• Tidak ada hasil yang ditemukan

URGENSI PROGRAM LEGISLASI DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI KOTA MAKASSAR. Muhammad Askari Utomo ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "URGENSI PROGRAM LEGISLASI DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI KOTA MAKASSAR. Muhammad Askari Utomo ABSTRACT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

URGENSI PROGRAM LEGISLASI DAERAH

DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

DI KOTA MAKASSAR

Muhammad Askari Utomo

ABSTRACT

The local legislation program (Prolegda) is an important part in local regulation

estabilishment. This program will be a guide for locale government and local

representative to make a priority scale of locale legislation enactment. Without Prolegda,

there are judicially problem in this program because there are no clarity about mechanism

of local regulation and priority scale.

ABSTRAK

Program legislasi daerah (Prolegda) merupakan bagian penting dalam proses

pembentukan Peraturan Daerah. Program ini akan menjadi pedoman bagi pemerintah

lokal dan DPRD untuk membuat skala prioritas dalam pembentukan Perda. Tanpa

Prolegda ada masalah secara hukum dalam program ini karena tidak ada kejelasan

mekanisme penyusunan perda dan skala prioritas yang harus didahulukan

Kata Kunci : Prolegda, Peraturan Daerah

PENDAHULUAN

Peraturan daerah sebagai bagian dari proses legislasi daerah merupakan peraturan

perundang-undangan dalam sistem hukum nasional yang dibentuk oleh Pemerintah

Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, tugas pembantuan dan

menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi. Mengingat peranan Peraturan Daerah yang demikian

penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyusunannya perlu

diprogramkan, agar berbagai perangkat hukum yang diperlukan dalam rangka

penyelenggarakan otonomi daerah dapat dibentuk secara sistematis, terarah dan terencana

berdasarkan skala prioritas yang jelas.

Peraturan Daerah harus direncanakan sebaik-baiknya. Hamzah Halim (2009)

mengemukakan bahwa Perda yang baik dapat terwujud apabila didukung oleh standard

dan metode yang tepat, sehingga memenuhi teknis pembentukan peraturan

perundang-undangan sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Lebih lanjut, Hamzah Halim mengemukakan Tahapan pembentukan Perda

dimulai dengan Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang bertujuan mendesain Perda

secara berencana, bertahap, terarah dan terpadu.

Melalui pembentukan Perda yang berencana, aspiratif dan berkualitas dalam

membentuk Prolegda, maka dapat diharapkan Perda akan menjadi penggerak utama bagi

perubahan mendasar yang diperlukan daerah (Djajaatmaja, 2006).

Dasar hukum Prolegda tercantum dalam pasal 15 ayat (2) Undang-undang

Nomor 10 Tahun 2004 yang menentukan sebagai berikut:

(2)

2

Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program

Legislasi Daerah.

Prolegda dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan perundang-undangan

daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.

Prolegda adalah instrument perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang

disusun secara berencana, terpadu dan sistematis.

Mengapa Prolegda diperlukan? A.A. Oka Mahendra (2005) mengemukakan

bahwa ada beberapa alasan obyektif mengapa Prolegda diperlukan dalam proses

pembentukan Peraturan Daerah :

1.

Memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan

pembentukan Peraturan Daerah;

2.

Menetapkan skala prioritas penyusunan rancangan Peraturan Daerah untuk

jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama dalam

pembentukan Peraturan Daerah;

3.

Menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk Peraturan

Daerah;

4.

Mempercepat proses pembentukan Peraturan Daerah dengan memfokuskan

kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala prioritas yang

ditetapkan;

5.

Menjadi sarana pengendali kegiatan pebentukan Peraturan Daerah.

Sehubungan dengan urgensi penyusunan Prolegda tersebut lebih lanjut Usman

(2006) menyebutkan, pertama, Prolegda diperlukan dalam perencanaan pembangunan

secara keseluruhan (makro perencanaan). Kedua, Prolegda dapat mengurangi berbagai

kelemahan dalam penyusunan Perda yang ditemukan selama ini. Berkenaan makro

perencanaan, bahwa otonomi daerah memberikan kewenangan luas kepada daerah dalam

penyelenggaraan pembangunan. Dalam pembangunan daerah yang dilaksanakan harus

memiliki kerangka hukum yang memberikan arah serta legalitas kegiatan pembangunan

yang dilakukan dalam bentuk Perda. Untuk memperoleh Perda yang berkualitas,

pembentukan perda perlu dilakukan secara terencana, sistematis dan partisipatif.

Pembentukan Perda merupakan bagian integral dalam pembangunan daerah perlu

menyesuaikan dengan kerangka perencanaan pembangunan daerah. Pembangunan daerah

dilakukan secara terencana dan sistematis terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka

Panjang (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) dan Rencana

Kerja Pemerintah daerah (RKPD).

Jika melihat kondisi yang ada di Kota Makassar sampai sekarang Prolegda belum

terbentuk. Padahal, sudah seharusnya tahapan perencanaan pembentukan perda dimulai

dengan Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang bertujuan mendesain Perda secara

terencana, bertahap, terarah dan terpadu. Daftar Raperda yang ada dalam Prolegda setiap

tahun mencerminkan skala prioritas yang disusun oleh DPRD dan Pemerintah Daerah

sampai dengan tahapan terakhir, yairu tahapan pengundangan dan penyebarluasan, suatu

Raperda diharapkan akan menjadi perda yang mampu memenuhi unsur-unsur pembuatan

perda yang baik, yaitu unsur filosofis, sosiologis dan yuridis.

(3)

3

PEMBAHASAN

Secara sederhana (Usman,2006) mengemukakan tentang mekanisme penyusunan

Prolegda tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Dari gambaran di atas, ada beberapa prinsip yang perlu ada dalam proses

penyusunan Prolegda, yaitu :

1.

Keselarasan materi prolegda dengan perencanaan pembangunan daerah lainnya serta

keselarasan dengan kebijakan nasional dan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi;

2.

Sinergis antar SKPD;

3.

Partisipatif;

4.

Keputusan bersama DPRD dan Pemerintah Daerah.

Mencermati pembentukan peraturan daerah kota Makassar yang tanpa dibentuk

tanpa adanya Prolegda, berkaitan dengan point 1 diatas (keselarasan Materi Perda dengan

kebijakan nasional dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi) dapat dilihat

bahwa terdapat banyak Perda Kota Makassar yang dibatalkan dengan alasan Peraturan

TATIB DPRD DPRD

( Panitia Legilasi) DRAFT

PROLEGDA DPRD BAHAN PROLEGDA PLENO DPRD / PENETAPAN PROLEGDA MASUKAN DR MASYARAKAT SINKRONISASI DRAF PROLEGDA Kebijakan Nasional PERATURAN LEBIH TINGGI DRAFT PROLEGDA PEMDA PEMDA (Karo/Kabag Hukum) HARMONISASI, PEMBULATAN, PEMANTAPAN KEPALA DAERAH DAFTAR RAPERDA DARI SKPD FORUM KONSULTASI SKPD, PT, ORMAS, ORPROFESI, dll

(4)

4

Daerah yang dibatalkan tersebut bertentangan / sudah diatur oleh Peraturan yang lebih

tinggi, seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Daftar Peraturan Daerah Kota Makassar Yang Dibatalkan

Perda yang dibatalkan

Tentang

Dibatalkan oleh

Kepmendagri

Perda No.3 Tahun 2002

Pengaturan dan Pemungutan

Retribusi Usaha di Bidang

Perdagangan

No. 26 Tahun 2004

Perda No.5 Tahun 2002

Pengaturan dan Pemungutan

Retribusi Ketenagakerjaan

No. 53 Tahun 2004

Perda No.8 Tahun 2003

Penyertaan Modal Daerah Dalam

Rangka Pembentukan PT. Jangkar

Utama Perdana dan Penetapan

Jalan Lingkar Tengah Sebagai Jalan

Khusus serta Pengenaan Tarif

Retribusi Jasa Usaha Di Kota

Makassar

No. 166 Tahun 2004

Perda No.13 Tahun 2002

Pajak Parkir

No. 20 Tahun 2006

Perda No.14 Tahun 2002

Angkutan Jalan dan Retrubusi

Perizinan Angkutan dalam Wilayah

Kota Makassar

67 Tahun 2006

Lampiran No. 3, 4, 6 dan 10

Perda No.9 Tahun 2004

Pengaturan, Perlindungan dan Jasa

Pelayanan Ketenagakerjaan dalam

Wilayah Kota Makassar

284 Tahun 2009

Sumber : Website resmi Kepmendagri, http://www.depdagri.go.id

Selain itu, tidak responsifnya Peraturan Daerah di Kota Makassar yang dibentuk

tanpa adanya Prolegda dapat dilihat dari Perda yang di hasilkan selama periode 5 tahun

(2004 s/d 2009), hal ini terlihat pada bagan dibawah ini :

Klasifikasi Perda Kota Makassar

Periode 2004-2009

Sumber : Kopel Sulawesi, 2010

41

1 1

2 2 1 5 2 1

Pelayanan Adm Umum Pemerintah

UKM Tata Ruang

Sarana dan Prasarana Umum Amanah UU

Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan

Penanggulangan Masalah Sosial Pelayanan Dasar lainnya Penyelenggaraan Pendidikan

(5)

5

Dari bagan di atas kita dapat melihat bahwa dalam rentang lima tahun, dari

56 produk perda yang dihasilkan, 41 perda adalah tentang pelayanan administrasi

umum pemerintahan yang berbicara tentang susunan organisasi dan tata kerja suatu

dinas. Dari 41 perda tersebut, 4 perda berbicara tentang kedudukan protokoler dan

keuangan pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar.

Dari 15 perda selebihnya, 6 perda diantaranya adalah perda retribusi. Hanya 1 perda

yang berbicara mengenai hak dasar yaitu perda tentang penyelenggaraan pendidikan,

selebihnya adalah perda tentang penertiban umum, perda penertiban barang bekas

layak pakai, perda zakat, perda pengawasan pengendalian pengedaran dan penjualan

serta perijinan tempat penjualan minuman beralkohol, perda pengelolaan parkir,

perda pengelolaan terminal penumpang, perda perubahan PD Terminal, dan perda

pembinaan anjal, gelandangan, pengemis dan pengamen.

Sementara untuk periode 2009-2014 daftar Ranperda Kota Makassar dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

Daftar Ranperda Kota Makassar

Nama Ranperda

Usulan

Tahap

Ruang Terbuka Hijau

Inisiatif DPRD

Pembahasan

Fasum / Fasos

Inisiatif DPRD

Rancangan

Rumah Kost

Inisiatif DPRD

Rancangan

Tower Komunikasi

Inisiatif DPRD

Rancangan

Fasilitas Penyandang Cacat

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Persampahan / Revisi Perda No. 14 Tahun 1995 ttg

Persampahan dan Kebersihan

Eksekutif /

SKPD terkait

Pembahasan

Perikanan / Revisi Perda Nomor 7 Tahun 1993 ttg

Pengelolaan Pendaratan Ikan

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Revisi Perda No. 2 Tahun 2002 ttg Pengaturan dan

Pemungutan Izin Usaha Kepariwisataan

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Revisi Perda No. 5 Tahun 2002 ttg Pengaturan

Retribusi Ketenagakerjaan

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Revisi Perda No. 12 Tahun 2002 ttg Pajak Perhotelan

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Revisi Perda No. 6 Tahun 2002 ttg Pembinaan Bidang

Informasi dan Komunikasi serta Pemungutan Retribusi

Pemberian

Izin

Operasional

Usaha

Perfilman,

Pameran, dan Percetakan/Grafika

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Revisi Perda No. 3 Tahun 2004 ttg Pajak Hiburan

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Revisi Perda No. 4 Tahun 1998 ttg Pajak Reklame

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Revisi Perda No. 13 Tahun 2002 ttg Pajak Parkir

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Revisi Perda No. 15 Tahun 1995 ttg Retribusi

Penggunaan Tanah atau yang Dikuasai untuk

Pemasangan Reklame

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Revisi Perda No. 11 Tahun 2002 ttg Pajak Restoran

Eksekutif /

SKPD terkait

Rancangan

Sumber : Data Primer, 2010

(6)

6

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat dari 16 rancangan Perda / rencana revisi

Perda yang sudah ada, belum ada satupun yang disahkan menjadi Perda. Menginjak

setahun periode jabatan anggota DPRD Kota Makassar belum melahirkan satu pun Perda.

Ketiadaan Prolegda mencerminkan tidak ada skala prioritas yang diusung DPRD dan

Pemerintah Kota Makassar dalam perencanaan pembentukan Perda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

1.

Sumber Daya Manusia

Kekurangan sumber daya manusia pada umumnya bukan disebabkan

karena kurangnya jumlah/ kuantitas, akan tetapi kurang dari segi kualitas yang

berkaitan dengan tugas yang berkaitan dengan bidang hukum.

Kehadiran UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merupakan

faktor penyebab terjadinya perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang

meluas di daerah. Melalui kedua Undang-Undang tersebut Daerah otonomi telah dan

akan diberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab, disertai dengan

pemberian sumber-sumber keuangan yang cukup signifikan seimbang dengan

kewenangannya. Pola yang digunakan adalah “uang mengikuti fungsi” (money

follow function).

Berdasarkan undang-undang tersebut serta berbagai peraturan pelaksanaan

lainnya, akan ada konsentrasi pengambilan keputusan dan perputaran uang yang

lebih besar di daerah otonom, terutama daerah kabupaten/ kota. Dengan kewenangan

yang lebih luas, berarti daerah otonomi memiliki diskresi yang lebih besar untuk

menentukan masa depannya sendiri berdasarkan kebutuhan dan kemampuan yang

dimilikinya dalam ikatan NKRI. Dengan bertambahnya jumlah uang yang beredar di

daerah, diharapkan akan dapat mempercepat proses pembangunan dan pemerataan

hasil-hasilnya di daerah, apabila masyarakat setempat dapat memanfaatkan peluang

yang ada. Apabila tidak, maka orang lain yang lebih siap akan memanfaatkan

peluang tersebut.

Perubahan sebagaimana dikemukakan di atas, juga akan menimbulkan

berbagai konsekuensi, termasuk kemungkinan terjadinya gegar budaya (cultural

shock) bagi masyarakat dan pemerintah daerah, berupa kegamangan, rasa tidak

percaya diri ataupun perasaan ego kedaerahan yang berlebihan. Otonomi luas bagi

daerah kabupaten/ kota akhirnya seperti pisau bermata ganda, disatu sisi dapat

menjadi berkah, di sisi lain dapat menjadi bencana. Kunci utamanya terletak pada

kualitas sumber daya manusia, yang dapat mengubah berbagai kelemahan menjadi

kekuatan serta mengubah tantangan menjadi peluang.

Untuk dapat menangkap berbagai peluang yang telah terbuka di depan

mata, upaya utama yang harus di lakukan oleh masyarakat dan pemerintah daerah

adalah membangun SDM yang berkualitas.

Diketahui bahwa kualitas SDM terkait pembentukan peraturan daerah

melalui program legislasi daerah. masih belum maksimal, sehingga sumber daya

manusia yang menjadi penopang hanyalah akademisi, yang dalam hal ini sebagai

pembuat naskah akademik rancangan peraturan daerah.

Padahal, sebagaimana yang termaktub dalam Penjelasan UU No.10 Tahun

2004 disebutkan bahwa “Untuk menunjang pembentukan peraturan

perundang-undangan, diperlukan peran tenaga perancang peraturan perundang-undangan

sebagai tenaga fungsional yang berkualitas dan yang mempunyai tugas menyiapkan,

mengolah, dan merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan”. Lebih

lanjut, Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) No. 37 Tahun 2006 tentang Tunjangan

Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa

Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam

Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, diberikan tunjangan

Perancang Peraturan Perundang-undangan setiap bulan. Masalahnya, eksistensi

(7)

7

tenaga perancang Perda yang tidak lain adalah staf Bagian Hukum tersebut pada

dasarnya tidak sesuai dengan Pasal 2 Perpres No. 37 Tahun 2006. Berdasarkan Pasal

2 tersebut seharusnya mereka secara khusus dan penuh waktu diangkat oleh

Walikota Makassar untuk menduduki jabatan fungsional sebagai tenaga perancang

Perda.

Faktanya, yang disebut dengan legal drafter oleh Bagian Hukum tersebut

tidak lain adalah para staf Bagian Hukum yang selama ini terlibat dalam penyusunan

Raperda. Jadi, tenaga perancang Perda tersebut bukanlah tenaga perancang

fungsional sebagaimana yang diatur oleh Perpres No. 37 Tahun 2006.

Sementara jika ditinjau dari sisi kemampuan anggota DPRD Makassar,

banyak pihak yang meragukan kemampuan SDM anggota dewan dalam menyusun

Rancangan Peraturan Daerah. Harus diakui, keterwakilan masyarakat yang tercermin

pada anggota dewan yang terpilih bukan karena factor SDM semata, melainkan

karena pengaruh yang ditunjang dengan kemampuan financial dan modal yang

dimiliki. Karena itu masyarakat tidak dapat berharap banyak terhadap kemampuan

anggota dewan, khususnya dalam kemampuannya menyusun Rancangan Peraturan

Daerah. Anggota DPRD memang tidak dipersiapkan secara matang dalam

merancang peraturan daerah, keterwakilan anggota DPRD lebih banyak memenuhi

persyaratan politis saja dan mengesampingkan persyaratan formal intelektual dan

pemerintahan.

Susunan Badan Legislasi Daerah DPRD Kota Makassar

(Berdasarkan Keputusan DPRD Kota Makassar No:27/DPRD/XI/2009

Tanggal 11 Nopember 2009)

No

N A M A

U N S U R

KEDUDUKAN

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

RAHMAN PINA, SIP.

I R W A N, ST.

YUSUF GUNCO, SH,MH

RAFIUDDIN KASUDE

NURYANTO G LIWANG,S.Sos

IMRAN MANGKONA, SH.

Drs. ABD RAUF RAHMAN

H. HASANUDDIN LEO, SE,MSi

Drs. AMAL BUSTHANUL

Ir. STEFANUS SWARDY HIONG

N U R M I A T I, SE.

Hj. NURAENI MA’MUR,SH,MH

Fraksi Partai Golkar

Fraksi PKS

Fraksi Partai Golkar

Fraksi Partai Golkar

Fraksi Partai Demokrat

Fraksi Partai Demokrat

Fraksi PAN

Fraksi PDK

Fraksi Makassar Bersatu

Fraksi Makassar Bersatu

Fraksi Persatuan Nurani

Sekretaris DPRD

Kota Makassar

Ketua

Anggota

Anggota

Anggota

Anggota

Anggota

Anggota

Anggota

Anggota

Anggota

Anggota

Sekretaris Bukan

Anggota

Sumber : Sekwan DPRD Kota Makassar

Dari tabel diatas dapat dilihat dari 12 orang anggota DPRD yang duduk

dalam Badan Legislasi DPRD Kota Makassar hanya 3 orang (termasuk Sekretaris

DPRD yang merupakan sekretaris bukan anggota yang mempunyai latar belakang

pendidikan dibidang hukum).

Bahkan ada anggota DPRD yang hanya berlatar belakang pendidikan

SLTA. Seyogyanya untuk mengimbangi kemampuan SDM kalangan eksekutif,

sudah seharusnya semua anggota dewan memiliki tingkat pendidikan formal S1,

karena sesuai dengan fungsi yang dimiliki anggota dewan yang meliputi legislasi,

pengawasan dan anggaran, latar belakang pendidikan SLTA tidak memadai.

Supaya Prolegda yang disusun betul-betul dapat mewujudkan Peraturan

Daerah yang responsif perlu direkomendasikan kepada pihak Eksekutif dan

(8)

8

Legislatif mendapatkan Diklat Penyusunan dan Perancangan Perundang-undangan

(Suncang).

2.

Sarana dan Prasarana

Dalam pelaksanaan pembentukan Peraturan Daerah juga dipengaruhi sarana

dan prasarana yang perlukan guna menunjang terbentuknya Peraturan Daerah.

Salah satu sarana yang menunjang adalah ketersediaan dana dalam

menyusun rancangan Peraturan Daerah. Bagian Hukum Pemerintah Kota Makassar

mengemukakan bahwa pihaknya mengalami kendala dalam membentuk Prolegda

karena Anggaran Pembentukan Perda berada di SKPD (Satuan Kerja Perangkat

Daerah) masing-masing. Sebagai contoh, untuk Penyusunan Perda Pajak dan

Retribusi anggarannya ada di Dispenda, untuk penyusunan Perda Retribusi

Angkutan anggarannya ada di Dinas Perhubungan dll.) Jadi kurangnya koordinasi

dengan Bagian Hukum Kantor Walikota Makassar menyulitkan penyusunan

Prolegda.

Selain itu, dalam proses pembentukan Prolegda yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat diperlukan data dan informasi yang sebanyak-banyaknya yang

berkaitan dengan materi yang yang akan diatur. DPRD tidak boleh hanya

mengandalkan informasi yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung

ke gedung DPRD. Disamping itu anggota DPRD juga kurang aktif dalam mencari

dan menggali data dan informasi kepada masyarakat. Metode analisis terhadap data

dan informasi yang diserap juga tidak ada sehingga banyak anggota DPRD dalam

menjalankan tugas dan fungsinya hanya mengandalkan suara hati saja dalam

menghadapi suatu permasalahan.

Data dan informasi yang dimiliki oleh anggota DPRD Kota Makassar

belum cukup banyak tersedia bila dibandingkan akses terhadap data dan informasi di

era globalisasi, informasi dan teknologi. Ketersediaan data dan informasi yang cukup

banyak di temukan di dunia maya (cyber space) sekarang ini menuntut orang yang

akan mengaksesnya mengenal teknologi informasi yang juga berkembang sangat

pesat. Untuk mengetahui informasi tersebut sangat erat kaitannya dengan tingkat

kemampuan yang dimiliki orang tersebut, baik yang diperoleh melalui pendidikan

formal maupun non formal.

Di era teknologi dan informasi serta globalisasi sekarang ini, ketersediaan

data dan informasi mutlak dibutuhkan agar dalam pengambilan keputusan dalam

kebijakan dapat lebih optimal. Untuk itu dalam melihat suatu permasalahan yang

dihadapi masyarakat, DPRD mutlak membutuhkan data dan informasi yang lengkap

sehingga permasalahan tersebut dapat tergambar secara utuh dan penyelesaiannya

juga dapat dilakukan secara komprehensif.

Faktor data dan informasi meliputi aspek ketersediaan dan aksebilitas,

kualitas, validasi dan pemanfaatannya. Data dan informasi yang dimaksud disini

adalah data dan informasi yang terkait dengan penetapan suatu kebijakan disamping

aspirasi masyarakat yang diserap.

Walaupun pendapat diatas tidak menyebutkan kelemahan dari ketersediaan

data dan informasi, namun yang umum dalam penetapan kebijakan sangat terkait

dengan masalah waktu. Pada beberapa permasalahan yang urgent dan memerlukan

pemecahan yang cepat sangat diperlukan keberadaan suatu sistem penyediaan

informasi secara cepat agar keuntungan sebagaimana disebutkan diatas dapat

tercapai. Jadi keberadaan suatu sistem informasi berbasis teknologi informasi mutlak

dibutuhkan.

Sebagai contoh, sampai saat ini DPRD Kota Makassar tidak mempunyai

website sendiri, hanya menumpang pada website resmi Pemkot Makassar. Padahal

sebenarnya dengan ketersediaan webside dapat dapat berfungsi juga sebagai layanan

(9)

9

kotak pos online sebagai sarana menampung aspirasi masyarakat yang efektif.

Dengan demikian penyerapan aspirasi masyarakat dapat berlangsung secara cepat dan

efektif, karena memangkas panjangnya mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat

sebagai ide utama kebijakan.

Dalam penyerapan aspirasi, DPRD jangan hanya cenderung memanfaatkan data

dan informasi yang dimiliki oleh Pemerintah Kota. Karena kondisi ini hanya akan

menyebabkan informasi sebagai input yang dibutuhkan dalam penentuan kebijakan

sangat minim. Dalam hal ini DPRD tidak memiliki sumber informasi yang jelas

sebagai pembanding bagi informasi yang dimiliki eksekutif. Kondisi ini tentu

mempengaruhi output berupa Peraturan Daerah yang dihasilkan.

PENUTUP

KESIMPULAN

1.

Keberadaan Program Legislasi Daerah sangat penting dalam penyusunan

Peraturan Daerah, karena akan mendukung harmonisasi perundang-undangan dan

efektifnya pelaksanaan peraturan daerah. Di Kota Makassar, Program Legislasi

Daerah belum dibentuk, sehingga masih terdapat peraturan daerah yang tidak

selaras atau bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih

tinggi. Hal ini berdampak pada masih adanya perda-perda yang tidak responsif.

2.

Faktor sumber daya manusia sangat mempengaruhi pembentukan Prolegda,

begitu pula faktor sarana dan prasarana, terutama ketersediaan data dan

informasi. SDM perancang peraturan daerah akan mempengaruhi kualitas

peraturan daerah yang dihasilkan. Untuk dapat menghasilkan Perda yang

responsif dibutuhkan kualitas SDM dari perancang Perda serta ditunjang dengan

sarana dan prasarana yang memadai.

SARAN

1.

Agar pembentukan Peraturan Daerah dapat berjalan dengan baik serta

menghasilkan peraturan daerah yang responsif, sejatinya pihak DPRD Kota

Makassar/Bagian Hukum Pemkot Makassar, segera membuat Program Legislasi

Daerah.

2.

Faktor sumber daya manusia dan faktor sarana dan prasarana yang telah jelas

menghambat pembentukan peraturan daerah harus segera diatasi. Faktor sumber

daya manusia dapat diatasi melalui perekrutan sumber daya manusia yang

berkualitas, yang memiliki pendidikan yang memadai sehingga dapat mendukung

pembuatan perda yang responsif, melalui eksistensi Program Legislasi Daerah.

Yang tentu saja tidak hanya berorientasi pada kuantitas aparatur.

3.

Sampai saat ini masih belum terdapat peraturan perundang-undangan yang

proporsiona untuk dapat dijadikan acuan dalam penyusunan Prolegda. Karena

Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 169 Tahun 2004 tentang Pedoman

Penyusunan Program Legislasi Daerah ini lahir sebelum lahirnya UU No. 10

Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-udangan, sehingga

secara substantif materi muatannya banyak yang tidak sesuai dengan

undang-undang tersebut. Oleh karena itu segera direvisi. Untuk mengisi kekosongan

hukum sebaiknya Permerintah Daerah perlu berinisiatif untuk membentuk

peraturan tentang tatacara penyusunan dan pengelolaan Prolegda dalam bentuk

Peraturan Kepala Daerah dan Tata Tertib DPRD dengan bepedoman pada UU

No. 10 Tahun 2004.

(10)

10

DAFTAR PUSTAKA

A.A. Oka Mahendra, Mekanisme Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi

Daerah, makalah pada Temu Konsultasi Penyusunan Program Legislasi

Daerah, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen

Hukum dan HAM RI, Bali 13-15 September 2005

Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, 2009, Cara praktis menyusun dan

merancang Peraturan Daerah, Kencana Predana Media Group, Jakarta

Usman, 2006. Program Legislasi Daerah. Makalah disampaikan pada Bintek Penyusunan

Produk Hukum Daerah, diselenggarakan oleh Biro Organisasi dan Hukum

Pemerintah Provinsi Jambi, 27 Desember 2006

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang No.32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang No.27 Tahun 2009 Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan

Program Legislasi Daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan

Produk Hukum Daerah

http://makassarkota.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1753&Itemid

=75&date=2009-01-01 (Arsip Berita tanggal 01 Januari 2009, Diakses tanggal

02 Februari 2010)

http://makassarterkini.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=341

(Arsip Berita tanggal 07 Juli 2008, Diakses tanggal 02 Februari 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Anda hanya akan dibenarkan untuk memohon pembiayaan yang lain selepas permohonan aktif anda telah diluluskan dan jika anda masih ada ruang DSR.. Anda boleh

3. Tingkat Ketergantungan Masyarakat Terhadap Ketersediaan RTH: Tingkat ketergantungan masyarakat di Kecamatan Mijen menurun, selain dampak pembangunan yang

Diingatkan, dalam pembangunan yang sedang dijalankan akan banyak godaan, kalau kita tidak siap maka akan banyak korupsi karena begitu banyak peluang untuk melakukan

Tämän raportin tarkoituksena on kuvata raskaana olevien ja kumppaneiden odotuksia ja tietämystä sikiöseulonnoista sekä kokemuksia varhaisraskauden sikiöseulonnan

DINAMIKA SPESIESAVIFAUNA DI AREAL PT ARUTMIN INDONESIA – NORTH PULAU LAUT COAL TERMINAL, KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN.. The Dynamics of Avifauna Species in the Area of PT

Pagkatapos ay nagsalita ang Diyos ng ganito: “SUBTILIDAD PAMULI QUIP PENSEMULI OSIM PERLIM ODIM PEMPAUM, IMPASIBILIDAD PINCUAM CUGEP PELINCUAM HIFERE PAUPERUM

Selanjutnya dapat pula dikelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja, pertama yaitu faktor internal yang berasal dari karyawan itu sendiri, seperti