Kerangka Berpikir
Keberadaan hutan perlu dijaga agar tidak mengalami degradasi baik secara kualitas maupun kuantitas. Keberadaan masyarakat sekitar hutan yang pada umumnya petani di mana dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya sangat bergantung kepada keberadaan hutan, merupakan suatu kondisi yang tidak mungkin diabaikan begitu saja, sebagaimana dinyatakan Mubyarto (1992) bahwa sejak dulu, hutan dan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan memiliki interaksi yang kuat. Sebagai masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, maka hutan menjadi sumber kehidupan bagi mereka.
Pengelolaan hutan pada masa lalu kurang memperhatikan keberadaan masyarakat sekitar hutan. Banyak program pembangunan kehutanan, pada saat itu, kurang bahkan tidak melibatkan peran serta masyarakat. Praktek-praktek pembangunan kehutanan cenderung menempatkan masyarakat hanya sebagai objek pembangunan. Padahal di lain pihak, pengelolaan hutan diharapkan dapat memberikan manfaat secara lestari, produktif, adil, dan efisien bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagian elit birokrasi beranggapan bahwa untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan, masyarakat sekitar hutan memiliki motivasi yang rendah dan tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisis kondisi dan merumuskan permasalahan, apalagi mencari solusi pemecahannya, sehingga mereka tidak diberi kesempatan untuk terlibat dalam setiap tahapan proses atau kegiatan pembangunan kehutanan. Akibatnya masyarakat kurang memahami dan mengerti untuk apa dan bagaimana program tersebut dilakukan.
Paradigma baru pembangunan kehutanan, pada saat ini, menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Untuk mengajak masyarakat turut serta melestarikan hutan berbagai program pembangunan kehutanan telah diluncurkan. Program-program kehutanan tersebut telah menitikberatkan pada pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat/masyarakat, artinya anggota-anggota masyarakat tidak lagi dilihat sebagai obyek pembangunan, melainkan dilihat sebagai subyek yang aktif yang memiliki inisiatif, kemauan, dan kemampuan dalam mengelola dan melestarikan hutan.
Paradigma ini telah memberikan peluang dan ruang gerak yang lebih luas kepada masyarakat sekitar hutan untuk ikut terlibat atau berpartisipasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Secara paradigmatis, partisipasi tersebut bukan sekedar masyarakat sebagai pelaksana pembangunan, tetapi menjadi pelaku utama dalam arti keterlibatan masyarakat bersifat menyeluruh yaitu mulai dari perencanaan sampai dengan melakukan evaluasi kegiatan pengelolaan hutan. Partisipasi seperti ini akan menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) terhadap keberhasilan kegiatan pengelolaan hutan, sedangkan apabila partisipasi hanya bersifat parsial maka rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat atas keberhasilan kegiatan pengelolaan hutan rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Craig dan Mayo (1995) bahwa jaminan pembangunan berkelanjutan adalah adanya partisipasi anggota-anggota masyarakat.
Keberadaan hutan kemiri Kabupaten Maros yang tumbuh dan tersebar di sepanjang kawasan Pegunungan Bulusaraung merupakan hasil budidaya tanaman kemiri yang dilakukan petani sekitar hutan secara turun temurun bahkan sebelum terbentuk negara Republik Indonensia. Hal tersebut merupakan bukti partisipasi dan keberhasilan petani sekitar hutan membangun kebun kemiri sehingga menyerupai bentuk hutan, oleh karenanya dapat dikatakan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan hutan oleh petani sekitar hutan kemiri Kabupaten Maros merupakan bentuk partisipasi swakarsa dalam membangun hutan. Partisipasi ini sesungguhnya dapat menjadi dukungan yang sangat berarti bagi terpeliharanya hutan kemiri. Ironisnya, pada saat ini, sedang terjadi penurunan kualitas hutan kemiri, yang ditandai dengan usia rata-rata tanaman kemiri yang sudah tua, yaitu 56 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi degradasi partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri. Petani yang sebelumnya aktif terlibat dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan hutan, pada saat ini tidak lagi memperhatikan keberlanjutan tanaman kemiri yang dapat berdampak pada menurunnya kualitas hutan dan produktivitas tanaman kemiri. Dengan kata lain partisipasi yang dilakukan petani, pada saat ini, belum optimal. Berikut adalah ciri-ciri partisipasi yang optimal dan belum optimal dari petani.
Tabel 1: Ciri-Ciri Partisipasi Petani yang Optimal dan Belum Optimal.
Indikator Partisipasi yang Optimal Partisipasi yang Belum Optimal Merencanakan kegiatan pengelolaan hutan - selalu melakukan perencanaan sebelum melakukan kegiatan pengelolaan hutan (termasuk di dalamnya rencana monev dan pemasaran)
- hadir dalam berbagai pertemuan terkait dengan kegiatan pengelolaan hutan - sering memberikan usul
dalam pertemuan
- Jarang atau tidak pernah mengawali kegiatan pengelolaan hutan dengan perencanaan (termasuk di dalamnya rencana monev dan pemasaran)
- Jarang atu tidak pernah hadir dalam berbagai pertemuan terkait dengan kegiatan pengelolaan hutan - Lebih banyak diam Melaksanakan kegiatan
pengelolaan hutan
- melakukan seleksi benih dan persemaian dengan baik dan benar
- melakukan persiapan lahan dengan baik dan benar - melakukan penanaman
dengan tepat, baik dan benar - melakukan penyiangan berkala - melakukan pemupukan berkala - melakukan pendangiran berkala - melakukan pemangkasan - melaksanakan diversifikasi
tanaman dengan tepat - melakukan peremajaan - melakukan pencegahan dan
pemberantasan hama dan penyakit tanaman - melaksanakan kegiatan
perlindungan hutan - membuat teras
- belum atau tidak melakukan seleksi benih dan persemaian - melakukan persiapan lahan
dengan cara yang kurang tepat - melakukan penanaman secara
kurang tepat
- tidak melakukan penyiangan berkala
- tidak melakuan pemupukan berkala
- tidak melakukan pendangiran berkala
- tidak melakukan pemangkasan - melaksanakan diversifikasi
tanaman secara kurang tepat - tidak melakukan peremajaan - tidak melakukan pencegahan
dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman
- tidak melaksanakan kegiatan perlindungan hutan
- tidak membuat teras Memanfaatkan hasil
kegiatan pengelolaan hutan
- pemanenan dikakukan dengan baik dan benar - pemasaran hasil panen
dengan benar
- melakukan diversifikasi biji kemiri
- pengambilan kayu untuk kayu bakar dilakukan secara benar
- pemanenan dikakukan dengan dengan cara yang kuran tepat - pemasaran hasil panen
dilakukan secara kurang tepat - belum melakukan diversifikasi
biji kemiri
- pengambilan kayu untuk kayu bakar dilakukan secara kurang tepat
Mengevaluasi kegiatan Pengelolaan hutan
- melakukan pengawasan, pengecekan secara berkala - melakukan penilaian secara
teratur (setiap akhir masa panen)
- melakukan perbaikan atas kegiatan pengolalaan hutan yang kurang tepat ketika dijumpai adanya kesalahan pengelolaan
- melakukan pengawasan, pengecekan secara berkala - melakukan penilaian secara
teratur (setiap akhir masa panen)
- melakukan perbaikan atas kegiatan pengolalaan hutan yang kurang tepat ketika dijumpai adanya kesalahan pengelolaan
Suatu pekerjaan/kegiatan, termasuk partisipasi, memerlukan persyaratan kemampuan tertentu dalam pelaksanaannya. Tanpa kemampuan yang memadai maka suatu pekerjaan tidak dapat diselesaikan sebagaimana yang diharapkan, begitupula dengan partisipasi. Partisipasi dalam mengelola hutan kemiri tidak dapat berlangsung sebagaimana yang diharapkan apabila para petani yang terlibat tidak memiliki kemampuan yang memadai. Kemampuan akan membedakan antara petani yang dapat dan sanggup mengelola hutan secara baik dan benar dengan petani yang belum dapat mengelola hutan secara baik dan benar, sebagaimana menurut Ndraha (1990) bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara partisipasi masyarakat dengan kemampuannya. Sejalan dengan Ndraha, Mubyarto (1984) menyatakan bahwa kemampuan masyarakat berkorelasi positip dengan kemampuannya untuk berpartisipasi.
Kemampuan yang diharapkan dalam penelitian ini meliputi kemampuan teknis, kemampuan manajerial dan kemampuan sosial. Kemampuan teknis adalah seperangkat kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan-pengetahuan dan keterampilan-keterampilan tentang budidaya tanaman kemiri, yang meliputi pembibitan, pemeliharaan lahan dan tanaman, dan pemanenan hasil. Dengan kemampuan teknis, diduga petani dapat dan sanggup melaksanakan secara fisik berbagai kegiatan pengelolaan hutan kemiri dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip kelestarian hutan.
Kemampuan manajerial merupakan seperangkat kemampuan yang dimiliki oleh petani berupa pengetahuan, ketetrampilan, dan sikap yang berkaitan dengan cara merencanakan, mengorganisasikan, serta mengevaluasi kegiatan pengelolaan hutan. Dengan adanya kemampuan manajerial yang memadai diduga petani dapat mengelola dan mengembangkan hutan kemiri secara baik dan benar.
Kemampuan sosial adalah kemampuan petani untuk membangun hubungan interpersonal dalam kelompok, kemampuan bernegosiasi dan mengembangkan jejaring atau kemitraan dengan pihak lain, yang pada prinsipnya didasarkan pada kemampuan komunikasi anggota-petani. Berikut adalah ciri-ciri petani yang memliliki kemampuan dan yang belum memliki kemampuan dalam mengelola hutan kemiri secara lestari:
Tabel 2: Ciri-Ciri Petani yang Mampu dan Belum Mampu dalam Mengelola Hutan Kemiri secara Lestari
Indikator Petani yang memiliki
kemampuan
Petani yang belum memiliki kemampuan
Kemampuan teknis
- mampu melaksanakan kegiatan budidaya tanaman kemiri secara baik dan benar
- mampu mengidentifikasi tanaman yang terserang hama dan penyakit - mampu melakukan
kegiatan pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman
- mampu melakukan kegiatan konservasi tanah dan air
- belum mampu
melaksanakan kegiatan budidaya tanaman kemiri secara baik dan benar - belum mampu
mengidentifikasi tanaman yang terserang hama dan penyakit
- belum mampu melakukan kegiatan pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman
- belum mampu melakukan kegiatan konservasi tanah dan air
Kemampuan manajerial - mampu melakukan kegiatan perencanaan kegiatan pengelolaan hutan
- mampu menggerakkan siapa saja yang akan terlibat dalam pengelolaan hutan
- mampu melakukan kegiatan pengawasan dan penilaian terhadap kegiatan pengelolaan hutan
- belum mampu melakukan kegiatan perencanaan kegiatan pengelolaan hutan - belum mampu
menggerakkan siapa saja yang akan terlibat dalam pengelolaan hutan
- belum mampu mela-kukan kegiatan peng-awasan dan penilaian terhadap kegiatan pengelolaan hutan
Kemampuan Sosial - memiliki kemampuan berkomunkasi yang baik - mampu bekerja sama
dalam kelompok - mampu bernegosiasi
dengan pihak lain
kaitannya dengan kegiatan pengelolaan hutan
- mampu berhubungan/ membangun jaringan kerja dan usaha dengan pihak lain terkait dengan kegiatan pengelolaan hutan
- belum memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik
- belum mampu bekerja sama dalam kelompok - belum mampu bernegosiasi
dengan pihak lain
kaitannya dengan kegiatan pengelolaan hutan
- belum mampu berhu-bungan/membangun jaringan kerja dan usaha dengan pihak lain terkait dengan kegiatan
pengelolaan hutan
Disamping kemampuan yang memadai, diperlukan pula motivasi petani yang dapat mendorongnya untuk berpartisipasi dan untuk dapat mempertahankan
partisipasinya tersebut. Motivasi petani untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan merupakan indikasi adanya kemampuan awal untuk berkembang dan dikembangkan. Partisipasi petani dalam pengelolaan hutan sesungguhnya dilandasi oleh adanya keinginan untuk memperoleh sesuatu dari partisipasinya tersebut. Keinginan-keinginan tersebut akan mendorong dan mengarahkan serta mempertahankan partisipasi mereka. Keinginan-keinginan yang memotivasi petani untuk berpartisipasi tersebut meliputi: meningkatkan pendapatan, keinginan untuk mendapatkan pengakuan atas kemampuan dalam pengelolaan hutan, serta keinginan untuk melestarikan hutan.
Keinginan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga biasanya menjadi motivasi utama petani untuk berpartisipasi. Kontribusi suatu sumber pendapatan akan menentukan keputusan petani dalam berpartisipasi untuk mengelola hutan. Semakin besar sumbangan suatu sumber pendapatan terhadap total pendapatan rumah tangga akan mendorong petani untuk lebih mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya untuk kegiatan tersebut.
Keinginan untuk mendapat pengakuan atas kredibilitas sebagai pihak yang mampu mengelola hutan dilandasi oleh fakta bahwa sejak dulu mereka telah mengelola dan memanfaatkan hutan kemiri tersebut dengan baik, walaupun dengan kemampuan tradisionil atau sederhana.
Keinginan untuk menjaga hutan agar tetap lestari, dilandasi oleh kebiasaan petani di Sulawesi Selatan untuk memberikan warisan atau harta pusaka kepada keturunannya. Untuk dapat memberikan warisan kebun kemiri maka kebun tersebut harus tetap terjaga keberadaannya atau tetap lestari.
Petani yang termotivasi oleh keinginan-keinginan tersebut, diduga akan antusias dan sepenuh hati serta semangat yang tinggi, untuk mengerahkan dan mencurahkan pikiran, energi, daya, dan tenaganya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan agar keinginannya terpenuhi. Sedangkan petani yang kurang motivasinya dalam arti kurang memiliki keinginan sebagaimana telah disebutkan, akan rendah semangatnya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan. Kalaupun terlibat, kemungkinan besar mereka tidak dengan sepenuh hati akan mencurahkan pikiran dan tenaganya. Berikut adalah ciri-ciri ideal dan yang belum ideal motivasi berpartisipasi petani:
Tabel 3. Ciri-Ciri Petani yang Termotivasi dan Belum Termotivasi untuk Berpartisipasi dalam Mengelola Hutan Kemiri
Indikator Petani yang termotivasi Petani yang belum
termotivsi
Keinginan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga
- adanya dorongan yang kuat untuk memperbaiki atau menambah
pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup
- adanya dorongan yang kuat untuk memiliki tabungan
- adanya dorongan yang kuat untuk bisa menyekolahkan anaknya
- belum adanya dorongan yang kuat untuk
memperbaiki atau menambah pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup
- belum adanya dorongan yang kuat untuk
memiliki tabungan - belum adanya dorongan
yang kuat untuk bisa menyekolahkan anaknya Keinginan untuk
mendapat pengakuan atas kemampuan dalam mengelola hutan
- adanya dorongan yang kuat untuk
membuktikan mampu melakukan praktek pengelolaan hutan dengan baik dan benar - memiliki keyakinan
bahwa mampu melakukan kegiatan pengelolaan hutan dengan baik dan benar
- belum adanya dorongan yang kuat untuk
membuktikan mampu melakukan praktek pengelolaan hutan dengan baik dan benar - belum memiliki
keyakinan bahwa mampu melakukan kegiatan pengelolaan hutan dengan baik dan benar Keinginan
Melestarikan hutan
- kesadaran bahwa hutan harus dilestarikan untuk anak cucu
- kesadaran pentingnya kelestarian hutan bagi kepentingan ekonomi - kesadaran pentingnya
kelestarian hutan bagi kepentingan ekologi - kesadaran pentingnya
kelestarian hutan bagi kepentingan sosial
- belum ada kesadaran bahwa hutan harus dilestarikan untuk anak cucu
- belum ada kesadaran pentingnya kelestarian hutan bagi kepentingan ekonomi
- belum adakesadaran pentingnya kelestarian hutan bagi kepentingan ekologi
- belum ada kesadaran pentingnya kelestarian hutan bagi kepentingan sosial
Keinginan atau motivasi bersifat fluktuatif bergantung pada situasi dan kondisi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Leagens dan Loomis (1971) bahwa
keinginan manusia dimodifikasi oleh pengalaman dan pola perkembangan kepribadiannya. Artinya bahwa sumber motivasi dapat berasal dari dalam diri/instrinsik dan juga dari luar diri/ekstrinsik (Jung, 1987; Sardiman, 2000). Sama halnya dengan motivasi, kemampuan juga dapat dikembangkan (Klausmeier dan Goodwin, 1975). Peningkatan dan pengembangan kemampuan dapat terjadi melalui proses proses belajar. Menurut teori belajar (Seng, 2001), bahwa proses belajar dalam diri seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor faktor internal (aliran kognisi/fungsional) dan berbagai faktor eksternal (aliran behavioral). Hal ini berarti, keberadaan motivasi untuk berpartisipasi dan kemampuan petani dalam mengelola hutan ditentukan oleh berbagai peubah yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat partisipasi petani dalam pengelolaan hutan kemiri.
Faktor-faktor atau peubah-peubah yang diduga berpengaruh pada tingkat motivasi, tingkat kemampuan petani yang pada akhirnya berpengaruh pada tingkat partisipasi petani dalam pengelolaan hutan kemiri adalah karakteristik individu petani, tingkat kekosmopolitan, peran penyuluh kehutanan, lingkungan sosial budaya dan kesempatan/peluang yang ada bagi kelangsungan partisipasi. Hubungan antara peubah-peubah tersebut dan kemampuan, motivasi, serta partisipasi petani dalam pengelolaan hutan kemiri dapat divisualisasikan dalam kerangka konseptual berikut:
Gambar 2: Kerangka konseptual peubah-peubah yang mempengaruhi partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri rakyat.
Hutan Kemiri Lestari Petani Sejahtera Partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri Karakteristik Individu Petani Kekosmopolitan Petani Peran Penyuluh Kehutanan Lingkungan Sosial Budaya Motivasi petani untuk berpartisipasi Kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri Kesempatan/ Peluang yang mendorong partisipasi petani
Karakteristik individu adalah segala sesuatu yang menjadi ciri khas dan melekat pada diri petani meliputi umur, pengalaman berinteraksi dengan hutan kemiri, pendidikan formal, pendidikan nonformal, tingkat pendapatan keluarga, jumlah tanggungan keluarga, serta ketergantungan terhadap sumberdaya hutan. Tingkat kekosmopolitan petani adalah keterbukaan anggota-anggota masyarakat sekitar hutan pada informasi melalui hubungan mereka dengan berbagai sumber informasi yang dibutuhkan, meliputi frekuensi dan intensitas kontak dengan pihak luar komunitas, aksesibilitas informasi/inovasi pengelolaan hutan, dan intensitas keterdedahan terhadap media masa.
Penyuluh kehutanan mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam membimbing, mendidik, dan mengajak masyarakat sekitar hutan agar mau dan mampu berperan serta dalam pengelolaan hutan. Interaksi antara penyuluh kehutanan dan petani akan memberikan pengaruh yang positip pada petani bergantung pada intensitas peran yang ditampilkan oleh penyuluh kehutanan. Dalam penelitian ini, peran yang diteliti meliputi peran sebagai fasilitator dan peran sebagai edukator atau pendidik serta peran advokat.
Sebagai makhluk sosial, petani sekitar hutan tidak terlepas dari interaksi dengan sesamanya atau lingkungan sosialnya, artinya lingkungan sosial budaya di mana seseorang berada akan memberikan pengaruh pada orang tersebut. Interaksi sosial yang terjadi memliki kontribusi pada perilaku individu-individu petani, dengan kata lain dalam interaksi sosial terdapat proses saling mempengaruhi di antara individu-individu yang berdampak pada perilaku. Norma dan nilai budaya yang dianut petani juga memberikan pengaruh pada aktivitas petani. Norma dan nilai tersebut memiliki kekuatan mengikat bagi petani, yang berfungsi sebagai pemberi arah, petunjuk, dan pedoman bagi perilaku petani ketika berinteraksi dengan sesama dan berinteraksi dengan alam. Dukungan lingkungan sosial budaya diduga akan memberikan pengaruh yang berarti pada pembentukan kemampuan petani dan menimbulkan motivasi petani untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan kemiri, yang berujung pada terwujudnya partisipasi secara menyeluruh. Lingkungan sosial budaya yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah dukungan kearifan lokal, dukungan tokoh masyarakat, dan dukungan kelompok tani.
Kesempatan atau peluang yang tersedia merupakan salah satu penggerak partisipasi. Kesempatan atau peluang tidak akan berarti bagi petani apabila petani tidak berusaha untuk memanfaatkannya atau meraihnya. Pada saat ini, diduga terdapat beberapa kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh petani sekitar hutan dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Kesempatan dan peluang tersebut meliputi luas lahan dan kepastian status lahan, dukungan pemerintah berupa pemberian ijin atau akses kepada petani untuk terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan, dukungan organisasi non pemerintah, adanya kepastian pasar, serta adanya bantuan permodalan atau kredit untuk usaha yang terkait dengan pengelolaan hutan kemiri. Berikut adalah ciri-ciri ideal dan belum ideal faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi petani.
Tabel 4. Ciri-Ciri Faktor-Faktor yang Ideal dan Belum Ideal yang Mempengaruhi Partisipasi Petani
Indikator/Sub Indikator
Ciri-Ciri Faktor yang Ideal
Ciri-Ciri Faktor yang Belum Ideal Karakteristik Individu 1. Usia 2. Pengalaman berinteraksi dengan hutan kemiri 3. Pendidikan formal 4. Pendidikan non-formal 5. Tingkat pendapatan keluarga 6. Jumlah tanggungan keluarga 7. Ketergantungan terhadap sumberdaya hutan - Usia produktif
- Cukup lama berinteraksi dengan keberadaan hutan kemiri
- Pernah mengikuti pendidikan formal selama 7 – 9 tahun - Beberapa kali mengikuti
pelatihan pengelolaan hutan kemiri
- Cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan sekolah anak, serta tabungan
- Keluarga inti: istri dan dua anak
- Tidak terlalu bergantung pada sumberdaya hutan - Berperilaku adaptif
- Usia tidak produktif - Tidak cukup lama
berinteraksi dengan keberadaan hutan kemiri - Lamanya pendidikan
formal yang pernah diikuti kurang dari 7 tahun
- Belum pernah mengikuti pelatihan pengelolaan hutan kemiri
- Belum Cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan sekolah anak, serta tabungan
- Lebih dari keluarga inti - Sangat bergantung pada
sumberdaya hutan - Berperilaku non adaptif
Tabel 4 (sambungan)
Indikator/Sub Indikator
Ciri-Ciri Faktor yang Ideal
Ciri-Ciri Faktor yang Belum Ideal Tingkat
Kekosmopolitan
1. Kontak dengan pihak luar komunitas
2. Aksesibilitas informasi/inovasi pengelolaan hutan
3. Keterdedahan terhadap media masa
- frekuensi kontak dan menjalin hubungan dengan pihak luar komunitas tinggi - Mudah memperoleh
berbagai informasi dan inovasi pengelolaan hutan dari berbagai lembaga terkait - Sering membaca,
mendengar, dan menonton berbagai media masa
- frekuensi kontak dan menjalin hubungan dengan pihak luar komunitas rendah - Kesulitan memperoleh
berbagai informasi dan inovasi pengelolaan hutan dari berbagai lembaga terkait - Jarang membaca, mendengar, dan menonton berbagai media masa Peran penyuluh Kehutanan
1. Fasilitator - Mampu berperan sebagai fasilitator yang baik pada kegiatan pengelolaan hutan kemiri
- Belum mampu berperan sebagai fasilitator yang baik pada kegiatan pengelolaan hutan kemiri
2. Edukator/ pendidik
3. Advokat
- Mampu berperan sebagai pendidik yang baik pada kegiatan pengelolaan hutan kemiri
- Mampu berperan sebagai advokator bagi masyarakat pada kegiatan pengelolaan hutan kemiri
- Belum mampu berperan sebagai pendidik yang baik pada kegiatan pengelolaan hutan kemiri
- Belum mampu berperan sebagai advokator masyarakat pada kegiatan pengelolaan hutan kemiri Lingkungan Sosial 1. Dukungan kearifan lokal
- Terdapat nilai-nilai lokal yang mengatur
terciptanya pengelolaan hutan kemiri secara lestari
- Penghayatan dan kepatuhan petani terhadap nilai-nilai positip lokal
- Tidak terdapat nilai-nilai lokal yang mengatur terciptanya pengelolaan hutan kemiri secara lestari
- Tidak menghayati dan patuh petani terhadap nilai-nilai positip lokal
Tabel 4 (sambungan)
Indikator/Sub Indikator
Ciri-Ciri Faktor yang Ideal
Ciri-Ciri Faktor yang Belum Ideal 2. Dukungan tokoh masyarakat. 3. Dukungan kelompok tani - Tokoh masyarakat menyadari dan mendukung akan pentingnya pengelolaan hutan kemiri secara lestari
- Kelembagaan kelompok tani jelas
- Para anggota kelompok tani saling mendukung
- Tokoh masyarakat belum menyadari dan mendukung akan pentingnya pengelolaan hutan kemiri secara lestari
- Kelembagaan kelompok tani kurang jelas
- Para anggota kelompok tani tidak saling
mendukung Kesempatan/Peluang 1. Luas lahan 2. Status Lahan 3. Dukungan Pemerintah 4. Dukungan Organisasi Non Pemerintah
- Keberadaan lahan cukup luas
- Status kepemilikan lahan olahan jelas
- Adanya ijin yang memperbolehkan petani mengelola hutan kemiri - Tersedianya peluang
kolaborasi antara petani dan pihak pemerintah - Adanya lembaga swasta
dan/atau LSM yang membantu dan mendampingi petani untuk membimbing dan memberdayakan petani
- Keberadaan lahan sempit - Status kepemilikinan
lahan olahan tidak jelas - Tidak adanya ijin untuk
mengelola hutan kemiri - Tidak adanya peluang
kolaborasi antara petani dan pihak pemerintah - Tidak ada lembaga
swasta dan/atau LSM yang membantu dan petani
5. Kepastian Pasar
6. Bantuan Permodalan
- Tersedianya pasar untuk penjualan kemiri
- Nilai jual kemiri yang layak dan relatif stabil - Terdapat lembaga keuangan yang memberikan bantuan permodalan/kredit lunak - Adanya program pemberdayaan dari pemerintah dalam bentuk bantuan permodalan
- Belum tersedianya pasar untuk penjualan kemiri - Nilai jual yang tidak
pasti
- Tidak terdapat lembaga keuangan yang
memberikan bantuan permodalan/kredit lunak - Tidak ada program
pemberdayaan dari pemerintah dalam bentuk bantuan permodalan
Partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola dan memanfaatkan hutan kemiri secara baik dan benar, pada akhirnya diharapkan akan berujung pada
terciptanya keberlanjutan/kelestarian dari fungsi hutan kemiri yaitu keberlanjutan fungsi ekonomi, fungsi ekologis, dan fungsi sosial. Dengan kata lain, hutan kemiri yang lestari adalah hutan kemiri yang dapat memberikan manfaat ekonomi, manfaat ekologis, dan manfaat sosial bagi petani sekitar hutan dan juga bagi hutan kemiri itu sendiri secara berkelanjutan/berkesinambungan. Berikut adalah ciri-ciri manfaat yang dapat dipetik dari pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan tidak berkelanjutan:
Tabel 5. Ciri-Ciri Manfaat yang Dapat Dipetik dari Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan dan Tidak Berkelanjutan
Indikator Nilai Manfaat dari Fungsi Hutan
Berkelanjutan
Nilai Manfaat dari Fungsi Hutan yang tidak
Berkelanjutan
Manfaat Ekonomi - Tanaman kemiri tetap produktif - Pendapatan petani bertambah - Tanaman kemiri produktivitasnya menurun - Pendapatan petani berkurang
Manfaat Ekologis - Terciptanya kesuburan tanah
- Terpeliharanya flora dan fauna hutan
- Kesuburan tanah menurun
- Flora dan fauna hutan mengalami pemunahan Manfaat Sosial - Terbangun dan
terpeliharanya hubungan sosial - Hutan masih berfungsi
sebagai lapangan kerja pedesaaan
- Melemahnya hubungan sosial
- Hutan tidak mampu berfungsi sebagai lapangan kerja pedesaaan
Atas dasar uraian di atas, maka dirancang atau dispesifikasikan model diagram jalur hubungan antar peubah sebagai kerangka operasional penelitian yang akan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan penelitian, sebagai berikut:
Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian Peningkatan Partisipasi Petani Sekitar Hutan dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat
X1.1 Umur
X1.2 Pengalaman mengelola hutan kemiri X1.3 Pendidikan formal
X1.4 Pendidikan non-formal X1.5 Tingkat pendapatan keluarga X1.6 Jumlah tanggungan keluarga X1.7 Tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya hutan
Karakteristik Individu Petani (X1)
X2.1 Kontak dengan pihak luar komunitas X2.2 Aksesibilitas informasi/inovasi pengelolaan hutan
X2.3 Keterdedahan terhadap media masa
Tingkat Kekosmopolitan Petani (X2)
X3.1Fasilitator X3.2 Edukator/Pendidik X3.3 Advokator
Intensitas Peran Penyuluh Kehutanan (X3)
X4.1 Dukungan kearifan lokal X4.2 Dukungan tokoh masyarakat X4.3 Dukungan kelompok Tani
Dukungan Lingkungan Sosial Budaya (X4)
X5.1Status lahan kemiri yang dikelola X5.2 Luas lahan kemiri yang dikelola X5.3Dukungan pemerintah
X5.4Dukungan Organisasi Non Pemerintah X5.5Kepastian pasar
X5.6Bantuan permodalan/Kredit
Kesempatan/Peluang (X5)
Berupa kemauan/ keinginan untuk: Y2.1 Peningkatan pendapatan Y2.2 Pengakuan atas kemampuan dalam mengelola hutan Y2.3 Melestarikan hutan
Tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam pengelolaan
hutan kemiri (Y2) Y1.1 Kemampuan teknis Y1.2 Kemampuan manajerial Y1.3 Kemampuan sosial
Tingkat kemampuan petani dalam pengelolaan hutan kemiri (Y1)
Y3.1 Merencanakan kegiatan pengelolaaan hutan Y3.2 Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan Y3.3 Memanfaatkan hasil kegiatan pengelolaan hutan Y3.4 Mengevaluasi kegiatan pengelolaan hutan
Tingkat partisipasi petani dalam pengelolaan hutan kemiri (Y3)
Y4.1 Manfaat ekonomi Y4.2 Manfaat ekologis Y4.3 Manfaat sosial Keberlanjutan manfaat hutan (Y4)
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir penelitian, maka disusun beberapa buah hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Tingkat kemampuan petani dalam pengelolaan hutan kemiri dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik individu petani, tingkat kekosmopolitan petani, intensitas peran penyuluh kehutanan, dan dukungan lingkungan sosial budaya. 2. Tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan kemiri
dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik individu petani, tingkat kekosmopolitan petani, intensitas peran penyuluh kehutanan, dukungan lingkungan sosial budaya, dukungan kesempatan atau peluang, dan tingkat kemampuan petani dalam pengelolaan hutan kemiri.
3. Tingkat partisipasi petani dalam pengelolaan hutan kemiri kemiri dipengaruhi secara nyata oleh tingkat kemampuan petani dalam pengelolaan hutan, tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan, dan dukungan kesempatan atau peluang.
4. Tingkat partisipasi petani sekitar hutan kemiri berpengaruh nyata terhadap keberlanjutan (sustainability) manfaat hutan kemiri.