• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN OBSERVASI STUDENT DIVERSITY

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

TUNAGRAHITA

SLB TUNAS KASIH 1 LEUWILIANG

KABUPATEN BOGOR

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah :

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Dosen :

Dr. Hj. Rita Retnowati, M.S.

Disusun oleh :

Ajiz Sulaeman

072125020

Siti Khodijah

072125046

Siti Rukiyah

072125047

Titin Sumanti

072125050

UNIVERSITAS PAKUAN

PROGRAM PASCA SARJANA

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN

BOGOR

(2)

Para pendidik di SLB lebih menghargai dan

mengamati setiap perubahan kecil yang

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat menganggap anak berkelainan adalah insan yang tidak mampu apa-apa dan tidak berguna sehingga keberadaan mereka tidak menguntungkan, bahkan kalau perlu dihilangkan dengan berbagai cara hingga sampai dibunuh. Tetapi kemudian pandangan masyarakat berubah mereka mengnggap anak berkelainan perlu dilindungi dan dikasihani, mereka mempunyai hak untuk hidup dan memperoleh pelayanan pendidikan sebagaimana anggota masyarakat lainnya.

Tidak hanya anak normal yang membutuhkan pendidikan, akan tetapi anak berkelainan atau anak luar biasa juga perlu memperoleh pelayanan pendidikan yang disesuaikan. Anak luar biasa merupakan anak yang tingkat perkembangannya menyimpang dari tingkat perkembangan anak sebayanya dalam aspek fisik, mental, sosial dan emosional. Anak tunagrahita termasuk pada jenis anak luar biasa. Anak-anak dengan hambatan kecerdasan seperti tunagrahita mempunyai masalah perilaku yang berhubungan dengan hambatan proses sensori (penginderaan).

Masalah ketidakmampuan memusatkan perhatian adalah akibat lain dari proses sensorimotor yang berlebihan.

(4)

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah:

1. Memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Psikologi Pendidikan pada

program Pasca Sarjana Jurusan Administrasi Pendidikan Universitas Pakuan.

2. Memperoleh pengetahuan tentang karakteristik dan masalah-masalah yang

dihadapi oleh anak tunagrahita

(5)

BAB II

PEMBAHASAN TEORITIS

A. Landasan Teori

Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan kecerdasan dan kekurangmatangan aspek mental lainnya dan sosialnya sedemikian rupa, yang terjadi selama masa perkembangan, sehingga untuk mencapai perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan dan pengajaran dengan program khusus. Individu yang terbelakang mental (ringan, sedang, berat) secara perlahan-lahan diganti dengan istilah hambatan perkembangan yang kemudian dideskripsikan sebagai keterbatasan yang substansial pada fungsi-fungsi yang dicirikan dengan fungsi-fungsi intelektual yang berada di bawah rata-rata, keterbatasan pada dua atau lebih kemampuan penggunaan perilaku adaptif dalam berkomunikasi, merawat diri, bermasyarakat, pengendalian diri, dan sebagainya.

Adapun beberapa karakteristik anak tunagrahita yang dapat dilihat dari segi : karakteristik mental, karakteristik fisik, karakteristik sosial-emosi, karakteristik akademis, dan karakteristik pekerjaan. Dari berbagai variabilitas karakteristik anak terbelakang, baik dilihat dari segi kualitatif maupun kuantitatifnya ternyata mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam kehidupan mereka. Kemungkinan masalah-masalah yang dihadapi oleh anak tunagrahita, yaitu: kesulitan dalam kehidupan sehari-hari bagi yang tingkat sedang dan berat, keterbatasan kemampuan berpikirnya atau kesulitan belajar, mengalami hambatan dalam sosialisasi dengan teman sebayanya atau penyesuaian diri, penempatan kerja, gangguan kepribadian dan emosi, dan anak tidak pernah memanfaatkan waktu luang dengan baik.

(6)

B. Hakikat Anak Tunagrahita a. Definisi Anak Tunagrhita

Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata-rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi. Menurut Efendi anak tunagrahita adalah “anak yang mengalami taraf kecerdasan yang rendah sehingga untuk meniti tugas perkembangan ia sangat membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara khusus”. Definisi lain yang diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan oleh Grossman yang secara resmi digunakan AAMD (American Association of Mental Deficiency) yaitu ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung pada masa perkembangan.

Menurut Hj.T.Sutjihati Somantri, anak tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan, sehingga tidak mencapai perkembangan yang optimal. Sedangkan menurut Bratanata, seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika anak tuna grahita memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.

(7)

b. Karakteristik Anak Tunagrahita

Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa karakteristik anak tunagrahita yaitu penampilan fisik tidak seimbang, tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan usianya, perkembangan bicara/bahasanya terhambat, kurang perhatian pada lingkungan, koordinasi gerakannya kurang dan sering mengeluarkan ludah tanpa sadar. Selain itu ada beberapa pendapat dari orang ahli dari seluruh dunia, yaitu:

1. James D. Page yang dikutip oleh Suhaeri H.N (Amin: 1995) menguraikan karakteristik anak tunagrahita sebagai berikut:

a. Kecerdasan. Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara membeo (rote-learning) bukan dengan pengertian.

b. Sosial. Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri. Ketika masih kanak-kanak mereka harus dibantu terus menerus, disingkirkan dari bahaya, dan diawasi waktu bermain dengan anak lain.

c. Fungsi-fungsi mental lain. Mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, pelupa dan sukar mengungkapkan kembali suatu ingatan. Mereka menghindari berpikir, kurang mampu membuat asosiasi dan sukar membuat kreasi baru.

d. Dorongan dan emosi. Perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing. Kehidupan emosinya lemah, mereka jarang menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial. e. Organisme. Struktur dan fungsi organisme pada anak tunagrahita

umumnya kurang dari anak normal. Dapat berjalan dan berbicara diusia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah, bahkan di antaranya banyak yang mengalami cacat bicara.

(8)

2. Menurut The American Association on Mental Deficiency

(AAMD, 1983):

Bahwa seseorang anak dikategorikan tunagrahita apabila memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

(1) fungsi intelektual umum (kecerdasannya) di bawah rata-rata secara sigifican (jelas, nyata), ditafsirkan mempunyai tingkat kecerdasan (IQ) 70 atau di bawahnya,

(2) mengalami hambatan dalam daptasi tingkah laku sesuai tuntutan budaya dimana ia tiinggal, dan

(3) terjadinya selama periode perkembangan mental, yaitu sampai usia kronologis 18 tahun. Dengan demikian, jika anak itu tidak memiliki ketiga karakteristik tersebut atau hanya kurang sedikit dari anak lain yang normal, maka tidak termasuk tunagrahita.

3. Menurut AAMR (1992):

Tunagrahita merujuk kepada fungsi intelektual umum yang berada di bawah rata-rata secara signifikan (merujuk kepada hasil tes inteligensi individu, berarti skor IQ dua standard deviasi atau lebih di bawah rata-rata) yang berkaitan dengan hambatan dalam perilaku adaptif (merujuk kepada: derajat dimana terpenuhi standard individu dari independensi personal dan respansibilitas sosial yang diharapkan dari umur dan kelompok budaya, atau merujuk kepada 10 keterampilan adaptif, yaitu: komunikasi, merawat diri, kehidupan keseharian, keterampilan sosial, penggunaan komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, waktu luang, dan karya) yang terjadi selama periode perkembangan (dari lahir sampai usia 18 atau 22 tahun).

(9)

c. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Ada beberapa klasifikasi anak Tunagrahita yang di ukur melalui IQ:

1. Tunagrahita Ringan (IQ 51-70)

Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis, berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun. Karena itu anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra.

2. Tunagrahita Sedang (IQ 36-51)

Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun mampu diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.

3. Tunagrahita Berat (IQ dibawah 20)

Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dair bahaya. Asumsi anak tunagrahita sama dengan anak Idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong dalam tungrahita berat.

(10)

d. Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:

1. Kelas Transisi

Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.

2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.

3. Pendidikan terpadu

Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu

(11)

adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).

4. Program sekolah di rumah

Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.

5. Pendidikan inklusif

Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for

All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah

reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan

6. Panti (Griya) Rehabilitasi

Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan,

(12)

pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal : a. Pengenalan diri

b. Sensorimotor dan persepsi

c. Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)

d. Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi e. Bina diri dan kemampuan sosial

C. Pendidikan Anak Tunagrahita di indonesia

Di Indonesia perkembangan pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus dimulai sebelum masa kemerdekaan yaitu dengan berdirinya, untuk pertama kali, Lembaga Penyandang Cacat Tunanetra di Bandung pada tahun 1901. Pada 1927 dibuka sekolah bagi anak tunagrahita di kota yang sama dan pada saat yang hampir bersamaan didirikan sekolah khusus bagi anak tunarungu pada 1930 di Bandung juga.

Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-undangkan yang pertama mengenai pendidikan khusus. Mengenai anak- anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental, undang–undang itu menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan (pasal 6 ayat 2) dan untuk itu anak-anak tersebut (pasal 8) yang mengatakan semua anak-anak yang sudah berumur 6 tahun dan 8 tahun berhak dan diwajibkan belajar disekolah sedikitnya 6 tahun dengan ini berlakunya undang-undang tersebut maka sekolah-sekolah baru yang khusus bagi anak-anak penyandang cacat.

Kemudian pada tahun 2003 pemerintah mengeluarkan undang- undang no 20 tentang system pendidikan nasional (UUSPN). Dalam undang-undang tersebut dikemukakan hal-hal yang erat hubungan dengan pendidikan bagi

(13)

anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus, beberapa diantaranya sebagai berikut :

1. Bab IV (pasal 5 ayat 1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik,emosionl,mental,intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

2. Bab V bagian 11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1) Pendidikan khusus bagi peserta yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional,mental,sosial atau memiliki potensi kecerdasan.

Dan untuk anak tunagrahita, di indonesia telah ada berbagai layanan pendidikan yang disediakan agar anak tunagrahita bisa mendapatkan pendidikan seperti halnya anak pada umumnya. Ada berbagai macam layanan pendidikan bagi anak tunagrahita saat ini, contohnya SLB C, sekolah inklusif dan masih banyak lagi. Di Indonesia pendidikan yang inklusif atau menuju inklusif pun terus digencarkan, setidaknya mulai 2001 pendidikan inklusi telah menjadi program Direktorat Pendidikan Luar Biasa yang bertugas untuk mengatur pelaksanaan pendidikan luar biasa tidak hanya di SLB namun juga di sekolah-sekolah reguler, termasuk salah satunya adalah membekali para guru di semua sekolah reguler dengan pengetahuan dan keterampilan layanan bagi anak berkebutuhan khusus. Beberapa sekolah pun baik itu SD, SMP, dan SMA reguler telah ditunjuk menjadi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Walaupun memang dalam pelaksanaannya masih terdapat hambatan.

(14)

BAB III

PEMBAHASAN HASIL OBSERVASI

A. PROFIL SEKOLAH

Penyelenggara : Yayasan Tunas Kasih

Alamat Sekretariat : Jl. Raya Karehkel No. 9 Leuwiliang Kabupaten Bogor 16640

Akta Notaris : Nomor 01 Tanggal 2 Mei 1988 Nama Sekolah : Sekolah Luar Biasa Tunas Kasih 1 Jenjang : 1. TK Luar Biasa

2. SD Luar Biasa

3. SMP Luar Biasa 4. SMA Luar Biasa Didirikan pada : 2 Mei 1988

Alamat : Jl. Raya Karehkel No. 9 Leuwiliang Kabupaten Bogor 16640

Fasilitas Sekolah

Status Gedung dan Tanah : Milik Sendiri (Yayasan) Jumlah Ruang Belajar : 13

Luas Ruang Belajar : 9 x 10 M Jumlah Ruang Kantor : 1

Jumlah Ruang Guru : 1 Waktu Belajar : Pagi

DATA SUMBER DAYA MANUSIA Jumlah Guru : 9 Jumlah Petugas TU : 1

(15)

KEADAAN SISWA

Terdapat 42 anak didik dengan klasifikasi : Anak Tunanetra : 9 Orang anak Anak Tunarungu : 12 Orang anak Anak Tunagrahita Ringan : 10 Orang anak Anak Tunagrahita Sedang : 1 Orang anak Anak Tunadaksa : 5 Orang anak Anak Tunalaras : 5 Orang anak Anak Autis : 2 Orang anak

B. OBSERVER

Kelompok observer yang merupakan mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Pakuan Jurusan Administrasi Pendidikan Semester 1 :

1. Ajiz Sulaeman NPM. 072125020 2. Siti Khodijah NPM. 072125046 3. Siti Rukiyah NPM. 072125047 4. Titin Sumanti NPM. 072125050 C. WAKTU OBSERVASI 1. Hari : Kamis 2. Tanggal : 15 Oktober 2015 D. HASIL OBSERVASI

Melalui kegiatan kunjungan ke Sekolah Luar Biasa Tunas Kasih 1 Leuwiliang Kabupaten Bogor, observer memilih mengangkat tema penanganan pada anak tunagrahita. Hal ini dilatarbelakangi adanya kasus yang sama pada sekolah observer. Sehingga melalui kegiatan kunjungan ke SLB para observer memiliki pemahaman tentang pengetahuan penanganan pada anak berkebutuhan khusus tuna grahita.

Pada saat observer berkunjung ke SLB Tunas Kasih pada hari Kamis, kegiatan pembelajaran yang berlangsung pembelajaran kesenian dan latihan pramuka atau baris berbaris. Secara umum semua anak tunagrahita mampu mengikuti kegiatan latihan kesenian dan baris berbaris.

(16)

Catatan hasil wawancara dengan Guru SLB Tunas Kasih 1

1. Pembelajaran anak tunagrahita cepat bosan. Guru ditutut menampilkan strategi yang dapat merangsang anak tunagrahita untuk mau belajar dan aktif dalam kegiatan belajar.

2. Pembelajaran tidak difokuskan pada kemampuan intelektual akademik tapi lebih pada keterampilan praktis seperti kebiasaan kebutuhan pribadi. 3. Fokus penanganan adalah program bina diri.

4. Saat masuk ke SLB dilakukan assesment terlebih dahulu sebagai pemeriksaan awal terkait kondisi anak dan pengklasifikasian kemampuan dan kondisi anak.

5. Rasio guru tunagrahita sedang 1:2.

6. Anak ABK cenderung tidak mau libur karena lebih nyaman dengan lingkungan sekolah.

7. Walaupun anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam hal intelektual, tapi memiliki mempunyai keistimewaan yang cenderung tidak dilakukan anak normal. Misalnya anak tunagrahita setia mengurus orang tua yang sakit pada masa tuanya.

8. Dua orang anak tunagrahita sudah di kelas 3 SMA dan hanya satu tahun sekali ditengok oleh orang tuanya karena dianggap hal yang memalukan keluarga.

9. Dalam kekurangan yang dimiliki anak cenderung sudah mandiri dan sopan terhadap setiap yang datang berkunjung ke SLB.

(17)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Hakikat dari anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.

Ada berbagai macam layanan yang dapat diberikan bagi anak tunagrahita, diantaranya yaitu:

1. Kelas Transisi

2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1) 3. Pendidikan Terpadu

4. Program sekolah di rumah 5. Pendidikan Inklusif 6. Panti (Griya) Rehabilitasi

Di indonesia pendidikan khusus yang ditujukan bagi anak tunagrahita sudah banyak tersedia di berbagai tempat. Terutama sekolah-sekolah inklusif yang mulai digencarkan mulai tahun 2001 dan saat ini telah dilakukan di seluruh Indonesia.

Pembelajaran tunagrahita tidak menekankan pada kualitas akademik, namun lebih pada keterampilan bina diri sebagai upaya menanam kemandirian sebagai bekal kehidupan pribadi maupun kemampuan sosialisasi di lingkungannya.

(18)

B. Saran

Masyarakat sebaiknya diberi penyuluhan mengenai sekolah inklusif dan program layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, sehingga orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dapat dapat memberikan anaknya terapi. Jadi anak yang memerlukan pendidikan khusus seperti anak tunagrahita dapat mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak pada umumnya.

Pengetahuan tentang anak tunagrahita dapat dilakukan dalam sosialisasi di lingkungan masyarakat sehingga anak tunagrahita tidak terancam dalam

(19)
(20)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengaruh Harga Pokok Produksi dan Harga Jual CPO dan PKO Terhadap Volume Penjualan Pada PTPN IV (Persero) Medan Variable independen adalah harga pokok produksi; Variabel

Proses pendidikan nilai berbasis catur gatra melalui mata pelajaran. kewirausahaan di SMK SPP Tanjungsari secara implisit lebih

Hal ini dilihat berdasarkan hasil penurunan tanahnya sebesar 0,0226 m dengan daya dukung ultimate sebesar 2476,283 kN, dengan jumlah tiang sebanyak 215 tiang dan estimasi biaya

(2012) Teaching writing skills based on a genre approach to L2 primary.. school students: An

[r]

Astaxanthin, tepung wortel dan spirulina merupakan sumber beta karoten alami yang dapat meningkatkan kualitas dan kecerahan warna pada ikan hias.. Sejauh ini belum

Setelah melakukan serangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan hingga interpretasi data di lapangan, studi ini mengajukan beberapa temuan berkaitan dengan