameter atas

u : kecepatan angin rata

: Tekanan atmosfer,

Ts : temper

Ta : temperatur udara atmosfer (ambien),

Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang stabil (kelas A atau B) m

1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24 dikalikan 0,85.

b. Model Eulerian

Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan dengan sifat-sifat fisik fluida terse

dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik dalam ruang (Okiishi

dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu. Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi, se

sebagai fungsi terhadap waktu. c. Model Lagrangian

kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding terbalik dengan kecepatan angin (Davis et al., 2004). Dengan memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24):

ú ú û ù ÷ ÷ ø ö ÷÷ ø ö çç è æ -´ -d T T T P s a s ) ( 10 68 2 ...

: kecepatan gas keluar stack, m/det : diameter atas stack, m

: kecepatan angin rata-rata, m/det : Tekanan atmosfer, kPa

: temperatur gas keluar stack, oK

: temperatur udara atmosfer (ambien),

o K

Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang stabil (kelas A atau B) maka hasil tersebut di atas (Persamaan 24) dikalikan 1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24

Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan sifat fisik fluida tersebut seperti temperatur, tekanan, densitas dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik dalam ruang (Okiishi et al., 2006). Menurut Finlayson dan Pitts (1986), dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu. Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi, sehingga menyebabkan konsentrasi berubah sebagai fungsi terhadap waktu.

Model Lagrangian

kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding ., 2004). Dengan memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka

... (24)

Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang aka hasil tersebut di atas (Persamaan 24) dikalikan 1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24

Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan but seperti temperatur, tekanan, densitas dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik s (1986), dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu. Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi hingga menyebabkan konsentrasi berubah

Gambar

Tabel 1. Standard kualitas udara ambien.
Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder  tampak atas (Okiishi et al., 2006)
Gambar 6. Model dispersi Gaussian (Vesilind et al.,1994)
Gambar  7.  Ilustrasi  pengambilan  data  temperatur  aliran  fluida  pada  lagrangian dan eulerian (Okiishi
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Jadi jalur terpendek menurut Algoritma Branch and Bound dari kantor Pemadam Kebakaran Kota Yogyakarta sampai Kecamatan Umbulharjo menurut branch and bound gambar

Pasir Vulkanik Gunung Kelud mempunyai daya serap air awal yang tinggi dan kemudian menolak seiring waktu hingga mudah terjadi bledding , jika dengan adanya

Pengaruh Manajemen Laba (Eamings Management) Terhadap Kinerja Operasi dan Return Saham di Sekitar IPO: Studi terhadap Perusahaan yang Listing di Bursa Efek

NO Nama Sekolah N/S Kab/Kota NPSN NO PESERTA US Nama Siswa L/P NIS NISN Tempat Lahir Tgl Lahir

Forbo Siegling sangat menyarankan Anda untuk tidak mengencangkan belt lebih dari dua tahap, sebaliknya perilaku elo- ngasi beban poros pada bahan ketegang- an dapat berubah. F Ws =

(3) Pembebasan sementana dari tugas-tugas jabatan fungsional Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Keputusan Menteri Negana Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan

Pemberian aerasi juga mampu menurunkan kadar BOD dan COD ( Chemical Oxygen.. Demand ) pada proses degradasi sampah (Syafrudin et al. Teknologi biodrying ini sangat

KONTRIBUSI MASASE TERHADAP PENURUNAN DENYUT NADI ISTIRAHAT MEMBER FITNES CENTER URBAN GYM.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu