• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

iii

Kata Pengantar

………...

ii

Daftar Isi

………...

iii

Daftar Tabel

………...

v

Daftar Gambar

…...………...

vi

Bab I

Pendahuluan

………...

1

1.1 Latar Belakang ………..…………...

2

1.2 Tujuan Penulisan. ………..…………....

4

1.3 Manfaat ...………..………....

5

Bab II

Konsep dan Definisi

6

2.1 Indeks Disparitas...………... 7

2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)……... 7

2.3 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar

Harga Berlaku ( PDRB ADHB)...…... 8

2.4 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar

Harga Konstan (PDRB ADHK)...…... 8

2.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita 9

Bab III

Metodologi

10

3.1 Indeks Disparitas ………... ... 11

3.2 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Berlaku (PDRB ADHB)……... 13

3.3 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Konstan (PDRB ADHK)...…... 15

3.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita 16

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah

18

4.1 Kondisi Geografis...………...

19

(5)

iv

4.3 Indeks Disparitas Wilayah...………...

22

4.4 PDRB Kabupaten Ponorogo...………...

27

4.4.1. PDRB Kabupaten Ponorogo Menurut

Kecamatan... 27

4.4.2. PDRB Kabupaten Ponorogo Menurut Pusat

Kegiatan Lokal (PKL)...

30

4.4.3. PDRB Perkapita Kabupaten Ponorogo Menurut

Kecamatan... 32

4.4.4. PDRB Perkapita Kabupaten Ponorogo Menurut

Pusat Kegiatan Lokal (PKL)...

34

4.4.5. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ponorogo

Menurut Kecamatan...

35

4.5 Perbandingan Absolut Antar Kecamatan...……... ... 38

(6)

v

Halaman

Tabel

4.1. Gambaran Penduduk Per kecamatan di Kabupaten

Ponorogo Tahun 2013...…..….... 21

Tabel

4.2. Indeks Disparitas Kabupaten Ponorogo

Tahun 2012-2013 ...

24

Tabel 4.3. Sumbangan PDRB Kecamatan terhadap PDRB

Kabupaten Ponorogo (ADHB) tahun 2012-2013 ... 28

Tabel 4.4. Peranan PDRB Pusat Kegiatan Lokal terhadap PDRB

Kabupaten Ponorogo (ADHB) Tahun 2012-2013 ………

30

Tabel

4.5. PDRB Perkapita Kecamatan dan Kabupaten Ponorogo

(ADHB) Tahun 2012-2013...………...

33

Tabel

4.6. PDRB Perkapita PKL di Kabupaten Ponorogo

(ADHB) tahun 2012-2013...……… 34

Tabel

4.7. PDRB ADHB, Peranan dan Pertumbuhan

Tahun 2012-2013...………

36

Tabel

4.8. PDRB Perkapita, Pertumbuhan, Disparitas

(7)

vi

Halaman

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Ponorogo...

19

Gambar 4.2. Kontribusi Kecamatan di Kabupaten Ponorogo

Tahun 2013 (%) ...

27

Gambar 4.3. PDRB ADHB Menurut Kecamatan

Tahun 2012-2013 (Juta Rupiah) ...………...

29

Gambar 4.4. Peranan Pusat Kegiatan Lokal Tahun 2013 (%)...

31

Gambar 4.5. PDRB Perkapita Per Kecamatan

Tahun 2012-2013 (Juta Rupiah)...

32

Gambar 4.6. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kecamatan

Tahun 2013...…...

37

Gambar 4.7. Perbandingan Absolut Antar Kecamatan

(8)
(9)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

2

1.1. Latar Belakang

Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat

secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan

kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat daerah. Terdapat daerah-daerah

yang dapat menangkap peluang ini dengan cepat dan berinisiatif untuk

mengembangkannya, namun sebaliknya terdapat daerah lain yang masih

terhambat oleh berbagai keterbatasan yang ada.

Kabupaten Ponorogo merupakan bagian integral dari perekonomian Jawa

Timur tentunya membutuhkan suatu rencana yang strategis guna membangun

Kabupaten Ponorogo menuju terwujudnya masyarakat Ponorogo yang sejahtera,

aman, berbudaya ,berkeadilan berlandaskan nilai-nilai ketuhanan dalam rangka

mewujudkan “RAHAYUNING BUMI REOG”. Makna Visi Kabupaten Ponorogo

tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat

kabupaten Ponorogo. Artinya bukan untuk segelintir orang tertentu, tetapi secara

holistik mewujudkan kemakmuran bersama.

Dalam mewujudkan visi tersebut dalam pelaksanaanya diperlukan

keterpaduan gerak langkah pembangunan berbagai sektor ekonomi meliputi:

pertanian, perdagangan maupun pengembangan usaha kecil dan mikro (UKM)

serta pengembangan agropolitan secara sinergis, kondusif dan berkelanjutan.

Mengingat banyak aspek yang terkait, banyak pihak yang terlibat dan karena itu

banyak kepentingan, sehingga tingkat pembangunan dan perkembangan ekonomi

suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain. Perbedaan ini antara lain karena

adanya perbedaan topografi, potensi sumber daya alam yang dimiliki

masing-masing wilayah, kegiatan ekonomi serta jumlah penduduk sebagai tenaga kerja

didalam proses pembangunan.

(10)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

3

Perbedaan tingkat pembangunan antar wilayah ini selanjutnya mengalami

perubahan sebagai akibat dari suatu kebijakan publik atau karena pengaruh

eksternal sehingga kecenderungan menimbulkan perubahan baru, perubahan itu

mengarah pada pemerataan atau sebaliknya mengarah pada diskrepansi yang

makin melebar. Untuk itu perhatian pemerintah daerah harus tertuju pada semua

wilayah dalam hal ini kecamatan tanpa ada perlakuan khusus pada daerah tertentu

saja. Namun hasil pembangunan terkadang masih dirasakan belum merata dan

masih terdapat kesenjangan antar daerah.

Kesenjangan pembangunan wilayah sangat mungkin terjadi ketika terdapat

perbedaan potensi sumber daya yang dimiliki suatu daerah dan perbedaan dalam

hal optimalisasi pemanfaatan sumber daya tersebut. Hal terpenting dalam

pembangunan daerah adalah bahwa daerah tersebut mampu mengidentifikasi

setiap potensi sektor-sektor potensial yang dimiliki, kemudian menganalisisnya

untuk membuat sektor-sektor tersebut memiliki nilai tambah bagi

perekonomian daerah tersebut. Tujuan utamanya adalah meningkatkan

kesejahteraan penduduknya, sehingga salah satu upaya yang dilakukan yaitu

melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Terkait

konsep

pembangunan

tersebut,

pendekatan

pembangunan

infrastruktur berbasis wilayah semakin penting untuk diperhatikan. Penyediaan

infrastruktur yang memadai merupakan landasan utama pembangunan. Kombinasi

faktor sumber daya alam dan fasilitas infrastruktur yang dikelola secara maksimal

akan dapat mempercepat laju pembangunan daerah yang pada akhirnya akan

mampu menciptakan pemerataan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Indikator keberhasilan suatu daerah bisa dilihat laju pertumbuhan

ekonominya. Oleh sebab itu, setiap daerah kecamatan di tuntut untuk terus

meningkatkan pertumbuhan ekonominya dengan jalan mengembangkan potensi

sumber daya alam yang tersedia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

(11)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

4

berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan

ekonomi, karena penduduk terus bertambah, maka dibutuhkan penambahan

pendapatan setiap tahunnya. Hal ini dapat terpenuhi lewat peningkatan output

secara agregat baik barang maupun jasa yang tercermin dalam produk domustik

regional bruto (PDRB). Jadi menurut ekonomi makro pengertian pertumbuhan

ekonomi merupakan penambahan PDRB yang berarti juga penambahan

pendapatan daerah tersebut.

Namun demikian pertumbuhan PDRB yang cepat tidak secara otomatis

meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Dengan kata lain bahwa apa yang

disebut dengan

”Trickle Down Effects” atau efek cucuran kebawah dari

manfaat pertumbuhan ekonomi tidak terjadi seperti apa yang

diharapkan.mengingat masalah pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan

merupakan dilema yang harus dihadapi semua wilayah, baik wilayah kabupaten,

provinsi maupun nasional.

Kabupaten Ponorogo sebagai salah satu wilayah yang terletak di Jawa Timur

tidak terlepas dari masalah ketimpangan distribusi pendapatan seperti yang

dialami daerah lain. Kabupaten Ponorogo yang terdiri 21 Kecamatan dan 307

desa/kelurahan, tentu saja memiliki berbagai persoalan yang harus di selesaikan,

diantaranya adalah masalah pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan distribusi

pendapatan. Aspek pemerataan pendapatan merupakan hal yang perlu mendapat

perhatian, karena pemerataan hasil pembangunan merupakan salah satu strategi

pembangunan nasional di Indonesia.

1.2.

Tujuan Penulisan

Salah satu alat yang sudah digunakan luas untuk melihat kesenjangan

pembangunan atau disparitas antar wilayah dalam waktu tertentu adalah Indeks

Disparitas Wilayah atau biasa dikenal sebagai Indeks Williamson. Indeks ini

(12)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

5

digunakan untuk mengetahui tingkat pemerataan pembangunan antar wilayah

kecamatan dalam Kabupaten Ponorogo, maupun antar kecamatan dalam Pusat

Kegiatan Lokal (PKL). Semakin besar angka ini berarti semakin melebar

kesenjangan yang terjadi di wilayah tersebut. Sebaliknya, semakin kecil indeks ini,

semakin mengecil kesenjangan antar wilayahnya. Oleh karena itu kebutuhan akan

tersedianya informasi secara kuantitatif serta kontribusi masing-masing kecamatan

terhadap pembangunan Kabupaten Ponorogo, seperti yang tertuang dalam

penghitungan indeks disparitas sangat diperlukan guna perencanaan serta

monitoring dan evaluasi program pembangunan Kabupaten Ponorogo.

1.3

Manfaat

Hasil penghitungan indeks disparitas yang dilakukan dengan pendekatan

wilayah akan dapat memberikan gambaran tingkat kesenjangan antar wilayah

kecamatan di Kabupaten Ponorogo maupun antar kecamatan dalam Pusat

Kegiatan Lokal (PKL), serta dapat diketahui struktur ekonomi masing-masing

kecamatan di Kabupaten Ponorogo. Sehingga hasil penghitungan indeks

disparitas ini merupakan jawaban dari masalah dan kebutuhan serta aspirasi dari

wilayah kecamatan yang di topang oleh segala potensi yang dimiliki daerah.

(13)
(14)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

7

Penghitungan disparitas wilayah dilakukan dengan pendekatan wilayah.

Pendekatan ini menggunakan dasar data PDRB per kapita. Di Kabupaten

Ponorogo disparitas wilayah menggunakan indeks Williamson yang dapat

menggambarkan kesenjangan yang terjadi di Kabupaten Ponorogo. Komponen

yang digunakan untuk mengukur disparitas wilayah adalah PDRB per kapita

kecamatan, PDRB perkapita Kabupaten Ponorogo, jumlah penduduk

masing-masing kecamatan dan jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo.

Dalam bab ini diuraikan secara singkat mengenai konsep dan definisi yang

akan digunakan dalam penghitungan indeks disparitas wilayah.

2.1.

Indeks Disparitas

Salah satu alat ukur ketimpangan antar wilayah dalam waktu tertentu dapat

digunakan Indeks Disparitas Wilayah atau Indeks Ketimpangan Williamson.

Ketimpangan antar wilayah yang dimaksud adalah ketidakmerataan dalam hal

penguasaan sumber daya alam atau sumber penerimaan antara wilayah satu

dengan wilayah lainnya, serta pengembangan sektor ekonomi setempat.

Indeks Disparitas Wilayah atau Indeks Ketimpangan Williamson merupakan

besaran/nilai yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesenjangan antar

wilayah yang didasarkan pada keragaman yang terjadi atas hasil-hasil

pembangunan ekonomi antar wilayah.

2.2.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Merupakan jumlah seluruh nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan

dari kegiatan ekonomi yang berasal dari suatu wilayah dalam kurun waktu satu

tahun dikurangi dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi,

(15)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

8

tanpa memperhatikan apakah faktor-faktor produksinya berasal dari atau dimiliki

oleh penduduk diwilayah tersebut.atau di luar wilayah tersebut, atau merupakan

balas jasa yang diterima oleh faktor yang ikut serta dalam proses produksi di suatu

wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), serta

merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto (Gros Value Added) dari seluruh

unit produksi yang berada pada suatu wilayah tersebut.

2.3.

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB

ADHB)

Merupakan balas jasa yang diterima oleh faktor yang ikut serta dalam

proses produksi di suatu wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya

satu tahun), serta merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto (Gros Value

Added) dari seluruh unit produksi yang berada pada suatu wilayah tersebut, yang

nilainya didasarkan pada harga berlaku masing-masing tahun (tahun berjalan, baik

pada saat menghitung nilai produksi dan biaya antara maupun menghitung nilai

tambah.

2.4.

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB

ADHK)

Merupakan balas jasa yang diterima oleh faktor yang ikut serta dalam

proses produksi di suatu wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya

satu tahun), serta merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto (Gros Value

Added) dari seluruh unit produksi yang berada pada suatu wilayah tersebut, yang

nilainya didasarkan pada harga yang terjadi pada tahun dasar (dalam hal ini harga

konstan didasarkan pada tahun 2000), baik pada saat menghitung nilai produksi

dan biaya antara maupun menghitung nilai tambah.

(16)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

9

2.5.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita

Merupakan hasil bagi dari nilai total PDRB suatu wilayah terhadap jumlah

penduduk pertengahan tahun yang tinggal di wilayah tersebut . Apabila jumlah

penduduk tinggi maka diperkirakan jumlah PDRB perkapita akan semakin kecil.

Dalam suatu wilayah semakin tinggi PDRB perkapitanya maka dapat diduga

perekonomian didaerah yang bersangkutan dalam kondisi membaik.

Meskipun masih terdapat keterbatasan, indikator ini masih cukup memadai

untuk mengetahui tingkat perekonomian suatu wilayah dalam lingkup makro,

paling tidak sebagai acuan untuk memantau kemampuan suatu daerah dalam

menghasilkan barang dan jasa.

(17)
(18)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

11

Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang digunakan dalam

melihat disparitas yang terjadi antar wilayah dan lebih sensitif terhadap

perubahan ketimpangan. Indeks Williamson salah satu indeks yang paling

sering digunakan untuk melihat disparitas wilayah secara horisontal.

Perhitungan

disparitas

dilakukan

dengan

pendekatan

wilayah

yang

menggunakan sumber data antara lain :

a. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku maupun

Konstan (PDRB ADHB & ADHK) Kecamatan

b. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita (PDRB Perkapita)

Kecamatan

c. Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Ponorogo hasil proyeksi

2012 dan 2013.

Perhitungan Indeks Disparitas Williamson ini merupakan koefisien variasi

yang diberi penimbang proporsi jumlah penduduk masing-masing

kecamatan terhadap jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo. Dalam publikasi

ini digunakan pula data pendukung lainnya yang terkait dengan penghitungan

diatas.

3.1.

Indeks Disparitas

Indeks Disparitas Wilayah merupakan besaran/nilai yang dapat

digunakan untuk mengukur tingkat kesenjangan antar derah yang didasarkan

pada keragaman yang terjadi atas hasil-hasil pembangunan ekonomi antar

daerah. Dalam hal ini yang digunakan adalah indeks disparitas wilayah

menurut Williamson yang menggunakan metode koefisien variasi tertimbang,

dengan nilai ukuran kesenjangannya antara 0 sampai 1. Jika

Y = Y maka akan

i

dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak ada ketimpangan ekonomi antar

daerah, Indeks lebih besar dari 0 menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi

(19)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

12

antar wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat

ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Ponorogo.

Indeks Disparitas Williamson dengan metode koefisien variasi

tertimbang terbagi menjadi tiga kelompok, yakni :

1. Nilai IW < 0.3 disparitas yang terjadi tergolong rendah atau

penyebaran pembangunan antar wilayah relatif sangat baik.

2. Nilai IW antara 0,3

– 0,5 termasuk kategori sedang atau penyebaran

pembangunan antar wilayah relatif baik.

3. Nilai IW > 0,5 disparitas yang terjadi tergolong tinggi atau penyebaran

pembangunan antar wilayah relatif tidak merata.

Analisis lebih mendalam terhadap Indeks Disparitas Wilayah ini,

ditampilkan pula dalam bentuk diagram empat kuadran. Sumbu vertikal

menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi sedangkan sumbu horisontal

menggambarkan rata-rata PDRB Perkapita. Posisi masing-masing daerah pada

salah satu kuadran tergantung pada PDRB Perkapita dan tingkat

pertumbuhannya.

1. Kuadran I , posisi daerah dengan nilai PDRB Perkapita dan tingkat

pertumbuhan yang lebih tinggi atau daerah maju dan tumbuh dengan

cepat.

2. Kuadran II, posisi daerah dengan nilai PDRB Perkapita lebih rendah

tetapi tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi atau daerah maju tapi

tertekan.

3. Kuadran III, posisi daerah dengan nilai PDRB Perkapita tinggi tetapi

tingkat pertumbuhan yang lebih rendah atau daerah yang masih dapat

berkembang dengan pesat.

4. Kuadran IV , posisi daerah dengan nilai PDRB Perkapita dan tingkat

pertumbuhan yang lebih rendah atau daerah relatif tertinggal.

(20)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

13

Perhitungan Indeks Disparitas Williamson ini merupakan koefisien variasi

PDRB Perkapita yang diberi penimbang proporsi jumlah penduduk

masing-masing kecamatan terhadap jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo

Rumusnya :

100

)

(

1

21

2

1

x

P

P

Y

Y

Y

IW

t

t

i

dimana :

IW = Indeks Williamson

i

Y

= PDRB Perkapita kecamatan ke - i

Y = Rata-rata PDRB Perkapita di Kabupaten Ponorogo

t

P

= Jmlah Penduduk Kecamatan ke – i

P = Jumlah Penduduk Kabupaten Ponorogo

Indeks ini menggunakan nilai PRB Perkapita tiap kecamatan, ukuran

Indeks Williamson (koefisien variasi tertimbang) mempunyai keunggulan karena

diberi bobot dengan jumlah penduduk masing-masing kecamatan terhadap total

penduduk Kabupaten Ponorogo.

3.2.

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB

ADHB)

PDRB ADHB dapat dihitung melalui dua metode yaitu metode langsung

dan metode tidak langsung.

(21)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

14

Metode Langsung

Yang dimaksud metode langsung adalah metode penghitungan dengan

menggunakan data yang bersumber dari daerah yang bersangkutan. Metode

langsung akan memperlihatkan karakteristik sosial ekonomi suatu daerah.

Metode langsung dapat diperoleh dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu

pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.

a) Pendekatan Produksi, menghitung nilai tambah dari barang dan jasa

yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara

mengurangkan biaya antara dari masing-masing nilai produksi bruto

tiap sektor atau subsektor, pendekatan ini juga biasa disebut

pendekatan nilai tambah.

b) Pendekatan Pengeluaran, bertitik tolak pada penggunaan akhir dari

barang dan jasa dari suatu daerah. PDRB adalah komponen semua

permintaan akhir, seperti: [1] Pengeluaran konsumsi rumah tangga;

[2] Pengeluaran konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari

untung; [3] Konsumsi pemerintah; [4] Pembentukan modal tetap

bruto; [5] Perubahan stok, dan [6] Ekspor netto;

c) Pendekatan Pendapatan, jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor

produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu daerah

dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor

produksi yang dimaksud adalah upah dangaji, sewa tanah, bunga

modal dan keuntungan semuanya sebelum dipotong pajak

penghasilan dan pajak langsung lainnya.

(22)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

15

Metode Tidak Langsung

Yang dimaksud dalam metode ini adalah metode alokasi, yaitu

penghitungannya dengan cara mengalokasikan pendapatan regional kabupaten

untuk tiap kecamatan dengan menggunakan alokator-alokator tertentu. Alokator

yang digunakan dapat didasarkan atas; [1] Nilai produksi bruto atau netto; [2]

Jumlah produksi fisik; [3] Tenaga kerja; [4] Penduduk; [5] Alokator lain yang

sesuai untuk daerah tersebut.

3.3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB

ADHK)

Penghitungan atas dasar harga konstan ini berguna antar lain dalam

perencanaan ekonomi, proyeksi dan menilai pertumbuhan ekonomi secara

keseluruhan maupun sektoral. Secara konsep, nilai atas dasar harga konstan

dapat juga mencerminkan kuantum produksi pada tahun yang berjalan yang

dinilai atas dasar harga harga pada tahun dasar.

Dari segi nilai statistik, suatu nilai atas dasar harga konstan dapat

diperoleh dengan berbagai cara, yaitu revaluasi, ekstrapolasi, deflasi, dan

deflasi berganda.

a) Revaluasi, dilakukan dengan menilai produksi dan biaya antara

masing-masing tahun denga harga pada tahun dasar (2000). Hasilnya

merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan 2000.

Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga konstan, diperoleh

dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan

2000.

b) Ekstrapolasi, nilai tambah masing-masing tahun datas dasar harga

konstan 2000 diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada

tahun dasar 2000 dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai

(23)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

16

ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi

yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi

seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya yang dianggap

sesuai dengan jenis kegiatan yang sedang dihitung.

c) Deflasi, nilai tambah masing-masing tahun datas dasar harga konstan

2000 diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga

berlaku masing-masing tahun dengan indeks harganya. Indeks harga

yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga

konsumen, indeks harga perdagangan besar dan sebagainya,

tergantung indeks mana yang sesuai. Indeks harga tersebut dapat

juga dipakai sebagai inflator, yang berarti nilai tambah atas dasar

harga yang berlaku diperolah dengan mengalikan nilai tambah atas

dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.

d) Deflasi Berganda, dalam deflasi berganda ini yang dideflasikan

adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh

dari selisih antara output dan biaya antara hasil pendeflasian tersebut.

Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan

indeks harga produsen atau indeks harga perdagangan besar sesuai

dengan cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya

antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.

3.4.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita umumnya disajikan

atas dasar harga berlaku. PDRB Perkapita adalah hasil bagi dari nilai total

PDRB suatu wilayah terhadap jumah penduduk pertengahan tahun yang tinggal

diwilayah tersebut. Yang dirumuskan sebagai berikut :

Tahun

n

Pertengaha

Penduduk

ADHB

PDRB

Perkapita

PDRB

(24)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

17

Peningkatan PDRB Perkapita atas dasar harga berlaku ini masih

mempunyai keterbatasan, yakni belum menunjukan peningkatan sebenarnya

dari daya beli perkapita, karena beberapa alasan sebagai berikut :

a) PDRB Perkapita masih belum dapat mendeteksi kesenjangan

penguasaan asset penerimaan balas jasa faktor produksi, angka ini

baru memberi petunjuk rata-rata pendapatan perkapita dalam suatu

wilayah.

b) Tingkat kenaikan harga atau inflasi masih ada didalamnya.

c) Tingkat pertumbuhan penduduk juga berpengaruh.

(25)
(26)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

19

4.1.

Kondisi Geografis

Kabupaten Ponorogo adalah sebuah daerah di wilayah Provinsi Jawa

Timur yang berada pada posisi 200 Km sebelah barat daya ibu kota propinsi,

dan 800 Km dengan ibu kota Negara Indonesia. Kabupaten Ponorogo terletak

pada 111°7’ hingga 111° 52’ Bujur Timur dan 7° 49’ hingga 8° 20’ Lintang

Selatan.

Wilayah Kabupaten Ponorogo secara langsung berbatasan dengan

Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Nganjuk di sebelah

utara. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung dan

Kabupaten Trenggalek. Di sebelah selatan dengan Kabupaten Pacitan.

Sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pacitan dan

Kabupaten Wonogiri (Provinsi Jawa Tengah).

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Ponorogo

Luas wilayah Kabupaten Ponorogo yang mencapai 1.371.78 km2 habis

terbagi menjadi 21 Kecamatan yang terdiri dari 307 desa/kelurahan. Kecamatan

di Kabupaten Ponorogo yang memiliki wilayah terluas adalah Kecamatan

Ngrayun yaitu sebesar 184,76 Km

2

, sedang kecamatan dengan luas terkecil

adalah Kecamatan Ponorogo sebesar 22,31 Km

2

.

(27)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

20

Kondisi topografi Kabupaten Ponorogo bervariasi mulai dari dataran

rendah hingga pegunungan. Berdasarkan data yang ada, sebagian besar

wilayah Kabupaten Ponorogo, yaitu sebesar 79% terletak di ketinggian kurang

dari 500 meter di atas permukaan laut, 14,8% berada di antara 500-700 meter,

dan sisanya 6,2% berada pada ketinggian di atas 700 meter. Bila dilihat secara

klimatologis, Kabupaten Ponorogo merupakan dataran rendah dengan iklim

tropis yang mengalami dua musim yaitu kemarau dan penghujan dengan suhu

berkisar 18° - 31°C.

4.2.

Kondisi Demografis

Berdasarkan hasil proyeksi BPS tahun 2013, jumlah penduduk

Kabupaten Ponorogo sebesar 863.890 jiwa, yang terdiri dari 431.382 jiwa

penduduk laki-laki dan 432.508 jiwa penduduk perempuan dengan kepadatan

penduduk mencapai 630 jiwa/km2. Komposisi penduduk laki-laki dan

perempuan di Kabupaten Ponorogo hampir seimbang. Tercatat rasio jenis

kelamin (Sex Ratio) sebesar 99,74 yang berarti bahwa secara rata-rata pada

setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki.

Dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo, Kecamatan

Ponorogo merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu

75.949 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 3.404 jiwa/Km2, diikuti oleh

Kecamatan Babadan 64.418 jiwa (1.466 jiwa/Km2) dan Kecamatan Ngrayun

56.080 jiwa (304 jiwa/Km2).

Jika dilihat dari sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur,

penduduk Kabupaten Ponorogo merupakan penduduk produktif dengan

persentase terbesar penduduk usia 15-64 tahun sebesar 68,01%. Sedangkan

penduduk usia di bawah 15 tahun sebesar 21,04% dan penduduk usia 65 tahun

ke atas sebesar 10,95%.

(28)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

21

Tabel 4.1

Gambaran Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Ponorogo

Tahun 2013

No. Kecamatan Penduduk Jumlah Tahun 2013 Luas Wilayah (Km2) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) (1) (2) (3) (5) (6)

1

Ngrayun

56.080

184,76

304

2

Slahung

49.437

90,34

547

3

Bungkal

34.505

54,01

639

4

Sambit

35.691

59,83

597

5

Sawoo

54.439

124,71

437

6

Sooko

21.925

55,33

396

7

Pudak

9.198

48,92

188

8

Pulung

46.479

127,55

364

9

Mlarak

36.607

37,20

984

10

Siman

42.451

37,95

1.119

11

Jetis

29.082

22,41

1.298

12

Balong

41.667

56,96

732

13

Kauman

39.620

36,61

1.082

14

Jambon

39.118

57,48

681

15

Badegan

29.305

52,35

560

16

Sampung

35.761

80,61

444

17

Sukorejo

50.352

59,58

845

18

Ponorogo

75.949

22,31

3.404

19

Babadan

64.418

43,93

1.466

20

Jenangan

52.460

59,44

883

21

Ngebel

19.346

59,50

325

Jumlah

863.890

1.371,78

630

Sumber : Proyeksi Penduduk Tahun 2013

Berdasarkan kondisi tersebut dapat diketahui bahwa konsentrasi

penduduk berada di Kecamatan Ponorogo, Babadan, Jetis, Siman dan

Kauman dengan kepadatan penduduk di atas 1.000 jiwa per kilometernya.

(29)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

22

4.3.

Indeks Disparitas Wilayah

Indeks Disparitas Wilayah atau Indeks Ketimpangan Williamson

merupakan besaran/nilai yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat

kesenjangan antar wilayah yang didasarkan pada keragaman yang terjadi atas

hasil-hasil pembangunan ekonomi antar wilayah. Semakin besar angka ini

berarti semakin melebar kesenjangan yang terjadi di wilayah tersebut.

Sebaliknya, semakin rendah indeks ini maka semakin kecil kesenjangan

wilayahnya.

Dalam pembahasan kesenjangan wilayah ini diuraikan menjadi 3 (tiga) bagian

yaitu :

1. Disparitas antar kecamatan

2. Disparitas antar Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

3. Disparitas antar kecamatan dalam Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Untuk mempercepat akselerasi pembangunan serta mempermudah

pemetaan satuan wilayah kerja pembangunan, maka berdasarkan Peraturan

Daerah Kabupaten Ponorogo No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Ponorogo Tahun 2012-2032, ditetapkan 1 Pusat Kegiatan

Lokal (PKL) dan 4 Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp). Pembagian tersebut

didasarkan atas geografis kecamatan yang saling berdekatan dan mempunyai

karakteristik yang hampir sama yaitu :

1. PKL Ponorogo

Terdiri dari Kecamatan Siman, Kecamatan Babadan, Kecamatan

Jenangan dan Kecamatan Ponorogo sebagai pusat PKL karena

memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan Kabupaten dengan

fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan dengan kegiatan

utama perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan dan

pemerintahan.

(30)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

23

2. PKLp Jetis

Terdiri dari Kecamatan Mlarak, Kecamatan Bungkal, Kecamatan

Sambit, Kecamatan Sawoo dan Kecamatan Jetis sebagai pusat

PKLp yang berfungsi sebagai pusat pelayanan perdagangan dan

jasa skala lokal serta pusat pendidikan.

3. PKLp Pulung

Didukung oleh Kecamatan Sooko, Pulung, Ngebel dan Pudak yang

memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa

skala lokal, pusat agropolitan dan pusat kesehatan skala lokal,

sehingga akan mendorong pengembangan Kabupaten Ponorogo

bagian timur yang memiliki potensi sumber daya alam cukup besar.

4. PKLp Jambon

Memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa, dan

pusat industri batu kapur untuk mendorong pengembangan

Kabupaten Ponorogo bagian barat yang berbatasan dengan provinsi

Jawa Tengah, yang didukung oleh Kecamatan Sampung,

Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Badegan, Kecamatan Kauman

dan Kecamatan Jambon sebagai pusat PKLp.

5. PKLp Slahung

Sebagai sub pusat pengembangan kawasan agropolitan untuk

kegiatan off farm serta pusat perdagangan dan jasa skala

lokal/kecamatan yang akan mendorong Kabupaten Ponorogo bagian

selatan yang didukung oleh Kecamatan Balong, Kecamatan Ngrayun

dan Kecamatan Slahung sebagai pusatnya.

(31)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

24

Berdasarkan hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan

indeks Williamsom, diperoleh indeks disparitas Kabupaten Ponorogo sebagai

berikut :

Tabel 4.2

Indeks Disparitas Kabupaten Ponorogo Tahun 2012-2013

Indeks disparitas wilayah yang diukur dengan menggunakan indeks

Williamson digunakan untuk melihat persentase ketidakmerataan dengan skala

dimulai dari 0 sampai 1. Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa disparitas wilayah

antar kecamatan di Kabupaten Ponorogo cenderung melebar dibanding tahun

sebelumnya yaitu sebesar 0,26 pada tahun 2012 menjadi 0,29 pada tahun

2013. Meskipun cenderung melebar namun angka ini mengindikasikan bahwa

tingkat kesenjangan wilayah antar kecamatan masih relatif rendah karena

masih berada pada nilai < 0.3 atau tergolong pada kategori rendah.

Jika dilihat lebih lanjut disparitas antar Pusat Kegiatan Lokal (PKL) di

seluruh kawasan juga cukup rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks

Williamson sebesar 0,14 pada tahun 2012 dan 0,17 di tahun 2013, yang artinya

pembangunan ekonomi antar pusat kegiatan lokal cukup merata.

Pada tabel 4.2 juga ditunjukan bahwa kesenjangan untuk wilayah

kecamatan pada masing-masing pusat kegiatan lokal masih cukup bervariasi.

No. Uraian Tahun

2012 2013

1

Antar Kecamatan

0,26

0,29

2

Antar Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

0,14

0,17

3

Antar Kecamatan dalam PKL

4

PKL Ponorogo

0,35

0,37

5

PKLp Jetis

0,11

0,16

6

PKLp Pulung

0,12

0,15

7

PKLp Jambon

0,16

0,21

(32)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

25

Dari 21 (duapuluh satu) kecamatan yang dikelompokan dalam 5 (lima) pusat

kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal Slahung, Jetis dan Pulung merupakan

kawasan yang mempunyai kesenjangan antar kecamatan yang relatif rendah

yang berarti pembangunan ekonomi di wilayah tersebut lebih merata dibanding

pusat kegiatan lokal lainnya. Kecamatan yang tercakup dalam PKLp Slahung,

Jetis dan Pulung adalah Kecamatan Ngrayun, Slahung, Bungkal, Sambit,

Sawoo, Sooko, Pudak, Pulung, Mlarak, Jetis, Balong dan Ngebel. Nilai indeks

disparitas pembangunan di wilayah tersebut meski cenderung melebar pada

tahun 2013 namun masih lebih rendah dibanding pusat kegiatan lokal lainnya.

Hal ini cukup beralasan karena dikawasan ini terdapat

kecamatan-kecamatan yang potensi ekonominya cukup homogen yaitu di sektor pertanian,

kecuali Kecamatan Jetis yang lebih berpotensi pada sektor perdagangan.

Peranan sektor pertanian terhadap total PDRB masing-masing kecamatan di

atas 30 persen, kecuali untuk Kecamatan Jetis peranan sektor pertanian sekitar

17 persen. Pada umumnya sektor perdagangan berkembang hampir di semua

kecamatan namun potensi perdagangan terbesar untuk kawasan PKLp

Slahung, Jetis dan Pulung berada di Kecamatan Jetis.

Dengan potensi yang relatif homogen pertumbuhan ekonomi di wilayah

tersebut sebagian besar bergantung pada pertumbuhan sektor pertanian yang

sangat bergantung pada daya dukung lahan dan iklim yang relatif kecil

perbedaannya di setiap wilayah sehingga tingkat kesenjangan antar wilayah di

kawasan tersebut cenderung rendah. Meski tidak dipungkiri selain kondisi

tersebut, perbedaan kondisi demografis antar kecamatan terutama dalam hal

jumlah dan pertambahan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan,

kesehatan juga turut berpengaruh. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melalui sisi permintaan dan sisi

penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan

potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong atau

sebagai daya ungkit bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi

(33)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

26

penawaran, jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pendidikan dan

kesehatan yang baik merupakan aset penting bagi produksi.

Sedangkan pada pusat kegiatan lokal Jambon memiliki disparitas

wilayah yang relatif lebih lebar dibandingkan dengan pusat kegiatan lokal

Slahung, Jetis dan Pulung. Untuk PKLp Jambon pada tahun 2013 memiliki

angka kesenjangan wilayah sebesar 0,21, lebih tinggi dibanding tahun

sebelumnya yang sebesar 0,16.

Indeks disparitas wilayah yang lebih tinggi pada PKLp Jambon

disebabkan karena potensi masing-masing kecamatan yang berada di kawasan

PKLp Jambon cukup heterogen. Kecamatan Jambon, Badegan, Sampung dan

Sukorejo mempunyai potensi di sektor pertanian. Selain sektor pertanian,

Kecamatan Sampung dan Badegan juga sangat berpotensi pada sektor

penggalian. Sementara di Kecamatan Kauman yang paling dominan adalah

potensi di sektor perdagangan dan industri pengolahan. Perbedaan potensi di

tiap kecamatan menyebabkan pertumbuhan ekonominya juga berada pada

tingkat yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat di Kecamatan

Kauman pada tahun 2013 yang mencapai 8,47 persen tidak diikuti oleh wilayah

sekitarnya yang hanya berkisar pada angka 3 hingga 5 persen. Melemahnya

kinerja sektor pertanian pada tahun 2013 membuat tingkat kesenjangan

pembangunan di PKLp Jambon menjadi semakin lebar di tahun 2013.

Demikian pula pada pusat kegiatan lokal Ponorogo, tingginya indeks

disparitas wilayah yang terjadi dimungkinkan karena Kecamatan Ponorogo

sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi cenderung banyak menyerap

investasi pada berbagai sektor ekonomi sehingga membawa dampak secara

agregat yakni terjadi peningkatan kesenjangan pembangunan dengan

kecamatan lain. Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di Kecamatan

Ponorogo merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya

ketimpangan atau disparitas ekonomi yang ditunjukan oleh tingginya nilai PDRB

pada tahun 2013 sebesar 1,4 triliun rupiah yang mempunyai peranan 13,56

persen terhadap total PDRB Kabupaten Ponorogo.

(34)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

27

Berkembangnya ekonomi Kabupaten Ponorogo sejalan dengan

tumbuhnya perekonomian ditingkat kecamatan. Kontribusi setiap kecamatan

dapat terlihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Kontribusi Kecamatan di Kabupaten Ponorogo Tahun 2013 (%)

4,33 4,84 3,56 3,9 5,41 3,01 1,18 6,34 3,3 4,11 3,84 4,36 6,27 3,81 3,61 4,97 5,44 13,56 4,72 5,99 3,45 N gr ayun Sla hu ng Bal o ng Bun gkal Sam bi t Saw o o M la rak Jetis So o ko P ud ak P ul un g N gebel Kaum an Jam bo n Badeg an Sam pu ng Suko rej o P o no ro go Baba da n Jenan gan Sim an

4.4.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Ponorogo

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu

indikator yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan suatu daerah.

Kenaikan atau penurunan PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut

mengalami peningkatan atau penurunan kegiatan ekonomi dan pembangunan.

4.4.1 PDRB Kabupaten Ponorogo Menurut Kecamatan

Pada tahun 2012, PDRB Kabupaten Ponorogo Atas Dasar Harga

Berlaku sebesar 9,5 triliun rupiah. Jika dilihat peranan masing-masing dari 21

kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo, Kecamatan Ponorogo

(35)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

28

merupakan kecamatan yang mempunyai peranan yang paling besar dalam

menyumbang pembentukan PDRB di Kabupaten Ponorogo dengan nilai PDRB

sebesar 1,3 triliun rupiah atau berperan sebesar 13,25 persen. Sedangkan

kontribusi terbesar kedua diberikan oleh Kecamatan Pulung sebesar 619,01

miliar rupiah atau 6,53 persen dari PDRB Kabupaten Ponorogo.

Tabel 4.3.

Sumbangan PDRB Kecamatan Terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo (ADHB)

Tahun 2012-2013 (Juta Rupiah)

No. Kecamatan Tahun 2012 Tahun 2013 PDRB Kecamatan ADHB Peranan thd PDRB Kab. Peringkat PDRB Kecamatan ADHB Peranan thd PDRB Kab. Peringkat 1 Ngrayun 419.911,45 4,43 10 462.595,02 4,33 11 2 Slahung 453.899,81 4,78 8 517.456,22 4,84 8 3 Bungkal 333.938,43 3,52 18 380.438,59 3,56 17 4 Sambit 372.966,53 3,93 13 416.988,02 3,90 13 5 Sawoo 517.809,48 5,46 6 577.939,31 5,41 6 6 Sooko 295.122,64 3,11 20 322.324,13 3,01 20 7 Pudak 111.289,76 1,17 21 126.340,89 1,18 21 8 Pulung 619.006,13 6,53 2 677.698,16 6,34 2 9 Mlarak 324.512,11 3,42 19 352.689,79 3,30 19 10 Siman 384.607,58 4,05 12 439.461,71 4,11 12 11 Jetis 355.339,02 3,75 15 410.555,81 3,84 14 12 Balong 406.340,79 4,28 11 466.105,32 4,36 10 13 Kauman 578.361,24 6,10 3 670.751,87 6,27 3 14 Jambon 368.427,65 3,88 14 407.496,52 3,81 15 15 Badegan 348.829,84 3,68 16 386.187,36 3,61 16 16 Sampung 473.806,82 4,99 7 531.131,36 4,97 7 17 Sukorejo 520.338,82 5,49 5 582.012,97 5,44 5 18 Ponorogo 1.256.760,07 13,25 1 1.449.622,86 13,56 1 19 Babadan 443.188,40 4,67 9 504.391,58 4,72 9 20 Jenangan 565.629,98 5,96 4 640.806,06 5,99 4 21 Ngebel 336.113,53 3,54 17 369.398,61 3,45 18 Kab Ponorogo 9.486.200,08 100,00 10.692.392,15 100,00

(36)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

29

Gambar 4.3

PDRB ADHB Menurut Kecamatan Tahun 2012 – 2013 (Juta Rupiah)

0,00 200.000,00 400.000,00 600.000,00 800.000,00 1.000.000,00 1.200.000,00 1.400.000,00 1.600.000,00 Ng ra yu n Sl ah u n g B u n gk al Sa mb it Sa w o o So o ko P u d ak P u lu n g M la ra k Si ma n Je ti s B al o n g K au ma n Ja mb o n B ad eg an Sa mp u n g Su ko re jo P o n o ro go B ab ad an Je n an ga n Ng eb el 2012 2013

Sementara kecamatan yang memberikan peranan paling kecil dalam

pembentukan PDRB di Kabupaten Ponorogo adalah Kecamatan Pudak, yakni

sebesar 111,29 miliar rupiah atau hanya sebesar 1,17 persen dari PDRB

Kabupaten Ponorogo.

Sedangkan pada tahun 2013, PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Kabupaten Ponorogo sebesar 10,69 triliun rupiah. Kecamatan Ponorogo masih

memegang peranan paling tinggi sebesar 13,56 persen terhadap pembentukan

PDRB Kabupaten Ponorogo dengan nilai PDRB mencapai 1,4 triliun rupiah.

Kontribusi terbesar kedua dalam pembentukan PDRB Kabupaten Ponorogo

juga masih diberikan oleh Kecamatan Pulung dengan nilai PDRB sebesar

677,70 miliar rupiah atau menyumbang sebesar 6,34 persen dari PDRB

Kabupaten Ponorogo. Sementara Kecamatan Pudak peranannya sedikit

meningkat dibanding tahun sebelumnya bagi pembentukan PDRB Kabupaten

Ponorogo yaitu sebesar 1,18 persen dengan nilai PDRB 126,34 milyar rupiah.

(37)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

30

4.4.2 PDRB Kabupaten Ponorogo Menurut Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Dalam kerangka konsep geografis, untuk mempercepat akselerasi

pembangunan di Kabupaten Ponorogo, telah dibagi pusat kegiatan lokal

menjadi lima kawasan yang didasarkan pada geografisnya serta karakteristik

wilayahnya.

Tabel 4.4

Peranan PDRB Pusat Kegiatan Lokal terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo (ADHB)

Tahun 2012-2013

URAIAN PKL Ponorogo PKLp Jetis PKLp Pulung PKLp Jambon PKLp Slahung (1) (2) (3) (4) (5) (6)

Tahun 2012

PDRB ADHB PKL (Triliun Rupiah) 2,650 1,905 1,362 2,290 1,280 Peranan thd PDRB Kab. (%) 27,94 20,08 14,35 24,14 13,49 Peringkat PKL 1 3 4 2 5

Tahun 2013

PDRB ADHB PKL (Triliun Rupiah) 3,034 2,139 1,496 2,578 1,446 Peranan thd PDRB Kab. (%) 28,38 20,00 13,99 24,11 13,53 Peringkat PKL 1 3 4 2 5

Melalui tabel 4.4 dapat diketahui peranan masing-masing pusat kegiatan

lokal terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Ponorogo. Pusat Kegiatan Lokal

Ponorogo memiliki peranan yang paling besar yaitu 27,94 persen dengan nilai

PDRB sebesar 2,650 triliun rupiah

pada tahun 2012. Pada tahun 2013

peranannya terus meningkat menjadi 27,38 persen dengan nilai PDRB sebesar

3,034 triliun rupiah.

Peranan terbesar berikutnya adalah Pusat Kegiatan Lokal promosi

Jambon. Pada tahun 2012 dengan PDRB sebesar 2,290 triliun rupiah telah

memberikan kontribusi sebesar 24,14 persen, yang mengalami sedikit

penurunan kontribusi pada tahun 2013 yaitu menjadi sebesar 24,11 persen

dengan PDRB 2,578 triliun rupiah.

(38)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

31

Gambar 4.4.

Peranan Pusat Kegiatan Lokal Tahun 2013

(Persen)

PKLp Jambon; 24,11 PKLp Pulung; 13,99 PKLp Jetis; 20 PKL Ponorogo; 28,38 PKLp Slahung; 13,53

Demikian pula halnya yang terjadi di Pusat Kegiatan Lokal promosi Jetis

dan Pulung juga mengalami penurunan kontribusi pada tahun 2013. Untuk

Pusat Kegiatan Lokal promosi Jetis yang semula memberikan kontribusi

sebesar 20,08 persen pada tahun 2012 turun menjadi 20,00 persen pada tahun

2013. Sedangkan di Pusat Kegiatan Lokal promosi Jambon dari kontribusi

sebesar 24,14 persen di tahun 2012 menjadi 24,11 persen di tahun 2013.

Penurunan kontribusi di Pusat Kegiatan Lokal promosi Jetis, Pulung, dan

Jambon cenderung disebabkan oleh menurunnya kinerja sektor pertanian yang

menjadi penopang perekonomian terbesar di seluruh kawasan tersebut.

Pusat Kegiatan Lokal promosi Slahung merupakan kawasan dengan

kontribusi terkecil, yaitu sebesar 13,49 persen pada tahun 2012 dengan PDRB

sebesar 1,286 triliun rupiah. Kawasan ini sedikit mengalami peningkatan

kontribusi pada tahun 2013 yaitu menjadi 13,53 persen dengan PDRB sebesar

1,446 triliun rupiah.

(39)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

32

4.4.3 PDRB Perkapita Kabupaten Ponorogo Menurut Kecamatan

PDRB Perkapita merupakan hasil bagi antara nilai tambah bruto (gross

value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu, bila

ini dibagi dengan jumlah seluruh penduduk yang tinggal di daerah itu, maka

hasilnya merupakan Produk Domestik Regional Bruto per kapita penduduk di

daerah tersebut.

Gambar 4.5

PDRB Perkapita Per Kecamatan Th 2012 – 2013

(Juta Rupiah)

0 5 10 15 20 25 N gr ayun Sla hu ng Bun gkal Sam bi t Saw o o So o ko P ud ak P ul un g M la rak Sim an Jet is Bal o ng Kaum an Jam bo n Badeg an Sam pu ng Suko rej o P o no ro go Baba da n Jenan gan N gebel 2012 2013

Kecamatan Ngebel merupakan kecamatan di Kabupaten Ponorogo

yang memiliki PDRB Perkapita paling tinggi, yaitu sebesar 17,43 juta rupiah

pada tahun 2012. Meski Kecamatan Ngebel hanya memberikan kontribusi

sebesar 3,54 persen terhadap pembentukan PDRB di Kabupaten Ponorogo

namun dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit dibanding kecamatan lain

menyebabkan PDRB Perkapita di wilayah ini tinggi. Di Kecamatan Ngebel

selain sektor pertanian yang memegang peranan besar, keberadaan tempat

rekreasi Telaga Ngebel berpengaruh positif terhadap perkembangan sektor

hotel dan jasa.

(40)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

33

PDRB perkapita terbesar berikutnya adalah Kecamatan Ponorogo

dengan PDRB Perkapita sebesar 16,65 juta rupiah. Meskipun sumbangan

terhadap pembentukan PDRB Kabupaten paling tinggi yaitu sebesar 13,25

persen namun dengan jumlah penduduk yang paling besar membuat PDRB

perkapita di wilayah ini lebih rendah dibanding Kecamatan Ngebel. Sedangkan

kecamatan yang mempunyai PDRB Perkapita terkecil adalah Kecamatan

Babadan, meskipun nilai nominal dari PDRB di Kecamatan Babadan

menduduki peringkat kesembilan namun jumlah penduduk terbesar kedua

setelah Kecamatan Ponorogo membuat PDRB perkapita di kecamatan ini

cukup rendah (lihat pada tabel 4.5).

Tabel 4.5

PDRB Perkapita Kecamatan dan Kabupaten Ponorogo ADHB

(Rupiah), 2012-2013

No. Kecamatan

Tahun 2012 Tahun 2013

PDRB Perkapita Peringkat PDRB Perkapita Peringkat

1 Ngrayun 7.510.354,86 20 8.248.841,21 20 2 Slahung 9.183.607,73 17 10.466.982,63 16 3 Bungkal 9.693.704,57 14 11.025.607,57 14 4 Sambit 10.452.804,80 11 11.683.281,96 11 5 Sawoo 9.489.077,63 15 10.616.273,52 15 6 Sooko 13.480.844,09 4 14.701.214,54 5 7 Pudak 12.220.244,14 7 13.735.691,35 8 8 Pulung 13.352.159,73 5 14.580.738,83 6 9 Mlarak 8.894.885,64 19 9.634.490,46 19 10 Siman 9.108.311,99 18 10.352.211,06 18 11 Jetis 12.212.221,99 8 14.117.179,48 7 12 Balong 9.751.398,83 13 11.186.438,24 13 13 Kauman 14.538.264,44 3 16.929.628,15 3 14 Jambon 9.425.112,60 16 10.417.110,30 17 15 Badegan 11.922.545,70 9 13.178.207,18 9 16 Sampung 13.227.806,94 6 14.852.251,20 4 17 Sukorejo 10.378.546,83 12 11.558.884,79 12 18 Ponorogo 16.647.151,70 2 19.086.793,23 2 19 Babadan 6.937.609,97 21 7.829.978,90 21 20 Jenangan 10.837.069,01 10 12.215.136,49 10 21 Ngebel 17.432.370,20 1 19.094.314,56 1 Kab Ponorogo 11.007.349,78 12.377.029,66

(41)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

34

Pada tahun 2013, Kecamatan Ngebel tetap menempati peringkat

pertama sebagai kecamatan di Kabupaten Ponorogo yang memiliki PDRB

Perkapita terbesar yaitu sebesar 19,09 juta rupiah. Pertumbuhan yang cukup

pesat pada sektor sekunder dan tersier di Kecamatan Ponorogo menyebabkan

kenaikan nominal PDRB Kecamatan Ponorogo yang cukup signifikan namun

belum mampu mengimbangi pertumbuhan jumlah penduduknya sehingga

PDRB perkapita di kecamatan ini belum dapat menggeser posisi Kecamatan

Ngebel.

Sedangkan Kecamatan Babadan masih mempunyai PDRB Perkapita

terkecil dengan PDRB Perkapita sebesar 7,83 juta rupiah. Dengan

pertumbuhan ekonomi sebesar 6,75 persen pada tahun 2013 ternyata belum

mampu mendongkrak peringkat Kecamatan Babadan dalam hal PDRB

Perkapita.

4.4.4 PDRB Perkapita Kabupaten Ponorogo Menurut Pusat Kegiatan

Lokal (PKL)

Melalui tabel 4.6 ini diperoleh informasi mengenai PDRB Perkapita pada

lima wilayah Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

Tabel 4.6

PDRB Perkapita PKL di Kabupaten Ponorogo (ADHB)

Tahun 2012-2013

URAIAN PKL Ponorogo PKLp Jetis PKLp Pulung PKLp Jambon PKLp Slahung (1) (2) (3) (4) (5) (6)

Tahun 2012

PDRB Perkapita ADHB PKL (Rp.) 11.335.464 10.009.331 14.088.701 11.797.740 8.708.162 Peringkat PKL 3 4 1 2 5

Tahun 2013

PDRB Perkapita ADHB PKL (Rp.) 12.896.583 11.236.689 15.428.496 13.275.820 9.825.501 Peringkat PKL 3 4 1 2 5

(42)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

35

Wilayah Pembangunan di Pusat Kegiatan Lokal promosi Pulung

merupakan kawasan dengan PDRB Perkapita terbesar di Kabupaten Ponorogo,

yaitu sebesar Rp. 14.088.701,- pada tahun 2012. Tingginya PDRB perkapita di

kawasan ini banyak dipengaruhi oleh tingginya PDRB perkapita di Kecamatan

Ngebel yang menempati posisi pertama antar kecamatan di wilayah Kabupaten

Ponorogo. Kemudian disusul wilayah Pusat Kegiatan Lokal Jambon dengan

PDRB Perkapita sebesar Rp. 11.797.740,- menyusul di peringkat kedua.

Berikutnya adalah kawasan Pusat Kegiatan Lokal Ponorogo dengan PDRB

Perkapita sebesar Rp. 11.335.464,-. Sementara Pusat Kegiatan Lokal promosi

Jetis berada di posisi keempat dengan PDRB perkapita sebesar Rp.

10.009.331,- dan posisi terendah di Pusat Kegiatan Lokal promosi Slahung

yang mempunyai PDRB perkapita Rp. 8.708.162,-.

Pada tahun 2013 peringkat PDRB Perkapita menurut kawasan Pusat

Kegiatan Lokal masih sama seperti tahun sebelumnya. Pusat Kegiatan Lokal

promosi Pulung masih menduduki peringkat paling tinggi dengan PDRB

Perkapita sebesar Rp. 15.428.496,-, kemudian wilayah Pusat Kegiatan Lokal

promosi Jambon sebesar Rp. 13.275.820. Pusat Kegiatan Lokal Ponorogo

menduduki posisi ketiga dengan PDRB perkapita sebesar Rp.

12.896.583,-sedangkan wilayah Pusat Kegiatan Lokal promosi Jetis dan Slahung

menduduki posisi keempat dan kelima dengan PDRB Perkapita masing-masing

sebesar Rp. 11.236.689,- dan Rp. 9.825.501,-

4.4.5 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ponorogo Menurut Kecamatan

Adanya disparitas antar wilayah diduga karena potensi sumber daya

yang dimiliki antara kecamatan satu dengan kecamatan lainnya tidak merata

dan tidak seragam, oleh karena itu pertumbuhannya pun berbeda. Untuk dapat

tumbuh secara cepat, suatu wilayah perlu memilih satu atau lebih pusat-pusat

pertumbuhan wilayah yang memiliki potensi paling kuat. Apabila ada wilayah

(43)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

36

yang mempunyai potensi kuat untuk dikembangkan, diharapkan akan terjadi

perembesan pertumbuhan bagi wilayah-wilayah yang lemah. Pertumbuhan ini

berdampak positif (trickle down effect) yaitu adanya pertumbuhan di wilayah

yang kuat akan menyerap potensi tenaga kerja diwilayah yang lemah atau

mungkin wilayah yang lemah menghasilkan produk yang sifatnya komplementer

dengan produk wilayah yang kuat.

Tabel 4.7

PDRB ADHB, Peranan dan Pertumbuhan

Tahun 2012-2013

No. Kecamatan Tahun 2012 Tahun 2013 Pertum buhan (%) PDRB Kecamatan ADHB (Juta Rp.) Peranan thd PDRB Kab. (%) Peringkat PDRB Kecamatan ADHB (Juta Rp.) Peranan thd PDRB Kab. (%) Peringkat 1 Ngrayun 419.911,45 4,43 10 462.595,02 4,33 11 3,11 2 Slahung 453.899,81 4,78 8 517.456,22 4,84 8 6,61 3 Bungkal 333.938,43 3,52 18 380.438,59 3,56 17 6,68 4 Sambit 372.966,53 3,93 13 416.988,02 3,90 13 4,78 5 Sawoo 517.809,48 5,46 6 577.939,31 5,41 6 4,29 6 Sooko 295.122,64 3,11 20 322.324,13 3,01 20 2,18 7 Pudak 111.289,76 1,17 21 126.340,89 1,18 21 6,18 8 Pulung 619.006,13 6,53 2 677.698,16 6,34 2 2,47 9 Mlarak 324.512,11 3,42 19 352.689,79 3,30 19 2,10 10 Siman 384.607,58 4,05 12 439.461,71 4,11 12 7,07 11 Jetis 355.339,02 3,75 15 410.555,81 3,84 14 8,07 12 Balong 406.340,79 4,28 11 466.105,32 4,36 10 7,40 13 Kauman 578.361,24 6,10 3 670.751,87 6,27 3 8,47 14 Jambon 368.427,65 3,88 14 407.496,52 3,81 15 3,46 15 Badegan 348.829,84 3,68 16 386.187,36 3,61 16 3,74 16 Sampung 473.806,82 4,99 7 531.131,36 4,97 7 5,26 17 Sukorejo 520.338,82 5,49 5 582.012,97 5,44 5 4,72 18 Ponorogo 1.256.760,07 13,25 1 1.449.622,86 13,56 1 8,93 19 Babadan 443.188,40 4,67 9 504.391,58 4,72 9 6,75 20 Jenangan 565.629,98 5,96 4 640.806,06 5,99 4 6,17 21 Ngebel 336.113,53 3,54 17 369.398,61 3,45 18 2,82 Kab Ponorogo 9.486.200,08 100,00 10.692.392,15 100,00 5,67

(44)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

37

Perkembangan

pertumbuhan

ekonomi

di Kabupaten

Ponorogo

mengalami perlambatan pada tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Ponorogo pada tahun 2013 sebesar 5,67 persen, melambat dibanding tahun

2012 yang mencapai 6,52 persen.

Gambar 4.6

Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kecamatan Tahun 2013

3,11 6,61 6,68 4,78 4,29 2,18 6,18 2,47 2,1 7,07 8,07 7,4 8,47 3,46 3,74 5,26 4,72 8,93 6,75 6,17 2,82 Ngrayun Slahung Bungkal Sambit Sawoo Sooko Pudak Pulung Mlarak Siman Jetis Balong Kauman Jambon Badegan Sampung Sukorejo Ponorogo Babadan Jenangan Ngebel

Semua kecamatan mengalami pertumbuhan yang positif. Kecamatan

Ponorogo, Kauman dan Jetis merupakan kecamatan yang mengalami

pertumbuhan paling tinggi pada tahun 2013, yaitu tumbuh masing-masing

sebesar 8,93 persen, 8,47 persen dan 8,07 persen. Kecamatan Balong berada

pada posisi keempat dengan pertumbuhan sebesar 7,40 persen, disusul

dengan Kecamatan Siman yang tumbuh sebesar 7,07 persen.

(45)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

38

Kecamatan yang megalami pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut

rata-rata adalah kecamatan yang pilar perekonomiannya lebih banyak ditopang oleh

sektor industri, jasa dan perdagangan, hotel serta restoran seperti Kecamatan

Ponorogo, Kecamatan Kauman, Kecamatan Jetis dan Kecamatan Siman.

Sementara Kecamatan Balong perekonomiannya banyak ditopang oleh sektor

perdagangan dan sektor pertanian. Padahal secara umum kinerja sektor

pertanian khususnya subsektor tanaman bahan makanan mengalami

perlambatan, namun kinerja subsektor pertanian lainnya seperti subsektor

peternakan dan subsektor perkebunan mampu mengurangi efek melambatnya

kinerja subsektor tanaman bahan makanan di tahun 2013.

4.5.

Perbandingan Absolut Antar Kecamatan

Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan

penduduk suatu wilayah kecamatan adalah PDRB Perkapita. Semakin besar

PDRB Perkapita suatu kecamatan dan semakin rendah tingkat ketimpangannya

maka dapat diartikan semakin baik tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Tingkat ketimpangan dapat ditekan apabila pola pembagian dari pertumbuhan

ekonomi bisa merata. Selain perbandingan relatif antar kecamatan,

keterbandingan antar kecamatan juga bisa dilihat dari perbandingan

absolutnya.

Penyajian perbandingan absolut antar kecamatan ini dibagi menjadi

empat kuadran, sehingga tampak penyebaran masing - masing kecamatan,

melalui analisis ini diperoleh gambaran mengenai kecamatan yang mempunyai

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta diikuti PDRB Perkapita yang tinggi atau

sebaliknya.

(46)

Indeks Disparitas Wilayah Kabupaten Ponorogo 2014

39

Tabel 4.8

PDRB Perkapita, Pertumbuhan, Disparitas Antar Kecamatan dalam PKL

Kecamatan Dalam PKL Tahun 2013 PDRB Perkapita (Rp) Pertumbuhan Ekonomi Disparitas (1) (2) (3) (4)

Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Ponorogo 0,3739

Siman 10.352.211,06 7,07

Babadan 7.829.978,90 6,75

Jenangan 12.215.136,49 6,17

Ponorogo 19.086.793,23 8,93

Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Jetis 0,1647

Jetis 14.117.179,48 8,07

Mlarak 9.634.490,46 2,10

Bungkal 11.025.607,57 6,68

Sambit 11.683.281,96 4,78

Sawoo 10.616.273,52 4,29

Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Pulung 0,1482

Sooko 14.701.214,54 2,18

Pulung 14.580.738,83 2,47

Ngebel 19.094.314,56 2,82

Pudak 13.735.691,35 6,18

Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Jambon 0,2101

Sampung 14.852.251,20 5,26

Sukorejo 11.558.884,79 4,72

Badegan 13.178.207,18 3,74

Kauman 16.929.628,15 8,47

Jambon 10.417.110,30 3,46

Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Slahung 0,1722

Balong 11.186.438,24 7,40

Slahung 10.466.982,63 6,61

Ngrayun 8.248.841,21 3,11

Kab. Ponorogo 12.377.029,66 5,67 0,2864

Secara rinci pengelompokan perbandingan absolut antar kecamatan

dikelompokan menjadi empat kuadran, sebagai penjelasan sumbu vertikal

menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi sedangkan sumbu horisontal

menggambarkan rata-rata PDRB Perkapita. Posisi masing-masing kecamatan

pada salah satu kuadran tergantung pada PDRB Perkapita dan tingkat

pertumbuhannya, adalah sebagai berikut :

Gambar

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Ponorogo
Gambar 4.2. Kontribusi Kecamatan di Kabupaten Ponorogo Tahun 2013 (%)
Tabel 1. PDRB ADHB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012  Per Kecamatan di Kabupaten Ponorogo (Juta Rupiah)
Tabel 2. PDRB ADHK Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012  Per Kecamatan di Kabupaten Ponorogo (Juta Rupiah)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 2 terlihat bahwa semakin tinggi kandungan abu sampah organik dan semakin rendah kandungan limbah karbit dihasilkan kuat tekan mortar yang lebih tinggi,

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Pemanasan Pada

kepekatan bahan/ larutan yang rendah Arah pergerakan bahan Dari kawasan kepekatan larutan yang rendah ke kawasan kepekatan larutan yang tinggi. Berdasarkan kepada

Kesimpulan ada hubungan status gizi bawah normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bulan, sesuai hasil penelitian disarankan sebagai masukan

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan

Rekrutmen merupakan proses untuk mencari calon tenaga kerja yang akan dipekerjakan dalam dan oleh suatu organisasi. 1 Rekrutmen ini merupakan langkah awal dan

Bunga yang kerap kali dihubungkan dengan keberadaan sosok perempuan, dalam ketiga sajak itu tidaklah semata-mata menjadi dominasi simbol femininitas karena pengungkapan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan antara pola asuh otoriter