• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN. Oleh : DIDIK HANANTO F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN. Oleh : DIDIK HANANTO F"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN

Oleh : DIDIK HANANTO

F 14102018

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

(2)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : DIDIK HANANTO

F 14102018

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

(3)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : Didik Hananto F 14102018 Tanggal Lulus : Bogor, September 2006 Pembimbing Akademik

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, MAgr NIP 131 479 559

Mengetahui,

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. Ketua Departemen Teknik Pertanian

(4)

Didik Hananto. F 14102018. Rancang Bangun Kolektor Surya untuk Ruang Pembenihan Ikan. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. 2004

RINGKASAN

Pasar ekspor produk perikanan terus meningkat untuk tahun 2004 hingga tahun 2006 baik perikan darat maupun perikanan laut (BPS, 2005). Perikanan darat dalam perkembanganya selalu menigkatkan produktifitasnya. Hal ini akan diikuti kebutuhan benih ikan yang berkualitas.

Benih ikan sangat rentan terhadap kualitas air. Kualitas air merupakan syarat mutlak bagi benih ikan dalam pertumbuhannya. Salah satu parameter kualitas air adalah suhu. Suhu sangat berpengaruh terhadap komposisi unsur-unsur kimia dalam air. Semakin tinggi suhu semakin besar kelarutan suatu zat, begitu juga sebaliknya.

Benih ikan rentan terhadap fluktuasi suhu yang ekstrim, toleransi fluktuasi suhu 1-20C. Suhu yang menurun dapat menyebabkan ikan tidak aktif, bergerombol, serta tidak mau berenang dan makan sehingga imunitasnya terhadap penyakit rendah. Sedangkan pada suhu yang meningkat tinggi akan menyebabkan ikan bergerak aktif, tidak mau berhenti makan, dan metabolisme cepat meningkat sehingga kotoran menjadi lebih banyak.

Suhu yang optimal dapat diusahakan dengan meningkatkan suhu udara ruangan dalam ruang tertutup. Dengan peningkatan ini maka suhu air akan lebih stabil pada posisi suhu yang tepat bagi benih ikan. Kolektor surya mampu mengumpulkan panas matahari untuk memanaskan suhu udara.

Tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan kualitas air pada pembenihan ikan pada umumnya. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk merancang kolektor surya pada ruang pembenihan ikan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2006 sampai September 2006 di Wisma Wageningen, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Kolektor surya, kerangka kolektor, ruang tertutup pembenihan, bak sistem resirkulasi akuakultur, rangkaian listrik kontrol on-off, Logger Thermo Recorder type TR-71S, softwere WDA-812 berbasis interface PCL 812PG.

Prosedur penelitian meliputi perancangan kolektor surya, pembuatan kolektor surya, pemasangan kolektor surya beserta instalasinya. Pembuatan dan instalasi pengendali suhu on-off, pengujian sistem pemanas dan kinerja kontrol on-off. Perlakuan dalam penelitian ini ada tiga yaitu : pertama, dengan sirkulasi udara. Kedua, dengan sirkulasi udara namun arah perputaran udara terbalik. Ketiga, sistem bekerja tanpa sirkulasi udara. Data diambil per 5 menit. Kinerja kontrol on-off diambil data per satu detik

Sirkulasi udara pada ruang pembenihan menentukan hasil pindah panas dari udara ke air. Pada perlakuan 1 sirkulasi udara terjadi dengan lubang masuk udara lebih pendek dari lubang keluar. Perlakuan dua kebalikan dari perlakuan satu yaitu dengan mengubah perputaran kipas dan perlakuan tiga sensor tidak

(5)

Suhu udara ruang rata-rata perlakuan 1 adalah 28.50C, suhu air rata-rata 290C. Pada perlakuan satu variasi suhu udara ruang 2.7, sedangkan suhu lingkungan 15.5 dan suhu air 0.3. Hal ini menunjukan bahwa sistem ruang tertutup mampu menjaga kestabilan suhu udara. Suhu udara ruang lebih fluktuatif dari suhu air menunjukkan bahwa air memiliki kapasitas penyimpanan kalor lebih banyak. Pada perlakuan dua suhu rata-rata udara ruang 27.90C dengan variasi suhu 0.7, suhu air rata-rata 28.50 variasi suhu air 0.4. Pada perlakuan dua suhu air rata-rata lebih kecil dari perlakuan satu, lama akumulasi udara panas dalam ruangan berpengaruh terhadap proses pemanasan air. Pada perlakuan tiga suhu udara ruang rata-rata 27.90C dengan variasi suhu 3.0, suhu air rata-rata 28.30C dengan variasi suhu 0.4. Suhu air rata dari perlakuan dua lebih tinggi dari suhu perlakuan tiga, hal ini menunjukan ada pengaruh dengan adanya penambahan sirkulasi udara dari kolektor surya. Dari perlakuan dua dan tiga variasi suhu air sama meskipun variasi udara berbeda, ini menunjukkan kapasitas air yang mampu menyimpan kalor lebih lama.

Kontrol on-off bekerja optimal sesuai perbedaan suhu antara sensor satu yang diletakkan di kolektor surya dengan sensor dua yang diletakkan di ruang pembenihan. Jika suhu pada kolektor surya lebih panas maka kontrol dalam keadaan on begitu juga sebaliknya. Pada pagi hari kontrol bekerja lebih sering on dan off, hal ini sesuai dengan kapasitas penyerapan panas matahari pada pagi hari yang kurang dan meningkat seiring jumlah sinar matahari penuh ke kolektor surya yang ditunjukkan melalui kontrol yang berada pada posisi on. Kontrol akan berhenti jika sinar matahari tertutup awan atau hujan.

(6)
(7)

i KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Rancang Bangun Kolektor Surya untuk Ruang Pembenihan Ikan”. Skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimaksih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, MAgr. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.

2. Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP. MSi. Selaku dosen penguji dalam ujian akhir skripsi.

3. Rudiyanto, S.TP. MSi. Selaku pihak penguji dalam ujian akhir skripsi. 4. Sanz dan hanhan atas kerjasamanya selama penelitian ini.

5. Teman-teman Sylvalestari yang memberikan banyak hal penting pada penulis selama di IPB.

6. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyajian laporan ini jauh dari sempurna. Penulis ucapkan terimakasih kepada merka yang meluangkan waktunya untuk membaca, membahas, mengoreksi dan melanjutkan penelitian ini. Semoga hasil dari penelitian ini dapat meningkatkan produktifitas perikanan kita.

Bogor, September 2006

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...ii

DAFTAR GAMBAR ...iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. RUANG PEMBENIHAN... 3

B. PENGARUH SUHU TERHADAP IKAN ... 3

C. KOLEKTOR SURYA ... 8

D. DESKRIPSI STATISTIKA ... 8

III. PENDEKATAN RANCANGAN ... 10

A. KRITERIA RANCANGAN ... 10

B. RANCANGAN FUNGSIONAL... 10

C. RANCANGAN STRUKTURAL... 11

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 13

A. WAKTU DAN TEMPAT... 13

B. BAHAN DAN ALAT ... 13

C. PROSEDUR PELAKSANAAN ... 14

D. TAHAPAN PENELITIAN... 16

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. SISTEM PENGHANGAT RUANG PEMBEHAN ... 20

B. HASIL PERCOBAAN ... 21

C. KINERJA KONTROL ON-OFF ... 29

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 35

A. KESIMPULAN... 35

B. SARAN... 35

(9)

iii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Jembatan Wheatstone. ... 11

Gambar 2 Rancangan Kolektor Surya. ... 12

Gambar 3 Kipas 12 Volt ... 12

Gambar 4 Tampilan WDA PCL 812PG. ... 17

Gambar 5 Form New... 17

Gambar 6 Form Time Setting ... 17

Gambar 7 Form Channel Setting... 18

Gambar 8 Form Disply ... 18

Gambar 9 Ruang pembenihan dengan kolektor surya. ... 19

Gambar 10 Rangkaian pengendali suhu ruang on-off ... 20

Gambar 11 Rangakaian Catu Daya... 21

Gambar 12 Grafik Suhu Air dan Udara dengan Sirkulasi Udara. ... 21

Gambar 13 Grafik Suhu lingkungan... 22

Gambar 14 Garfik suhu udara air dalam ruang pembenihan dan lingkungan pada P2. ... 24

Gambar 15 Grafik suhu pada perlakuan tiga... 26

Gambar 16 Kinerja Kontrol on-off pada hari pertama... 30

Gambar 17 Kinerja Kontrol on-off pada hari kedua... 30

Gambar 18 Kinerja kontrol on-off pada malam hari. ... 31

Gambar 19 Kontrol on-off bekerja pada pagi hari di hari pertama. ... 32

Gambar 20 Kontrol on-off bekerja pada sore hari di hari pertama. ... 32

Gambar 21 Kontrol on-off pada pagi hari dihari kedua... 33

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan 1

atm... 4

Tabel 2 Tingkat Kelarutan oksigen (mg/l) dalam berbagai kondisi suhu dan salinitas... 5

Tabel 3 Prosentase total amoniak dalam hubunganya dengan suhu dan keasaman6 Tabel 4 Kelarutan Karbondioksida diperairan alami pada berbagai suhu ... 7

Tabel 5 Prosentase Hidrogen sulfida (H2S) terhadap sulfida total pada berbagai pH dan suhu ... 7

Tabel 6 Analisis statistik suhu air dengan sirkulasi udara ... 22

Tabel 7 Analisis statistik suhu ruang dengan sirkulasi udara... 23

Tabel 8 Analisis statistik suhu lingkungan pada sirkulasi udara... 23

Tabel 9 Analisis statistik suhu air pada sirkulasi udara perlakuan 2 ... 25

Tabel 10 Analisis statistik suhu ruang pada sirkulasi udara perlakuan 2 ... 25

Tabel 11 Analisis statistik suhu lingkungan pada sirkulasi udara perlakuan 2 .... 25

Tabel 12 Analisis statistik suhu air tanpa sirkulasi udara ... 26

Tabel 13 Analisis statistik suhu ruang tanpa sirkulasi udara ... 27

Tabel 14 Analisis statistik suhu lingkungan tanpa sirkulasi udara... 27

Tabel 15 Perbandingan suhu air dengan penelitian sebelumnya... 28

(11)

v DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Solar Kolektor... 38

Lampiran 2 Gambar Pictorial Kolektor Surya ... 39

Lampiran 3 Gambar Tampak Atas ... 40

Lampiran 4 Gambar Tampak Depan dan Samping...41

Lampiran 5 Perhitungan Tegangan keluaran ...41

(12)
(13)

1 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pasar ekspor produk perikanan terus meningkat untuk tahun 2004 hingga 2005 periode Juni. Ekspor hasil perikanan tahun 2004 periode Januari-Juni sebanyak 286.416.031 Kg dengan nilai US$ 732.766.560 sedangkan periode Januari-Juni tahun 2005 sebesar 415.200.113 Kg dengan nilai US$ 940.948.803 (BPS, 2005) ke berbagai negara tujuan. Sehingga dapat dilihat bahwa kenaikan untuk periode yang sama sebesar 44.96 % untuk jumlah ekspor hasil perikanan, komoditas ini meliputi hasil perikanan darat maupun laut. Untuk jumlah produksi perikanan darat pada tahun 2004 yaitu kolam 286.182 ton, Keramba 53.694 ton, Jaring apung 62.371 ton, sawah 85.832 ton (BPS, 2004).

Dari kebutuhan pasar akan produk perikanan tentunya produksi ikan harus terus ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Setiap peningkatan produksi ikan akan berbanding lurus dengan produksi benih ikan. Usaha peningkatan benih ikan ini harus seoptimal mungkin agar tidak mengganggu ketersediaan benih bagi pembesaran ikan. Pada waktu sekarang usaha pembenihan lebih diintensifkan melalui hatchery baik yang dikembangkan balai benih maupun masyarakat dan industri perikanan.

Sistem pembenihan dengan unit hatchery selain tidak tergantung pada iklim alam juga lebih intensif pengontrolannya terutama terhadap kualitas air. Sebab kualitas air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan benih ikan. Kualitas ini meliputi suhu, pH, kekeruhan dan kandungan zat kimiawi. Benih ikan lebih sensitif terhadap kualitas air dibandingkan dengan ikan besar.

Suhu merupakan faktor yang cukup penting bagi benih ikan, suhu yang tidak tepat akan menyebabkan kematian ikan seperti di jaring apung Jatiluhur 1000 ton ikan mas (Pikiran Rakyat, 21 Februari 2004), di Waduk cirata 210 ton ikan mati (Pikiran Rakyat, 15 Juli 2004) karena perubahan suhu yang terlalu rendah. Suhu yang baik untuk benih ikan antara 250C – 280C. Sehingga dalam unit pembenihan perlu dijaga kestabilan suhu.

Usaha untuk menjaga kestabilan suhu ini dapat dilakukan dengan pemanasan udara. Pemanasan udara di ruang tertutup dapat dilakukan untuk

(14)

memperoleh suhu air yang lebih stabil. Sistem pemanasan ini dapat menggunakan kompor maupun energi surya, sistem energi surya ini lebih efisien (Bagus, 2004).

Sistem pemanasan energi surya terdiri dari kolektor surya dan instalasinya. Kolektor surya dibuat dengan bahan yang lebih ringan dan memiliki daya serap panas yang cukup. Sistem ini dilengkapi dengan kontrol on-off sederhana agar lebih efisien penggunaanya.

B. TUJUAN

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan kualitas air pada pembenihan ikan. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk merancang kolektor surya pada ruang pembenihan ikan.

(15)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. RUANG PEMBENIHAN

Ruang pembenihan ikan berfungsi untuk melaksanakan seluruh proses pembenihan yang meliputi pemberian pakan, pengendalian penyakit, pengendalian kualitas air maupun proses pemanenan benih ikan (Suyanto, 2003). Ruang pembenihan dibuat agar tidak terpengaruh oleh cuaca lingkungan yang dapat mengganggu proses pembenihan. Dalam dunia perikanan ruang pembenihan lebih dikenal dengan indoor hatchery. Secara sederhana Indoor hatchery adalah ruangan tertutup yang digunakan sebagai tempat memproduksi benihikan tertentu (Deden, 2001). Sasaran utama penggunaan ruangan ini untuk memproduksihasil benih secara maksimal. Diruangan ini hampir parameter kualitas air seperti suhu, kesadahan air, pH, oksigen, serta penyakit ikan yang berhubungan langsung dengan keberhasilan pemijahan maupun pemeliharaannya dapat dikontrol dan dikendalikan.

B. PENGARUH SUHU TERHADAP IKAN

Secara umum ikan telah beradaptasi untuk hidup pada kisaran suhu tertentu. Kisaran ini bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Suhu rendah dibawah normal dapat menyebabkan ikan mengalami lethargi, kehilangan nafsu makan, dan menjadi lebih rentan terhadap penyakit.hal ini juga menyebabkan rendahnya kemampuan untuk mengambil oksigen serta terganggunya proses osmoregulasi. Sebaliknya pada suhu yang terlalu tinggi ikan dapat mengalami stress pernapasan dan bahkan dapat menyebabkan kerusakan insang permanen(Lesmana, 2002).

Benih ikan rentan terhadap fluktuasi suhu yang ekstrim, toleransi fluktuasi suhu 10C-20C (Lesmana, 2002). Suhu yang menurun dapat menyebabkan ikan tidak aktif, bergerombol, serta tidak mau berenang dan makan sehingga imunitasnya terhadap penyakit rendah. Sedangkan pada suhu yang meningkat tinggi akan menyebabkan ikan bergerak aktif, tidak mau berhenti makan, dan metabolisme cepat meningkat sehingga kotoran menjadi lebih banyak. Kotoran yang banyak akan menyebabkan kualitas air di sekitarnya menjadi buruk. Sementara kebutuhan oksigen meningkat, tetapi ketersediaan oksigen air buruk

(16)

sehingga ikan akan kekurangan oksigen dalam darah. Akibatnya ikan menjadi stress, tidak ada kesetimbangan, dan menurun sistem sarafnya.

Induk ikan hidup normal pada suhu yang sesuai. Pada saat memijah induk ikan cenderung senang pada suhu yang agak lebih hangat. Kisaran suhu ini dibutuhkan selama pemijahan hingga mengeluarkan larva. Larva yang baru lahir peka terhadap kualitas air. Suhu untuk ikan-ikan tropis berkisar 260C-290C (lesmana dan dermawan, 2001).

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas dan reaksi kimia. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme ikan dan respirasi. Menurut Brown,1987 peningkatan suhu 10C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% (Effendi, 2003).

Suhu sangat berpengaruh terhadap kadar oksigen, selain itu juga berpengaruh pada prosentase total amoniak (Lesmana, 2002). Total amoniak berkaitan dengan tingkat keracunan suatu perairan. Amoniak merupakan hasil metabolisme ikan baik dari feces maupun urin (Lesmana, 2002). Amoniak mudah larut dalam air sehingga tingkat suhu air sangat berpengaruh terhadap kandungan amoniak.

Tabel 1 Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan 1 atm Suhu (0C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) Suhu (0C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) Suhu (0C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) 0 14.62 14 10.31 28 7.83 1 14.22 15 10.08 29 7.69 2 13.83 16 9.87 30 7.56 3 13.46 17 9.66 31 7.43 4 13.11 18 9.47 32 7.30 5 12.77 19 9.28 33 7.18 6 12.45 20 9.09 34 7.06 7 12.14 21 8.91 35 6.95 8 11.84 22 8.74 36 6.84

(17)

5 Suhu (0C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) Suhu (0C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) Suhu (0C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) 9 11.56 23 8.58 37 6.73 10 11.29 24 8.42 38 6.62 11 11.03 25 8.26 39 6.51 12 10.78 26 8.11 40 6.41 13 10.54 27 7.97

Sumber : Cole, 1983 dalam effendi, 2003

Tabel 2 Tingkat Kelarutan oksigen (mg/l) dalam berbagai kondisi suhu dan salinitas Klorin (%) Suhu (0C) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 10 11.29 11.03 10.77 10.53 10.30 10.07 9.87 9.61 9.40 9.20 9.00 11 11.05 10.77 10.53 10.29 10.07 9.84 9.63 9.41 9.20 9.00 8.80 12 10.80 10.53 10.29 10.06 9.84 9.63 9.41 9.21 9.00 8.80 8.61 13 10.56 10.29 10.07 9.84 9.63 9.41 9.21 9.01 8.81 8.61 8.42 14 10.33 10.07 9.86 9.63 9.41 9.21 9.01 8.81 8.62 8.44 8.25 15 10.10 9.86 9.64 9.43 9.23 9.03 8.83 8.64 8.44 8.27 8.09 16 9.89 9.64 9.44 9.24 9.03 8.84 8.64 8.47 8.28 8.11 7.94 17 9.67 9.44 9.26 9.05 8.85 8.65 8.47 8.30 8.11 7.94 7.78 18 9.47 9.27 9.07 8.87 8.67 8.48 8.31 8.14 7.97 7.79 7.64 19 9.28 9.08 8.88 8.68 8.50 8.31 8.15 7.98 7.88 7.65 7.49 20 9.11 8.90 8.70 8.51 8.32 8.15 7.99 7.84 7.66 7.51 7.36 21 8.93 8.72 8.54 8.35 8.17 7.99 7.84 7.69 7.52 7.38 7.23 22 8.75 8.55 8.36 8.19 8.02 7.85 7.69 7.54 7.39 7.25 7.11 23 8.60 8.40 8.22 8.04 7.87 7.71 7.55 7.41 7.26 7.12 6.99 24 8.44 8.25 8.07 7.89 7.72 7.56 7.42 7.28 7.13 6.99 6.86 25 8.27 8.09 7.92 7.75 7.58 7.44 7.29 7.15 7.01 6.88 6.75 26 8.12 7.94 7.78 7.62 7.45 7.31 7.16 7.03 6.89 6.76 6.63 27 7.98 7.79 7.64 7.49 7.32 7.18 7.03 6.91 6.78 6.65 6.52 28 7.84 7.65 7.51 7.36 7.19 7.06 6.92 7.79 6.66 6.53 6.40 29 7.69 7.52 7.38 7.23 7.08 6.95 6.82 6.68 6.55 6.42 6.29

(18)

Klorin (%) Suhu

(0C) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

30 7.56 7.39 7.25 7.12 6.96 6.83 6.70 6.58 6.45 6.32 6.19

Keterangan: Prosentase salinitas setara dengan klorin Sumber : Noga, 1996 dalam lesmana, 2002

Tabel 3 Prosentase total amoniak dalam hubunganya dengan suhu dan keasaman Suhu (0C) pH 10 15 20 25 30 6.0 0.086 0.027 0.040 0.057 0.081 6.5 0.059 0.087 0.125 0.180 0.250 7.0 0.186 0.273 0.396 0.566 0.799 7.5 0.586 0.859 1.240 1.770 2.480 8.0 1.830 2.670 3.820 5.380 7.460 8.5 5.560 7.970 11.200 15.300 20.300 9.0 15.700 21.500 28.400 36.300 44.600 Sumber : Noga, 1996 dalam lesmana, 2002

Karbon dioksida sangat mudah larut dalam pelarut, termasuk air. Dalam jumalah atau kadar tertentu karbon dioksida ini menjadi racun. Kadar CO2 lebih dari 10 mg/l sudah bersifat racun. Kelarutan CO2 dipengaruhi suhu air (Lesmana, 2002). Suhu juga berpengaruh pada kelarutan hidrogen sulfida (H2S), yang mana berperan sebagai pengganti oksigen dalam proses oksidasi oleh bakteri anaerob. Jika kadar sulfat melebihi 500 mg/l dapat mengganggu sistem pencernaan. Kadar sulfida total kurang dari 0.002 mg/l dianggap tidak membahayakan bagi kelangsungan hidup organisme akuatik.

(19)

7 Tabel 4 Kelarutan Karbondioksida diperairan alami pada berbagai suhu Suhu (0C) CO2(mg/liter) Suhu (0C) CO2(mg/liter) Suhu (0C) CO2(mg/liter) 0 1.10 11 0.74 21 0.54 1 1.06 12 0.72 22 0.52 2 1.02 13 0.69 23 0.51 3 0.99 14 0.67 24 0.50 4 0.94 15 0.65 25 0.48 5 0.91 16 0.62 26 0.46 6 0.88 17 0.60 27 0.45 7 0.86 18 0.59 28 0.44 8 0.82 19 0.58 29 0.43 9 0.79 20 0.56 30 0.42 10 0.76

Sumber : Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003

Tabel 5 Prosentase Hidrogen sulfida (H2S) terhadap sulfida total pada berbagai pH dan suhu Suhu (0C) pH 26 28 30 32 5.0 99.0 98.9 98.9 98.9 5.5 96.9 96.7 96.5 96.3 6.0 90.8 90.3 89.7 89.1 6.5 75.8 74.6 73.4 72.1 7.0 49.7 48.2 46.6 45.0 7.5 23.8 22.7 21.6 20.6 8.0 9.0 8.5 8.0 7.6 8.5 3.0 2.9 2.7 2.5 9.0 1.0 0.9 0.9 0.8

(20)

C. KOLEKTOR SURYA

Energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, jika diserap oleh suatu benda akan berubah menjadi energi gelombang panjang dengan memancarkan panas (Harahap, 2002).

Sebagai negara tropis Indonesia mempunyai potensi energi surya yang tinggi. Hal ini terlihat dari radiasi harian yaitu sebesar 4.8 kWh/m2. Meskipun terbilang memiliki potensi yang sangat besar, namun pemanfaatan energi matahari untuk menghasilkan listrik masih dihadang oleh dua kendala serius yaitu rendahnya efisiensi (berkisar hanya 10%) dan mahalnya biaya per-satuan daya listrik (Setyo, 2005).

Kolektor surya ada dua macam yaitu kolektor surya keping datar (flat plate collector) dan tipe cekung atau terpusat (focussing collector). Kolektor surya keping datar adalah pengumpul panas yang paling sederhana dan paling luas digunakan sebagai alat untuk merubah radiasi menjadi panas yang berguna.

Dua komponen penting yang terdapat pada kolektor surya plat datar adalah penutup transparan dan plat penyerap panas. Penutup transparan umumnya terbuat dari kaca atau bahan yang memiliki konduktivitas kecil dan memiliki transmisivitas cahaya yang besar. Fungsi dari penutup transparan adalah untuk mengurangi rugi panas konveksi dari udara luar, sebagai media untuk meneruskan radiasi surya, dan mengurangi rugi panas akibat radiasi gelombang panjang yang dipantulkan oleh plat penyerap. Plat penyerap panas merupakan salah satu komponen yang terpenting dalam sistem kolektor surya. Fungsi dari plat penyerap panas adalah menyerap iradiasi matahari yang kemudian ditransfer ke dalam fluida. Fungsi dari plat ini dapat diganti dengan dinding yang dicat warna hitam.

D. DESKRIPSI STATISTIKA

Statistika deskripsi adalah bidang statistika yang membicarakan tentang cara atau metode mengumpulkan, menyederhanakan, dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi (Mattjik, 2002).

• Nilai Tengah (Rataan)

Nilai tengah merupakan ukuran pemusatan data menjadi dua kelompok data yang memiliki massa yang sama. Dengan kata lain nilai tengah merupakan nilai

(21)

9 keseimbangan massa dari segugusan data. Apabila x1, x2, ..., xn adalah suatu anggota populasi terhingga berukuran N, maka nilai tengah populasinya adalah :

= = N 1 i i x N 1 µ (1) Rata-rata untuk data dari penarikan contoh dilambangkan dengan χ

• Ragam (Variance)

Ukuran penyebaran data yang paling sering digunakan adalah ragam. Ragam merupakan ukuran penyebaran data yang mengukur rata-rata jarak kuadrat semua titik pengamatan terhadap titik pusat (rataan). Apabila x1, x2, ..., xn adalah suatu anggota populasi terhingga berukuran N, maka nilai ragam populasinya adalah :

2 N 1 i i 2 ) (x N 1 µ σ =

− = (2)

Ragam suatu contoh dilambangkan dengan s merupakan statistik, ragam 2 yang diambil contoh acak dari n sebuah populasi. Maka ragam dapat di hitung dengan. ) 1 ( 1 2 1 2 2 −       − =

=

= n n xi xi n s n i n i (3) • Standar deviasi (SD)

Standar deviasi digunakan untuk mengukur sebaran data suhu aktual terhadap suhu set point. Untuk menghitung ragam digunakan kuadrat simpangan, jadi diperoleh satuan yang sama. Agar dapat memperoleh ukuran keragaman yang memiliki satuan sama dengan satuan asalnya maka ragam tersebut diakarkan. Ukuran yang didapat disebut standar deviasi.

2 N 1 i i ) (x N 1 µ =

= SD (4) Standar deviasi dari ragam contoh merupakan akar dari ragam tersebut.

) 1 ( 1 2 1 2 −       − =

=

= n n xi xi n SD n i n i (5)

(22)

III. PENDEKATAN RANCANGAN

A. KRITERIA RANCANGAN

Alat ini dirancang dan dibuat sebagai pengumpul panas radiasi matahari untuk ruang pembenihan ikan. Dengan pertimbangan kontruksi sederhana, bahan mudah ditemukan, dan dapat meningkatkan suhu yang optimal bagi benih ikan.

B. RANCANGAN FUNGSIONAL • Kolektor Surya Plat Datar

Kolektor surya ini berfungsi sebagai pengumpul panas radiasi matahari. Kolektor ini tersusun atas plat polycarbonate yang berguna untuk menyerap radiasi matahari dan meneruskan ke bak fiber yang berpermukaan hitam, plat ini akan mencegah udara panas keluar dari kolektor, sedangkan bahan fiber berfungsi sebagai pengumpul panas yang akan memanaskan udara didalamnya.

• Instalasi Perpipaan

Instalasi perpipaan untuk menghubungkan udara panas dalam kolektor surya menuju ruang pembenihan, serta menghubungkan udara ruangan menuju kolektor surya. Jaringan ini penting dalam sirkulasi udara pembenihan.

• Rumah Blower

Rumah blower menjaga agar perputaran dan perpindahan panas dari kolektor surya ke udara ruang pembenihan optimal.

• Kontrol On-off

Kontrol on-off memanfaatkan prinsip pembagi tegangan dan jembatan wheatstone. Tegangan dari sensor akan berubah sejalan dengan perubahan suhu. Bagian ini berfungsi untuk mengatur perputaran udara dari kolektor surya ke ruang pembenihan dengan menggerakkan blower. Perputaran ini tergantung dari perbedaan suhu antara suhu kolektor dengan ruang pembenihan.

(23)

11 Gambar 1 Jembatan Wheatstone.

• Prinsip pembagi tegangan Vs R R R V × + = 2 1 2 1 (6) Vs R R R V × + = 4 3 4 2 (7)

Besarnya tegangan keluaran yang berupa V1 dan V2 dipengaruhi oleh besarnya hambatan masing-masing. R1 dan R2 dapat diganti dengan NTC yang mana besarnya hambatan dipengaruhi oleh perubahan suhu. Jika R1 hambatan naik maka V1 akan turun dan begitu sebaliknya. Prinsip ini digunakan dalam kontrol On-off sederhana.

C. RANCANGAN STRUKTURAL • Kolektor surya plat datar

Kolektor berbentuk bak persegi empat dengan dimensi 100 cm x 100 cm x 21 cm. Dinding bak terbuat dari bahan fiber yang dicat warna hitam untuk penutup terbuat dari bahan polycarbonate(Impralon) atau solar tuff flat (PT. Impack Pratama Industri). Bahan ini memiliki beberapa kelebihan yaitu bening seperti kaca, ringan, tahan tekanan, tahan guncangan, menyerap 100 % radiasi matahari, memiliki transmisi cahaya 89 % dan transmisi panas 81 % (PT. Impack Pratama Indusrtri, 2006). Sehingga bahan ini sangat tepat untuk solar kolektor. Bak ini mempunyai dua buah lubang input dan output untuk udara. Jumlah

(24)

kolektor surya ada dua buah dengan sisi yang berlainan yang satu menghadap ke timur dan yang lain menghadap ke barat.

Gambar 2 Rancangan Kolektor Surya.

• Instalasi Perpipaan

Instalasi perpipaan menghubungkan kolektor surya ke ruang pembenihan dengan pipa 4 inchi. Pipa ini diberi pengokoh dari kayu dan kawat yang dikaitkan dengan atap untuk menghindari goncangan dari angin, hal ini terkait dengan bahan bak fiber yang cukup ringan.

• Rumah Blower

Rumah blower berbentuk kubus dengan sisi 12 cm yang terbuat dari kayu lapis karena kayu merupakan isolasi panas yang baik. Blower berupa kipas 12 volt DC Nidec TA 450 DC dengan kecepatan udara 2.98 m3/menit.

Gambar 3 Kipas 12 Volt • Kontrol On-off

Kontrol on-off sederhana dibuat dengan sensor Negative Temperature Coeficie (NTC), NTC mudah dijumpai di pasaran bila dibandingkan Positive Temperature Coeficien (PTC). Sensor NTC dipasang didalam pipa instalasi dekat dengan kolektor surya. Rangkaian catu daya merupakan power supply bagi rangkaian on-off.

(25)

13 IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2006 sampai September 2006 di Wisma Wageningen, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B. BAHAN DAN ALAT

Peralatan yang akan digunakan antara lain :

1) Kolektor surya sebagai pemanas udara sebanyak 2 unit yang dipasang seri dengan dimensi 100 cm x 100 cm x 21 cm. Diameter lubang saluran udara adalah 10.16 cm, Berat kolektor surya 8.5 Kg. Kolektor surya yang digunakan adalah kolektor surya plat datar yang mempunyai 2 buah lubang, yaitu lubang udara masuk dan udara keluar. Udara dihembuskan untuk mengambil panas dari bak fiber hitam yang mengakumulasikan energi surya yang berupa irradiasi secara konveksi paksa (force convection). Tutup kolektor surya terbuat dari polykarbonat. Dinding kolektor surya terbuat dari fiber.

2) Kerangka kolektor yang terbuat dari besi siku 5 cm x 5 cm dan pipa PVC Dimensi 4” sebagai saluran udara.

3) Bangunan seluas 4 m x 6 m x 3 m yang merupakan ruang tertutup sebagai bangsal pembenihan ikan.

4) Bak penampungan ikan sebanyak 6 unit, 1 buah bak filtrasi, 1 buah bak sedimentasi, dan 1 buah bak penampungan air. Dimensi bak adalah 100 cm x 40 cm x 50 cm.

5) Kerangka bak yang terbuat dari besi.

6) Sistem pengendalian suhu, berupa rangkaian on-off beserta NTC sebagai sensor suhu, kipas 12 volt DC sebagai blower.

7) Alat ukur suhu yang digunakan adalah Logger Thermo Recorder Type TR-71S.

8) Komputer dan softwere WDA-812 berbasis Interface PCL 812 PG untuk mengetahui tegangan per detik yang merupakan perubahan hidup-mati tegangan dari kontrol on-off.

(26)

9) Program expressSCH untuk menggambar rangkaian on-off dan expressPCB untuk menggambar desain kontrol pada PCB.

C. PROSEDUR PELAKSANAAN

1) Prosedur instalasi sistem penghangat ruangan • Pemasangan rangka kolektor surya

Rangka terlebih dahulu dirakit sesuai ukuran bagian bawah kolektor surya. Rangka ini berfungsi menjepit kolektor surya. Satu rangka untuk satu kolektor surya. Rangka dipasang diatap ruang pembenihan dan dikencangkan dengan sekrup ataupun baud dan dikaitkan dengan kayu atap. Pemasangan menghadap timur dan menghadap barat. Antara rangka dengan atap diberi potongan pipa PVC setinggi 1 cm berfungsi untuk melancarkan aliran air saat hujan.

• Pemasangan kolektor surya

Sebelum pemasangan perlu diperhatikan letak lubang masuk dan keluar kemudian disesuaikan dengan letak rumah blower. Kolektor dipasang sesuai letak rangka dengan posisi berada didalam rangka. Kolektor surya dipasang seri.

• Pemasangan instalasi pipa

Saluran pipa berupa pipa PVC 4 inchi, saluran ini menghubungkan dari kolektor surya pertama ke kolektor surya kedua, dari kolektor kedua ke rumah blower dan dari rumah blower keluar udara yang diteruskan ke ruang pembenihan dan kembali ke kolektor surya pertama. Lubang keluar udara pada kolektor surya pertama dihubungkan ke lubang masuk kolektor surya kedua.

Rumah blower untuk saluran udara masuk ke kolektor surya terletak pada dinding ruangan dengan tinggi lebih dari ¾ kali dinding, sedangkan rumah blower untuk saluran udara keluar dari kolektor surya terletak pada dinding ruangan dengan tinggi kurang dari ½ kali dinding. Pada pemasangan harus dipastikan bahwa tidak ada kebocoran udara pada sistem (ruangan, saluran dan kolektor surya).

(27)

15 2) Prosedur instalasi dan penggunaan sistem pengendalian suhu ruang

• Pemasangan kontroller otomatis dan catu daya.

Kontroller dan catu daya ini diletakkan di dalam kotak kontrol yang penempatannya aman jauh dari air dan lembab. Semua kabel sensor dan kipas dihubungkan kontroller otomatis. Kabel sensor 1 dihubungkan ke input sensor satu, kabel sensor dua dihubungkan ke input sensor dua, kabel blower dihubungkan ke output blower.

Catu daya dengan kontroller otomatis dihubungkan dengan cara memasang kabel keluaran catu daya ke kontroller sesuai dengan tegangan. Tegangan output 9 V dari catu daya dihubungkan dengan input 9 V pada kontroller dan seterusnya.

Pada waktu pemasangan kabel dipastikan bahwa semua sambungan kabel dan konektor terpasang dengan kencang dan terisolasi dengan baik. Hal ini dengan membuat instalasi pipa pvc ½ inchi dan memasukkan kabel ke instalasi itu.

• Kalibrasi

Sebelum dilakukan pemasangan sensor dilakukan kalibrasi terlebih dahulu. Catu daya dan kontroller dalam keadaan on saat kalibrasi. Kalibrasi dilakukan dengan cara mengkondisikan sensor satu dan dua pada suhu yang sama. Contoh : dengan mencelupkan kedua sensor pada suhu air 260C, diset potensio agar lampu indikator mati. Kalibrasi dilanjutkan dengan meletakkan sensor 1 pada suhu 290C dan sensor 2 pada suhu 280C, kemudian potensio diatur agar lampu indikator menyala jika ada perubahan suhu. Suhu air diukur dengan termometer.

• Pemasangan sensor

Ada dua sensor yang harus dipasang, sensor 1 dipasang di dalam pipa dekat kolektor surya yang dapat mewakili suhu kolektor. Sensor 2 dipasang di dalam ruang pembenihan. Penempatan kabel sensor diperhatikan agar tidak mengganggu aktifitas lain dalam pembenihan dan terbungkus rapi dalam pipa pelindung.

• Pemasangan kipas/blower.

Blower dipasang pada rumah blower yang tersedia, kencangkan dengan sekrup. Penempatan kabel dan blower diperhatikan agar tidak mengganggu aktifitas pembenihan. Untuk kabel dibungkus dengan pipa PVC inchi.

(28)

• Prosedur penggunaan sistem kendali otomatis.

Sebelum pemasangan dilakukan dulu kalibrasi. Semua tombol diposisikan dalam keadaan on jika akan digunakan dan diposisikan off jika tidak digunakan. Sensor dinyalakan selama 24 jam/hari.

3) Prosedur pengambilan data suhu dan kontrol on-off

Pengambilan data suhu dilakukan dengan Logger Thermo recorder tipe TR-71S. Suhu diambil pada air pembenihan, udara bebas dalam ruang pembenihan dan suhu udara lingkungan luar. Data suhu diambil selama satu minggu dangan interval waktu 5 menit. Data on-off sensor diambil dengan komputer dan interface PCL 812 PG dan diambil siang hari selama tiga hari serta malam hari selama 6 jam. Interval waktu satu detik.

D. TAHAPAN PENELITIAN 1) Pembuatan solar kolektor

Kegiatan pertama yang dilakukan adalah perancangan desain bangunan dengan menggunakan program AutoCAD 2002. Kemudian diikuti dengan merangkai dan pemasanganya.

2) Pembuatan dan instalasi alat kendali suhu on-off 3) Pengujian sistem pemanas ruangan

Dengan menggunakan statistik sederahan untuk mengetahui perubahan suhu air pembenihan.

4) Pengujian sistem kontrol on-off

Kinerja sistem ini dapat diketahui dengan menyambungkan keluaran voltase dari sensor ke komputer dengan sistem interface. Proses ini diambil dengan bantuan softwareWDA-812. SoftwareWDA-812 yang dibuat Rudiyanto berbasis pada interface PCL 812PG. Dengan software ini maka pembacaan data tegangan per detik dapat dilakukan. Menu yang dimiliki yaitu New, setting, Run, Stop dan display.

• New , untuk melakukan akuisi data baru yang berisi nama file baru dan interval waktu penyimpanan data yang diinginkan.

(29)

17 • Setting, berisi time setting dan channel saat pengambilan data. Time setting dilengkapi kalender ,current time, start, finish dan duration. Waktu pengambilan data dapat diambil dengan mengatur pada box sampling time. Timer dapat dipilih on atau off. Channel tampilan ada 15 channel yang dapat dipilih sesuai kebutuhan.

• Run, untuk memulai pengambilan data. Jika timer off maka langsung diproses, namun jika timer on maka data akan muali dan selesai sesuai waktu yang dipilih.

• Stop, untuk menghentikan proses pengambilan data. • Display, menampilkan data voltase dalam bentuk grafik.

Penyimpanan dalam bentuk .txt sehingga dapat langsung diambil dengan program microsoft excel.

Gambar 4 Tampilan WDA PCL 812PG.

Gambar 5 Form New.

(30)

Gambar 7 Form Channel Setting

Gambar 8 Form Disply

Dalam penelitian ini melakukan pengendalian suhu udara ruang pembenihan agar diperoleh suhu air yang optimum. Terdapat tiga perlakuan yaitu: • Perlakuan 1 (P1)

Perlakuan ini dengan menghidupkan kontrol on-off untuk ruang pembenihan. Dengan arah putaran udara dari rumah blower 1 ke rumah blower 2. • Perlakuan 2 (P2)

(31)

19 Perlakuan ini dengan tetap menghidupkan kontrol on-off untuk ruang pembenihan. Dengan arah putaran udara dari rumah blower 2 ke rumah bower 1 atau kebalikan dari P1.

• Perlakuan 3 (P3)

Pada tahap ini kontrol on-off tidak dijalankan sehingga tidak ada sirkulasi udara.

Gambar 9 Ruang pembenihan dengan kolektor surya. Kolektor Surya Rangka Kolektor Pipa 4’’ Kontrol On-off Blower (Kipas 12 Volt) Sensor NTC Pipa Ruang Pembenihan 1 2

(32)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. SISTEM PENGHANGAT RUANG PEMBEHAN 1) Rangkaian listrik

• Rangkaian Pengendali Suhu On-off

Rangakaian kontrol ini bekerja dengan memanfaatkan prinsip jembatan wheatstone yang mana perubahan tegangan salah satu output dapat berubah sesuai tahan yang mempengaruhi. Sensor yang biasa digunakan adalah Negative Temperature Coeficien (NTC). NTC bekerja dipengaruhi suhu, jika suhu naik maka hambatan menurun. Berikut rangkaian yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 10 Rangkaian pengendali suhu ruang on-off • Rangkaian Catu Daya

Rangkaian catu daya merupakan rangkaian power supply bagi rangkaian pengendali on-off. Beda tegangan yang dibutuhkan rangkaian pengendali on-off adalah + 9 Volt dan 0 Volt. Dari gambar 4. dibawah ini bahwa tegangan bolak balik dirubah oleh rangkaian dioda menjadi tegangan penyearah. Output 12 Volt untuk dirangkaikan ke relly sebagai output kontrol untuk menghidupkan blower.

(33)

21 Gambar 11 Rangakaian Catu Daya.

B. HASIL PERCOBAAN

Suhu air, suhu ruang dan lingkungan diamati. Tidak ada perlakuan terhadap air akuarium maupun suhu ruang. Pengaruh pengendalian suhu ini dapat dilihat dalam tiga perlakuan. Sebaran suhu air, ruang dan lingkungan dengan P1 dapat dilihat dalam gambar 12 dan 13.

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 7/24/06 12:00 AM 7/25/06 12:00 AM 7/26/06 12:00 AM 7/27/06 12:00 AM 7/28/06 12:00 AM 7/29/06 12:00 AM 7/30/06 12:00 AM 7/31/06 12:00 AM 8/1/06 12:00 AM Waktu S u h u ( 0C ) Air Udara

(34)

19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 7/24/06 12:00 AM 7/25/06 12:00 AM 7/26/06 12:00 AM 7/27/06 12:00 AM 7/28/06 12:00 AM 7/29/06 12:00 AM 7/30/06 12:00 AM 7/31/06 12:00 AM 8/1/06 12:00 AM Waktu S u h u ( 0C )

Gambar 13 Grafik Suhu lingkungan.

Dari gambar diatas diketahui bahwa suhu ruang dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu lingkungan terlihat lebih fluktuatif dari pada suhu ruangan. Hal ini disebabkan karena suhu ruang pembenihan merupakan sistem ruang tertutup sehingga panas dari kolektor surya masuk dan terus terakumulasi dan kondisi ini akan terus dipertahankan oleh ruang karena tidak ada kontak dengan suhu sekitar begitu sebaliknya dengan suhu lingkungan. Suhu air tidak begitu terlihat fluktuatif karena air memiliki panas jenis yang lebih besar dari pada udara sehingga kemampuan mempertahankan kalor lebih tinggi.

Tabel 6 Analisis statistik suhu air dengan sirkulasi udara

No Suhu Air Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Selama 7 hari 1 Variansi 0.2 0.3 0.4 0.3 0.2 0.2 0.4 0.3 2 Standar Deviasi 0.5 0.5 0.6 0.6 0.4 0.5 0.6 0.6 3 Suhu rata-rata (0C) 28.9 29.0 29.1 29.3 29.0 28.9 28.8 29.0 4 Suhu maksimum (0C) 29.6 29.7 29.9 30.0 29.6 29.6 29.8 30.0 5 Suhu minimum (0C) 28.1 28.1 28.0 28.3 28.1 28.1 27.7 27.7

(35)

23 Tabel 7 Analisis statistik suhu ruang dengan sirkulasi udara

No Suhu Ruang Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Selama 7 hari 1 Variansi 2.1 2.5 2.9 2.5 2.0 2.5 3.5 2.7 2 Standar Deviasi 1.5 1.6 1.7 1.6 1.4 1.6 1.9 1.6 3 Suhu rata-rata (0C) 28.5 28.5 28.9 28.9 28.3 28.1 28.0 28.5 4 Suhu maksimum (0C) 31.2 31.2 32.0 31.9 31.0 31.5 31.8 32.0 5 Suhu minimum (0C) 26.2 26.1 26.1 26.4 26.1 25.9 25.2 25.2

Tabel 8 Analisis statistik suhu lingkungan pada sirkulasi udara

No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Selama 7 hari 1 Variansi 12.8 14.8 17.9 16.4 11.7 14.9 18.7 15.5 2 Standar Deviasi 3.6 3.8 4.2 4.1 3.4 3.9 4.3 3.9 3 Suhu rata-rata (0C) 28.7 28.7 29.3 28.9 28.2 28.2 27.9 28.5 4 Suhu maksimum (0C) 34.9 35.1 36.7 36.2 34.3 35.8 35.9 36.7 5 Suhu minimum (0C) 24.2 23.3 23.3 23.7 23.9 23.9 23.0 23.0

Dari tabel diatas diketahui standar deviasi suhu air lebih kecil yaitu 0.6 dari suhu ruang sebesar 1.6. hal ini menunjukan air lebih stabil dari pada udara. Untuk suhu lingkungan standar deviasi mencapai 4. Suhu lingkungan perubahan kalornya sangat fluktuatif. Terlihat pula fluktuasi suhu air tidak melebihi 20C sehingga tidak mengganggu pertumbuhan benih ikan. Ikan masih toleran terhadap perubahan suhu dibawah 20C. Suhu benih ikan optimal untuk ikan mas dan nila cocok pada suhu ± 280C. Sehingga sistem ini cocok untuk benih ikan tersebut.

Pada perlakuan kedua kontrol dijalankan namun arah udara terbalik. Data diambil selama 2 hari, hal ini dapat dibandingkan dengan P1 karena tidak ada perlakuan terhadap objek penelitian yaitu (air dan udara ruang).

(36)

19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 8/30/06 12:00 AM 8/30/06 12:00 PM 8/31/06 12:00 AM 8/31/06 12:00 PM 9/1/06 12:00 AM 9/1/06 12:00 PM Waktu S u h u ( 0C ) Air Udara Udara Lingkungan

Gambar 14 Garfik suhu udara air dalam ruang pembenihan dan lingkungan pada P2.

Gambar 14. Menunjukan suhu udara dapat lebih rendah dari pada suhu air. Hal ini terkait dengan dengan letak keluaran udara yang melewati tepat diatas permukaan bak pengkondisian. Namun kondisi ini belum tentu meningkatkan suhu seluruh bak pembenihan dan ini terkait dengan akumalasi panas yang kurang. Sebab saluran keluaran berada diatas, sedangkan udara panas cenderung berada diatas dan udara dingin berada dibawah, karena terkait dengan berat jenis udara yang dipengaruhi suhu.

Grafik hubungan suhu air dan suhu ruang selalau akan berpotongan tepat saat suhu air minimum maupun maksimum. Ini adalah bukti bahwa suhu air akan mengikuti suhu udara saat meningkat serta saat menurun. Karena kemampuan menyimpan kalor air lebih besar dari udara maka puncak maksimum dan minimum air selalu lebih rendah dari udara. Pada gambar 14 terlihat suhu air pada awal tanggal 1 Agustus tidak mengikuti perubahan suhu udara. Perubahan ini tidak normal dan kesalahan pada saat peletakan sensor yang tidak mengenai air (lingkaran putus-putus pada gambar 14.)

(37)

25

Tabel 9 Analisis statistik suhu air pada sirkulasi udara perlakuan 2 No Suhu Air Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari

1 Variansi 0.3 0.3 0.4

2 Standar Deviasi 0.6 0.5 0.6

3 Suhu rata-rata (0C) 28.2 28.8 28.5

4 Suhu maksimum(0C) 28.9 29.6 29.6

5 Suhu minimum (0C) 26.9 27.8 26.9

Tabel 10 Analisis statistik suhu ruang pada sirkulasi udara perlakuan 2 No Suhu Ruang Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari

1 Variansi 0.8 0.6 0.7

2 Standar Deviasi 0.9 0.8 0.9

3 Suhu rata-rata (0C) 27.8 28.0 27.9

4 Suhu maksimum (0C) 29.3 29.3 29.3

5 Suhu minimum (0C) 26.1 26.4 26.1

Tabel 11 Analisis statistik suhu lingkungan pada sirkulasi udara perlakuan 2 No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari

1 Variansi 16.9 14.0 15.6

2 Standar Deviasi 4.1 3.7 4.0

3 Suhu rata-rata (0C) 28.6 29.4 29.0

4 Suhu maksimum (0C) 36.0 35.9 36.0

5 Suhu minimum (0C) 21.4 24.1 21.4

Dari tabel statistik itu terlihat bahwa ruang tertutup masih menjaga kestabilan suhu. Jika dilihat rata suhu PI untuk air 29, udara 28.5 dengan rata-rata suhu lingkungan 28.5 sedang P2 untuk air 28.5, udara 27.9 suhu lingkungan.29.0 maka terlihat bahwa sistem P1 lebih efektif dengan catatan radiasi matahari di P1 Dan P2 dianggap sama. Meskipun dalam waktu tertentu suhu air P2 mampu melebihi suhu udara namun secara rata-rata belum naik signifikan. Hal ini karena udara panas pada P1 masuk dari lubang lebih atas kemudian suhu rendah keluar lewat lubang pengeluaran yang lebih rendah

(38)

sehingga udara panas tetap terakumulasi didalam ruang pembenihan. Untuk P2 suhu panas masuk dan langsung mengenai permukaan air sehingga air lebih cepat panas, namun karena posisi lubang pengeluaran diatas sedangkan udara panas berada diatas maka udara tersebut langsung tersirkulasi dan sedikit terakumulasi diruang pembenihan.

Perlakuan ketiga ruang pembenihan tidak mendapatkan sirkulasi udara dari sistem penghangat kolektor surya. Hal ini untuk membandingkan kinerja sistem penghangat ruang ini. Berikut gambar grafik suhu pada perlakuan tiga.

19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 8/28/06 12:00 AM 8/28/06 12:00 PM 8/29/06 12:00 AM 8/29/06 12:00 PM 8/30/06 12:00 AM 8/30/06 12:00 PM Waktu S u h u ( 0C ) Air Udara Udara Lingkungan

Gambar 15 Grafik suhu pada perlakuan tiga.

Tabel 12 Analisis statistik suhu air tanpa sirkulasi udara No Suhu Air Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari

1 Variansi 0.4 0.4 0.4 2 Standar Deviasi 0.6 0.6 0.6 3 Suhu rata-rata (0C) 28.4 28.2 28.3 4 Suhu maksimum (0C) 29.3 29.0 29.3 5 Suhu minimum (0C) 27.2 27.2 27.2

(39)

27 Tabel 13 Analisis statistik suhu ruang tanpa sirkulasi udara

No Suhu Ruang Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari

1 Variansi 3.2 2.8 3.0

2 Standar Deviasi 1.8 1.7 1.7

3 Suhu rata-rata (0C) 28.0 27.8 27.9

4 Suhu maksimum (0C) 31.0 31.1 31.1

5 Suhu minimum (0C) 25.2 25.1 25.1

Tabel 14 Analisis statistik suhu lingkungan tanpa sirkulasi udara

No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variansi 22.2 22.9 22.5 2 Standar Deviasi 4.7 4.8 4.7 3 Suhu rata-rata (0C) 28.1 28.1 28.1 4 Suhu maksimum (0C) 35.9 35.7 35.9 5 Suhu minimum (0C) 21.7 21.4 21.4

Pada perlakuan ini panas ruangan disebabkan oleh serapan panas dari dinding dan panas dari kolektor surya tidak ada. Pada kondisi normal suhu rata udara ruang pembenihan 27.90C, dengan standar deviasi 1.7. jika dibandingkan dengan perlakuan pertama suhu udara rata-rata 28.50C dengan vareasi 1.6 . maka terlihat bahwa pemberian panas dengan kolektor surya terlihat berpengaruh pada kenaikan suhu udara rata-rata ruangan. Hal ini terkait dengan panas yang dihasilkan dari sistem pemanas yang terakumulasi dari siang hingga malam hari. Dari vareasi suhu udara, vareasi suhu perlakuan tiga lebih fluktuatif meskipun tidak terlalu jauh.

Suhu air dipengaruhi suhu udara lingkungan, dari tiga perlakuan diatas rata-rata suhu air perlakuan satu mencapai 29.0 0C, perlakuan dua suhu 28.50C dan pada kondidi normal 28.3 0C. Terlihat bahawa suhu pada perlakuan satu memiliki rata-rata suhu air yang lebih besar dari suhu air perlakuan kedua. Hal ini terkait dengan suhu udara yang terakumulasi pda ruangan perlakuan satu lebih lama sehingga kontak udara panas dengan air lebih lama. Akumulasi ini karena lubang

(40)

keluaran suhu pada perlakuan satu lebih rendah dibandingkan pemasukan udara panas. Sebaliknya pada perlakuan dua lubang keluaran lebih tinggi dibandingkan dengan lubang pemasukan sehingga sehingga udara panas yang berada diatas cepat bersirkulasi lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan satu.

Perlakuan ketiga menunjukkan suhu yang lebih rendah dibandingkan perlakuan satu dengan perlakuan dua. Hal ini karena dengan sistem pemanas maka ruangan mendapatkan tambahan udara panas yang melewati kolektor surya. Panas ini akan terakumulasi hingga malam hari yang menyebabkan kontak air dengan udara panas lebih lama sehingga transfer panas belangsung optimal. Hal ini menyebabkan suhu air meningkat.

Perlakuan dua dengan arah perputaran udara dari blower dua ke satu, sistem ini sama dengan sistem penelitian sebelumnya yang bahan kolektor surya terbuat dari bahan seng (Bagus, 2004).

Tabel 15 Perbandingan suhu air dengan penelitian sebelumnya Penelitian ini No Analisis P1 P2 P3 Bagus, 2004 1 Variansi 0.3 0.4 0.4 0.5 2 Standar deviasi 0.6 0.6 0.6 0.7 3 Suhu rata-rata (0C) 29.0 28.5 28.3 27.6 4 Suahu maksimum (0C) 30.0 29.6 29.3 28.4 5 Suhu minimum (0C) 27.7 26.9 27.2 26.9

Tabel 16 Perbandingan suhu ruang dengan penelitian sebelumnya Penelitian ini No Analisis P1 P2 P3 Bagus, 2004 1 Variansi 2.7 0.7 2.8 2.3 2 Standar deviasi 1.6 0.9 1.7 1.5 3 Suhu rata-rata (0C) 28.5 27.9 27.8 27.7 4 Suahu maksimum (0C) 32.0 29.3 31.1 29.2 5 Suhu minimum (0C) 25.2 26.1 25.1 26.2

(41)

29 Penelitian sebelumnya dilakukan pada bulan juni 2004 (Bagus, 2004) dari penelitian tersebut dengan sistem pola udara yang sama terlihat bahwa suhu udara rata-rata 27.70 C, suhu air rata-rata 27.60C, aliran uadara sama dengan perlakuan dua yang mana suhu udara rata-rata 27.90C suhu air rata-rata 28.50C. Namun ini tergantung dari radiasi yang diterima, karana belum diketahui jumlah radiasi untuk penelitian yang sebelumnya dengan perlakuan dua. Selain itu ada perbedaan jenis kipas yang digunakan. Pada penelitian sebelumnya bentuk daun kipas datar yang mana kecepatan menyedot udara rendah namun kemampuan menyebarkan udara tinggi. Sedangkan penelitian sekarang memakai kipas dengan daun kipas membengkok yang menyebabkan kemampuan menyedot udara tinggi. Sehingga panas yang tersirkulasi lebih banyak dan lebih cepat. Namun jika faktor diatas tidak diperhitungkan maka kolektor surya penelitian ini mampu memberikan suhu rata-rata yang lebih tinggi.

Dari segi kontruksi bentuk kolektor surya sama dengan penelitian sebelunya. Namun berat kolektor surya penelitian ini lebih ringan yaitu 8.5 Kg sedangkan pada penelitian sebelumnya 37 Kg. Kondisi ini tentu sangat membantu dalam fleksibelitas alat dalam pengangkutan barang.

C. KINERJA KONTROL ON-OFF

Kontrol on-off bekerja dengan sistem jembatan wheatstone. Kontrol ini memakai 2 sensor NTC yang dipasang di dalam ruang pembenihan dan didalam pipa instalasi dekat dengan kolektor surya. Jika suhu udara atas lebih tinggi dibandingkan suhu ruangan maka saklar akan on dan kipas akan menyala. Proses ini berhenti bila kedua sensor pada suhu yang sama atau lebih rendah. Sensor dijalankan selama 24 jam perhari.

(42)

0 1 7/23/06 7:12 AM 7/23/06 8:24 AM 7/23/06 9:36 AM 7/23/06 10:48 AM 7/23/06 12:00 PM 7/23/06 1:12 PM 7/23/06 2:24 PM 7/23/06 3:36 PM 7/23/06 4:48 PM 7/23/06 6:00 PM

Gambar 16 Kinerja Kontrol on-off pada hari pertama.

0 1 8/3/06 6:00 AM 8/3/06 7:12 AM 8/3/06 8:24 AM 8/3/06 9:36 AM 8/3/06 10:48 AM 8/3/06 12:00 PM 8/3/06 1:12 PM 8/3/06 2:24 PM 8/3/06 3:36 PM 8/3/06 4:48 PM

(43)

31 0

1

8/4/06 6:00 AM 8/4/06 7:12 AM 8/4/06 8:24 AM 8/4/06 9:36 AM 8/4/06 10:48 AM 8/4/06 12:00 PM 8/4/06 1:12 PM

waktu

Gambar 18 Kinerja kontrol on-off pada malam hari.

Pada gambar diatas angka 1 menunjukan on dan 0 menunjukan alat tidak bekerja atau off, dari gambar itu juga terlihat bahwa kontrol hidup mati pada pagi hari dan sore, sedangkan pada malam kontrol berada pada posisi off. Hal ini membuktikan bahwa pada malam hari tidak ada panas yang cukup untuk memanaskan kolektor surya. Sumber panas kolektor berasala dari radiasi matahari dan terjadi hanya pada siang hari Pada gambar pertama terlihat bahwa kontrol bekerja on-off mulai pagi hingga siang pada siang kontrol off hal ini karena berdasarkan pengamatan ada awan 2:19 PM hingga 2:40 PM sehingga kolektor surya tidak mendapatkan panas yang cukup menyebabkan kipas tidak berjalan.

(44)

0 1 7/23/06 8:55 AM 7/23/06 8:58 AM 7/23/06 9:01 AM 7/23/06 9:04 AM 7/23/06 9:07 AM 7/23/06 9:10 AM 7/23/06 9:12 AM

Gambar 19 Kontrol on-off bekerja pada pagi hari di hari pertama.

0 1 7/23/06 2:09 PM 7/23/06 2:24 PM 7/23/06 2:38 PM 7/23/06 2:52 PM 7/23/06 3:07 PM 7/23/06 3:21 PM 7/23/06 3:36 PM 7/23/06 3:50 PM 7/23/06 4:04 PM 7/23/06 4:19 PM

(45)

33

0 1

8/3/06 7:19 AM 8/3/06 7:26 AM 8/3/06 7:33 AM 8/3/06 7:40 AM 8/3/06 7:48 AM 8/3/06 7:55 AM 8/3/06 8:02 AM

Gambar 21 Kontrol on-off pada pagi hari dihari kedua.

0 1 8/3/06 3:10 PM 8/3/06 3:12 PM 8/3/06 3:15 PM 8/3/06 3:18 PM 8/3/06 3:21 PM 8/3/06 3:24 PM 8/3/06 3:27 PM 8/3/06 3:30 PM 8/3/06 3:33 PM 8/3/06 3:36 PM 8/3/06 3:38 PM 8/3/06 3:41 PM

Gambar 22 Kontrol on-off pada sore hari di hari kedua.

Proses on dan off dipengaruhi perbedaan suhu, saat pagi terdapat embun pada kolektor surya, hal ini karena proses pemanasan diruangan menyebabkan

(46)

terjadi penguapan air dari akuarium dan terbawa oleh aliran udara menuju kolektor surya. Saat pagi suhu masih rendah, sinar matahari mengenai kolektor surya dan proses awal adalah pengumpul panas digunakan untuk menguapkan embun tadi hingga air menguap semua. Proses selanjutnya panas yang terserap kolektor surya akan terus terakumulasi hingga beberapa detik. Udara panas pada kolektor naik keatas melewati pipa 4’’ hingga mengenai sensor. Sensor 1 lebih panas dari sensor 2 sehingga blower jalan dan udara panas yang terkumpul di pipa tersedot masuk keruang pembenihan. Saat udara panas masuk ke ruang maka di kolektor surya digantikan udara yang lebih dingin dari ruang pembenihan. Hal ini menyebabkan sensor 1 dingin dan kontrol mati. Proses ini akan terus berlangsung terus hingga sinar radiasi matahari penuh menyinari kolektor surya yang menyebabkan blower pada posisi on. Blower bekerja tergantung pada cuaca pada hari itu.

Waktu sore hari kontrol bekerja seperti pada saat pagi hari. Hingga suhu ruang konstan lebih panas dari kolektor surya dan kipas mati. Kipas mati menyebabkan sirkulasi berhenti dan udara panas terperangkap diruang pembenihan selama malam hingga pagi. Hal inilah yang menyebabkan suhu udara ruang lebih stabil dari suhu lingkungan yang fluktuatif. Sehingga suhu air akan terus terjaga dan lebih stabil. Kontrol akan berhenti saat ada hujan atau awan yang menyebakan kontrol berada pada posisi off.

(47)

35 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kolektor surya bekerja dengan optimal terlihat dari kenaikan suhu rata-rata udara dan air dari pada tanpa kolektor surya. Suhu air rata-rata perlakuan satu lebih besar dari perlakuan dua dan suhu air rata-rata perlakuan tiga lebih kecil dari perlakuan dua. Rancangan kolektor dapat meningkatkan kualitas air pembenihan ikan. Kontrol on-off sederhana bekerja dengan optimal sesuai perubahan suhu antar dua ruangan.

B. SARAN

• Perlu diadakan penelitian lebih lanjut pada kolektor surya dengan menggunakan beberapa kecepatan udara sehingga proses penghangatan berjalan optimal.

• Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang kontrol berdasarkan suhu yang tepat bagi benih ikan.

(48)

VII. DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2004. Produksi Budidaya Perikanan. BPS. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2005. Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan Menurut Negara Tujuan. BPS. Jakarta.

Bagus, Hermanto. 2004. Efektifitas Kombinasi Penghangat Air Terkendali Pada Sistem Resirkulasi Air untuk Pembenihan Ikan Patin Ruang Tertutup. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian IPB. Bogor

Daelani, Deden. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Harahap, Ade I. 2002. Penegendalian Suhu Air pada Kolektor Surya untuk Pembenihan Ikan dengan Menggunakan Logika Fuzzy. Departemen Teknik Pertanian IPB. Bogor

Kuncoro, Budi. 2003. Ikan Siklid Jenis Perawatan dan Pemijahan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lesmana, Darti. 2002. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Cetakan Ke-2. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Lesmana Darti, Dermawan. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mattjik, A. A. Dan Sumertajaya I M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor.

Rudiyanto. 2006. Pemodelan Hidrolika Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali. Tesis. Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Paska Sarjana IPB. Bogor.

(49)

37

(50)
(51)

3 9 L am p ir an 2 G am b ar P ic to ri al K o le k to r S u ry a

(52)

4 0 3 G am b ar T am p ak A ta s

(53)

41 Lmpiran 4 Gambar Tampak Depan dan Samping

(54)

Lampiran 5 Perhitungan Tegangan keluaran

(

1 100

)

5 6 6 5 1 K RNTC K V + + =

(

10000 100

)

5600 5600 1 + + = V Volt V1 =0.357

(

)

(

2 10

)

5 6 6 5 1 K K RNTC K V + − + = χ 10000 10000 5600 5600 1 + + = V Volt V1 =0.219

(

V1 V2

)

G Vout= −

(

0.357−0.219

)

= G Vout Volt G Vout= 0.138 Vout

(55)

43 Lampiran 6 Daftar jenis ikan dan suhu pertumbuhannya

No Nama Ilimiah Nama Dagang Suhu

(0C)

1 Inpachthys keri Blue Emperor Tetra 25-29

2 Methynnis hypsauchen Silver Dollar 25-29

3 Balantheocheilosilus melanopterus

Bala shark 25-29

4 Achanthophalmus kuhli Kuhli loach 24-30

5 Botia lochahata India loach 25-30

6 Aulonacara nyasae Nyasa peacock 28-30

7 Cyplotilapia frontosa Frontosa 24-29

8 Hiplochoromis venustus Venustus Hap 25-30

9 Julidochromis regani Regain 25-30

10 Labidochoromis carulius Lemon cichlid 25-30

11 Pterophyllum scalare Angelfish 27-30

12 Symphysodon discus Discus 26-29

13 Tropheus morii Morii 28-30

14 Sphaerychthys osphroenoides Chocolate gouramy 27-30 15 Pseudoplatystoma fasciatum Tiger catfish 27-30

16 Pangasius sutchi Siammese shark 28-30

17 Synodontis nigromaculatus Sinodontis 25-29

18 Melantonia lacustris Blue rainbow 26-29

19 Monodactylus argentus monodaktylus 24-30

20 Scatophagus argus Scat 25-29

21 Selanotoca multifasciata Silver scat 25-29

22 Aphyosemion sp Aphyosemion 24-30

23 Aplocheilus panchax Golden wonder 24-30

24 Polypterus palmas Palmas 25-30

25 Polypterus omatipinis Palmas ornatipinnis 25-30

26 Amphilophus longimanus Red devil 25-30

27 Amphilophus zaliosus Red devil(lorek) 25-30 28 Amphilophus citrinellus Red devil(kuning) 25-30 29 Amphilophus labiatus Red devil(merah) 25-30 30 Archocentrus nigrofasciatum Convict cichlid 25-29 31 Archocentrus centrarchus Centrarcrush 25-29 32 Archocentrus spinassisimus Spinassisimus 25-29

33 Archocentrus myrnae Myrnae 25-29

34 Archocentrus nanoluteus Nanoluteus 25-29

35 Archocentrus septemfasciatus Septemfasciatus 25-29

36 Archocentrus spilurus Pilurus 25-29

37 Cichlasoma salvinii Salvin 25-30

38 Cichlasoma festae Festae 24-30

39 Cichlasoma trimaculatum Trimaculatum 24-30

40 Cichlasoma bocourti Bocourti 25-30

(56)

42 Cichlasoma beani Beani 25-30

43 Cichlasoma grammoides Grammoides 25-30

44 Cichlasoma pearsei Pearsei 25-30

45 Herichthys carpintis Carpintis 23-30

46 Herichthys pantotictus Pantotictus 23-30

47 Herichthys labridens Labridens 23-30

48 Herichthys bartoni Bartoni 23-30

49 Herichthys tamasopoensis Tamasopoensis 23-30

50 Herichthys minckleyi Minckleyi 23-30

51 Herichthys cyanoguttatus Cyanoguttatus 23-30

52 Herichthys temporatum Temporatum 23-30

53 Herotilapia multispinosa Rainbow cichlid 25-30

54 Neetroplus nematopus Neetroplus 21-30

55 Neetroplus nicaraguensis Nicaragua cichlid 21-30

56 Parachromis dovii Dovii 20-30

57 Parachromis managuense Managuen 20-30

58 Parachromis motaguensis Motaguen 20-30

59 Parachromis panamensis Panamensis 20-30

60 Parachromis loiselle Loiselle 20-30

61 Thoricthys meeki Meeki (mulut api) 25-32

62 Thoricthys aureus Aureus 25-32

63 Thoricthys maculipinnis Maculipinnis 25-32

64 Thoricthys belleri Belleri 25-32

65 Thoricthys calollepis Calollepis 25-32

66 Thoricthys socolofi Socolofi 25-32

67 Thoricthys pasionis Pasionis 25-32

68 Aequidens diadema Diadema 28-30

69 Aequidens potaroensis Potaroensis 28-30

70 Aequidens rondoni Rondoni 28-30

71 Aequidens metae Metae 28-30

72 Aequidens chimanthanus Chimanthanus 28-30

73 Aequidens patricki Patricki 28-30

74 Aequidens plagiozonatus Plagiozonatus 28-30

75 Aequidens paloemuensis Paloemuensis 28-30

76 Aequidens tubicen Tubicen 28-30

77 Aequidens epae Epae 28-30

78 Aequidens gerciliae Gerciliae 28-30

79 Aequidens michaeli Michaeli 28-30

80 Aequidens rivulatus Green terror 28-30

81 Aequidens pullcher Akara 28-30

82 Cichlasoma amazonarum Amazonarum 27-30

83 Cichlasoma araguaiense Araguaiense 27-30

84 Cichlasoma bimaculatum bimaculatum 27-30

85 Cichlasoma boliviense Boliviense 27-30

86 Cichlasoma severum Severum 27-30

(57)

45

88 Cichlasoma orientale Orientale 27-30

89 Cichlasoma orinocense Orinocense 27-30

90 Cichlasoma paranaense Paranaense 27-30

91 Cichlasoma portalegrense portalegrense 27-30

92 Cichlasoma pusillum Pusillum 27-30

93 Cichlasoma santifranciscense santifranciscense 27-30

94 Cichlasoma taenia Taenia 27-30

95 Hypselecara coryphaenoides coryphaenoides 25-29

96 Hypselecara temporalis Temporalis 25-29

97 Mesonauta igsignis Igsignis 27-30

98 Mesonauta festivus Festivus 27-30

99 Mesonauta acora Acora 27-30

100 Mesonauta egregius Egregious 27-30

101 Mesonauta mirigris Mirigris 27-30

102 Mesonauta guyanae Guyanae 27-30

103 Symphysodon aequifasciata beraldi Diskus biru 28-30 104 Symphysodon aequifasciata aequifasciata Diskus hijau 28-30 105 Symphysodon aequifasciata axel Diskus coklat/merah 28-30 106 Symphysodon discus Diskus biru melatik 28-30 107 Aulonacara auditor Midnight peacock 27-30 108 Aulonacara jacobfreibergi Butterfly cichlid 27-30

109 Aulonacara macrochir Macrochir 27-30

110 Aulonacara rostrata Rostrata 27-30

111 Aulonacara peterdaviesi Peterdaviesi 27-30 112 Aulonacara nyassae Red shoulder peacock 27-30 113 Aulonacara ethelwynnae Regal peacock 27-30 114 Cryptocara maori Malawi dolphin cichlid 25-31 115 Dimidiochromis dimidiatus Dimidiatus 26-30

116 Dimidiochromis strigatus Strigatus 26-30

117 Dimidiochromis compressiceps

Compressiceps 26-30

118 Dimidiochromis kiwinge Compressiceps 26-30 119 Melanochromis melanopterus Melanopterus 25-30

120 Melanochromis loriae Auratus emas 25-30

121 Melanochromis interuptus Dwarf auratus 25-30

122 Melanochromis johanni Johanni 25-30

123 Melanochromis auratus Auratus 25-30

124 Melanochromis parallelus Auratus hitam, Parallelus 25-30 125 Melanochromis chipokae Auratus hitam, Chipokae 25-30 126 Melanochromis simulans Auratus, Simulans 25-30 127 Melanochromis perspicax Auratus besar, Perspicax 25-30 128 Melanochromis vermivorus Auratus biru, Vermivorus 25-30

129 Nimbochromis venustus Venustus 27-30

(58)

131 Nimbochromis livingstonii Livingstonii 27-30 132 Nimbochromis fuscotaeniatus Fuscotaeniatus 27-30

133 Julidochromis ornatus Ornatus 28-30

134 Julidochromis regain Regain 28-30

135 Julidochromis marlieri Marlieri 28-30

136 Julidochromis dickfeldi Dickfeldi 28-30

137 Julidochromis transcriptus Transcriptus 28-30 138 Tropheus annectens Tropheus annectens 28-30 139 Tropheus brichardi Tropheus brichardi 28-30

140 Tropheus duboisi Tropheus duboisi 28-30

141 Tropheus moori Tropheus moori 28-30

142 Tropheus sp “black” Tropheus sp “black” 28-30 143 Tropheus sp “red” Tropheus sp “red” 28-30 145 Tropheus sp “Kaiser” Tropheus sp “kaiser” 28-30 146 Hemichromis bimaculatus Bimaculatus 26-30 147 Hemichromis cerasogaster Cerasogaster 26-30

148 Hemichromis cristatus Cristatus 26-30

149 Hemichromis elongates Jendral bintang 5 26-30

150 Hemichromis fasciatus Fasciatus 26-30

151 Hemichromis frempongi Frempongi 26-30

152 Hemichromis guttatus Guttatus 26-30

153 Hemichromis letourneauxi Letourneauxi 26-30

154 Hemichromis lifalili Lifalili 26-30

155 Hemichromis affin paynei Affin paynei 26-30

156 Hemichromis stellifer Stellifer 26-30

157 Tilapia grahami Grahami 26-30

158 Tilapia spirulus Spirulus 26-30

159 Tilapia nilotica Nila 26-30

160 Tilapia zilli Zilli 26-30

161 Tilapia mariae Mariae 26-30

162 Tilapia butikoferi Ninety nine 26-30

163 Tilapia rendalii Rendal 26-30

164 Tilapia tholloni Tholloni 26-30

165 Tilapia mosambica Mujair 26-30

167 Corynopoma riisei Swordtail characin 29-30

168 Danio malabaricus Malabar danio 26-29

169 Puntius sp Barbus 27-30

170 Acquidens pulcher Blue acara 26-29

171 Geophagus brasiliensis Pearl cichlid 26-30

172 Apistograma ramirezi Ramiresi 27-29

173 Betta splendens Cupang adu 28-30

174 Osphronemus gouramy Gurami 26-30

Gambar

Tabel 1  Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan 1  atm  Suhu  ( 0 C)  Kadar Oksigen  terlarut (mg/liter)  Suhu (0C)  Kadar Oksigen  terlarut (mg/liter)  Suhu (0C)  Kadar Oksigen  terlarut (mg/liter)  0  14.62  14  10.31  28  7.8
Tabel 2  Tingkat Kelarutan oksigen (mg/l) dalam berbagai kondisi suhu dan  salinitas  Klorin (%) Suhu  ( 0 C)  0  2  4  6  8  10  12  14  16  18  20  10  11.29  11.03  10.77  10.53  10.30  10.07  9.87  9.61  9.40  9.20  9.00  11  11.05  10.77  10.53  10.29
Tabel 3  Prosentase total amoniak dalam hubunganya dengan suhu dan keasaman  Suhu ( 0 C) pH  10  15  20  25  30  6.0   0.086  0.027  0.040  0.057  0.081  6.5  0.059  0.087  0.125  0.180  0.250  7.0  0.186  0.273  0.396  0.566  0.799  7.5  0.586  0.859  1.2
Tabel 5  Prosentase Hidrogen sulfida (H2S) terhadap sulfida total pada berbagai  pH dan suhu  Suhu ( 0 C) pH  26  28  30  32  5.0  99.0  98.9  98.9  98.9  5.5  96.9  96.7  96.5  96.3  6.0  90.8  90.3  89.7  89.1  6.5  75.8  74.6  73.4  72.1  7.0  49.7  48.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sampel akan di analisa menggunakan analisis regresi, koefisien korelasi, kesalahan standar estimasi dan koefisien determinasi yang akan digunakan untuk melihat hubungan antara

 Meskipun jenis material clay nya berbeda, ternyata clay sangat mempengaruhi proses pemanasan dari material organik tersebut, dibanding material karbonat, sehingga hasil

Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah Komitmen guru (X). Komitmen merupakan suatu bentuk loyalitas yang lebih konkret yang dapat dilihat dari sejauh

Souvenir pernikahan yang unik dengan berbagai macam bentuk dan model yang bisa berfungsi untuk tempat perhiasan, bros, peniti dan lain-lainnya.. Terbuat dari bahan tanah liat

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Total APBN (Juta)

Badan Usaha Angkutan Udara dan Perusahaan Angkutan Udara yang sengaja memegang slot dan mengembalikannya setelah batas waktu pengembalian slot IATA, akan diberikan prioritas yang

 Analysing Information, Problem Solving, Attention to Detail, Software Design, Software Debugging, Software Development Fundamentals, Software Documentation, Software