• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan kerja pada hakekatnya merupakan tangung jawab dan kepentingan bersama baik pihak perusahaan, tenaga kerja, maupun pemerintah. Namun disadari bahwa selama ini kita masih mempunyai hambatan antara lain disebabkan masih kurangnya kesadaran manyarakat, baik pengusaha maupun tenaga kerja akan arti pentingnya keselamatan kerja. Keselamatan kerja adalah pemikiran atau upaya untuk menjamin keadaan, keutuhan atau kesempurnaan jasmani maupun rohani manusia serta hasil dan budayanya tertuju pada kesejahteraan manusia pada umumnya dan tenaga kerja khususnya (Khairulnas, 1999).

Seorang ahli dalam bidang keselamatan kerja Willie Hammer, mengatakan bahwa program keselamatan kerja diadakan karena tiga alasan yang penting, yakni berdasarkan prikemanusiaan, berdasarkan undang-undang dan alasan ekonomi (Moekijat, 1999).

Tujuan dan syarat-syarat mengenai keselamatan kerja telah diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 1970 yang berlaku tanggal 12 januari 1970 pasal 3 yaitu (Ariandja, 2002) :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran. 3. Mencegah dan menguragi bahaya peledakan.

4. Memberi pertolongan pada kecelakaan.

5. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akaibat kerja baik fisik maupun fisikis, keracunan, infeksi, dan penularan.

6. Pengaman material, kontruksi, bangunan, alat-alat kecil, mesin-mesin dan instalasi.

7. Peningkatan produksivitas kerja atas tingkat keamanan kerja yang tinggi

8. Memperoleh fasilitas kerja yang memuaskan bagi karyawan. 9. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

(2)

8 10. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamalan pada pekerjaan

yang berbahaya sehingga kecelakaan menjadi tambah tinggi.

Pada dasarnya program keselamatan kerja dirangcang untuk menciptakan lingkungan dan perilaku kerja yang menunjang keselamatan kerja dan keamanan itu sendiri, dan membangun serta mempertahankan lingkungan kerja fisik yang aman, yang dapat dirubah untuk mencegah terjadinya kecelakaan. (Panggabean, 2002).

2.1.1 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja pada hakekatnya merupakan tanggung jawab dan kepentingan bersaman baik pihak perusahaan, tenaga kerja maupun pemerintah. Namun disadari bahwa pada saat ini kita masih mempunyai hambatan, antara lain disebabkan masih kurangnya kesadaran masyarakat, perusahaan baik pegusaha maupun tenaga kerja akan arti pentingnya keselamatan kerja. Ada beberapa pengertian mengenai kecelakaan kerja, antara lain:

1. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki atau tidak diduga semula yang dapat mengganggu aktifitas dan menimbulkan kerugian baik manusia maupun harta benda (Sastrohadiwirjo, 2002).

2. Kecelakan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak dikehendaki, yang mengacukan proses suatu aktivitas yang telah teratur, dan terdapat empat faktor yang bergerak dalam satu kesatuan yaitu: lingkungan kerja, bahan, peralatan, dan manusia (Gempur, 2004). 3. Flippo mengemukakan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu peristiwa yang tidak direncanakan dan harus dianalisis dari segi biaya dan sebab- sebabnya (Panggabean, 2002).

4. Menurut Dale S. Beach dalam bukunya “Personal : The Management Of People at Work”, “an accident is really an unexpected occurrence that interrupts the regular progress of an activity”. Terjemahannya kira- kira demikian : Sesungguhnya suatu kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau suatu peristiwa yang tidak diharapkan yang merintagi atau mengganggu jelannya kegiatan biasa (Moekijat, 1999).

(3)

9 Dari defenisi diatas jelaslah bahwa kecelakaan kerja tidak hanya sebatas pada insiden-insiden yang menyangkut luka-luka saja, tetapi juga mengakibatkan kerugian fisik dan material. Kecelakaan selalu disertai dengan kerugian material maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat dan bahkan meninggal. Oleh sebab itu sebelum terjadi kecelakaan perlu dilakukan tindakan-tidakan dalam mengantisipasi kecelakaan, karena dengan adanya antisipasi dapat meguragidan memperkecil jumlah kecelakaan kerja karyawan dalam menjalankan tugas operasionalnya.

Jenis-jenis kecelakaan kerja dalam buku Himpunan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja tahun 2003 dan ketentuan Migas, CPI mengklasifikasikan kecelakaan sebagai berikut :

a. Nyaris celaka ( Near Accident )

Secara fisik seseorang pekerja belum mengalami kecelakaa, tetapi akibat dari suatu keadaan atau tindakan yang mengarah pada terjadinya kecelakaan.

b. Kecelakaan ringan (Minor Accident )

Kecelakaan yang cukup dibantu dengan pertolongan pertama pada kecelakaan atau kecelakaan yang menimbulkan kehilangan kerja kurang dari dua hari atau 2 x 24 jam.

c. Kecelakaan sedang (Middle Accident )

Kecelakaan yang berakibat timbulnya kehilangan hari kerja tetapi tidak berakibat cacat atau sementara, dan perawatan di rumah sakit dibawah 21 hari.

d. Kecelakaan berat (Serious Accident)

Kecelakaan yang berakibat timbulnya kehilangan hari kerja dan berakibat cacat tubuh serta mendapat perawatan di rumah sakit lebih dari 21 hari (Dua Puluh Satu) Hari.

e. Kecelakaan fatal

Kecelakaan yang berakibat timbulnya korban meninggal. Selain luka – luka dan kematian, kecelakaan kerja dapat pula mengakibatkan

(4)

10 kerugian karena terganggunya aktivitas kerja, kerusakan alat-alat lingkungan dan menurunnya moral karyawan terutama bagi mereka yang langsung memahami atau melihat kecelakaan tersebut.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja

Pada dasarnya kecelakaan kerja adalah apa saja yang tidak direncanakan atau yang tidak diadakan untuk perubahan atau penyimpangan dari apa yang diharapkan, tetapi ada sebab-sebabnya. Sebab-sebab itu perlu diketahui dengan jelas agar usaha keselamatan dan pencegahan dapat diambil, kecelakaan tidak terulang kembali dan kerugian akibat kecelakaan dapat dihindari.

Sebab-sebab kecelakaan, dikelompokkan atas: (Husnan dan Ranopandojo, 2000), pertama yaitu sebab teknis. Sebab teknis menyangkut masalah kekurangan peralatan yang digunakan, mesin-mesin, bahan-bahan serta buruknya lingkungan kerja, penerangan suara kebisingan yang berlebihan dan maintenance, selanjutnya yang kedua yaitu sebab manusia (human) yang biasanya disebabkan oleh devisiensies para individu seperti: sikap yang ceroboh, tidak hati-hati, tidak mampu menjalankan tugas dengan baik, mengantuk, pencandu obat bius, atau alkohol.

Selanjutnya dapat pula dikelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja, pertama yaitu faktor internal yang berasal dari karyawan itu sendiri, seperti bertindak sembrono, terlalu menggampangkan dan cenderung lalai dalam melakukan tugasnya dan karyawan cenderung malas mengunakan peralatan kesehatan yang sudah disediakan untuk karyawan dari perusahaan dan kedua yaitu faktor eksternal yang berasal dari lingkungan, seperti tanah atau medan yang licin, pemeliharan mesin yang tidak baik, kaca jendela tidak dilengkapi dengan tirai, tata letak ruang yang kurang aman, dan adanya peralatan yang rusak sangat berpengaruh dengan keselamatan kerja. (Panggabean, 2002).

Menurut (Sayuti, 2013) sesungguhnya gangguan dan terjadinya kecelakaan dapat dilihat dari 3 (tiga) faktor utama yang menjadi penyebabnya, yaitu:

(5)

11 1. Lingkungan kerja, maksudnya tempat di mana pekerja melakukan

pekerjaanya dalam kondisi yang tidak aman atau dalam kondisi membahayakan. Kondisi yang tidak aman ini dapat terjadi karena tidak teraturnya suasana, perlengkapan dan peralatan kerja. Faktor-faktor yang terdapat pada lingkungan kerja (Isyandi ,2004):

a. Fasilitas, bahan baku, mesin dan alat alat produksi b. Keributan mesin

c. Ventilasi / sirkulasi udara d. Ruang gerak dalam bekerja e. Penerangan

f. Temperatur ruangan

2. Manusia atau karyawan, faktor ini banyak disebabkan oleh beberapa hal:

a. Sifat fisik dan mental manusia yang tidak standar, contohnya: karyawan yang rabun, penerangan kurang, otot lemah, reaksi mental lambat, syaraf yang tidak stabil dan lainya. Bagi yang memiliki sifat dan kondisi seperti ini sering mnjadi penyebab kecelakaan dan gangguan kerja.

b. Pengetahuan dan keterampilan, karena kurangnya pengetahuan maka kurang memperhatikan metode kerja yang aman dan baik, memiliki kebiasaan yang salah, dan kurang pengalaman.

c. Sikap, karyawan memiliki sikap kurang minat dan kurang perhatian, kurang teliti, malas dan sombong (mengabaikan peraturan dan petunjuk), tidak peduli akan suatu akibat, hubungan yang kurang baik dengan pihak lain, sifat ceroboh dan perbuatan yang berbahaya.

3. Mesin dan alat, jika pada lingkungan kerja menyangkut pengaturan peralatan dan konstruksi bangunan, maka faktor mesin dan alat ini adalah penggunaan mesin-mesin dan peralatan yang tidak memenuhi standar.

(6)

12 2.1.3 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Suatu pencegahan kecelakaan yang efektif memerlukan pelaksanaan pekerjaan dengan baik oleh setiap orang ditempat kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahaya dari bahan dan peralatan yang mereka tangani, semua bahaya dari operasi perusahaan serta cara pengendaliannya. Untuk itu diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja atau dijadikan satu paket dengan pelatihan lain (Depnaker RI, 1996).

Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang sebab kecelakaan. Sebab disuatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisa kecelakaan. Pencegahan ditujukan kepada lingkungan, mesin, alat kerja, perkakas kerja, dan manusia (Suma’mur PK., 1996).

Menurut (Bennett NB. Silalahi, 1995) ditinjau dari sudut dua sub sistem perusahaan teknostruktural dan sosio proseksual, teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dari dua aspek, yakni aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan sebagainya) dan perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan).

Menurut (Olishifski, 1985) dalam (Santoso, 2004) bahwa aktivitas pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja professional dapat dilakukan dengan memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan, memberikan alat pengaman, memberikan pendidikan (training), dan memberikan alat pelindung diri.

Menurut ILO dalam ILO (1989) berbagai cara yang umum digunakan untuk meningkatkan keselamatan kerja bidang industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Peraturan

Peraturan merupakan ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal yang seperti kondisi kerja umum, perancangan, kontruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertama, dan pemeriksaan kesehatan.

(7)

13 2. Standarisasi

Yaitu menetapkan standar resmi, setengah resmi, ataupun tidak resmi, misalnya mengenai konstruksi yang aman dari jenis peralatan industri tertentu, kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun tentang alat pengaman perorangan.

3. Pengawasan

Untuk meningkatkan keselamatan kerja perlu dilakukan pengawasan yang berupa usaha penegakan peraturan yang harus dipatuhi. Hal ini dilakukan supaya peraturan yang ada benar-benar dipatuhi atau tidak dilanggar, sehingga apa yang menjadi sasaran maupun tujuan dari peraturan keselamatan kerja dapat tercapai. Bagi yang melanggar peraturan tersebut sebaiknya diberikan sanksi atau punishment.

4. Riset Teknis

Hal yang termasuk dalam riset teknis berupa penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari bahan berbahaya, penelitian tentang perlindungan mesin, pengujian masker pernafasan, dan sebagainya. Riset ini merupakan cara paling efektif yang dapat menekan angka kejadian kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.

5. Riset Medis

Termasuk penyelidikan dampak fisiologis dan patologis dari faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi fisik yang amat merangsang terjadinya kecelakaan. Setelah diketahui faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan, maka seseorang dapat menghindari dan lebih berhati-hati dengan potensi bahaya yang ada.

6. Riset Psikologis

Sebagai contoh adalah penyelidikan pola psikologis yang dapat menyebabkan kecelakaan. Psikologis seseorang sangat membawa pengaruh besar dengan kecelakaan karena apa yang dirasakan/sedang dialami cenderung terus menerus berada dalam pikiran, hal inilah yang dapat mempengaruhi konsentrasi saat bekerja sehingga adanya bahaya kadang terabaikan.

(8)

14 7. Riset Statistik

Digunakan untuk mengetahui jenis kecelakaan yang terjadi, berapa banyak, kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban, dalam kegiatan seperti apa, dan apa saja yang menjadi penyebabnya. Riset seperti ini dapat dijadikan sebagai pelajaran atau acuan agar dapat terhidar dari kecelakaan, kerena belajar dari pengalaman yang terdahulu. 8. Pendidikan

Hal ini meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik, sekolah dagang ataupun kursus magang. Pemberian pendidikan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja pada usia sekolah diharapkan sebelum siswa terjun ke dunia kerja sudah memiliki bekal terlebih dahulu tentang bagaimana cara dan sikap kerja yang yang aman dan selamat, sehingga ketika terjun ke dunia kerja mereka mampu menghindari potensi bahaya yang dapat menyebabkan celaka.

9. Pelatihan

Salah satu contoh pelatihan yaitu berupa pemberian instruksi praktis bagi para pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal keselamatan kerja. Perlunya pemberian pelatihan karena pekerja baru cenderung belum mengetahui hal-hal yang ada di perusahaan yang baru ditempatinya. Karena setiap tempat kerja mempunyai kebijakan dan peraturan yang tidak sama dengan tempat kerja lain. Bahaya kerja yang ada juga sangat berbeda.

10. Persuasi

Penerapan berbagai metode publikasi dan imbauan untuk mengembangkan ”kesadaran akan keselamatan” dapat dijadikan sebagai contoh dari persuasi.

Persuasi dapat dilakukan anatar individu maupun melalui media seperti poster, spanduk, dan media lainnya.

11. Asuransi

Dapat dilakukan dengan cara penyediaan dana untuk untuk meningkatkan upaya pencegahan kecelakaan. Selain itu asuransi juga

(9)

15 dapat digunakan untuk membantu meringankan beban korban kecelakaan karena sebagian dari biaya di tanggung asuransi.

12. Tindakan Pengamanan oleh Masing-masing Individu

Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kesadaran tiap individu terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Peningkatan kesadaran dimulai dari diri sendiri kemudian menularkannya kepada orang lain.

2.2 Komponen-komponen Penelitian

Penelitian dapat dipandang sebagai sistem berpikir dan bertindak yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Sebagai suatu sistem, penelitian memiliki berbagai komponen yang saling berhubungan sebagai suatu kesatuan. Komponen-komponen penelitian adalah sebagai berikut.

1. Permasalahan

Masalah atau problem dapat diartikan sebagai jarak antara apa yang diharapkan (das Sollen) dengan apa yang terwujud atau tercapai (das Sein). Masalah menunjukkan adanya ketidak sesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang terwujud atau tercapai. Apabila permasalahan yang akan diteliti telah ditetapkan, langkah berikutnya adalah merumuskan masalah. Tuckman (dalam Sudarwan Danim dan Darwis, 2003) mengemukakan beberapa kirteria dalam merumuskan masalah, yaitu : a. Bersifat kausalitas atau menghubungkan dua variabel atau lebih. b. Dapat diukur secara empiris dan objektif.

c. Dinyatakan secara jelas dan tidak bermakna ganda, lebih baik dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.

d. Tidak mencerminkan ambisi pribadi atau masyarakat, dan tidak pula menuntut jawaban dengan pertimbangan moral subjektif.

2. Teori Ilmiah

Pentingnya teori ilmiah dalam penelitian dapat disebutkan sebagai berikut (Kuntjojo, 2009) :

a. Sebagai acuan dalam pengkajian suatu masalah.

b. Sebagai dasar dalam merumuskan kerangka teoritis penelitian. c. Sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis.

(10)

16 e. Untuk mendapatkan informasi historis dan perspektif permasalahan

yang akan diteliti.

f. Memperkaya ide-ide baru.

g. Untuk mengetahui siapa saja peneliti lain dan pengguna di bidang yang sama.

3. Indentifikasi variabel

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013). Variabel yang digunakan dalam penelitian dapat diklasifikasikan menjadi: a. variabel independen (bebas), yaitu variabel yang menjelaskan dan

memengaruhi variabel lain.

b. variabel dependen (terikat), yaitu variabel yang dijelaskan dan dipengaruhi oleh variabel independen.

4.Populasi dan Sampel a. Pengertian populasi

Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat berupa orang-orang, institusi-institusi, benda-benda, dst. (Djawranto, 1994) dalam (Kuntjojo, 2009).

b. Pengertian Sampel

Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti (Djarwanto, 1994) dalam (Kuntjojo, 2009). Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan pada populasi, adalah sampel yang bersifat representatif atau yang dapat menggambarkan karakteristik populasi.

Bila jumlah populasi dipandang terlalu besar, dengan maksud meng-hemat waktu, biaya, dan tenaga, penelitili tidak meneliti seluruh anggota populasi. Bila peneliti bermaksud meneliti sebagian dari populasi saja (sampel), pertanyaan yang selalu muncul adalah berapa jumlah sampel yang memenuhi syarat. Ada hukum statistika dalam

(11)

17 menentukan jumlah sampel, yaitu semakin besar jumlah sampel semakin menggambarkan keadaan populasi (Sukardi, 2004). Terdapat teknik untuk menentukan ukuran sampel yaitu dengan teknik Solvin (Syofian, 2017) : 𝑛 = 𝑁 1 + 𝑁𝑒2 Keterangan : n = sampel N = Populasi

e = perkiraan tingkat kesalahn 5.Data

Data dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat, sumber, dan juga skala pengukurannya (Kuntjojo, 2009).

a. Berdasarkan sifatnya :

1) data kuantitatif : data yang berupa angka-angka

2) data kualitatif : data yang berupa kata-kata atau pernyataan pernyataan

b. Berdasarkan sumbernya :

1) data primer, adalah data yang diperoleh langsung pihak yang diperlukan datanya.

2) data sekunder, merupakan data yang tidak diperoleh langsung dari pihak yang diperlukan datanya.

c. Berdasarkan skala pengukurannya

Data yang merupakan hasil pengukuran variabel memiliki jenis skala pengukuran sebagaimana yang terdapat pada variabel. Dengan demikian berdasarkan tinjauan ini, data dapat dibedakan menjadi : 1) data nominal

2) data ordinal 3) data interval 4) data rasio

Selain terdapat juga skala pengukuran instrument penelitian yang digunakan sebagai pengumpul data dalam suatu penelitian, dapat berupa kuesioner, sehingga skala pengukuran instrument adalah

(12)

18 menentukan satuan yang diperoleh, sekaligus jenis data atau tingkatan data. Penerapan skala ada bermacam-macam, sesuai dengan jenis data yang digunakan, berikut macam-macam skala tersebut (Syofian, 2017) :

1. Skala Likert 2. Skala Guttmann

3. Skala Semantic Differentials 4. Skala Bogardus

5. Skala Thurstone

2.3 Hipotesis Penelitian dan Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian, hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2003). Rumusan masalah tersebut bias berupak pernyataan tentang hubungan dua variabel atau lebih, perbandingan (komparasi), atau variabel madniri (deskripsi). Terdapat tiga bentuk rumusan hipotesis ( Sugiyono, 2003) yaitu :

1. Hipotesis Deskriptif, adalah dugaan tentang nilai suatu variabel mandiri, tidak memebuat perbandingan atau hubungan.

2. Hipotesis Komparatif, adalah pernyataan yang menunjukkan dugaan nilai dalam satu variabel atau lebih pada sampel yang berbeda.

3. Hipotesis Hubungan (Asosiatif), adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih.

Hipotesis asosiatif merupakan dugaan adanya hubungan antar variabel dalam populasi, melalui data hubungan variabel dalam sampel. Untuk itu dalam langkah awal pembuktiannya, maka perlu dihitung terlebih dahulu koefisien korelasi antar variabel dalam sampel, baru koefisen yang ditemukan itu di uji signifikansinya, jadi menguji hipotesis asosiatif adalah menguji koefisiensi korelasi yang ada pada sampel untuk diberlakukan pada seluruh populasi dimana sampel diambil.

Hipotesis hubungan (Asosiatif) di bagi menjadi tiga maca bentuk hubungan antar variabel (Sugiyono, 2003) :

(13)

19 1. Hubungan Simetrsi

2. Hubungan sebab akibat (kasual)

3. Hubungan interaktif (saling mempengaruhi)

Untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih dilakukan dengan menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2003). Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif atau negatif, sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi (Sugiyono, 2003). Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan yang tertera pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Interprstasi Terhadap Koefisien Korelasi

Sumber : (Sugiyono, 2003)

Dalam analisis korelasi terdapat suatu angka yang disebut dengan koeifisen determinasi, yang besarnya adalah kuadrad dari koefisien korelasi (𝑟2). Koefisien ini disebut koefisien penentu, karena varian yang terjadi pada variabel dependen dapat dijelaskan melalui varian yang terjadi pada variabel independen (Sugiyono, 2003). Ciri khas adanya pengujian hipotesis statistik adalah adanya taraf kesalahan yang ditetapkan atau taraf signifikansi (Sugiyono, 2003). Sebagai contoh apabila peneliti menentukan taraf signifikansi sebesar 5 %, maka peluang kesalahan tersebut 5 % dan taraf kepercayaanya yaitu 95 %.

2.4 Pengukuran Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasikan informasi yang diperoleh

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat rendah

0,20 - 0,399 Rendah

0,40 - 0,599 Sedang

0,60 - 0,799 Kuat

(14)

20 dari para responden yang dilakukan dengan menggunakan pola ukur yang sama. Menurut (Sugiyono, 2003) instrumen yang baik harus valid dan reliable.

2.4.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner (Imam Ghozali, 2011). Menurut (Uma Sekaran, 2009) validitas adalah bukti bahwa instrumen, teknik, atau proses yang digunakan untuk mengukur sebuah konsep benar-benar mengukur konsep yang dimaksudkan. Suatu kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Menurut Imam Ghazali (2011:53) pembuktian Uji Validitas dilihat dari pengujiannya yang dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor individu masing-masing pernyataan dengan skor total dari variabel. Jika korelasi antara tiap variabel dengan total variabel secara keseluruhan lebih kecil dari taraf signifikansi 0,01 atau 0,05 maka variabel tersebut dinyatakan valid.

2.4.2 Uji Reliabilitas

Menurut (Imam Ghozali, 2011) uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator-indikator dari variabel atau konstruk. Menerut (Sugiyono, 2003) pengujian reliabilitas dapat menggunakan dengan teknik Alfa Cronbach dengan data berbentuk interval/essay. Untuk mengukur reliabilitas, dinyatakan bahwa jika nilai intercept (konstan) lebih besar dari 0,6 maka variabel tersebut reliabel secara statistik (Sekaran, 2009). Menurut (Imam Ghozali, 2011) suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,6.

Tabel 2.2 Nilai Cronbach’s Alpha

Sumber : Ghozali, 2009

No Nilai Cronbach's Alpha Keterangan

1 0,00 - 0,2 Tidak reliable

2 0,21 - 0,4 Kurang reliable

3 0,41 - 0,6 Cukup reliable

4 0,61 - 0,8 Reliable

(15)

21 2.5 Analisis Multivariat

Analisis statistik multivariat merupakan metode dalam melakukan penelitian terhadap lebih dari dua variable secara bersamaan. Dengan menggunakan teknik analisis ini maka kita dapat menganalisis pengaruh beberapa variable terhadap variabel lainnya dalam waktu yang bersamaan. Berdasarkan hubungan antar variabel, analisis multivariat dapat dibedakan menjadi dependence techniques dan interdependence techniques. Dalam dependence techniques, terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Dependence techniques ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan mengenai hubungan antara dua kelompok variabel tersebut. Sedangkan dalam interdependence techniques, kedudukan setiap variabel sama, tidak ada variabel terikat dan variabel bebas. Biasanya interdependence techniques ini digunakan untuk melihat saling keterkaitan hubungan antar semua variabel tanpa memperhatikan bentuk variabel yang dilibatkan (Bilson Simamora, 2005).

Analisis Multivariat Analisis Dependensi Analisis Interdependensi Regresi Berganda Diskriminan Korelasi

Kanonikal Manova Metrik Non Metrik

Faktor Kluster Multidimentional

Scaling Korespondensi

Gambar 2.1 Klasifikasi Analisis Multivariat Sumber: (Zikmund, 1997)

2.5.1 Teknik Dependence

Bila peneliti dalam analisis multivariat dapat mengenali variabel dependen dan independen, maka teknik ini disebut teknik dependen. Teknik dependen memiliki dua kelompok berdasarkan :

a. Jumlah variabel dependen dan,

b. Jenis pengukuran data baik variabel dependen maupun independen. Berdasarkan jumlah variabel dependen, teknik dependen bisa

(16)

22 memiliki satu, dua atau beberapa variabel dependen. Setelah diketahui jumlah variabel dependen, selanjutnya dikelompokan berdasarkan jenis pengukuran data baik variabel dependen maupun independen. Untuk memperjelas pembahasan ini, selanjutnya disajikan Table 2.2. Jenis Teknik Dependen.

Tabel 2.3 Jenis Teknik Dependen.

No

Variabel Dependen

Jenis Independen Jenis Analisis Multivariat

Variabel Jenis Variabel

1 1 Metrik 1 non metrik dua

kategori

Uji beda t-test

2 1 Metrik Metrik/Non metrik Regresi

3 1 Non metrik

dua kategori

Metric/non metrik Regresi Logistik

4 1 Non metrik dua kategori 1 atau lebih metric/non metrik Analisis Diskriminan 5 1 Non metrik dua kategori

1 atau lebih metrik Analisis Multiple

Diskriminan

6 1 Non metrik Non metrik Analisis Konjoin

7 1 Metrik 1 non metric > 2 kategori

Analysis of Variance (ANOVA)

8 >1 Metrik 1 atau lebih non metrik

Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) 9 >1 Metrik >1 metrik Analisis Korelasi Kanonikal 10 >1

Metrik >1 metrik Analisis Jalur (Path Analysis) dan Structural Equation Modeling (SEM)

Sumber : (Ghozali, 2009) dan (Widarjono, 2010)

2.5.2 Teknik Interdepedence

Dalam banyak kasus, peneliti sering mengalami kesulitan dalam menentukan jenis variabel apakah dependen atau independen. Seringkali ditemukan semua variabel adalah independen. Menurut (Santoso, 2006) hubungan antar variabel yang bersifat interdependen ditandai dengan tidak adanya variabel tergantung (dependent) dan bebas (independent). Pada jenis ini, metode multivariat yang digunakan adalah analisis faktor, analisis cluster, Multi Dimensional Scaling Analysis (MDS) dan analisis categorical.

Tujuan utama analisis interdependen adalah menganalisis mengapa dan bagaimana variabel yang ada saling berhubungan. Karena peneliti

(17)

23 kesulitan menentukan variabel dependen atau independen, maka metode interdependen ditentukan berdasarkan jenis pengukuran variabel apakah bersifat metric atau non metric. Jika data berskala non metrik hanya ada satu analisis yaitu analisis koresponden (correspondence analysis). Tabel 2.3. Jenis Teknik Interdependen menyajikan pengujian metode interdependen.

Tabel 2.4 Jenis Teknik Interdependen

No Jumlah Variabel

Variabel Berskala

Metrik Variabel Non Metrik

1 2 variabel Korelasi Sederhana Tabel Kontinjensi two way

Logliniear

2 > 2 variabel Principle Component Skala multidimensional

3 > 2 variabel Analisis faktor Analisis koresponden 4 > 2 variabel Analisis cluster Logliniear model

Sumber : (Ghozali, 2009) dan (Widarjono, 2010) 2.6 Regresi Linier Berganda

Analisis regresi merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika yang seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa variabel dan meramal suatu variabel (Kutner, Nachtsheim dan Neter, 2004).

Dalam mengkaji hubungan antara beberapa variabel menggunakan analisis regresi, terlebih dahulu peneliti menentukan satu variabel yang disebut dengan variabel tidak bebas dan satu atau lebih variabel bebas. Jika ingin dikaji hubungan atau pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi linier sederhana. Kemudian jika ingin dikaji hubungan atau pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi linier berganda (multiple linear regression model). Kemudian untuk mendapatkan model regresi linier sederhana maupun model regresi linier berganda dapat diperoleh dengan melakukan estimasi terhadap parameter-parameternya menggunakan metode tertentu. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter model regresi linier sederhana maupun model regresi linier berganda adalah dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square/OLS) dan metode

(18)

24 kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood Estimation/MLE) (Kutner et.al, 2004).

Bentuk umum model regresi linier berganda dengan p variabel bebas adalah seperti pada persamaan berikut: (Kutner, Nachtsheim dan Neter, 2004). ……… (2.1) dengan : Yi = Variabel dependen 𝛽0, 𝛽1, 𝛽2… . 𝛽𝑝 = Parameter 𝑋𝑖 1, 𝑋𝑖 2, … . 𝑋𝑖 𝑝 = Variabel bebas

𝜀𝑖 adalah sisa (error) untuk pengamatan ke-i yang diasumsikan berdistribusi normal yang saling bebas dan identik dengan rata-rata 0 (nol) dan variansi 𝜎2.

Dalam notasi matriks persamaan (2.1) dapat ditulis menjadi persamaan berikut:

……….. (2.2)

dengan :

Y adalah vector variabel dependen berukuran n x 1 X adalah matriks variabel independen berukuran n x (p-1)

𝛽 adalah vector parameter berukuran p x 1

(19)

25 2.6.1 Uji Asumsi Klasik

Uji Asumsi Klasik adalah pengujian terhadap model regresi untuk mengindari adanya penyimpangan pada model regresi dan untuk mendapatkan model regresi yang lebih akurat. Menurut Gujarati (2003) suatu model regresi yang baik merupakan model yang telah memenuhi pengujian asumsi klasik yang disyaratkan. Pangujian asumsi klasik terdiri dari empat pengujian, yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskesdastisitas dan uji autokorelasi .

1. Uji Normalitas

Menurut (Ghozali, 2013) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas untuk mengetahui apakah ada sampel penelitian yang merupakan jenis distribusi normal maka menggunakan pengujian Kolmogorov-Smirnov yaitu caranya dengan melihat nilai signifikannya, jika p-value > 0,05 maka data residual tersebut terdistribusi secara normal (Ghozali, 2016). Menurut (Kurniawan dan Yuniarto, 2016) salah satu cara untuk mengatasi data yang tidak berdistribusi normal yaitu dengan melakukan transformasi data. Ghozali (2011) menyatakan bahwa langkah untuk melakukan transformasi dengan cara melihat bentuk dari grafik histogram. Berikut ini adalah cara transformasi data yang dapat dilakukan berdasarkan bentuk grafik histogramnya:

Tabel 2.5 Klasifikasi Penyelesaian Transformasi Data

Sumber : (Ghozali, 2013)

Bentuk Grafik Histogram Bentuk Transformasi

Moderate positive skewness SQRT (x) atau akar kuadrat

Substantial positive skewness LG10 (x) atau logaritma 10 atau LN

Severe positive skewness dengan bentuk L 1/x atau inverse

Moderate negative skewness SQRT (k-x)

Substantial negative skewness LG10 (k-x)

Severe negative skewness dengan bentuk J 1/(k-x) k = nilai tertinggi (maksimum) dari data mentah x

(20)

26 2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji keberadaan korelasi antara variabel independen dan model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independennya (Ghozali, 2016). Pengujian multikolonieritas dapat dilihat dari nilai toleran dan varian inflation faktor (VIF), jika nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10, maka terdapat multikolinearitas yang tidak dapat ditoleransi dan variabel tersebut harus dikeluarkan dari model regresi agar hasil yang diperoleh tidak bias.

3. Uji Heterokedastisistas

Menurut (Ghozali, 2013) bahwa uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika tidak tetap maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau yang tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Glejser (Gujarati, 2003) yang dikutip oleh (Ghozali, 2013). Pada uji Glejser, nilai residual absolut diregresi dengan variabel independen. Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen,maka terdapat indikasi terjadi Heteroskedasitas.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi autokorelasi. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Imam Ghozali, 2011). Pada penelitian ini untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson (DW test).

(21)

27 Tabel 2.6 Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi

2.6.2 Uji Koefisien Determinasi

Uji Koefisien Determinasi digunakan untuk melihat kelayakan penelitian yang dilakukan dengan melihat pengaruh variable independent terhadap variable dependent. Koefisien determinasi R² digunakan untuk mengetahui berapa persen Variasi Variabel Dependent dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen. Nilai R² ini terletak antara 0 dan 1. Bila nilai R² mendekati 0 berati sedikit sekali variasi variable depanden yang diterangkan oleh variable independen. Jika nilai R² bergerak mendekati 1 berati semakin besar variasi variable dependen yang dapat diterangkan oleh variable Independen.jika ternyata dalam perhitungan nilai R² sama dengan 0 maka ini menunjukan bahwa variable dependen tidak bisa dijelaskan oleh variable independent. (Nugroho, 2005) menyatakan untuk regresi linear berganda sebaiknya menggunakan R square yang sudah disesuaikan atau tertulis Adjusted R square untuk melihat koefisien determinasi karena disesuaikan dengan jumlah variabel independen yang digunakan dimana jika variabel independent 1(satu) maka menggunakan R square dan jika telah melebihi 1(satu) menggunakan adjusted R square. Untuk memastikan tipe hubungan antar variabel dengan berpedoman pada Tabel 2.3.

Tabel 2.7 Interpretasi Koefisien Korelasi r

Sumber: Analisis Data (Syafrizal, 2010) Nilai DW Interpretasi

4-dL<DW<4 Ada autokorelasi (negatif)

4-dL<DW<4-dL Hasil tidak bisa ditentukan

2<DW<4-dU Tidak ada autokorelasi

dU<DW<4-dU Tidak ada autokorelasi

dL<DW<dU Hasil tidak bisa ditentukan

0<DW<dL Ada autokorelasi (positif)

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,80 1,000 Sangat Kuat 0,60 0,799 Kuat 0,40 0,599 Cukup Kuat 0,20 0,399 Rendah 0,00 0,199 Sangat Rendah Sumber : Gudono, 2016

(22)

28 Berikut rumus untuk menghitung koefisien determinasi (Sujana, 2001)

Keterangan :

𝑅2 = koefisien determinasi

𝑆𝑦 = standar defiasi variabel terikat Y

𝑛 = banyal sampel

2.6.3 Pengujian Hipotesa

Agar dapat diketahui apakah diantara variabel ada yang mempunyai pengaruh harus dilakukan pengujian Hipotesis.

1. Uji F atau Simultan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui secara serentak atau bersama-sama variabel independen berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap variabel dependen (Djarwanto PS dan Pangestu S, 1998). Dengan hipotesa :

𝐻0 : 𝛽1 = 𝛽2 = … = 𝛽𝑘 = 0 (model sesuai)

𝐻𝑎 : minimal ada satu 𝛽𝑘≠ 0 (model tidak sesuai)

Statistik uji yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan statistik F hitung. Perhitungan untuk mendapatan nilai F hitung yakni :

dengan :

R = Koefisien korelasi berganda K = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel

Dengan tingkat signifikansi (α) yang digunakan adalah 5%, distribusi F dengan derajat kebebasan (α; K-1, n-K).

(23)

29 Kriteria Pengujian :

F hitung < F tabel = Ho diterima, artinya variabel independen secara serentak atau bersamaan tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

F hitung > F tabel = Ho ditolak, artinya variabel independen secara serentak atau bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

2. Uji t atau Parsial

Pengujian secara individual (uji-t) yaitu pengujian koefisien regresi secara parsial dengan menentukan formula statistik yang akan diuji, dengan hipotesa:

𝐻𝑜 : b1 = 0, artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen .

𝐻𝑎 : b1 =0, artinya ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen.

Uji t sebagai uji masing-masing variabel dari suatu persamaan regresi, dimana nilai t hitung diperoleh dari:

dengan :

bi = koefisien regresi Sei = Standar error

(Djarwanto PS dan Pangestu S, 1998 )

Dengan tingkat signifikansi (α) 5% dari df=n-K-1 diperoleh nilai t tabel, kemudian nilai t tabel dibandingkan dengan nilai thitung yang diperoleh. Dengan membandingkan kedua nilai t tersebut, maka akan diketahui pengaruhnya, yaitu dapat diterima atau ditolaknya hipotesis. Kriteria pengujian:

t hitung > t tabel Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

t hitung < t tabel Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen.

(24)

30 2.6.4 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan permasalahan yang muncul maka dilakukan analisis komprehensif terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Analisis dilakukan berdasarkan metode penilitian yang digunakan, objek penelitian, dan kesimpulan. Penjelasan lebih lanjut tentang analisis penelitian sebelumnya ini terdapat pada tabel 2.8.

Tabel 2.8 Analisis Penelitian Sebelumnya

No Nama Peneliti Metode Penelitian Objek Penelitian Lokasi Penelitian Kesimpulan 1 Maeka (2017) Multiple Regresion Unsafe Action PT. Yogya Indo Global Faktor personal dan manajemen K3 memiliki pengaruh yang tidak searah (negatnegativehad ap tindakan tidak aman (unsafe action).

Dari ketiga model yang dibuat dapat dipergunakan sebagai model prediksi. 2 Dodi Hermanto (2011) Mutivariat (Regresi Linier Ganda) Produktivitas PT. Perisai Guna Abadi Dari tahun 2005, 2006, 2007, 2008 dan 2009 Kecelakaan kerja menurun dan produktivitas meningkat. Dari uji statistik dengan mengunakan SPSS frekuensi rate dan produktivitas maka dari itu frekuensi rate terhadap

produktivitas tidak ada pengaruh.

(25)

31 No Nama Peneliti Metode Penelitian Objek Penelitian Lokasi Penelitian Kesimpulan 3 Dewi Transiska (2015) Multiple regresion Kecelakaan Kerja PT. Putri Midai

Dari hasil uji statistik, bahwa variabel

lingkungan kerja dan variabel faktor manusia secara bersama-sama berpengaruh signifikan tehadap kecelakaan kerja karyawan Dari uji parsial, faktor manusia mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja 4 Nurbaiti Fadhilah, Suryanto, NurUlfah (2013) Univariat dan Bivariat Kecelakaan Kerja Proses Die Casting PT. X Variabel yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kecelakaan kerja adalah shift kerja dan penggunaan APD. a. = 0,022 ; OR = 5,042). 5 Kartika Rahayu Tri Prasetyo Sari PCR dan NIPALAS Safety Performance Rumah Sakit Bhayangkara Kediri Faktor yang mempengaruhi safety performance adalah safety climate dan safety leadership. Model persamaan yang menyatakan hubungan antara PC Y dengan PC X yang terbaik adalah sebagai berikut. PC Y2 = 0,03525 + 0,006921 PC X1 - 0,00934 PC X2

(26)

32 No Nama Peneliti Metode Penelitian Objek Penelitian Lokasi Penelitian Kesimpulan 6 Penelitian ini (2018) Multiple regresion Kecelakaan Kerja PT. Bhimasena Research & Development TBA

Sumber : Studi Literatur

Tabel 2.8 menunjukkan bahwa sebagian peneltian yang dianggap relevan menggunakan metode multiple regresion. Penelitian ini juga akan menggunakan metode multiple regresion. Namun, yang membedakan antar penelitian diatas adalah lokasi yang di telitinya. Penjelasan tersebut mengaskan bahwa penelitian ini masih dikatakan layak untuk dilakukan karena mengandung unsur originalitas dan kebaruan.

2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan studi literatur penelitian-penelitian pada uraian di atas bedasarkan hasil wawancara langsung dengan responden, maka dapat dibuat suatu kerangka konsep penelitian seperti di ilustrasikan pada gambar 2.2.

Faktor Manusia:

1. Sikap karyawan

2. Kemampuan & Keahlian 3. Kondisi Fisik karyawan

Kecelakaan kerja

Faktor Teknis dan Lingkungan Kerja:

1. Mesin & Peralatan 2. APD

3. Lingkungan Kerja

Gambar

Tabel 2.1 Interprstasi Terhadap Koefisien Korelasi
Tabel 2.2 Nilai Cronbach’s Alpha
Gambar 2.1 Klasifikasi Analisis Multivariat  Sumber: (Zikmund, 1997)
Tabel 2.3 Jenis Teknik Dependen .
+6

Referensi

Dokumen terkait

Perangkat pembelajaran ini dikembangkan mengacu pada model pengembangan ADDIE yang terdiri dari 5 fase, namun karena terjadinya wabah pandemi Covid-19 maka penelitian ini

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dedak padi hasil fermentasi oleh kapang Aspergillus ficuum secara umum tidak berpengaruh terhadap kualitas ransum dan performans produksi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan judul pengaruh kelompok rujukan terhadap keputusan pembelain dengan minat beli sebagai variabel

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap