• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seri Pendidikan Praktis MODEL. Pembelajaran KEWIRAUSAHAAN. Pengalaman Implementasi di SMA WAWAN SETIAWAN PUSTAKA BINA PUTERA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seri Pendidikan Praktis MODEL. Pembelajaran KEWIRAUSAHAAN. Pengalaman Implementasi di SMA WAWAN SETIAWAN PUSTAKA BINA PUTERA"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

WAWAN SETIAWAN Seri Pendidikan Praktis

Pembelajaran

MODEL

KEWIRAUSAHAAN

PUSTAKABINA PUTERA

(4)

Model Pembelajaran Kewirausahaaan,

Pengalaman Implementasi di Sekolah Menengah Atas Penulis: Wawan Setiawan ISBN: 978-602-14529-6-7 Editor: Akhmad Supriyatna

Desain sampul dan tata letak: Tim Pustaka Bina Putera Foto:

Dokumen Pustaka Bina Putera Penerbit:

Pustaka Bina Putera Redaksi/Distribusi:

Kampung Belajar Bina Putera, Desa Rancasumur Kecamatan Kopo

Kabupaten Serang 42178 Mobile: 0811115644 Email:smasbp@gmail.com www.smabinaputera-kopo.sch.id Cetakan pertama, September 2019

Hak cipta yang dilindungi Undang-undang ada pada penulis. Hak Penerbitan ada pada Pustaka Bina Putera. Dilarang menggandakan sebagian atau seluruh isi buku dengan cara apapun tanpa izin dari Penerbit.

(5)

Kata Pengantar

P

embelajaran kewirausahaan sangat penting un­ tuk melahirkan siswa yang bisa hidup mandiri di masa depan. Namun, jika pembelajaran kewirausahaan masih dilakukan dalam pola tatap muka di kelas, ha nya akan menjadi kegiatan rutinitas yang kurang bermakna. Pembelajaran kewirausahaan di SMA harus aplikatif. Mata pelajaran kewirausahaan tidak bisa berdiri sendi­ ri. Dibutuhkan kolaborasi antarmapel sehingga pembe­ lajarannya lebih inovatif. Kompetensi yang ada di setiap mapel menjadi acuan guru untuk membuat pembelajar­ an kewirausahaan ini menjadi sebuah kegiatan project

based learning.

SMA Bina Putera­Kopo adalah salah satu sekolah me­ nengah atas yang berlokasi di daerah pedesaan, tepat­ nya di Kampung Sebe Karamat Desa Rancasumur Keca­ matan Kopo Kabupaten Serang­Banten. Siswa terutama berasal dari kalangan kurang mampu.

Dalam kondisi seperti itu, SMA Bina Putera­Kopo men­ coba membelajaran kewirausahaan ini melalui praktik nyata. Pembelajaran tatap muka hanya dilakukan kepa­ da siswa dalam bentuk pelatihan motivasi, studi ban­ ding, sharing dengan pengusaha, dan lain­lain. Kegiatan ini tidak masuk ke dalam penjadwalan secara reguler. Buku ini mencoba untuk menguraikan langkah­langkah pembelajaran kewirausahaan yang dilakukan di SMA Bina Putera­Kopo berdasarkan pengalaman. Penulis menyadari betul masih banyak kekurangan dalam hal penulisan buku ini. Semoga apa yang menjadi upaya

(6)

kami dalam membelajarkan kewirausahaan secara nyata menja­ di inspirasi bagi rekan­rekan guru di sekolah manapun, sehing­ ga kegiatan pembelajaran kewirausahaan di SMA menjadi lebih baik. Selamat membaca.

Serang, September 2019 Penerbit Pustaka Bina Putera

(7)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PERLUNYA KEWIRAUSAHAAN DI SMA ...1

A. Makna Wirausaha ...3

B. Tuntutan Dunia Kerja dan Era Industri 4.0 ...5

C. Dukungan Kebijakan Pemerintah ...7

D. Keunggulan Lokal sebagai Kekayaan ...8

E. Perlu Wirausahawan yang banyak ...9

F. Menciptakan Wirausahawan Sesuai Zaman ...10

G. SMA Satuan Pendidikan Menyiapkan Wirausahawan ...11

BAB II PRINSIP­PRINSIP KEWIRAUSAHAAN DI SMA ...13

A. Merupakan Penguatan Mental Wirausaha ...14

B. Penguatan Kompetensi pada Mapel ...15

C. Kegiatan pembelajaran berbasis proyek ...16

D. Berorientasi pada Tahapan Proses ...17

E. Membumikan Konten Mata pelajaran; ...18

BAB III LANGKAH­LANGKAH PEMBELAJARAN KEWIRAUSA­ HAAN ...19

A. Penguatan mental wirausaha pada diri Peserta didik ...20

1. Berani mengambil risiko ...21

2. Kreatif dan Inovatif ...21

(8)

4. Mempunyai tujuan yang berkelanjutan ...22

5. Percaya diri ...23

6. Mandiri ...23

7. Aktif, Enerjik, dan Menghargai Waktu ...24

8. Memiliki Konsep Diri Positif ...24

9. Berpikir Positif ...24

10. Bertanggungjawab secara pribadi ...25

11. Selalu Belajar dan Menggunakan Umpan Balik ...25

B. Pengkondisian Suasana Wirausaha di Sekolah ...26

C. Proses Pembelajaran Wirausahan Berbasis Aktivitas ...28

1. Dream: Menghidupkan Mimpi ...28

2. Yakinkan dan Niatkan (Intention) ...30

3. Rencanakan (Plan) ...35

4. Lakukan Segera (Action) ...38

D. Dokumentasikan Kegiatan ...43

E. Evaluasi Hasil Belajar ...43

F. Evaluasi Kegiatan Pembelajaran ...46

BAB IV MENGINTEGRASIKAN KEGIATAN KEWIRAUSAHAAN DENGAN KOMPETENSI MATA PELAJARAN ...47

A. Menganalisis Kompetensi yang Relevan ...48

B. Cara Mudah menentukan indicator pencapaian kompe­ tensi dalam aktivitas...51

C. Lakukan Penilaian Beracuan Kriteria ...52

D. Contoh Penilaian KegIatan Kewirausahaan Terkait Kom­ petensi Mata Pelajaran ...53

BAB V PENUTUP ...59

(9)

BAB I

PERLUNYA KEWIRAUSAHAAN

DI SMA

S

MA rasa SMK. Kalimat ini yang sering terlontar dari bebe­ rapa siswa atau masyarakat yang datang melihat aktivitas pembelajaran yang kami lakukan. Banyaknya kegiatan di luar kelas yang berbentuk aneka kegiatan wirausaha, menjadi alasan pernyataan tersebut. Mereka beranggapan yang banyak praktek hanyalah sekolah menengah kejuruan.

Sudah sejak awal berdiri, pembelajaran berbasis aktivitas ­­se­ jenis dengan project based learning­­ menjadi pilihan bagi kami dalam proses pembelajaran. Termasuk dalam membelajarkan kewirausahaan. Dasarnya sederhana saja. Siswa kami sebagian besar dari kalangan keluarga kurang mampu, yang bersekolah untuk alasan kemudahan mencari kerja. Padahal, pada kenya­ taannya, daya tampung dunia kerja sangatlah minim. Sehingga tidak ada alasan lain bagi kami selain melatih mereka berwirau­ saha agar bisa hidup mandiri dengan segala yang dimiliki. Namun, caranya tidak bisa hanya dengan melatih teori, tapi ha­ rus langsung mengalaminya. Atas dasar itulah, kami mengajak

(10)

mereka berkegiatan sebanyak mungkin dan beragam. Syarat nya kegiatan itu dekat dengan kehidupan nyata. Lalu dalam kegiatan tersebut kami mencoba menyingkronkan dengan tuntutan kom­ petensi di tiap mata pelajaran. Alhasil jadilah kegiatan belajar banyak praktek yang kemudian disebut “Rasa SMK” tadi. Bagi siswa di sekolah kami menjadi sesuatu yang tidak asing jika dalam setiap pembelajarannya mereka harus menghasilkan sua­ tu produk yang kami sebut “Habel” alias hasil belajar. Aneka macam produk yang dihasilkan berkaitan erat dengan berbagai mata pelajaran yang dibelajarkan. Setiap kompetensi yang ada di dalam mata pelajaran dikolaborasikan dengan kompetensi dalam program kewirausahaan.

Kenapa kewirausahaan? Pertanyaan ini yang sering muncul da­ lam beberapa forum diskusi. Bukankah kewirausahaan itu pu­ nya SMK? Apa bedanya kewirausahaan di SMA dan SMK? Cara berpikir terkotak­kotak dalam sekat yang kaku memang sudah menjadi hal yang lumrah dan logis. Tapi bagi kami, fokus­ nya bukan pada kotak­kotak itu melainkan pada kehidupan yang holistik.

SMA sebagai satuan pendidikan tentu juga harus berperan aktif dalam menyiapkan generasi di masa depan yang akan melan­ jutkan dan membangun bangsa ini. Pada umumnya siswa yang memilih masuk ke SMA hanya dipersiapkan untuk memasuki tingkat pendidikan yang lebih tinggi yaitu masuk ke perguruan tinggi. Bagi sekolah menengah atas yang ada di kota­kota besar tentu ini menjadi sesuatu yang biasa saja. Tapi berbeda dengan sekolah­sekolah yang ada di pedesaan. Hanya sebagian kecil sis­ wanya yang melanjutkan ke perguruan tinggi.

Terlebih lagi kuota yang tersedia di perguruan tinggi negeri sa­ ngatlah terbatas dibandingkan dengan jumlah siswa yang lulus. Sementara untuk masuk ke perguruan tinggi swasta banyak ter­ kendala mahalnya biaya. Berbeda dengan kampus negeri, yang

(11)

menyediakan banyak fasilitas beasiswa.

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tercatat hanya sekitar 60% siswa lulusan SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Sehingga banyak lulusan SMA yang memi­ lih untuk bekerja. Dengan terbatasnya penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan, hal ini juga menjadi masalah.

Jika lulusan SMA hanya berharap bisa bekerja di industri atau perusahaan swasta, mereka akan bersaing ketat dengan siswa dari pendidikan menengah lainnya, misalnya SMK. Padahal sis­ wa SMK mungkin sudah dibekali kompetensi kerja yang lebih baik. Oleh karena itu siswa SMA juga perlu adanya kompetensi kewirausahaan yang dapat digunakan sebagai bekal kelak da­ lam menjalani hidupnya di masa depan.

Menyiapkan lulusan SMA yang mandiri tentu bukanlah hal mu­ dah. Perlu adanya pengenalan tentang konsep­konsep kemandi­ rian sebagai prinsip dalam hidup. Prinsip sebagai individu yang mandiri dan tidak menjadikan hidupnya hanya bergantung pada orang lain harus mulai dilakukan sejak usia sekolah. Ke­ wirausahaan adalah kuncinya. Melalui kewirausahaan siswa SMA dibelajarkan untuk menjadi pribadi yang mandiri. Bahkan mampu memberikan peluang­peluang usaha tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga orang lain.

A. Makna Wirausaha

Wirausaha, atau entrepreunership, secara etimologi berasal dari kata “wira” dan “usaha”.Wira berarti pejuang, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Se­ dangkan “usaha” adalah perbuatan amal, bekerja, dan berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah manusia unggul yang berbuat sesuatu dengan kekuatan yang dimilikinya.

Istilah entrepreneur pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke­18 oleh ekonom Perancis, Richard Cantillon. Menurut Can­

(12)

tillon, entrepreneur adalah “agent who buys means of production at

certain prices in order to combine them”. Ekonom Perancis lain nya, Jean Baptista Say, menambahkan definisi Cantillon dengan kon­ sep entrepreneur sebagai pemimpin.

Say menyatakan bahwa entrepreneur adalah seseorang yang membawa orang lain bersama­sama untuk membangun sebuah organ produktif. Dalam konteks yang lebih rinci, Say menyebut

entrepreuner sebagai ”memindahkan sumberdaya ekonomi dari kawasan produktivitas rendah ke produktivitas tinggi”.

Definisi tentang kewirausahaan terus berkembang. Drucker (1996) menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, entrepreuneur seringkali diartikan sebagai seseorang yang memulai bisnis baru, kecil, dan milik sendiri. Oleh karena itu, entrepreuneurship memiliki ciri tersendiri yang unik, baik dari individu maupun lembaga. Orang yang selalu menghendaki kepastian, tidak akan dapat menjadi wirausahawan yang baik. Orang yang demikian juga tidak akan berhasil dengan baik dalam segala macam akti­ vitas, karena dalam semua kegiatan tersebut dituntut kemam­ puan mengambil keputusan.

Unsur pokok dari setiap keputusan adalah ketidakpastian. Se­ tiap orang yang memiliki keberanian untuk mengambil kepu­ tusan sangat cocok menjadi wirausahawan dan berperilaku wirausaha. Maka, berwirausaha lebih merupakan perilaku da­ ripada gejala kepribadian yang didasarkan pada konsep dan te­ ori, bukan intuisi. Jadi, wirausahawan selalu mencari perubah­ an, menanggapinya, dan memanfaatkannya sebagai peluang. Teori tentang kewirausahaan yang muncul belakangan ini ditu­ lis oleh Shane dan Venkataraman tahun 2000. Ia mengemuka­ kan teori bahwa kewirausahaan meliputi dua fenomena, yakni adanya peluang dan adanya kemampuan berusaha dalam diri individu.

(13)

kewirausahaan sebagai proses mengidentifikasi, mengembang­ kaan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam men­ jalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut adalah pen­ ciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi resiko atau keti­ dakpastian.

Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut adalah bahwa kewirausahaan dipandang sebagai fung­ si yang mencakup eksploitasi peluang­peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang produktif. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau pelu­ ang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan inovatif.

Selain itu, seorang wirausahawan menjalankan peranan mana­ jerial dalam kegiatannya, tetapi manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan fungsi kewirausahaan ketika membentuk sebuah organisasi, tetapi selanjutnya ia men­ jalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi kewirausa­ haannya. Jadi kewirausahaan bisa bersifat sementara atau kon­ disional.

B. Tuntutan dunia kerja dan Era Industri 4.0

Setiap manusia akan mengahadapi tantangan hidup sesuai de­ ngan kondisi zamannya. Setiap zaman memiliki tantangan yang berbeda. Tugas dari sekolah adalah menyiapkan siswa untuk dapat hidup di zamannya. Tidak mudah berputus asa ketika menghadapi permasalahan yang lebih kompleks. Jika siswa hanya dibelajarkan dengan mata pelajaran yang berdiri sendiri dikhawatirkan mereka hanya bisa menyelesaikan soal­soal ujian saja. Dan akan mengalami kesulitan dalam menghadapi persoa­

(14)

lan hidup yang sebenarnya.

Dunia kerja selalu menuntut profesionalisme. Lulusan SMA belum memiliki keterampilan yang memadai sebagai pekerja. Sementara dunia kerja menuntut keterampilan baru di zaman baru. Banyak lulusan SMA yang tidak mampu mengoptimalkan potensinya karena sekolah masih memberikan pembelajarannya secara konvensional.

Kini kita dihadapkan pada zaman baru yang serba berubah. Ba­ nyak ahli yang menyebut abad 21 ini sebagai era industri 4.0. Keterampilan manusia di abad 21 mutlak memiliki karakteristik yang berbeda dibanding abad sebelumnya. Generasi muda ha­ rus siap menghadapinya. Keterampilan abad 21 bercirikan em­ pat jenis kompetensi utama yakni creative, critical thinking, com­

munication, dan colaboration. Keempat kenis kompetensi ini harus dikuasai siswa SMA yang akan hidup di zamannya.

Era revolusi industri 4.0 menjadi sesuatu yang istimewa sebagai suatu peluang. Tetapi bagi sebagian orang ini merupakan tanta­ ngan besar. Ada beberapa pendapat para ahli tentang revolusi industri 4.0, yang pertama menurut Jobs Lost, Jobs Gained: Work­

force Transitions in a Time of Automation, yang dirilis McKinsey

Global Institute (Desember 2017), pada 2030 sebanyak 400 juta

sampai 800 juta orang harus mencari pekerjaan baru, karena di­ gantikan mesin.

Pendapat yang kedua, menurut Menteri Perencanaan Pemban­ gunan Nasional, Bambang P.S. Brodjonegoro, yang menyam­ paikan pendapat yang sama dengan McKinsey & Co. Menurut­ nya, memasuki revolusi industri 4.0 Indonesia akan kehilangan 50 juta peluang kerja. Pendapat yang ketiga, menurut menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, sebaliknya. Revolusi industri 4.0 justru memberi kesempatan bagi Indonesia untuk berinovasi. Revolusi yang fokus pada pengembangan ekonomi digital dinilai menguntungkan bagi Indonesia. Pengembangan ekonomi digi­ tal adalah pasar dan bakat, dan Indonesia memiliki keduanya. Ia

(15)

tidak sependapat bahwa revolusi industri 4.0 akan mengurangi tenaga kerja, sebaliknya malah meningkatkan efisiensi.

Kita harus berusaha untuk terus­menerus meningkatkan ke­ mampuan belajar, keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan era industri 4.0, sehingga kita akan mempunyai daya saing yang lebih kuat. Kita tentu berharap industri 4.0 tetap dalam kendali. Harus tercipta kesadaran bersama baik oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat, bahwa perubahan besar dalam in­ dustri 4.0 adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.

Dengan dasar inilah siswa SMA harus dipersiapkan untuk memasuki dunia nyata yang serba berubah dan penuh tan­ tangan.

C. Dukungan Kebijakan Pemerintah

Pemerintah menargetkan 20.000 wirausaha baru Industri Kecil dan Menengah (IKM) lahir di tahun 2019. Untuk mencapai target pemerintah ini, berbagai Kementerian terkait meluncurkan berb­ agai program. Termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebu­ dayaan (Kemendikbud). Kementerian ini menggariskan bahwa SMA juga mendapat pendidikan terkait dengan kewirausahaan dalam mata pelajaran khusus yakni Prakarya dan Kewirasua­ haan. Ini juga sejalan dengan salah satu tugas pokok kepala se­ kolah yaitu mengembangkan kewirausahaan.

Selain itu Direktorat Pembinaan SMA sebagai unit kerja yang melakukan pembinaan SMA di tingkat nasional setiap tahunnya memberikan bantuan kepada satuan pendidikan untuk menye­ lenggaraan program kewirausahaan. Hal ini bertujuan untuk menanamkan prinsip­prinsip kemandirian pada peserta didik melalui sekolah.

Sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan aktivitas ke­ wirausahaannya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh se­ kolahnya masing­masing. Dengan adanya berbagai kebijakan

(16)

pemerintah yang mendukung adanya pengembangan kewirau­ sahaan di sekolah, menandakan bahwa pemerintah sangat seri­ us dan berharap sekolah menjadi langkah awal dalam mengem­ bangkan kewirausahaan untuk mempersiapakan lulusannya menjadi mandiri.

D. Keunggulan lokal sebagai kekayaan

Setiap daerah memiliki keunikan. Anak yang lahir di daerah itu didorong untuk mengoptimalkan potensi daerahnya sebagai pemberian Tuhan. Banyak ragam kekayaan alam yang menjadi sumber kesejahteraan. Bali dengan budayanya, Lombok dengan pantai yang indah, Danau Toba sebagai danau terbesar di Indo­ nesia, Danau Tiga Warna Kelimutu di Flores, keindahan laut di Raja Ampat dan banyak sekali kekayaan alam yang meyejahte­ rakan rakyatnya manakala dikelola dengan baik.

Yang baru saja mencuat misalnya negeri di atas awan, Ci­ torek­Kabupaten Lebak merupakan potensi pariwisata yang sangat indah di Banten. Potensi tersebut diciptakan Tuhan. Ha­ nya saja potensi itu muncul baru­baru ini saja. Ini menunjukan bahwa setiap daerah memiliki potensi lokal yang hanya dimiliki oleh daerah tersebut dan memiliki keunikan yang tidak dimiliki tempat lain.

Contoh lainnya Danau Biru, Cigaru­Kabupaten Tangerang. Dulu hanya sebuah tempat galian pasir saja. Setelah tidak dimanfaat­ kan lagi, masyarakat sekitar melihat ada potensi pariwisata disa­ na. Dengan sentuhan tangan­tangan kreatif mereka menyulap tempat tersebut menjadi tempat pariwisata yang banyak dikun­ jungi oleh wisatawan.

Dengan kenyataan itu, kita harus disadari bahwa setiap daerah memiliki potensi yang besar, dan potensi yang ada tidak dimiliki oleh daerah yang lain. Pariwisata, makanan khas daerah, pakaian daerah, dan industri kreatif lainnya menjadi modal dasar untuk

(17)

mengembangkan kewirausahaan. Semua itu menjadi kakayaan budaya dan beradaban sebagai karunia Tuhan yang kita syukuri dengan pengelolaan yang baik.

Sekolah harus melihat peluang itu berdasarkan potensi lokal daerahnya. Sekolah yang terletak di pesisir pantai tentu mereka akan membelajarakan siswanya untuk kompeten dalam mengo­ lah hasil laut dan pariwisata baharinya. Sekolah yang terletak di daerah pegunungan tentu mereka akan membelajarkan siswa­ nya untuk kompeten dalam bercocok tanam dan mengolah hasil perkebunannya.

Yang harus dilakukan adalah bagaimana memunculkan inova­ si­inovasi dalam setiap aktivitasnya sehingga siswa benar­be­ nar menyadari bahwa potensi lokal yang disiapkan oleh Tuhan adalah untuk diri dan masyarakatnya bukan untuk orang lain yang berada di luar daerahnya. Semangat inilah yang kemudian mampu membuat sekolah tersebut menjadi sekolah yang memi­ liki kekhasan dan tidak dimiliki oleh sekolah lainnya. Inilah yang disebut sebagai sekolah unggul. Unggul dengan potensi daerahnya masing­masing.

E. Perlu Wirausahawan yang banyak

Untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0 dengan berbagai tantangannya, dibutuhkan wirausahawan yang banyak. Indone­ sia sebagai negara yang kaya ternyata hanya memiliki jumlah wirausahawan yang sedikit. Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa pada tahun 2017 jumlah pengusaha di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan pengusaha di Malaysia yang jumlah­ nya sebesar 6% dari total penduduknya. Untuk menjadi negara yang maju harus memiliki banyak wirausahawan. Setidaknya 14% wirausaha dari rasio penduduknya. Untuk mendobrak ke­ majuaan di bidang perekonomian bangsa ini dibutuhkan wirau­ sahawan baru dengan jumlah yang banyak.

(18)

Menurut Indratno (2012) pendidikan kewirausahaan sering­ kali dikaitkan dengan kegiatan berdagang sehingga guru ragu memasukkannya dalam materi pembelajaran. Hal itu kurang tepat karena entrepreuneurship bukan sekedar berdagang untuk meghasilkan keuntungan, melainkan tujuan utamanya mengu­ bah mindset sehingga jiwa kewirausahaan bisa dikondisikan (by

design) melalui pendidikan sejak usia dini.

Melalui pendidikan, seseorang didorong untuk mencari dan menciptakan peluang yang bernilai bagi masyarakat. Ia ditum­ buhkan menjadi seorang inovator yang menemukan solusi bagi masyarakat, seorang sosok yang berani mengambil risiko secara terukur.

Dari uraian terebut, terungkap adanya harapan untuk melahir­ kan lebih banyak entrepreuneur melalui proses pendidikan. Ini adalah sebuah tantangan bagi dunia pendidikan untuk melahir­ kan model pembelajaran yang terencana dan terarah sehingga satuan pendidikan dapat melahirkan lebih banyak wirausaha­ wan.

F. Menciptakan wirausahawan sesuai jaman

“Kalian akan hidup di zaman kalian, yang berbeda. Maka, kenali zamanmu, dan kendalikan agar kalian dapat menjadi pemimpin di zamanmu.” Itulah sepenggal kalimat yang dilontarkan oleh guru di sekolah kami dalam kegiatan upacara bendera. Jika mau menjadi pengusaha jadilah pengusaha di zamannya. De ngan tantangan yang berat, maka seorang wirausahawan harus me­ nguasi berbagai kompetensi yang dibutuhkan di zamannya. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam pendidikan ke­ wirausahaan adalah mempersiapkan anak untuk hidup di za­ mannya. Hal ini penting menjadi pertimbangan karena untuk bisa sukses dalam kehidupan di era mendatang akan membutuh­ kan manusia­manusia dengan karakter wirausahawan.

(19)

Pink (2008) menyebutkan bahwa era ke depan adalah era kon­ septual di mana yang akan sukses adalah para pencipta dan pesimpati. Era konseptual yang lebih mengandalkan karya­kar­ ya kreatif akan menggantikan era informasi yang sekarang kita masuki.

Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengungkap­ kan, berdasarkan informasi dari World Economic Forum, ada 10 keterampilan yang dibutuhkan seseorang memasuki tahun 2020. Ke­10 keterampilan itu yakni pemecahan masalah yang kom pleks, berpikir kritis, kreativitas, manajemen orang, dan koordinasi dengan orang lain. Kemudian, ada juga kecerdasan emosional, penilaian dan keputusan, orientasi pada layanan, ne­ gosiasi, dan fleksibilitas kognitif.

G. SMA Satuan Pendidikan Menyiapkan Wirausahawan

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa sebagai satuan pendidi­ kan menengah, SMA harus dapat menyiapkan siswanya untuk bisa hidup mandiri. Ini tentu tidak mudah. Perlu adanya akti­ vitas dan suasana yang mendukung agar peserta didik SMA ter­ biasa hidup mandiri dan memiliki prinsip hidup yang menguta­ makan kemandirian.

Peserta didik SMA menurut psikologi perkembangan dituntut­ sudah memiliki prinsip untuk hidup mandiri. Dia sudah da pat memegang prinsip hidup, apakah menjadi pengusaha atau pe­ kerja. Sekolah hanya perlu untuk me ngarahkan dan mencipta­ kan kondisi ling kungannya sebagai pendukung. Kegiatan ke­ wirausahaan ini tentu menjadi tanggung jawab sekolah untuk menyajikannya dalam bentuk yang nyata. Tidak hanya me­ nyampaikan teori.

Kewirausahaan di SMA tidak terlepas dari pendidikan karak­ ter. Pembentukan karakter kewirausahaan ini menjadi tugas dari lembaga pendidikan sebagai tempat untuk belajar. Karakter

(20)

yang dibentuk untuk menjadi seorang wirausahawan, termak­ tub juga dalam nilai­nilai karakter dalam Program Penguatan Pendidikan Karakter. q

(21)

BAB II

PRINSIP-PRINSIP

KEWIRAUSAHAAN DI SMA

B

erdasarkan penjelasan di bab sebelumnya, diakui bahwa pembelajaran kewirausahaan di SMA sangatlah penting. Namun, pembelajaran kewirausahaan berbeda dengan pembe­ lajaran lain, karena memiliki prinsip yang berbeda. Prinsip­prin­ sip pembelajaran kewirausahaan di SMA sebagai berikut: 1. Fokus pembelajaran pada penguatan karakter mental wirau­

saha, bukan pada hal teknis;

2. Pembelajaran yang dilakukan terkait dengan penguatan kompetensi pada setiap mata pelajaran;

3. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan berbasis aktivitas atau proyek;

4. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada kegiatan detail dan rinci tiap tahapan proses;

5. Aktivitas dilakukan untuk membumikan materi pada mata pelajaran dalam implementasi di kehidupan nyata.

(22)

Secara terurai masing­masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

A. Merupakan Penguatan Mental Wirausaha

Menjadi wirausaha dibangun oleh mental yang kuat. Ini me­ rupakan kunci utama. Untuk melahirkan wirausaha maka yang pertama harus dibangun adalah mentalnya. Inilah yang harus menjadi perhatian di muka tentang pendidikan kewirausahaan di sekolah.

Dalam penguatan mental, langkah yang harus dilakukan ada­ lah dengan membangun persepsi. Bagaimana agar wirausaha itu dipersepsikan sebagai sesuatu yang positif. Sebagai jalan menuju kebahagiaan dan kesuksesan. Dan bagaimanapun juga persepsi setiap individu akan mempengaruhi cara pandangnya. Sementara cara pandang itu mempengaruhi cara berperilaku. Oleh karena itu dalam pembelajaran kewirausahaan langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengubah persepsi atau pola pikir produktif. Dalam tahap ini ditanamkan tentang mulianya hidup mandiri, dan bekerja dengan kemampuan yang ada dalam diri.

Wibowo (2011) menyebut kewirausahaan dalam dua hal, yakni pola pikir (mindset) dan metode. Mindset adalah hal yang ber­ potensi mewarnai pemikiran­pemikiran dan tindakan­tindakan kita. Sebagai pola pikir, maka kewirausahaan mendorong se­ seorang untuk bertingkah laku tertentu.

Seorang wirausahawan akan selalu memiliki pola pikir positif, dan selalu melihat peluang. Sedangkan hal kedua dalam wirau­ saha adalah metoda. Untuk menempuh jalur sebagai seorang wirausaha ada tahapan, langkah, cara, dan strategi yang ditem­ puh. Mengutip Neal Thornberry, Wibowo (2011) mengungkap­ kan bahwa pengertian mindset di sini lebih pada sesuatu yang dapat diraih. Dengan mindset­nya itulah orang memiliki kendali

(23)

untuk melakukannya. Jadi bukan sesuatu yang berada di luar dirinya.

Penguatan mental wirausaha ini merupakan fokus dari pendidik­ an kewirausahaan di SMA. Mental wirausaha harus dimiliki se­ tiap peserta didik. Peserta didik SMA berbeda dengan peserta didik SMK dalam hasil akhir dari pendidikan kewirausahaan di sekolah.

Pendidikan kewirausahaan di SMA tidak terfokus pada teknis. Artinya pembelajaran kewirausahaan di SMA cukup diperkenal­ kan teknis­teknis dasar saja sebagai wirausaha. Pembelajararan kewirausahaan di SMA merupakan pendidikan nilai, karakter, dan pembentukan pola pikir. Penguatan karakter harus lebih dominan.

Meredith (2005), memberikan ciri­ciri seseorang yang memili­ ki karakter wirausaha sebagai orang yang (1) percaya diri, (2) berorientasi tugas dan hasil, (3) pengambil risiko, (4) kepemim­ pinan, (5) keorisinilan, dan (6) berorientasi ke masa depan. Men­ tal yang dibentuk adalah berpikir peluang dalam segala kondisi, kreatif, tidak mudah putus asa, kerja keras, kerja sama, dan teliti.

B. Penguatan Kompetensi pada Mapel

Selain bersifat pendidikan nilai, kewirausaan di SMA juga ha­ rus memiliki keterkaitan yang erat dengan kompetensi pada tiap mata pelajaran. Setiap mata pelajaran, pada prinsipnya, memili­ ki berbagai kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Pembe­ lajaran kewirausahaan dapat diintegrasikan sebagai penguatan kompetensi dari setiap mata pelajaran. Tidak ada satupun ke­ giatan kewirausahaan yang tidak memiliki kaitan dengan kom­ petensi pada mata pelajaran.

Sebagai contoh penguatan kompetensi yang ada dalam mata pe­ lajaran Biologi di kelas X adalah mengelompokkan jamur ber­ dasarkan ciri­ciri, cara reproduksi, dan mengaitkan peranan nya

(24)

dalam kehidupan. Dalam pembelajarannya dapat dilakukan dengan kegiatan menanam jamur tiram, atau untuk jenis jamur lain bisa dalam aktivitas pembuatan tempe, oncom, dan sejenis­ nya. Melalui kegiatan ini, siswa dapat menyebutkan jenis­jenis jamur serta ciri­cirinya, serta manfaatnya. Selain itu siswa juga dapat secara langsung menyebutkan peranan jamur dalam ke­ hidupan.

Contoh lainnya adalah dalam mata pelajaran Ekonomi tentang kurs mata uang. Konsep menguat dan melemahnya mata uang, inflasi dan deflasi dapat dilakukan dengan melakukan transaksi di sekolah menggunakan mata uang sendiri. Dengan demikian, dapat dipraktekkan bagaimana kondisi mata uang menguat dan melemah. Ini dapat dipraktekkan sebagai alat pembayaran khas yang digunakan dalam transaksi di kantin sekolah.

Banyak contoh lain di tiap mapel atau gabungan mapel. Karena bagaimanapun juga tidak ada aktivitas kehidupan nyata yang terlepas dari kompetensi pada mapel. Jadi pembelajaran ke­ wirauashaan justru akan memudahkan dan membantu penca­ paian kompetensi pada tiap­tiap mata pelajaran.

C. Kegiatan pembelajaran berbasis proyek

Karena bersifat membangun pola pikir dan memerlukan keteram pilan secara langsung, maka pembelajaran kewirau­ sahan lebih sesuai dilakukan dengan pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait kurikulum yang digunakan di sekolah. Kuri­ kulum 2013 memiliki basis kompetensi dan praksis kontekstual, yang maknanya, pembelajaran ditujukan untuk mencapai kom­ petensi yang dintentukan. Adapun proses pembelajaran harus mengacu pada kesesuaian antara materi yang diajarkan dengan pengamalannya dalam kehidupan nyata.

(25)

anak memilih aktivitas yang disukainya. Sehingga pembelajaran dengan project based learning mendukung pembelajaran kewirau­ sahaan.

Peserta didik diberi pekerjaan berupa proyek tertentu yang ha­ rus dilakukan mulai tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Tujuan pembelajaran model ini adalah peserta didik mendapat­ kan pengalaman yang luas terhadap semua aspek dalam kaitan dengan proyek yang ia kerjakan, baik secara individu maupun berkelompok. Proyek­proyek tersebut dalam berupa proyek ke­ giatan usaha.

Dengan adanya project based learning guru dapat melakukan proses pembelajaran dengan saling berkolaborasi baik sesama mata pelajaran dengan berbeda tingkatan maupun antarmata pelajaran. Peserta didik dibiasakan membumikan mata pelaja­ ran dalam sebuah kegiatan nyata untuk mencapai kemandirian. Dalam proses pembuatan tempe misalnya. Selain kompeten­ si dalam mata pelajaran biologi, ada proses pengukuran suhu (Fisika), menulis (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris), penen­ tuan harga jual (ekonomi). Dari satu proyek yang diberikan dap­ at dikaitkan dengan kompetensi yang relevan dalam setiap mata pelajaran.

D. Berorientasi pada Tahapan Proses

Dalam pembelajaran kewirausahaan di SMA harus berorienta­ si pada tahapan proses dan mengaitkan setiap aktivitas de ngan kompetensi. Dalam hal ini guru harus berperan aktif dalam memantau jalannya proses sesuai dengan tahapan yang dilaku­ kan. Jadi, tidak berorientasi pada keuntungan yang diraih atau hasil yang ingin dicapai.

Setiap tahapan didampingi, diluruskan dan terus diperbaiki, sampai proses berjalan benar. Ketika peserta didik sudah me­ lakukan prosesnya dengan benar tetapi hasilnya belum maksi­

(26)

mal, ini menunjukan bahwa ada faktor lain yang mungkin tidak diperhitungkan sebelumnya.

E. Membumikan Konten Mata pelajaran;

Kegiatan kewirausahaan di SMA dapat menambah wawasan bagi peserta didik dalam mengimplementasikan pembelajaran dalam kehidupan. Banyak peserta didik yang terkadang tidak menge tahui manfaat dari konten mata pelajaran yang diajarkan di sekolah kaitannya dengan kehidupan nyata. Matematika mi­ salnya, dalam kewirausahaan peran matematika sangatlah pen­ ting. Bagaimana peserta didik dapat menentukan harga suatu produk yang dibuatnya jika tidak mampu menghitung harga produksi. Bagaimana membuat jumlah produk yang maksimal dari bahan yang tersedia sehingga hasil penjualan juga bisa mak­ simal. Fisika, kimia, biologi, ekonomi dan semua mata pelajaran berkaitan erat dengan kewirausahaan.

Melalui kegiatan pembelajaran Kewirausahaan, pembelajaran melalui mata pelajaran dapat lebih bermakna dan memberi man­ faat. Di samping penguasaan kompetensi juga akan lebih mu­ dah. q

(27)

BAB III

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

KEWIRAUSAHAAN

B

anyak ragam implementasi pembelajaran kewirausahaan yang dilakukan oleh satuan pendidikan, baik di jenjang pen­ didikan dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Setiap se­ kolah mememiliki metoda dan cara sendiri untuk melakukan­ nya. Akan tetapi, efektivitasnya bergantung pada banyak faktor. Di antaranya kondisi peserta didik, situasi dan lingkungan se­ kolah serta daya dukung di mana satuan pendidikan berada. Bab ini akan menguraikan langkah­langkah umum yang se­ lama ini dilakukan di SMA Bina Putera­Kopo sebagai sebuah pengalam an praktis. Karakteristik sekolah ini berada di pede­ saan, sebagian besar peserta didik berasal dari kalang an masya­ rakat tidak mampu, latar belakang orang tua petani dan buruh tani, serta orientasi bersekolah hanya untuk ijazah saja.

Langkah yang dilakukan umumnya terdiri atas tiga langkah uta­ ma, yakni pertama, penguatan mental wirausaha pada peserta didik; kedua, pengkondisian suasana wirausaha di sekolah; dan

ketiga proses pembelajaran berbasis aktivitas. Berikut uraian dari tahapan yang dilakukan.

(28)

A. Penguatan mental wirausaha pada diri Peserta didik

Penguatan mental wirausaha harus dibangun sejak dini. Sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki kewajiban untuk memberi­ kan penguatan mental kewirausahaan peserta didik. Penguatan mental kewirausahaan akan muncul dengan adanya motivasi dari dalam diri peserta didik itu sendiri.

Adanya motivasi untuk menjadi peserta didik yang mandiri akan memunculkan kemandirian sebagai prinsip hidup. Prinsip ini akan menjadi penggerak aktivitas peserta didik dalam belajar untuk hidup mandiri. Oleh karena itu selama di SMA di biasakan untuk hidup mandiri sebagai bagian dari pembelajaran. Baik itu mandiri dari segi pribadi dalam mengurusi hidupnya, maupun mandiri secara finansial.

Sekolah mendorong siswanya untuk memiliki kemandirian mela lui kewirausahaan. Program kewirausahaan ini menjadi lokomotif dalam menanamkan mental wirausaha pada siswa. Mental wirausaha yang perlu ditanamkan berupa nilai­nilai dasar pembentuk jiwa wirausaha. Nilai­nilai tersebut adalah:

Gambar 3.1. Langkah Utama Pendidikan Kewirausahaan di SMA Bina Putera-Kopo Penguatan mental wirau­ saha Pengondisian suasana ber­ wirausaha di sekolah Proses Pembe­ lajaran Berba­ sis Aktivitas

(29)

1. Berani mengambil risiko

Wirausahawan adalah orang yang berani mengambil risiko yang wajar dan sudah diperhitungkan. Keberanian mengam­ bil risiko ini menjadi kunci pilihan hidupnya untuk ber­ wirausaha. Keberanian ini juga biasanya dibarengi de ngan keyakinan bahwa setiap usaha akan beroleh hasil yang se­ padan.

Pengusaha kondang Bob Sadino pernah ditanya tentang bisnis yang baik. Ia menjawab bahwa bisnis yang baik itu adalah bisnis yang dimulai. Jadi keberanian untuk me mulai usaha adalah satu hal kunci dalam berwirausaha. Tentu ke­ beranian itu diimbangi dengan memperhitungkan segala risiko yang mungkin timbul.

2. Kreatif dan Inovatif

Sikap yang harus dimiliki untuk menjadi seorang wirausaha­ wan adalah kreatif dan inovatif. Kreatif bermakna memiliki banyak gagasan dalam menghadapi berbagai persoalan. Seo­ rang pengusaha tidak mudah menyerah dalam menghadapi masalah. Dia selalu mencari cara yang berbeda untuk bisa tetap bertahan. Kreatifitas ini sangat penting bagi siapapun yang memilih hidup sebagai seorang wirausahawan.

Dalam bukunya The Blue Ocean Strategy, Kim dan Mau borgne, mengisahkan tentang beberapa perusahaan di Amerika yang dapat tetap bertahan karena kreatifitas. Dia tidak memilih bersaing secara head to head melainkan selalu berupaya men­ cari cara untuk menghindarinya. Ini yang disebut sebagai strategi lautan biru. Ketimbang bersaing berdarah­darah, mereka lebih memilih berkreasi dengan mencari ceruk usaha baru.

Kreatifitas juga dibutuhkan untuk menghasilkan inovasi da­ lam berwirausaha. Dalam hal ini inovasi bukan berarti men­

(30)

ciptakan produk baru saja tetapi dia akan menyulap produk yang sudah ada menjadi lebih bernilai atau se suai dengan kebutuhan zamannya.

3. Mempunyai Visi

Seorang wirausahawan selalu berjiwa visioner. Ia memiliki gambaran dan bayangan masa depan yang akan dicapai dari setiap langkah yang dilakukan. Semua itu berasal dari visi yang kuat dari setiap aktivitas usahanya.

Visi tersebut menjadi acuan dalam langkah bisnisnya di masa depan. Dengan visi tersebut, seorang pengusaha akan mampu menyusun rencana dan strategi bagaimana untuk meraih nya.

4. Mempunyai tujuan yang berkelanjutan

Terkait dengan visi pada poin sebelumnya, seorang wirau­ 1. Berani Mengambil Risiko

2. Kreatif dan Inovatif 3. Mempunyai Visi

4. Mempunyai Tujuan Berkelanjutan 5. Percaya Diri

6. Mandiri

7. Aktif, Enerjik dan Menghargai Waktu 8. Memiliki Konsep Diri Positif

9. Berpikir Positif

10. Bertanggungjawab secara pribadi

11. Selalu Belajar dan Menggunakan Umpan Balik

Nilai dan Sikap Wirausahawan

(31)

saha mampu merumuskan tujuan yang jelas, menantang tapi realistis. Tidak hanya puas terhadap pencapaian tujuan sesaat, tetapi senantiasa membuat tujuan baru yang lebih menantang.

5. Percaya diri

Seorang wirausahawan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Kepercayaan diri ini dibangun dari keya kinan akan kemampuan dirinya untuk hidup mandiri serta optimisme bahwa setiap upaya selalu membawa hasil.

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri perlu dilakukan berbagai langkah pengkondisian. Misalnya melalui pem­ biasaan praktik langsung dalam kegiatan wirausaha di se­ kolah. Selain itu rasa percaya diri juga dapat dikuatkan melalui motivasi yang datang dari luar dirinya baik melalui pelatihan maupun dengan belajar langsung dari para pengu­ saha yang sudah berhasil.

Dengan adanya keberanian dalam mewujudkan ide kreatif­ nya dan memiliki keyakinan bahwa pada suatu saat akan mencapai kesuksesan, seorang pengusaha tidak akan mudah untuk berputus asa.

6. Mandiri

Ciri kuat seorang wirausahawan adalah kemandirian. Mere­ ka berprinsip bahwa hidup itu berdiri di atas kaki sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Kemandirian bukan be­ rarti wirausahawan tidak bersosial, akan tetapi dengan men­ jadi pengusaha dia harus mampu mengelola dirinya untuk memenuhi kebutuhan­kebutuhan dalam hidupnya, bahkan dia dapat menyediakan lapangan kerja bagi orang lain. De­ ngan kemandirian ini pula, ia mampu melaksanakan peker­ jaan secara disiplin dan terorganisir.

(32)

7. Aktif, Enerjik, dan Menghargai Waktu

Sikap yang tak kalah pentingnya bagi seorang wirausaha­ wan adalah aktif dan penuh semangat (enerjik). Menjadi seo­ rang wirausahawan jangan pernah cepat merasa puas. Tidak pernah mau diam di saat melihat adanya peluang. Bagi seo­ rang pengusaha, kondisi seperti apapun adalah peluang. Ia akan melihat peluang­peluang tersebut berdasarkan analisis kebutuhan. Misalnya, banyak orang yang sudah mulai malas untuk pergi ke luar rumah untuk berbelanja maka banyak

market place seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee, dan yang se­ jenisnya menyediakan fasilitas berbelanja secara online. Seorang wirausahawan harus mampu memanfaatkan waktu dengan baik. Waktu adalah modal yang sangat menentukan keberhasilan berusaha. Ketersediaan waktu menjadi salah satu input untuk berproduksi. Seorang pengusaha harus ber­ hati­hati dalam mengunakan waktunya dan memanfaatkan­ nya seefektif mungkin.

8. Memiliki Konsep Diri Positif

Menjadi seorang wirausahawan harus memiliki konsep diri positif. Dengan adanya konsep diri positif ini seorang wirau­ saha akan bisa menerima kritik dari orang lain. Kritikan yang diberikan akan menjadi suatu bahan evaluasi untuk terus memperbaiki kualitas produk dan perusahaannya. Menjadi seorang pengusaha harus mampu mengelola ego­ nya. Di satu sisi ego dari seorang pengusaha harus kuat. Tetapi selama kritikan tersebut adalah untuk kebaikan dan usahanya. Konsep diri positif ini akan membawa dirinya pada kemajuan dalam berpikir dan bertindak.

9. Berpikir Positif

(33)

ing, mitra bisnis serta kegagalan yang pernah menimpanya akan membuat seorang wirausahawan merasakan ketenang­ an dalam mengambil langkah­langkah pengembangan usa­ hanya. Ia akan fokus pada hal­hal yang postif ketimbang me­ lihat segala sesuatu dari pandangan negatif.

Wirausahawan sukses akan menempatkan konsumen pada sudut pandang positif. Ia berusaha memberikan pelayanan yang baik bagi setiap konsumennya.

10. Bertanggungjawab secara pribadi

Dalam menghadapi kegagalan, seorang wirausahawan tidak langsung menyalahkan orang lain atau faktor luar lainnya. Ia akan melihat kegagalan tersebut ke dalam dirinya. Intros­ peksi diri adalah langkah yang tepat jika ada suatu permasa­ lahan. Hal ini menjadi wujud tanggungjawab pribadinya. Untuk meraih kesuksesan tidak bisa fokus pada kondisi, yang utama fokus pada kemampuan dirinya.

11. Selalu Belajar dan Menggunakan Umpan Balik

Seorang wirausahawan tidak pernah merasa dirinya paling hebat. Ia mampu menganalisis setiap kekurangan pada di­ rinya dan berupaya untuk terus meningkatkan kualitasnya. Dengan demikian ia akan terus belajar untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Penguatan mental wirausaha kepada peserta didik di sekolah harus dilakukan sesuai prinsip dasar pendidikan yakni (1) mewujudkan suasana yang mendorong anak untuk terbiasa menguatkan mental tersebut; dan (2) secara terencana sekolah melakukan proses pembelajaran agar peserta didik memiliki mental kewirausahaan. Secara terinci akan diurai pada subbab berikut.

(34)

B. Pengkondisian Suasana Wirausaha di Sekolah

Suasana sekolah harus mendukung agar terbentuk jiwa wirau­ saha pada diri peserta didik. Dalam keseharian di sekolah harus dibangun suasana agar muncul perilaku mandiri, kerja keras, kreatif dan nilai pembentuk kewirausahaan lainnya. Selain sua­ sana, aktivitas pembelajaran juga harus diarahkan untuk mem­ bentuk jiwa wirausaha.

Sekolah sebisa mungkin harus menyediakan berbagai instalasi untuk pembelajaran kewirausahaan. Seperti kandang ternak, pengolahan pangan, serta berbagai instalasi pembelajaran ke­ wirausahaan lainnya.

Kantin dan koperasi sekolah adalah salah satu sarana belajar ke­ wirausahaan yang nyata. Sekolah menyiapkan tempat bagi pe­ serta didik untuk menjual produk­produk dari hasil ide bisnis­ nya. Kantin dikelola dengan melibatkan peserta didik sebagai pemasok produk­produk yang akan dijual. Selain itu peserta didik juga diberi tugas untuk menjaga kantin secara terjadwal. Pengelolaan kantin dengan melibatkan peserta didik diharap­ kan mampu membelajarkan kepada mereka tentang kewirausa­ haan secara nyata. Tahapan awal adalah peserta didik berperan sebagai pemasok produk ke kantin. Harus dibuat kesepakatan terlebih dahulu dengan pengelola kantin, sehingga dengan kese­ pakatan yang dibuat tersebut peserta didik lebih memahami konsep kerjasama dalam berwirausaha.

Aktivitas lainnya adalah dengan membuat alat pembayaran khusus untuk bertransaksi di sekolah. Hal ini sebagai upaya memperkenalkan kepada peserta didik tentang kurs mata uang dan uang beredar. Penerbitan uang khusus ini dilakukan oleh Bank Sekolah. Bank sekolah juga berwenang untuk menentukan kebijakan jumlah uang yang dicetak dan diedarkan. Hal ini ber­ tujuan untuk membelajarkan kepada peserta didik tentang arah kebijakan moneter.

(35)

Gambar 3.2. Tempat pembuatan tahu tempe, kandang kambing, dan penyulingan sereh wangi sebagai instalasi pembelajaran

(36)

Setiap peserta didik akan menukarkan uang rupiahnya di mo­

ney changer yang sudah disiapkan. Petugas akan mencatat setiap jumlah uang rupiah yang ditukarkan. Dari data itulah maka pe­ serta didik dapat mengetahui jumlah uang beredar di sekolah. Dengan upaya pengkondisian tersebut diharapkan siswa mam­ pu memahami apa itu wirausaha dalam kehidupan yang sebe­ narnya. Bukan hanya teori yang tercantum dalam buku­buku sumber. Dengan belajar secara nyata diharapkan siswa akan le­ bih termotivasi untuk mempelajari sesuatu yang akan berman­ faat bagi kehidupannya di masa depan.

C. Proses Pembelajaran Wirausahan Berbasis Aktivitas

Proses pembelajaran wirausaha berbasis aktivitas ini melipu­ ti empat langkah utama. Yaitu, pertama menghidupkan mimpi;

kedua yakinkan dan niatkan; ketiga membuat perencanaan; dan

keempat lakukan. Adapun langkah­langkah tersebut terurai se­ bagai berikut:

1. Dream: Menghidupkan Mimpi

Impian adalah energi yang mendorong anak untuk berge rak melakukan sesuatu. Semua berawal dari mimpi. Mimpi akan memberikan harapan. Diharapkan seorang peserta didik berkata bahwa dia datang ke sekolah dengan membawa mimpi­mimpinya. Pengusaha sukses, dokter, guru, tentara dan sebagainya adalah mimpi­mimpi yang mereka bawa ke sekolah dan berharap sekolah dapat membantunya untuk mewujudkan mimpi­mimpi tersebut.

Bagi seorang wirausahawan, mimpi adalah kunci. Dari mim­ pi itulah dia akan memiliki motivasi. Sekolah harus dapat menguatkannya. Untuk meyakinkan peserta didik bahwa menjadi wirausahawan yang berhasil harus berawal dari motivasi diri. Yang dapat dilakukan adalah:

(37)

a. Training motivasi,

Training motivasi adalah cara yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam rangka menguatkan motivasi diri den­ gan menggali potensi dalam diri. Prinsipnya adalah me­ nyadari bahwa Tuhan telah memberikan anugerah yang besar dalam dirinya masing­masing.

Penguatan ini juga dapat membangkitkan potensi alam bawah sadar dalam diri anak. Setiap peserta didik memi­ liki keunikan sendiri. Tugas dari sekolah adalah menga­ rahkan potensi diri peserta didik menjadi optimal.

b. Jalan-jalan Kewirausahaan

Siapa orang yang tidak senang diajak untuk ber­ jalan­jalan. Apalagi anak usia SMA. Setelah mereka me­ nguatkan motivasinya dan menyadari bahwa di dalam dirinya diwarisi potensi yang besar, maka peserta didik diajak untuk melihat dunia luar. Dunia yang nyata. De­ ngan melihat dunia usaha yang nyata diharapkan dapat memberikan penguatan yang lebih.

c. Sharing, diskusi dan temu pengusaha

Bertemu dengan pengusaha, akan mendapat benyak pengalaman berharga. Dari mereka lah bisa diperoleh prinsip­prinsip berusaha yang bisa menjadi pegangan. Misalnya, prinsip “Bukan tentang berapa banyak kamu mengalami kegagalan, tetapi berapa kali kamu bangkit dari kegagalan tersebut”. Kata­kata motivasi semacam ini sering terlontar dari para pengusaha yang sudah suk­ ses.

Pe ngalaman yang dialami oleh para pengusaha sukses, juga menjadi bahan referensi bagi para pengusaha yang baru akan masuk ke dunia nyata.

(38)

2. Yakinkan dan Niatkan (Intention)

Keyakinan yang kuat akan memberikan dorongan diri yang kuat pula. Untuk itu yakinkan dan kuatkan diri untuk men­ jadi seorang wirausaha yang sukses.

a. Kenali potensi diri

Setiap manusia diciptakan oleh Tuhan dengan berbagai potensi dan keunggulan yang berbeda. Sebagian pen­ dapat mengatakan bahwa menjadi wirausahawan adalah bakat. Akan tetapi pendapat ini banyak ditentang oleh para ahli. Bastian di dalam Indratno (2012) mengungkap­ kan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa menjadi pengusaha adalah bakat tidak selamanya benar. Semua orang bisa menjadi wirausahawan, terlepas apakah ia

Gambar 3.3. Langkah umum pembelajaran kewirausahaan

Hidupkan

Mimpi

Yakinkan &

Niatkan

Dilakukan melalui: 1. Training motivasi 2. Jalan-jalan wirausaha 3. Sharing dengan

pengu-saha

Dilakukan melalui: 1. Kenali Potensi diri 2. Yakinkan kemandirian

sebagai prinsip hidup 3. Menghadirkan ide

(39)

berbakat atau tidak. Yang penting seorang wirausaha­ wan harus kreatif, inovatif, pekerja keras, dan tidak per­ nah puas dengan capaian yang ada. Modal utama menja­ di wirausahawan adalah kreativitas. Untuk membangun manusia demikian perlu pendidikan yang terarah. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam pendidik­ an kewirausahaan adalah mempersiapkan anak untuk hidup di zamannya. Hal ini penting menjadi pertimbang­ an karena untuk bisa sukses dalam kehidupan di era mendatang akan membutuhkan manusia­manusia de­ ngan karakter wirausahawan.

Potensi yang ada dalam diri peserta didik harus digali. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan kegiatan training motivasi. Dengan training motivasi ini

Lakukan

Segera

Rencana-kan

Dilakukan melalui: 1. Rencana aksi diri; 2. Mantapkan ide dengan membuat rencana detail; 3. Mencari mitra. Dilakukan melalui: 1. Terjun langsung; 2. Kenali risiko;

(40)

Gambar 3.4 Berani menuliskan impian hidup

Gambar 3.5 Training motivasi

diharapkan potensi­potensi dalam diri peserta didik ke luar. Mereka menyadari apa yang menjadi minat dan sesuai dengan bakat yang ada dalam dirinya. Poten­ si diri ini dapat dioptimalkan untuk hidupnya di masa yang akan datang.

(41)

b. Yakinkan bahwa kemandirian sebagai prinsip hidup

Kemandirian harus menjadi prinsip dalam hidup se­ orang wirausahawan. Dengan kemandirian maka dia tidak akan bergantung pada orang lain. Mandiri dalam banyak hal adalah kunci penting agar kita dapat meng­ hindari ketergantungan dari pihak­pihak atau para pe­ mangku kepentingan atas usaha kita.

c. Menghadirkan ide usaha

Menghadirkan ide usaha bagi sebagian peserta didik adalah sesuatu yang sulit. Untuk menghadirkan ide usa­ ha dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut:

i. Amati

Peserta didik diminta mengamati berbagai produk kreatif yang sudah ada di pasaran. Mereka bisa dia­ jak untuk studi banding atau hanya sekedar berkun­ jung ke tempat­tempat usaha. Mereka diminta untuk memperoleh informasi yang detail terkait dengan ide usaha yang sudah dilakukan. Kendala yang dihada­ pi, cara penanganannya, dan upaya­upaya lainnya yang dilakukan.

ii. Tiru

Jangan takut untuk meniru produk yang sudah ada. Bukan berarti kita menjiplak atau menggunakan ide orang lain tanpa melihat etika atau aturan dan perun­ dangan yang berlaku. Biasanya ide usaha itu akan muncul ketika kita melihat orang lain yang sudah berhasil dengan idenya tersebut. Meniru itu juga me­ merlukan kemampuan untuk mewujudkannya. Ang­ gaplah sebagai latihan untuk melakukan bisnis.

(42)

Gambar 3.6. Studi banding dan sharing dengan pengusaha

iii. Modifikasi

Modifikasi artinya mengubah produk yang sudah dengan model atau variasi baru menjadi lebih bernilai atau memperbaiki sesuatu yang sudah ada. Untuk memodifikasi sebuah produk, berarti harus mengua­ sai segala sesuatu terkait dengan produk aslinya. Dari modifikasi ini peserta didik akan dituntut le­ bih kreatif dan inovatif. Produk hasil modifikasi ini diharapkan memiliki nilai tambah bagi produk yang sudah ada sebelumnya.

(43)

3. Rencanakan (Plan)

Bisnis yang baik adalah bisnis yang dimulai. Kalimat ini yang menjadi dasar bahwa kewirausahaan di SMA itu ha­ rus dimulai. Jangan terlalu banyak berpikir untuk memulai yang ujung­ujungnya kegiatan kewirausahaan tersebut tidak dilaksanakan.

a. Rencana aksi diri

Membentuk komitmen terhadap diri sendiri. Mendekla­ rasikan diri untuk menjadi pribadi yang mandiri. Bagi siswa SMA misalnya, mereka membuat komitmen untuk tidak meminta uang jajan dari orang tua. Semua akan di­ upayakan dengan usahanya sendiri. Ini dapat dilakukan secara berkelompok maupun individu. Susunlah peren­ canaan aksi diri ini dengan mempertimbangkan tujuan­ nya. Sebaiknya tujuan yang dibuat memiliki kriteria se­ bagai berikut:

1. Bersifat detail dan spesifik; 2. Dapat terukur;

3. Bersifat realistis; 4. Waktunya ditentukan; 5. Membuat rencana

Perencanaan ini sangat dibutuhkan untuk meminimal­ kan risiko. Peserta didik dapat melakukannya dengan melakukan berbagai ujicoba (membuat prototype). Proto­

type ini kemudian diujikan di pasaran. Jangan cepat puas dengan prototype yang sudah dibuat. Perbaiki terus kua­ litas produknya dengan menggali berbagai potensi pasar yang dapat kita kembangkan pada prototype yang dibuat. Penggalian potensi pasar ini dapat dilakukan dengan studi banding, jalan­jalan atau pengamatan.

(44)

b. Mantapkan ide dengan buat rencana detail

Setelah memiliki prototype yang baik, langkah selanjut­ nya adalah dengan membuat perencanaan secara detail. Pada tahapan ini siswa dapat melibatkan orang lain. Rencana detail ini dibuat dalam bentuk proposal ide usa­ ha secara rinci. Dalam perencanaan ini mencakup modal yang diperlukan, rencana produksi, SDM yang dibutuh­ kan, sasaran pasar, cara pemasaran.

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam membuat proposal. Di antaranya sebagai berikut:

1. Tampilkan gagasan atau rencana terbaik dan menampilkan peluang;

2. Tampilkan dengan kejujuran termasuk segala risiko yang mungkin timbul;

3. Buatlah sederhana.

(45)

c. Mencari mitra (meyakinkan investor)

Bagi peserta didik SMA, mereka juga harus diajari bagaimana caranya untuk mencari dan meyakinkan in­ vestor atau mitranya sehingga usahanya dapat berjalan sesuai dengan rencana.

Proposal adalah sebuah jalan pertama yang harus Anda lalui jika ingin memperoleh persetujuan dari investor dan pemilik modal itu akhirnya mau menyumbangkan dana untuk Anda.

Peserta didik SMA harus dibiasakan untuk mempre­ sentasikan ide usahanya di depan calon investor. Inves­ tor bisa berasal dari dalam sekolah maupun dari luar se­ kolah. Dalam mempresentasikan ide usaha, hal­hal yang harus diperhatikan adalah:

1. To the point, jangan bertele­tele;

2. Efektifkan waktu, jangan terlalu lama berbicara;

(46)

3. Jujur kepada calon investor, jika perlu ceritakan kele­ mahan dari ide yang dibuat.

4. Lakukan Segera (Action)

Bisnis yang baik adalah bisnis yang dilakukan. Sama halnya dengan mimpi yang harus segera diwujudkan. Langkah­langkah dalam tahapan action ini akan dijabar­ kan sebagai berikut.

a. Terjun langsung

Pengalaman adalah guru terbaik. Seorang wirausahawan tidak akan tahu tentang masalah dalam usahanya tanpa terjun langsung. Perencanaan yang sudah matangpun bi­ asanya tetap menghadapi suatu kendala atau hambatan. Jangan sampai ketika peserta didik dihadapkan dengan masalah terkait usahanya mereka mengalami shock. Peserta didik harus dibiasakan untuk memahami betul ide bisnisnya dengan cara terjun langsung, baik dalam proses perencanaan, produksi, pemasaran dan evalu­ asi. Setiap usaha yang baru dilaksanakan tidak akan langsung sempurna. Akan jauh berbeda pengetahuan

(47)

yang siswa dapatkan dari pengalamannya sendiri.

b. Kenali risiko

Dalam suatu kegiatan bisnis, risiko adalah hal yang tidak bisa dihindari. Risiko memang merupakan hal yang wa­ jar dalam kegiatan bisnis, bahkan dalam kegiatan apa pun yang kita lakukan.

Definisi risiko secara lebih spesifik, dapat diartikan se­ bagai adanya akibat yang muncul sebagai dampak ada­ nya ketidakpastian, sehingga memunculkan dampak yang merugikan bagi pelaku usaha.

Meskipun risiko cenderung memberikan dampak me­ rugikan bagi usaha, tapi risiko ini pun tetap diambil oleh para wirausahawan. Ada beberapa alasan yang mendorong seseorang mau mengambil risiko ini. Moti­ vasi mengambil risiko bisa didasari keinginan mendapat tingkat keuntungan atau pengembalian yang sepadan dengan pengorbanan yang dikeluarkannya terlebih da­ hulu.

(48)

Ketika seorang pengusaha melakukan kegiatan yang berisiko dengan motivasi mendapatkan keuntungan, maka biasanya ia akan mampu mengalkulasi besarnya risiko yang dihadapi tersebut. Berdasarkan pada kalku­ lasi tersebutlah, ia akan menetapkan target keuntungan yang diinginkan.

Peserta didik SMA sudah mulai diperkenalkan dengan berbagai jenis risiko dalam usaha. Sebagai wirausaha­ wan tentu risiko ini akan menjadi sebuah pilihan. Ada beberapa jenis risiko dalam usaha, diantaranya: 1. Risiko murni

Risiko murni dalam bisnis adalah risiko yang mun­ cul karena suatu situasi atau keputusan yang kon­ sekuensinya adalah kerugian saja. Sebagai contoh risiko hilang/rusaknya asset, kecelakaan dalam pro­ duksi, adanya bencana alam atau karena adanya tun­ tutan hukum dari pihak lainnya seperti keracunan makanan yang diproduksi.

2. Risiko Spekulatif

Risiko spekulatif adalah risiko yang muncul sebagai akibat dari situasi atau keputusan yang konsekuen­ sinya bisa berupa kerugian maupun keuntungan. Misalnya risiko perubahan harga dan risiko kredit.

c. Siap bangkit manakala gagal

Dalam bisnis kegagalan adalah hal biasa. Meski sudah dipetakan berbagai kemungkinan risiko yang akan ter­ jadi, kegagalan bisa saja terjadi. Terlebih medan usaha yang digeluti tidak dikenali secara detail. Selain itu ke­ gagalan juga bisa terjadi karena berbagai hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Namun, kegagalan bu­ kan berarti akhir segalanya. Bangkitlah. Hanya itu yang

(49)

Gambar 3.11. Aksi terjun langsung dalam aktivitas kewirausahaan

(50)

dapat dilakukan tatkala jatuh. Tidak ada jalan lain. Kegagalan dapat dialami oleh siapa saja. Baik sebagai wirausahawan pemula atau seorang yang sudah pro­ fessional sekalipun. Tidak ada pelaut tangguh yang la­ hir dari laut yang tenang. Seorang wirausahawan suk­ ses terlahir karena banyaknya hambatan dan rintangan yang dihadapinya. Di balik kegagalan ada nilai positif yang bisa kita ambil yaitu pengalaman serta mental yang menjadi lebih kuat untuk menghadapi tantangan ke de­ pannya.

Namun, untuk mendapatkan nilai positif tersebut tidak­ lah mudah, karena kita harus tidak boleh menyerah dan segera bangkit dari kegagalan, serta segera memperbaiki kesalahan tersebut. Maka dari itu sangat penting memili­ ki mental yang kuat untuk bangkit dari kegagalan dalam usaha.

Peserta didik dibiasakan untuk memiliki mental yang kuat. Berbagai permasalahan harus dihadirkan. Kelak, jika mereka menemui masalah yang sama, setidak­ nya mereka sudah memiliki gambaran bagaimana cara menyelesaikannya.

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan jika kita mengalami kegagalan, diantaranya:

1. Evaluasi diri; 2. Perbaiki pola pikir;

3. Ambil pelajaran dari kegagalan; 4. Lebih tekun lagi;

5. Lebih kerja keras lagi;

6. Tingkatkan kepercayaan diri; 7. Lebih kreatif lagi.

(51)

D. Dokumentasikan Kegiatan

Kegiatan pembelajaran kewirausahaan memerlukan konsistensi dalam setiap tahapannya. Oleh karena itu dokumentasi setiap tahapan sangatlah diperlukan. Setiap tahapan harus didoku­ mentasikan dan dideklarasikan seluas mungkin. Salah satunya adalah dalam bentuk pameran, expo, exhibisi dan lain sebagai­ nya. Hal ini sangat penting untuk memastikan produk atau jasa yang dikembangkan dapat berjalan sebagai sebuah kegiatan us­ aha yang prospektif.

Setiap tahun SMA Bina Putera­Kopo menggelar Expo, yang dikemas dalam bentuk Pekan Kreativitas Siswa, yang kemudi­ an dikembangkan lebih mengglobal sebagai Students Creativity

Week. Kini kegiatan serupa dikemas dalam bentuk “BP Expo”. Kegiatan ini merupakan unjuk kreativitas dan inovasi siswa dan pendidik yang dipersiapkan secara detail dan digelar dengan dukungan sponsorship dari berbagai pihak.

E. Evaluasi Hasil Belajar

Hasil belajar kewirausahaan bukanlah capaian nilai angka ter­ hadap penguasaan pengetahuan. Hasil belajar kewirausahaan adalah munculnya mental wirausaha dalam diri peserta didik. Oleh karena itu, penilaian terhadap pembelajaran kewirausa­ haan tidak bisa dilakukan melalui tes tulis tentang pengetahuan tentang kewirausahaan. Melainkan lebih pada penilaian ter­ hadap munculnya sikap yang mencerminkan nilai­nilai wirau­ saha dan portofolio yang dimiliki peserta didik.

Karena dikaitkan dengan kompetensi pada tiap mapel, maka hasil penilaian dapat berupa pencapaian kompetensi pada mapel. Secara rinci mengenai hal ini tidak berbeda dengan pe­ nilaian beracuan kriteria sebagaimana dilakukan dalam penila­ ian sesuai Kurikulum 2013.

(52)

Gambar 3.12. Kegiatan pameran sebagai salah satu evaluasi hasil belajar dan dokumentasi kegiatan

(53)

Gambar 3.13 Aneka produk kewirausahaan siswa yang secara leng-kap disajikan dalam katalog

(54)

F. Evaluasi Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran kewirausahaan dapat disaksikan dari banyaknya aktivitas kewirausahaan yang dilakukan peserta didik dalam setiap semester. Setiap kegiatan tentunya dapat di lihat dari bukti­bukti kegiatan yang dilakukan dan program yang dibuat.

Oleh karena itu, setiap sekolah yang menyadari pentingnya ke­ wirausahaan akan memiliki program yang terkait dengan ke­ wirausahaan ini. Dan program tersebut tidak akan terkotak­kota dalam kegiatan berbeda tetap akan di­blended menjadi satu ak­ tivitas pembelajaran yang holistik. Menyatukan antara suasana yang dibangun dengan proses pembelajaran yang dilakukan. q

(55)

BAB IV

MENGINTEGRASIKAN KEGIATAN

KEWIRAUSAHAAN DENGAN

KOMPETENSI MATA PELAJARAN

K

egiatan kewirausahaan adalah aktivitas multimapel. Da­ lam kegiatan tersebut dibutuhkan beragam kompetensi dari seluruh mata pelajaran. Oleh karena itu apabila kegiatan kewirausahaan diharapkan berjalan optimal, maka seluruh pen­ didik tanpa kecuali harus mengesampingkan ego mapelnya, untuk bersama­sama membumikan kompetensi dalam kegiatan bersama yang bernama “kewirausahaan”.

Setiap guru mata pelajaran dapat mempelajari setiap kegiatan kewirausahaan dan mengintegrasikan kompetensi mapelnya ke dalam kegiatan tersebut. Misalnya ketika anak berwirausaha tempe, guru biologi dapat menggunakan kegiatan tersebut un­ tuk pembelajaran tentang jamur. Demikian pula ketika anak ber­ wirausaha menyuling minyak atsiri, guru kimia dapat menjadi­ kan kegiatan tersebut sebagai kegiatan destilasi. Guru ekonomi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan lainnya pun dapat men­ jadikan kegiatan kewirausahaan sebagai media untuk menguat­ kan kompetensi anak di mapelnya masing­masing.

(56)

sangat penting dalam pembelajaran oleh peserta didik di jenjang pendidikan menengah. Terlebih kewirausahaan terkait erat de­ ngan hidup mandiri dan belajar menjadi “tuan di negeri sendi­ ri”.

Adapun untuk mengintegrasikan kompetensi ke dalam kegiatan kewirausahaan dapat dilakukan langkah sebagai berikut: 1. Menganalisis kompetensi secara rinci terkait dengan ke­

wirausahaan yang dilakukan;

2. Tentukan indikator pencapaian kompetensi;

3. Lakukan penilaian beracuan kriteria dalam setiap kegiatan (berbasis projek).

Secara lebih rinci sebagai berikut:

A. Menganalisis Kompetensi yang Relevan

Mengacu pada prinsipnya, pembelajaran kewirausahaan bukan­ lah monopoli satu mata pelajaran, melainkan merupakan kola­ borasi dari semua kompetensi yag ada ada tiap mata pelajaran. Oleh karena itu, setiap pendidik punya peran yang sama dalam mendukung upaya untuk menguatkan mental wirausaha pada peserta didik.

Bagi guru mapel apapun yang akan terlibat dalam pembelajaran kewirausahaan dapat melakukan langkah sebagai berikut: 1. Identifikasi seluruh kompetensi pada setiap tingkatan kelas; 2. Tentukan KD yang relevan atau memiliki kaitan langsung

dengan aktivitas kehidupan nyata atau dengan kegiatan ke­ wirausahaan yang dilakukan;

3. Susun indikator pencapaian kompetensi;

4. Tentukan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan, dan kaitkan pencapaian kompetensi dengan aktivitas tersebut.

(57)

5. Jadikan aktivitas kewirausahaan sebagai kegiatan pembela­ jaran;

6. Lakukan penilaian dengan mengacu pada indikator.

Dengan demikian, maka kegiatan kewirausahaan dapat menja­ di kegiatan pembelajaran sesuai kompetensi sepanjang memiliki relevansi dan keterkaitan langsung. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Identifikasi seluruh kompetensi pada setiap tingkatan. Analisis kompetensi dari mata pelajaran untuk setiap jen­ jang. Kompetensi di setiap jenjang akan memiliki karakteris­ tik masing­masing dan saling berkaitan. Kaitkan setiap kom­ petensi yang memiliki kesamaan. Kaitkan kompetensi yang relevan atau memiliki kaitan langsung dengan aktivitas di dunia nyata.

Misalnya di kelas X dalam mata pelajaran fisika terdapat kompetensi dalam melakukan pengukuran. Di kelas XII da­ lam mata pelajaran Biologi ada kompetensi tentang faktor eksternal dan internal perkembangan dan pertumbuhan ta­ naman.

Dari dua kompetensi ini tentu sangat berkaitan satu sama lain. untuk menentukan pertumbuhan tanaman diperlukan hasil pengukuran yang tepat, baik itu pengukuran massa atau panjang sebagai tanda pertumbuhan tanaman.

2. Tentukan KD yang relevan atau memiliki kaitan langsung dengan aktivitas kehidupan nyata

Pada dasarnya semua KD dirancang memiliki kaitan dengan kehidupan nyata. Akan tetapi kita dapat mengurutkan dari yang paling mudah, misalnya karena ada di sekitar kita, ke yang kompleks. Dengan demikian kita mengetahui kompe­ tensi mana yang dapat dibelajarkan secara langsung dalam aktivitas sehari­hari.

(58)

3. Susun indikator ketercapaian kompetensi;

Indikator ketercapaian kompetensi digunakan sebagai ba­ rometer apakah siswa sudah mencapai kompetensi yang diharapkan atau belum. Susun indikator sebagai penanda ketercapaian kompetensi.

4. Tentukan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan. Dari Kompetensi yang saling berkaitan tersebut, buatlah ren­ cana aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan. Akti vitas pembelajaran harus berorientasi pada peserta didik. Mereka harus aktif atau dikondisikan untuk aktif. Jika meraka dibagi ke dalam kelompok, maka masing­masing harus diberi tugas yang jelas dalam setiap bagiannya.

5. Jadikan aktivitas kewirausahaan sebagai pembelajaran; Setiap aktivitas kewirausahaan yang dilakukan oleh peserta didik merupakan kegiatan pembelajaran. Dari kegiatan ini diha rapkan siswa lebih memahami konsep dan mencapai kompetensi yang diharapkan.

Aktivitas dalam pembelajaran dapat berupa proyek. Con­ tohnya untuk kompetensi pengukuran di kelas X dan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada tanaman di kelas XII, dapat dilakukan dengan proyek hidroponik. Siswa kelas X diberikan proyek untuk membuat media hidroponik de­ ngan ukuran yang sudah ditentukan. Sedangkan kelas XII melakukan penanaman dan mengamati pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

6. Lakukan penilaian dengan mengacu pada indikator

Guru harus memberikan evaluasi terhadap pembelajaran yang dilakukan melalui penilaian proses sesuai dengan indikator yang sudah disusun. Penilaian proses ini harus obyektif. Untuk penilaian ini akan dijabarkan pada subbab berikut.

(59)

B. Cara Mudah menentukan indikator pencapaian

kom-petensi dalam aktivitas

Untuk menggambarkan apakah siswa sudah mencapai kompe­ tensi yang diharapkan atau belum, perlu adanya indikator pen­ capaian kompetensi.

Indikator yang dibuat harus disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai dari rumusan Kompetensi Dasar (KD). Da­ lam me rumuskan indikator sebaiknya memperhatikan hal­hal berikut:

1. Indikator dirumuskan dari KD;

Untuk merumuskan indikator dari KD, analisis tingkat kom­ petensi yang digunakan pada KD. Pahami terlebih dahulu kata kerja dalam Taxonomi Bloom atau referensi lain yang relevan. Tentukan KD yang akan dikembangkan menjadi in­ dicator.

2. Menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati, di­ ukur dan dicapai;

Kata kerja operasional merupakan kata kerja yang dapat diukur ketercapaiannya, dapat diamati perubahan tingkah laku atau tindakannya, dapat diuji dan digunakan untuk merumuskan tujuan pembelajaran. Pembelajaran umumn­ ya ditujukan ke dalam tiga ranah, yaitu: ranah kogitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.

3. Indikator dirumuskan dalam kalimat yang simpel, jelas dan mudah dipahami;

Kalimat yang dipakai dalam penyusunan indikator adalah kalimat­kalimat yang sederhana. Kalimat yang mudah dipa­ hami oleh setiap yang membacanya.

4. Tidak menggunakan kata yang bermakna ganda;

(60)

makna ganda, maka akan kesulitan untuk menentukan stan­ dar ketercapaian kompetensinya.

5. Memperhatikan karakteristik mata pelajaran, potensi dan kebutuhan siswa, sekolah, masyarakat dan lingkungan.

C. Lakukan Penilaian Beracuan Kriteria

Dalam kegiatan kewirausahaan, pembelajaran yang dilakukan adalah berbasis proyek atau project based learning. Proyek yang dilakukan merupakan hasil kolaborasi antarmata pelajaran. Proyek yang dibuat dikemas dalam suatu aktivitas bersama yang melibatkan peserta didik. Dalam setiap proyek, guru mata pelajaran yang terkait, dapat melakukan penilaian berupa capa­ ian kompetensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diam­ punya.

Untuk meyakinkan guru bahwa peserta didik benar­benar su­ dah mencapai kompetensi yang diharapkan, guru juga da pat melakukan konfirmasi capaian kompetensi melalui alat tes yang lainnya yang dilakukan seperti halnya pembelajaran klasikal. Penilaian bertujuan untuk memberikan masukan informasi se­ cara komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik saat kegiatan pembelajaran berlangsung maupun dilihat dari hasil akhirnya.

Teknik penilaiaan dalam aktivitas kewirausahaan mengguna­ kan ceklis indikator yang sesuai. Guru Mata Pelajaran terkait, dapat memberikan ceklis pada indikator ketercapaian kompe­ tensi pada lembar penilaian sebagai tanda bahwa siswa sudah menunjukkan tanda­tanda capaian kompetensi pada indikator yang kita tentukan. Setiap indikator diberi bobot yang sesuai dengan ranah atau tingkat kesulitannya.

Dengan demikian guru tidak memberikan nilai angka. Nilai an­ gka yang muncul akan menggambarkan bobot sesuai indikator

Gambar

Gambar 3.1. Langkah Utama Pendidikan Kewirausahaan di SMA  Bina Putera-KopoPenguatan mental wirau­sahaPengondisian suasana ber­wirausaha di sekolah Proses Pembe­lajaran Berba­sis Aktivitas
Gambar 3.2. Tempat pembuatan tahu tempe, kandang kambing, dan  penyulingan sereh wangi sebagai instalasi pembelajaran
Gambar 3.5 Training motivasi
Gambar 3.6. Studi banding dan sharing dengan pengusaha
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Reporting standards: Authors of reports of original research should present an accurate account of the work performed as well as an objective discussion of its significance..

Sistem olah tanah dibagi menjadi dua, yaitu pengolahan tanah konvensional atau dikenal juga dengan istilah Olah Tanah Intensif (OTI) dan pengolahan tanah konservasi yang

Citarum dan menghimbau pabrik- pabrik untuk tidak membuang limbah industri ke sungai Ciarum, hal ini dilakukan mengingat Indonesia adalah negara yang sudah meratifikasi

Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sihite Wenny (2012) dalam jurnal yang berjudul Analisis Permintaan Masyarakat

Mensyukuri nilai-nilai konstitusional ketentuan Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur tentang wilayah negara, warga negara dan penduduk, agama dan

Dataran rendah Australia terdapat di bagian tengah dan Selatan, tepatnya di sebelah Utara Teluk Australia Besar yang disebut dengan Dataran Nurlabor ( Nurlabor Plain ), di kawasan

Kegiatan ini juga bertujuan menyamakan persepsi antara pihak sekolah dan orangtua, mengenai kegiatan belajar literasi media. Melalui seminar ini, diharapkan orangtua

Berikut hal- hal yang dilakukan peneliti dalam tahap perencanaan adalah (a) menentukan jadwal penelitian, (b) menganalisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi