• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Dalam bagian ini diuraikan profil Kota Denpasar, yaitu meliputi lokasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Dalam bagian ini diuraikan profil Kota Denpasar, yaitu meliputi lokasi"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

Dalam bagian ini diuraikan profil Kota Denpasar, yaitu meliputi lokasi geografi, demografi, ekonomi dan pariwisata, politik dan pemerintahan, serta sosial dan budaya. Pada bagian ini juga diuraikan tentang gambaran umum sekolah dasar di Kota Denpasar yang meliputi sebaran dan lokasi, keadaan siswa dan guru, serta kurikulum bahasa Inggris dan sejarah pengajaran bahasa Inggris. Deskripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai hal yang mendasari perkembangan pembangunan di Kota Denpasar pada umumnya dan tentang pembelajaran bahasa Inggris di SD pada khususnya.

4. 1 Profil Kota Denpasar

Denpasar pada mulanya merupakan pusat Kerajaan Badung. Akhirnya, tetap menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung, bahkan mulai tahun 1958 Denpasar dijadikan pusat pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Bali. Dengan dijadikan Denpasar sebagai pusat pemerintahan Tingkat II Badung maupun Tingkat I Bali, kota ini mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, baik dalam hal fisik, ekonomi, maupun sosial budaya. Keadaan fisik Kota Denpasar dan sekitarnya sedemikian maju dan pola kehidupan masyarakatnya telah banyak menunjukkan ciri-ciri dan sifat perkotaan. Denpasar menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat industri dan pusat pariwisata. Denpasar terdiri atas empat kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan Denpasar Utara.

(2)

Seperti halnya kota-kota lainnya di Indonesia, Kota Denpasar mengalami pertumbuhan dan perkembangan penduduk serta lajunya pembangunan di segala bidang terus meningkat sehingga memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kota itu sendiri. Demikian pula Kota Denpasar yang merupakan ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan sekaligus merupakan ibu kota Provinsi Daerah Tingkat I Bali, yakni mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Kota Denpasar menerima warisan dari kabupaten Badung, yakni sebagai daerah hunian wisata, yang mewilayahi daerah hunian wisata utama di kawasan Sanur. Dari sisi utara Sanur dengan The Grand Bali Beach hingga Sanur Beach Hotel di sisi selatan Sanur dipadati oleh hotel, restoran, dan berbagai sarana penunjang wisata lainnya. Selanjutnya menyikapi perkembangan Denpasar agar tidak liar tanpa kendali, maka memasuki milenium ketiga, Pemerintah Kota Denpasar menetapkan rambu-rambu bahwa kota Denpasar sebagai kota budaya. Adapun tempat wisata yang ada di Kota Denpasar, seperti: Patung Catur Muka, Monumen Puputan Badung, Art Centre, Museum Bali, Pura Agung Jagatnatha, Pura Pengerebongan, Taman Festival Bali, Pura Sakenan, Benoa, Pantai Sanur, Blanjong Prasasti, Arca Ganesha, Monumen Padanggalak, Pasar Badung, dan Musium Le Mayeur. Kawasan tempat wisata tersebut ditata agar lebih pantas menyandang predikat kota budaya. Paket city tour pun dikemas sebagai rambu-rambu pendukung untuk menjaga kualitas ruang-ruang tersebut.

4.1.1 Lokasi dan Geografi

Kota Denpasar, selain merupakan ibu kota daerah tingkat II, juga merupakan ibu kota Provinsi Bali dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan,

(3)

pendidikan, serta perekonomian. Letak yang sangat strategis ini sangatlah menguntungkan, baik dari segi pusat pendidikan, ekonomi, maupun kepariwisataan karena merupakan titik sentral berbagai kegiatan sekaligus sebagai penghubung dengan kabupaten lainnya. Kota Denpasar berada di antara 08° 35″ 31”-08° 44″ 49′ Lintang Selatan dan 115° 10″ 23′-115° 16″ 27′ Bujur Timur, yakni berbatasan dengan: di sebelah utara Kabupaten Badung, di sebelah timur Kabupaten Gianyar, di sebelah selatan Selat Badung; dan di sebelah barat Kabupaten Badung. Luas seluruh Kota Denpasar adalah 12.778 Ha, termasuk tambahan dari reklamasi pantai serangan seluas 380 Ha.

Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 8,09 %, sedangkan sensus Penduduk 2000 menunjukkan pertumbuhan dengan rata-rata sebesar 3,01 %. Hal ini disebabkan program keluarga berencana yang ada di Kota Denpasar dapat dilaksanakan dengan baik. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ini disebabkan oleh faktor urbanisasi yang sangat dominan, yakni dengan alasan pokok mencari pekerjaan. Secara regional penyebab banyaknya penduduk yang masuk ke Kota Denpasar karena Denpasar merupakan ibu kota provinsi. Hampir semua kegiatan ekonomi ataupun pendidikan terfokus di kota ini. Selama tahun 2008, pertambahan penduduk sebesar 477.199 orang, semula 65.159 orang pada tahun 2007 menjadi 642.358 orang pada tahun 2008. Apabila dilihat dari jumlah penduduk dan tingkat migrasinya, Denpasar tergolong kota besar. Namun, dari segi luas wilayahnya Denpasar tidak dapat dikategorikan sebagai kota besar. Malahan di antara sembilan kabupaten/kota di Bali, luas wilayah Kota Denpasar adalah yang paling sempit/kecil. Walaupun demikian, Denpasar sebagai ibu kota

(4)

Provinsi Bali, pusat pemerintahan, pusat perdagangan, dan pusat pariwisata telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Sebagai kota yang tumbuh sangat pesat, tentu bukan sesuatu yang ganjil jika Denpasar berkembang menjadi kota urban. Pertumbuhan ini selain mengucurkan rezeki bagi warganya, juga memberikan dilema-dilema sosial. Denpasar adalah tempat yang cukup menjanjikan kesuksesan. Konsekuensi dari keadaan ini adalah tingginya arus urbanisasi, yakni dengan persentase terbesar datang dari urbanisasi penduduk yang tidak terencana dan terkendali. Mereka umumnya bekerja pada sektor informal, tanpa keterampilan, dan tidak bermodal. Akibatnya, mereka sangat rentan terhadap krisis ekonomi, mempercepat jumlah pengangguran sehingga Denpasar semakin heterogen dan terasa semakin sempit.

4.1.2 Demografi

Menurut registrasi jumlah penduduk sampai akhir Tahun 2008 adalah 642.358 orang. Hal ini disebabkan program keluarga berencana yang ada di Kota Denpasar dapat dilaksanakan dengan baik. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ini disebabkan oleh faktor migrasi yang sangat dominan, yakni dengan alasan pokok mencari pekerjaan. Secara regional penyebab banyaknya penduduk masuk ke Kota Denpasar karena kota ini merupakan kota provinsi, di samping hampir semua kegiatan ekonomi maupun pendidikan terpusat di daerah ini. Selama tahun 2008 pertambahan penduduk Kota Denpasar sebesar 477.199 orang. Pertumbuhan penduduk tersebut hanya sebagian kecil disebabkan oleh pertumbuhan alami, tetapi lebih banyak karena mutasi penduduk, baik dari

(5)

kabupaten di Bali maupun dari luar Bali. Hal ini menyebabkan kepadatan penduduk yang makin meningkat, seperti dirinci pada Table 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk di Kota Denpasar

N0 Kecamatan Jumlah

Penduduk(Jiwa)

Jumlah Rumah Tangga

Sex Ratio Kepadatan (Jiwa/Km2) 1 Denpasar Selatan 163.830 48.828 109 6.016 2. Denpasar Timur 127.299 29.911 109 3.961 3. Denpasar Barat 186.346 37.849 110 2.446 4. Denpasar Utara 164.940 42.254 108 3.336 Kota Denpasar 642.415 158.842 109 3.604

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Denpasar 2008

Gambaran ketenagakerjaan di Kota Denpasar dapat ditunjukkan oleh tingkat partisipasi, komposisi, dan persebaran angkatan kerja. Aspek ketenagakerjaan yang disajikan meliputi komposisi angkatan kerja, lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status pekerjaan, dan jumlah jam kerja. Dalam hal ini penduduk usia kerja diklarifikasikan dari umur sepuluh tahun ke atas, yaitu mereka yang secara potensial dapat memproduksikan barang dan jasa. Angkatan kerja seluruhnya yang terserap 282.955 orang, sedangkan yang masih berstatus sebagai pengangguran 8.641 orang. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Kota Denpasar mencapai angka 72,90 %. Dengan kata lain masih terdapat 2,96 % penduduk usia kerja yang berstatus sebagai pengangguran. Penyebaran tenaga kerja tersebut terdiri atas sektor pertanian 11.129 orang, industri pengolahan

(6)

14.350 orang , perdagangan 63.010 orang, angkutan 7.355 orang, jasa 134.272 orang dan lain-lain 52.839 orang.

4.1.3 Ekonomi dan Pariwisata Budaya

Lebih dari 37% penduduk Kota Denpasar bekerja pada bidang perdagangan, perhotelan, atau industri rumah makan. Dari data tahun 2001, kontribusi yang cukup signifikan membangun perekonomian Kota Denpasar adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran (34,36%), kemudian diikuti oleh sektor keuangan (15,19%), sektor pengangkutan dan komunikasi (13,66%), sektor industri pengolahan (12,24%), sedangkan sektor lainnya (24,55%), yaitu meliputi sektor pertambangan, jasa, pertanian, bangunan, listrik, dan gas rata-rata 5-6%.

Pada tahun 2000, jumlah wisatawan mancanegara yang datang berkunjung mencapai 1.413.513 pada Pelabuhan Benoa dan Bandara Internasional Ngurah Rai. Sekitar Juli dan Agustus merupakan bulan sibuk, sementara Desember dan Januari merupakan bulan sepi. Kunjungan ke Bali menunjukkan peningkatan yang kuat pada kurun waktu 1997 -1998 ketika masalah dalam negeri dan krisis melanda Asia pada umumnya. Keamanan wilayah Bali merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung.

Pembangunan Kota Denpasar diarahkan untuk tetap mempertahankan tingkat laju pertumbuhan perekonomian yang tinggi serta meningkatkan pemerataan dengan struktur perekonomian yang mantap. Peranan sektor-sektor lain, seperti: pariwisata, seni dan budaya, serta pendidikan sangat menunjang laju pertumbuhan pembangunan di Kota Denpasar, apalagi kota ini mencanangkan diri

(7)

sebagai kota berwawasan budaya. Dengan sendirinya peningkatan dan pelestarian budaya perlu dipertahankan.

Kota Denpasar merupakan daerah yang memiliki potensi yang cukup tinggi di bidang kepariwisataan karena didukung oleh kondisi alam, kondisi sosial budaya, serta dunia usaha. Dalam pengembangan pembangunan kepariwisataan di Kota Denpasar masih terdapat beberapa kendala, seperti: masalah kemacetan lalu lintas, kependudukan, kebersihan, dan ketertiban umum. Pada jam tertentu sering terjadi kemacetan, terutama pada ruas jalan yang menjadi pusat pendidikan. Di samping itu, belum terkelolanya secara baik sebagian objek wisata dan dukungan kekhasan daerah sebagai daya tarik wisatawan. Walaupun demikian, pembangunan kepariwisataan merupakan hal yang mendapat perhatian dan disiasati agar pembangunan kepariwisataan Kota Denpasar yang merupakan sektor andalan dan unggulan mampu mewujudkan pariwisata peduli rakyat.

Wawasan budaya menempatkan kebudayaan dalam kategori dasar atau asasi, yaitu berfungsi sebagai potensi dasar, cara/pendekatan, di samping sebagai tujuan. Sebagai potensi dasar unsur-unsur kebudayaan Bali bersifat khas, unggul, dan menyiratkan nilai-nilai luhur yang sangat perlu dikedepankan. Unsur-unsur tersebut mencakup: pura, puri, arsitektur Bali, kesenian daerah, upacara, hukum adat, konsepsi-konsepsi budaya, serta unsur-unsur yang lainnya.

Selanjutnya, sebagai cara atau pendekatan, terkristalisasi bahwa hakikat pendekatan kebudayaan mengutamakan hal-hal yang prinsipil, seperti menghormati kebersamaan, menghargai segala bentuk pendapat. Secara singkat cara atau pendekatan yang dimaksud harus mengutamakan subjektivitas,

(8)

partisipatif, objektivitas, serta dilandasi kearifan, moral, dan etika secara manusiawi.

Sebagai tujuan pembangunan kepariwisataan, orientasi diarahkan pada kesejahteraan yang seimbang dan serasi sesuai dengan amanat Tri hita Karana, yaitu keserasian hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Pembangunan Denpasar yang berwawasan budaya yang dilandasi Tri hita Karana menghadapi berbagai hambatan, di antaranya kesemerawutan tata ruang dengan kecenderungan ketersesakan yang makin tinggi sehingga menimbulkan tekanan ekologis yang berat terhadap kehidupan manusia, masyarakat, dan kebudayaan serta kondisi kehidupan warga kota yang heterogen dan kompleks, baik mengenai kepadatan demografis maupun keberagaman etnis, ras, dan agama.

Dengan pulihnya perekonomian dunia sudah tentu kehidupan pariwisata Bali akan semakin baik. Wisatawan mancanegara akan semakin banyak datang ke Bali karena Bali memiliki daya tarik yang luar biasa dan diakui dunia. Kebudayaan daerah Bali merupakan modal dasar pembangunan yang melandasi pembangunan yang dilaksanakan. Warisan budaya yang bernilai luhur merupakan dasar dalam rangka pengembangan pariwisata budaya yang dijiwai oleh agama Hindu.

4.1.4 Sosial dan Budaya

Kebijakan pembangunan bidang sosial dan budaya yang dilakukan oleh pemerintah kota, yakni meliputi bidang agana dan kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa. Adapun kebijakan di bidang sosial budaya yang sedang

(9)

dilakukan adalah; (1) meningkatkan pengamalan ajaran agama sebagai landasan moral etik dalam kehidupan bermasyarakat; (2) pembinaan kehidupan beragama diarahkan untuk menciptakan dan mengembangkan iklim dan suasana kondusif melalui tri kerukunan umat beragama; (3) meningkatkan sarana dan prasarana kehidupan beragama sesuai dengan kebutuhan dengan mengikut- sertakan masyarakat; (4) pembinaan dan pemahaman penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa agar tidak mengarah pada pembentukan agama; (5) menggali, mengembangkan, dan melestarikan nilai-nilai budaya dan kesenian daerah Bali untuk memperkaya keanekaragaman budaya bangsa yang didukung oleh iklim, sarana, dan prasarana yang memadai; (6) meningkatkan peranan lembaga adat dan lembaga-lembaga tradisional lainnya sebagai perwujudan pemberdayaan masyarakat; dan (7) meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya promotif dan preventif dengan tidak meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

4.1.5 Politik dan Pemerintahan

Secara administratif Kota Denpasar terbagi menjadi empat wilayah kecamatan, yakni meliputi Kecamatan Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan Denpasar Utara. Wilayah Kecamatan dibagi menjadi beberapa desa/kelurahan, masing-masing terdiri atas beberapa dusun/lingkungan. Di samping desa dinas juga terdapat desa adat yang masing-masing terdiri atas beberapa banjar adat. Dalam hal ini antara desa dinas dan desa adat tidak terjadi tumpang tindih, justru sebaliknya terdapat keserasian dan kerja sama yang saling

(10)

mendukung. Selanjutnya, jumlah kelurahan/dinas dan banjar di Kota Denpasar seperti terlihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2

Jumlah Kelurahan/Dinas dan Banjar di Kota Denpasar

No Kecamatan Ibu Kota Kel.

Desa Banjar

Dinas Adat Dinas Adat

1 Denpasar Barat Pemecutan Kaja 3 8 2 103 55

2 Denpasar Utara Peguyangan 3 8 10 98 101

3 Denpasar Timur Kesiman 4 7 12 85 98

4 Denpasar Selatan Sesetan 6 4 11 103 87

Kota Denpasar 16 27 35 389 341

Sumber : Pemerintah Kota Denpasar 2008

Dari 16 kelurahan dan 27 desa yang ada di Kota Denpasar, semuanya sudah termasuk kategori desa/kelurahan swasembada.

Adapun kebijakan pembangunan Kota Denpasar dalam lima tahun ke depan diarahkan untuk mewujudkan pembangunan Kota Denpasar yang berwawasan budaya yang dijiwai agama Hindu dan dilandasi Tri hita Karana. Prioritas pembangunan diletakkan pada sektor budaya, pariwisata, perdagangan, jasa, industry, dan sektor pertanian sebagai sektor unggulan, di samping mendorong sektor pelayanan dasar, pengembangan, dan pemberdayaan ekonomi lokal dengan pembenahan kelembagaan secara menyeluruh melalui sistem ekonomi kerakyatan. Landasan kebijakan adalah pernyataan visi yang tetap

(11)

bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu; (a) pemerataan pembangunan, (b) stabilitas daerah/nasional yang sehat dan dinamis, dan (c) Supremasi hukum. Ketiga pilar tesebut saling terkait dan dikembangkan secara selaras, terpadu, dan saling memperkuat.

Sejalan dengan prioritas pembangunan Kota Denpasar, kebijakan pengembangan diarahkan pada sektor kebudayaan sebagai landasan pembangunan dalam rangka mewujudkan jati diri Kota Denpasar. Sektor pariwisata sebagai tulang punggung pembangunan diharapkan dapat menggerakkan sektor-sektor lainnya dalam menunjang pembangunan Kota Denpasar. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran dikembangkan untuk mendukung pengembangan sektor industri, pariwisata, dan pertanian. Sektor jasa dikembangkan untuk mendukung pelayanan masyarakat, sektor perdagangan, pariwisata, dan pertanian. Sektor industri didorong untuk pengembangan ekonomi kerakyatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sektor pertanian diarahkan untuk pengembangan pertanian pedesaan dan menjaga ekosistem perkotaan. Sektor lain dikembangkan untuk mendukung pembangunan sektor-sektor strategis di atas. Adapun kebijakan pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan adalah sebagai berikut; (1) Peningkatan keterampilan dan keahlian, pengembangan potensi/bakat aparat, peningkatan motivasi dan kepribadian pekerja aparat, serta penyempurnaan sistem insentif dan disinsentif untuk mendorong kinerja aparatur pemerintahan. (2) Melakukan reorganisasi dan restrukturisasi kelembagaan agar pelayanan kepada masyarakat dapat diberikan secara efisien dan optimal, di samping pembenahan sistem menejemen

(12)

pemerintahan menuju sistem yang transparan, responsif, efisien, dan efektif. (3) Meningkatkan kemampuan aparatur melalui berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan sehingga secara terstruktur didapatkan sumber daya manusia yang profesional dan bertanggung jawab.

4.2 Sekolah Dasar di Kota Denpasar

Kota Denpasar sebagai kota provinsi sudah tentu merupakan pusat kegiatan pendidikan dari jenjang taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Saat ini terdapat 183 buah sekolah TK dengan 675 guru dan 11.485 murid; 218 SD, dengan 2.765 guru dan 70.785 murid, 48 SLTP swasta atau negeri, dengan 2.104 guru, dan 25.384 murid; 50 buah SMTA negeri atau swasta dengan 2.466 guru dan menampung 27.475 murid (Disdikpora Kota Denpasar). Namun untuk tingkat pendidikan tinggi yang meliputi universitas, sekolah tinggi, institut serta akademi terdapat sebanyak 32 buah, baik berstatus negeri maupun swasta.

Pemerintah kota telah mengupayakan perluasan jaringan dan pemerataan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi melalui peningkatan manajemen, mutu, dan akses pendidikan. Hal penting yang sudah dilakukan adalah memberdayakan lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, di samping meningkatkan partisipasi masyarakat. Kota Denpasar sebagai kota provinsi dan pusat pendidikan serta mempunyai jumlah penduduk terpadat dibandingkan dengan daerah kabupaten lainnya, tidaklah mengherankan kalau sekolah yang ada dari tingkatan TK sampai tingkat SMA selalu menjadi rebutan sebagai sekolah pilihan. Sebagai kota yang penduduknya heterogen, sudah tentu terdapat berbagai latar belakang siswa-siswi dari berbagai suku dan etnis

(13)

yang berbeda-beda. Kondisi ini harus dipertahankan oleh para pendidik dan pemerintah dalam rangka menjadikan Kota Denpasar sebagai pusat pendidikan yang multikultural.

Dalam konteks Kota Denpasar, yang dikenal dengan muatan yang sarat kemajemukan, pendidikan multikultural menjadi sangat strategis dan harus dikelola secara kreatif sehingga konflik dapat dihindari. Di sisi lain, terdapat 218 buah sekolah dasar negeri dan swasta yang tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Utara, Kecamatan Denpasar Barat dan Kecamatan Denpasar Selatan. Adapun Jumlah SD yang ada di Kota Denpasar adalah seperti tersaji pada Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3

Jumlah dan Jenis Sekolah Dasar di Kota Denpasar

Kecamatan Negeri Swasta

Kecamatan Denpasar Timur 37 12

Kecamatan Denpasar Utara 46 11

Kecamatan Denpasar Barat 44 10

Kecamatan Denpasar Selatan 45 13

Jumlah 172 46

Sumber : Pemerintah Kota Denpasar 2008

4.2.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini hanya delapan sekolah yang dipilih secara purposive sampling (sampel bertujuan). Berdasarkan teknik pengambilan sampel ini, maka tempat pelaksanaan penelitian terdiri atas satu SD negeri dan satu SD swasta dari

(14)

masing-masing kecamatan. Sebaran dan lokasi sekolah tersebut adalah seperti terlihat pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4

Sekolah Dasar Negeri dan Swasta Tempat Penelitian N

o

Kecamatan SD Negeri Alamat SD Swasta Alamat

1 Denpasar Timur SD 1 Sumerta Jln.Pucuk No 1 Denpasar SD Saraswati 5 Denpasar Jln. W.R.Supratman N0. 239 Denpasar 2 Denpasar Utara SD 31 Dangin Puri Jln. Mawar No. 8 Denpasar SD Saraswati 1 Denpasar Jln. Gadung No.28 Denpasar 3 Denpasar Barat SD 8 Dauh Puri Jln.PB Sudirman No. 16 Denpasar SD Santo Yoseph 1 Denpasar Jln. Serma Kawi No. 2 Denpasar 4 Denpasar Selatan SD 1 Sesetan Jln. Pulau Saelus No. I/A Sesetan

SD Kristen Harapan

Jln. Raya Sesetan No. 62 Denpasar

Adapun penetapan SD tersebut sebagai tempat penelitian ini didasarkan atas pengamatan sebelumnya bahwa sekolah-sekolah itu telah memberikan pelajaran bahasa Inggris sejak kebijakan pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris untuk sekolah dasar diterapkan di Kota Denpasar. Selain itu, sekolah-sekolah tersebut di atas memiliki keunggulan dalam berbagai prestasi, baik akademik maupun non- akademik.

Secara umum fasilitas pembelajaran di SD itu, menurut pengamatan dan informasi yang diperoleh, sudah memadai. Akan tetapi, sarana dan prasarana pembelajaran bahasa Inggris masih menimbulkan kendala, seperti: pengadaan guru bahasa Inggris, laboratorium bahasa dan buku paket untuk pembelajaran bahasa Inggris. Dalam hal ini, memang ada sekolah swasta yang mempunyai fasilitas pendidikan yang lebih lengkap seperti laboratorium bahasa. Sehubungan dengan hal itu ada beberapa sekolah dasar negeri yang ditetapkan sebagai sekolah

(15)

rintisan pembelajaran bahasa Inggris yang memberikan bahasa Inggris dari kelas satu SD. Pemberian pembelajaran bahasa Inggris mulai dari kelas satu sebenarnya atas permintaan orangtua siswa lewat komite sekolah. Selain itu, sekolah juga merasakan keuntungan dari pembelajaran bahasa Inggris ini sehingga menjadi sekolah yang diminati oleh masyarakat. Oleh karena letaknya yang strategis dan dengan fasilitas yang memadai hampir setiap tahun sekolah yang menjadi lokasi penelitian ini selalu menjadi incaran bagi masyarakat untuk dapat memasukkan putra-putrinya agar mendapat pendidikan yang berkualitas. Dalam hal ini ada anggapan bahwa sekolah yang bisa memberikan pelajaran bahasa Inggris sejak awal atau dari kelas satu merupakan sekolah bergengsi.

4.2.2 Siswa dan Guru

Peserta didik yang ada di sekolah negeri tampaknya memiliki tingkat ekonomi yang bervariasi dibandingkan dengan siswa yang memilih sekolah swasta. Secara umum mereka yang memilih sekolah negeri pada umumnya mempunyai tingkat ekonomi yang lebih rendah daripada yang memilih sekolah swasta. Perbedaan latar belakang ekonomi juga berpengaruh terhadap prestasi belajar bahasa Inggris di SD. Keadaan ini tentunya menimbulkan masalah. Namun, para siswa yang datang dari keluarga menengah ke atas, masalah kesulitan berbahasa Inggris ini dapat diatasi dengan mudah. Mereka tinggal menunjuk kursus bahasa Inggris mana saja yang mereka suka dan bisa mulai belajar. Akan tetapi, bagaimana halnya dengan para siswa yang berasal dari kalangan bawah? Hal ini tentu merupakan kesulitan tersendiri karena

(16)

kadang-kadang, apalagi untuk membayar uang kursus, untuk makan pun mereka masih harus mencari uang selepas sekolah.

Latar belakang sosial ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan siswa dalam belajar bahasa Inggris. Secara umum prestasi siswa negeri sangat bervariasi dibandingkan dengan prestasi sekolah swasta yang secara umum berlatar belakang tingkat ekonomi kelas menengah ke atas. Sekalipun keadaan siswa yang heterogen, mereka mempunyai semangat yang sangat tinggi untuk belajar bahasa Inggris. Dari guru dan kepala sekolah diperoleh informasi bahwa siswa sangat tertarik dengan bahasa Inggris karena mereka mendapat semangat dari orangtuanya yang menganggap bahasa Inggris sangat penting untuk dipelajari pada era sekarang ini, terlebih Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia.

Masalah tenaga pendidik yang mengasuh mata pelajaran bahasa Inggris di sekolah yang menjadi lokasi penelitian merupakan kendala yang harus diperhatikan oleh pemerintah, sekolah ,dan orangtua siswa. Sehubungan dengan tenaga pengajar atau guru bahasa Inggris untuk sekolah dasar, sebagian besar sudah berkualifikasi S1 bahasa Inggris. Akan tetapi, mereka merupakan guru yang bukan dididik menjadi guru bahasa Inggris untuk pembelajar muda. Memang jumlah guru bahasa Inggris di tingkat SMP dan SMA saja masih belum tentu terpenuhi secara nasional. Oleh karena itu, tenaga pendidik bahasa Inggris di sekolah dasar jelas belum dapat memenuhi persyaratan sebagai guru bahasa Inggris untuk tingkat pemula. Tampaknya ada kesan bahwa pembelajaran bahasa Inggris di SD sekadar gengsi (Septi, 1996). Oleh karena dengan memberikan

(17)

materi bahasa Inggris di SD itu, maka sudah dianggap mengikuti tuntutan zaman. Namun perlu diingat bahwa mengajarkan ilmu pada anak usia dini sangat riskan jika semua persyaratan yang mendasar tidak terpenuhi.

Mutu pendidikan sangat erat kaitannya dengan kualitas sumber daya pendidik karena lulusan berkualitas akan dapat dihasilkan apabila tersedia tenaga pendidik yang profesional. Pelajaran bahasa Inggris telah boleh diajarkan pada tingkat sekolah dasar sejak tahun 1994 sebagai muatan lokal. Namun dalam pelaksanaannya ternyata banyak mengalami kendala terutama yang berkaitan dengan ketersediaan dan kemampuan tenaga pengajar, substansi atau materi pelajaran, metodologi atau pendekatan dalam pembelajaran, sistem evaluasi, serta sarana dan prasarana (Ngadiman, 2005).

Sistem perekrutan guru di SD menggunakan sistem guru kelas. Akibatnya bahasa Inggris di SD diajarkan oleh guru kelas yang memiliki kapasitas atau kemampuan bahasa Inggris yang terbatas, atau diajarkan oleh guru honorer. Kedua model guru tersebut sama-sama memiliki kelemahan. Dalam hal ini guru kelas karena memiliki beban mengajar yang cukup besar mengakibatkan kemampuan bahasa Inggrisnya terbatas. Guru honorer bahasa Inggris memiliki kemampuan mengajar bahasa Inggris lebih baik tetapi pada umumnya mengajar lebih dari satu sekolah karena keterbatasan tenaga. Selain itu, pada umumnya penghargaan terhadap guru honorer ini belum memadai karena kemampuan sekolah yang terbatas.

Dalam kaitan ini, beberapa SD, terutama di kota-kota besar telah mengajarkan bahasa Inggris kepada siswanya. Namun, banyak guru yang

(18)

ditugaskan mengajarkan bahasa Inggris bukanlah guru yang telah dipersiapkan, tetapi guru yang "terpaksa" mengajar bahasa Inggris karena ditugaskan kepala sekolah (Panjaitan, 2007.23). Di samping itu proses pengajaran bahasa Inggris untuk anak-anak bukanlah hal yang mudah. Banyak tantangan yang harus dipecahkan dan dihadapi dengan penuh kesabaran dan ketelatenan yang tinggi. Isu yang sering muncul dalam pengajaran bahasa Inggris di SD adalah tentang rendahnya rasa percaya diri (self-confidence) anak-anak karena mereka masih merasa ada "jarak" dengan bahasa Inggris.

Beberapa studi empiris menunjukkan bahwa pembelajaran dan pemerolehan bahasa asing akan lebih baik apabila dilakukan sejak usia dini. Hasil studi inilah yang telah mendorong berkembangnya pemikiran bahwa pengajaran bahasa Inggris seyogianya sudah dilakukan pada satuan pendidikan SD. Di samping itu, mainstream peradaban yang semakin mengglobal juga memberi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan.

Lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab mempersiapkan dan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menghadapi semua tantangan perubahan di sekitarnya yang berjalan sangat cepat. Kemampuan serta keterampilan di berbagai bidang ilmu, termasuk kemampuan berbahasa asing (terutama bahasa Inggris) serta penguasaan teknologi adalah kemampuan yang harus dikuasai oleh lulusan suatu lembaga pendidikan dalam memasuki persaingan lapangan kerja, baik domestik maupun luar negeri.

Pembelajaran bahasa Inggris di SD dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan komunikatif yang memberikan perhatian secara langsung pada empat

(19)

keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam penerapan pendekatan komunikatif ini, para guru harus memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang memadai dan memiliki berbagai keterampilan dalam menyajikan materi pelajaran, kreatif dalam menyiapkan materi pembelajaran, memanfaatkan media, serta menciptakan situasi dan kegiatan yang mendorong siswa agar berperan secara aktif.

Terbatasnya jumlah lembaga diklat serta tenaga pendidik yang menyelenggarakan sistem diklat tatap muka menyebabkan panjangnya rentang waktu yang diperlukan. Kondisi ini masih ditambah lagi dengan masalah kualifikasi guru SD yang sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan non-bahasa Inggris dan berstatus guru kelas dengan beban mengajar yang banyak. Tantangan besar yang sedang dihadapi oleh Depdiknas saat ini adalah implementasi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan penguasaan empat kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian serta peningkatan kualifikasi pendidikan guru.

Sebagian besar atau semua sekolah yang menjadi objek penelitian ini mempunyai seorang guru bahasa Inggris yang mengajarkan bahasa Inggris dari kelas empat sampai kelas enam. Berdasarkan hasil pencermatan di lapangan, ternyata mata pelajaran muatan lokal (MULOK) pilihan bahasa Inggris ini menjadi salah satu kendala bagi para guru bahasa Inggris sekolah dasar pada

(20)

umumnya. Hal itu dapat dibuktikan bahwa banyaknya sekolah dasar negeri (SDN) yang mengajarkan bahasa Inggris, ternyata gurunya bukan dari sekolah dasar yang bersangkutan, tetapi mengambil dari luar, yakni guru honorer. Dalam hal ini, untuk Kota Denpasar, sampai penelitian ini dilaksanakan, semua guru bahasa Inggrisnya berstatus guru honorer. Pengajaran bahasa Inggris menjadi tugas berat yang perlu diperhatikan oleh sebagian besar guru bahasa Inggris untuk sekolah dasar sekalipun sebagian besar dari mereka sudah pernah mendapat bekal ketika mereka duduk di bangku sekolah atau saat kuliah. Dengan demikian, secara teori bekal yang dimiliki setiap guru sudah cukup memadai. Namun, karena faktor pendidikan, baik latar belakang, materi yang mereka peroleh, maupun keterampilan mereka berbeda-beda, maka dalam penerapannya pun canggung atau ragu-ragu sehingga hasil yang diperoleh pun akan berbeda-beda.

Menurut pengamatan peneliti dan hasil wawancara dengan kepala sekolah, secara umum beberapa hal yang merupakan kendala atau menjadi problema pengajaran bahasa Inggris bagi guru sekolah dasar pada umumnya adalah bahwa: (1) kebanyakan guru bahasa Inggris belum berstatus PNS sehingga belum mempunyai sertifikasi sebagai pengajar bahasa Inggris untuk pemula atau young leaners. Apabila selama ini ada guru SD pengajar bahasa Inggris yang berijazah bahasa Inggris, biasanya guru tersebut bukan PNS, tetapi guru honorer. Hal ini disebabkan bahwa pada umumnya para sarjana, baik umum maupun sarjana pendidikan bahana Inggris enggan atau tidak tertarik untuk mengajar atau menjadi guru honorer di sekolah dasar, kecuali terpaksa atau karena sama sekali belum mendapat pekerjaan.

(21)

4.3 Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar (SD)

Pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan yang semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Penerapan desentralisasi pengelolaan pendidikan adalah dengan diberikannya wewenang kepada sekolah untuk menyusun kurikulum. Hal itu juga mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional serta Pasal 35 tentang Standar Nasional Pendidikan. Selain itu, adanya tuntutan globalisasi dalam bidang pendidikan yang memacu keberhasilan pendidikan nasional agar dapat bersaing dengan hasil pendidikan negara-negara maju. Desentralisasi pengelolaan pendidikan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan kondisi daerah perlu segera dilaksanakan. Bukti nyata desentralisasi pengelolaan pendidikan ini adalah diberikannya kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan pendidikan seperti dalam pengelolaan kurikulum, baik dalam penyusunannya maupun dalam pelaksanaannya di sekolah.

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa pelajaran bahasa Inggris yang diberikan di sekolah dasar bukan mata pelajaran wajib, melainkan sebagai mata pelajaran muatan lokal pilihan. Penetapan bahasa Inggris sebagai muatan lokal didasari atas pertimbangan bahwa daerah Bali merupakan daerah tujuan wisata sehingga diperlukan sumber daya manusia yang mampu berbahasa asing, yaitu bahasa Inggris. Pemberian pelajaran bahasa Inggris saat ini masih

(22)

memakai kurikulum yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk siswa dari kelas empat sampai kelas enam. Dalam kaitan ini, Disdikpora Provinsi Bali semestinya membuat kurikulum dan silabus mata pelajaran bahasa Inggris siswa dari kelas satu sampai kelas tiga. Akan tetapi, sampai saat ini kurikulum tersebut belum ada.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, standar kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik, di samping merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan

(23)

membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain. Selain itu, pembelajaran bahasa juga membantu peserta didik agar mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan bahkan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. (Depdiknas, 2008:1)

Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, di samping mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan ini digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada literasi tertentu, termasuk literasi tingkat dasar.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditetapkan standar kompetensi bahasa Inggris bagi SD yang menyelenggarakan mata pelajaran bahasa Inggris sebagai muatan lokal. Kompetensi lulusan SD tersebut selayaknya merupakan kemampuan yang bermanfaat dalam rangka menyiapkan lulusan untuk belajar bahasa Inggris di tingkat SMP. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan berinteraksi dalam bahasa Inggris untuk menunjang kegiatan kelas dan sekolah.

(24)

Mata pelajaran bahasa Inggris pada tingkat SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) Mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan secara terbatas untuk mengiringi tindakan (language accompanying action) dalam konteks sekolah. (2) Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global.

Kurikulum bahasa Inggris sebagai muatan lokal (yang ada) bila benar-benar dicermati masih banyak kelemahannya. Tujuan yang merupakan salah satu komponen penting pengajaran bahasa Inggris belum sesuai dengan perkembangan anak usia 6–12 tahun. Empat kurikulum muatan lokal (Jatim, Jateng, Jabar, dan DIY) yang telah dikaji menunjukkan adanya perbedaan pendekatan dalam penyusunan, tujuan, dan materi/topik (Suyanto, 2003:13).

4.4 Sejarah Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

Jika diamati sejarah proses pengajaran bahasa Inggris di sekolah-sekolah memang mempunyai cerita tersendiri. Masuknya bahasa Inggris dalam kurikulum sekolah awalnya dimulai di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Belum tuntas permasalahan keberhasilan pengajaran bahasa Inggris di sekolah lanjutan tersebut, kini bahasa tersebut sudah diajarkan di sekolah dasar (SD). Sejarah masuknya mata pelajaran bahasa Inggris dalam kurikulun SD mengalami jalan terjal, terutama dari pihak birokrat pada zaman orde baru. Dalam hal ini keberatannya adalah faktor jiwa anak. Pada usia dini, jika sudah diajarkan bahasa Inggris, maka anak yang baru tahapan mulai menguasai bahasa ibu/daerah dan Indonesia akan terkendala dengan bahasa asing.

(25)

Selain itu, bahasa ibu sebagai sarana pembentuk kepribadian dan jati diri keindonesiaan di daerah akan terganggu.

Pada tahun 1993, seminar internasional TEFLIN (Teaching of English as Foreign Language in Indonesia) diadakan di IKIP Padang. Saat itu terjadi perdebatan para ahli bahasa. Kelompok yang kontra menyatakan bahwa bahasa Inggris tidak bisa diajarkan di SD karena faktor jiwa anak pada taraf penguasaan bahasa daerah dan nasional. Mereka juga beralasan bahwa belum ada kesiapan penyediaan tenaga pendidik dan sarana penunjang. Jika dipaksakan, maka akan membahayakan anak. Di samping itu, mengajarkan bahasa Inggris pada anak usia dini harus dengan proses pengajaran yang benar. Kelompok yang pro mengatakan bahwa bahasa Inggris akan lebih baik jika diajarkan sejak umur dini.

Dalam kaitannya dengan pembelahan fungsi otak, yakni ada yang berpendapat bahwa dimulai umur tiga belas tahun, tetapi ada juga yang berpendapat pada usia lima tahun. Dalam hubungannya dengan orang dewasa penguasaan bahasa asing dikatakan lebih sulit karena mereka sudah terinternalisasi sistem bahasa pertama (bahasa ibu). Sistem bahasa pertama akan berpengaruh pada proses pemerolehan bahasa asing (Kreshen, 1981: 21). Akan tetapi, kedua kubu tersebut sama-sama memahami bahwa eksistensi bahasa Inggris sangat penting. Hal ini bisa dirasakan jika terkait dengan keperluan berbagai referensi buku ilmu pengetahuan dan diplomasi internasional. Mereka juga sepakat bahwa mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing pada anak usia dini membutuhkan perhatian yang lebih serius. Dengan demikian, harus ada

(26)

tenaga pengajar yang mumpuni dan kondisi sekolah yang baik terkait pengajaran bahasa asing.

Pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar sangat penting. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi program ini harus terus dilanjutkan. Alasan yang pertama, bahasa Inggris adalah bahasa yang sangat penting dalam dunia internasional, khususnya pada era globalisasi sekarang ini. Bahasa Inggris dipergunakan sebagai media komunikasi dengan orang lain dari berbagai negara. Menurut pendapat Crystal (2003), bahasa Inggris tersebar dan dipergunakan hampir seperempat penduduk dunia dan terus akan berkembang menjadi satu setengah trilyun pada awal tahun 2000-an ini. Alasan kedua, yakni dengan menguasai bahasa Inggris, orang akan dengan mudah masuk dan dapat mengakses dunia informasi dan teknologi. Dengan pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar, maka siswa akan mengenal dan mengetahui bahasa tersebut lebih awal. Oleh karena itu, mereka akan mempunyai pengetahuan dasar yang lebih baik sebelum melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Menurut pedoman garis besar pendidikan dasar di Indonesia, tujuan pendidikan dasar di Indonesia adalah mempersiapkan lebih awal siswa pengetahuan dasar sebelum melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Alasan yang terakhir adalah bagi orangtua dan guru agar dapat memberikan bekal kepada siswa. Oleh karena dengan menguasai bahasa Inggris, maka anak mereka bisa memberikan kesempatan yang lebih terbuka untuk mengembangkan diri agar memperoleh kesempatan yang lebih baik dalam menghadapi persaingan lapangan kerja dan karer pada masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini

(27)

Pennycook (1995:40) menyatakan bahwa bahasa Inggris telah menjadi suatu alat yang sangat menentukan bagi kelanjutan pendidikan, pekerjaan serta status sosial masyarakat.

Tujuan pengajaran bahasa Inggris diadakan di sekolah dasar, yakni untuk memberikan pengetahuan penguasaan kosa kata yang banyak sehingga apabila siswa melanjutkan jenjang pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi tidak akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, fokus utama pengajaran bahasa Inggris adalah penguasaan kosa kata. Dengan menguasai kosa kata yang banyak, para siswa dapat dengan mudah menguasai keterampilan bahasa yang lain (Suyanto, 2003:13).

Berkaitan dengan ketersediaan tenaga pengajar, disadari bahwa untuk tingkat SMP dan SMA saja (masih) belum tentu terpenuhi secara nasional. Oleh karena itu, untuk bahasa Inggris di SD jelas belum ada paparan pemenuhan persyaratan sebagaimana pengajaran bahasa Inggris untuk usia dini. Tampaknya ada kesan bahwa bahasa Inggris di SD sekadar gengsi. Dengan memberikan materi bahasa Inggris di SD itu, maka sekolah dan para siswa dianggap sudah maju, mendunia, dan telah mengikuti tuntutan zaman. Namun perlu diingat bahwa mengajarkan ilmu pada anak usia dini tidak berhasil jika semua persyaratan yang mendasar tidak terpenuhi.

Pengajaran bahasa Inggris di Indonesia sudah dimulai pada saat setelah masa kemerdekaan Indonesia. Berbagai kurikulum dan metode telah dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai bahasa Inggris. Walaupun demikian, hasilnya masih belum dirasakan maksimal untuk

(28)

membuat siswa dapat berkomunikasi dengan baik melalui bahasa tersebut. Berbagai masalah dan faktor yang melatarbelakangi mengapa hasil yang dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu cara pemerintah meningkatkan kemampuan siswa dalam berbahasa Inggris adalah memperkenalkan bahasa Inggris lebih dini, yaitu mulai sekolah dasar.

Hingga akhir 1980-an, sebagian besar siswa sekolah dasar (SD) belum menerima pelajaran bahasa Inggris. Hanya segelintir SD mengenalkan bahasa Inggris kepada siswanya. Pada 1990-an, bahasa Inggris mulai diajarkan pada murid-murid SD kelas empat ke atas. Pada akhir dekade 1990-an, bahasa Inggris mulai merambah ke siswa kelas satu SD, bahkan murid taman kanak-kanak (TK) dan playgrup alias taman bermain. Kini, bukan pemandangan aneh lagi di banyak kota, termasuk TK dan SD di Kota Denpasar sudah diberikan pelajaran bahasa Inggris. Kebijakan tentang dimungkinkannya pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar secara resmi dibenarkan sebab dilandasi dengan kebijakan-kebijakan terkait. Kebijakan ini telah ditanggapi secara positif dan luas oleh masyarakat, yaitu sekolah-sekolah dasar yang merasa memerlukan dan mampu untuk melaksanakan pengajaran bahasa Inggris. Dalam perjalanan pengembangannya, bahasa Inggris yang semula sebagai mata pelajaran muatan lokal pilihan menjadi mata pelajaran muatan lokal wajib di beberapa daerah. Memang, belum semua SD di seluruh kota di Tanah Air sudah menjadikan bahasa Inggris sebagai salah satu pelajaran wajib. Namun, mulai 2007 ini, Direktorat Pembinaan TK dan SD Kementrian Pendidikan Nasional telah merintis bahasa Inggris sebagai pelajaran muatan lokal di SD perkotaan. Uji coba dilakukan di SD-SD negeri yang berada

(29)

di kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Denpasar (Mudjito, 2009). Meskipun uji coba dilakukan di sekolah negeri, tetapi program itu tidak membedakan sekolah negeri dan swasta. Justru peran sekolah swasta selama ini telah menjadi pelopor pembelajaran bahasa Inggris di SD.

Program Kementrian Pendidikan Nasional itu juga didukung oleh British Council, sebagai lembaga partner. Dalam hal ini British Council bukan saja dilibatkan dalam penyusunan strategi efektif pelaksanaan program pembelajaran bahasa Inggris untuk SD, tetapi juga memberikan bantuan dana dalam mendukung kegiatan penyelenggaran simposium pembelajaran bahasa Inggris untuk SD. Sebenarnya pembelajaran bahasa Inggris untuk SD telah ada pada kurikulum 1994, tetapi hasilnya tidak mengembirakan. Kemudian, pada kurikulum 2004, pembelajaran bahasa Inggris di SD pun kembali dikembangkan. Hasilnya juga tidak menggembirakan hingga muncul Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar Bahasa Inggris untuk SD.

Kurikulum mata pelajaran muatan lokal ini tidak disusun oleh pusat kurikulum Depdiknas, tetapi dikembangkan di tingkat provinsi. Oleh karena itu, kurikulum muatan lokal di Jawa Timur berbeda dengan di Jawa Tengah dan Jawa Barat, baik mengenai tujuannya maupun materinya (Suyanto, 2001.18). Menurut Mudjito (2008), agar program kali ini berhasil, telah disiapkan metodologi pembelajaran bahasa Inggris yang menyenangkan. Selama ini metode pembelajaran melulu berisi penguasaan gramatikal sebagaimana dikeluhkan oleh siswi di atas. Budaya malu disinyalir sebagai penyebab kesulitan terbesar pada

(30)

aplikasi bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Padahal di Singapura dan Malaysia yang juga mempunyai budaya multikultur ini, warganya tidak malu berbahasa Inggris dengan dialek Tiongkok, Melayu, dan India yang bercampur di dalamnya. Berbeda dengan Indonesia yang mempunyai 700-an bahasa daerah, orang malu mengucapkan bahasa Inggris dengan dialek kedaerahan, misalnya bahwa Inggris dialek Sunda atau Jawa. Oleh karena demikian orang menganggap bahwa pengucapan yang benar mesti dengan logat Inggris. Persepsi seperti ini mestinya diubah sehingga pembelajar berani berbicara dengan bahasa yang sedang mereka pelajari yaitu bahasa Inggris. Sekalipun bahasa Inggris oleh beberapa sekolah ditetapkan sebagai muatan lokal wajib, tetapi yang tak kalah penting adalah penguasaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah siswa SD tetap harus diperhatikan dan kalau memungkinkan lebih ditingkatkan.

Kebijakan pemerintah dalam memberikan bahasa Inggris SD didasarkan pada anggapan bahwa semakin muda usia semakin mudah anak belajar bahasa daripada orang dewasa. Ada pula yang berpendapat, belajar bahasa asing sejak dini bukan jaminan. Sementara yang lain menanggapi, keberhasilan belajar bahasa asing sangat ditentukan oleh motif atau kebutuhan berkomunikasi dalam lingkungannya. Di sisi lain, ada yang mengatakan bahwa usia muda merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama). Alasannya, otak anak masih elastis dan lentur sehingga proses penyerapan bahasa lebih mulus. Lagi pula daya penyerapan bahasa pada anak berfungsi secara otomatis. Dalam hal ini mempergunakan bahasa secara langsung (exposure) pada bahasa tertentu, misalnya ia tinggal di suatu lingkungan yang

(31)

berbahasa lain dari bahasa ibunya, dengan mudah anak akan dapat menguasai bahasa itu.

Pada penguasaan bahasa pertama dikenal istilah "masa kritis" (critical period). Pada penguasaan bahasa kedua (bahasa asing) terdapat istilah "masa peka" (sensitive period). Anak yang dihadapkan pada bahasa asing sebelum usia lima belas tahun mampu menguasai sintaksis bahasa asing seperti penutur asli (Hamerly, 1982:265). Sebaliknya, pada orang dewasa hampir tidak mungkin aksen bahasa asing dapat dikuasai. Masa ideal anak belajar bahasa bertolak dari apa yang disebut periode kritis bagi penguasaan bahasa ibu. Periode kritis sebenarnya masih berupa hipotesis bahwa dalam perjalanan hidup manusia terdapat jadwal biologis yang menentukan masa-masa kegiatan seseorang (Brown,1994).

Kenyataannya tidak terelakkan bahwa pada era globalisasi penguasaan bahasa Inggris merupakan tuntutan. Siapa yang ingin luas pergaulan, sukses berbisnis, ataupun menguasai ilmu pengetahuan mau tidak mau harus menguasai bahasa yang satu ini. Namun, dalam penanaman kemampuan berbahasa kedua atau ketiga kita dituntut sikap bijak dan tidak tergesa-gesa. Di samping perlu mempertimbangkan kemampuan anak, para orangtua hendaknya memperhatikan kepentingan anak akan penguasaan bahasa daerah dan nasional. Kedua bahasa itu tidak bisa dilepaskan begitu saja dari fungsi keseharian jati diri, identitas, dan tanggung jawab sosial anak. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila bahasa Inggris atau bahasa asing lain diberikan setelah bahasa daerah dan bahasa nasional dikuasai secara mantap.

(32)

Sekolah mempunyai kewenangan terhadap mata pelajaran bahasa Inggris agar dimasukkan sebagai salah satu muatan lokal yang diajarkan di SD berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan situasi dan kondisi, baik dari orangtua maupun lingkungan masyarakat itu sendiri. Kebijakan ini membawa dampak yang positif, baik bagi masyarakat maupun sekolah yang menyelenggarakan program tersebut. Selama kurun waktu beberapa tahun ini, ada kecendrungan yang meningkat, yakni sekolah melaksanakan program pengajaran bahasa Inggris mulai sekolah dasar. Dalam perkembangannya, program ini menghadapi beberapa masalah, baik dari pihak sekolah maupun dari guru.

Salah satu kendala yang dihadapi adalah tidak tersedianya sillabus khusus mata pelajaran bahasa Inggris yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan tingkat provinsi maupun Dinas Pendidikan tingkat kota. Walaupun sebagai mata pelajaran muatan lokal, tetapi bahasa Inggris harus tetap mempunyai sillabus tersendiri, terutama bagi sekolah yang memberikan pelajaran bahasa Inggris sejak kelas satu. Pemerintah, dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional Bidang Dasar dan Menengah hanya menyediakan sillabus mata pelajaran bahasa Inggris untuk jenjang kelas empat sampai kelas enam saja. Pembuatan kurikulum dan silabus dari jenjang kelas satu sampai kelas tiga, diserahkan sepenuhnya kepada masing – masing daerah provinsi sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tersebut. Penyerahan kewenangan ini merupakan tantangan, di samping masih menjadi kendala tersendiri karena kenyataan memang menunjukkan kondisi kebelumsiapan sekolah dan Disdikpora setempat. Masalah yang lain adalah

(33)

metode dan strategi pengajaran bahasa Inggris oleh guru tidak sesuai dengan tujuan perkembangan siswa.

Referensi

Dokumen terkait

Bab IV merupakan hasil penelitian yang memuat gambaran analisis untuk lokasi penelitian profil kota Banjarmasin, sejarah merantaunya orang Madura ke kota Banjarmasin,

Sedangkan, untuk studi kasus memiliki batasan permasalahan mencakup pengaruh alterasi hidrotermal terhadap mineralisasi endapan timah primer yang didukung analisa

Untuk melihat seberapa besar reaksi pasar modal terhadap kebijakan tax amnesty pada saat sebelum dan sesudah diterapkannya kebijakan tersebut, maka penelitian ini

Kemudian dengan menggunakan indikator-indikator yang valid ini akan dibentuk Faktor Score yang merupakan nilai variabel laten, yang akan digunakan dalam analisa regresi

Demikian Perjanjian Kinerja Kecamatan Kuta selatan tahun 2021 ini dibuat sebagai bahan acuan pelaksanaan program dan kegiatan dalam mencapai sasaran dan tujuan

Selanjutnya akan diminta konfigurasi sistem untuk Compiere, bila tidak ada perubahan silahkan klik klik tombol tanda centang berwarna hijau yang terletak di sebelah pojok kanan

Judul penelitian yaitu Pemberitaan Penyataan Mendagri tentang Aspirasi Masyarakat Yogyakarta terkait dukungan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dalam sidang paripurna DPRD

Berdasarkan penuturan dari bapak Mailul bahwa kendala-kendala yang menghambat kelancaran proses penyelenggaraan program layanan bimbingan konseling Islam ialah