• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENUMBUHKAN KETERAMPILAN BAHASA INDONESIA MELALUI PEMBELAJARAN INTERAKSI DI SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENUMBUHKAN KETERAMPILAN BAHASA INDONESIA MELALUI PEMBELAJARAN INTERAKSI DI SEKOLAH DASAR"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

MENUMBUHKAN KETERAMPILAN BAHASA INDONESIA MELALUI

PEMBELAJARAN INTERAKSI DI SEKOLAH DASAR

M. Fakhrur Saifudin PGSD Universitas Ahmad Dahlan

Abstract

Reviewing the children language development, it certainly needs to review the language pro iciency as well. The pro iciency can be viewed as the inal goal of Indonesian language learning. Therefore, it can be de ined in terms of various learning goals in general and speci ic. Those goals can be functioned as the criteria to be used in measuring the Indonesian language pro iciency. There is a therapy needed in improving the language pro iciency which is appropriate to the desired competition standard to reach and discover the desired language development. Through the interaction and communication learning, students are able to obtain the facility to use language. The interaction learning is started not trough the language communicative functions or functional pro iciency levels, but through the learner’s characteristics (such as age, needs, background, context and the reason of language learning).

Keywords: pro iciency, interaction learning, elementary school

Abstrak

Mengkaji perkembangan bahasa anak, tentunya perlu mengkaji tentang kecakapan berbahasa. Kecakapan dapat dilihat sebagai tujuan akhir pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, dapat dide inisikan dalam kaitannya dengan berbagai tujuan pembelajaran umum maupun khusus. Tujuan-tujuan tersebut dapat berfungsi sebagai kriteria-kriteria yang digunakan untuk menilai kecakapan berbahasa Indonesia. Untuk mencapai dan mengetahui perkembangan bahasa yang diinginkan perlu ada terapi untuk menumbuhkan kemampuan bahasa yang sesuai dengan standar kompetensi yang diinginkan. Melalui pembelajaran interaksi dan komunikasi, siswa dapat memperoleh fasilitas dalam menggunakan bahasa. Pembelajaran interaksi dimulai bukan dengan fungsi-fungsi komunikatif bahasa atau tingkat-tingkat kecakapan fungsional, melainkan dengan karakteristik-karakteristik pembelajar (usia, kebutuhan, latar belakang, konteks, dan alasan belajar bahasa).

Kata kunci: keterampilan, pembelajaran interaksi, sekolah dasar

Pendahuluan

Pendidikan bahasa Indonesia menjadi dasar penghela mata pelajaran lain. Hal ini menjadi tanggung jawab besar guru sebagai ujung tombak pembelajaran. Keterampilan berbahasa Indonesia di sekolah dasar menjadi bahan kajian penting untuk dipertimbangkan dalam penguasaan dasar kemampuan berbahasa siswa. Mengetahui bahasa mencakup kedalaman kompetensi linguistik, maka selayaknyalah seorang guru mampu menguasai konsep kebahasaan yang terarah, konsisten, dan terukur.

Pemerolehan bahasa yang mumpuni menjadi syarat utama dasar pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia. Pendidikan di Indonesia telah merancang kurikulum yang memuat aspek bahasa Indonesia yang menjadi mata pelajaran dasar yang wajib ditempuh siswa sekurang-kurangnya 12 tahun. Hal ini maksudkan untuk menanamkan nilai kebangsaan dan nasionalisme terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 45.

Sekolah dasar menjadi awal pengenalan kemampuan berbahasa Indonesia. Pendidikan dasar menanamkan kompetensi kebahasaan melalui konsep pembelajaran terpadu yang dikemas dalam pembelajaran tematik. Tentunya pengemasan kurikulum ini bukan semata-mata untuk memadukan materi-materi supaya lebih fokus, melainkan upaya untuk mengintegrasikan keterampilan berbahasa Indonesia sebagai dasar memahami mata pelajaran lain. Merujuk pendapat Ngalimun (2014:11) bahwa bahasa Indonesia menjadi jembatan menuju pemahaman

(2)

materi lain. Hal ini menjadi dasar seorang guru untuk menumbuhkan kemampuan verbal dalam penguasaan bahasa Indonesia. Keterampilan berbahasa Indonesia yang dikemas dalam whole language dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan aspek menyimak, berbicara, membaca dan menulis.

Pada tahap pendidikan dasar, perkembangan bahasa anak yang paling jelas tampak ialah perkembangan semantik dan pragmatik (Owens, 1995: 235-355). Di samping memahami bentuk-bentuk baru, anak belajar menggunakan bahasa bahasa untuk berkomunikasi dengan lebih efektif termasuk bagaimana perkembangan komunikasi awal. Perkembangan bahasa awal anak lainnya yaitu perkembangan morfologis, perkembangan sintaksis, dan perkembangan fonologis. Hal ini menjadi menarik manakala perkembangan tersebut hanya bersifat parsial. Artinya, guru hanya fokus pada materi bahasa yang hanya mengacu pada materi tanpa mempertimbangkan perkembangan bahasa secara menyeluruh.

Mengkaji perkembangan bahasa anak, tentunya perlu mengkaji tentang kecakapan berbahasa. Kecakapan dapat dilihat sebagai tujuan akhir pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, dapat dide inisikan dalam kaitannya dengan berbagai tujuan pembelajaran umum maupun khusus. Kemudian tujuan-tujuan tersebut dapat berfungsi sebagai kriteria-kriteria yang digunakan untuk menilai kecakapan berbahasa Indonesia. Sebuah fakta empiris yang merupakan performansi aktual siswa, secara individu dapat dikaitkan dengan variable-variabel yang lain dalam konteks karakteristik siswa, kondisi-kondisi belajar, dan proses belajar (Hastuti, 1997: 47). Oleh karena itu, konseptualisasi dan deskripsi kecakapan merupakan langkah penting dalam kajian pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar.

Perkembangan Kemampuan Bahasa Anak di Sekolah Dasar

Pada saat anak masuk sekolah dasar, keragaman kemampuan anak masih menonjol. Keragaman tersebut berupa keragaman kemampuan berbahasa, keragaman kemampuan pengetahuan dan keragaman pengalaman bahasa ibu, maupun keragaman dalam berbahasa Indonesia. Di samping itu, ada keragaman pengalaman belajar anak karena ada anak yang berasal dari TK dan ada yang tidak berasal dari TK. Berdasarkan hal tersebut, maka guru tidak perlu tergesa-gesa membelajarkan berbahasa Indonesia dengan menggunakan buku. Penggunaan buku bahasa Indonesia sebaiknya ditangguhkan hingga sekitar 4 sampai dengan 10 minggu atau tergantung situasi setelah anak masuk sekolah. Hal ini dimaksudkan agar anak yang baru masuk sekolah tidak merasa dibebani dengan materi yang bersifat konseptual. Selain itu pula, suasana kelas dimanfaatkan untuk menciptakan homogenitas pengetahuan dan pengalaman anak yang semula heterogen.

Untuk mencapai dan mengetahui perkembangan bahasa yang diinginkan perlu ada terapi untuk membentuk kemampuan bahasa yang sesuai dengan standar kompetensi yang diinginkan. Pada aspek keterampilan berbahasa, kemampuan menyimak dan berbicara perlu mendapat porsi yang lebih dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Banyak hal yang harus disimak para siswa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Di dalam kelas mereka menyimak penjelasan guru, perintah guru, pendapat dan pembicaraan teman sebaya, dan sebagainya. Di samping menyimak, berbicara juga mendapat porsi yang cukup signi ikan bagi guru. Kegiatan menumbuhkembangkan kemampuan berbicara untuk dapat melahirkan buah pikiran, perasaan, dan kehendak dengan bahasa yang sederhana, sopan, dan jelas dengan bahasa lisan yang baik. Perkembangan Semantik dan Bahasa Figuratif 1. Perkembangan semantik Keseluruhan proses perkembangan semantik yang mulai pada tahun-tahun awal sekolah dasar ini dapat dihubungkan dengan keseluruhan proses kognitif (Owens, 1995:374). Dalam proses peningkatan jumlah kosakata dan makna lewat konteks seseorang menyusun kembali

(3)

aspek-aspek kebahasaan yang telah dikuasainya. Susunan baru yang dihasilkannya itu tercermin dalam cara seseorang menggunakan kata-kata. Sebagai dampaknya ialah adanya perkembangan bahasa iguratif.

Pada usia sekolah dasar, ada dua jenis penambahan kata. Secara horizontal, anak-anak semakin mampu memahami dan dapat menggunakan suatu kata dengan makna yang tepat. Penambahan kata secara vertikal berupa peningkatan jumlah kata-kata yang dapat dipahami dan digunakan dengan tepat (Owens, 1995:375). Di kelas awal, terjadi perkembangan dalam penggunaan istilah yang menyatakan tempat. Penggunaan istilah-istilah yang umum berkurang dan terjadi peningkatan penggunaan istilah-istilah yang menunjuk tempat yang bersifat khas. Berdasarkan istilah umum “ini” dan “itu”, anak kemudian memahami dan dapat menggunakan istilah-istilah jauh, dekat, kiri, kanan, bawah, atas, dan sebagainya. 2. Bahasa dan proses iguratif

Siswa sekolah dasar juga mengembangkan bahasa iguratif yang memungkinkan penggunaan bahasa secara kreatif. Bahasa iguratif menggunakan kata-kata secara imajinatif. Yang termasuk bahasa iguratif yaitu ungkapan, metafora, kiasan, dan peribahasa. Siswa kelas awal lebih suka menghubungkan dua istilah daripada menyamakannya. Pemahaman pada taraf isik. Misalnya, “kepala dingin” diartikan kepala bersuhu rendah, tidak panas. Sebaliknya, pada siswa kelas tinggi, anak mulai dapat menghargai proses psikologis sehingga pemahaman tidak secara isik. Namun, masih sering terjadi kesalahan penafsiran metafora , karena anak belum sepenuhnya memahami dimensi psikologis. Bahasa iguratif lebih mudah dipahami dalam konteks daripada secara terpisah oleh siswa sekolah dasar. Makna bahasa iguratif disimpulkan oleh anak dari penggunaan yang berulang-ulang dalam konteks yang berbeda. Kejelasan metaforik, yakni hubungan antara literal dan

iguratif yang memudahkan penafsiran (Ngalimun, 2014: 13). Sebagai contoh “tutup mulut” lebih mudah dipahami daripada “makan hati”.

Perkembangan Pragmatik

Perkembangan pragmatik (penggunaan bahasa) merupakan hal yang paling penting dalam bidang dan pertumbuhan bahasa pada tahap sekolah dasar. Pada masa sebelumnya anak belum memiliki keterampilan berbicara secara sistematis. Pada usia sekolah, proses kognitif meningkat sehingga memungkinkan anak menjadi komunikator yang lebih efektif. Secara umum, anak kurang dapat menerima pandangan orang lain. Apabila anak telah memperoleh struktur bahasa yang lebih banyak, siswa dapat lebih berkonsentrasi pada pendengar. Kemampuan menerima pandangan orang lain itulah memungkinkan pendengar menggunakan dan memahami kata “itu” dan “ini” dengan tepat. Anak-anak mulai mengenal adanya berbagai pandangan mengenai topik. Mereka dapat mendeskripsikan sesuatu, tetapi deskripsi yang mereka buat lebih bersifat personal dan tidak mempertimbangkan makna informasi yang disampaikannya bagi pendengar. Informasi tersebut bias jadi tidak selalu benar, karena bercampur dengan hal-hal yang ada dalam khayalan (Owens, 1995: 358). Interaksi dan Komunikasi dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar

Pencapaian tujuan pendidikan nasional tidak terlepas dari peran serta orang tua atau keluarga. Keluarga sebagai bagian dari struktur sosial masyarakat adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap perubahan sosial budaya. Peranan keluarga yang paling utama adalah sebagai pembagi kehidupan individu ke dalam tingkat peralihan usia dalam rangka pembentukan karakter dan perkembangan bahasa anak. Berbicara tentang interaksi dalam pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran interaksi terfokus pada upaya untuk menciptakan situasi-situasi yang komunikatif dan memungkinkan siswa untuk

(4)

menyampaikan dan menerima pesan-pesan yang otentik yang mengandung informasi yang menarik bagi pengirim dan penerima pesan.

Rivers (1987:10-15 dikutip Ngalimun, 2014:19) mengklasi ikasikan pembelajaran berbasis interaksi dan komunikasi, antara lain; (1) mendorong siswa mendengarkan materi-materi yang otentik (misalnya, pembicaraan guru, audio dan videotape, maupun penutur asli); (2) Menggunakan media Koran, majalah, kartun, buku, surat, buku petunjuk, dan lain-lain sebagai bacaan; (3) menekankan bahwa sejak dari awal para siswa mendengarkan dan berbicara sambil bereaksi terhadap gambar-gambar dan objek-objek dalam situasi permainan peran dan diskusi; (4) pelibatan siswa dalam tugas-tugas bersama yang menuntut berbagai fungsi bahasa yang berbeda misalnya, meyakinkan, meminta, mengarahkan, dan menginformasikan; (5) menyajikan secara terus menerus kepada siswa ilm- ilm dan audio penutur asli yang berinteraksi dalam situasi yang berbeda; (6) menggunakan aktivitas membaca yang dibuat secara interaktif dengan meminta pembaca untuk menjawab secara kreatif; (7) menggunakan aktivitas menulis yang mencakup perubahan komunikasi pribadi antarsiswa atau antara siswa dan guru; dan (8) meningkatkan keakuratan gramatikal dan pengucapan dengan menggabungkan berbagai macam aktivitas berbahasa, misalnya membaca dan membuat puisi untuk praktik pelafalan.

Melalui interaksi dan komunikasi, siswa dapat memperoleh fasilitas dalam menggunakan bahasa. Pembelajaran interaksi dimulai bukan dengan fungsi-fungsi komunikatif bahasa atau tingkat-tingkat kecakapan fungsional, melainkan dengan karakteristik-karakteristik pembelajar (usia, kebutuhan, latar belakang, konteks, dan alasan belajar bahasa). Setelah masalah ini teratasi, maka perencanaan pembelajaran dapat dilakukan dengan memilih dan memilah materi yang sesuai dengan kompetensi yang dikehendaki.

Tahap perencanaan yang dilakukan dalam pembelajaran interaksi di SD, dilaksanakan dalam pemilihan dan pemilahan materi. Materi dalam kajian ini menitikberatkan pada pemilihan jenis teks yang sesuai dengan karakteristik pembelajar. Dengan pemilihan materi yang tepat, siswa dengan fasilitas guru, dapat menstimulus keterampilan berbahasa Indonesia. Penumbuhan keterampilan ini dilakukan dengan memadukan keterampilan berbahasa dalam setiap proses pembelajaran. Selanjutnya, tahap proses pembelajaran. Pada tahap ini guru bersama siswa melakukan kegiatan pembelajaran yang bersifat komunikasi tiga arah yaitu, guru ke siswa, siswa ke guru, dan siswa ke siswa. Keterampilan berbahasa dengan jenis tagihan penilaian yang berbeda-beda menjadi keunikan dalam pembelajaran interaksi ini. Misalnya pada kegiatan menyimak, teks yang disajikan mengacu pada hal-hal sekitar siswa. Jenis penilaian yang disuguhkan tentunya hasil dari bahan simakan. Walaupun jenis tagihan dari hasil bahan simakan merupakan ucapan lisan, tetapi ucapan lisan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk tulisan konkret hasil siswa. Dalam proses pembelajaran ini, siswa tidak hanya dituntut dengan hasil yang mereka dapat dari hasil simakan yang disajikan guru, melainkan juga hasil interaksi antarteman. Interaksi inilah yang memicu dan menumbuhkan keterampilan berbahasa Indonesia siswa, sehingga terjadi keberagaman pemahaman yang dipadukan dalam materi yang sama. Pemahaman tersebut tidak serta-merta mengaburkan indikator ketercapaian pembelajaran, tetapi lebih pada mengembangkan kemampuan menangkap pesan atau pemahaman yang dihasilkan dari siswa lain.

Tahap evaluasi. Pada tahap ini, evaluasi dilakukan dengan pendekatan penilaian otentik. Penilaian ini digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan keterampilan berbahasa yang diintegrasikan dengan lingkungan nyata siswa dimana keterampilan tersebut digunakan (Nurgiyantoro, 2010:189). Penilaian ini dilakukan sebagai bentuk manifestasi yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan nyata berupa aplikasi keterampilan berbahasa secara bermakna sesuai dengan esensi pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai siswa. Jenis tagihan yang

(5)

dibutuhkan dalam pembelajaran interaksi ini antara lain, sikap, pengetahuan (lisan maupun tulis), dan keterampilan (penilaian kinerja dan produk).

Penutup

Pembelajaran interaksi merupakan salah satu alternatif pembelajaran bahasa Indonesia di SD untuk menumbuhkan keterampilan berbahasa Indonesia. Teknik pembelajaran interaksi dipandang lebih relevan karena prinsip pembelajaran bahasa adalah bagaimana bahasa Indonesia digunakan dengan baik dan benar oleh siswa SD bukan secara teoritik. Akhirnya, pembelajaran bahasa Indonesia menjadi bermakna, menepiskan paradoks bahwa pelajaran bahasa Indonesia adalah pelajaran yang berorientasi pada kemampuan berbahasa belaka dengan mengabaikan keterampilan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Daftar Pustaka Hastuti. 1997. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Ngalimun dan Noor Alfulaila. 2014. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Owens, Robert G. 1995. Organizational Behavior in Education. Boston: Allyn and Bacon.

Referensi

Dokumen terkait

Hasilnya untuk mendapatkan desain kantor sewa dengan shading device yang khusus pada sisi bangunan yang berbeda dengan harmonisasi secara keseluruhan.. Kata kunci: Shading device

Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk

Dalam penciptaan produk bank syariah, akan lebih baik bila tidak hanya. menduplikasi dan mereplikasi produk bank konvensional yang

Tujuan dari kegiatan yang dilakukan adalah merancang alat pembersih dan pemroses sarang burung walet, agar dapat meningkatkan kualitas sarang burung walet hasil budidaya walet

Berdoa dan hitung nadi 1 2 Persiapan Berdoa Hitung nadi Latihan satu Waktu tengadah Inspirasi dan saat Turun ekspirasi..

kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg/dl pada minggu pertama yang.. ditandai berupa warna kekuningan pada bayi atau di sebut

Berlo juga bersifat heuristik ( merangsang peneliti ), karena merinci unsur-unsur penting dalam proses komunikasi. Model ini misalnya dapat memandu anda untuk

Hasil regresi dari pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka kematian balita sesuai dengan teori desentralisasi fiskal yang dikemukakan oleh Oates (1993) bahwa