• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Teoritis

Penyebab frozen shoulder diduga merupakan respon auto immobilisasi terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal karena inflamasi pada membran sinovial dan kapsul sendi glenohumeral yang menimbulkan nyeri, kemudian disusul dengan reflek spasme yang menyebabkan immobilisasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya kontraktur dan penebalan pada kapsul anterior, perlengketan pada kapsul inferior dan tegang pada kapsul posterior, selanjutnya kapsul sendi glenohumeral menjadi mengkerut, sehingga ditemukan adanya keterbatasan dan nyeri saat digerakkan. Karena ligamen pada kapsul anterior lebih banyak daripada kapsul posterior, maka kapsul anterior lebih tebal sehingga pada pemeriksaan gerak pasif ditemukan keterbatasan gerak. (Van Deusen, 1997)

Penyebab Frozen shoulder diduga karena usia, repetitive injury, diabetes mellitus, kelumpuhan, post operasi payudara atau dada, infark miokardia, dan dari dalam sendi glenohumeral (tendonitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff, fracture) atau kelainan ekstra articular (cervical spondylisis, angina pectoris). (Sidharta,1994).

Penurunan LGS terjadi pada faktor muskular (otot-otot rotator cuff) karena tendonitits yang bisa menyebabkan terjadi nyeri, faktor bursa subakromialis dan sendi glenohumeral dengan karakteristik nyeri dan kekakuan sendi. Adanya nyeri ini dapat menyebabkan autoimmobilisasi pada sendi glenohumeralis sebagai proteksi pada nyeri.

(2)

7

Autoimobilisasi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hilangnya ekstensibilitas kapsular yang mencakup pembentukan abnormal cross-binding antara serabut kolagen sintesis baru dan lama serta hilangnya jarak kritikal serabut kolagen yang disebabkan oleh menurunnya kandungan air didalam sinovial sendi sehingga menciptakan terjadinya perlengketan intra artikuler. Perubahan patologi pada kapsul artikularis glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian anterior superior mengalami synovitis, kontraktur ligament coracohumeral, dan penebalan pada ligament superior glenohumeral, kapsul sendi bagian anterior inferior mengalami penebalan pada ligament inferior glenohumeral dan perlengketan pada resessus axilaris, sedangkan pada kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur, sehingga terjadi pola kapsuler.

Gambar 2.1. shouldeer anatomy

Sumber : www.physicaltherapy.co/ortho/frozenshoulder1.htm diakses 2 Januari 2011

2.2 Patofisiologi Frozen Shoulder

Frozen shoulder merupakan kumpulan gejala kekakuan sendi glenohumeralis karena immobilisasi yang dapat menyebabkan perlengketan intra/ekstra selular pada kapsul dan ligamen sehingga kelenturan jaringan menjadi menurun dan

(3)

menimbulkan kekakuan. Patologi tubuh juga menimbulkan reflek spasme otot untuk mencari posisi yang nyaman untuk menghindari nyeri pada saat melakukan gerakan yang dapat menyebabkan imibilisasi (Boulware, 2000).

Imobilisasi menyebabkan lambatnya sirkulasi pada jaringan periartikuler. Otot yang diimobilisasi pada posisi memendek akan dijumpai pemendekan dari otot itu sendiri, apabila terjadi peregangan pada otot itu dapat meningkatkan tonus otot dan menimbulkan nyeri yang diikuti dengan kekakuan pada jaringan ikat lainnya dan terjadi penurunan sirkulasi yang dapat menyebabkan kadar matrik menurun sehingga jaringan ikat cenderung meningkatkan viscositas dan menjadi kental (Boulware, 2000).

Perjalanan penyakit dari frozen shoulder sendiri tidak diketahui secara pasti, diduga dari gerakan pada kapsul sendi yang didahului inflamasi sehingga kapsul disekeliling sendi menjadi tebal dan mengkerut (kisner, 2007).

2.3 Anatomi Terapan Bahu kompleks

Aspek anatomi terapan sendi bahu kompleks diantaranya, meliputi:

2.3.1 Osteogen

Pembentuk kerangka ekstremitas oleh shoulder girdle dan pars libera membri superioris. Shoulder girdle bahu terdiri dari kedua klavikula dan kedua skapula dan disebelah ventral dihubungkan pada manubrium sterni, menghubungkan ekstremitas superior pada kerangka axial. Sedangkan pars libera membri superioris (kerangka lengan) terdiri dari humerus, radius, ulna, carpi, metacarpi dan phalanges, namun yang terkait dengan shoulder girdle hanya os humerus. Clavicula atau tulang kollar adalah tulang yang berbentukhuruf “s”, dan membentuk bagian anterior dari gelang bahu.

(4)

Fungsi klavikula adalah memberi kaitan pada beberapa otot dari leher dan bahu yang bekerja sebagai penopang lengan. Skapula membentuk bagian belakang dari gelang bahu dan terletak dibelakang thorax lebih dekat kepermukaan kosta. Bentuknya segitiga pipih dan memperlihatkan dua permukaan, tiga sudut dan tiga sisi. Permukaan scapula berupa permukaan anterior dan kostal disebut fossa subscapularis terletak paling dekat dengan kosta. Permukaan posterior terbagi oleh spina skapula. Area diatas spinascapula adalah fossa supraspinosus dan dibawahnya adalah fossa infraspinosus. Pada sisi medial depan processus akromion dan diatas cavitas glenodalis adalah processus coracoideus. (Aston, 1983)

Gambar 2.2. Frozen shoulder

Sumber : www. Shoulder Pain Info _com - Shoulder Anatomy.htm diakses 2 januari 2011

(5)

Akromion bersendi dengan kalvikula dan kavitas glenoidalis yang datar terletak pada angulus lateral bersendi dengan kaput humerus. Humerus adalah tulang terpanjang dari anggota gerak atas. Memperlihatkan sebuah batang dan dua ujung (proksimaldan distal). Ujung proksimal humerus adalah sepertiga dari atas ujung humerus tediri atas sebuah kaput yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapula dan merupakan bagian dari glenohumeral. Pada permukaan anterolateralis ujung proksimal terdapat tuberkulum majus dan bagian medialis terdapat tuberkulumminus, diantara kedua tuberkulum tersebut terdapat sulcus intertubercularis. Trochlea yang terletak di sisi sebelah dalam tempat persendian dengan ulna dan di sebelah luar terdapat capitulum yang bersendi dengan radius.

(Sportsinjuryclinic.net)

2.3.2 Sendi

1).Glenohumeral

Sendi glenohumeral merupakan ball and socket joint dibentuk oleh kavitas glenoidalis yang cekung menghadap kelateral serong ventrokranial dengan caput humerus yang berbentuk cembung. Kaput humerus tertutup oleh hyaline cartilage yang tebal pada tengah kaput. Kavitas gleinodalis juga tertutup oleh kartilago hyaline. Cartilago hyaline pada kavitas gleinodalis lebih tebal pada pinggir-pinggirnya.

Kavitas gleinodalis mempunyai jaringan putih kartilago fibrosa yang disebut glenoid labrum yang membuat kavitas gleinodalis menjadi lebih dalam dan menjadi bantalan saat ada gerakan dari kaput humerus. Kapsul artikularissinovial sendi glenohumeral melekat pada limbus glenoidalis. Dan apabila lengan atas tergantung akan membentuk kantung kecil pada permukaan medial disebut dengan resessusaxillaris

(6)

Kapsula artikularis pada bagian atas diperkuat oleh ligament yaitu ligamen coracohumeral yang berasal dari basis processus coracoideus dan ke dalam kapsul artikularis dan membentang ke dalam tuberkulum majus dan tuberkulum minus. Kapsul artikularis glenohumeral pada patologi frozen shoulder mengalami perubahan membentuk pola kapsuler.

Gambar. 2.3. Kapsul sendi glenohumeral

Sumber:www.Frozen Shoulder_com The Niel-Asher Technique® - the proven,

drug-free, self-help programme.Ink

Diakses 2 Januari 2011.

Mobilitas Sendi glenohumeral memiliki tiga kebebasan gerak dalam tiga bidang gerak dan tiga sumbu utama yaitu: a) Sumbu transversal merupakan sumbu gerakan fleksi dan ekstensi dalam bidang sagital. b) Sumbu anteroposterior merupakan sumbu gerakan abduksi dan adduksi dalam bidang frontal. c) Sumbu longitudinal merupakan sumbu gerakan rotasi dan horizontal abduksi dan horizontal adduksi pada humerus dalam bidang transversal. (Apley)

Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeon (AAOS) gerakan fleksi dan ekstensi sendi glenohumeral mempunyai LGS fleksi: 180º dan ekstensi: 60º dengan gerak arthrokinematik spin, kedua gerakan mempunyai end feel elastik.

(7)

Gerak abduksi mempunyai LGS: 90º elastic hard end feel dengan gerak arthrokinematik translasi kaudal. LGS rotasi internal: 70º dan rotasi eksternal: 90º elastic end feel dengan athrokinematik rotasi internal bahu adalah translasi ke dorsal dan rotasi eksternal adalah translasi ke ventral. LGS abduksi horizontal: 120º dengan gerak arthrokinematik translasi keventral dan LGS adduksi horizontal: 30º dengan gerak arthrokinematik translasi ke dorsal, kedua gerakan elastic end feel. Seluruh komponen tersebut memiliki gerak arthrokinematik traksi dengan arah lateral sedikit serong ke ventrokranial. (De wolf dan Mens, 1994)

2).Suprahumeral

Suprahumeral merupakan celah antara akromion dan kaput humeri yang terisi oleh bursasubdeltoidea atau bursa subakromialis dan otot rotator cuff. Patologi pada suprahumeral mengakibatkan painfull arc pada saat abduksi elevasi bahu 60º- 120º. Pada saat abduksi elevasi bahu terjadi benturan kaput humerus dengan akromion, kemudian diantisipasi dengan humerus rotasi eksternal atau skapula abduksi.

3).Acromioclavicular

Akromioklavikular merupakan sendi datar dimana akromion konkaf menghadap ke medial dan klavikula konveks. Dalam gerak fisiologis adalah protraksi-retraksi dan gerak elevasidepresi. Gerak arthrokinematik saat elevasi terjadi akromion ke cranial dan saat depresi ke kaudal. Saat protraksi translasi keventral saat retraksi translasi ke dorsal. Gerak traksinya selalu kearah lateral searah akromion ditarik.

Kapsula articularis sendi akromioklavikular dilindungi oleh ligamen-ligamen yang mengikat kuat. Pada permukaan superior oleh ligamentum akromioklavikular, pada processus coracoideus dan klavikula terbentang diantaranya yaitu ligamen

(8)

coracoclaviculare. Bagian lateral berupa ligamen trapezoideum dan pada sisi medial dilindungi oleh ligamen conoideum.

4).Sternoclavicular

Sternoclavicular merupakan sendi pelana dimana clavicula konkaf kearah anteroposterior dan konveks kearah craniocaudal. Gerak fisiologisnya sama dengan sendi acromioclavicular, athrokinematik saat elevasi translasi ke caudal, saat depresi transalsi ke cranial, saat protraksi translasi ke ventral dan saat retraksi translasi ke dorsal. Ligamen yang melindungi sendi sternocalvicular adalah ligamen intraclavicular yang menyatukan kedua clavicula, ligamen anterior dan posterior sternoclavicular dan ligamen costoclavicular yang terbentang antara iga pertama dan clavicula.

5).Scapulothoracal

Gerakan skapulotorakal adalah elevasi, depresi dan abduksi, adduksi. Gerak arthrokinematik traksi adalah gerak skapula menjauh terhadap dinding toraks, athrokinematik translasi searah dengan gerakan skapulotorakal. Pada frozen shoulder terjadi gerak kompensasi dari skapulotorakal.

6).Intervertebral Joint

Intervertebraljoint yang terlibat dalam gerakan bahu adalah intervetebral lower cervical (C5-6-7-T1) dan upperthoracal (T1-2-3-4) dimana gerakan dari intervertebral joint terjadi pada saat bahu fleksi penuh atau abduksi penuh terjadi gerakan intervertebral rotasi kearah ipsilateral dan rotasi pada sisi kontralateral. Pada sendi kepala dan leher gerakan fleksi dan extensi, lateral fleksi kanan dan lateral fleksi kiri, rotasi kanan dan rotasi kiri, gerakan yang terjadi adalah gerakan luncur dan menekuk. Pada sendi intervertebral, saat fleksi gerakan yang terjadi adalah gerak luncur dan menekuk ke arah anterior vertebra diatasnya terhadap

(9)

diskus dan vertebra dibawahnya. Sedangkan extensi gerakan yang terjadi yaitu; luncur dan menekuk ke arah posterior.

7). Costovertebral dan Costotransversal

Costovertebral dan costotransversal yang terlibat dalam gerakan bahu adalah costa 1-2-3-4 yang secara bertahap mengikuti gerak lengan atas seperti intervertebral joint dengan winging dan rotasi. Pada frozen shoulder terjadi gerak kompensasi dari costovertebral.

Gambar 2.4. Anatomi Tulang Bahu. Sumber : Anatomy of the shoulder

Diakses 2 Januari 2011 2.3.3. Otot-otot Bahu

1). M.deltoid

M. deltoid dibagi menjadi tiga bagian, bagian anterior berorigo pada permukaan anterior sepertiga lateral klavikula, bagian medius berorigo pada processus acromion skapula, bagian posterior berorigo pada permukaan inferior spina skapula dan ketiga bagian tersebut berinsersio pada tuberositas deltioidea. M. deltoid anterior berfungsi untuk menggerakan fleksi bahu, m. deltoid medius untuk abduksi bahu dan m. deltoid posterior untuk ekstensi bahu. Ketiga bagian m. deltoid tersebut dipersyarafi oleh n. axilaris, radiks C5- C6.(Werner Pletzer, 1997)

(10)

2). M. pectoralis major

M. pectoralis major terdiri dari dua bagian yaitu clavicular portion yang berorigo pada permukaan anterior medial klavikula dan sternocostal portion berorigo pada permukaan sternum kartilago iga kesatu sampai ketujuh, aponeurosis obliquus eksternusabdominis, kedua bagian tersebut berinsersio pada permukaan lateral sulcusintertubercularis humerus. Fungsi dari m. Pectoralis adalah adduksi dan rotasi internal bahu, fungsi lain dari otot ini pada clavicular portion berfungsi untuk fleksi dan adduksi horizontal bahu, pada sternocosta portion berfungsi untuk ekstensi bahu saat lengan bawah posisi fleksi. M. pectoralis dipersyarafi oleh n. pectoralis medialis dan lateralis, radiks C5-8, T1.

3). M. coracobrachialis

M. coracobrachialis berorigo pada processus coracoideus dan berinsersio pada permukaan medial sepertiga humerus, otot ini berfungsi untuk fleksi dan adduksi bahu. M. Coracobrachialis dipersyarafi oleh n. musculocutaneus, radiks C6, C7.

4). M. biceps brachii

M. biceps bracii mempunyai dua kaput yaitu kaput longum yang berorigo pada tuborositas supragleinoid skapula dan kaputbrevis yang berorigo pada processus coracoideus scapula, kedua caput tersebut berinsersio pada tuberositas radius. M. biceps brachii berfungsi untuk fleksi siku, supinasi, dan membantu bahu untuk melakukan gerakan fleksi, otot ini dipersyarafi oleh n. musculocutaneus, radiks C5, C6.

5). M. teres major

M. teres major berorigo pada permukan posterior angulus inferior scapula dan berinsersio pada medial sulkus intertuberkularis humerus. M. teres major

(11)

berfungsi untuk adduksi, ekstensi, dan internal rotasi bahu, otot ini dipersyarafi oleh n. Lower subscapular, radiks C5, C6.

Gambar 2.5. Otot-otot bahu bagian posterior profunda Sumber : www. Shoulder Pain Info _com - Shoulder Anatomy.htm

diakses 2 Januari 2011 6). M. teres minor

M. teres minor berorigo pada dua pertiga atas permukaan posterior perbatasan aksilaris skapula dan berinsersio pada tuberkulum majus humerus. M. teres minor berfungsi untuk eksternal bahu, otot ini persyarafi oleh n. axillary, radiks C5.

7). M. triceps brachii

M. triceps brachiikaput longum berinsersio pada tuberositasinfragleinodalis scapula dan berinsersio pada prosecus olekranon ulna, otot ini berfungsi untuk ekstensi siku dan membantu gerakan ekstensi bahu. M. triceps brachii dipersyarafi oleh N. radialis, radiks C7, C8.

8). M. infraspinatus

M. infraspinatus berorigo pada fossa infraspinata scapula dan berinsersio pada tuberkulum majus humeri, otot ini berfungsi untuk rotasi eksternal bahu dan dipersyarafi oleh n. suprascapularis, radiks C4-C6.

(12)

9). M. supraspinatus

M. supraspinatus berorigo pada fossa supraspinata skapula dan berinsersio pada tuberculum majus humerus. M. Supraspinatus berfungsi untuk abduksi dan rotasi eksternal bahu, otot ini dipersyarafi oleh n. suprascapularis, radiks C5, C6.

Gambar 2.6. Otot-otot bahu bagian anterior profunda. Sumber: www. Shoulder Pain Info _com - Shoulder Anatomy.htm

diakses 2 Januari 2011 10). M. subscapularis

M. subscapularisberorigo pada permukaan fossa subskapular dan berinsersio pada tuberkulum minus. Fungsi otot ini adalah untuk rotasi internal bahu dan dipersyarafi oleh n. upper dan lower subskapular, radiks C5, C6.

11). M. levator scapula

M. levator scapula berorigo pada procesustransversus empat vertebra cervikal atas, berjalan secara diagonal dan berinsersio pada perbatasan vertebra skapula, diantara angulus superior dan spina skapula. Fungsi M. levator skapula adalah elevasi , adduksi dan downward rotation skapula, otot ini dipersyarafi oleh n. Dorsal skapula, radiks C3, C4, C5.

(13)

12). M. lattisimus dorsi

M. lattisimus dorsi berorigo pada prosesus spinosus sakral, lumbal,dan keenam vertebra thoracal bawah, supraspinal ligament via fascia thoracolumbal, krista iliaka dan iga ketiga-empat bawah, otot ini berinsersio pada dasar sulcus interubercularis humerus. Fungsi dari M. lattisimus dorsi adalah untuk ekstensi, adduksi dan internal rotasi bahu, otot ini dipersyarafi oleh n. thoracodorsal, radiks C6, C8.

Gambar 2.7. Otot-otot bahu bagian posterior superficial. Sumber: CD Atlas of Clinical Anatomi 13). M. upper trapezius

M. upper trapesius berorigo pada eksternal oksipital protuberan,ligamentum nuchea, processus spinosus vertebra cervikal ketujuh dan berinsersio pada sepertiga lateral klavikula. Fungsi dari M. upper trapezius adalah elevasi skapula dan upward rotation scapula, otot ini dipersyarafi oleh n. spinal acessorius( NC.IX ),radiks C1-C5.

(14)

14). M. middle trapezius

M. middle trapesius berorigo pada processus spinosus vertebra thorakal pertama sampai kelima dan ligamen supra spinal, berinsersio pada perbatasan medial processus akromion skapula dan spina skapula, otot ini berfungsi untuk adduksi skapula. M middle trapezius dipersyarafi oleh n. spinal acessorius (NC.IX ), radiks C1-C5.

Gambar 2.8. Otot bahu bagian anterior superficial. Sumber: CD Atlas of Clinical Anatomi

15). M. lower trapezius

M. lower trapesius berorigo pada processus spinosus vertebra thorakal keenam sampai keduabelas dan ligament supraspinosus, berinsersio pada tuberkulum diatas ujung spinaskapula. M. lower trapezius berfungsi untuk depresi skapula dan upward rotation scapula, otot ini dipersyarafi oleh n. spinal acessorius ( NC.IX ), radiks C1-C5.

(15)

16). M. Rhomboideus major

M. rhomboideus major berorigo pada processus spinosus T2-T5 dan ligament supraspinosus, berinsersio pada perbatasan vertebra skapula diantara spina dan angulus inferior skapula. M. rhomboideus major berfungsi untuk adduksi dan down wardrotation scapula, otot ini dipersyarafi oleh n. dorsal scapular, radiks C5.

17). M. Rhomboideus minor

M. rhomboideus minor berorigo pada processus spinosus C7 dan T1 dan permukaan inferior ligamentum nuchae, berinsersio pada dasar spina skapula. M. rhomboideus minor berfungsi untuk adduksi dan downward rotation scapula, otot ini dipersyarafi oleh n. dorsal scapular, radiks C5.

18). M. Seratus anterior

M. seratus anterior berorigo pada permukaan anterior superior iga atas kedelapan dan kesembilan, berinsersio pada permukaan anterior perbatasan vertebra skapula. M. Serratus anterior berfungsi untuk abduksi skapula dan upward rotation scapula, otot ini dipersyarafi oleh n. throracalis longus, radiks C5-C7.

19). M. Subcalvius

M. subclavius berorigo pada anterior iga pertama dan kartilagonya, otot ini menyebar keatas dan berinsersio sepanjang sisi tengah dalam klavikula, fungsi otot ini untuk depresi skapula.

20). M. pectoralis minor

M. pectoralis minor berada di bawah M. pectoralis major. Otot ini berorigo pada permukaan luar atas iga ketiga, empat, dan lima dekat dengan kartilagonya, berinsersio pada processus coracoideus scapula. M. pectoralis minor berfungsi sebagai depresi shoulder girdle, abduksi skapula dan downward rotation scapula,

(16)

otot ini dipersyarafi oleh n. Pectoralis medialis dan lateralis, radiks C5-8, T1.(Dynomed.com)

2.4 Lingkup Gerak Sendi (LGS)

Lingkup gerak sendi merupakan ruang gerak atau batas-batas gerakan dari suatu kontraksi otot dalam melakukan gerakan apakah otot tersebut dapat memendek secara penuh atau tidak penuh, atau memanjang secara penuh atau tidak penuh. Umumnya, besarnya LGS yang terjadi pada satu persendian pada axis gerakan tertentu dari bagian tubuh dapat dihitung dalam satuan derajat. (Norkin, Cyntthia 1995)

Banyak faktor yang mempengaruhi LGS antara lain individual variable yang berasal dari dalam individu. Variabel ini menyangkut bentuk dan kondisi struktur sendi, berat badan, pemahaman tentang postur, keadaan emosional, usia, keadaan fisik atau psikologi yang bersangkutan termasuk kecacatan pada sendi. Sedangkan yang dimaksud dengan eksternal variabel adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan, kebiasaan, adat istiadat, trend, perilaku dan mental. Singkatnya LGS berhubungan erat dengan kwalitas struktur dan komponen internal sendi dan gaya yang bekerja padanya.

Pengukuran pada LGS bahu menggunakan goniometer universal. Goniometer adalah salah satu parameter atau alat yang digunakan untuk mengukur sudut pada sendi. Goniometer universal bisa terbuat dari plastik atau metal dalam banyak bentuk dan ukuran, tapi pada dasarnya sama yaitu terdiri dari satu badan berbentuk lingkaran yang memiliki angka yang akan menunjukan hasil pengukuran LGS dalam derajat yang biasa disebut satationary arm dan moving arm. Stationary arm adalah bagian dari badan goniometer dan tidak dapat digerakkan secara bebas,

(17)

sedangkan moving arm merupakan fulkrum dari goniometer yang dapat digerakkan secara bebas. Kedua arm tersebut di tempatkan pada bagian proksimal dan distal dari sendi yang akan diukur sesuai alligmentnya.

Dalam melakukan pengukuran LGS dengan menggunakan goniometer dilihat dari posisi awal pasien untuk melakukan gerakan aktif dengan stabilisasi pada proksimal sendi sampai pembatasan geraknya serta endfeelnya. Palpasi counter tulang dan tempatkan goniometer sesuai sendi yang diukur, gerakkan moving arm sampai akhir lingkup dan lihat hasilnya. Hasil pengukuran LGS oleh goniometer dinyatakan dalam derajat.

2.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi LGS

1). Usia

Kelompok usia muda memiliki derajat LGS yang lebih luas dibanding dengan kelompok usia dewasa atau tua.

2). Jenis Kelamin

Pengaruh jenis kelamin terhadap LGS adalah berdasarkan dari lingkup gerak ekstrimitas dan spine yang merupakan sendi yang punya gerakan spesifik

3). LGS Aktif

LGS ini dikerjakan oleh individu yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan gerak sendinya.

4). LGS Pasif

Pada pemberian LGS pasif ini adanya bantuan tenaga dari luar untuk melakukan gerakan sehingga akan semakin mudah dan dapat mencapai LGS secara penuh.

(18)

5). Keadaan psikologi

Keadaan psikologi yang mempengaruhi LGS berkaitan dengan faktor kejiwaan. Hal ini terlihat dari postur dan sikap tubuh yang cenderung cemas dan lebih mudah tegang.

2.4.2 Klasifikasi LGS

1). Inner Range

Merupakan suatu bagian LGS dimana otot tersebut mendekati posisi paling memendek. Dalam hal ini kerja otot dapat konsentrik maupun exentrik.

2). Outear Range

Merupakan bagian LGS dimana otot tersebut mendekati posisi paling memanjang atau terulur penuh. Otot dapat bekerja secara concentric maupun exentric.

3). Middle Range

Merupakan bagian LGS dimana otot tidak memendek penuh dan tidak terulur penuh. Ini merupakan jarak yang paling banyak dalam kehidupan sehari-hari. 4). Full Range

Merupakan jarak gerak yang penuh. Disini otot bekerja secara exentric dari posisi memendek penuh ke posisi terulur penuh, atau sebaliknya otot berkontraksi secara concentric dari posisi terulur penuh ke posisi memendek penuh.

2.4.3 Prosedur pengukuran LGS rotasi internal bahu

1).Posisi subjek tidur terlentang dengan sendi bahu pada posisi abduksi 30°. 2). Palpasi counter tulang

(19)

Gambar 2.9Posisi awal pengukuran LGS internal rotasi bahu Sumber: Dokumentasi pribadi.

Diakses tanggal 24 januari 2011

3). Goniometer ditempatkan pada bagian atas processus olekranon, stationary arm sejajar atau perpendikular dengan lantai dan satu tangan pada processus stiloideus ulna dan menjaga agar goniometer distal tetap berada pada prosesus olekranon dan stiloideus ulna sebagai referensi.

4). Baca dan catat posisi awal kemudian lepaskan goniometer 5). Stabilisasi pada skapula

6). Pasien melakukan gerakan Rotasi internal dan atau rotasi eksternal secara aktif sampai pembatasan, kemudian lakukan secara pasif sampai pembatasan pasif dan rasakan endfeelnya.

Gambar 2.10Posisi akhir pengukuran LGS internal rotasi bahu Sumber: Dokumentasi pribadi. Diambil tanggal 24 januari 2011

(20)

7). Apabila endfeelnya sudah terasa, pengukuran dengan meletakkan kembali goniometer sesuai prosedur (2) dan (3)

8). Baca dan catat hasil pengukuran

2.5. Ultrasonik (Ultrasound / US)

US adalah bunyi atau gelombang suara dimana terjadi peristiwa getaran mekanik dengan bentuk gelombang longitudinal yang berjalan melalui medium tertentu dengan frekuensi yang bervariasi. (Sujatno,dkk 1993)

Gambar 2.11. Ultrasound. Sumber dokumentasi pribadi Diakses 25 januari 2011

2.5.1 Fenomena Fisik yang terjadi pada US

1). Bentuk gelombang US

Jenis gelombang US merupakan gelombang longitudinal yang memerlukan medium yang elastis sebagai media perambatan. Setiap medium elastis kecuali yang hampa udara. Gelombang mekanik longitudinal menyebabkan kompresi dan ekspansi medium pada jarak separuh gelombang yang menyebabkan variasi tekanan pada medium. (Wiiliam, 2005)

(21)

Gambar 2.13 Gelombang Continous US

2). Tahanan akustik spesifik

Tahanan akustik spesifik adalah nilai perambatan gelombang suara pada media tertentu dengan media lainnya. Dimana gelombang suara lebih mudah merambat pada media yang tahanan akustiknya tinggi. Tahanan akustik merupakan sifat dari suatu medium yang mana suara masih dapat lewat. Besarnya tahanan akustik tergantung pada kerapatan media (Q) dan kecepatan gelombang suara (C). Nilai sifat medium adalah hasil dari kerapatan massa dengan kecepatan gelombang suara. Bila gelombang suara melewati suatu media maka

(22)

kemungkinan sebagian akan dipantulkan, diserap atau merambat terus sampai medis berikutnya.

3). Refleksi (Pemantulan)

Pemantulan terjadi bila gelombang US melalui dua media yang berbeda sehingga energi US lebih besar diserap pada jaringan interface. Jaringan antar permukaan jaringan dengan nilai tahanan akustik berbeda akan dipantulkan, sehingga pada daerah tersebut memperoleh energi US lebih besar dari daerah lain. 4). Penyerapan US

Jika gelombang US masuk ke dalam jaringan maka efek yang diharapkan adalah efek biologis, sehingga semakin dalam gelombang US masuk dan intensitasnya semakin berkurang. Gelombang US diserap oleh jaringan dalam berbagai ukuran tergantung pada frekuensi. Frekuensi rendah penyerapannya lebih sedikit dibanding dengan frekuensi tinggi. Jadi ada ketergantungan antara frekuensi, penyerapan dan kedalaman efek dari gelombang US.

(23)

Jaringan Ter Har (1978, 1996) Hoogland (1986) Ward (1986)

Mc Diarmid dan Burns (1987)

a. Half Depth Value dalam penetrasi (mm), frekuensi 1 MHz

Kulit 40 11.1 - - Lemak 50 50 153 48 Otot 10-20 9* 28** 9 Tendon - 6.2 - - Kartilago - 6 - - Tulang 15 2.1 0.4 -

b. Half Depth Value dalam penetrasi (mm), frekuensi 3 MHz

Kulit 25 4 - - Lemak 16 16.5 26.4 16 Otot 30-60 3* 7.7** 3 Tendon - 2 - - Kartilago - 2 - - Tulang 5 - 0.04 -

Keterangan : * : tegak lurus ** : memanjang

Tabel 2.1 : Half Value Depth (HVD)

5). Pembiasan

Pembiasan gelombang US ditentukan oleh nilai indeks bias tiap-tiap media pada jaringan, dimana indeks bias ditentukan oleh kecepatan gelombang US pada tiap-tiap medium. Nilai indeks bias (n) = 1 berarti tanpa pembiasan sedangkan nilai indeks bias lebih dari 1 berarti pembiasan mendekati normal dan jika indeks bias kurang 1 berarti ditentukan oleh sudut dating dan kecepatan gelombang suara pada media yang dilaluinya.

(24)

Untuk dapat meneruskan gelombang US ke dalam jaringan tubuh maka dibutuhkan suatu medium yang berada transduser dan permukaan tubuh yang akan di US. Adapun ciri-ciri coupling media yang baik adalah : Bersih/steril,Tidak terlalu cair (kecuali metode under water),Tidak terlalu cepat diserap oleh kulit,Transparasi, Mudah dibersihkan.

Media 1 MHz 3 MHz Tulang 7 mm - Kulit 37 mm 12 mm Tulang Rawan 20 mm 3 mm Udara 20 mm 3 mm Tendo 21 mm 7 mm Otot 30 mm* 82 mm** 10 mm* 27 mm** Lemak 165 mm 55 mm Air 38330 mm 12770 mm

Keterangan : * : tegak lurus, ** : sejajar

Tabel 2.2: Penetration Depth dari tiap-tiap media

2.5.2 Efek Biofisik US

1). Efek Mekanik

Bila gelombang US masuk kedalam tubuh maka akan menimbulkan pemampatan dan peregangan dalam jaringan sama dengan frekuensi dari tranduser US sehingga terjadi varisasi tekanan dalam jaringan (micro massage). Pemampatan dan peregangan oleh selubung longitudinal dari US mampu menimbulkan micro tissue demage dan menimbulkan reaksi inflamasi primer.

(25)

2) Efek Thermal

Micro massage pada jaringan akan menimbulkan efek friction yang hangat. Area yang paling banyak mendapatkan hangat adalah jaringan antara kulit, otot serta periosteum. Hal ini disebabkan oleh adanya gelombang yang diserap dan dipantulkan

3) Efek Piezoelectrik

Adalah suatu efek yang dihasilkan apabila bahan-bahan piezoelektrik seperti kristalkwarts, bahan keramik polycrystalline seperti lead-zirconate-titanate dan barium titanate mendapatkan pukulan atau tekanan sehingga menyebabkan terjadinya aliran muatan listrik pada sisi luar dari bahan piezoelectric. Pada manusia seperti pada jaringan tulang, kolagen dan protein tubuh juga merupakan bahan-bahan piezoelectric. Apabila jaringan mendapatkan suatu tekanan atau perubahan ketegangan akibat mendapatkan aliran listrik dari US akan menyebabkan perubahan muatan elektrostatik pada membrane sel yang dapat mengikat ion-ion. Efek piezoelektrik antara lain dapat meningkatkan metabolisme dan dapat dimanfaatkan untuk penyambungan tulang.

2.5.3 Indikasi US

1). Adhesi, tendinitis, sinovitis, sindroma miofasial.

2). Nyeri, spasme otot dan nyeri akibat disfungsi simpatis, neuroma. 3). Efusi akut lutut akibat trauma.

4). Haematoma

5). Fraktur, proses penyembuhan luka dan kondisi bakteria.

6). Kelainan pada kulit seperti jaringan parut karena operasi, luka bakar, trauma. 7). Kelainan saraf seperti neuropati, phantom pain, HNP.

(26)

9). Kontraktur.

2.5.4 Kontra Indikasi

1). Absolut : mata, jantung, uterus wanita hamil, testis, epiphyseal plate tulang anak yang belum matang, kanker / pasien dengan pengobatan rediotherapi dan penyakit kelainan darah seperti haemophilia.

2). Relatif : postlaminektomi, hilangnya sensibilitas, tumor, tromboplebitis, varises, diabetes melitus, sepsis, inflamasi / infeksi akut, tuberkulosa tulang.

2.5.5 Mekanisme Peningkatan LGS pada Frozhent Shoulder Melalui US.

1). Meningkatkan sirkulasi jaringan lokal sehingga jumlah air yang terkandung dalam matrik jaringan juga meningkat yang diikuti dengan kelenturan jaringan ikat yang nantinya bisa meningkatkan LGS

2). US bisa menurunkan spasme otot yang mengakibatkan tekanan pada jaringan akan menurun sehingga LGS meningkat

2.5.6 Prosedur Penerapan US

1). Persiapan alat

a). US dan gell sebagai media penghantar, tidak ada kerusakan pada kabel-kabel yang terpasang.

b). Alat tidak bisa dijangkau oleh pasien. 2). Persiapan pasien

a). Terapis menjelaskan pada pasien mengenai prosedur dan tujuan dari pemberian US.

b). Daerah bahu yang akan diterapi bebas dari pakain c). Posisi pasien tidur terlentang.

(27)

Gambar 2.14 penatalaksanaan US

Sumber, dokumentasi pribadi, Diakses 24 januari 2011

3). Teknik aplikasi a). Alat dinyalakan

b). Daerah yang akan diterapi diberi gel

b). Waktu terapi sesuai luas area yang diterapi dan luas tranduser yang dipakai, dengan rumus: luas area

ERA

c). Gerakan transduser kearah sirkuler pada area yang diterapi, transduser tidak dalam keadaan statis karena dapat menimbulkan luka bakar.

4). Penentuan dosis

a). Intesitas : 2 watt/cm² b). Gelombang : continues c). Waktu : 5 menit

(28)

2.6 Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS) 2.6.1 Pengertian

Transcutaneus elektrical nerve stimulation merupakan suatu cara pengguanaan energi listrik guna merangsang system saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri. Karena mampu menstimulasi saraf berdiameter besar maupun berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris kesaraf pusat. (Sujatno,dkk, 1993)

Gambar 2.15 TENS

(29)

Gambar 2.16. Tipe-tipe pulsa TENS Sumber William E.Prentice 2005

(30)

Dalam aplikasi pulsa monophasik dan atau biphasic lebih sering digunakan dimana kedua bentuk pulsa ini mampu mendepolarisasi saraf tepi baik sensoris maupun motoris. Pulsa biphasic dapat simetris atau asimetris, bila simetris maka sifat arus pulsa selalu Zero bila dijumlahkan antara amplitudo (+) dan (-), sehingga disebut zero nett charge (ZNC) yang berarti tidak akan menimbulkan reaksi elktro kimia karena saling menetralkan. Pada pulsa monaphasik selalu terjadi pengumpulan muatan listrik pulsa dalam jaringan akan terjadi elektro kimia dalam jaringan yang ditandai dengan rasa panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas dan durasi terlalu tinggi.

2.6.3 Modifikasi Intensitas

Intensitas sangat berpengaruh didalam menentukan besarnya muatan arus listrik yang akan berhubungan langsung dalam jaringan. Intensitas pulsa yang memadati durasi pulsa akan memberikan energi listrik kedalam suatau jaringan pada tiap-tiap fase pada jaringan disebut muatan pulsa, muatan pulsa ditentukan oleh intensitas arus dan durasi pulsa. Muatan pulsa akan menimbulkan reaksi elektrokimia pada jaringan dibawah elektroda. Ukuran elektroda juga akan menentukan besarnya muatan listrik berkisar antara 20-200 mikrocolums perfase per cm² dan ukuran elektroda.

Dalam pelaksanaan stimulasi elektris penggunaan durasi pulsa monophase yang terlalu besar dan waktu yang lama akan mengakibatkan jaringan saraf terakomodasi dan untuk menghindari intensitas tetapi akan menimbulkan rasa nyeri. Intensitas dan durasi pulsa yang tinggi pada aplikasi stimulasi elektris akan menimbulkan reaksi elektro kimia yang besar yang ditandai dengan warna kemerah-merahan dan rasa nyeri pada jaringan dibawah elektrode. Dengan alasan ini maka dosis stimulasi elektris secara subyektif ditentukan oleh toleransi pasien, selain itu modifikasi pulsa

(31)

juga bertujuan untuk mencegah terjadinya adaptasi organ terhadap arus yang diberikan.

2.6.4. Frekuensi pulsa

Frekuensi pulsa merupakan kecepatan/pulse rate yang terjadi pada setiap detik sepanjang durasi arus listrik yang mengalir, frekuensi pulsa dapat berkisar 1-200 pulsa/detik. Frekuensi pulsa juga menyebabkan tipe respon terhadap motoris maupun sensoris. Frekuensi pulsa berkisar 1-5 pulsa/detik menimbulkan kontraksi diikuti perasaan sensibilitas ketukan ringan. Pada frekuensi pulsa tinggi lebih dari 100 pulsa/detik menimbulkan respon kontraksi dan getaran sehingga otot cepat lelah. (Kuntono Heru Purbo)

Arus listrik frekuensi rendah cenderung bersifat iriatif terhadap jaringan kulit sehingga dirasakan nyeri apabila intensitas tinggi.

2.6.5. Penempatan Elektroda

Penempatan elektroda tidak terbatas pada daerah sekitar nyeri saja, untuk menentukan letak dan metode penempatan elektroda TENS harus memahami anatomi, prinsip fisiologis dari kondisi yang bersangkutan. Pengertian dasar tentang pola nyeri, sindroma dari berbagai jaringan yang bisa sebagai sumber nyeri merupakan suatau hal yang sangat penting untuk dipahami kaitannya dengan penempatan elektroda.

(32)

Gambar 2.17 Penatalaksanaan TENS Sumberdokumentasi pribadi Diakses tanggal 24 januari 2011

Metoda penempatan elektroda sebagai berikut : 1). Trigerpoint :

Elektrode diletakkan pada titik-titik nyeri. Cara ini paling mudah dan paling sering digunakan, sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter dan letak yang paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab.

2). Nerve treatment :

Satu elektrode ditempatkan di proksimal dan yang satu di distal. Dasar pemikiran dari metode ini adalah daerah kulit akan mempunyai persyarafan yang sama dengan stuktur jaringan yang tepat dibawahnya.

3). Paravertebral treatment

Katode dan anode ditempatkan pada kanan-kiri vertebra. 4). Segmental treatment

Katode ditempatkan di bagian distal (perifer), dan anode ditempatkan pada kolumna vertebralis yang sesegment. Memblok aktivasi berlebihan sistem saraf simpatis.

(33)

2.6.6. Dosis

1) Bentuk arus Bi-sym 2) Phase duration 100 µs 3) Frequency 100 Hz 4) Burst 10 Hz 5) Waktu : ±15 menit

6) Intensitas dua kali sampai tiga kali ambang rangsang pertama 7) Therapi setiap hari

2.6.7. Indikasi

1). Kondisi nyeri baik yang bersifat akut atau kronik .

2.6.8. Kontra Indikasi

1). Penderita penyakit yang menggunakan pacemaker

2). Pemakaian pada daerah karotis sinus, otot laring atau pharing, area sensitive pada mata, dan membran mokusa.

3). Pada kondisi kehamilan atau saat akan melahirkan.

4). Hypersensitif kulit, karena penggunaan TENS dalam waktu lama dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan resiko elektrikal damage.

2.6.9 Mekanisme Peningkatan LGS pada Frozent Shoulder melalui TENS

Pengaruh TENS dalam menurunkan nyeri didapat melalui syaraf halus tidak ber myelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah. TENS dapat merangsang pelepasan Endorphine Dependen System dan Serotinin Dependen oleh tubuh serta menghambat stimulasi substansi P.

Pelepasan Endorphine Dependen System dirangsang oleh TENS frekuensi rendah dengan merangsang reseptor sensorik serabut syaraf afferen Aδ dan C sehingga dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. TENS biphasic

(34)

symetric akan menstimulasi Aβ dan Aγ yang dibawa ke kornu posterior medulla spinalis kemudian blok impuls noxious neurotrasnmiter lamina I –IV yang Traktus spinothalamicus oleh Enchophalen. TENS Monophase/Biphase Asymatris menstimulasi pada Aδ dan C sehingga terdapat sensasi nyeri ringan karena menstmuli syaraf Polimodal nosissensor. Impuls di bawa ke medula spinalis kemudian traktus spinothalamicus kemudaian ke thalamus. Pada thalamus akan merangsang “raphe cell” untuk memproduksi endogen morphine sebagai endorphine yang berfungsi untuk inhibisi impuls nyeri dari nosissensori sehingga terjadi blok noxious pada level supra spinal.

Di samping pengaruh pada syaraf juga pada otot oleh pumping actions. Di mana akan terjadi peningkatan sirkulasi darah dan akan mereabshorbsi inflamasi dan sisa metabolisme sehingga menurunkan iritan pada tingkat nosissensoris sehingga nyeri berkurang dan LGS bertambah.

2.6.10. Prosedur Penerapan TENS

1). Persiapan alat

Semua tombol dalam posisi nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad yang memerlukan gel, gel diletakkan pada permukaan pad yang akan kontak dengan kulit pasien.

2). Persiapan pasien

Pasien dalam posisi tidur terlentang/senyaman mungkin, berikan penjelasan mengenai cara kerja dan fungsi dari alat yang akan digunakan. Pastikan daerah yang akan dipasang pada elektroda tidak tertutup oleh pakaian atau penutup lain.

3). Tekhnik Aplikasi

(35)

b). Nyalakan alat dan atur waktu 15 menit

c). Arus yang digunakan biphasic rectanguler wave

d). Intensitas dinaikan secara perlahan sampai merasa aliran listrik atau terlihat kontraksi otot, namun tidak menimbulkan nyeri.

d). Observasi pasien secara berkala.

2.7. Traksi Manual Shoulder

2.7.1 Definisi Manual Traksi Shoulder

Traksi merupakan salah satu komponen arthrokinematik dari sendi glenohumeral. Traksi adalah gerak satu permukaan sendi tegak lurus terhadap permukaan sendi pasangannya kearah menjauh, dalam hal ini traksi sendi glenohumeral adalah traksi kearah lateral serong keventro cranial. Pada saat traksi terjadi pelepasan abnormal crosslink pada sendi dan terjadi pengurangan viskositas cairan sendi glenohumeral. Gerakan aktif pada LGS mempunyai efek antara lain untuk memelihara elastisitas dan kontraksi otot, memberikan sensasi balik dari kontraksi otot, memberikan stimulus pada tulang dan sendi, meningkatkan sirkulasi darah, melepaskan perlekatan intraseluler kapsuloligamenter sendi glenohumeral. (Tan,J.T,1998).

Efek-efek dari traksi shoulder adalah sebagai berikut : 1). Efek fisik

Pemberian traksi shoulder dapat merangsang aktivitas biologis didalam sendi melalui gerakan cairan sinovial. Gerakan cairan sinovial dapat meningkatkan proses pertukaran nutrisi kepermukaan kartilago sendi dan fibrokartilago, sehingga cairan sinovial meningkat.

(36)

2). Efek neurologis

Traksi dapat merangsang receptor sendi yaitu mekanoseptor yang dapat menginhibisi pengiriman stimulus nociceptif pada medulla spinalis melalui modulasi level spinal.

3). Efek stretching

Traksi dapat meregang atau mengulur kapsul ligament tanpa nyeri melalui pelepasan abnormal cross link antara serabut-serabut kolagen sehingga terjadi perbaikan LGS sampai mencapai tahap fungsional dari sendi dan dapat memelihara ekstensibilitas dan kekuatan tegangan dari sendi dan jaringan periartikular.

4). Efek arthrokinematik

Traksi dapat meregangkan dan mengarahkan gerak fisiologis. 5). Efek mekanik

Distraksi dengan amplitude kecil pada sendi akan menyebabkan terjadinya pergerakan cairan sinovium yang akan membawa nutrisi pada bagian yang bersifat avaskular dari kartilago sendi dan fibrokartilago, menurunkan nyeri dan efek degenerasi statis saat nyeri dan tidak dapat melakukan gerakan dalam lingkup gerak sendi tertentu.

2.7.2 Prinsip Teknik Manual Traksi Shoulder

Mekanisme teknik pelaksanaan antar lain: (Sugiyanto, 2008) 1). Posisi tangan

Tangan yang akan melakukan mobilisasi ditempatkan dengan permukaan sendi. Tangan yang berfungsi sebagi stabilisator menahan gerakan tangan yang memobilisasi dengan arah berlawanan atau melalui pencegahan gerakan yang terjadi disekitar sendi.

(37)

2). Arah gerakan

Arah gerakan harus bebas dari nyeri sampai batas tahanan kapsular. Tahanan yang dimaksud mengarah kepada keterbatasan kapsul sendi. Gerakan sampai arah keterbatasan adalah suatu upaya untuk melakukan sesuatu perubahan mekanik dalam kapsul sendi dan jaringan yang ada disekitarnya. Perubahan mekanik yang dimaksud berupa pelepasan jaringan yang mengalami perlengketan. Arah gerakan yng diberikan tidak boleh melampaui batas normal gerak sendi. Saat mengaplikasikan teknik gerak traksi, fisioterapis harus megetahui gerakan- gerakan sendi serta bentuk sendi yang bersangkutan.

3). Proper Body Mechanic

Terapis harus menggunakan prinsip-prinsip ergonomic dan berdiri atau memposisikan diri sedekat mungkin dengan pasien, tangan dan lengan terapis bertindak sebagai fulcrum dan levers serta posisi terapis harus mengikuti gerakan tersebut secara efisien.

Gambar 2.18 penatalaksanaan manual traksi Sumber dokumentasi pribadi Diakses tanggal 24 januari 2011

(38)

2.7.2. Dosis dan Derajat Manual Traksi Shoulder

1) Derajat manual traksi shoulder

Derajat I : Osilasi pada MLPP, untuk mengurangi nyeri. Selalu digunakan pada saat melakuakn glide mobilisasi.

Derajat II : Staccato pada mid range, untuk mengurangi nyeri.

Derajat III : Staccato mencapai pembatasan LGS, untuk menambah mobilisasi sendi (traksi mobilisasi) dan untuk tes joint play movement (traction test).

Derajat IV : Ocilasi pada pembatasan LGS, yang berfungsi untuk menambah LGS dan joint play movement merasakan end feel.

2) Dosis manual traksi shoulder a). Derajat I atau II

Sendi yang terasa nyeri pertama-tama harus traksi. Digunakan derajat I atau II dengan interval 10 detik. Traksi dilakukan pelan-pelan kemudian secara perlahan traksi dilepaskan sehingga sendi kembali keposisi awal. Setelah sendi istirahat beberapa detik, prosedur diatas diulangi kembali. Amplitudo, durasi dan frekuensi gerakan sendi sangat bervariasi tergantung pada respon pasien terhadap terapi tersebut. Derajat I dan II berfungsi untuk menginhibisi nyeri dan mengatasi keterbatasan gerak.

b). Derajat III dan IV

Traksi-mobilisasi derajat III efektif untuk memperbaiki mobilitas sendi karena dapat meregangkan jaringan lunak sekitar persendian yang memendek. Traksi mobilisasi dipertahankan selama 7 detik atau lebih dengan kekuatan maksimal sesauai dengan toleransi pasien. Pada saat sendi istirahat

(39)

traksi tidak perlu dilepaskan total ke posisi awal tetapi cukup diturunkan ke derajat II kemudian lakukan traksi derajat III lagi. Prosedur tersebut dilakukan berulang-ulang. Derajat III berfungsi untuk meningkatkan LGS dan relaksasi otot jika dilakukan dengan ocilasi dan kecepatan rendah. Derajat IV lebih efektif untuk menambah LGS.

2.7.3. Indikasi Manual Traksi Shoulder

1) Nyeri dan Spasme Otot

Nyeri dan spasme otot dapat ditangani dengan teknik gentle joint play untuk menstimulasi efek neurologis yang dapat menstimuli mekanoseptor dan inhibisi transmisi nociceptor padalevel spinal atau brain stem.

2) Hipomobilitas yang Reversibel

Jaringan yang mengalami immobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan regangan sehingga terjadi pemendekan dan myofibril menjadi berkurang dan membentuk abnormalcrosslink. Teknik osilasi dapat memperbaiki secara mekanik struktur jaringan yang mengalami pemendekan, dan teknik progresif stretching sendi untuk mengulur hipomobilitas kapsular dan ligamen.

3) Keterbatasan Gerak yang Progresif

Penyakit yang membatasi gerak secara progerasif dapat ditangani dengan teknik mobilisasi sendi untuk menjaga dan memelihara gerak yang ada.

4) Imobilisasi yang Fungsional

Ketika pasien tidak dapat melakukan gerakan pada satu sendi untuk beberapa waktu maka dapat diberikan traksi tanpa stretch untuk memelihara gerak sendi yang ada dan efek restriksi pada imobilisasi.

(40)

2.7.4 Kontra indikasi Traksi

1) Hipermobilitas

Hipermobilitas pada sendi tidak boleh diberikan teknik ini kecuali dengan pertimbangan bahwa fisioterapis dapat menjaga dalam batasan gerak yang normal pada sendi tersebut. Selain itu tidak boleh diaplikasikan pada pasien yang mempunyai potensial nekrose pada ligament dan kapsul sendi.

2) Efusi Sendi

Efusi sendi tidak boleh dilakukan mobilisasi. Hal ini dikarenakan pada kapsul yang ditraksi akan mengalami penggelembungan karena menampung cairan dari luar. Keterbatasan ini berasal dari perubahan yang terjadi dari luar dan respon otot terhadap nyeri bukan karena pemendekan otot.

3) Inflamasi

Pada tahap ini tidak boleh dilakukan traksi karena menimbulkan nyeri serta memperberat kerusakan pada jaringan.

4) Fraktur humeri dan osteoporosis

2.7.5 Manfaat Traksi Manual Shoulder Terhadap Peningkatan LGS

Pemberian traksi bahu pada frozen shoulder menyebabkan terjadinya peregangan atau penguluran kapsul ligamen tanpa nyeri melalui pelepasan abnormal cross link antara serabut-serabut kolagen sehingga terjadi perbaikan LGS sampai mencapai tahap fungsional dari sendi dan dapat memelihara ekstensibilitas dan kekuatan tegangan dari sendi dan jaringan periartikuler. Efek traksi shoulder juga dapat merangsang aktivitas biologis di dalam sendi melalui gerakan cairan sinovial. Gerakan cairan sinovial dapat meningkatkan proses pertukaran nutrisi ke permukaan kartilago sendi dan fibro kartilago yang menyebabkan cairan sinovial meningkat, sehingga dapat membantu meningkatkan LGS.

(41)

2.7.6 Prosedur Pelaksanaan Teknik Traksi Manual Pembatasan LGS Shoulder

1). Pasien tidur telentang dan dalam keadaan rileks.

2). Posisi awal sendi bahu pada posisi MLPP (bonnet position/ abduksi, internal rotasi 30°) lakukan traksi derajat I kearah lateralserongkeventrokranial dengan frekuensi oscilasi 3x/detik dan repetisi 50 kali

3). Fisioterapis memposisikan sendi bahu pada posisi keterbatasan abduksi, internal rotasi dan eksternal rotasi, kemudian lakukan traksi derajat IV pada pembatasan ROM ke arah lateral serong ventro kranial dengan frekuensi dan repetisi sama dengan no 2). Setelah dilakukan derajat IV kembali dilakukan derajat I dengan posisi MLPP.

Gambar

Gambar 2.1. shouldeer anatomy
Gambar 2.2. Frozen shoulder
Gambar 2.5. Otot-otot bahu bagian posterior profunda Sumber : www. Shoulder Pain Info _com - Shoulder Anatomy.htm
Gambar 2.6. Otot-otot bahu bagian anterior profunda.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar 5 diketahui bahwa usaha minuman instan jahe lebih sensitif terhadap penurunan harga jual produk dibandingkan kenaikan biaya produksi. Hal

Menurut Gibsonet al.(1996) kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang

Sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak, yang artinya secara simultan perubahan laba bersih, perubahan arus kas operasi, perubahan arus kas investasi, perubahan

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Para PNS lingkungan Kecamatan dan Kelurahan wajib apel pagi setiap hari senin di Halaman Kantor Kecamatan Kebayoran Baru, dan akan diberikan teguran kepada yang tidak ikut apel

Justifikasi : 1) UD Furqon melakukan pencatatan pada setiap penggunaan bahan baku (kayu bulat) beserta hasil produksinya dengan menggunakan tally bahan baku dan KB Diolah

Apabila pihak regulator di suatu negara anggota telah dapat menentukan adanya bahaya dari produk pangan dan menunjukkan resiko terhadap kesehatan dan kehidupan

10 Penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan, terutama Pemerintah Desa Karangjati khususnya bagi Badan Usaha Miliki Desa Kujati