• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

105 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan wilayah merupakan suatu proses pembangunan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah tertentu dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada. Sumber daya minimal yang perlu diperhatikan adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, dan tekhnologi. Negara Indonesia yang mempunyai tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya juga harus dapat memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan Pembangunan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, disebutkan perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia (Undang –Undang Nomor 25 Tahun 2004).

Pembangunan wilayah maupun pengembangan wilayah memerlukan peran sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia mempunyai peran ganda yaitu sebagai obyek maupun subjek pembangunan. SDM sebagai objek pembangunan merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan, sedangkan sebagai subjek pembangunan SDM berperan sebagai pelaku pembangunan. Sumber daya manusia dimaksud adalah yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang cukup untuk menggerakkan seluruh sumber daya wilayah yang

(2)

106 ada (Nachrowi dan Suhandojo, 2001). Pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental berkesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada (Jayadinata, 1992).

Secara umum diketahui bahwa kuantitas dan kualitas sumber daya yang dimiliki setiap daerah adalah berbeda dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut menyebabkan dalam melakukan perencanaan juga membutuhkan pendekatan menurut sumber daya yang ada. Tantangan yang dihadapi pada wilayah perkotaan adalah bagaimana penanganan dengan sistem manajemen yang baik dan terarah. Perencanaan dalam hal ini sangat berperan jika dilakukan dengan pendekatan sistem dan secara komprehensif serta melibatkan masyarakat.

Penduduk dalam suatu wilayah merupakan sumber daya yang merupakan unsur yang penting dalam pembangunan. Penduduk yang besar akan dapat menjadi modal dalam pembangunan jika diikuti dengan kualitas penduduk tersebut, tetapi juga akan menjadi beban pembangunan jika tidak diikuti dengan kualitas penduduknya. Kualitas penduduk di suatu wilayah dapat dilihat dari data Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Laporan Pembangunan Manusia 2010 yang dikeluarkan United Nations Development Programme (UNDP) menunjukkan bahwa IPM Indonesia berada di peringkat 108 dari 169 negara yang tercatat. IPM merupakan indeks komposit yang mencakup kualitas kesehatan, tingkat pendidikan, dan kondisi ekonomi (pendapatan). Lingkup Association of Southeast Asian Nation (ASEAN), Indonesia hanya berada di peringkat 6 setelah negara

(3)

107 Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Pilipina (www. mediaIndonesia.com/read/2011/01/27/198895/68/11).

Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan Indonesia dibangun atas tiga pilar utama yakni pembangunan ekonomi, pembangunan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan lingkungan berkualitas. Kualitas sumber daya manusia sangat berkaitan dengan bagaimana kondisi penduduk pada suatu wilayah.

Kondisi demografis penduduk Indonesia mengalami perubahan jika dilihat dari struktur umur yang mengarah ke penduduk lanjut usia. Jumlah penduduk lansia Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Distribusi Jumlah Penduduk Lansia, Usia Harapan Hidup Di Indonesia Pada Tahun 1980 – 2020

Tahun Usia Harapan Hidup Jumlah Penduduk Lansia % 1980 1990 2000 2006 2010 2020 (prakiraan) 52,2 tahun 59,8 tahun 64,5 tahun 66,2 tahun 67,4 tahun 71,1 tahun 7.998.543 11.277.557 14.439.967 19.936.895 23.992.553 28,8 juta 5,45 6,29 7,18 8,90 9,77 11,34 Sumber : Sensus Penduduk 1980,1990, 2000, Deputi Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2007, BPS 2011 Data pada Tabel 1.1 menunjukkan semakin meningkatnya usia harapan hidup akan menyebabkan semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia. Peningkatan usia harapan hidup akan menunjukkan keberhasilan pembangunan

(4)

108 manusia, tetapi jika usia harapan hidup ini tidak dibarengi dengan kualitas lansia maka lansia akan menjadi beban pada pembangunan.

Gambar 1.1

Persentase Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Indonesia Tahun 2008, 2009 dan 2012

Sumber : Susenas Tahun 2008, 2009 dan 2012, Badan Pusat Statistik 2012

Berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan dalam hal kualitas sumber daya manusia pada penduduk lansia, Madrid International Plan of Action on Ageing (MIPAA, 2002) mengamanatkan tiga tujuan prioritas yakni pengarusutamaan penduduk lanjut usia dalam pembangunan; mempertahankan kesehatan dan rasa sehat lanjut usia; serta lingkungan yang mendukung dan ramah bagi semua usia termasuk lanjut usia.

Undang-Undang Kesejahteraan Lansia Nomor 13 Tahun 1998 membagi penduduk lanjut usia dibagi atas 2 yaitu penduduk lanjut usia yang potensial dan non potensial. Penduduk lanjut usia yang potensial adalah penduduk lanjut usia yang masih dapat beraktifitas sedangkan non potensial adalah penduduk yang tidak dapat beraktifitas lagi dan tergantung kepada orang lain. Data Pusdati

(5)

109 Depsos (Pusat Data Induk Departemen Sosial) pada tahun 2007 terdapat 2.033.220 (15%) lanjut usia tidak potensial yang tidak memiliki pensiun, aset maupun tabungan yang cukup, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari. Hal ini dapat disebabkan akibat proses penuaan, kondisi fisik maupun non fisik mengalami penurunan sehingga menyebabkan lansia tidak produktif lagi, sementara kebutuhan hidup pada lansia juga tetap perlu dipenuhi yang mengakibatkan munculnya permasalahan lansia yang tidak ringan. Jadi dengan penuaan penduduk akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan baik secara sosial, ekonomi secara makro maupun mikro dan kesehatan.

Kaitannya dengan suatu wilayah, akhirnya akan menyebabkan peningkatan angka ketergantungan lansia terhadap usia produktif. Ketergantungan lansia kepada usia produktif merupakan gambaran bahwa masih tingginya angka beban tanggungan di suatu wilayah. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa angka rasio ketergantungan penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 11,90 menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 12 orang penduduk lansia.

Negara yang telah memasuki penduduk tua telah lama melakukan kebijakan dalam mengatasi lanjut usia. Negara Jepang membuat kebijakan untuk lansia tentang kesehatan, kesejahteraan, asuransi keperawatan. Sistem pensiun telah lama menerapkan sistem pensiun publik yang dibagi menjadi pensiun nasional, pensiun kesejahteraan pekerja, pensiun bantuan bersama dan juga pemeliharaan kesehatan bagi penduduk tua. Negara Jepang juga mendirikan universitas lansia sejak tahun 1992 pada 15 wilayah Jepang dengan masa

(6)

110 perkuliahan berlangsung satu tahun ke atas, mata kuliah yang diberikan berkaitan dengan kehidupan lansia, sampai dengan kesejahteraan sosial, politik, ekonomi dan olah raga (Elsy, 2012).

Negara China memberikan gratis biaya pengobatan dan ongkos naik kendaraan bagi orang berusia 60 tahun ke atas. Negara Malaysia merupakan salah satu negara paling awal di Asia Pasifik yang memiliki kebijakan sendiri untuk orang tua. Malaysia memberikan bantuan keuangan, day care centre, pelayanan kesehatan, kemudahan transportasi dengan kereta api dan pesawat 50% tarif domestik, pemberian pensiun non iuran, serta menyediakan counter khusus untuk lanjut usia. Pada negara maju penduduk bergantung pada sistem jaminan sosial (social security system) yang dijalankan pemerintah, disamping juga sistem pensiun yang ditawarkan perusahaan tempat mereka bekerja, untuk membiayai kebutuhan hidup pada saat usia lanjut. Lansia yang sudah tidak lagi bekerja memperoleh tunjangan sosial dari negara. Dana tunjangan sosial tersebut diperoleh dari pajak khusus jaminan sosial yang dikenakan pada penduduk yang masih bekerja. Proses penuaan penduduk berarti akan makin banyak penduduk lansia yang harus ditanggung melalui social security system sementara di sisi lain proporsi penduduk yang bekerja makin sedikit sehingga proporsi penerimaan pajak social security yang diperoleh negara (pemerintah) makin kecil (Mundiharno, 1998).

Abad 20 perkembangan jumlah lansia di Inggris sangat pesat, sehingga menimbulkan permasalahan dalam bentuk kesehatan, ekonomi dan produktifitas. Penanganan lansia yang dilakukan oleh pemerintah Inggris yaitu menyediakan pelayanan-pelayanan kepada lansia, terutama pada lansia yang tidak memiliki

(7)

111 keluarga dan berpenghasilan rendah. Lansia yang memiliki keluarga dan keuangan yang baik, dapat memilih tinggal di dalam keluarga atau masuk ke dalam komunitas ini. Pelayanan-pelayanan yang disediakan yaitu dalam bentuk pemberdayaan daerah dan pelayanan relawan. Mekanisme kerja pemberdayaan daerah dan pelayanan relawan adalah bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan sosial dan perlindungan kepada lansia meliputi tempat tinggal, suasana kekeluargaan, kesehatan, keuangan dan lainnya (Acheson dan Hagard, 1984).

Amerika Serikat melakukan perlindungan untuk lansia dimana struktur manajemen perlindungan, dimana ada menteri masing-masing bagian memiliki tanggung jawab untuk memastikan adanya pelayanan yang diberikan kepada lansia, seperti menteri kesehatan memberikan perlindungan kepada kesehatan lansia, menteri keuanganan memberikan jaminan ekonomi kepada lansia. Program yang dilakukan untuk lansia yaitu pelayanan dari pemerintah dan pelayanan organisasi relawan, keikutsertaan asuransi, asuransi kesehatan, keuangan dan lainnya. Asuransi dalam bentuk asuransi yang mencari profit dan asuransi yang tidak mencari profit. Asuransi yang tidak mencari profit contohnya adalah perusahaan besar yang memiliki pekerja sekitar 500 orang dan memasukkan pekerja kedalam asuransi, asuransi dibuat perusahaan bukan mencari keuntungan tetapi bentuk tanggung jawab perusahaan untuk pekerjanya sehingga pekerja di usia tuanya mendapat jaminan keuangan yang dapat digunakan untuk kesehatan, kebutuhan pokok dan lainnya. Asuransi buat lansia miskin diperoleh dari pajak pendapatan, dukungan dari pajak penghasilan dari berbagai sektor, misalnya pajak dari rumah sakit, perusahaan diberikan kepada lansia yang miskin dalam bentuk asuransi (Jonas, 1992).

(8)

112 Pemerintah Indonesia dalam penanganan penduduk lansia pertama kali membentuk Perhimpunan Gerontologi Indonesia (PERGERI) pada tahun 1984. Lembaga yang menangani tentang lanjut usia juga telah terbentuk sebagai lembaga nasional yang disebut dengan Lembaga Kesejahteraan Lanjut Usia pada tahun 1998. Adapun tugas lembaga ini adalah memberikan sumbangan pemikiran dan masukan kepada pemerintah untuk merumuskan dan penetapan kebijaksanaan upaya pelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa (Setiabudhi dan Hardywinoto, 1999).

Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia juga telah menentukan pelayanan yang menjadi hak lansia meliputi pelayanan keagamaan, kesehatan, kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan, penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum, kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, perlindungan sosial serta bantuan sosial. Peranan departemen-departemen yang terlibat dalam menangani penduduk lansia meliputi departemen sosial, tenaga kerja, agama, pendidikan, kesehatan dan BkkbN (Badan kependudukan dan keluarga berencana Nasional), serta hukum, namun belum semua sektor terkait yang memasukkan program–program yang berkaitan dengan lansia.

Departemen Sosial melaksanakan Jaminan Sosial bagi Lanjut Usia (JSLU) dalam rangka pemberian subsidi langsung tunai kepada lanjut usia tidak potensial. Tahun 2006 telah diberikan kepada 2500 orang di 6 (enam) Provinsi yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Tahun 2007 ditambah 1000 orang untuk 4 (empat) provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Tahun 2008 jangkauannya diperluas dengan menambah 5 (lima) provinsi baru

(9)

113 yang meliputi Maluku, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, dan Bali, dengan jumlah sasaran penerima sebanyak 1.500 orang (Departemen Sosial, 2008). Pada tahun 2011 hanya tersalur 10.000 dari total 1,7 penduduk lansia (Kementrian Sosial, 2011). Data di atas menunjukkan bahwa jumlah penerimaan masih sangat jauh dari yang diharapkan.

Keterbatasan kemampuan pemerintah untuk menangani permasalahan penduduk lanjut usia, diperlukan peran serta masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat. Teori pemberdayaan mengasumsikan bahwa pemberdayaan akan berbeda bentuk untuk orang yang berbeda (persepsi, keahlian dan tindakan) yang diperlukan seperti untuk menyelesaikan masalah. Dalam hal yang berkaitan dengan penduduk lansia juga tentunya mempunyai perbedaan dalam pemberdayaannya.

Negara-negara berkembang yang telah melakukan peranan masyarakat dan keluarga terhadap penduduk lanjut usia seperti negara di Bangladesh terbentuk hal solidaritas antar generasi yang lebih muda mendukung dan terlibat langsung dalam inisiatif untuk memungkinkan penduduk lanjut usia untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Negara Thailand difasilitasi oleh pembentukan Serbaguna Pusat Warga Senior di masyarakat untuk kegiatan seperti pengasuhan, serta untuk mendukung penduduk tua yang berfokus pada kesejahteraan, kondisi fisik, mental atau sosial dari segala usia di masyarakat. Negara Jepang dengan membuat paid volunteer system (sistem sukarelawan yang dibayar) yang dilakukan oleh ibu rumah tangga separuh baya. Ada pula kegiatan anak SD berhubungan dengan lansia bertujuan untuk menjalin hubungan dengan generasi cucunya (Elsy, 2012).

(10)

114 belum berkembang dengan nyata di Indonesia jika dibandingkan dengan pemberdayaan yang ditujukan kepada masyarakat umum. Pemberdayaan masyarakat di perkotaan yang dilakukan selama ini lebih banyak ditujukan kepada masyarakat umum yang kurang mampu seperti pemberdayaan masyarakat pada penduduk miskin, pemberdayaan masyarakat tentang kesehatan seperti desa siaga, Gerakan Sayang Ibu, pemberdayaan masyarakat perdesaan yang tidak mampu.

Penduduk lansia yang dianggap sebagai kelompok yang lemah atau tidak berdaya dapat disebabkan banyak faktor selain memang kondisi fisik yang terjadi penurunan. Sennet dan Cabb serta Conwey dalam Sutisna Endang (2012) menyatakan bahwa ketidakberdayaan disebabkan ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman, ketiadaan akses informasi, ketiadaan dukungan finansial ketiadaan pelatihan, dan adanya ketegangan fisik dan emosional.

Sementara struktur penghubung yang memungkinkan kelompok lemah dalam hal ini penduduk lansia mengekspresikan aspirasi dan kemampuannya terhadap lingkungannya yang lebih luas kini cenderung melemah. Kecenderungan adanya perubahan nilai keluarga dari extended family ke nuclear family akan mempengaruhi intergeneration transfer. Meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) wanita serta terjadinya migrasi keluar penduduk muda (young out-migration) merupakan hal-hal yang dapat melemahkan dukungan keluarga terhadap penduduk lansia (Mundiharno, 1998).

Pelayanan-pelayanan yang mengikutsertakan masyarakat dalam program- program pemerintah yang berkaitan dengan penduduk lansia, antara lain posyandu lansia. Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh

(11)

115

masyarakat. Penduduk lansia mendapatkan pelayanan kesehatan melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.

Penanganan penduduk lansia yang berkaitan dengan keluarga juga telah dilaksanakan oleh Badan kependudukan keluarga berencana Nasional (BkkbN) dengan melakukan program Bina Keluarga Lansia (BKL). Tujuan dari program ini adalah membina dan meningkatkan peran seluruh anggota keluarga dalam memberikan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan bagi anggota keluarga yang berusia lanjut. Sasaran BKL adalah langsung kepada keluarga yang mempunyai anggota lansia dan keluarga yang seluruh anggotanya lansia sedangkan sasaran tidak langsung adalah kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga swadaya dan organisasi masyarakat serta instansi pemerintah dan swasta maupun anggota masyarakat. Keadaan penduduk lansia dimana kebutuhan juga masih harus terpenuhi, jika tidak ditunjang dengan dukungan dari pihak lain baik anggota keluarga maupun orang lain tidak dapat berharap bahwa lanjut usia tersebut akan hidup dalam kondisi yang menguntungkan.

Transfer intergenerasi (pemberian dukungan dari generasi yang lebih muda ke generasi yang tua) di Indonesia tidak terlepas dari adanya kearifan budaya, tuntunan agama dan nilai luhur menempatkan lanjut usia dihormati, dihargai dan dibahagiakan dalam kehidupan keluarga. Dalam berbagai budaya yang dimiliki, penanganan lanjut usia juga masalah lainnya, diatur dalam tradisi masyarakat. Penanganan masalah sosial merupakan bagian dari dan berakar pada nilai tolong menolong yang dikenal hampir semua suku bangsa di Indonesia. Peran kerabat dalam masyarakat di seluruh Indonesia mempunyai keterikatan

(12)

116 yang sangat kuat, sekaligus merupakan potensi masyarakat yang luar biasa, sebagai sumber kesetiakawanan sosial yang mampu memecahkan permasalahan sosial yang ada didaerahnya (Setiti, 2006).

Pandangan tokoh masyarakat mengenai lanjut usia yaitu merupakan kelompok penduduk yang harus dihormati dan ditangani dengan baik. Program penanganan tidak hanya tanggung jawab pemerintah, dan masyarakat melainkan juga merupakan tanggung jawab keluarga terutama di daerah-daerah yang masih memegang erat adat istiadat (Heri,2006).

Penelitian Katz (2009) menyatakan bahwa penduduk lansia menerima lebih banyak bantuan dari keluarga. Mayoritas keluarga mengakui kewajiban berbakti dan sumber daya pribadi (fungsi fisik dan kecukupan keuangan) memiliki efek paling kuat. Demikian pula dengan penelitian Risdianto (2009) mengenai dukungan keluarga terhadap lanjut usia mengatakan bahwa terdapat hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup lanjut usia. POSDAYA (Pos Pemberdayaan Keluarga) juga merupakan gambaran peranan keluarga yang di dalam kegiatannya termasuk untuk meningkatkan pelayanan kepada penduduk lansia. Pelaksanaan posdaya belum seluruh propinsi di Indonesia melaksanakannya, beberapa daerah di Indonesia yang sudah mengaktifkannya antara lain Surabaya, Bandung, Bekasi, Sumatera Barat.

Beberapa uraian tentang transfer intergenerasi terhadap penduduk lansia menunjukkan bahwa lansia tidak akan terlepas dari generasi sesudahnya yang mempunyai peran untuk kehidupan lansia tersebut. Transfer intergenerasi akan mempertahankan bagaimana nilai-nilai terhadap lanjut usia sehingga hubungan antar generasi ini tidak akan hilang akibat kondisi generasi berubah yang

(13)

117 mengarah kepada keluarga inti, mobilitas penduduk muda yang tinggi dan partisipasi angkatan kerja wanita yang meningkat. Sementara kualitas lansia tidak terlepas dari generasi atau dukungan keluarga, dimana kualitas lansia dapat menurun jika peran dari generasi hilang pada lansia.

Kualitas sumber daya manusia termasuk penduduk lansia dapat diukur dari berbagai aspek. Jika kualitas penduduk lansia dapat meningkat berarti dapat mengurangi beban suatu wilayah dengan menurunnya angka ketergantungan penduduk lansia terhadap penduduk produktif. Sebagaimana dinyatakan bahwa penduduk lansia juga merupakan pelaku pembangunan diharapkan dengan kualitas yang lebih baik pada lansia akan menjadi sumber daya manusia yang dapat ikut serta dalam pembangunan.

Derajat kesehatan penduduk merupakan cerminan kualitas SDM yang berarti didalamnya termasuk penduduk lansia. Berdasarkan data Angka kesakitan penduduk lansia tahun 2012 sebesar 26,93% artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 27 orang di antaranya mengalami sakit.

Jika mengacu kepada usia produktif adalah usia 15–64 tahun, ketika seseorang mencapai masa lansia yang ditetapkan usia 60 tahun sebenarnya masih dalam kondisi yang produktif. Ditambah lagi adanya keputusan dalam hal menetapkan masa pensiun berusia 58 tahun. Dengan kondisi tersebut lansia tidak lagi dapat berperan aktif secara ekonomi, hal ini dapat mengganggu keadaan psikis, sosial dan akhirnya memperberat kesehatan fisik. Lansia menjadi tergantung kepada orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya. Jika penduduk lansia tergantung dengan penduduk usia muda dalam hal pemenuhan kebutuhan, hal ini menggambarkan masih rendahnya kualitas penduduk lansia. Salah satu

(14)

118 indikator kualitas penduduk lansia adalah dilihat dalam pemenuhan kebutuhannya.

Selain pemenuhan kebutuhan, kualitas penduduk lansia dapat dilihat dari aktivitas individu dalam bekerja. Penduduk lanjut usia banyak yang tidak bekerja dapat dilihat dari tingkat pengangguran lanjut usia relatif tinggi di daerah perkotaan, yaitu 2,2%. Kesempatan kerja yang semakin sempit maka kecenderungan pengangguran lanjut usia akan semakin banyak. Partisipasi angkatan kerja makin tinggi di perdesaan daripada di kota. Seringkali lanjut usia menemukan kenyataan bahwa sangat sedikit kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka, walaupun mereka ingin bekerja dan sanggup untuk melakukan pekerjaan tersebut. Jika dibandingkan negara seperti Jepang lansia berusia 65–69 tahun yang telah memasuki masa pensiun masih tetap berperan menjalankan aktivitas dalam kehidupan sosial dan ekonomi karena alasan diminta untuk terus bekerja dan mempunyai waktu senggang sehingga lansia tersebut masih dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa tergantung kepada orang lain.

Penduduk lansia yang termasuk dalam angkatan kerja merupakan lansia potensial. Lansia potensial banyak ditemukan di negara berkembang dan negara yang belum memiliki tunjangan sosial untuk hari tua. Mereka berusaha bekerja untuk mencapai kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2011 hampir separuh (45,41%) lansia di Indonesia memiliki kegiatan utama bekerja dan sebesar 28,69% mengurus rumah tangga, kemudian 1,67% termasuk menganggur/mencari kerja, dan kegiatan lainnya sekitar 24,24% seperti tampak pada Gambar 1.2. Tingginya persentase lansia yang bekerja dapat dimaknai bahwa sebenarnya lansia

(15)

119 masih mampu bekerja secara produktif untuk membiayai kehidupan rumah tangganya, namun di sisi lain mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan lansia masih rendah, sehingga meskipun usia sudah lanjut, lansia terpaksa bekerja untuk membiayai kehidupan rumah tangganya.

Gambar 1.2

Kegiatan Utama Lansia Di Indonesia Tahun 2011

Sumber : Sakernas Tahun 2011, Badan Pusat Statistik RI, 2012

Komposisi lansia yang bekerja menurut lapangan usaha mencerminkan struktur perekonomian dan potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja lansia. Informasi tersebut juga dapat memberikan gambaran kasar mengenai kualitas sumber daya lansia terutama tingkat keterampilan yang dikuasai. Semakin tinggi keterampilan yang dikuasai lansia, semakin tinggi minat untuk bekerja di luar sektor pertanian. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan sebagian besar pekerja lansia (60,92%), kemudian jasa (28,80%) dan industri (10,28%). Tingginya persentase yang bekerja di sektor pertanian antara lain terkait dengan tingkat pendidikan penduduk lansia yang pada umumnya masih rendah. Lapangan

(16)

120 usaha sektor pertanian terbuka untuk semua kalangan dan tanpa prasyarat pendidikan.

Kualitas hidup penduduk lanjut usia dapat juga dilihat dari pendidikan yang ditamatkan, umumnya masih rendah. Kondisi ini dapat terlihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan angka buta huruf lanjut usia. Angka buta huruf penduduk lanjut usia masih tinggi, sekitar 30,62 persen pada tahun 2007. Sebagian besar penduduk lanjut usia tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Hasil Susenas tahun 2012 memperlihatkan pendidikan penduduk lansia yang relatif masih rendah karena persentase tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD lebih dari separuh penduduk lansia (tidak/belum pernah sekolah 26,84%; tidak tamat SD 32,32%).

Jumlah penduduk di Propinsi Sumatera Utara (Sumut) berdasarkan data Sumut dalam Angka penduduk lanjut usia pada tahun 2006 berjumlah 721.040 jiwa (5,8%), dan menjadi sebanyak 779.200 jiwa (6,0%) pada tahun 2009. Beban tanggungan penduduk lansia di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah sebesar 9,7. Pada tahun 2013 penduduk lansia menjadi 859.961 jiwa (6,33%) dan beban tanggungan penduduk lansia menjadi 9,4.

Kota Medan merupakan ibukota Propinsi Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk yang relatif besar. Data terakhir dari sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Kota Medan 2.097.610 jiwa. Jumlah penduduk yang besar dapat memberikan efek yang positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika sebagian penduduk seperti penduduk lansia, pengangguran tidak ikut berpartisipasi terhadap aktifitas ekonomi maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi negatif (Sirojuzilam, 2011).

(17)

121 Pertambahan jumlah penduduk lansia di Kota Medan berdasarkan data Badan Pusat Statistik dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Distribusi Jumlah Penduduk Lansia di Kota Medan Pada Tahun 2000-2020

Sumber : Sensus Penduduk 2000, Sensus Penduduk 2010, BPS 2012, Perhitungan peneliti berdasarkan Sensus Penduduk 2000, 2010

Jika dilihat dari Gambar 1.3 dapat diketahui persentase jumlah lansia mengalami peningkatan. Jika peningkatan jumlah lansia tidak dibarengi dengan kualitas lansia maka akan menjadi beban wilayah Kota Medan. Dari data tahun 2010 beban ketergantungan penduduk lansia 8 artinya dari 100 penduduk usia 15-59 tahun akan menanggung 8 orang penduduk lansia, dan pada tahun 2013 beban tanggungan usia 15-59 tahun masih menanggung 8 penduduk lansia.

Tahun Jumlah Penduduk Lansia Jumlah Penduduk % 2000 2010 2011 2020(perkiraan) 94.329 117.216 122.835 140.103 190.4273 209.7610 211.7224 229.0947 4,95 5,58 5,80 6,11

(18)

122 Gambar 1.3

Kecendrungan Jumlah Lansia di Kota Medan Tahun 2000-2020

Sumber : Sensus Penduduk 2000, Sensus Penduduk 2010, BPS 2012, Perhitungan peneliti berdasarkan Sensus Penduduk 2000, 2010

Salah satu peranan pemerintah yang berkaitan sarana penampungan lansia di suatu wilayah adalah Panti Werdha namun untuk Kota Medan tidak ditemui Panti Werdha yang dikelola oleh pemerintah. Panti Werda yang terdekat dengan Kota Medan terdapat hanya di Kota Binjai yaitu Panti Werda Tresna Werda Abdi Binjai yang pada saat ini mengalami over kapasitas dalam menampung penduduk lanjut usia. Kapasitas maksimal 70 penduduk lansia tetapi pada saat ini terdapat 100 penduduk lansia di panti tersebut. Lembaga ataupun yayasan yang menangani penduduk lansia terdapat 5 buah yaitu yayasan prestasi lanjut usia Sumatera Utara, Komda Lansia Propinsi Sumatera Utara yang mempunyai kegiatan kerohanian, perpustakaan lansia, Panti Jompo Budi Guna Dharma, Persatuan Kumpulan Lanjut Usia GPIB, dan seni senam lansia jantung sehat. Namun pelaksanaan lembaga dan yayasan inipun tidak maksimal dalam pelaksanaanya karena tidak menjangkau semua lansia (Dinas Kesejahteraan Dan Sosial Propinsi

0 1 2 3 4 5 6 7 2000 2010 2011 2020( perkiraan) % jh la nsi a Tahun

(19)

123 Sumatera Utara, 2012).

Penduduk lansia yang tidak potensial (sakit-sakitan, tidak mempunyai keluarga) mendapat bantuan dari anggaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di Kota Medan dari tahun 2007–2011 setiap tahunnya hanya 60 lansia yang diberi bantuan, dan pada tahun 2012 bantuan diberikan kepada 171 lansia yang tidak potensial yang terdapat di Kecamatan Belawan dan Kecamatan Marelan. Walaupun terjadi peningkatan tetapi jumlah lansia yang diberi bantuan sangat jauh dari jumlah lansia yang tidak potensial di Kota Medan (Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, 2013).

Program Kesehatan yang mengikutsertakan masyarakat adalah posyandu lansia namun dari data yang diperoleh ternyata dari seluruh kecamatan yang ada di Kota Medan jumlah penduduk lansia yang dilayani pada tahun 2010 hanya sebanyak 54,01%, dimana posyandu yang aktif hanya 31%. Dari hasil informasi dari pelayanan kesehatan Kota Medan mengatakan bahwa belum dilayani seluruh lansia karena masih kurangnya fasilitas sarana dan prasarana posyandu lansia, tenaga kesehatan khusus menangani lansia (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2011).

Pada tahun 2002 dibentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk memberdayakan para lanjut usia ditengah kehidupan sosial masyarakat serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembinaan kemasyarakatan agar tetap berguna dan bermanfaat, sehat, dan mandiri. Lembaga Lanjut Usia terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Walikota tentang Pembinaan Kepada Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLI) Kota Medan.

Berdasarkan data dari BkkbN pada tahun 2012, keluarga yang memiliki lansia yang tergabung dalam Bina Keluarga Lansia (BKL) di Kota Medan

(20)

124 terdapat 4624 keluarga. Namun data ini belum mencapai seluruh keluarga yang terdapat di Kota Medan (BkkbN, Propinsi Sumatera Utara, 2012).

Walaupun pemerintah Kota Medan telah mulai melakukan pelayanan kepada penduduk lansia yang dikaitkan dengan masyarakat dan keluarga namun masih belum maksimal dan menjangkau seluruh penduduk lansia. Kota Medan yang akan memasuki penduduk tua jika dilihat dengan pelayanan yang telah diberikan dapat menimbulkan dampak negatif dalam pembangunan di Kota Medan. Penduduk lansia yang semakin meningkat akan menjadi beban pembangunan jika kualitas yang ada tidak dapat ikut serta dalam partisipasi pembangunan. Penduduk lansia bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga tanggung jawab masyarakat serta keluarga maka perlu ditemukan suatu bentuk model pemberdayaan masyarakat dan transfer intergenerasi untuk menangani kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

1.2 Perumusan Permasalahan

Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan suatu negara ataupun wilayah dalam mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya agar lebih baik secara fisik, mental maupun secara spritual (Rustiadi, 2009). Penduduk lansia merupakan penduduk yang harus diperhatikan kualitasnya. Lansia juga merupakan sumber daya manusia yang dapat berperan dalam pembangunan. Jumlah lansia yang semakin bertambah dimana Kota Medan telah mencapai 131.402 jiwa pada bulan Juni tahun 2013 (BPS). Data jumlah penduduk lansia

dalam arti kuantitas yang bertambah tanpa dibarengi dengan kualitas lansia akan menjadi beban wilayah Kota Medan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dari data Sensus Penduduk bahwa ketergantungan penduduk lansia terhadap usia produktif (15-59 tahun) 8,3% artinya setiap 100 penduduk usia produktif akan menanggung lansia sebanyak 8 jiwa.

Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara mengenai karakteristik penduduk lansia pada dua kecamatan di Kota Medan yaitu di Kecamatan Medan Petisah

(21)

125 dan Kecamatan Medan Baru tahun 2010 bahwa penduduk lansia 34,5% berpendidikan rendah, 57,9 % tidak bekerja, lansia yang mengalami sakit dalam sebulan terakhir sebanyak 40 %. Ketiga karakteristik tersebut merupakan salah satu gambaran mengenai sebagian kualitas lansia di Kota Medan.

Peranan pemerintah Kota Medan yang belum menjangkau seluruh penduduk lansia, perlulah peranan masyarakat dan keluarga dalam meningkatkan kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia. Peran masyarakat dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat. Selama ini pemberdayaan masyarakat lebih ditujukan untuk masyarakat miskin saja atau yang berkaitan dengan kesehatan. Sebagai contoh pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan adalah model pelayanan kesehatan primer berbasis layanan masyarakat, sedangkan peran keluarga seperti model penanggulangan penyakit berbasis keluarga. Oleh sebab itu perlulah mendapatkan model pemberdayaan masyarakat yang ditujukan khusus untuk penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

Demikian pula transfer intergenerasi juga sangat berperan dalam meningkatkan kualitas lansia. Transfer intergenerasi merupakan hubungan dari generasi muda kepada generasi tua, dalam bentuk dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan sarana, maupun dukungan penilaian. Transfer intergenerasi perlu dikembangkan, dimana saat ini keluarga lebih mengarah kepada keluarga inti. Antara anak dan orang tua merupakan ikatan yang sangat erat sehingga dalam kondisi tua peran keluarga sangat diperlukan. Demikian pula dengan budaya ketimuran merupakan kewajiban anak atau keturunan untuk menghormati dan membantu orang tuanya.

Berdasarkan uraian dari latar belakang permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah model pemberdayaan masyarakat dan transfer intergenerasi

(22)

126 sehingga lansia menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pandangan masyarakat tentang pemberdayaan masyarakat pada penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan. 2. Bagaimanakah pandangan masyarakat tentang transfer intergenerasi pada

penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

3. Bagaimanakah pandangan masyarakat tentang kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

4. Bagaimana model pemberdayaan masyarakat pada penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

5. Bagaimana model transfer intergenerasi untuk kualitas penduduk lansia di Kota Medan.

6. Bagaimana model kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

7. Bagaimanakah pengaruh pemberdayaan masyarakat terhadap kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

8. Bagaimanakah pengaruh transfer intergenerasi terhadap kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

9. Bagaimanakah pengaruh pemberdayaan masyarakat dan transfer intergenerasi terhadap kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

(23)

127 1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suatu model pemberdayaan masyarakat dan transfer intergenerasi yang harus dipertimbangkan dalam menjadikan penduduk lansia sebagai sumber daya manusia yang berkualitas di Kota Medan. Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pandangan masyarakat tentang pemberdayaan masyarakat pada penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis pandangan masyarakat tentang transfer intergenerasi kepada penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan. 3. Untuk menganalisis pandangan masyarakat tentang kualitas penduduk

lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

4. Untuk menentukan model pemberdayaan masyarakat pada penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

5. Untuk menentukan model transfer intergenerasi untuk kualitas penduduk lansia di Kota Medan.

6. Untuk menentukan model kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

7. Untuk menganalisis pengaruh pemberdayaan masyarakat terhadap kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

8. Untuk menganalisis pengaruh transfer intergenerasi terhadap kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

(24)

128 9. Untuk menganalisis pengaruh pemberdayaan masyarakat dan transfer

intergenerasi terhadap kualitas penduduk lansia sebagai sumber daya manusia di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah kota Medan untuk mengambil kebijakan mengenai model pengembangan sumber daya manusia untuk penduduk lansia melalui pemberdayaan masyarakat dan transfer intergenerasi di wilayah Kota Medan.

2. Masukan kepada sektor-sektor yang terkait dalam meningkatkan kualitas penduduk lansia.

3. Sebagai bahan masukan dalam mengembangkan kebijakan memperluas dukungan sosial terhadap penduduk lansia.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SDN Ngrayung 01 Kabupaten Trenggalek ditemukan kasus bahwa nilai matematika siswa pada kelas tinggi masih kurang, sehingga

Setiap orang yang bekerja dengan menyumbangkan tenaga dan pemikirannya pada suatu perusahaan akan memperoleh imbalan atau balas jasa dari perusahaan tempat dimana ia

Pada masa sekarang Media Macro Flash (Macromedia Flash) merupakan gabungan konsep pembelajaran dengan teknologi audio visual yang akan ditampilkan berupa tiga

Tanam setek 1 daun dengan posisi tegak lurus supaya tunas yang muncul tumbuh tegak.. Biasanya tunas muncul dari batang atau bagian dalam

Seiring berjalannya waktu terjadi kontraksi pada komoditas pakaian jadi tekstil, sehingga dirasa perlu dilakukannya penelitian yang lebih mendalam pada komoditas

Apabila karyawan mengalami stress kerja diharapkan perusahaan (BMT Beringharjo) mampu mengatasinya dengan cara memanfaatkan kecerdasan emosi yang ada pada diri

Penelitian yang terkait dengan etika kerja, komitmen organisasi, locus of control dan partisipasi anggaran pernah dilakukan sebelumnya misalnya penelitian yang

Basis data (database) merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan