ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT PASIEN SYSTEMIC LUPUS
ERITHEMATOSUS DI RSUP SANGLAH
Latar belakang. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun multisistem kronik dengan spektrum manifestasi yang luas. Anemia merupakan salah satu manifestasi hematologi dasri SLE yang terjadi seringkali karena supresi eritropoiesis oleh adanya inflamasi kronis. Keparahan anemia sering kali merefleksikan kondisi yang mendasarinya, termasuk SLE. Semakin rendah kadar hemoglobin (Hb), biasanya semakin berat suatu penyakit yang mendasarinya. Tujuan. Untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara kadar Hb dengan tingkat keparahan penyakit SLE.
Metode. Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian adalah pasien SLE yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar. Observasi dilakukan pada rekam medis pasien SLE dari bulan Januari-Desember 2014. Variabel bebas adalah tingkat keparahan penyakit SLE dan variabel tergantung adalah kadar Hb. Analisis stasistik dilakukan dengan uji chi square.
Hasil. Empat puluh satu pasien berusia 17-74 tahun dengan rerata 33.46±11.61 tahun diikutsertakan dalam penelitian ini. Kebanyakan pasien SLE adalah perempuan (92,70%). Kadar Hb berkisar antara 3.00-16.10 g/dl dengan rerata 10.09±2.92 g/dl. Kadar Hb rendah terjadi pada 29 subjek (70.70%), 9 (31.00%) pada penyakit yang ringan dan 20 (69.00%) pada penyakit yang berat. Hubungan antara kadar Hb dengan tingkat keparahan penyakit SLE bermakna secara statistik (p<0.05).
Kesimpulan. Kadar Hb berhubungan secara bermakna dengan tingkat keparahan penyakit pada pasien dengan SLE di RSUP Sanglah.
Kata kunci. Kadar hemoglobin, tingkat keparahan penyakit, Systemic Lupus Erythematosus
ABSTRACT
THE ASSOCIATION BETWEEN HEMOGLOBIN LEVEL WITH DISEASE SEVERITY IN PATIENTS WITH SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS
IN SANGLAH GENERAL HOSPITAL
Background. Systemic lupus erythematosus (SLE) is a chronic multisystem autoimmune disease with a wide spectrum of manifestations. Anemia was one of the hematologic manifestations of SLE that occurred frequently due to suppression of erythropoiesis by the presence of chronic inflammation. Severity of anemia often reflected an underlying condition, including SLE. The lower levels of hemoglobin (Hb), usually related to more severe underlying disease.
Objective. To determine the association between Hb level with disease severity in patients with SLE.
Methods. This study was an observational analytic study with case studies of cross-sectional study. The sample were SLE patients who treated in Sanglah General Hospital. We observed medical records SLE patients in the period of January-December 2014. The independent variable was severity of SLE and dependent variable was hemoglobin level. Statistic analysis used chi square. Results. Forty one patients aged 17-74 y.o, mean 33.46±11.61 y.o were included in this study. Majority of SLE patients were woman (92.70%). Hb level was ranging from 3.00-16.10 g/dl, mean 10.09±2.92 g/dl. Low Hb level was occurred in 29 subjects (70.70%), 9 (31.00%) in mild disease and 20 (69.00%) in severe disease respectively. The association between Hb level with severity of SLE was statistically significant (p<0.05).
Conclusions. Hb level was significantly related to disease severity in patients with SLE in Sanglah General Hospital.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 4
2.2 Epidemiologi SLE ... 4
2.3 Etiologi dan Patogenesis SLE ... 5
2.3.1 Faktor Genetik ... 5
2.3.2 Faktor Lingkungan ... 6
2.3.3 Faktor Hormonal ... 6
2.3.4 Patogenesis ... 6
2.4 Diagnosis SLE ... 7
2.5 Tingkat Keparahan Penyakit SLE ... 9
2.6 Penilaian Aktivitas Penyakit SLE ... 10
2.7 Anemia Sebagai Manifestasi Hematologi SLE ... 12
2.7.1 Definisi Anemia ... 12
2.7.2 Kriteria dan Derajat Anemia ... 13
2.7.3 Anemia pada SLE ... 14
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 17
3.1 Kerangka Berpikir ... 17
3.2 Kerangka Konsep ... 18
3.3 Hipotesis Penelitian ... 19
BAB IV METODE PENELITIAN ... 20
4.1 Jenis Rancangan Penelitian ... 20
4.2 Subjek Penelitian ... 20 4.2.1 Populasi ... 20 4.2.2 Sampel ... 20 4.2.3 Besar sampel ... 21 4.2.4 Pengambilan sampel ... 21 4.3 Variabel Penelitian ... 21 4.3.1 Klasifikasi variabel ... 21
4.3.2 Definisi operasional variabel ... 22
4.4 Instrumen Penelitian ... 22
4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23
4.6 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data ... 23
4.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data ... 23
4.7.1 Pengolahan Data ... 23
4.7.2 Analisis Data ... 24
BAB V HASIL ... 25
5.1 Seleksi Subjek Penelitian ... 25
5.2 Karakteristik Subjek Penelitian ... 25
5.3 Karakteristik Tingkat Keparahan Penyakit SLE Berdasarkan Kriteria Perhimpunan Reumatologi Indonesia ... 26
5.4 Karakteristik Kdar Hemoglobin dan Hubungannya dengan Tingkat Keparahan Penyakit SLE ... 27
BAB VI PEMBAHASAN ... 29
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 32
7.1 Simpulan ... 34
7.2 Saran ... 34
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Systemic Lupus Erythematosus ... 7 Tabel 2.2 Skor Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (SLEDAI)
... 11 Tabel 2.3 Kriteria Anemia ... 13 Tabel 2.4 Derajat Anemia ... 14 Tabel 5.1 Gangguan Fungsi Organ atau Manifestasi Klinis yang Terjada pada
Penderita SLE dengan Tingkat Keparahan Penyakit Berat ... 27 Tabel 5.2 Hubungan Kadar Hb dengan Tingkat Keparahan Penyakit SLE ... 28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 18
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 18
Gambar 5.1 Seleksi Subjek Penelitian ... 25
Gambar 5.2 Prevalensi Penderita SLE Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26
Gambar 5.3 Distribusi Penderita SLE Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit ... 26
DAFTAR SINGKATAN
ADB : Anemia Defisiensi Besi
ACD : Anemia of Chronic Disease
ACR : American College of Rheumatology
AHA : Anemia Hemolitik Autoimun
ANA : Antibody antinuclear
APC : Antigen Presenting Cell
BILAG : British Isles Lupus Assessment Group
CBC : Complete Blood Count
CR : Complement Receptor
CVA : Cerebrovascular Accident
EKG : Elektrokardiogram
EPO : Eritropoietin
Fc : Fragmen crystallizable
Hb : Hemoglobin
HLA : Human Leukocyte Antigen
IL-6 : Interleukin-6
MAHA : Microangiopathic hemolytic anemia
MEX-SLEDAI : Mexican Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index MHC : Major Histocompatibility Complex
NK : Natural Killer
NSAID : Non-Steroidal Anti Inflammatory Drug PRCA : Pure red cell aplasia
PRL : Prolaktin
SLAM : Systemic Lupus Activity Measures
SLE : Systemic Lupus Erythematosus
SLEDAI : Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index TNF- : Tumor Necrosis Factor-
UV : Ultraviolet
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Daftar Observasi Penelitian ... 38 Lampiran 2. Hasil Penelitian ... 40 Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian ... 42
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun multisistem kronik dengan spektrum manifestasi yang luas mulai dari keterlibatan kutaneus minor sampai dengan kerusakan organ yang berat (Jakes dkk, 2012). Penyakit ini telah menjadi salah satu penyakit reumatik utama di dunia. Prevalensi SLE sangat bervariasi di berbagai negara (Isbagio dkk, 2009). Di Amerika Serikat, SLE angka kejadian SLE sebesar 51 per 100.000 populasi. Insiden SLE di Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Eropa berkisar antara 2 sampai dengan 8 per 100.000 per tahun (Bertsias dkk, 2012). Predominansi SLE lebih menonjol pada perempuan di usia reproduktif (15-40 tahun). Juga mengenai semua ras walau lebih banyak terlihat pada perempuan di Asia, atau mereka yang berkulit hitam di Amerika.
Menurut Perhimpunan Reumatologi Indonesia, belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien SLE atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010-2013.
Pengenalan dini akan kemungkinan seseorang terkena penyakit ini sangatlah penting, mengingat angka kematian dapat terjadi dengan cepat terkait aktivitas penyakitnya di tahun-tahun pertama (Matsumoto, 2013). SLE memiliki profil klinis yang sangat heterogen (Gaubitz, 2006; Mosca dan Bombardieri,
2006; Skare dkk, 2015). Manifestasi yang beragam ini, seringkali tidak disadari oleh profesional medik yang menghadapi pasien tersebut. Tidak jarang, pasien justru didiagnosis berdasarkan manifestasi yang dominan terlihat seperti anemia, glomerulonefritis, dermatitis acneiform, dan sebagainya.
Etiopatologi dari SLE belum diketahui secara pasti. Diduga melibatkan interaksi yang kompleks dan multifaktorial antara variabel genetik, imunologik, hormonal, dan faktor lingkungan (Danchenko, 2006; Fernando dan Isenberg, 2005; Isbagio dkk, 2009). Adanya gangguan dalam mekanisme pengaturan imun seperti gangguan pembersihan sel-sel apoptosis dan kompleks imun merupakan kontributor yang penting dalam perkembangan penyakit ini (Isbagio dkk, 2009).
Manifestasi hematologi (abnormalitas pada pembentukan elemen darah, faktor-faktor pembekuan dan fibrinolitik dan sistem yang terkait) pada SLE bervariasi dan sering tampak sebagai manifestasi tunggal dari penyakit (Sasidharan dkk, 2013). Manifestasi hematologi yang sering terjadi pada penderita SLE adalah anemia, leukopenia, trombositopenia, dan sindrom antibodi antifosfolipid (Bashal, 2013; Jifanti dan Mappiasse, 2010; Jose, 2011; Samohvalov dkk, 2012; Sasidharan dkk, 2013). Menurut Rouf dkk (2014), manifestasi hematologi terjadi pada 87,5% pasien SLE di Bangladesh. Kelainan hematologi juga dilaporkan terjadi pada 82,7% pasien SLE pada suatu studi di Saudi Arabia (Bashal, 2013).
Anemia merupakan salah satu manifestasi hematologi dari SLE, dan biasanya normokromik normositer (Harrison dkk, 2012). Patogenesisnya meliputi anemia on chronic disease (ACD), hemolisis (autoimun atau mikroangiopatik) yang merusak eritrosit, kehilangan darah (blood loss) karena penggunaan
kortikosteroid atau menoragia, insufisiensi ginjal, medikasi, infeksi, splenomegali, myelodisplasia, myelofibrosis, dan anemia aplastik. Penyebab yang sering adalah supresi eritropoiesis oleh adanya inflamasi kronis (Bertsias dkk, 2012).
Anemia pada SLE tidak begitu banyak mendapat perhatian bagi kalangan peneliti. Dilihat dari sedikitnya studi mengenai SLE yang berhubungan dengan anemia. Padahal anemia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap buruknya prognosis SLE (mortalitas dalam 10 tahun 50%), disamping juga karena tingginya kadar serum kreatinin, hipertensi, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan hipokomplementemia (Harrison dkk, 2012). Keparahan anemia sering kali merefleksikan kondisi yang mendasarinya, termasuk SLE. Semakin rendah kadar hemoglobin (Hb), biasanya semakin berat suatu penyakit yang mendasarinya.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
a. Apakah kadar Hb berhubungan dengan tingkat keparah penyakit SLE pada pasien di RSUP Sanglah?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui adanya hubungan antara kadar Hb dengan tingkat keparahan penyakit pada pasien SLE di RSUP Sanglah.
1.4. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai hubungan antara kadar Hb dengan tingkat keparahan penyakit SLE pada pasien SLE di RSUP Sanglah.