• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMULUSAN FUNGSI KERNEL TERHADAP SEBARAN LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK DI PULAU JAWA SHELA SHINTIA ROSALINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMULUSAN FUNGSI KERNEL TERHADAP SEBARAN LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK DI PULAU JAWA SHELA SHINTIA ROSALINA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PEMULUSAN FUNGSI KERNEL TERHADAP SEBARAN LAJU

PERTUMBUHAN PENDUDUK DI PULAU JAWA

SHELA SHINTIA ROSALINA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

RINGKASAN

SHELA SHINTIA ROSALINA. Pemulusan Fungsi Kernel terhadap Sebaran Laju Pertumbuhan Penduduk di Pulau Jawa. Dibimbing oleh AUNUDDIN dan PIKA SILVIANTI.

Pendugaan fungsi kepekatan peluang dapat dilakukan secara parametrik dan nonparametrik. Pendugaan fungsi kepekatan peluang secara parametrik memerlukan asumsi mengenai suatu peubah acak, sedangkan secara nonparametrik tidak memerlukan asumsi tersebut. Salah satu metode pendugaan fungsi kepekatan peluang secara nonparametrik adalah metode Kernel.

Tingkat kemulusan pada pendugaan fungsi kepekatan peluang Kernel sangat bergantung pada nilai ℎ yang merupakan lebar jendela. Semakin besar ℎ maka kurva pemulusan yang diperoleh semakin mulus. Hal tersebut menunjukkan bias pendugaan semakin besar dan ragam semakin kecil, sehingga informasi yang besar dari data akan hilang. Sebaliknya, jika ℎ diperkecil maka kurva pemulusan akan semakin kasar mengikuti data yang mengakibatkan bias semakin kecil dan ragam semakin besar. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai ℎ optimal untuk mendapatkan grafik optimal. Salah satu cara menentukan ℎ optimal yaitu dengan metode Optimal Otomatis. Pada metode ini nilai ℎ diperoleh dengan meminimumkan Integral Kuadrat Tengah Galat (MISE =

Mean Integrated Square Error).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola sebaran data laju pertumbuhan penduduk (LPP) tiga Provinsi di Pulau Jawa. Data yang digunakan adalah data sekunder hasil sensus penduduk yang telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1980, 1990, 2000, dan 2010, kemudian data diolah menggunakan perangkat lunak R versi 2.13.1 paket MASS. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan yaitu menghitung rata-rata LPP pada tiap-tiap Provinsi, melakukan eksplorasi data menggunakan plot kuantil-kuantil dan boxplot, menghitung ℎ menggunakan rumusan Silverman ℎ = 1.06 −15, dan menduga fungsi kepekatan peluang

menggunakan fungsi pemulusan Kernel Gaussian.

Berdasarkan rumusan Silverman diperoleh nilai ℎ optimal sebesar 1.1230 (Jawa Barat 1980-1990), 1.6350 (Jawa Barat 1990-2000), 0.6349 (Jawa Barat 2000-2010), 0.6540 (Jawa Tengah 1980-1990), 0.4243 (Jawa Tengah 1990-2000), 0.2285 (Jawa Tengah 2000-2010), 0.6964 (Jawa Timur 1980-1990), 0.3139 (Jawa Timur 1990-2000), dan 0.2435 (Jawa Timur 2000-2010). Data LPP pada periode 1980-1990 dan 1990-2000 tidak menyebar Normal yang disebabkan oleh pencilan. Pencilan-pencilan tersebut mengindikasikan bahwa data LPP belum stabil karena masih adanya masalah administrasi pemerintah, seperti terjadinya pemekaran wilayah, sedangkan data LPP periode 2000-2010 sudah tidak ada lagi pemekaran wilayah. Hal tersebut ditandai dengan bentuk kurva menyebar Normal. Rata-rata LPP untuk ketiga Provinsi dari yang tertinggi ke terendah berturut-turut yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Tingginya LPP tidak hanya dipengaruhi oleh angka kelahiran melainkan migrasi, sehingga di beberapa Kota LPP relatif lebih tinggi.

(3)

PEMULUSAN FUNGSI KERNEL TERHADAP SEBARAN LAJU

PERTUMBUHAN PENDUDUK DI PULAU JAWA

SHELA SHINTIA ROSALINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(4)

Judul Skripsi : Pemulusan Fungsi Kernel terhadap Sebaran Laju Pertumbuhan : Penduduk di Pulau Jawa

Nama : Shela Shintia Rosalina

NIM : G14070041

Disetujui

Pembimbing I,

Prof. Dr. Ir. Aunuddin, M.Sc NIP : 194706151971061001

Pembimbing II,

Pika Silvianti, S.Si, M.Si.

Diketahui

Ketua Departemen Statistika

Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si NIP : 196504211990021001

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 9 Maret 1989 dari ayah Yayat Supriatna dan ibu Niar Yuniarsih. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Siliwangi I Garut, kemudian melanjutkan studi ke sekolah menengah pertama di SMPN 2 Garut hingga tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN I Garut dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mayor Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan minor Departemen Manajemen Fungsional Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kepengurusan Himpunan Keprofesian Gamma Sigma Beta (GSB) periode 2010 sebagai staff pengurus divisi Human Resources Development (HRD).

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia, anugerah, rahmat, rezeki, dan ilmu-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang senantiasa istiqomah mengemban syariat Islam hingga akhir zaman.

Dalam proses pembuatan karya ilmiah ini penulis mendapatkan banyak ilmu, inspirasi, dan pelajaran yang begitu berharga, sehingga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Aunuddin, M.Sc sebagai pembimbing I dan Ibu Pika Silvianti, S.Si, M.Si sebagai pembimbing II yang telah memberikan waktu dan sarannya kepada penulis.

2. Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah sebagai penguji luar yang telah memberikan pertanyaan dan saran. 3. Seluruh dosen Departemen Statistika IPB atas nasehat dan ilmu yang bermanfaat.

4. Mamah, Papah, serta adik-adik Rangga Adhi Firmansyah dan Agnes Nur Salma yang telah memberikan kasih sayang sepenuhnya, semangat, dan doa yang tulus.

5. Sahabat-sahabat, Resty Indah Sari, Ahtinita Filiaty, Rahima, I Nyoman Putrayasa Pendit, dan Septiyan Allan Mutaqin.

6. Teman-teman seperjuangan STK 44 atas kebersamaannya selama ini.

7. Ibu Markonah, Ibu Tri, Ibu Aat, Pak Heri, Mang Herman, Mang Dur, Mang Iqbal, dan Mang Iyus atas bantuannya selama ini.

Bogor, Januari 2012

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 1 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk ... 1 Sensus Penduduk ... 1 Eksplorasi Data ... 1

Penduga Fungsi Kepekatan Nonparametrik ... 1

Metode Pemulusan Fungsi Kernel ... 2

Lebar Jendela ... 3

METODOLOGI Data ... 3

Metode ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data ... 4

Pendugaan Fungsi Kepekatan Peluang Kernel ... 7

SIMPULAN ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Fungsi Kernel untuk penduga kepekatan ... 3

2. Efisiensi relatif untuk penduga kepekatan ... 3

3. Data pencilan di Provinsi Jawa Barat ... 4

4. Statistik deskriptif LPP di Provinsi Jawa Barat ... 5

5. Statistik deskriptif LPP di Provinsi Jawa Tengah ... 6

6. Data pencilan di Provinsi Jawa Tengah ... 6

7. Statistik deskriptif LPP di Provinsi Jawa Timur ... 7

8. Data pencilan di Provinsi Jawa Timur... 7

9. Nilai ℎ optimal rumusan Silverman ... 7

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Barat periode 1980-1990 ... 4

2. Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Barat periode 1990-2000 ... 4

3. Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Barat periode 2000-2010 ... 4

4. Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Tengah periode 1980-1990 ... 5

5. Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Tengah periode 1990-2000 ... 5

6. Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Tengah periode 2000-2010 ... 5

7. Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Timur periode 1980-1990 ... 6

8. Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Timur periode 1990-2000 ... 6

9. Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Timur periode 2000-2010 ... 6

10. Kurva perbandingan menggunakan dua jenis ℎ dan dua jenis fungsi Kernel pada LPP Provinsi Jawa Barat periode 1980-1990. ... 8

11. Kurva fungsi kepekatan dengan pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Barat pada masing-masing periode. ... 8

12. Kurva fungsi kepekatan dengan pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Tengah pada masing-masing periode ... 8

13. Kurva fungsi kepekatan dengan pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Timur pada masing-masing periode ... 8

14. Kurva data LPP di tiga Provinsi periode 2000-2010 ... 9

15. Boxplot data LPP di tiga Provinsi periode 2000-2010... 9

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kurva masing-masing fungsi Kernel ... 12

2. Data Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Barat ... 13

3. Data Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Tengah ... 14

4. Data Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Timur ... 15

5. Sintaks R perbandingan h optimal rumusan Silverman dan rumusan Terrel serta fungsi Kernel Gaussian dan Epanechnikov di Provinsi Jawa Barat periode 1980-1990 ... 16

6. Sintaks R untuk ℎ optimal rumusan Silverman pada fungsi pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Barat ... 16

7. Sintaks R untuk ℎ optimal rumusan Silverman pada fungsi pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Tengah ... 17

8. Sintaks R untuk ℎ optimal rumusan Silverman pada fungsi pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Timur ... 17

(9)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar 237.56 juta setelah China, India, dan Amerika Serikat. Sebesar 57.49% jumlah penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Besarnya jumlah penduduk Indonesia dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk (LPP). LPP tanpa diimbangi antisipasi pemenuhan kebutuhan pangan dan energi akan menjadi ancaman serius bagi Indonesia.

Rata-rata LPP Indonesia per tahun selama periode 1990-2000 adalah sebesar 1.45%. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata LPP periode 1980-1990 yang mencapai 1.97% per tahun, dimana rata-rata LPP untuk Provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur angkanya sudah di bawah 1% (maiwanews.com 2010). Rata-rata LPP pada periode 2000-2010 mencapai 1.49% atau naik sebesar 0.04% dibandingkan dengan rata-rata LPP periode 1990-2000 yang mencapai 1.45% (KOMPAS.com 2011).

Sifat-sifat penting yang mendasari data dapat diketahui jika fungsi kepekatan peluang dari segugus data dapat diperoleh, baik melalui pengukuran maupun pengamatan terhadap satu atau beberapa peubah. Akan tetapi, pada kenyataannya fungsi kepekatan peluang dari suatu data contoh sering tidak diketahui, sehingga perlu dibentuk dugaan dari fungsi kepekatan peluang tersebut (Karmiladewi 1992). Pendugaan fungsi kepekatan peluang dapat dilakukan secara parametrik dan nonparametrik (Silverman 1986). Pendugaan fungsi kepekatan peluang secara parametrik memerlukan asumsi mengenai suatu peubah acak, sedangkan secara nonparametrik tidak memerlukan asumsi tersebut.

Pada penelitian ini akan dilakukan pendugaan fungsi kepekatan peluang secara nonparametrik menggunakan metode Kernel untuk mengetahui pola sebaran data LPP tiga Provinsi di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Melalui pendekatan ini data diharapkan dapat lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya, tanpa harus terpaku pada fungsi kepekatan peluang yang sudah dikenal.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola sebaran data LPP tiga Provinsi di Pulau Jawa.

TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan per waktu unit untuk pengukuran. Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh tiga hal yaitu: kelahiran, kematian, dan migrasi (Kusnadi 2010). Persamaannya dirumuskan sebagai berikut:

= −

dengan,

= jumlah penduduk awal

= jumlah penduduk tahun kemudian = tingkat pertumbuhan penduduk

Sensus Penduduk

Sensus penduduk merupakan kegiatan penghitungan jumlah penduduk di seluruh atau sebagian teritorial suatu negara dengan mengumpulkan karakteristik pokok semua penduduk, rumah tangga, dan bangunan tinggal. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, penyelenggaraan sensus penduduk adalah setiap sepuluh tahun sekali pada tahun berakhiran angka nol (BPS 2010).

Eksplorasi Data

Eksplorasi data adalah salah satu upaya dalam penelusuran dan pengungkapan struktur dan pola yang dimiliki oleh data tanpa mengkaitkan secara kaku pada asumsi-asumsi tertentu. Penelusuran pola data bertujuan untuk memeriksa bentuk atau pola sebaran data yaitu apakah cenderung mengumpul di satu nilai tertentu atau pada beberapa nilai, atau apakah ada beberapa nilai yang memencil dari kumpulannya (Aunuddin 1989). Pemeriksaan bentuk dan pola sebaran data dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya menggunakan plot kuantil-kuantil dan boxplot.

Penduga Fungsi Kepekatan Nonparametrik

Pendugaan fungsi kepekatan secara nonparametrik sangat erat kaitannya dengan proses pemulusan. Seandainya terdapat contoh acak dari suatu sebaran tertentu dengan angka pengamatan berupa , , … , maka pendugaan fungsi kepekatan dapat dilakukan dengan menduga fungsi sebaran empirik yang merupakan rataan titik berat pengamatan.

Dalam pendugaan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kemiripan pada data

(10)

amatan dengan bias kecil atau mencari pola mulus yang memiliki keragaman kecil. Semakin kecil kelas yang dibentuk, maka akan diperoleh dugaan fungsi dengan bias kecil tetapi ragam besar. Sebaliknya, semakin lebar kelas yang dibentuk, maka akan diperoleh dugaan fungsi dengan bias besar tetapi ragam kecil. Perimbangan antara bias dan ragam dalam proses pendugaan fungsi kepekatan sangat bergantung pada lebar kelas data yang digunakan dalam pemulusan (Aunuddin 2009).

Histogram merupakan alat peraga pertama, paling sederhana, dan populer untuk menggambarkan perilaku sebaran data. Proses penyusunannya mencakup dua tahapan (Aunuddin 2009) yaitu:

1. Pengalokasian pengamatan ke dalam salah satu kelas yang telah ditetapkan.

2. Pembuatan kotak (persegi panjang) pada setiap kelas dengan tinggi kotak masing-masing merupakan frekuensi atau banyaknya pengamatan yang termasuk ke dalam kelas yang bersangkutan.

Meskipun sederhana ternyata proses ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain: 1. Ketidakjelasan dalam penetapan banyak

kelas nilai yang dibentuk.

2. Ketidakjelasan dalam penetapan lebar kelas.

3. Ketidakjelasan lokasi nilai tengah masing-masing kelas.

4. Sumbangan setiap pengamatan dianggap hanya mewakili nilai tengah kelas, berapapun nilai pengamatan tersebut. 5. Bersifat tidak kontinu pada batas kelas. 6. Bentuknya sangat dipengaruhi oleh titik

awal dan titik akhir.

Dalam uraian yang lebih formal, misalkan terdapat angka pengamatan berupa , , … , dalam selang [ , ], kemudian selang dibagi menjadi kelas dengan lebar kelas ℎ masing-masing sama besar, titik batasnya adalah = ℎ untuk 0 ≤ ≤ . Tentukan = + ℎ dan merupakan banyaknya amatan dalam kelas ke- atau

, maka histogram untuk data tersebut

menjadi,

( ) = 1

ℎ ,

dengan ( ) merupakan fungsi indikator dari gugus A.

Silverman (1986) menyarankan penetapan kelas untuk menduga ( ) tidak bersifat tetap, tetapi berpusat pada nilai sehingga fungsi kepekatan dianggap sebagai konsentrasi relatif

dari pengamatan pada kelas-kelas yang berbeda. Pendekatan ini disebut sebagai penduga kepekatan sederhana atau “naive

density estimator” yang dirumuskan oleh

persamaan, ( ) = 1 2ℎ ( − ) ℎ dengan ( ) = 1 untuk | | < 1 2 untuk | | ≥ 1 2

fungsi ( ) ini adalah fungsi kepekatan uniform dalam selang [−ℎ, ℎ].

Metode Pemulusan Fungsi Kernel Suatu fungsi (. ) disebut fungsi Kernel jika merupakan fungsi kontinu. Umumnya Kernel bersifat positif dan simetrik di sekitar nol, bahkan dalam praktiknya (. ) yang digunakan merupakan fungsi kepekatan peluang simetrik seperti misalnya fungsi kepekatan Normal. Persamaannya dirumuskan sebagai berikut: (x) = 1 ℎ − ℎ dengan,

= banyaknya data pengamatan ℎ = lebar jendela

(. ) = fungsi Kernel

= nilai pengamatan ke –

Persamaan di atas menunjukkan penduga Kernel bergantung pada ℎ dan fungsi Kernel ( ). Fungsi Kernel ( ) menentukan bentuk bukit yang terbentuk dalam jendela, sedangkan ℎ menentukan lebar jendela. Silverman (1986) mengasumsikan fungsi Kernel ( ) ialah suatu fungsi simetris yang memenuhi kondisi di bawah ini, yaitu: a. Memenuhi hukum probabilitas

( ) = 1

b. Memiliki nilai rataan sama dengan nol ( ) = 0

c. Memiliki nilai ragam berupa konstanta yang tidak sama dengan nol

( ) = ≠ 0

dengan adalah ragam dari fungsi Kernelnya.

Metode Kernel pada data peubah tunggal umumnya digunakan untuk kepentingan eksplorasi dan hasil pendugaannya lebih banyak disajikan secara visual dan deskriptif (Silverman 1986). Beberapa fungsi Kernel untuk penduga kepekatan tercantum pada Tabel 1, sedangkan bentuk kurva dari

(11)

masing-masing fungsi Kernel disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 1 Fungsi Kernel untuk penduga kepekatan Kernel ( ) Normal {− /2}/√2 −∞ < < ∞ Uniform 1/2 | | < 1 Epanech (3/4)(1 − ) | | < 1 Triangle 1 − | | | | < 1 Biweight (15/16) (1 – ) | | < 1

*kecuali untuk Normal, Kernel lain memiliki daerah dalam [-1, 1]

Berdasarkan efisiensi relatif dari masing-masing fungsi Kernel yang tercantum pada Tabel 2, pemilihan fungsi Kernel tidak akan berpengaruh terhadap bentuk pendugaan fungsi kepekatan yang diperoleh (Silverman 1986). Hal tersebut disebabkan oleh nilai efisiensi relatif dari masing-masing fungsi Kernel nilainya tidak jauh berbeda satu sama lain yaitu berkisar pada angka satu.

Tabel 2 Efisiensi relatif untuk penduga kepekatan Kernel ( ) ( ) Efisiensi Relatif Normal 1/(2√ ) (1/(2√ ))1/5 1.051 Uniform 1/2 (9/2)1/5 1.076 Epanech 3/5 151/5 1.000 Triangle 2/3 241/5 1.014 Biweight 5/7 351/5 1.006 Lebar Jendela

Tingkat kemulusan pada pendugaan fungsi kepekatan peluang Kernel sangat bergantung pada ℎ. Semakin besar ℎ maka kurva pemulusan yang diperoleh semakin mulus. Hal tersebut menunjukkan bias pendugaan semakin besar dan ragam semakin kecil. Sebaliknya, jika ℎ diperkecil maka kurva pemulusan akan semakin kasar mengikuti data yang mengakibatkan bias semakin kecil serta ragam semakin besar (Silverman 1986). Oleh karena itu, perlu dipilih nilai ℎ optimal untuk mendapatkan grafik optimal.

Salah satu cara menentukan ℎ optimal yaitu dengan metode Optimal Otomatis. Pada metode ini ℎ diperoleh dengan meminimumkan Integral Kuadrat Tengah Galat (MISE = Mean Integrated Square

Error). sendiri merupakan nilai harapan dari , (ℎ) = { (ℎ)} dengan, = ( ) − ( ) maka diperoleh, = ( ( ) − ( ))

Menurut Aunuddin (2009) dengan menghilangkan komponen ordo tinggi pada ekspansi deret Taylor dari (ℎ) akan diperoleh (ℎ) atau Asymptotic Mean

Integrated Squared Error yang lebih mudah

penyelesaiannya seperti rumusan berikut, (ℎ) = ( )

ℎ +

ℎ "

4

Beberapa jenis rumusan ℎ yang dapat digunakan (Aunuddin 2009) yaitu:

1. Rumusan yang diberikan oleh Silverman (NRD) yang diperoleh berdasarkan pendekatan normal baku.

ℎ = 1.06 /

2. Rumusan yang disarankan oleh Sheater Jones (SJ) yang diperoleh dengan menduga " dalam (ℎ) dengan

fungsi peluang Normal. ℎ = 1.59 /

3. Rumusan yang disarankan oleh Terrel

Biased Cross Validation (BCV) dikenal

dengan sebutan pemulus maksimal, nilai ini diperoleh dengan mengganti " oleh

nilai paling kecil yang mungkin diperoleh. ℎ = 1.44 /

4. Rumusan dengan menggunakan metode validasi silang tak bias, Unbiased Cross

Validation (UCV) yang diperoleh dengan

meminimumkan nilai .

ℎ = ( ) − 2 ( ) dengan adalah pendugaan fungsi kepekatan peluang untuk semua data kecuali data .

METODOLOGI Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder hasil sensus penduduk yang telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1980, 1990, 2000, dan 2010. Perangkat lunak yang digunakan adalah R versi 2.13.1 paket MASS.

(12)

Metode

Tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menghitung rata-rata LPP menggunakan

rumus = / .

2. Melakukan eksplorasi data menggunakan plot kuantil-kuantil untuk melihat kenormalan data dan boxplot untuk melihat keberadaan data pencilan.

3. Menghitung ℎ menggunakan rumusan Silverman ℎ = 1.06 .

4. Menduga fungsi kepekatan peluang menggunakan fungsi pemulusan Kernel Gaussian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data

Eksplorasi data diawali dengan upaya penelusuran dan pengungkapan struktur dan pola yang dimiliki oleh data. Penelusuran pola data bertujuan untuk memeriksa bentuk dan pola sebaran data. Pemeriksaan bentuk dan pola sebaran data dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya menggunakan plot kuantil dan boxplot. Plot kuantil-kuantil digunakan untuk melihat kenormalan data dengan melihat sebaran data yang menyebar di sekitar garis lurus, sedangkan boxplot digunakan untuk melihat keberadaan data pencilan. Hasil eksplorasi data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa Barat

Data LPP periode 1980-1990 dan 1990-2000 tidak menyebar Normal ( − < ) yang disebabkan oleh tiga dan empat buah pencilan (Gambar 1 dan Gambar 2). Berbeda dengan periode 2000-2010 data LPP menyebar Normal ( − > ) meskipun terdapat dua buah pencilan (Gambar 3).

8 6 4 2 0 -2 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 LPP P er c en t Plot kuantil-kuantil *p-value <0.010

Gambar 1 Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Barat periode 1980-1990. 12,5 10,0 7,5 5,0 2,5 0,0 -2,5 -5,0 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 LPP P er c en t Plot kuantil-kuantil *p-value <0.010

Gambar 2 Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Barat periode 1990-2000. 5 4 3 2 1 0 -1 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 LPP P er c en t Plot kuantil-kuantil *pvalue = 0.063

Gambar 3 Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Barat periode 2000-2010.

Pencilan atas terjadi jika ada satu atau lebih pengamatan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai pengamatan-pengamatan yang lainnya, sedangkan pencilan bawah terjadi sebaliknya. Adapun Kabupaten/Kotamadya yang menjadi pencilan di Provinsi Jawa Barat tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3 Data pencilan di Provinsi Jawa Barat No Periode Jenis Pencilan Nama Kabupaten/Kotamadya 1 80-90

Atas Kabupaten Bekasi 2 Atas Kabupaten

Tanggerang 3 Atas Kabupaten Bogor 1

90-00

Atas Kota Bogor 2 Atas Kota Sukabumi 3 Atas Kota Bekasi 4 Bawah Kabupaten Bekasi 1

00-10 Atas Kabupaten Bekasi 2 Atas Kota Depok

9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 L P P Boxplot 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 L P P Boxplot 5 4 3 2 1 0 L P P Boxplot

(13)

Tabel 4 Statistik deskriptif LPP di Provinsi Jawa Barat

Hasil statistik deskriptif pada Tabel 4 menunjukkan rata-rata LPP di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan, nilainya berturut-turut yaitu sebesar 2.562%, 2.106%, dan 1.715%. Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa upaya pengendalian LPP di Provinsi Jawa Barat relatif cukup baik. Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mengendalikan LPP yaitu melalui program Keluarga Berencana (KB) dan transmigrasi (BPS 2008). Kemenjuluran dapat dilihat pada

skewness dimana nilainya masing-masing yaitu sebesar 2.13, 1.85, dan 1.18. Nilai-nilai kemenjuluran positif tersebut terjadi karena ada satu atau lebih pengamatan mempunyai nilai sangat besar, sehingga nilai rata-rata menjadi lebih besar dari median.

LPP di beberapa Kabupaten/Kotamadya periode 1990-2000 nilainya cukup ekstrim (Lampiran 2) seperti yang terjadi di Kabupaten Bekasi dan Kota Bogor. Hal ini terjadi karena pada tahun 1995 Kota Bogor mengalami perluasan wilayah yaitu sebanyak 46 desa dari Kabupaten Bogor masuk menjadi wilayah Kota Bogor dan pada tahun 1999 Depok ditetapkan menjadi Kota yang terpisah dari Kabupaten Bogor. Pada tahun 1996 Kabupaten Bekasi mengalami pemekaran wilayah menjadi Kota Bekasi dan pada bulan Januari tahun 2000 Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, dan Tanggerang mengalami pemekaran wilayah menjadi Provinsi Banten (BPS 2000).

2. Pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa Tengah

Data LPP periode 1980-1990 dan 1990-2000 tidak menyebar Normal ( − < ) yang disebabkan oleh dua dan tiga buah pencilan (Gambar 4 dan Gambar 5). Berbeda dengan periode 2000-2010 data LPP menyebar Normal ( − > ) tanpa disertai adanya pencilan (Gambar 6). Adapun Kabupaten/Kotamadya yang menjadi pencilan di Provinsi Jawa Tengah tercantum pada Tabel 6, sedangkan data LPP-nya disajikan pada Lampiran 3. 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 LPP P er c en t Plot kuantil-kuantil *p-value <0.010

Gambar 4 Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Tengah periode 1980-1990. 5 4 3 2 1 0 -1 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 LPP P er c en t Plot kuantil-kuantil *p-value <0.010

Gambar 5 Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Tengah periode 1990-2000. 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 LPP P e r c e n t Plot kuantil-kuantil *p-value >0.150

Gambar 6 Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Tengah periode 2000-2010.

Hasil statistik deskriptif pada Tabel 5 menunjukkan rata-rata LPP di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan, nilainya berturut-turut yaitu sebesar 1.363%, 0.847%, dan 0.3837% dimana angka 0.3837% merupakan angka terbaik di Indonesia yang memiliki rata-rata LPP sebesar 1.47% (Bataviase.co.id 2011). Rendahnya tingkat LPP di Provinsi Jawa Tengah dipengaruhi oleh migran keluar dan penurunan angka kelahiran yang cukup tinggi (BPS 2007). Statistik Jawa Barat 1980-1990 1990-2000 2000-2010 Jumlah Data 24 22 26 Rata-Rata 2.562 2.106 1.715 Median 1.985 1.405 1.410 Simpangan Baku 2.001 2.861 1.149 Kemenjuluran (skewness) 2.130 1.850 1.180 Maksimum 8.400 11.050 4.690 Minimum 0.810 -2.360 0.404 7 6 5 4 3 2 1 0 L P P Boxplot 5 4 3 2 1 0 L P P Boxplot 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 L P P Boxplot

(14)

Tabel 5 Statistik deskriptif LPP di Provinsi Jawa Tengah

Kemenjuluran dapat dilihat pada skewness dimana nilainya masing-masing yaitu sebesar 2.99, 2.60, dan 0.370. Nilai-nilai kemenjuluran positif tersebut terjadi karena ada satu atau lebih pengamatan mempunyai nilai sangat besar, sehingga nilai rata-rata menjadi lebih besar dari median.

Tabel 6 Data pencilan di Provinsi Jawa Tengah No Periode Jenis Pencilan Nama Kabupaten/Kotamadya 1 80-90

Atas Kota Pekalongan 2 Atas Kota Tegal 1

90-00

Atas Kota Salatiga 2 Bawah Kota Surakarta 3 Bawah Kota Magelang 00-10 TIDAK ADA PENCILAN 3. Pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa

Timur

Data LPP periode 1980-1990 tidak menyebar Normal ( − < ) yang disebabkan oleh enam buah pencilan (Gambar 7). Berbeda dengan periode 1990-2000 dan 2000-2010 data LPP menyebar Normal ( − > ), meskipun keduanya memiliki satu buah pencilan (Gambar 8 dan Gambar 9). Adapun Kabupaten/Kotamadya yang menjadi pencilan di Provinsi Jawa Timur tercantum pada Tabel 8, sedangkan data LPP-nya disajikan pada lampiran 4.

6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 LPP P er c en t Plot kuantil-kuantil *p-value <0.010

Gambar 7 Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Timur periode 1980-1990. 3 2 1 0 -1 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 LPP P er c en t Plot kuantil-kuantil *p-value = 0.043

Gambar 8 Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Timur periode 1990-2000. 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 LPP P er c en t Plot kuantil-kuantil *p-value >0.150

Gambar 9 Plot kuantil-kuantil dan boxplot di Provinsi Jawa Timur periode 2000-2010.

Hasil statistik deskriptif pada Tabel 7 menunjukkan rata-rata LPP di Provinsi Jawa Timur berturut-turut yaitu sebesar 1.411%, 0.564 %, dan 0.755 %. Rata-rata LPP dari periode 1980-1990 ke 1990-2000 mengalami penurunan. Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa program KB yang telah dicanangkan oleh pemerintah mengalami keberhasilan. Namun, rata-rata LPP dari periode 1990-2000 ke periode 2000-2010 mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap program KB (BKKBN 2008).

Kemenjuluran dapat dilihat pada skewness dimana nilainya masing-masing yaitu sebesar 1.87, 1.75, dan 0.850. Nilai-nilai kemenjuluran positif tersebut terjadi karena ada satu atau lebih pengamatan mempunyai nilai sangat besar, sehingga nilai rata-rata menjadi lebih besar dari median.

Statistik Jawa Tengah 1980-1990 1990-2000 2000-2010 Jumlah Data 35 35 35 Rata-Rata 1.363 0.847 0.384 Median 1.100 0.780 0.320 Simpangan Baku 1.256 0.815 0.415 Kemenjuluran (skewness) 2.990 2.600 0.370 Maksimum 6.240 4.530 1.330 Minimum -0.020 -0.620 -0.440 6 5 4 3 2 1 0 L P P Boxplot 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 L P P Boxplot 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 L P P Boxplot

(15)

Tabel 7 Statistik deskriptif LPP di Provinsi Jawa Timur

Pada Tabel 8 dapat dilihat pada periode 2000-2010 Kabupaten Sidoarjo menjadi pencilan atas artinya LPP di Kabupaten Sidoarjo tetap lebih tinggi dibandingkan dengan LPP di Kabupaten/Kotamadya lainnya. Hal ini menunjukkan bencana “Lumpur Lapindo” ternyata tidak menyebabkan terjadinya migran keluar. Sebagian besar penduduk Sidoarjo yang terkena bencana alam lebih memilih untuk tetap tinggal di Sidoarjo. Berbagai alasan yang mendasari antara lain tinggal dengan keluarga terdekat, adanya relokasi rumah tinggal penduduk terkena bencana, dan menunggu kompensasi ganti rugi (BPS 2010).

Tabel 8 Data pencilan di Provinsi Jawa Timur No Periode Jenis Pencilan Nama Kabupaten/Kotamadya 1 80-90

Atas Kota Probolinggo 2 Atas Kota Pasuruan 3 Atas Kota Blitar 4 Atas Kota Mojokerto 5 Atas Kota Malang 6 Atas Kabupaten Sidoarjo 1 90-00 Atas Kabupaten Sidoarjo 1 00-10 Atas Kabupaten Sidoarjo

Pendugaan Fungsi Kepekatan Peluang Kernel

Hasil eksplorasi data yang dihasilkan oleh plot kuantil-kuantil dan boxplot menunjukkan sebaran data LPP di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah periode 2000-2010 serta Jawa Timur periode 1990-2000 dan 2000-2010 mengikuti sebaran teoritik tertentu yaitu sebaran Normal meskipun terdapat pencilan, sedangkan untuk data LPP lainnya, pola sebaran tidak mengikuti sebaran teoritik tertentu yang disebabkan oleh pencilan. Oleh karena itu, pendugaan fungsi kepekatan peluang dilakukan secara nonparametrik

dengan metode Kernel. Pada Tabel 9 dapat dilihat nilai ℎ optimal yang diperoleh menggunakan rumusan Silverman.

Tabel 9 Nilai ℎ optimal rumusan Silverman

Provinsi Periode ℎ 80-90 1.1230 Jawa Barat 90-00 1.6350 00-10 0.6349 80-90 0.6540 Jawa Tengah 90-00 0.4243 00-10 0.2285 Jawa Timur 80-90 0.6964 90-00 0.3139 Pada Gambar 10 dapat dilihat penggunaan ℎ yang berbeda yaitu, ℎ rumusan Terrel (1.526) pada data LPP di Provinsi Jawa Barat periode 1980-1990 ternyata menghasilkan kurva yang hampir mirip dengan kurva yang dihasilkan oleh ℎ rumusan Silverman (1.123), meskipun kurva yang dihasilkan oleh ℎ rumusan Terrel sedikit lebih mulus. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk bukit yang dihasilkan oleh bagian ekor kurva dimana bentuk bukit dengan ℎ rumusan Terrel lebih menonjol dibandingkan dengan bentuk bukit yang dihasilkan oleh ℎ rumusan Gaussian.

Demikian juga pada saat menggunakan fungsi Kernel yang berbeda yaitu fungsi pemulusan Kernel Epanechnikov, kurva yang diperoleh hampir mirip dengan kurva yang dihasilkan oleh fungsi pemulusan Kernel Gaussian, yang membedakan hanya terletak pada kelandaian kurva. Hal tersebut disebabkan oleh nilai efisiensi relatif dari masing-masing fungsi Kernel yang mana nilainya tidak jauh berbeda satu sama lain yaitu berkisar pada angka satu. Oleh karena itu, pemilihan fungsi Kernel tidak akan berpengaruh terhadap bentuk pendugaan fungsi kepekatan yang diperoleh.

Statistik Jawa Timur 1980-1990 1990-2000 2000-2010 Jumlah Data 37 37 38 Rata-Rata 1.411 0.564 0.755 Median 0.930 0.480 0.476 Simpangan Baku 1.353 0.610 0.476 Kemenjuluran (skewness) 1.870 1.750 0,850 Maksimum 5.850 2.970 2,210 Minimum -0.103 -0.390 -0.016

(16)

Gambar 10 Kurva perbandingan menggunakan dua jenis ℎ dan dua jenis fungsi Kernel pada LPP di Provinsi Jawa Barat periode 1980-1990.

Selanjutnya, pemilihan fungsi Kernel dapat dilakukan dengan mempertimbangkan penggunaan yang lebih sederhana. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan fungsi kepekatan dengan pemulusan Kernel Gaussian dan ℎ rumusan Silverman. Sintaks R dalam pembuatan kurva disajikan pada Lampiran 5.

1. Provinsi Jawa Barat

Kurva yang dihasilkan oleh fungsi pemulusan Kernel Gaussian pada data LPP periode 1980-1990 dan 2000-2010 menunjukkan bentuk kurva dengan modus tunggal berekor panjang ke sebelah kanan yang disebabkan oleh tiga dan empat buah pengamatan, sedangkan kurva yang dihasilkan periode 2000-2010 menunjukkan bentuk kurva sebaran Normal dengan modus tunggal berekor pendek ke sebelah kanan yang disebabkan oleh dua buah pengamatan, seperti ditunjukkan pada Gambar 11. Sintaks R dalam pembuatan kurva disajikan pada Lampiran 6.

Gambar 11 Kurva fungsi kepekatan dengan pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Barat pada masing-masing periode.

2. Provinsi Jawa Tengah

Kurva yang dihasilkan oleh fungsi pemulusan Kernel Gaussian pada data LPP periode 1980-1990 dan 2000-2010

menunjukkan bentuk kurva dengan modus tunggal berekor panjang ke sebelah kanan yang disebabkan oleh dua dan tiga buah pengamatan, sedangkan kurva yang dihasilkan periode 2000-2010 menunjukkan bentuk kurva sebaran Normal dengan modus tunggal tanpa disertai pencilan, seperti ditunjukkan pada Gambar 12. Sintaks R pembuatan kurva disajikan pada Lampiran 7.

Gambar 12 Kurva fungsi kepekatan dengan pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Tengah pada masing-masing periode.

3. Provinsi Jawa Timur

Kurva yang dihasilkan oleh fungsi pemulusan Kernel Gaussian pada data LPP periode 1980-1990 menunjukkan bentuk kurva dengan modus tunggal berekor panjang ke sebelah kanan yang disebabkan oleh enam buah pengamatan, sedangkan kurva yang dihasilkan periode 2000-2010 dan 2000-2010 menunjukkan bentuk kurva sebaran Normal dengan modus tunggal berekor pendek ke sebelah kanan yang disebabkan oleh satu buah pengamatan, seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Sintaks R dalam pembuatan kurva ini disajikan pada Lampiran 8.

Gambar 13 Kurva fungsi kepekatan dengan pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Timur pada masing-masing periode.

Pada Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13 dapat dilihat data LPP periode 1980-1990 dan 1990-2000 tidak menyebar Normal yang disebabkan oleh pencilan. Pencilan-pencilan tersebut mengindikasikan bahwa data LPP

(17)

belum stabil karena masih adanya masalah administrasi pemerintah, seperti terjadinya pemekaran wilayah, sedangkan data LPP periode 2000-2010 sudah tidak ada lagi pemekaran wilayah. Hal tersebut ditandai dengan bentuk kurva menyebar Normal.

Gambar 14 Kurva data LPP di tiga Provinsi periode 2000-2010.

Pada Gambar 14 dapat dilihat nilai median untuk Provinsi Jawa Barat lebih besar dibandingkan dengan nilai median untuk Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, bahkan sebagian dari data LPP di Provinsi Jawa Barat nilainya merupakan keseluruhan dari data LPP di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu, LPP di tiap-tiap Kabupaten/Kotamadya di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur nilainya lebih rendah dibandingkan dengan LPP di tiap-tiap Kabupaten/Kotamadya di Provinsi Jawa Barat. Rata-rata LPP untuk ketiga Provinsi dari yang tertinggi ke terendah berturut-turut yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Sintaks R dalam pembuatan

overlay grafik disajikan pada Lampiran 9.

jatim3 jateng3 jabar3 5 4 3 2 1 0 D a ta

Gambar 15 Boxplot data LPP di tiga Provinsi periode 2000-2010.

Pada Gambar 15 dapat dilihat letak median untuk Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan letak median untuk Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Selain itu, letak kuartil satu untuk Provinsi Jawa Barat juga lebih tinggi dibandingkan dengan letak kuartil tiga untuk Provinsi Jawa Tengah

dan kuartil dua untuk Provinsi Jawa Timur. Ini menunjukkan LPP di Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan LPP di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Salah satu penyebab tingginya LPP di Provinsi Jawa Barat adalah karena letaknya sangat strategis, yaitu berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta serta tersedianya berbagai fasilitas/infrastruktur cukup lengkap yang menjadi salah satu tujuan utama migrasi. Daerah utama yang menjadi tujuan para migran adalah Bogor, Depok, Bekasi, dan Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kota Cimahi (BPS 2002).

Secara umum, LPP di Kotamadya lebih tinggi dibandingkan dengan LPP di Kabupaten. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya kawasan industri dan niaga yang disertai dengan berbagai fasilitas, dan tersedianya lapangan pekerjaan yang banyak menarik minat para migran. Seperti yang dikemukakan dalam maiwanews.com (2010), tren penduduk daerah perkotaan terus mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut menunjukkan adanya proses urbanisasi dan perubahan status perdesaan menjadi perkotaan.

SIMPULAN

Data LPP pada periode 1980-1990 dan 1990-2000 tidak menyebar Normal yang disebabkan oleh pencilan. Pencilan-pencilan tersebut mengindikasikan bahwa data LPP belum stabil karena masih adanya masalah administrasi pemerintah, seperti terjadinya pemekaran wilayah, sedangkan data LPP periode 2000-2010 sudah tidak ada lagi pemekaran wilayah. Hal tersebut ditandai dengan bentuk kurva menyebar Normal.

Rata-rata LPP untuk ketiga Provinsi dari yang tertinggi ke terendah berturut-turut yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Letak median untuk Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan letak median untuk Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Selain itu, letak kuartil satu untuk Provinsi Jawa Barat juga lebih tinggi dibandingkan dengan letak kuartil tiga untuk Provinsi Jawa Tengah dan kuartil dua untuk Provinsi Jawa Timur. Tingginya LPP tidak hanya dipengaruhi oleh angka kelahiran melainkan migrasi, sehingga di beberapa Kota LPP relatif lebih tinggi.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 30 Juni 2010. Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Berdasarkan Hasil Sensus Tahun 2000. maiwanews.com. 2010. http://www.maiwanews.com/berita/ [Jum’at 30 September 2011].

Aunuddin. 1989. Analisis Data. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor. IPB.

Aunuddin. 2009. Pendugaan Fungsi Kepekatan Nonparametrik. Halaman

254-262 dalam Pemikiran Guru Besar IPB. Bogor. IPB.

[BKKBN]. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2000. http://bataviase.co.id/node/762361 [Rabu 14 Desember 2011].

[BKKBN]. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Profil KB dan Kependudukan Jawa Tengah 2007. 2010. http://prov.static.bkkbn.go.id/ [Rabu 14 Desember 2011].

[BPS]. Badan Pusat Statistik. Analisis Volume Kecenderungan dan Karakteristik Migrasi Masuk Ke Jawa Barat Tahun 2000. 2002. http://www.bps.go.id/hasilSP2000 [Sabtu 10 Desember 2011].

[BPS]. Badan Pusat Statistika. 2010. http://bpssamarinda.netai.net/index.php?op tion=com_content&view=article&id=57:s ensus-penduduk

2010&catid=38:sp2010&Itemid=63. [Kamis 12 Mei 2011].

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2011. http://www.bps.go.id/glossary/2011[Kami s 12 Mei 2011].

Djumena E. 20 Oktober 2010. Laju Penduduk Jadi Ancaman Serius. KOMPAS.com. http:///kompas/laju.penduduk.jadi.ancama n.serius.htm [Jum’at 30 September 2011]. Karmiladewi. 1992. Penggunaan Metode

Penduga Kepekatan Kernel Dengan Pendekatan Bootstrap Dalam Pengujian Modus Ganda. Skripsi. Jurusan Statistika.

FMIPA. IPB. Tidak dipublikasikan.

Kusnadi R. 2010. Pertumbuhan Penduduk. http://rahmatkusnadi.com/2010/02/pertum buhan-penduduk.html [Rabu 14 September 2011]

Rizo ML. 2007. Statistical Computing with R. Chapman and Hall. London.

Silverman BW. 1986. Density Estimation for

Statistics and Data Analysis (Monograph on Statistics and Applied Probability).

Chapman and Hall. London.

Wand MP. Jones MC. 1995. Kernel

(19)
(20)
(21)

Lampiran 2 Data Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Barat No NAMA KABUPATEN/KOTAMADYA LPP 1980-1990 1990-2000 2000-2010 1 PANDEGLANG 2,36 2 LEBAK 2,79 3 BOGOR 4,98 -0,65 3,13 4 SUKABUMI 2,18 1,13 1,22 5 CIANJUR 1,98 1,57 1,10 6 BANDUNG 1,99 2,71 2,56 7 GARUT 1,79 1,62 1,60 8 TASIKMALAYA 1,39 1,27 0,88 9 CIAMIS 0,81 0,81 0,47 10 KUNINGAN 1,35 0,98 0,53 11 CIREBON 2,39 1,54 0,68 12 MAJALENGKA 1,50 0,83 0,40 13 SUMEDANG 1,49 1,57 1,21 14 INDRAMAYU 1,70 0,95 0,46 15 SUBANG 1,33 0,93 0,96 16 PURWAKARTA 2,29 2,25 1,99 17 KARAWANG 2,06 1,75 1,76 18 BEKASI 8,40 -2,36 4,69 19 TANGERANG 8,08 20 SERANG 3,26 21 BANDUNG BARAT 1,99 22 KOTA BOGOR 0,99 11,05 2,39 23 KOTA SUKABUMI 0,91 7,99 1,73 24 KOTA BANDUNG 4,08 0,41 1,15 25 KOTA CIREBON 1,39 0,57 0,84 26 KOTA BEKASI 5,18 3,48 27 KOTA DEPOK 4,23 4,30 28 KOTA CIMAHI 2,06 29 KOTA TASIKMALAYA 1,86 30 KOTA BANJAR 1,14

(22)

Lampiran 3 Data Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Tengah No NAMA KABUPATEN/KOTAMADYA LPP 1980-1990 1990-2000 2000-2010 1 CILACAP 1,10 0,79 0,23 2 BANYUMAS 0,96 0,76 0,71 3 PURBALINGGA 0,95 0,72 0,83 4 BANJARNEGARA 1,32 0,80 0,43 5 KEBUMEN 0,83 0,37 -0,03 6 PURWOREJO 0,05 0,04 -0,08 7 WONOSOBO 1,05 1,00 0,30 8 MAGELANG 0,84 0,78 0,79 9 BOYOLALI 0,77 0,58 0,43 10 KLATEN 0,19 0,21 0,20 11 SUKOHARJO 1,21 1,44 0,67 12 WONOGIRI 0,25 0,08 -0,39 13 KARANG ANYAR 1,45 0,84 0,74 14 SRAGEN 0,85 0,22 0,16 15 GROBOGAN 1,26 0,98 0,37 16 BLORA 0,97 0,56 0,24 17 REMBANG 1,50 0,85 0,64 18 PATI 0,87 0,78 0,38 19 KUDUS 1,64 1,14 1,05 20 JEPARA 1,69 1,63 1,33 21 DEMAK 2,02 1,73 0,91 22 SEMARANG 1,07 0,56 1,22 23 TEMANGGUNG 1,04 0,73 0,71 24 KENDAL 1,30 0,61 0,63 25 BATANG 1,10 1,15 0,68 26 PEKALONGAN 0,71 1,38 0,50 27 PEMALANG 1,65 1,27 0,02 28 TEGAL 1,20 1,11 0,09 29 BREBES 1,87 1,12 0,22 30 KOTA MAGELANG -0,02 -0,62 0,20 31 KOTA SURAKARTA 0,71 -0,32 0,24 32 KOTA SALATIGA 1,34 4,53 1,36 33 KOTA SEMARANG 2,00 0,75 1,55 34 KOTA PEKALONGAN 6,24 0,77 0,79 35 KOTA TEGAL 5,72 0,29 0,25

(23)

Lampiran 4 Data Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Timur No NAMA KABUPATEN/KOTAMADYA LPP 1980-1990 1990-2000 2000-2010 1 PACITAN 0,49 0,47 0.28 2 PONOROGO 0,66 -0,01 0.16 3 TRENGGALEK 1,01 0,35 0.37 4 TULUNG AGUNG 0,66 0,38 0.63 5 BLITAR 0,08 0,10 0.47 6 KEDIRI 0,84 0,42 0.62 7 MALANG 0,88 0,69 0.85 8 LUMAJANG 0,56 0,35 0.42 9 JEMBER 0,93 0,51 0.70 10 BANYUWANGI 0,24 0,10 0.44 11 BONDOWOSO 0,72 0,48 0.67 12 SITUBONDO 0,90 0,46 0.70 13 PROBOLINGGO 0,57 0,85 0.87 14 PASURUAN 1,33 1,42 1.00 15 SIDOARJO 3,17 2,97 2.21 16 MOJOKERTO 1,10 1,45 1.20 17 JOMBANG 1,08 0,69 0.64 18 NGANJUK 0,68 0,21 0.43 19 MADIUN -0,10 0,05 0.34 20 MAGETAN 0,30 -0,26 0.08 21 NGAWI 0,40 0,08 0.05 22 BOJONEGORO 1,00 0,48 0.37 23 TUBAN 1,15 0,67 0.61 24 LAMONGAN 0,86 0,33 -0.02 25 GRESIK 1,63 1,57 1.59 26 BANGKALAN 0,87 0,63 1.20 27 SAMPANG 1,52 0,64 1.58 28 PAMEKASAN 1,54 0,96 1.44 29 SUMENEP 0,89 0,51 0.55 30 KOTA KEDIRI 1,19 -0,32 0.90 31 KOTA BLITAR 4,25 0,03 1.01 32 KOTA MALANG 3,12 0,78 0.80 33 KOTA PROBOLINGGO 5,85 0,87 1.25 34 KOTA PASURUAN 4,75 1,02 1.02 35 KOTA MOJOKERTO 3,80 0,92 0.98 36 KOTA MADIUN 1,24 -0,39 0.41 37 KOTA SURABAYA 2,05 0,43 0.62 38 KOTA BATU 1.22

(24)

Lampiran 5 Sintaks R perbandingan ℎ optimal rumusan Silverman dan rumusan Terrel serta fungsi pemulusan Kernel Gaussian dan Epanechnikov di Provinsi Jawa Barat periode 1980-1990 jabar11<-scan("D:\\jabar11.txt") par(mfrow=c(2,2)) n<-length(jabar11) nrd<-1.06*sd(jabar11)*n^(-1/5) density(jabar11,bw="nrd",kernel=c("gaussian"))

plot (density(jabar11,bw=nrd,kern="gaussian"),main="Kernel Gaussian, bw=nrd",col=2) jabar11<-scan("D:\\jabar11.txt")

n<-length(jabar11)

bcv<-1.44*sd(jabar11)*n^(-1/5)

density(jabar11,bw="bcv",kernel=c("gaussian"))

plot (density(jabar11,bw=bcv,kern="gaussian"),main="Kernel Gaussian,bw=bcv",col=3) jabar11<-scan("D:\\jabar11.txt")

n<-length(jabar11)

nrd<-1.06*sd(jabar11)*n^(-1/5)

density(jabar11,bw="nrd",kernel=c("epanechnikov"))

plot (density(jabar11,bw=nrd,kern="epanechnikov"),main="Kernel Epanechnikov, bw=nrd",col=4) jabar11<-scan("D:\\jabar11.txt")

n<-length(jabar11)

bcv<-1.44*sd(jabar11)*n^(-1/5)

density(jabar11,bw="bcv",kernel=c("epanechnikov"))

plot (density(jabar11,bw=bcv,kern="epanechnikov"),main="Kernel Epanechnikov,bw=bcv",col=5)

Lampiran 6 Sintaks R untuk ℎ optimal rumusan Silverman pada fungsi pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Barat

jabar11<-scan("D:\\jabar11.txt") par(mfrow=c(2,2))

n<-length(jabar11)

nrd<-1.06*sd(jabar11)*n^(-1/5)

density(jabar11,bw="nrd",kernel=c("gaussian"))

plot (density(jabar11,bw=nrd,kern="gaussian"),main="Kernel Gaussian, Jabar 80-90",col=2) jabar22<-scan("D:\\jabar22.txt")

n<-length(jabar22)

nrd<-1.06*sd(jabar22)*n^(-1/5)

density(jabar22,bw="nrd",kernel=c("gaussian"))

plot (density(jabar22,bw=nrd,kern="gaussian"),main="Kernel Gaussian, Jabar 90-00",col=3) jabar33<-scan("D:\\jabar33.txt")

n<-length(jabar33)

nrd<-1.06*sd(jabar33)*n^(-1/5)

density(jabar33,bw="nrd",kernel=c("gaussian"))

(25)

Lampiran 7 Sintaks R untuk ℎ optimal rumusan Silverman pada fungsi pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Tengah

jateng11<-scan("D:\\jateng11.txt") par(mfrow=c(2,2))

n<-length(jateng11)

nrd<-1.06*sd(jateng11)*n^(-1/5)

density(jateng11,bw="nrd",kernel=c("gaussian"))

plot (density(jateng11,bw=nrd,kern="gaussian"),main="Kernel Gaussian, Jateng 80-90",col=2) jateng22<-scan("D:\\jateng22.txt")

n<-length(jateng22)

nrd<-1.06*sd(jateng22)*n^(-1/5)

density(jateng22,bw="nrd",kernel=c("gaussian"))

plot (density(jateng22,bw=nrd,kern="gaussian"),main="Kernel Gaussian, Jateng 90-00",col=3)

jateng33<-scan("D:\\jateng33.txt") n<-length(jateng33)

nrd<-1.06*sd(jateng33)*n^(-1/5)

density(jateng33,bw="nrd",kernel=c("gaussian"))

plot (density(jateng33,bw=nrd,kern="gaussian"),main="Kernel Gaussian, Jateng 00-10",col=4)

Lampiran 8 Sintaks R untuk ℎ optimal rumusan Silverman pada fungsi pemulusan Kernel Gaussian di Provinsi Jawa Timur

jatim11<-scan("D:\\jatim11.txt") par(mfrow=c(2,2))

n<-length(jatim11)

nrd<-1.06*sd(jatim11)*n^(-1/5)

density(jatim11,bw="nrd",kernel=c("gaussian"))

plot (density(jatim11,bw=nrd,kern="gaussian"),main="Kernel Gaussian, Jatim 80-90",col=2) jatim22<-scan("D:\\jatim22.txt")

n<-length(jatim22)

nrd<-1.06*sd(jatim22)*n^(-1/5)

density(jatim22,bw="nrd",kernel=c("gaussian"))

plot (density(jatim22,bw=nrd,kern="gaussian"),main="Kernel Gaussian, Jatim 90-00",col=3) jatim33<-scan("D:\\jatim33.txt")

n<-length(jatim33)

nrd<-1.06*sd(jatim33)*n^(-1/5)

density(jatim33,bw="nrd",kernel=c("gaussian"))

plot (density(jatim33,bw=nrd,kern="gaussian"),main="Kernel Gaussian, Jatim 00-10",col=4)

Lampiran 9 Sintaks R untuk overlay grafik ketiga Provinsi pada periode 2000-2010

jabar33<-scan("D:\\jabar33.txt") n<-length(jabar33) nrd<-1.06*sd(jabar33)*n^(-1/5) a<-density(jabar33,bw="nrd",kernel=c("gaussian")) jateng33<-scan("D:\\jateng33.txt") n<-length(jateng33) nrd<-1.06*sd(jateng33)*n^(-1/5) b<-density(jateng33,bw="nrd",kernel=c("gaussian")) jatim33<-scan("D:\\jatim33.txt") n<-length(jatim33) nrd<-1.06*sd(jatim33)*n^(-1/5) cc<-density(jatim33,bw="nrd",kernel=c("gaussian")) range(a[[1]],b[[1]],cc[[1]]) -> Laju_Pertumbuhan_Penduduk range(a[[2]],b[[2]],cc[[2]]) -> density

plot(Laju_Pertumbuhan_Penduduk, density, type="n") lines(a,lty=1)

lines(b,lty=2) lines(cc,lty=3)

Gambar

Tabel 1  Fungsi  Kernel  untuk      penduga  kepekatan  Kernel  ( )  Normal  {− /2}/√2   −∞ &lt;   &lt; ∞  Uniform  1/2 | | &lt; 1 Epanech  (3/4)(1  −  )  | | &lt; 1 Triangle  1  −  | |  | | &lt; 1 Biweight  (15/16) (1 –  ) | | &lt; 1
Gambar 1  Plot  kuantil-kuantil  dan  boxplot  di  Provinsi  Jawa  Barat  periode   1980-1990
Gambar 4   Plot  kuantil-kuantil  dan  boxplot  di  Provinsi  Jawa  Tengah  periode   1980-1990
Tabel 5  Statistik deskriptif LPP di Provinsi Jawa Tengah
+3

Referensi

Dokumen terkait

khulu’ atau dengan lafadz yang menunjukan makna khulu’ seperti kata mubara’ah (melepas diri) atau fidyah (tebusan). Jika tidak dengan lafadz khulu’ atau lafadz yang

(1) Berhenti merokok, minimal dilakukan 6 – 8 minggu sebelum pembedahan ternyata dapat menurunkan insiden komplikasi paru pasca operasI pada pasien-pasien yang

Fokus dari penelitian ini adalah untuk meneliti karakteristik adsorpsi limbah zat warna seperti laju alir, konsentrasi zat warna dan tinggi kolom dengan menggunakan

Dari grafik tersebut juga dapat diketahui bahwa perbandingan kemampuan dari tiap jenis adsorben untuk mengadsorpsi zat warna rhodamin-B adalah komposit

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, Dzat yang Maha Agung, Maha Pengasih dan Bijaksana atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis

Pengamatan peneliti terhadap guru di Sekolah Dasar (SD) Negeri 23 Indralaya terdapat beberapa hal yang sangat mendasar dan perlu mendapat perhatian khusus, hal

No. Jenis Binatang/Tumbuhan Ciri-ciri Khas yang Dimiliki 1. Buahnya kecil tetapi sangat lebat. Pohonnya besar dan kuat. Buah cukup besar, cukup lebat. Daging buah manis,

Untuk hasil akhir diperoleh bobot keempat alternatif yaitu untuk Kedu sebesar 0,187; Banyuwangi sebesar 0,503; Cilacap sebesar 0,227; dan Ciamis sebesar 0,083, dari bobot akhir