• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rp 6.532,42/m3. Sedangkan untuk skyline tahun 1999 sebesar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rp 6.532,42/m3. Sedangkan untuk skyline tahun 1999 sebesar"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Wahyu Setio Widodo (E02495025). Analisis Biaya Penggunaan Sistem Kabel Layang untuk Penyaradan Kayu Pinus di Areal Produksi Terbatas, (Studi Kasus di Hutan Pinus, R P H Mandalagiri, BKPH Cikajang, KPH Garut, Perum Perhutani Unit I11 Jawa Barat). Di bawah bintbingan Ir. Tjetjep Ukman K, MM. dan Ir. M. Widianto, M. for Sci.

Perum Perhutani merupakan BUMN yang mengelola sumber daya alam yang cukup penting di Indonesia yaitu sumber daya hutan te~utama di Pulau Jawa. Pengelolaan hutan secara lestari ~nerupakan proses pengelolan hutan untuk mencapai tujuan pengelolaan yang diinginkan yaitu menyangkut produksi hasil dan jasa hutan yang berkesinambungan dengan dampak negatif lingkungan yang minimal. Satu diantara manlaat hutan adalah penghasil kayu sebagai bahan baku indushi melalui sera~igkaian kegiatan pemanenan kayu.

Penggunaan tenaga sarad mekanis harus mempertimbangkan segi teknis dan ekonomis. Salah satu alat sarad mekanis yang dlgunakan adalah sistem kabel atau skyline di daerah bertopografi berat dengan model Endless ryIer Syslem, untuk meliingkatkan produktivitas kerja dan memperkenalkan teknologi baru alat-alat berat terutaliia di Unit I11 Jawa Barat.

Penelitian ini untuk melakukan studi penyaradan dengan sistem Skyline dengan tujuan untuk mengetahui koinponen biaya operasional pemasangan skyline, mengetahui biaya penyaradan sbline yang digunakan yaitu alat tahun 1980 dan membandingkan biaya penyaradan skyl~ne bila investasi barn tabun 1999 dan mengetahui pengaruh jarak lateral, jarak lurus dan volume kayu yang disarad terhadap biaya penyaradan dengan s!qli~~e.

Tahapan pemasangan skyline ini dikerjakan dalam waktu 23 hari atau 161 jam kerja karena rumitnya pelaksanaan dan memerlukan tenaga kerja yang cakap dan berpengalaman dengan jumlah tenaga kerja 11 orang dan upah pekerja sebesar Rp 12.500,OOhari. Kegiatan pemasangan alat tersebut adalah penempatan yarder, pedirian lower, guide tree, spar tree, stump-slump dan anchor, pemasangan - block-block operasi, pemasangan kabel operasi dan uji coha operasi.

Tahapan operasi penyaradan dilakukan dalam waktu 5 bulan atau 910 jam kerja yang melibatkan 6 orang pekerja yaitu operator 1 orang, chokeman 3 orang dan platformman 2 orang dengan upah pekerja Rp 15.000,00/hari.

Setelah tahap kegiatan pengeluaran kayu dari petak tebang telah habis maka tahapan selanjutnya adalal~ pembongkaran alat yang memerlukan waktu lebih eepat yaitu 7 hari atau 49 jam kerja dengan upah pekerja Rp 17.000,00/hari karena tenaga kerjanya sudah berpengalaman dalam pemasangan alat sehingga untuk pembongkaran tidak menjadi masalah. Proses pembongkaran skyline inii secara garis besar sebagai berikut : Pengendoran skyline, pembongkaran skyline, pembongkaran kabel operasi, pembongkaran block-block operasi, tiang penyangga dan perlengkapannya.

(4)

Produktivitas merupakan rasio antara jumlah hasil kegiatan produksi dengan satuan waktu. Berdasarkan hasil pengamatan kenyataan dilapangan total waktu kerja penyaradan kayu Pinus dengan

skyline selama 6 bulan atau 1120 jam kerja dengan volume hasil tebangan yang diperoleh sebesar

2500 m3, jadi produktivitas kenyataan dilapangan penyaradan sky1;iline ini adalah 2.23 m3/jam.

Kemudian berdasarkan pengamatan contoh data tiap-tiap elemen waktu kerja penyaradan dengan skyline didapatkan hasil bahwa penggunaan Yarder model Y-252E (67 Ps) dengan jenis kayu Pinus berbentuk sortimen short wood (150 cm) yang jarak sarad lurus rata-rata 430.05 m dan jarak sarad samping rata-rata 10.39 m produktivitas rata-rata per-trip dengan skyline adalah sebesar 6.35 m3/jam. Berarti ada perbedaan produktivitas yang cukup tinggi yaitu 4.12 m3/jam.

Skyline yang digunakan dilokasi penelitian tahun 1980, didapatkan total biaya usaha sarad

sebesar Rp 34.416.562,00/operasional atau loo%, kemudian bila untuk investasi barn pembelian alat taliun 1999, total biaya usaha sarad lehih besar yaitu Rp 156.272.620,00/operasional atau loo%, ha1 ini ka~ena perbedaan harga kedua alat yang tinggi. Rincian total biaya usaha penyaradan ini terdiri dari koniponen biaya tetap, biaya variabel dan upah pekerja. Biaya tetap untuk pembelian alat tahun 1980 sebesar Rp 9.879.100,00/operasional atau 28.70 % yaitu dengan meniasukkan biaya me~niliki yarn'cr, perlengkapan alat, biaya pasang dan bongkar alat. Sedangkan biaya tetap bila investasi balu, pembelian alat tahun 1999 yaitu sebesar Rp 55.604.220,00/ operasional atau 35.58 %.

Biaya variabel untuk alat tahun 1980 sebesar Rp 12.837.462,00/operasional atau 37.30 %, dengan ~ue~nasukkan biaya depresiasi alat, biaya operasi, pemeliharaan, perbaikan alat, biaya perbaikan jalan, biaya kompensasi pesanggem dan biaya kelengkapan pekeja. Bila untuk investasi baru skylme tahun 1999, biaya variabel yaitu Rp 88.968.400,00/operasional atau 56.93 %, dengan biaya penggantian alat yang paling berpengaruh, ha1 ini menunjukkan bahwd untuk penggantian alat terutama kabel operasi sangat mahal dengan masa pakai yang pendek bila dibandingkan dengan biaya operasi yang sangat rendah.

Kemudian biaya upah tenaga kerja yang digunakan operasi adalah operator dan pembantunya, - -

unhk alat lama dan haru adalah sama sebesar Rp 11.700.000/operasional, hanya berheda prosentasenya, untuk alat 1980 sebesar 34 % dari total hiaya usaha, sedangkan alat 1999 sebesar 7.49%, ha1 ini dapat dilihat bahwa upah tenaga kerja lebih murah daripada harga alat baru. Pekerja mendapatkan gaji sesuai dengan Upah Minimum Regional atau UMR dan sistem pembayaran dengan upah harian untuk satu pekerja sebesar R p 15.000,OOlhari.

Biaya kerja penyaradan kayu Pinus dilapangan dengan alat sarad skyline tahun beli 1980 sebesar Rp 7,831,711trip atau Rp 6.532,42/m3

.

Sedangkan untuk skyline tahun 1999 sebesar Rp 35.560,79/hip atau Rp 29.661,23/hip

Untuk mengetahui tingkat produksi minimal kayu Pinus yang harus disarad maka akan dibandingkan biaya tetap, biaya variabel dan harga jual kayu dengan asumsi bahwa biaya penyaradan sekitar 30% dari biaya total pemanenan kayu (Soenarso et al, 1974).

(5)

Untuk sistem penjualan di Perum Perhutani digunakan Harga Jual Dasar (HJD). Adapun potensi yang akan dikeluarkan dari lokasi penelitian adalah 2500 m3 dengan panjang rata-rata 1.50 m dan rata-rata diameter antara 40 cm keatas. Berdasarkan HJD Pinus yang berlaku, maka sortimen ini menlpunyai harga Rp 224.000,00/m3, sehingga nilai harga jual dasar kayu hasil penyaradan diperkirakan menjadi Rp 67.200,00/m3 (30%).

S e h i n ~ a tingkat produksi kayu minimal yang barus disarad hanya dengan skyline untuk pe~nbelian tahun 1980 sebesar 158 m3/operasional atau 1.80 hdoperasional, sedangkan Untuk alat tahun 1999, tingkat produksi minimal kayu Pinus yang harus disarad hanya dengan skyline adalah 1.156 m3/ope~asional atau 13.16 haloperasional kemudian bila untuk mengusahakan kayu Pinus dari tebangan sampai ke TPKh, aka0 ditambah dengan variahel lain seperti :

a. biaya penebangan sebesar Rp 6.000,00/m3, b. biaya penyardan manual sebesar Rp 15.000,00/m3, c. biaya pengkaplingan kayu Rp 1000/m3,

d. biaya muat bongkar Rp 7.800,00/m3 dan e. biaya angkutan ke TPKh Rp 12.500,00/m3,

maka tingkat produksi minimal yang harus disarad untuk alat pembelian tahun 1980 sebesar 488 m310perasional atau 5.55 hdoperasional, hasil ini menunjukkan bahwa dengan potensi 2500 m3 penggunaan sistem penyaradan kombinsi antara skyline dengan manual masih relevan untuk dioperasikan dan tnasih mendapatkan keuntungan.

Sedangkan mengusahakan kayu Pinus sampai di TPKh, tingkat produksi minimal sebesar 9.599 m3/operasional atau 13.16 hdoperasional, hasil ini menunjukkan bahwa dengan potensi 2500 m3 penggunaan siste~n penyaradan kombinsi antara skyline dengan manual tidak relevan untuk dioperasikan dan tidak mendapatkan keuntungan, ha1 ini karena harga kayu Pinus yang terlalu murah sedangkan investasi alat cukup mahal untuk mengoperasikan di hutan Pinus. Tetapi bila digunakan untuk mengusahakan kayu Pinus dengan mendapatkan keuntungan maka potensi di petak tebang harus lebih besar dari BEPnya, dengan asumsi bahwa keadaan alat dapat bekerja dengan baik dan normal.

Pengamh biaya penyaradan untuk skyline 1980 terhadap jarak sarad samping, jarak sarad lurus dan volume dihasilkan persamaan Y = 4914

+

13.4 XI

+

5.46 X2

-

2818 X3.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa setiap penambahan jarak sarad lateral sebesar 1 m akan meningkatkan biaya penyaradan dalam setiap tripnya sebesar Rp 13,40 I m3 dengan dibatasi jarak sarad lateral maksimum dari skyline adalah 120 m, penambahan jar& sarad lurus sebesar 1 m akan meningkatkan biaya penyaradan sebesar Rp 5,46 1 m3 dengan dibatasi jarak sarad lurus maksimum yaitu bentangan kabel utama dari head tree ke tail tree yaihl 595 m dan penambahan volume 1 m" kayu yang disarad akan menurunkan biaya penyaradan sebesar Rp 2818,OO / m3 dengan dibatasi kemampuan maksimum skyline untuk membawa muatan dengan perhitungan kapasitas tarik drum maksimum 3000 kg atau bila dikonvesi ke dalam satuan kubikasi yaitu 1.8 m3.

(6)

Dalam persamaan tersebut mendapatkan nilai R' sebesar 88.1%, yang beraiti variasi biaya penyaradan dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut dan sisanya 11.9%, variasinya dapat dijelaskan oleh faktor lain.

Untuk skyline tahun 1999, pengaruh biaya penyaradan terhadap jarak sarad samping, jarak sarad lurus dan volume dihasilkan persanlaan Y = 22314

+

61.0 X1

+

24.8 X2

-

12793 X3. Hal ini dapat dijelaskan bahwa setiap penambahan jarak sarad lateral sebesar 1

rn

akan meningkatkan biaya penyaradan dalam setiap tripnya sebesar Rp 61,000 1 m3, dengan dibatasi jarak sarad lateral maksimu~n dari skyline adalah 120 m yaitu panjang kabel lifting yang merupakan jarak vertikal tertinggi antara pennukaan tanah dengan kabel utama penambahan jarak sarad lurus sebesar 1 In akan meningkatkan biaya penyaradan sebesar Rp 24.80 I tn3 dengan dibatasi jarak sarad lurus maksimum adalah sepanjang kabel utama yang terbentang dari head tree ke tail tree yaitu 595 m dan penambahan volume 1 m3 kayu yang disarad akan menurunkan biaya penyaradan sebesar Rp 1279,OO / m3 dengan dibatasi ken~ampuan maksimu~n skyline untuk membawa muatan dengan perbitungan kapasitas tarik drum nialtsimum 3000 kg atau bila dikonvesi ke dalam satuan kubikasi yaitu 1.8 ni3.

Dalani persamaan tersebut ~nendapatkan nilai R' sebesar 88.3%, yang berarti variasi biaya penyaradan dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut dan sisanya 1 1.7%, variasinya dapat dijelaskan oleh faktor lain.

Hal-ha1 yang perlu diperhatikan dan ditaati oleb pekerja pada waktu pemasangan, operasi dan pe~nbongkaran alat mengenai keselatnatan kerja dari suatu unit skyline adalah penggunaan helm pengaman, sarung tangan dan sepatu yang kuat, pas dan tidak mudah terpeleset, tetapi untuk waktu pasang dan bongkar alat perlu peralatan untuk nieuianjat pohon seperti sabuk pengaman, sepatu panjat dan lain-lain yang diperlukan untuk metnanjat pohon atau tiang buatan. Selain itu juga perlu perlengkapan P3K yaitu Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan yang harus tersedia di lokasi.

(7)
(8)
(9)
(10)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi perusahaan penyedia layanan cloud computing untuk proses bisnis yang sudah berjalan dan yang sedang dalam

Kawalan Kebocoran Aktif dalam sistem pengedaran dan paip utama kami adalah inisiatif penting yang telah menyumbang kepada penjimatan 104 JLH pada tahun 2019. Sebanyak 87,649

untuk mengetahui perbedaan status gizi anak usia 6-24 bulan lingkungan kumuh dan lingkungan tidak kumuh di Kelurahan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon

Penyiaran TV digital DVB-T menggunakan teknik modulasi OFDM, sehingga data akan didistribusikan menggunakan beberapa frekuensi carrier yang saling orthogonal satu sama

Media informasi yang digunakan adalah poster yang dapat mempengaruhi masyarakat (Public Persuasion) dengan menggunakan kampanye sosial untuk mengubah pola pikir

Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan/nodul entah itu kelenjar tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur

Qrunoff pada wilayah penelitian sub DAS 1 periode ulang 10 tahun sebesar 1,82 m3/dtk sedangkan kapasitas saluran alam yang ada sebesar 4,42 m3/dtk maka dapat

Pengalaman responden atau siswa terhadap sub-variabel daya tarik fisik menjadi stimulus rangsang yang akan membentuk respon konatif, berupa kecenderungan membaca