S
elamat
D
atang
di WORKSHOP
MENGENAL LEBIH DEKAT
RPP UU CIPTA KERJA
Nomor 11 Tahun 2020
Klaster Ketenagakerjaan
Salam Sehat dan Bahagia Dari Apindo
AD & ART APINDO
Mukadimah
Menyadari sepenuhnya bahwa untuk mencapai suatu masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, guna mengisi cita cita
Proklamasi Kemerdekaan, Pengusaha Indonesia mempunyai tanggung jawab
untuk berperan serta secara nyata pada pelaksanaan pembangunan Negara dan
Bangsa
dalam
segala
aspek.
Untuk
mewujudkan
cita
cita
dimaksud,
para Pengusaha seyogianya bersatu dalam wadah organisasi
, sehingga
mampu menjalankan fungsi dan tugas pengabdiannya untuk ikut serta aktif
mengembangkan peranan sebagai kekuatan sosial ekonomi yang berdaya
guna.
Bab I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
1.
Asosiasi Pengusaha Indonesia, disingkat APINDO adalah organisasi
pengusaha Indonesia yang bersifat demokratis, bebas, mandiri dan
bertanggungjawab
yang
secara khusus menangani bidang
hubungan industrial, ketenagakerjaan, investasi dan kegiatan
dunia usaha dalam arti yang seluas-luasnya dalam rangka
mewujudkan pelaksanaan hubungan industrial yang harmonis,
dinamis, dan berkeadilan.
Bab III VISI DAN MISI
Pasal 6 Visi
Terciptanya iklim usaha yang baik dalam rangka
mewujudkan pembangunan
nasional secara nyata.
Pasal 7 Misi
1.
Meningkatkan
daya
juang
dan
daya
saing
Perusahaan/Pengusaha
Indonesia.
2.
Mewujudkan Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial yang harmonis,
dinamis serta berkeadilan.
3.
Melindungi,
memberdaya
dan
membela
seluruh
pelaku
usaha
Indonesia terutama anggota.
4.
Merepsentasikan dunia usaha Indonesia diberbagai lembaga Nasional
!
*
EKOSISTEM KETENAGAKERJAAN
Wirausaha
BUKAN MASANYA LAGI RIBUT PEMBATALAN TETAPI MARI “MENGENAL LEBIH DEKAT RPP UU CIPTA KERJA KALSTER KETENAGAKERJAAN”
DAN
PROSES PENYUSUNAN RPP UU CIPTA KERJA (KLASTER KETENAGAKERJAAN)
RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, oleh Presiden dan diundangkan padatanggal 2 November 2020.
01
Semua RPP harus sudah selesai dalam waktu 3 bulan sejak UU Cipta Kerja diundangkan.
02
6
Pembahasan UU Cipta Kerja di DPR dilakukan sebanyak 64 kali (2 kali Rapat Kerja, 56
kali Rapat Panja, 6 kali Rapat Tim Perumus, dan Tim Sinkronisasi).
Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Panja dilakukan secara
intensif dan menggunakan prinsip musyawarah untuk mufakat, dimulai dari 20 April 2020.
Proses pembahasan UU Cipta Kerja antara Pemerintah dan DPR berjalan secara
transparan dan disiarkan melalui kanal-kanal media sosial yang tersedia.
11 KLASTER MASALAH DALAM UU CIPTA KERJA
Klaster Ketenagakerjaan
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
• Pemberian jaminan kompensasi setelah PKWT berakhir
• PKWT dibuat untuk pekerjaan tertentu yang selesai dalam waktu tertentu dan tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
2. AlihDaya/Outsourcing
• Tetap diatur dalam UU sesuai Putusan MK namun lingkup pekerjaan yang dapat dialih dayakan tidak dibatasi. 3. Upah Minimum(UM)
• UM ditetapkan di tingkat Provinsi (UMP) namun UM Kab/Kota dapat ditetapkan dengan syarat tertentu (pertumbuhan
ekonomi dan inflasi kab/kota diatas provinsi dalam jangka waktu tertentu).
• UM Sektoral dihapuskan, namun bila UM Sektoral yang telah ada lebih tinggi dari UM Kab/Kota maka tidak boleh
diturunkan.
• Kenaikan UM mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan koefisien produktivitas
5. Pesangon
• Besaran pesangon 25 kali gaji, dimana 19 kali ditanggung pemberi kerja dan 6 kali ditanggung Pemerintah melalui Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
6. JKP
• Dilakukan oleh Pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan
• Tidak mengurangi manfaat JKK, JKm, JHT, dan JP serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha
• Pembiayaan JKP bersumber dari pengelolaan dana BPJS Ketenakerjaan dan dapat dari APBN
7. Waktu Kerja
• Penambahan pengaturan waktu kerja yang lebih fleksibel untuk pekerjaan paruh waktu, ekonomi digital (paling lama 8 jam/hari dan 40 jam/minggu)
• Waktu kerja untuk pekerjaan khusus dapat melebihi 8 jam/hari (migas, pertambangan, perkebunan, pertanian dan perikanan).
Struktur Ketenagakerjaan Indonesia
(
saat disusun RUU CK
)
197,91
Juta OrangPenduduk Usia Kerja
133,56
Juta Orang Angkatan Kerja126,51
Juta Orang Bekerja7,05
Juta Orang Pengangguran 89,96 Juta Orang Pekerja Penuh 28,41 Juta Orang Pekerja Paruh Waktu 8,14 Juta Orang Setengah Penganggur64,35
Juta orang Bukan Angkatan Kerja2,24
juta Orang Angkatan Kerja Baru
Total Angkatan kerja yang bekerja tidak penuh/ tidak bekerja.
7,05+28,41+8,14+2,24=45,84 J
uta Orang
6 , 5 9 , 6 2 4 , 4 5 6 , 5 3 , 0 17,1 2 2 , 1 2 6 , 3 2 4 , 0 1 0 ,6 PENGANGGURAN
TERBUKA PENGANGGURSETENGAH WAKTUPARUH
21,1 20,8 18,0 11,3 2 8 ,9 25-34 15-24 55+ 45-54 35-44
Millenial dan Pencari Kerja Baru
Merupakan kelompok yang dominan dalam pengangguran terbuka
dan pekerja setengah menganggur,
justru lebih menginginkan pasar
tenaga kerja yang lebih fleksibel
PEKERJA TIDAK PENUH DAN PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT KELOMPOK UMUR (%)
TAHUN 2019
Berdasarkan kelompok umur:
• 56,5% pengangguran terbuka berumur 15-24 tahun;
• Sementara itu untuk pekerja tidak penuh, kelompok umur 25-34 tahun mengisi 26,3% dari seluruh pekerja setengah penganggur; dan
• Kelompok umur 55+ mengisi 28,9% pekerja paruh waktu.
PEKERJA TIDAK PENUH DAN PENGANGGURAN TERBUKA
MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN (%) TAHUN 2019
• Pengangguran terbuka Indonesia
mayoritas adalah pekerja yang baru masuk ke pasar tenaga kerja dan juga pekerja dengan pendidikan tertinggi SMA.
• Mayoritas pekerja setengah penganggur
juga merupakan pekerja yang masih di periode awal umur bekerja dan berbekal ketrampilan yang lebih rendah (SD).
• Sedikit berbeda dengan pekerja paruh
waktu yang mayoritas sudah lama di pasar kerja namun juga kurang terampil (SD)
Sumber : BPS, Agustus 2019
PENGANGGURAN
TERBUKA PENGANGGURSETENGAH WAKTUPARUH
Universitas DI/DII/DIII SMK SMA SMP SD/ belum bersekolah 3,1 24,5 28,2 16,0 17,6 1 0 ,5 1,6 9,8 18,2 19,5 44,5 6 , 4 1,7 6,2 13,8 18,0 53,1 7 , 3
UU Cipta Kerja
Langkah Strategis dalam Penciptaan Lapangan Kerja
Kondisi Saat Ini
K O N D I S I G L O B A L :
Ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global, dan dinamika geopolitik berbagai belahan dunia, serta terjadinya perubahan teknologi, industri 4.0, ekonomi digital.
K O N D I S I I N T E R N A L :
Pertumbuhan ekonomi rata-rata di kisaran 5,7% dalam 5 tahun terakhir dengan realisasi investasi lebih kurang sebesar Rp721,3 triliun pada Tahun 2018 dan Rp792 triliun pada Tahun 2019.
M A S A L A H
E K O N O M I & B I S N I S :
Adanya tumpang tindih regulasi, efektivitas investasi yang rendah, tingkat pengangguran, angkatan kerja baru, dan jumlah pekerja informal, jumlah UMK-M yang besar namun
Mengapa Perlu UU Cipta Kerja? Penciptaan dan perluasan
lapangan kerja untuk
menampung pekerja baru serta mendorong pengembangan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Penciptaan kerja yang
berkualitas
Simplifikasi & Harmonisasi
regulasi dan perizinan
Investasi yang berkualitas
2045
Indonesia 2045
Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur
Potensi perekonomian dan sumber daya manusia ke depan, maka Indonesia akan dapat masuk ke dalam 5 besar ekonomi dunia pada tahun 2045 dengan produk domestik bruto sebesar $7 triliun dolar Amerika Serikat dan dengan pendapatan perkapita sebesar Rp27 juta per bulan.
Dinamika perubahan ekonomi global, memerlukan respon cepat dan tepat.
Tanpa reformasi struktural, pertumbuhan ekonomi akan melambat.
1. Memanfaatkan Bonus Demografi yang kita miliki saat ini untuk dapat keluar dari jebakan
negara berpenghasilan menengah (middle income trap). Dengan target peningkatan
investasi sebesar 6,6%-7,0%, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
mencapai 5,7%-6,0%.
2. Menjawab tantangan terbesar untuk mempertahankan dan menyediakan lapangan kerja.
Penciptaan kerja sebanyak 2,7 juta sampai dengan 3 juta per tahun.
3. Penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi yang menghambat penciptaan
lapangan
kerja. Sekaligus sebagai instrumen untuk penyederhanaan dan peningkatan
efektifitas birokrasi.
4. Peningkatan kompetensi, produktivitas dan kesejahteraan pekerja. Produktivitas Indonesia
UU Cipta Kerja
5. Memberikan perlindungan dan kemudahan bagi UMKM dan Koperasi, untuk bisa masuk ke
sektor formal melalui kemudahan pendirian, perijinan, dan pembinaan. Mendukung peningkatan
kontribusi UMKM terhadap PDB menjadi 65% dan peningkatan Koperasi terhadap PDB menjadi
5,5%.
6. Menciptakan lapangan kerja baru melalui peningkatan investasi, dengan tetap meningkatkan
perlindungan bagi pekerja/buruh.
7. Prakarsa Jaminan Sosial baru untuk pekerja/buruh, yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan seperti
program Unemployment Benefit yang sudah dilaksanakan banyak negara lain.
UU Cipta Kerja
Jika hal ini (UU Cipta Kerja) tidak dilakukan, maka
akan terjadi:
Lapangan kerja akan pindah ke negara lain yang lebih
kompetitif.
Daya saing pencari kerja relatif rendah dibanding negara
lain.
Penduduk yang tidak atau belum bekerja akan semakin
tinggi.
Indonesia terjebak dalam middle income trap
UU Cipta Kerja
UrgensinyaUU Cipta Kerja
Ruang Lingkup & Sasaran
RUANG LINGKUP (UMUM) oPeningkatan ekosistem
investasi dan kegiatan berusaha; oPeningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja; oKemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan Koperasi dan UMK-M; dan
oPeningkatan investasi pemerintah dan percepatan proyek strategis nasional.
Materi Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Pekerja
1. Perlindungan pekerja untuk pekerja dengan perjanjian waktu kerja tertentu,
2. Perlindungan hubungan kerja atas pekerjaan yang didasarkan alih daya, 3. Perlindungan pengupahan antara lain melalui upah minimum,
4. Perlindungan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja; dan 5. Kemudahan perizinan bagi tenaga kerja asing yang memiliki keahlian
SASARAN PERLINDUNGAN PEKERJA
Tenaga kerja
yang belum bekerja yang bekerja (eksisting)Pekerja/buruh yang mengalami Pekerja/buruh pemutusan hubungan kerja
UU Cipta Kerja
Sistematika Klaster Ketenagakerjaan
Terdapat dalam Bab IV UU Cipta Kerja.
Disusun dalam rangka penguatan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja/buruh dalam mendukung ekosistem investasi.
Mengubah, Menghapus, dan Menetapkan Pengaturan Baru terhadap Beberapa Ketentuan yang diatur sebelumnya dalam 4 UU yaitu :
1. UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,
2. UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,
3. UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan
4. UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Pasal-pasal yang ada dalam UU eksisting sepanjang tidak diubah dan dihapus oleh UU Cipta Kerja, maka pasal-pasal tersebut
tetap
UU Cipta Kerja
Klaster Ketenagakerjaan
5. Upah Minimum
7. PengenaanSanksi
1. Tenaga Kerja
Asing
3. AlihDaya
4. Waktu Kerja dan
Waktu Istirahat
2. Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu
6. PHK, Pesangon dan JKP
8. Perizinan di Bidang
Ketenagakerjaan
SUBSTANSI POKOK
RANCANGAN
PERATURAN PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020
TENTANG CIPTA KERJA
(KLASTER KETENAGAKERJAAN)
20
Dilanjut oleh :
L a t a r B e l a k a n g
4 RPP KLASTER KETENAGAKERJAAN
1. RPP tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Baru) 2. RPP tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih
Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja (Baru)
3. RPP tentang Pengupahan (Revisi Sebagian PP 78/2015) 4. RPP tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Kehilangan Pekerjaan/JKP (Baru) Catatan:
L a t a r B e l a k a n g
PROGRES PENYUSUNAN RPP
Kemnaker telah menyampaikan surat kepada Menko Perekonomian untuk izin prakarsa ke Presiden.
Pembahasan internal Kemnaker dalam rangka penyusunan draft awal RPP.
Pembahasan dengan Tim Tripartit (serikat pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha dan pemerintah).
Tim Pokja RPP Kemnaker sedang dalam proses pendalaman hasil pertemuan Tim Tripartit.
Melaksanakan komunikasi publik (Uji Sahih) dengan stakeholder (Dinas, Praktisi Hukum, Akademisi, Dewan Pengupahan, Kementerian/Lembaga, Organisasi Internasional).
1
2
3
4
5
L a t a r B e l a k a n g
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG
PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
1
L a t a r B e l a k a n g
1
SUBSTANSI POKOK DALAM UU CIPTA KERJA
• Prosedur Perizinan TKA melalui Pengesahan RPTKA.
• Pengecualian RPTKA
a. Direksi dan Komisaris (pemilik modal) dan Pemegang saham;
b. Diplomatik dan Konsuler;
c. TKA untuk darurat dan mendesak, startup, vokasi, kunjungan bisnis, dan penelitian.
• TKA dapat dipekerjakan oleh Pemberi Kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
• Kewajiban Pemberi Kerja (menunjuk tenaga kerja pendamping TKA, fasilitasi pendidikan dan pelatihan, memulangkan TKA yang telah berakhir masa kerja)
• Kewajiban pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA
1. Jabatan tertentu dan waktu tertentu bagi TKA yang dipekerjakan di Indonesia. 2. Besaran dan penggunaan kompensasi
untuk setiap TKA yang dipekerjakan. 3. Penggunaan TKA
AMANAT UU CIPTA KERJA
L a t a r B e l a k a n g
1
MUATAN RPP
2. PENGESAHAN RPTKA
1) RPTKA umum (2 tahun dan dapat diperpanjang) 2) RPTKA Sementara (6 bulan dan tidak diperpanjang) 3) RPTKA nonDKPTKA (2 tahun dan dapat diperpanjang) 4) RPTKA KEK (5 tahun dan dapat diperpanjang)
g. Pengecualian RPTKA.
1) Darurat, Kunjungan Bisnis, Penelitian,
2) untuk kegiatan star-up dan vokasi (paling lama 3 bln).
Catatan:
1. Pengesahan RPTKA berupa by name by
address
2. Untuk mendapatkan Pengesahan RPTKA perlu adanya penilaian kelayakan (alasan penggunaan TKA, jabatan, jumlah lokasi kerja, dan jangka waktu)
3. Pemberi Kerja TKA telah siap menyampaikan data calon TKA yang akan dipekerjakan, penyampaian data calon TKA dapat dilakukan sekaligus pada saat pengajuan RPTKA
4. Pengesahan RPTKA nonDKPTKA untuk instansi pemerintah, badan internasional, dan perwakilan negara asing, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
5. Pengajuan RPTKA untuk instansi pemerintah, badan internasional, dan perwakilan negara asing dikecualikan untuk penilaian kelayakan RPTKA
1. PRINSIP PENGGUNAAN TKA
a. Pemberi kerja TKA perseorangan dilarang mempekerjakan TKA.
b. TKA hanya dapat bekerja untuk jabatan dan waktu tertentu yang telah ditetapkan.
c. TKA dilarang menduduki jabatan Personalia d. TKA dapat merangkap jabatan untuk sektor
tertentu (sektor vokasi, sektor ekonomi digital, dan sektor migas bagi kontraktor kontrak kerja sama ).
a. Tata cara permohonan RPTKA. b. Penilaian kelayakan.
c. Input data calon TKA.
d. Penerbitan Pengesahan RPTKA.
L a t a r B e l a k a n g
1
a. Dasar penarikan DKPTKA adalah Pengesahan RPTKAb. Pembayaran DKPTKA sesuai dengan jangka waktu Pengesahan RPTKA dibayar sekaligus di mukac. Pembebasan DKPTKA (lembaga sosial, lembaga keagamaan, lembaga/badan Internasional dll)
d. Penerimaan DKPTKA
1) PNBP untuk RPTKA baru, RPTKA perpanjangan yang bekerja di lokasi lebih dari 1 (satu) provinsi, dan RPTKA KEK;
2) penerimaan daerah provinsi (retribusi) untuk pengesahan RPTKA perpanjangan yang bekerja di lokasi lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan
3) penerimaan daerah kabupaten/kota (retribusi) untuk pengesahan RPTKA perpanjangan yang bekerja di lokasi dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
L a t a r B e l a k a n g
1
a. Permohonan dan penerbitan Vitas Kerja (berdasarkanPengesahan RPTKA).
b. Permohonan dan penerbitan Itas Kerja.
Tata cara permohonan dan penerbitan Vitas Kerja dan Itas Kerja sesuai dengan ketentuan peraturan keimigrasian.
4. PENERBITAN VITAS DAN ITAS UNTUK BEKERJA (KEIMIGRASIAN)
a. Menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping TKA
b. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi Tenaga Kerja Pendamping TKA.
c. Pelatihan Bahasa Indonesia bagi TKA difasilitasi pemberi kerja. d. Memulangkan TKA setelah perjanjian kerja berakhir.
e. Menjamin pelindungan TKA melalui jaminan sosial (TKA bekerja 5. KEWAJIBAN PEMBERI KERJA TKA
L a t a r B e l a k a n g
1
Pelaporan Pemberi Kerja TKAmeliputi:
a. Pelaksanaan penggunaan TKA; b. Pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan;
c. Pelaksanaan alih teknologi dan keahlian.
6. PELAPORAN
Pengawasan TKA dan Pemberi Kerja dilaksanakan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dan Pengawas Keimigrasian sesuai dengan kewenangannya
7. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
a. Penghentian sementara (penundaan pelayanan);
b. Denda administratif; dan
c. Pencabutan pengesahan RPTKA. 8. SANKSI ADMINISTRATIF
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG
PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU, ALIH DAYA,
WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT, SERTA
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
(BARU)
L a t a r B e l a k a n g
2
1. PKWT dilaksanakan berdasarkanjangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu.
2. PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu (ada 5 kategori PKWT) dan bersifat tidak tetap.
3. Pemberian uang kompensasi saat berakhirnya PKWT.
4. Pelindungan pekerja/buruh alih daya
merupakan tanggung jawab
perusahaan alih daya
1. PKWT berdasarkan jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu. 2. Jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan PKWT.
3. Uang kompensasi PKWT.
4. Pelindungan pekerja/buruh alih daya dan perizinan berusaha.
AMANAT UU CIPTA KERJA UNTUK DIATUR LEBIH LANJUT
DENGAN PP SUBSTANSI POKOK PKWT
DAN ALIH DAYADALAM UU CIPTA KERJA
L a t a r B e l a k a n g
2
1. Terdapat pemisahan yang jelas antara pekerjaan-pekerjaan yang dikategorikan sebagai PKWT berdasarkan jangka waktu dan PKWT yang berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu.
3) PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu yaitu:
a. Pekerjaan yang sekali selesai; atau
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.
4) PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu, dapat diperpanjang jangka waktunya apabila PKWT tersebut menetapkan jangka waktu dan jangka waktu tersebut telah berakhir namun pekerjaan yang diperjanjikan belum selesai. Perpanjangan jangka waktu tersebut sampai dengan selesainya pekerjaan yang diperjanjikan.
5) Selain jenis dan sifat pekerjaan pada nomor 1) dan 3) di atas, PKWT dapat dilaksanakan pada pekerjaan tertentu lainnya yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
MUATAN RPP (MATERI PKWT DAN ALIH DAYA)
1) PKWT berdasarkan jangka waktu yaitu:
a. Pekerjaan yang sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang bersifat musiman
(tergantung musim/cuaca/kondisi tertentu sebagai pekerjaan tambahan); atau
c. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. 2) PKWT berdasarkan jangka waktu,
L a t a r B e l a k a n g
2
2. Pemberian uang kompensasi berakhirnya PKWT merupakan wujud kesamaan hak atas perlindungan dalam hal hubungan kerja berakhir antara pekerja PKWT dan pekerja PKWTT.
1) Uang kompensasi PKWT diberikan pada saat berakhirnya PKWT.
2) Uang kompensasi diberikan bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan dengan ketentuan:
a. PKWT 12 bulan secara terus menerus, sebesar 1 bulan upah.
b. PKWT 1 bulan atau lebih tetapi kurang dari 12 bulan, dihitung secara proporsional yaitu dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 dan dikali 1 bulan upah.
c. PKWT lebih dari 12 bulan, dihitung secara proporsional yaitu dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 dan dikali 1 bulan upah.
3) Dalam hal PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan, maka perhitungan pembayaran uang kompensasi PKWT dihitung sampai dengan saat selesainya pekerjaan.
L a t a r B e l a k a n g
2
3. Pengaturan lebih lanjut mengenai alih daya dititik beratkan
pada perlindungan pekerja dalam konteks hubungan kerja
(bukan hubungan bisnis antara perusahaan pemberi
pekerjaan dengan perusahaan alih daya).
Jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan, tergantung pada
kebutuhan sektor.
L a t a r B e l a k a n g
2
1. Waktu kerja standar adalah 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu 2. Untuk sektor usaha atau pekerjaantertentu dapat diterapkan waktu kerja yang kurang atau lebih dari waktu kerja standar.
3. Waktu kerja lembur berubah
menjadi maksimal 4 jam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu.
4. Pemberian istirahat panjang dalam perusahaan tertentu
1. Waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu (baik yang melaksanakan waktu kerja kurang atau lebih dari waktu kerja 7 jam 1 hari atau 8 jam 1 hari)
2. Waktu kerja lembur dan upah kerja lembur.
3. Perusahaan tertentu yang menerapkan istirahat panjang.
AMANAT UU CIPTA KERJA UNTUK DIATUR LEBIH LANJUT
DENGAN PP SUBSTANSI POKOK WKWI DALAM
L a t a r B e l a k a n g
2
MUATAN RPP (MATERI WKWI)
2. Perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang menerapkan
waktu kerja kurang dari waktu kerja standar, harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Penyelesaian pekerjaannya kurang dari 7 jam 1 hari;
b. Waktu kerja fleksibel;
c. Pekerjaan dapat dilakukan di luar lokasi kerja.
1. Penerapan waktu kerja kurang atau lebih dari waktu kerja standar pada
sektor usaha atau pekerjaan tertentu harus memenuhi kriteria yang
memperhatikan
perlindungan
pekerja
baik
dari
sisi
upah
dan
kesejahteraannya maupun dari sisi perlindungan K3.
3. Penerapan waktu kerja lembur pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu
tidak dapat diterapkan bagi perusahaan yang memberlakukan waktu kerja
kurang dari waktu kerja standar.
L a t a r B e l a k a n g
2
4. Perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang menerapkan
waktu kerja lebih dari waktu kerja standar, dapat memilih dan menetapkan
periode kerja dan waktu kerja. Pengaturan periode kerja dan waktu kerja
tersebut
masih
menggunakan
ketentuan
yang
terdapat
dalam
Permenaker sebelumnya.
5. Dalam hal terdapat kebutuhan waktu kerja dan waktu istirahat yang belum
diatur dalam RPP, Pemerintah dapat menetapkan WKWI bagi sektor
tertentu atau pekerjaan tertentu tersebut.
6. Pemberian upah kerja lembur dikecualikan bagi pekerja/buruh yang
termasuk golongan jabatan tertentu, yaitu yang memiliki tanggung jawab
sebagai pemikir, perencana, pelaksana, pegendali jalannya perusahan
dengan waktu kerja tidak dapat dibatasi dan mendapatkan upah lebih
tinggi. Pengaturan golongan jabatan tertentu tersebut diatur dalam PK, PP,
atau PKB.
L a t a r B e l a k a n g
2
1. PHK sebagai upaya terakhir apabila hubungan kerja tidak lagi dapat dipertahankan.2. Mekanisme PHK didahului dengan pemberitahuan mengenai maksud dan alasan PHK dan apabila PHK tidak dapat diterima oleh salah satu pihak, maka ditempuh mekanisme perselisihan PHK sesuai UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
3. Penyesuaian besaran kompensasi PHK.
1. Tata cara PHK.
2. Pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
AMANAT UU CIPTA KERJA UNTUK DIATUR LEBIH LANJUT
DENGAN PP SUBSTANSI POKOK PHK DALAM
L a t a r B e l a k a n g
2
MUATAN RPP (MATERI PHK)
1. Besaran kompensasi PHK bervariasi tergantung dari alasan
PHK yang bersangkutan dan masa kerja pekerja.
2. Perubahan besaran kompensasi PHK dititikberatkan pada
perubahan besaran uang pesangon.
3. Untuk alasan PHK tertentu, terdapat besaran kompensasi PHK
lebih tinggi (pensiun, cacat total tetap akibat kecelakaan kerja,
sakit berkepanjangan, meninggal dunia).
4. Untuk alasan PHK tertentu, dimungkinkan tidak mendapatkan
kompensasi
PHK
berupa
uang
pesangon
dan
uang
penghargaan masa kerja, tetapi mendapatkan uang pisah.
L a t a r B e l a k a n g
2
BESARAN KOMPENSASI PHK
(Berdasarkan Pasal 156 UU 11/2020)
Masa Kerja (tahun) Besar Pesangon MK < 1 1 bulan upah 1 ≤ MK < 2 2 bulan upah 2 ≤ MK < 3 3 bulan upah 3 ≤ MK < 4 4 bulan upah 4 ≤ MK < 5 5 bulan upah 5 ≤ MK < 6 6 bulan upah 6 ≤ MK < 7 7 bulan upah 7 ≤ MK < 8 8 bulan upah MK ≥ 8 9 bulan upah Masa Kerja (tahun) Besar UPMK 3 ≤ MK < 6 2 bulan upah 6 ≤ MK < 9 3 bulan upah 9 ≤ MK < 12 4 bulan upah 12 ≤ MK < 15 5 bulan upah 15 ≤ MK < 18 6 bulan upah 18 ≤ MK < 21 7 bulan upah 21 ≤ MK < 24 8 bulan upah MK ≥ 24 10 bulan upahUang Penggantian Hak meliputi:
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja buruhh dan keluarganya ketempat pekerja buruh diterima bekerja; dan
L a t a r B e l a k a n g
2
ALASAN PHK DAN BESARAN KOMPENSASI PHK
NO ALASAN PHK UP UPMK UPH Uang Pisah
1 Penggabungan, peleburan dan pemisahan perusahaan 1 1 -2 Pengambilalihan perusahaan 1 1 -3 Pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya
perubahan syarat-syarat kerja dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja
½ 1
-4 Efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian ½ 1 -5 Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya
kerugian 1 1
-6 Perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2 (dua) tahun
½ 1
-7 Perusahaan tutup yang disebabkan bukan karena
perusahaan mengalami kerugian 1 1 -8 Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force
majeur) ½ 1
-9 Keadaan memaksa (force majeur) yang tidak mengakibatkan
-L a t a r B e l a k a n g
2
NO ALASAN PHK UP UPMK UPH Uang
Pisah 10 Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang yang
disebabkan perusahaan mengalami kerugian ½ 1
-11 Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang bukan
karena perusahaan mengalami kerugian 1 1
-12 Perusahaan pailit ½ 1
-13 Adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh
pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 154A ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
1 1
-14 Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154A ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh
- -
15 Pekerja/Buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
- -
16 Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis
- -
17 Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam
-L a t a r B e l a k a n g
2
NO ALASAN PHK UP UPMK UPH Uang
Pisah 18 Pekerja/buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur
dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama
- -
19 Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan kerugian perusahaan
- -
-20 Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana yang tidak berkaitan dengan kerugian perusahaan
- 1
-21 Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan - 1 -22 Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan
2 1
-23 Pekerja/buruh dapat mengajukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Pengusaha karena pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan
2 1
-24 Pekerja/buruh memasuki usia pensiun 2 1
L a t a r B e l a k a n g
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG
PENGUPAHAN
(REVISI SEBAGIAN PP 78/2015)
L a t a r B e l a k a n g
3
1. Kebijakan pengupahan diaturdalam Peraturan Pemerintah. 2. Upah berdasarkan satuan waktu
dan/atau satuan hasil.
3. Tata cara penetapan UMP dan UMK serta syarat tertentu UMK. 4. Upah bagi usaha mikro dan kecil. 5. Struktur dan skala upah.
6. Tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja dewan pengupahan.
AMANAT UU CIPTA KERJA UNTUK DIATUR LEBIH LANJUT
DENGAN PP
1. Kebijakan Pengupahan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.. 2. Upah Minimum Provinsi (UMP) WAJIB ditetapkan oleh
Gubernur,
3. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) DAPAT ditetapkan oleh Gubernur. Penetapan UMK dengan menggunakan syarat tertentu yaitu pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi daerah serta harus lebih tinggi dari UMP.
4. UMP dan UMK ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.
5. Kenaikan Upah Minimum dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum yang memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
6. Bagi usaha mikro dan kecil berlaku upah berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja di perusahaan, sekurang kurangnya sebesar persentase tertentu dari rata-rata konsumsi masyarakat.
7. Pengusaha WAJIB menyusun struktur dan skala upah.
SUBSTANSI POKOK DALAM UU CIPTA KERJA
L a t a r B e l a k a n g
3
1. Kebijakan Pengupahan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai salah
satu upaya mewujudkan hak pekeja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, meliputi:
MUATAN RPP
a. upah minimum;
b. struktur dan skala upah; c. upah kerja lembur;
d. upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu;
e. bentuk dan cara pembayaran upah; f. hal-hal yang dapat diperhitungkan
dengan upah; dan
g. upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
2. Upah ditetapkan berdasarkan satuan
waktu dan/atau satuan hasil dengan ketentuan:
a. Upah berdasarkan satuan waktu ditetapkan secara per jam, harian, atau bulanan. Penetapan besarnya Upah berdasarkan satuan waktu dilakukan dengan berpedoman pada struktur dan skala Upah. b. Upah berdasarkan satuan hasil
ditetapkan sesuai dengan hasil pekerjaan yang telah disepakati.
Penetapan besarnya upah
berdasarkan satuan hasil dilakukan oleh Pengusaha berdasarkan hasil kesepakatan antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha.
L a t a r B e l a k a n g
3
Perhitungan upah per jam terendah menggunakan formula penghitungan
sebagai berikut:
Upah per jam terendah =
𝑼𝑴 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑻𝒆𝒓𝒆𝒏𝒅𝒂𝒉 𝐵𝑎𝑔𝑖 𝑼𝒔𝒂𝒉𝒂 𝑴𝒊𝒌𝒓𝒐 & 𝑲𝒆𝒄𝒊𝒍𝟏𝟐𝟔
Penjelasan:
• UM = Upah Minimum
• Angka 126 merupakan angka pembagi yang diperoleh dari hasil perkalian 52 minggu dikalikan 29 jam dibagi 12 bulan.
• 29 jam merupakan median jam kerja tertinggi di Indonesia berdasarkan data Sakernas.
• Penetapan upah secara per jam tidak menghilangkan kewajiban untuk membayar iuran jaminan sosial yang menjadi tanggung jawab pengusaha yang dihitung secara proporsional.
Perhitungan upah sehari sebagai berikut:
a. bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 hari dalam seminggu, Upah
sebulan dibagi 25; atau
b. bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 hari dalam seminggu, Upah
sebulan dibagi 21.
L a t a r B e l a k a n g
3
3. Penetapan Upah Minimum (UM)
UM yang ditetapkan oleh Gubernur, dapat terdiri atas:
a. UM pertama kali, bagi daerah yang belum pernah menetapkan UM, dan/atau; b. UM hasil penyesuaian, bagi daerah yang telah menetapkan UM.
UM pertama kali, ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan pada wilayah yang bersangkutan. Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan meliputi rata-rata 3 tahun terakhir dari:
a. paritas daya beli;
b. tingkat penyerapan tenaga kerja; dan c. median upah.
UM hasil penyesuaian, dihitung berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi pada wilayah yang bersangkutan.
Data pertumbuhan ekonomi, inflasi, paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
L a t a r B e l a k a n g
3
Upah Minimum Pertama kali
Penetapan Upah Minimum pertama kali dapat dilakukan terhadap:
a. Wilayah yang belum pernah menetapkan Upah Minimum;
b. Wilayah hasil pemekaran.
Wilayah yang belum pernah
menetapkan Upah Minimum, nilai UM-nya dihitung menggunakan formula penetapan UM.
Wilayah hasil pemekaran yang wilayah induknya telah menetapkan UM, maka UM terhadap wilayah hasil pemekaran untuk pertama kali ditetapkan sebesar UM wilayah induk.
Upah Minimum Hasil Penyesuaian
Bagi wilayah yang telah menetapkan Upah Minimum dilakukan penyesuaian upah minimum.
Penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan pada kisaran nilai tertentu diantara batas tertinggi dan batas terendah Upah Minimum pada wilayah yang bersangkutan.
Batas tertinggi Upah Minimum merupakan acuan nilai Upah minimum tertinggi yang dapat ditetapkan.
Batas terendah Upah Minimum merupakan acuan nilai Upah minimum terendah yang dapat ditetapkan.
I
LUSTRASI
P
ENGGUNAAN
F
ORMULA
P
ENYESUAIAN
UM
• Jika existing UM masih berada di ranah UM maka masih bisa dilakukan penyesuaian dg
Formula Penyesuaian UM
• Jika existing UM sudah berada di ranah upah layak maka sesuai dg pasal 90A UU Cipta Kerja
diserahkan kemekanisme bipartit di perusahaan
Garis Kemiskinan Batas Bawah (BB) UM Batas Atas (BA) UM
Ranah Upah Layak
Ranah UM
Garis Konsumsi Penduduk
L a t a r B e l a k a n g
3
Batas tertinggi UM dihitung menggunakan formula sebagai berikut:
Batas Tertinggi UM(t) = Rata2 Konsumsi perkapita(t) × Rata2 Banyaknya ART(t) Rata2 Banyaknya ART Bekerja(t)
Penjelasan:
• Batas Tertinggi UM(t) = Acuan batas tertinggi bagi upah minimum yang akan ditetapkan.
• Rata2 Konsumsi perkapita(t) = Rata-rata konsumsi perkapita perbulan yang dihitung dari survei sosial ekonomi nasional bulan Maret setiap Tahunnya.
• Rata2 Banyaknya ART(t) = Rata-rata banyaknya Anggota Rumah Tangga yang dihitung dari survei sosial ekonomi nasional bulan Maret setiap Tahunnya.
• Rata2 Banyaknya ART Bekerja(t) = Rata-rata banyaknya orang yang berkerja per-rumah tangga dihitung dari survei sosial ekonomi nasional bulan Maret setiap Tahunnya.
Batas terendah UM dihitung menggunakan formula sebagai berikut: Batas Terendah UM(t) = Batas Tertinggi UM(t) × 50% Penjelasan:
Batas Terendah UM(t) = Acuan batas terendah bagi upah minimum yang akan ditetapkan. Batas Tertinggi UM(t) = Acuan batas tertinggi bagi upah minimum yang akan ditetapkan.
L a t a r B e l a k a n g
3
Nilai tertentu diantara batas tertinggi dan batas terendah (= UM yang akan ditetapkan) dihitung berdasarkan formula penyesuaian UM sebagai berikut:
Max (PE(t), inflasi(t)) × BT(t) - UM(t)
× UM(t) BT(t) - BB(t)
UM(t+1) = Upah Minimum yang akan ditetapkan. UM(t) = Upah Minimum tahun berjalan.
Max = Fungsi maksimum dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
PE(t) = Pertumbuhan Ekonomi Provinsi yang dihitung dari pertumbuhan ekonomi yang
mencangkup periode kwartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode kwartal I dan II tahun berjalan (dalam persen).
Inflasi(t) = Inflasi Provinsi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan periode September tahun berjalan (dalam persen).
BT(t) = Acuan batas tertinggi bagi upah minimum yang akan ditetapkan. BB(t) = Acuan batas terendah bagi upah minimum yang akan ditetapkan.
Dalam hal Upah Minimum tahun berjalan lebih tinggi dari Batas tertinggi Upah Minimum, maka Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum tahun berikutnya sama dengan nilai Upah
Minimum tahun berjalan (UM(t+1) = UM(t))
Syarat tertentu dalam penetapan UM Kabupaten/Kota, yaitu:
a. rata-rata pertumbuhan ekonomi selama 3 (tiga) tahun terakhir di wilayah tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi; atau
b. selama 3 (tiga) tahun terahir nilai pertumbuhan ekonomi dikurangi inflasi di kabupaten/kota tersebut, selalu positif dan lebih tinggi dari nilai provinsinya.
UM Kabupaten/Kota ditetapkan setelah penetapan UM Provinsi.
UM kabupaten/kota ditetapkan harus lebih besar dari Upah minimum provinsi.
3
3
Penetapan UM bagi Kabupaten/Kota yang
belum pernah menetapkan UM
menggunakan formula dengan tahapan perhitungan sebagai berikut:
a. menghitung nilai relatif UMK terhadap UMP berdasarkan rasio Paritas Daya Beli;
b. menghitung nilai relatif UMK terhadap UMP berdasarkan rasio Penyerapan Tenaga Kerja; dan
c. menghitung nilai relatif UMK terhadap UMP berdasarkan rasio Median Upah,
Dalam hal hasil perhitungan Upah Minimum Kabupaten/Kota menggunakan formula tersebut di atas, lebih rendah dari nilai UMP, maka bupati/walikota tidak dapat merekomendasikan kepada Gubernur.
I
LUSTRASI
P
ENGUNAAN
F
ORMULA
P
ENETAPAN
UMK P
ERTAMA
K
ALI
PPP merupakan variabel ekonomi
Variabel ketenagakerjaan berkaitan dengan kesempatan kerja
Variabel ketenagakerjaan berkaitan dengan kemampuan perusahaan
3
4. Upah bagi Usaha Mikro dan Kecil
Upah pada Usaha Mikro dan Kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh pada usaha yang bersangkutan.
Kesepakatan upah
tersebut
sekurang-kurangnya
sebesar
persentase
tertentu dari rata-rata konsumsi masyarakat pada tingkat provinsi, yaitu
berkisar antara 50% sampai dengan 80%.
Penetapan persentase harus menghasilkan nilai upah sekurang-kurangnya
sebesar 25% di atas garis kemiskinan.
Gubernur dalam menetapkan persentase tertentu tersebut, memperhatikan
rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi dan kemampuan Usaha Mikro
dan Kecil dalam membayar upah.
Catatan:
1. 50% - 80% merupakan kisaran nilai terendah namun layak bagi seorang untuk dapat bekerja. 2. Rata-rata konsumsi juga telah
memperhatikan taraf hidup umum penduduk pada suatu wilayah.
3. Penggunaan nilai ini dimaksudkan untuk mendorong seseorang agar dapat keluar dari lingkaran kemiskinan karena nilainya lebih tinggi dari Garis Kemiskinan.
Upah Terendah Usaha Mikro Kecil
(t+1)= 50% - 80% Rata2 Konsumsi Perkapita
(t)Rata-rata
Garis
Kemiskinan
50%-80%
3
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM
JAMINAN KEHILANGAN PEKERJAAN
(BARU)
1. Tata cara penyelenggaraan
JKP.
2. Manfaat
JKP
dan
masa
kepesertaan tertentu.
3. Pendanaan JKP.
AMANAT UU CIPTA KERJA
UNTUK DIATUR LEBIH LANJUT
DENGAN PP
1.
Penyelenggaraan
Jaminan
Kehilangan
Pekerjaan
(JKP)
dilaksanakan
oleh
BPJS
Ketenagakerjaan
dan
Pemerintah Pusat.
2.
Iuran
JKP
dibayar
oleh
Pemerintah Pusat.
3.
Manfaat JKP berupa uang tunai,
akses informasi pasar kerja,
dan pelatihan.
SUBSTANSI POKOK
DALAM UU CIPTA KERJA
UU CK RPP
PASAL 46A
1. Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan.
2. JKP diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan Pemerintah Pusat
• Peserta JKP adalah Peserta BPJS Ketenagakerjaan yang telah mengikuti program sesuai penahapan Kepesertaan dalam Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2013. dan memenuhi persyaratan peserta sebagai berikut:
a. Peserta program JKP wajib juga menjadi peserta JKN.
b. Peserta sekurang-kurangnya mengikuti program JKK, JKM dan JHT
c. Pekerja dengan status hubungan kerja PKWT dikecualikan sebagai peserta JKP dengan alasan tidak insurable.
• BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan manfaat uang tunai.
• Pemerintah Pusat menyelenggarakan manfaat akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja melalui Sisnaker.
PASAL 46B
Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.
• Prinsip asuransi lebih mengutamakan kegotong royongan baik dalam pembayaran iuran maupun manfaat.
UU CK RPP PASAL 46C
1. Peserta JKP adalah setiap orang yang telah membayar iuran.
2. Iuran peserta jaminan kehilangan pekerjaan dibayar oleh Pemerintah Pusat
PASAL 46E
Sumber pendanaan JKP berasal dari : a. Modal awal pemerinah
b. Rekomposisi iuran program jamsos dan/atau
c. Dana Operasional BPJS Ketenagakerjaan
• Besaran iuran JKP sebesar 0,42% dari upah dimungkinkan berasal dari: 1) 0,14% beban pemberi kerja (rekomposisi iuran program JKK); 2) 0,14 sd 0,28 % beban Pemerintah Pusat.
• Batas paling tinggi upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran JKP untuk pertama kali sebesar 9 juta rupiah (sesuai batas paling tinggi upah untuk iuran Jaminan Pensiun) dan akan disesuaikan setiap 3 tahun oleh Menteri Ketenagakerjaan.
UU CK
RPP
PASAL 46D
1.
Manfaat JKP berupa uang
tunai, akses informasi pasar
kerja, dan pelatihan kerja.
2.
Jaminan kehilangan
pekerjaan diberikan paling
banyak 6 (enam) bulan upah.
Skema manfaat:
a.
Uang tunai,
1)
Dasar perhitungan manfaat adalah rata-rata upah yang
dilaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan dalam 3
(tiga) bulan terakhir.
2)
Batas minimal manfaat sebesar Rp.600.000 (enam
ratus ribu rupiah) untuk setiap bulan, dan batas
maksimal ditetapkan berdasarkan batas paling tinggi
upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran iuran
(sesuai dengan program JP).
b.
Akses informasi pasar kerja melalui Sisnaker
c.
Pelatihan kerja
UU CK
RPP
Peserta yang berhak atas manfaat JKP adalah:
a.
Pekerja/buruh yang mengalami PHK sesuai dengan
Pasal 154A UU Nomor 11 tahun 2020, kecuali:
1)
Mengundurkan diri;
2)
Mengalami cacat total tetap yang diakibatkan
oleh PAK;
3)
Memasuki usia pensiun; dan
4)
Meninggal dunia.
b.
Peserta yang memenuhi minimal masa iur 12 (dua
belas) bulan dalam 24 (dua puluh empat) bulan
kepesertaan dan membayar iuran terakhir 6 (enam)
bulan berturut-turut.
MEKANISME PEMBAYARAN IURAN
1. Pendanaan dari rekomposisi iuran program JKK, pembayaran iuran
dilakukan sesuai mekanisme program JKK.
2. Pendanaan dari Dana Operasional diatur melalui revisi PP No. 99/2013
terkait dengan persentase Dana Operasional dan investasi aset
program JKP.
3. Pendanaan dari Pemerintah Pusat dilakukan melalui BA BUN atau DIPA
Kementerian Ketenagakerjaan.
PERUBAHAN PASAL SANKSI PADA UU CIPTA KERJA
Penambahan Sanksi Pidana
Perubahan pasal akibat perubahan pasal pada pengaturan norma
Penambahan Sanksi Administrasi
Perubahan sanksi administrasi menjadi sanksi pidana
Perubahan Sanksi Pidana menjadi Sanksi Administrasi
Penghapusan Sanksi karena adanya pindah/penghapusan pasal
B
A
C
E
D
F
Dalam Pasal 185 (sanksi pidana
kurungan 1-4 thn ), ditambah
Pasal 88A Ayat (3)
Pengusaha wajib membayar upah
kepada Pekerja/Buruh sesuai dengan
kesepakatan
Dalam Pasal 185 (sanksi pidana
kurungan 1-4 thn) ditambah
Pasal 156 ayat (1)
Dalam hal terjadi pemutusan
hubungan kerja, pengusaha
wajib membayar uang
pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja dan
uang pengantian hak yang
seharusnya diterim
a.
Penambahan Sanksi Pidana
TIDAK ADA DI UU 13 tahun 2003
Dalam pasal 185 (sanksi pidana kurungan 1-4 thn) :
Pasal 90 ayat (1) diubah menjadi Pasal 88E Ayat (2)
Perubahan pasal dalam pasal sanksi akibat
perubahan pasal pada pengaturan norma
Pengusaha dilarang membayar
upah lebih rendah dari upah
minimum
B
Sanksi pidana
tetap berlaku
sama dengan UU
13/2003
Dalam Pasal 187 (sanksi pidana kurungan 1 -12 bln) :
Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2) diubah menjadi Pasal 79 ayat (1), ayat (2) atau
ayat (3)
Perubahan Pasal dalam Pasal Sanksi akibat Perubahan
Pasal pada Pengaturan Norma
B
(1) Pengusaha wajib memberi a.waktu istirahat ,dan b.Cuti
.(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), huruf :a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi
a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu .
(3) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, paling sedikit 12 (dua belas hari kerja) setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas bulan) secara terus menerus
Substansi Pasal 48 pada UU 13 tahun 2003 dimasukkan
dalam Pasal 45 ayat (1) dan dikenai sanksi pidana dalam
pasal 187 (kurungan 1-12 bln)
Pasal 48 pada
UU 13 tahun 2003 hanya
dikenakan sanksi administrasi
Perubahan sanksi administrasi menjadi sanksi pidana
Pasal 45 ayat (1) menjadi berbunyi
Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib :
a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing;
b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing; dan
c. Memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir
Penambahan Pasal 61A dalam Pasal 190,
sanksi administrasi :
(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu
berakhir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c,
pengusaha wajib memberikan uang
kompensasi kepada pekerja/buruh
(2) Uang kompensasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan kepada
pekerja/buruh sesuai masa kerja
pekerja/buruh di perusahaan yang
bersangkutan
Penambahan Pasal 92 dalam
Pasal 190, sanksi administrasi :
Pengusaha wajib menyusun
struktur dan skala upah di
perusahaan dengan
memperhatikan kemampuan
perusahaan dan produktivitas.
Penambahan Sanksi Administrasi
TIDAK ADA DI UU 13 tahun 2003
D
•
Sanksi Pasal 14 ayat (2) dalam Pasal 188 di UU 13/2003 diubah menjadi Pasal 14
ayat (1) dan dipindahkan ke dalam Pasal 190, dikenai sanksi administrasi
(Perizinan Lembaga Pelatihan)
•
Sanksi Pasal 37 ayat (2) dalam Pasal 187 di UU 13 /2003 dipindahkan ke dalam
Pasal 190, dikenai sanksi administrasi (Perizinan Lembaga Penempatan TK)
•
Sanksi Pasal 42 ayat (1) dalam Pasal 185 di UU 13/2003 dipindahkan ke dalam
Pasal 190, dikenai sanksi administrasi (Pengesahan RPTKA)
Perubahan Sanksi Pidana menjadi Sanksi Administrasi
E
1. Sanksi Pasal 44 ayat (1) dalam Pasal 187 dihapus, karena pasal 44 telah dihapus dan
subtansi pengaturannya dipindah menjadi pasal 42 ayat (4) (kompetensi TKA)
2. Sanksi pasal 48 dalam pasal 190 dihapus, karena pasal 48 telah dihapus dan subtansi
pengaturannya dipindah menjadi pasal 45 ayat (1) huruf c (pemulangan TKA).
3. Sanksi Pasal 160 ayat (7) dalam Pasal 185 dihapus, karena pasal 160 ayat (7) telah
dihapus dan akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (Besaran Pesangon);
4. Pasal 184 dihapus, karena Pasal 167 ayat (5) telah dihapus (pesongan jaminan
pensiun);
Penghapusan Sanksi karena adanya pindah/penghapusan pasal
Penghapusan Sanksi akibat putusan MK
• Pasal 137 dan 138 ayat (1) dihapus dari ketentuan sanksi pasal 186, karena sesuai
dengan
Putusan MK Perkara Nomor 12/PUU-1/2003
:
Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1)
dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
– Bunyi Pasal 137 UU Nomor 13 Tahun 2003:
“Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh
dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.”
– Bunyi Pasal 138 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003:
“Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak
pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan
dengan tidak melanggar hukum.”
PERBANDINGAN DAN PENJELASAN
PASAL SANKSI
UNDANG UNDANG NO. 13 TAHUN 2003
DAN
PERBANDINGAN PASAL SANKSI UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN
2020 TENTANG CIPTA KERJA
UU 13 Tahun 2003
UU 11 Tahun 2020
• Pasal 184
• Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan
sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus
juta
rupiah)
dan
paling
banyak
Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
• Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan
PENJELASAN PENGHAPUSAN PASAL 184 UU 13 TAHUN 2003
• Pasal 167 ayat (5) telah dihapus sehingga Pasal 184 juga dihapus.
• Bunyi Pasal 167 Ayat (5) pada UU Nomor 13 Tahun 2003:
“Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang
mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada
program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada
pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4).”
UU 11 Tahun 2020
Pasal 185
• (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat
(7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.100.000.00,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupah).
• (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
UU 13 Tahun 2003
Pasal 185
• (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
• (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
PERBANDINGAN PASAL SANKSI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA
• Pasal 42 ayat (1) dalam Pasal 185 telah dihapus, dan dipindah menjadi
sanksi Administrasi karena sifatnya perijinan.
“Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib
memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh
Pemerintah Pusat.”
• Penambahan sanksi Pasal 88A ayat (3)
“Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai
dengan kesepakatan”
• Pasal 90 ayat (1) dalam Pasal 185 dihapus dan menjadi pasal 88E ayat
(2), karena pasal 90 ayat (1) pindah ke pasal 88E ayat (2), “Pengusaha
dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum”
• Penambahan pasal 156 ayat (1) dalam pasal 185,
“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha
wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan
masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima”
• Pasal 160 ayat (7) dalam Pasal 185 dihapus, karena pasal 160
ayat (7) telah dihapus
Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang
mengalami pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1
(satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan dalam pasal 156 ayat (4)
UU 11 Tahun
2020
Pasal 186
• (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3),Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
• (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran
UU 13 Tahun
2003
Pasal 186
• (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau ayat (3), atau Pasal 93 ayat (2), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
• (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
PERBANDINGAN PASAL SANKSI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG
PENJELASAN PERUBAHAN PASAL 186
• Pasal 137 dan 138 ayat (1) dihapus dari ketentuan sanksi pasal 186, karena sesuai dengan putusan MK Perkara Nomor 12/PUU-1/2003 : Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
• Bunyi Pasal 137 UU Nomor 13 Tahun 2003: “Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan
serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.”
• Bunyi Pasal 138 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003: “Pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum.”
UU 11 Tahun 2020
Pasal 186 Pasal 187
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp, 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
UU
13 Tahun 2003
Pasal 186 Pasal 187
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), ayat (2) atau ayat (3), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144 dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp, 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.