• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMBATAN- HAMBATAN KOMUNIKASI YANG DIRASAKAN PETERNAK DALAM PEMBINAAN BUDIDAYA SAPI POTONG DI KABUPATEN OGAN ILIR ELLY ROSANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HAMBATAN- HAMBATAN KOMUNIKASI YANG DIRASAKAN PETERNAK DALAM PEMBINAAN BUDIDAYA SAPI POTONG DI KABUPATEN OGAN ILIR ELLY ROSANA"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

HAMBATAN- HAMBATAN KOMUNIKASI YANG DIRASAKAN

PETERNAK DALAM PEMBINAAN BUDIDAYA SAPI

POTONG DI KABUPATEN OGAN ILIR

ELLY ROSANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hambatan-Hambatan Komunikasi yang Dirasakan Peternak dalam Pembinaan Budidaya Sapi Potong di Kabupaten Ogan Ilir adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Elly Rosana

(3)

ABSTRACT

ELLY ROSANA. Communication Barrier Felt by Cattle Farmer in Cattle Raising Development of Ogan Ilir Regency. Under direction of AMIRUDDIN SALEH and HADIYANTO.

Effective communication can influence receiver attitude in order to accept innovation while its effectivity will decline by various factors. This research is design to describe individual characteristics and communication activities, communication barriers of cattle farmer in Ogan Ilir Regency, to analyze correlation of individual characteristics and communication activity to communication barrier and to analyze correlation between individual characteristics to communication activity of cattle farmer in Ogan Ilir Regency. The results were 1) Cattle farmers individual characteristics generally middle aged, elementary school graduated, low income, less experienced in cattle raising, low cosmopolite and good knowledge of cattle raising. While highest score in communication activity were communication methods, followed by group engagement, communication direction, communication intensity and information seeking respectively, 2) the most communication barrier felt by farmers are attention and friendliness, followed by prejudice, expectation gap and needs gap, 3) Generally, there was significant correlation between individual characteristics to communication barrier for experience, cosmopolite and knowledge level, 4) there was significant correlation between communication activity to communication barriers and 5) generally, there was significant correlation between individual characterstics with communication activity for age, education, income, experience, cosmopolite and knowledge level. Based on the result, it is concluded that there was significant correlation between farmer factor and communication activity to communication barrier in order to improve productivity cattle farmers in Ogan Ilir Regency.

(4)

dalam Pembinaan Budidaya Sapi Potong di Kabupaten Ogan Ilir. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan HADIYANTO.

Pembangunan peternakan merupakan salah satu bagian dari pembangunan pertanian yang perlu mendapatkan perhatian, hal ini karena Pembangunan peternakan memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Berkaitan dengan pembangunan peternakan tersebut, perlu adanya komunikasi antara pembina dan peternak dalam hal transfer teknologi dan pengetahuan mengenai budidaya sapi potong. Untuk itu keberhasilan pembina dalam mentransfer inovasi budidaya sapi potong sangat penting, sehingga perlu adanya komunikasi yang efektif dalam proses pembinaan yang dilakukan. Tidak efektifnya komunikasi bisa disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan oleh peternak sehingga perlu diketahui hambatan-hambatan yang ada sehingga proses transfer teknologi bisa berjalan dengan baik.

Penelitian bertujuan untuk (1) mendeskripsikan faktor karakteristik individu dan aktivitas komunikasi yang ada pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir, (2) mendeskripsikan hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir, (3) menganalisis hubungan antara faktor karakteristik individu dan aktivitas komunikasi dengan hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir dan (4) menganalisis hubungan antara faktor karakteristik individu dengan aktivitas komunikasi pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

Penelitian didesain sebagai penelitian deskriptif korelasional dengan metode survai. Pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih dua bulan yaitu bulan Maret sampai April 2009. Populasi sampel penelitian ini adalah peternak Sapi potong yang ada di Kabupaten Ogan Ilir dengan jumlah 2.995 orang, dengan menggunakan rumus Slovin didapat 97 orang sampel yang dapat mewakili populasi yang ada. Pengambilan sampel dilakukan secara proportionate

simple random sampling. Uji reliabilitas kuesioner diperoleh nilai koefisian split-half test untuk instrumen kekosmopolitan sebesar 0,911, tingkat pengetahuan

tentang budidaya sapi potong 0,669, aktivitas komunikasi sebesar 0,771 dan untuk hambatan-hambatan komunikasi sebesar 0,940, dibandingkan dengan nilai rtabel = 0,564 (α = 0,05) maka koefisien reliabilitas lebih besar dari rtabel sehingga

dari nilai tersebut kuesioner yang digunakan dalam penelitian reliabel. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif, dalam bentuk frekuensi, rataan skor, total rataan skor, persentase dan tabel distribusi, hubungan antar peubah menggunakan analisis statistik inferensial yaitu dengan menggunakan rumus korelasi Tau Kendall yang pengolahan datanya menggunakan program SPSS 15 for windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) karakteristik individu peternak di Kabupaten Ogan Ilir adalah pada umumnya umur paruh baya, pendidikan tamat SD, pendapatan rendah, pengalaman beternak sapi potong rendah, kekosmopolitan rendah dan tingkat pengetahuan tentang budidaya sapi potong tinggi. Sedangkan jenjang aktivitas komunikasi skor tertinggi pada metode komunikasi, disusul keterlibatan dalam kelompok, arah komunikasi, intensitas komunikasi dan terakhir pencarian informasi, (2) Hambatan komunikasi yang paling dirasakan peternak adalah pada faktor perhatian dan keakraban, disusul dengan faktor prasangka, perbedaan harapan dan perbedaan kebutuhan (3)

(5)

faktor karakteristik individu peternak dengan hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir secara umum berhubungan nyata untuk pengalaman, kekosmopolitan dan tingkat pengetahuan, (4) aktivitas komunikasi dengan hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir berhubungan nyata dengan hambatan-hambatan komunikasi dan (5) faktor karakteristik individu peternak dengan aktivitas komunikasi secara umum berhubungan untuk umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, kekosmopolitan dan tingkat pengetahuan. Hasil penelitian menyarankan: (1) perlu adanya kegiatan pelatihan motivasi untuk peternak, agar peternak memahami usahaternak yang mereka lakukan memiliki nilai ekonomi sehingga semangat peternak dapat lebih ditingkatkan dalam pencarian informasi budidaya sapi potong, (2) perlu adanya pemberian contoh-contoh yang nyata dari pembina dalam pemberian materi budidaya sapi potong, agar peternak merasa lebih diperhatikan usahaternaknya sehingga hambatan komunikasi yang disebabkan faktor perhatian dapat dikurangi dan (3) perlu adanya peningkatan frekuensi pertemuan antara pembina dan peternak, tidak hanya pada kegiatan kelompok ternak (pemberian materi budidaya sapi potong) tetapi juga pada kegiatan sosial peternak yang ada dilingkungannya, agar peternak merasa dekat dengan pembina sehingga hambatan komunikasi yang disebabkan faktor keakraban dapat dikurangi.

Kata kunci: hambatan-hambatan komunikasi, peternak sapi potong dan

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

HAMBATAN- HAMBATAN KOMUNIKASI YANG DIRASAKAN

PETERNAK DALAM PEMBINAAN BUDIDAYA SAPI

POTONG DI KABUPATEN OGAN ILIR

ELLY ROSANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(8)

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak dalam pembinaan budidaya sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Bapak Ir. Hadiyanto, MS selaku pembimbing yang telah memberikan waktu dan arahan yang sangat berguna untuk penulis, serta Bapak Dr. Ir. Djuara Lubis, MS dan Ibu Dr. Ir. Sarwititi S Agung, MS yang telah memberikan dorongan dan arahan. Terima kasih penulis sampaikan juga pada Badan Pusat Statistik Ogan Ilir yang telah membantu memberikan data-data sekunder, serta Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir yang telah memberikan masukan-masukan. Terima kasih juga pada semua pembina, perangkat desa, peternak dan mahasiswa Peternakan Unsri yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan pada Mbak Lia yang selalu membantu dalam administrasi, juga untuk teman-teman KMP 2007 (Bu Lina, Bu Loli, Bu Retno, Uni, Gita, Mb Hanif, wiwin, Ria, Pak Ojat, Pak Fuad, Pak Ose dan Ipunk) yang selalu memberikan suport, semoga tali persaudaraan kita selalu terjalin dengan baik. Tak lupa terima kasih untuk teman-teman di Puri Hapsara 2D (Mb Insun, Bu Deti, Mb Mita, Eka, Mala dan adek Tika) yang selalu memberikan dukungan. Buat Mb Difa, Bu Nani, Nisa dan Ifa terima kasih untuk persaudaraannya. Untuk Reno, ica dan Mb Fenny terima kasih atas bantuan dan doanya.

Akhirnya terima kasih untuk suamiku tercinta Arfan Abrar, M.Si yang telah mendoakan, mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Serta terima kasih untuk kedua orang tuaku yang telah membesarkan dan mendoakan dengan cinta selama hidupnya. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada mertua tersayang atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan untuk seluruh keluarga besar di Jakarta, Palembang, Prabumulih dan Lampung atas doa tulus dan dukungan yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Prabumulih pada tanggal 27 Juli 1979 dari Alm. Bapak Anwar Mathori dan Almh. Ibu Fatimah. Penulis merupakan putri ke enam dari enam bersaudara. Penulis menikah dengan Arfan Abrar, M.Si pada tanggal 28 Januari 2007.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMAN 8 Palembang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sriwijaya melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dengan Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian. Tahun 2003 penulis diterima menjadi Staf pengajar di Universitas Sriwijaya melalui test seleksi dosen dan tahun 2004 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Melalui beasiswa BPPS penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan Studi Program Magister pada Program Pascasarjana, Program Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Ruang Lingkup Penelitian ... 4

Kerangka Berpikir dan Hipotesis ... 5

Kerangka Berpikir ... 5 Hipotesis ... 6 TINJAUAN PUSTAKA ... 8 Komunikasi ... 8 Efektivitas Komunikasi ... 9 Hambatan-Hambatan Komunikasi ... 10 Komunikasi Interpersonal ... 13

Faktor Karakteristik Individu Peternak ... 14

Aktivitas Komunikasi ... 16

Pola Pembinaan Sapi Potong ... 17

Budidaya Sapi Potong ... 18

METODE PENELITIAN ... 23

Desain Penelitian ... 23

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

Populasi dan Sampel ... 23

Populasi ... 23

Sampel ... 24

Data dan Instrumentasi ... 25

Definisi Operasional ... 25

Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 28

Pengumpulan Data ... 29

Analisis Data ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

Kondisi Umum Kabupaten Ogan Ilir ... 31

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 31

Iklim dan Curah Hujan ... 32

Pemerintahan Daerah ... 32

Penduduk ... 32

Pendidikan ... 32

Tanaman Bahan Makanan ... 33

Perkebunan ... 34

(11)

Profil Kecamatan Indralaya dan Desa Sejaro Sakti ... 38

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 38

Wilayah Administrasi ... 38

Keadaan Alam ... 38

Penduduk ... 38

Desa Sejaro Sakti ... 39

Profil Kecamatan Indralaya Utara dan Desa (Tanjung Pering dan Bakung) ... 39

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 39

Wilayah Administrasi ... 39

Penduduk ... 39

Desa Tanjung Pering dan Desa Bakung ... 39

Profil Kecamatan Tanjung Batu dan Desa Seribandung ... 40

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 40

Wilayah administrasi ... 40

Keadaan Alam ... 40

Penduduk ... 41

Desa Seribandung ... 41

Profil Kecamatan Rantau Panjang dan Desa Kotadaro Dua ... 41

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 41

Keadaan Alam ... 41

Penduduk ... 42

Desa Kotadaro Dua ... 42

Profil Kecamatan Sungai Pinang dan Desa Serijabo ... 42

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 42

Keadaan Alam ... 43

Penduduk ... 43

Desa Serijabo ... 43

Usaha Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Ogan Ilir ... 43

Model Pembinaan Budidaya Sapi Potong ... 45

Karakteristik Individu Peternak ... 47

Umur ... 47

Pendidikan ... 48

Pendapatan ... 48

Pengalaman... 49

Kekosmopolitan ... 49

Tingkat Pengetahuan tentang Budidaya Sapi Potong ... 50

Aktivitas Komunikasi ... 51

Metode Komunikasi ... 51

Keterlibatan dalam Kelompok ... 52

Arah komunikasi ... 52 Intensitas Komunikasi ... 53 Pencarian Informasi ... 53 Hambatan-hambatan Komunikasi ... 54 Perhatian ... 55 Keakraban ... 56 Prasangka... 57 Perbedaan Harapan ... 58 Perbedaan Kebutuhan ... 60

Hubungan Karakteristik Individu Peternak dan Hambatan Komunikasi yang dirasakan Peternak dalam Pembinaan Budidaya Sapi Potong di Kabupaten Ogan Ilir ... 61

(12)

Hubungan Karakteristik Individu Peternak dengan Aktivitas

Komunikasi ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

Kesimpulan ... 70

Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Teknik penentuan lokasi dan sampel penelitian ... 24 2. Kecamatan dan jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Ogan Ilir ... 31 3. Produksi dan nilai produksi ternak potong sapi dan kerbau menurut jenis ternak dan kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir ... 36 4. Distribusi sampel menurut karakteristik individu peternak ... 47 5. Aktivitas komunikasi peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir ... 51 6. Hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong ... 54 7. Hubungan antara karakteristik individu peternak dengan hambatan-

hambatan komunikasi... 62 8. Hubungan antara aktivitas dengan hambatan - hambatan komunikasi ... 65 9. Hubungan antara karakteritik individu peternak dengan aktivitas komunikasi ... 67

(14)

Halaman 1. Hubungan antara peubah bebas dan terikat dalam kerangka analisis hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak dalam pembinaan budidaya sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir ... 6 2. Peta wilayah penelitian di Kabupaten Ogan Ilir ... 37

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Kuesioner penelitian ... 77 2. Peraturan daerah Kabupaten Ogan Ilir... 85 3. Hasil uji reliabilitas instrumen ... 91

(16)

Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang besar sebagai negara penghasil produk peternakan. Daging, telur dan susu merupakan produk peternakan sumber protein hewani utama yang berasal dari ternak ruminansia dan unggas. Produktivitas ternak dipengaruhi oleh tiga hal yaitu bibit (breeding), pakan (feeding) dan tata laksana pemeliharaan (management). Daya dukung lahan dan ketersediaan pakan merupakan faktor yang menjadi pembatas dan pendukung pada beberapa jenis ternak. Pengembangan usaha subsektor peternakan perlu didasarkan pada peluang dan kesempatan yang dimiliki suatu wilayah dengan sumberdaya yang tersedia dan mengacu pada penggunaan sumberdaya yang optimal, keunggulan komparatif wilayah maupun keunggulan kompetitif komoditas. Pengembangan subsektor peternakan diarahkan untuk mewujudkan peternakan yang berwawasan maju, efisien dan tangguh, kompetitif, mandiri dan berkelanjutan, berbasis perdesaan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah perdesaan serta pemberdayaan masyarakat peternak.

Peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian yang memiliki peran penting dalam konteks pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Produk hasil peternakan seperti daging, susu dan telur merupakan produk pangan asal ternak yang berperan dalam upaya pemenuhan gizi. Permasalahan dalam upaya pemenuhan protein asal hewan adalah tidak seimbangnya produksi produk peternakan (daging, telur dan susu) secara nasional. Hal ini dapat dilihat pada data produksi dan konsumsi lima tahun terakhir yaitu tahun 2001-2005 yang terus meningkat, misalnya data tahun 2005 daging 2.113,2 ribu ton, telur 1.149 ribu ton dan susu 342 ribu ton, sementara konsumsi daging 2.151,7 ribu ton, telur 1.149 ribu ton dan susu 1.306 ribu ton. Produksi yang terus meningkat setiap tahunnya dan konsumsi/kebutuhan yang juga terus meningkat meIebihi produksi sehingga masih harus dipenuhi dengan impor (Ditjennak 2006).

Pembangunan peternakan nasional diawali dari lingkup terkecil suatu wilayah. Berdasarkan potensi dan sumberdaya yang dimilikinya, suatu wilayah akan mengembangkan peternakan sebagai salah satu aspek pembangunan wilayahnya. Kabupaten Ogan Ilir merupakan daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Ogan Komering Ilir yang diresmikan tahun 2004, terletak di Provinsi Sumatera Selatan. Potensi desa-desa di Kabupaten ini salah satunya

(17)

2

mempunyai bahan pakan yang melimpah tetapi masih relatif rendah populasi ternaknya. Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir tercatat 16 kelompok ternak yang berada di wilayah Kabupaten Ogan Ilir (Disnakkan Ogan Ilir 2006). Untuk itu Pemerintah daerah Ogan Ilir mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Ogan Ilir No.2 Tahun 2005 yang mengatur tugas dan fungsi Dinas Peternakan dan Perikanan yang dijabarkan pada pasal 36 dan 37 surat keputusan bupati tersebut.

Berkaitan dengan pembangunan peternakan tersebut, perlu adanya komunikasi antara peternak dan dinas peternakan sebagai komunikator dalam hal transfer teknologi dan pengetahuan. Hal ini dilakukan agar produktivitas peternak meningkat dan dapat menjalankan usaha ternaknya dengan baik. Menurut laporan akhir pengembangan iptek, bahwa permasalahan perkembangan dunia peternakan nasional yang berhubungan dengan sumberdaya manusia bidang peternakan selama ini salah satunya adalah lemahnya penguasaan teknis lapangan dan teori dari peternak (Menristek 2006).

Menurut Dilla (2007) komunikasi sangat diperlukan dalam menunjang proses pembangunan karena komunikasi dapat digunakan untuk menjembatani arus informasi ide dan gagasan baru, dari pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya. Melalui proses komunikasi pesan-pesan pembangunan dapat diteruskan dan diterima khalayak untuk tujuan perubahan.

Hasil review penelitian sepuluh tahun terakhir didapatkan, hambatan komunikasi yang sering dilihat oleh peneliti sebelumnya adalah hambatan pada komunikasi organisasi pemerintah misalnya pada penelitian: Saendinobrata (1998), Damayanti (2003) dan Azainil (2003). Sementara penelitian mengenai hambatan komunikasi yang terjadi pada penyuluh dan petani dilakukan oleh Danudiredja (1998) dan Suryadi (2000). Penelitian-penelitian ini masih melihat hambatan komunikasi secara keseluruhan baik hambatan secara: psikologis, semantik, karakteristik personal maupun lingkungan. Sementara penelitian ini ingin melihat khusus pada hambatan-hambatan komunikasi secara psikologis yan dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

Produktivitas ternak di Kabupaten Ogan Ilir masih rendah, hal ini karena sifat kegiatan yang umumnya masih tradisional, skala usaha kecil, teknologi sederhana dengan keterampilan rendah dan usahaternak yang masih bersifat sambilan. Untuk itu pemerintah Kabupaten Ogan Ilir memfasilitasi peternak, salah satunya dengan mengadakan pembinaan untuk mendukung program

(18)

peningkatan produksi hasil peternakan. Namun program pembangunan bidang peternakan masih jauh dari target, yang dapat dilihat antara lain: dari laporan tahun 2006 sampai tahun 2007 mengenai populasi dan produksi ternak yang hanya naik 4,5 persen saja (Disnakkan Ogan Ilir 2007; 2008). Sementara kenaikan tersebut tidak sepenuhnya merupakan hasil ternak dari masyarakat Kabupaten Ogan Ilir melainkan perhitungan keseluruhan dari bantuan pemerintah daerah setempat pada tahun 2006-2007. Menurut pemerintah daerah setempat rendahnya populasi dan produksi ternak karena keterbatasan biaya. Tetapi peneliti melihat keterbatasan biaya bukanlah menjadi suatu penghambat apabila masyarakat telah termotivasi menjalankan usahaternaknya dengan mengaplikasikan inovasi budidaya sapi potong yang diberikan pembina.

Terdapat hambatan-hambatan komunikasi yang terjadi pada proses transfer inovasi dari pembina ke peternak. Seperti diketahui kondisi peternakan yang ada di berbagai daerah, sama dengan persoalan peternakan nasional yaitu lemahnya sumberdaya manusia yang tersedia. Pernyataan ini telah diungkapkan oleh Susanto (1977) bahwa salah satu hambatan komunikasi di Indonesia adalah sumberdaya manusianya. Kenyataan inilah yang menarik untuk diteliti sehingga dapat dianalisa hambatan-hambatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di dalam proses komunikasi antara pembina dan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja faktor karakteristik individu dan aktivitas komunikasi yang ada pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir?

2. Seperti apa hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir?

3. Sejauh mana hubungan antara faktor karakteristik individu dan aktivitas komunikasi dengan hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir?

4. Sejauh mana hubungan antara faktor karakteristik individu dengan aktivitas komunikasi pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir?

(19)

4

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, peneliti berupaya menggali berbagai informasi dan data untuk mengetahui dan menganalisis peubah-peubah yang diteliti serta kaitannya dengan hambatan komunikasi pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir. Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan faktor karakteristik individu dan aktivitas komunikasi yang ada pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

2. Mendeskripsikan hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

3. Menganalisis hubungan antara faktor karakteristik individu dan aktivitas komunikasi dengan hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

4. Menganalisis hubungan antara faktor karakteristik individu dengan aktivitas komunikasi pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan informasi bagi pemerintah daerah Kabupaten Ogan Ilir dalam bidang peternakan, mengenai hambatan-hambatan komunikasi pada peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

2. Secara praktis diharapkan penelitian dapat dijadikan rujukan untuk penentuan program kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Ogan Ilir di bidang peternakan .

3. Dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk melaksanakan penelitian lanjutan secara lebih dalam dan luas.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji atau meneliti mengenai faktor karakteristik individu peternak, aktivitas komunikasi dan hambatan-hambatan psikologis komunikasi pembina dan peternak. Faktor karakteristik individu peternak yang diteliti meliputi: umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, kekosmopolitan dan tingkat pengetahuan tentang budidaya sapi potong. Selanjutnya untuk aktivitas komunikasi yang diteliti meliputi: intensitas komunikasi, metode komunikasi, pencarian informasi, keterlibatan dalam kelompok dan arah komunikasi. Terakhir, hambatan-hambatan psikologis komunikasi pembina dan peternak yang diteliti meliputi: perbedaan harapan, prasangka, perbedaan kebutuhan, perhatian dan keakraban.

(20)

Kerangka Berpikir dan Hipotesis Kerangka Berpikir

Pengembangan pembangunan peternakan di Kabupaten Ogan Ilir mempunyai potesi yang sangat besar. Ini dilihat dari potensinya sebagai salah satu sumber wilayah ternak sapi di Sumatera Selatan dengan daya dukung geografis, sumber pakan dan kultural.

Infrastruktur pengembangan sapi potong telah dan akan dikembangkan di Kabupaten Ogan Ilir, hal ini dapat dilihat dari telah terdapat pasar ternak, dapat dilewati jalur lintas Sumatera, tersedianya unit pelaksana teknis dinas (UPTD)

village breeding center Rantau Alai yang sedang dibangun dan adanya instansi

pembina peternakan yaitu: dinas peternakan, UPTD, Pembina peternakan dan LSM (Heifer).

Masyarakat Kabupaten Ogan Ilir telah memelihara sapi secara turun menurun dan berkelompok, beberapa kecamatan yang dikenal sebagai sumber sapi, antara lain: Kecamatan Inderalaya, Kecamatan Pemulutan, Kecamatan Tanjung Raja dan Kecamatan Tanjung Batu. Namun peternakan yang dilakukan masih bersifat tradisional dan semi intensif. Masih terdapat tingkat kematian pedet yang tinggi walaupun belum pernah dilaporkan secara resmi dengan berbagai macam penyebab misalnya: kembung (bloat), diare dan malnutrisi. Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan belum memenuhi kebutuhan produksi dan Segi tiga produksi (breeding, feeding dan manajemen) belum terlaksana dengan baik.

Transfer teknologi peternakan telah dilakukan melalui kegiatan pembinaan oleh instansi pembina dengan media diskusi, audio visual, dan pembentukan kelompok. Upaya peningkatan motivasi beternak melalui program bantuan teknis dan ternak juga telah dilakukan namun produktivitas peternak dan ternak masih rendah.

Penelitian dilakukan untuk mengamati hubungan antara dua peubah, yaitu peubah bebas (independent variable) dan peubah terikat (dependent variable). Peubah bebas (independent variable) adalah faktor karakteristik individu peternak dan aktivitas komunikasi sedangkan peubah terikat (dependent variable) adalah hambatan-hambatan psikologis komunikasi pembina dan peternak.

(21)

6

Komunikasi dikatakan berhasil apabila terjadi kesamaan makna pesan yang disampaikan pembina kepada peternak. Apabila hambatan komunikasi dikurangi maka akan menimbulkan komunikasi yang efektif. Penelitian ini dibatasi pada identifikasi hambatan-hambatan komunikasi, identifikasi faktor karakteristik individu peternak dan aktivitas komunikasi, menganalisis korelasi antara faktor karakteristik individu peternak dan aktivitas komunikasi dengan hambatan komunikasi dan menganalisis korelasi antara faktor karakteristik peternak dengan aktivitas komunikasi, yang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1 Hubungan antara peubah bebas dan terikat dalam kerangka analisis hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak dalam pembinaan budidaya sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

H1 Terdapat hubungan nyata antara faktor karakteristik individu peternak dengan

Aktivitas Komunikasi 1. Intensitas komunikasi 2. Metode komunikasi 3. Pencarian informasi 4. Keterlibatan dalam kelompok 5. Arah Komunikasi H2 H3 Faktor Karakteristik Individu Peternak 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pendapatan 4. Pengalaman 5. Kekosmopolitan 6. Tingkat pengetahuan tentang budidaya sapi potong. Hambatan-hambatan Psikologis Komunikasi

antara Pembina dan Peternak 1. Perbedaan Harapan 2. Prasangka 3. Perbedaan Kebutuhan 4. Perhatian 5. Keakraban H1

(22)

hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

H2 Terdapat hubungan nyata antara aktivitas komunikasi dengan

hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

H3 Terdapat hubungan nyata antara faktor karakteristik individu peternak dengan

(23)

TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi

Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin “communicatio.” Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama di sini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy 2003).

Menurut Mulyana (2005) setidaknya ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi. Sebagai tindakan satu-arah, suatu pemahaman populer mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio atau televisi.

Sementara Rogers dan Shoemaker (1995) mengartikan komunikasi adalah sebagai suatu proses dimana semua partisipan atau pihak-pihak yang berkomunikasi saling menciptakan, membagi, menyampaikan dan bertukar informasi, antara satu dengan lainnya dalam rangka mencapai suatu pengertian bersama.

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah cara penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Proses komunikasi dikategorikan dalam dua perspektif yaitu proses komunikasi dalam perspektif psikologis dan mekanistik. Proses komunikasi dalam perspektif psikologis merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri komunikator ketika berniat akan menyampaikan suatu pesan kepada komunikan. Adapun pesan komunikasi yang disampaikan terdiri dari dua aspek yaitu isi pesan berupa pikiran dan lambang berupa bahasa. Dengan kata lain, proses pengemasan pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator dalam bahasa komunikan, kemudian disampaikan kepada komunikan sebagai penerima (Effendy 2003).

Bagian terpenting dalam komunikasi ialah bagaimana cara agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan, yaitu : a. Dampak kognitif yaitu dampak yang timbul yang menyebabkan menjadi tahu

(24)

b. Dampak afektif yaitu supaya komunikan tahu dan tergerak hatinya dan menimbulkan perasaan tertentu.

c. Dampak konatif yaitu dampak yang timbul dalam bentuk tindakan (Effendy 2003; Rakhmat 2007).

Tujuan komunikasi menurut Levis (1996) antara lain adalah 1) informasi, yaitu untuk memberikan informasi yang menggunakan pendekatan dengan pemikiran, 2) persuasif, yaitu untuk menggugah perasaan penerima, 3) konatif, yaitu perubahan tindakan terhadap pelaku pembangunan, 4) meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan usaha secara efisien di bidang usaha yang dapat memberi manfaat dalam batas waktu yang tidak tertentu, 5) mewujudkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan.

Efektivitas Komunikasi

Menurut Tubbs dan Moss (2005a) secara sederhana komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudnya. Secara umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.

Selanjutnya Tubbs dan Moss (2005a) mengatakan bahwa untuk mengukur keefektivan komunikasi tidak cukup dengan mengatakan orang tersebut telah berhasil menyampaikan maksudnya, tetapi harus melalui kriteria penilaian tertentu yang benar dan jelas dalam pengukurannya. Komunikasi yang efektif, paling tidak menimbulkan lima hal sebagai ukuran yaitu: 1) pemahaman artinya penerimaan yang cermat dari isi pesan yang disampaikan oleh komunikator sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran pesan oleh komunikan; 2) kesenangan artinya suasana yang menjadikan hubungan menjadi hangat, akrab dan menyenangkan; 3) pengaruh pada sikap artinya kemampuan persuasif komunikator dalam penyampaian pesan yang menimbulkan efek pada diri komunikan; 4) hubungan yang membaik artinya tumbuhnya perasaan ingin bergabung dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan serta ingin dicintai dan mencintai dan 5) tindakan artinya tindakan yang nyata dilakukan komunikan setelah terjadi pengertian, pembentukan dan perubahan sikap, serta tumbuhnya hubungan yang baik.

Komunikasi akan berjalan efektif jika ketepatannya (fidelity) ditingkatkan dan gangguannya (noise) diperkecil. Ini dapat terjadi pada sumber (komunikator), pesan, saluran maupun penerima sebagai unsur-unsur komunikasi (Berlo 1960).

(25)

10

Komunikasi yang efektif mengandung pengiriman dan penerimaan informasi yang cermat, pengertian pesan yang mendalam oleh kedua pihak dan pengambilan tindakan yang tepat terhadap penyelesaian pertukaran informasi. Beberapa hal yang diperlukan untuk komunikasi yang efektif adalah sebagai berikut: 1) penerangan ringkas yang cukup dari penerima, 2) penggunaan bahasa yang sesuai, 3) kejelasan, 4) penggunaan media yang tepat (Moekijat 1993). Dalam melakukan komunikasi di masyarakat pedesaan terdapat dua metode pendekatan yaitu: 1) pendekatan berdasarkan kelompok sasaran inovasi (individu, kelompok dan massa) serta 2) pendekatan berdasarkan cara penyampaian isi pesan (ceramah dan diskusi, demonstrasi, dan penggunaan alat bantu).

Vardiansyah (2004) menyatakan bahwa efektivitas komunikasi adalah pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan, yaitu kognitif, yaitu pengetahuan seseorang yang dari tidak tahu menjadi tahu; Afektif, sikap seseorang yang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju; dan konatif, yaitu tingkah laku yang membuat seseorang melakukan sesuatu.

Hambatan-Hambatan Komunikasi

Menurut Devito (1997) komunikasi akan menemui hambatan dari proses pengiriman ke penerima dalam pesan-pesan verbal yang disebut distorsi kognitif, yang dapat muncul dalam komunikasi interpersonal, kelompok kecil atau pembicaraan di muka umum. Hambatan-hambatan tersebut antara lain 1) polarisasi, yaitu kecenderungan untuk melihat dunia dalam bentuk lawan kata dan menguraikannya dalam bentuk ekstrim misalnya baik dan buruk, hitam dan putih; 2) orientasi intensional, yaitu kecenderungan untuk melihat manusia, objek dan kejadian sesuai dengan ciri atau label yang melekat pada diri mereka misalnya menilai seseorang tidak menarik sebelum mendengar apa yang akan dikatakan; 3) implikasi pragmatis, yaitu kesimpulan yang mungkin ada tetapi belum tentu benar; 4) bypassing adalah pola kesalahan evaluasi dimana orang gagal mengkomunikasikan makna yang mereka maksudkan; 5) kesemuaan (allness), yaitu kecenderungan untuk menganggap orang yang mengetahui hal tertentu pasti menguasai segalanya atau apa yang sudah dikatakan pasti sudah seluruhnya; 6) evaluasi statis, yaitu mengabaikan pernyataan perubahan dan menganggap bahwa realitas merupakan hal yang statis; 7) indiskriminasi, pengelompokkan hal-hal yang tidak sama ke dalam satu kelompok dan

(26)

menganggap karena mereka berada dalam kelompok yang sama, mereka semuanya sama.

Widjaja (2000) menyatakan bahwa masalah komunikasi biasanya merupakan gejala bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Masalah komunikasi ada yang berasal dari pengirim (komunikator), transmisi dan penerima. Hambatan dalam komunikasi antara lain: a) kurangnya perencanaan dalam komunikasi (tidak dipersiapkan lebih dahulu), b) perbedaan persepsi, c) perbedaan harapan, d) kondisi fisik atau mental yang kurang baik, e) pesan yang tidak jelas, f) prasangka yang buruk, g) transmisi yang kurang baik, h) penilaian/evaluasi yang prematur, i) tidak ada kepercayaan, j) ada ancaman, k) perbedaan status, pengetahuan, bahasa, l) distorsi (kesalahan informasi).

Hambatan komunikasi dapat terjadi karena adanya perbedaan kerangka acuan (frame of reference) pada bidang pengalaman antara komunikator dan komunikan. Akibatnya kedua orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut berbeda dalam penafsiran makna (Tubbs & Moss 2005b).

Menurut Effendy (2003) ada empat hal yang menjadi hambatan dalam komunikasi yakni: 1) gangguan, terdiri dari gangguan mekanik (mechanical noise) dan gangguan semantik (semantic noise), 2) kepentingan, 3) motivasi terpendam, dan 4) prasangka. Gangguan mekanik adalah gangguan pada saluran komunikasi yang bersifat fisik, sedangkan gangguan semantik berhubungan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak atau salah pengertian. Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Dengan kata lain orang akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar komunikasi dapat diterima dan sebaliknya komunikan akan mengabaikan komunikasi yang tidak sesuai dengan motivasinya. Dalam komunikasi sering juga komunikator tertipu dengan kesungguhan komunikan, dimana komunikasi yang disampaikan tidak sesuai dengan motivasinya. Kepura-puraan ini disebabkan adanya motivasi terpendam dari komunikan. Hambatan yang berat bagi kegiatan komunikasi adalah prasangka. Prasangka akan menyebabkan komunikan bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasinya, sehingga

(27)

12

komunikan tidak bisa berpikir secara objektif karena semua yang dilihat akan dinilai negatif.

Menurut Berlo (1960) hal penting dalam komunikasi adalah mengemas makna menjadi pesan yang efektif namun banyak faktor-faktor yang dapat mengurangi ketepatan dalam komunikasi. Pertama, faktor sumber dipengaruhi oleh keterampilan berkomunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, sistem sosial budaya; Kedua, faktor penerima dipengaruhi oleh keterampilan berkomunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, sistem sosial budaya; Ketiga, faktor pesan dipengaruhi oleh kode pesan, isi pesan dan perlakuan terhadap pesan; Keempat, faktor saluran.

Faktor-faktor penghambat komunikasi (barriers) meliputi: persepsi, bahasa, tata bahasa (semantic), cara penyampaian (infection), daya tarik personal, emosi, pemahaman (preconceived notion), perhatian, penyusunan kata (woordiness) dan asumsi (inferences) (Donaldson & Scannell 1986).

Hampir sama dengan pendapat di atas, Lionberger dan Gwin (1982) berpendapat beberapa hambatan dalam proses komunikasi interpersonal meliputi: 1) perbedaan persepsi, 2) penggunaan bahasa yang abstrak, 3) penggunaan kata-kata yang emosional, 4) dominasi sumber, 5) rendahnya kredibilitas sumber dan 6) dominasi kepentingan sumber.

Menurut Levis (1996) kompleksitas tingkat perkembangan desa serta tingginya variabilitas masyarakat desa dalam aspek sosial ekonomi dan budaya merupakan hal yang rumit bagi pengembangan teknologi komunikasi pedesaan yang baik dan efektif. Dari aspek usaha yang dilaksanakan petani di pedesaan hambatan komunikasi yang sering timbul adalah: 1) terdapat variasi kondisi alam, sosio-ekonomi dan budaya masyarakat, 2) keragaan usahatani yang tinggi, 3) Kebutuhan dan masalah yang berbeda pada saat yang sama, dan 4) salah pendekatan awal yang dikembangkan oleh komunikator sendiri.

Menurut hasil penelitian Azainil (2003) yang merupakan faktor penghambat komunikasi di organisasi pemerintah desa Kabupaten Bogor adalah kurang pengetahuan, kurang keterampilan komunikasi, perbedaan umur dan perbedaan gaya komunikasi. Sementara hasil penelitian Damayanti (2003) faktor hambatan komunikasi yang berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi adalah pengendalian diri, perhatian, perbedaan umur, perbedaan gaya berkomunikasi, kredibilitas dan prasangka negatif.

(28)

Berbeda dengan hasil penelitian Suryadi (2000) kendala berkomunikasi yang dialami petani nelayan kecil (PNK) dengan penyuluh adalah kesempatan berkomunikasi, kegiatan komunikasi, keakraban antara penyuluh dengan PNK, ketepatan materi dan motivasi bekerjasama. Menurut Saendinobrata (1998) Peringkat hambatan komunikasi adalah tekanan waktu, partisipasi anggota terhadap komunikasi pelaksanaan kerja kurang, kredibilitas sumber rendah, perbedaan status, panjangnya garis komando, perbedaan persepsi, rendahnya tingkat empati, peran penghubung, rendahnya motivasi individu terhadap aktivitas komunikasi, beban layak informasi.

Hambatan-hambatan komunikasi adalah faktor-faktor atau kondisi secara psikologis dalam diri peternak yang menghalangi penerimaan inovasi budidaya sapi potong yang diberikan pembina. Hambatan-hambatan komunikasi di sini dilihat dari faktor perbedaan harapan, prasangka, perbedaan kebutuhan, perhatian dan keakraban.

Komunikasi Interpersonal

Komunikasi pertanian adalah suatu pernyataan antar manusia yang berkaitan dengan kegiatan di bidang pertanian, baik secara perorangan maupun secara berkelompok, yang sifatnya umum dengan menggunakan lambang-lambang tertentu yang sering dijumpai pada metode penyuluhan. Komunikasi dalam bidang pertanian terdiri dari beberapa unsur yaitu: komunikator, pesan dan komunikan (petani), sedangkan faktor dalam proses komunikasi adalah saluran yang menunjang tercapainya tujuan penyampaian pesan (Soekartawi 2005).

Komunikasi interpersonal ialah proses komunikasi yang berlangsung antar

dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan oleh Pace diacu dalam Cangara (2002) bahwa “interpersonal communication is

communication involving two or more people in a face to face setting.”

Menurut Effendy (2003) dialog adalah bentuk komunikasi interpersonal yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian.

Komunikasi interpersonal ini menurut Effendy (2003) terbagi menjadi dua jenis, yakni komunikasi diadik (komunikasi interpersonal yang terjadi antara dua orang, terdiri dari komunikator dan komunikan). Kedua adalah komunikasi triadik, yakni komunikasi interpersonal yang terjadi antara tiga orang, terdiri dari satu orang komunikator dan dua orang komunikan.

(29)

14

Menurut Vardiansyah (2004) komunikasi interpesonal dapat terjadi dalam konteks satu komunikator dengan satu komunikan atau satu komunikator dengan dua komunikan. Komunikasi ini dapat berlangsung dengan tatap muka atau menggunakan media interpersonal (non media massa), seperti telepon. Dalam komunikasi ini komunikan relatif lebih mengenal komunikan dan sebaliknya.

Lionberger dan Gwin (1982) dan Mardikanto (1988) menyatakan dua ciri yang harus diperhatikan dalam penerapan saluran antar pribadi, yaitu: a) saluran antar pribadi sebenarnya merupakan saluran ganda (multiple channels), sebab di dalam berkomunikasi tatap muka, tidak hanya memperhatikan bahasa yang digunakan, tingkat kelantangan suara, waktu yang tepat untuk berkomunikasi, tempat berkomunikasi dan lain-lain, b) saluran antar pribadi sering menghadapi hambatan (barrier).

Komunikasi interpersonal sebagai suatu proses komunikator dan komunikan bertatap muka (face to face communication) dan di antaranya saling berbagi ide, informasi dan sikap (Ardianto & Erdinaya 2004). Komunikasi antarpribadi (interpersonal), yaitu suatu proses komunikasi secara tatap muka dua orang atau lebih. Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dibedakan menjadi dua yaitu pertama, komunikasi diadik (dyadic communication) adalah komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui tiga bentuk percakapan, wawancara dan dialog. Kedua, komunikasi kelompok kecil (small group communication) adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka dimana anggota-anggotanya berinteraksi satu sama lain (Devito 1997).

Faktor Karakteristik Individu Peternak

Menurut Sugiyanto (1996) karakteristik merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang, yang digunakan untuk membedakan seseorang atau masyarakat dengan lainnya. Menurut Kotler (1980) bahwa karakteristik individu adalah karakteristik demografik, di samping psikografik yang berhubungan dengan gaya hidup pribadi. Karakteristik demografik meliputi umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, daur kehidupan keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, ras, kebangsaan dan tingkat sosial.

Lionberger (1968) mengemukakan bahwa karakteristik individu yang berhubungan dan berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi adalah umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Sementara Sumardjo (1999) menyatakan bahwa karakteristik personal petani yang patut diperhatikan adalah

(30)

umur, pendidikan, pengalaman, kekosmopolitan, keterampilan, persepsi, gender, motivasi, kesehatan/fisik dan fasilitas informasi.

Menurut Azainil (2003) secara keseluruhan faktor individu tidak berhubungan nyata dengan hambatan komunikasi (umur, pendidikan formal, kursus dan pendapatan). Hubungan nyata hanya terlihat pada hubungan antara pengalaman kerja dengan hambatan komunikasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Damayanti (2003) yang hasilnya adalah tidak terdapat hubungan antara karakteristik (umur, pendidikan, masa kerja, pangkat/golongan) dengan hambatan komunikasi.

Dua hasil penelitian di atas berbeda dengan hasil-hasil penelitian berikut ini. Hasil penelitian Suryadi (2000) menyatakan terdapat hubungan nyata antara Karakteristik yang mempengaruhi persepsi PNK tentang kendala komunikasi pada umur dan pendidikan non formal. Sejalan dengan penelitian Saendinobrata (1998) bahwa terdapat hubungan sangat nyata antara karakteristik responden dengan persepsi mereka tentang hambatan-hambatan komunikasi di lingkungan pemda Kabupaten Sukabumi, yaitu karakteristik umur, pendidikan formal, pendapatan dan frekuensi pertemuan, dan terdapat hubungan nyata pada jumlah aparat dalam satu unit kerja. Pada penelitian Danudiredja (1998) terdapat hubungan nyata antara karakteristik responden dengan pembentukan persepsi responden tentang pemanfaatan Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) pada umur, pendidikan dan pendapatan.

Penelitian Kaliky dan Hidayat (2002) melihat karakteristik umur, pendidikan, pemilikan sapi perah induk, pendapatan keluarga perbulan, pengalaman beternak sapi perah dan kekosmopolitan yang ada dalam peternak sapi perah skala rumah tangga yang mempengaruhi kinerja peternak. Menurut Rogers (2003) kosmopolit adalah suatu hubungan individu dengan sumber di luar sistem sosialnya. Tiga peubah yang dapat digunakan untuk mengetahui perilaku komunikasi adalah hubungan dengan agen perubahan, pencarian informasi ke luar lingkungan sosialnya dan keterdedahan terhadap media massa.

Karakteristik individu dalam penelitian ini adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh peternak, yang akan dilihat dari: umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, kekosmopolitan dan tingkat pengetahuan tentang budidaya sapi potong.

(31)

16

Aktivitas Komunikasi

Aktivitas komunikasi adalah proses dalam berkomunikasi yang merupakan semua kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh informasi. Barlund diacu dalam Liliweri (1997) menyatakan proses komunikasi dimaksudkan sebagai serial gerakan yang memberi dan menerima pesan yang bermanfaat untuk mencapai tujuan akhir.

Menurut Tubbs dan Moss (2005a) aktivitas komunikasi adalah aktivitas yang dilakukan seseorang dalam usaha memperoleh informasi. Aktivitas komunikasi dapat berarti tindakan atau respon seseorang terhadap sumber dan pesan. Pada pendekatan komunikasi interpersonal, dimana komunikasi ditekankan pada konsep saling membagi pengalaman maka tindakan atau respon seseorang terjadi atau respon seseorang terjadi dalam kapasitasnya sebagai perilaku komunikasi.

Menurut Ahmadi (1999) aktivitas komunikasi dipengaruhi faktor intern dan ekstern. Faktor intern atau faktor personal merupakan faktor yang berpusat pada personal, berupa sikap dan kepribadian. Faktor intern dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis terlibat dalam seluruh aktivitas manusia dan berpadu dengan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis sangat mempengaruhi berlangsungnya komunikasi misalnya kesiapan untuk melihat-membaca yang berhubungan dengan indera penglihatan, kesiapan untuk mendengarkan suaran yang berhubungan dengan indera pendengaran sedangkan faktor sosiopsikologis adalah faktor yang berhubungan dengan aspek emosional dan konatif yang berhubungan dengan kemauan bertindak (Rakhmat 2007). Sementara menurut Rogers dan Rogers (1976) Faktor intern merupakan faktor kemauan, pengetahuan dan pengertian seseorang untuk melakukan sesuatu. Faktor ini akan mempengaruhi berlangsungnya aktivitas komunikasi yang pada akhirnya akan menentukan berhasil tidaknya (efektif) suatu komunikasi.

Faktor situasional atau faktor eksternal juga mempengaruhi aktivitas komunikasi seseorang sebagai cerminan dari perilaku seseorang. Faktor situasional merupakan aspek yang berasal dari luar pribadi yang berpengaruh terhadap perilaku. Samson diacu dalam Rakhmat (2007) membagi faktor situasional ke dalam tiga kelompok yaitu: 1) aspek objektif dari lingkungan seperti geografis, iklim, sosial, temporal dan suasana perilaku; 2) lingkungan psikososial

(32)

seperti iklim organisasi/kelompok; 3) stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku seperti orang lain.

Menurut Sigmund (1927) orang-orang tidak selamanya menyadari hal-hal yang diinginkannya dan karenanya kebanyakan aktivitasnya dipengaruhi oleh motif atau kebutuhan bawah sadar. Jadi keinginan seseorang sangat berpengaruh dalam menimbulkan aktivitas seseorang. Kincaid dan Schramm (1985) menambahkan bahwa tujuan dasar berkomunikasi antar manusia ialah untuk menentukan dan memahami realitas agar tujuan-tujuan yang lain dapat diseleksi dan dicapai, setiap komunikator maupun penerima mempunyai seperangkat tujuan dan penalaran sendiri-sendiri, tetapi mereka tidak bisa puas dengan penjelasan itu.

Aktivitas komunikasi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai penilaian peternak terhadap kegiatan komunikasi yang dilakukannya dengan pembina untuk memenuhi kebutuhan informasi tentang budidaya sapi potong, yang diukur dengan intensitas komunikasi, metode komunikasi, pencarian informasi, keterlibatan dalam kelompok dan arah komunikasi.

Pola Pembinaan Sapi potong

Program pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Ilir membuat arah kebijakan strategis pada bidang pembangunan peternakan yaitu: 1) mengembangkan usaha peternakan berdasarkan potensi wilayah yang berwawasan agribisnis dan ramah lingkungan, 2) peningkatan populasi ternak dengan memperbaiki tipologi usaha wilayah dan pola budidaya, 3) peningkatan produktivitas peternakan dan 4) mengembangkan sistem pengendalian hama penyakit hewan dan kesehatan masyarakat veteriner

Program kerja peningkatan produksi hasil peternakan yang dituangkan di dalam rencana kinerja (performance Plan) Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, merupakan bentuk perhatian pemerintah daerah dalam pembangunan bidang peternakan. Termasuk di dalamnya rencana peningkatan produksi hasil peternakan sapi potong.

Salah satu program peningkatan produksi hasil peternakan antara lain fasilitasi berupa pembinaan peternak. Tujuan program ini yaitu secara umum adalah meningkatkan produksi hasil peternakan serta meningkatkan pendapatan peternak.

(33)

18

Pelaksanaan kegiatan dalam program peningkatan produksi hasil peternakan diprioritaskan pada pengembangan usaha di bidang peternakan salah satunya penggemukan sapi potong.

Hubeis (2000) mengemukakan bahwa keadaan kualitas sumberdaya manusia petani masih diliputi berbagai keterbatasan, maka untuk memperluas pemahaman petani dalam persoalan pertanian dan kelembagaan petani, diperlukan penyuluh yang dapat berfungsi sebagai agen pembaharu (agent of change) bagi petani.

Untuk itu pemerintah daerah Ogan Ilir melakukan pembinaan peternak baik yang dilakukan oleh dinas peternakan sendiri maupun oleh penyuluh peternakan. Pembinaan yang dilakukan pada kegiatan sapi potong bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peternak dalam hal penggemukan sapi potong dan membuat peternak mandiri dalam berusahaternak.

Peran pembinaan/penyuluhan akan efektif dan berdampak positif bagi munculnya kemandirian petani, bila jajaran penyuluh terdorong untuk berubah ke arah yang lebih baik atau mampu berpikir prospektif. Selain harus berorientasi profesional, para penyuluh diharapkan dapat: 1) melakukan komunikasi dan dialog dengan baik di berbagai forum, 2) mengenali diri sendiri dengan baik, 3) melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dengan baik, 4) menekuni hal-hal dan masalah kecil, 5) berpikir positif tentang alam dan 6) memberi contoh dalam hidup di dalam keseimbangan (Susanto 2001).

Budidaya Sapi Potong

Pemeliharaan sapi dan perkembangan populasinya di Indonesia, terutama sapi potong, mengalami pasang-surut yang fluktuatif. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah dan kondisi perekonomian masyarakat secara global. Sejak zaman kolonial Belanda, terutama sejak didirikannya pabrik gula (1830-1835), telah dilakukan pemeliharaan sapi yang tujuan utamanya sebagai sumber tenaga kerja untuk menggarap lahan pertanian dan penarik pengangkut tebu (Sugeng 2006).

Budidaya ternak sapi potong merupakan salah satu sumber usaha yang menghasilkan makanan berupa daging yang produktivitasnya masih sangat memprihatinkan. Hal ini karena volumenya masih jauh dari target yang diperlukan konsumen (Sugeng 2006).

Menurut Santosa (2005) pemilihan ternak sapi harus disesuaikan dengan tujuan usaha peternakan yang akan dilaksanakan. Tipe ternak yang akan

(34)

dipelihara untuk tujuan menghasilkan daging, misalnya dipilih ternak sapi tipe pedaging. Untuk tujuan menghasilkan susu dipilih sapi tipe perah, untuk tujuan tenaga kerja dipilih sapi tipe kerja. Apabila tujuan pemeliharaan akan disesuaikan dengan dua hasil atau lebih maka dipilih ternak sapi tipe dwiguna.

Setiap bangsa sapi memiliki sifat genetis yang berbeda satu dengan yang lain, baik mengenai daging, ataupun kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungan. Dalam hal beradaptasi dengan lingkungan ini antara lain penyesuaian iklim dan pakan. Berpangkal dari sifat genetis suatu bangsa sapi yang bisa diwariskan kepada keturunannya, maka bangsa sapi tertentu harus dipilih oleh setiap peternak sesuai dengan tujuan dan kondisi setempat. Pemilihan ini memang cukup beralasan sebab peternak tidak akan mau menderita kerugian akibat faktor lingkungan yang tidak menunjang (Sugeng 2006).

Secara umum lingkungan hidup kita berada di daerah tropis yang hanya mengenal dua musim yakni kemarau dan hujan. Sehingga ada daerah yang banyak hujan, ada yang cukup hujan, ataupun ada yang kekurangan hujan. Ada pula daerah yang anginnya kencang, ada yang sangat panas dan banyak hujan, atau ada yang sejuk dan lembab, terutama di daerah pegunungan. Itulah sebabnya kontruksi kandang di daerah yang satu tidak akan sama dengan daerah lain. Namun, secara umum kontruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, dan bersirkulasi udara baik. Selain itu, ternak terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan. Oleh karena itu, sehubungan dengan kontruksi ini yang perlu mendapat perhatian terutama tentang arah kandang, ventilasi, atap, dinding dan lantai (Sugeng 2006).

Pakan ternak juga merupakan hal yang harus diperhatikan oleh peternak, dimana pakan berfungsi sebagai bahan makanan yang mengandung nutrisi penting bagi ternak dalam melaksanakan aktivitas kimiawi dan fisiologis yang berguna untuk pertumbuhan, penggemukan dan reproduksi serta laktasi (Anggorodi 1994).

Kesehatan hewan adalah status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi normal. Kerusakan sel terjadi akibat serangan penyakit atau gangguan lain yang merusak fungsi sel dan jaringan. Kesehatan hewan di negara yang beriklim tropis seperti Indonesia di pengaruhi oleh keadaan cuaca yang panas, sangat kering atau lembab, Variasi perubahan cuaca akan mempengaruhi fluktuasi tingkat

(35)

20

penyakit yang dalam keadaan tertentu dapat mencapai titik intensitas yang sangat tinggi atau sebaliknya (Akoso 2000).

Mempertahankan kesehatan ternak sapi dapat dilakukan dengan memelihara ternak dalam kelompok kecil, ditempatkan pada tanah yang tidak tercemar, kandang yang baik, makanan dan minuman yang diberikan pada tempat yang terpisah dari ternak yang lain dan usahakan bebas dari penyakit eksternal dan internal. Ternak sapi yang baru datang dikarantina terlebih dahulu sebelum dicampur dengan ternak yang lain, membakar, mengubur ternak dan segala sesuatu yang terkait dengan ternak yang menderita penyakit menular dan berbahaya, bila memungkinkan mencari tahu penyebab serta mengobati penyakit secara intensif (Williamson & Payne 1993).

Peraturan Menteri Pertanian no. 54/Permentan/Ot.140/10/2006 setiap usaha pembibitan sapi potong hendaknya selalu memperhatikan aspek pelestarian lingkungan dengan mencegah terjadinya erosi dan membantu pelaksanaan penghijauan di areal peternakan, mencegah terjadinya polusi dan gangguan lain seperti bau busuk, serangga, pencemaran air sungai dan lain-lain dan membuat dan mengoperasionalkan unit pengolah limbah peternakan (padat, cair, gas) sesuai kapasitas produksi limbah yang dihasilkan. Pada peternakan rakyat dapat dilakukan secara kolektif oleh kelompok (Menteri Pertanian 2006).

Menurut Soeprapto dan Abidin (2008) pemasaran adalah faktor yang penting dalam peternakan sapi potong karena merupakan kegiatan yang menghasilkan uang untuk peternak dan biasanya secara tradisional peternak menjual sapi-sapinya dipasar-pasar terdekat dengan pertimbangan ekonomis.

Ila et al. (2000) mengemukakan juga beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penggemukan sapi potong yaitu:

1. Pemilihan sapi bakalan. Memilih sapi bakalan yang tepat sebelum digemukkan akan mempercepat proses penggemukan dan memberikan keuntungan bagi petani pemelihara. Syarat-syarat antara lain: 1) umur minimal 1-1,5 tahun atau pergantian dua gigi seri, 2) kondisi agak ramping namun sehat, 3) bobot badan awal minimal 150 kg untuk sapi bali, 100 kg untuk sapi hasil inseminasi buatan (persilangan).

2. Kandang kelompok. Secara umum petani pemelihara pengemukan sapi potong mengabaikan pembuatan kandang. Ini disebabkan karena untuk membuat suatu kandang yang cukup baik membutuhkan dana yang cukup besar. Manfaat kandang kelompok antara lain: 1) tumbuhnya motivasi dan

(36)

persaingan yang sehat diantara sesama anggota dalam berusaha, berlomba-lomba menghasilkan sapi yang baik, 2) tumbuhnya jiwa kewirausahaan pada petani, 3) tumbuh dan berkembangnya semangat kerjasama antara anggota kelompok dengan pihak pengusaha di bidang peternakan, 4) mata rantai penjualan ternak semakin semakin pendek dan harga jual didasarkan pada kesepakatan antara kelompok dan pengusaha, 5) tumbuhnya koperasi peternakan di pedesaan, 6) terbukanya lapangan pekerjaan bagi anak-anak putus sekolah, 7) tersedianya pupuk kandang dalam jumlah yang banyak, 8) kesehatan ternak terkontrol, 9) terciptanya pasar ternak ditingkat kelompok tani dan tumbuhnya sentra agribisnis peternakan. Syarat-syarat kandang kelompok tersebut adalah: 1) pemilik ternak adalah anggota kelompok tani, 2) jumlah anggota kelompok ternak dalam satu kandang kelompok minimal 10 orang, 3) mentaati segala ketentuan yang telah disepakati dalam musyawarah kelompok, 4) lokasi kandang kelompok disesuaikan dengan tempat tinggal, tempat usaha, persedian pakan, air dan jaminan keamanan, terpisah dari rumah, mudah dijangkau serta harus terhindar dari genangan air, 5) konstruksi kandang kokoh dan kuat dengan lantai yang rata, tidak licin, keras, dan agak tinggi dari sekitanya, serta dilengkapi dengan tempat pakan dan lubang penampungan kotoran ternak. Bahan yang digunakan untuk pembuatan kandang adalah dari bahan lokal seperti daun kelapa/gewang untuk atap dan kayu untuk tiang, sedangkan untuk lantai dibuat pengerasan dari semen untuk menghindari lumpur/genangan air.

3. Pemberian pakan. Kelemahan dalam pemeliharaan sapi potong dalam pemberian pakan, yaitu: 1) tidak tersedianya tempat pakan sehingga pakan yang diberikan banyak yang terbuang, 2) pemberian hijauan rumput secara utuh (tidak dicincang), 3) pakan terkontaminasi dengan urine dan kotoran. Untuk menghindari hal tersebut maka petani dianjurkan untuk membuat tempat pakan yang baik dan kuat, mencacah hijauan yang akan diberikan dengan perbandingan antara rumput dan leguminosa adalah 60: 40, yang dilengkapi dengan suplemen mineral atau garam dapur 50 gram/ekor/hari dan pemberian starbio 15-20 gram/ekor/hari.

4. Pengendalian penyakit. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian penyakit adalah: 1) menjaga kebersihan kandang, tempat pakan dan tempat minum, 2) kandang terhindar dari genangan air/lempur, 3) membersihkan ternak dari kotoran yang melekat pada badan ternak, 4) menghindari

(37)

22

pemberian hijauan yang masih basah karena embun atau air hujan, 5) pakan disimpan ditempat yang bersih, 6) melakukan pengontrolan kesehatan dan vaksinasi.

5. Pemanfaatan limbah. Salah satu keuntungan pemeliharaan sapi dalam kandang kelompok adalah tersedianya kotoran ternak dalam jumlah yang banyak. Kotoran ternak tersebut dapat dijadikan pupuk kandang untuk tanaman sayur-sayuran, padi, jagung dan buah-buahan. Beberapa cara meningkatkan kualitas pupuk kandang antara lain dengan membuatnya dalam bentuk kompos dan bokasi.

6. Pemasaran. Ketika kegiatan penggemukan dimulai, hubungan kerjasama dengan pengusaha di bidang peternakan khususnya ternak sapi potong telah dijalin sehingga pengusaha-pengusaha yang ada telah menjadi mitra peternak, sehingga penjualan melalui para tengkulak dan pemasaran ternak menjadi lebih pendek.

(38)

Penelitian ini didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional yaitu untuk mengetahui hubungan yang terjadi dari peubah-peubah yang diteliti serta menjelaskan hubungan antar peubah. Peubah yang diteliti yaitu peubah bebas yang terdiri dari faktor karakteristik individu peternak dan aktivitas komunikasi sedangkan peubah terikat yang diteliti adalah hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

Parameter yang dipakai dalam setiap peubah berdasarkan teori yang ada yaitu melalui buku, dilengkapi juga dengan jurnal dan hasil penelitian. Selanjutnya parameter tersebut dituangkan dalam definisi operasional, kemudian dikembangkan dalam bentuk kuesioner sebagai instrumen penelitian. Instrumen yang digunakan terlebih dahulu diujicobakan pada peternak sapi potong di luar responden yang memiliki karakteristik sama atau hampir sama.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Ogan Ilir, mengambil lima kecamatan dengan enam desa sebagai wilayah sampel yaitu: Kecamatan Inderalaya: Desa Sejaro Sakti, Kecamatan Inderalaya Utara: Desa Tanjung Pering dan Desa Bakung, Kecamatan Tanjung Batu: Desa Seribandung, Kecamatan Rantau Panjang: Desa Kotadaro Dua dan Kecamatan Sungai Pinang: Desa Serijabo. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah: 1) keenam desa ini adalah daerah sumber sapi potong dan 2) sudah adanya pembinaan peternak oleh instansi pembina. Pengumpulan data primer dan sekunder di lapangan serta pengolahan data dilakukan selama dua bulan yaitu bulan Maret sampai April 2009.

Populasi dan Sampel Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peternak sapi yang berjumlah 2.995 orang. Terdapat di 16 Kecamatan Kabupaten Ogan Ilir yaitu kecamatan: 1) Inderalaya, 2) Inderalaya Utara, 3) Inderalaya Selatan, 4) Pemulutan, 5) Pemulutan Barat, 6) Pemulutan Selatan, 7) Rantau Alai, 8) Kandis, 9) Tanjung Batu, 10) Payaraman, 11) Tanjung Raja, 12) Sungai

(39)

24

Pinang, 13) Rantau Panjang, 14) Muara Kuang, 15) Rambang Kuang dan 16) Lubuk Keliat. Dari 16 kecamatan tersebut dipilih secara sengaja lima kecamatan yang memenuhi syarat penelitian yaitu Kecamatan Inderalaya, Inderalaya Utara, Kecamatan Tanjung Batu, Kecamatan Rantau Panjang dan Kecamatan Sungai Pinang yang merupakan daerah pengembangan sapi potong dan telah mendapatkan pembinaan. Dari lima kecamatan tersebut diambill enam desa sebagai sampel wilayah.

Sampel

Cara menetapkan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Slovin (Kriyantono 2008). Rumus ini digunakan untuk populasi yang besar, dengan galat eror yang kita tentukan. Rumus Slovin adalah sebagai berikut:

2

1

Ne

N

n

+

=

Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = galat eror (10 %)

Berdasarkan rumus di atas diperoleh minimal 97 orang sampel yang harus diambil dari populasi. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional dengan acak sederhana (proportionate simple random sampling) dimana setiap populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil 70 persen dari masing-masing populasi desa sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 97 orang peternak. Berikut teknik penentuan lokasi dan sampel terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Teknik penentuan lokasi dan sampel penelitian

No Kecamatan Nama desa Populasi (orang) Sampel (orang) 1. Inderalaya 1. Sejaro Sakti 20 14 2. Inderalaya Utara 2. Tanjung Pering

3. Bakung 30 25 21 17 3. Tanjung Batu 4. Seribandung 20 14 4. Rantau Panjang 5. Kotadaro Dua 25 17 5. Sungai Pinang 6. Serijabo 20 14

(40)

Data dan Instrumentasi

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil pengisian kuesioner yang disebarkan ke peternak dan dilakukan juga observasi langsung beserta wawancara agar dapat mendeskripsikan hasil penelitian yang dilakukan. Sementara data sekunder diperoleh dari kantor desa, ketua kelompok ternak, dinas peternakan dan dinas terkait lainnya yang dapat mendukung pembahasan hasil penelitian.

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data berupa kuesioner yang berisi daftar-daftar pertanyaan tertutup dan semi terbuka. Instrumen dibagi menjadi tiga bagian, bagian pertama mengenai faktor karakteristik individu peternak, bagian kedua mengenai aktivitas komunikasi dan bagian ketiga mengenai hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir.

Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu peubah atau memanipulasinya (Kerlinger 2006). Pengukuran dalam penelitian ini dilakukan dengan mendefinisikan peubah-peubah yang digunakan sebagai berikut :

X1 Karakteristik individu peternak adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh peternak

yang meliputi: umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, kekosmopolitan dan tingkat pengetahuan tentang budidaya sapi potong. X1.1 Umur adalah usia responden berdasarkan pembulatan ke ulang

tahun terdekat pada saat penelitian dilakukan, yang dihitung dengan satuan tahun dengan menggunakan skala rasio.

X1.2 Pendidikan adalah jumlah tahun responden mengikuti proses

belajar di lembaga pendidikan formal terakhir, yang ditempuh responden pada saat penelitian dilakukan dengan menggunakan skala rasio.

X1.3 Pendapatan adalah besarnya pendapatan rumahtangga

responden baik dari hasil onfarm maupun offfarm dalam setiap bulan dengan satuan rupiah, terhitung satu satu bulan terakhir saat penelitian dilakukan yang menggunakan skala rasio.

(41)

26

X1.4 Pengalaman adalah lamanya responden dalam beternak sapi

potong yang dihitung dengan satuan tahun dengan menggunakan skala rasio.

X1.5 Kekosmopolitan adalah keterbukaan peternak terhadap dunia di

luar lingkungannya seperti mengunjungi instansi, mengunjungi desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi lain, mengunjungi pameran dan memanfaatkan media massa (TV, radio dan koran) selama tiga bulan terakhir saat penelitian dilakukan. Pengukuran menggunakan skala ordinal dan diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu yaitu 3) tinggi, 2) sedang dan 1) rendah.

X1.6 Tingkat pengetahuan tentang budidaya sapi potong adalah tingkat

pengetahuan peternak tentang materi yang diberikan dalam pembinaan mengenai: pemilihan sapi bakalan, sistem perkandangan, pemberian pakan, kesehatan ternak, pengolahan/pemanfaatan limbah dan pemasaran ternak. Pengukuran menggunakan skala ordinal dan diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu yaitu 3) tinggi, 2) sedang dan 1) rendah. X2 Aktivitas komunikasi adalah penilaian peternak terhadap kegiatan

komunikasi yang dilakukannya dengan pembina untuk memenuhi kebutuhan informasi tentang budidaya sapi potong, yang diukur dengan: intensitas komunikasi, metode komunikasi, pencarian informasi, keterlibatan dalam kelompok dan arah komunikasi, pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala ordinal.

X2.1 Intensitas komunikasi adalah banyaknya pertemuan antara

peternak dengan pembina dalam satu tahun terakhir saat penelitian dilakukan. Diklasifikasikan dalam empat kategori yaitu yaitu 4) selalu, 3) sering, 2) kadang-kadang dan 1) tidak pernah.

X2.2 Metode komunikasi adalah penilaian peternak mengenai cara yang

digunakan pembina dalam menyampaikan materi budidaya sapi potong melalui metode kunjungan langsung, pertemuan kelompok ternak/diskusi dan pertemuan desa/ceramah atau metode komunikasi satu arah. Diklasifikasikan dalam empat kategori yaitu yaitu 4) selalu, 3) sering, 2) kadang-kadang dan 1) tidak pernah. X2.3 Pencarian informasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh peternak

Gambar

Gambar 1  Hubungan antara peubah bebas dan terikat dalam kerangka analisis  hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak dalam  pembinaan budidaya sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir
Tabel 1 Teknik penentuan lokasi dan sampel penelitian
Gambar 2  Peta wilayah penelitian di Kabupaten Ogan Ilir Keterangan :          wilayah penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Memperhatikan gambar 5 di atas, untuk melaksanakan produksi atau kegiatan usaha dimanfaatkan sumber daya alam biotik dan abiotik pada saat dikonsumsi dan digunakan jasa

Guru mempersiapkan kelas agar lebih kondusif dan menyenangkan untuk proses belajar-mengajar; kerapian dan kebersihan ruang kelas, presensi (kehadiran, agenda

Hasil penilitian disimpulkan bahwa implementasi kebijakan PAlEN di Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga belum dilakukan secara terpadu karena pengurusan perizinan mulai dari

Berdasarkan analisa pada penelitian ini didapatkan bahwa rasio prevalensi variabel kadar albumin darah adalah 1,3, sedangkan rentang kepercayaannya adalah 1,09 s/d 1,7 (melebihi

Vilniaus ukrainiečių bendrijos nariai atsakė į klausimyno klausimus, kurie ir padėjo sužinoti respondentų žiniasklaidos naudojimo tendencijas, tai yra: kaip

Adanya kemauan untuk menyelesaikan tugas. Semakin besar tantangan kerja yang dihadapi oleh karyawan apabila mampu menyelesaikan dengan baik, maka tingkat kepuasan

Keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat

Satuan batuan tersebut berurutan dari tua ke muda yaitu: Satuan Batulempung A, Satuan Batupasir-Batulempung, Satuan Breksi, Satuan Batulempung B, Satuan Batulempung C,