• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel Ilmiah Program Studi Ilmu Politik Universitas Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Artikel Ilmiah Program Studi Ilmu Politik Universitas Jambi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERAN BADAN PENGAWASAN PEMILU (BAWASLU)

DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM

SERENTAK TAHUN 2019 DI KABUPATEN BATANGHARI

Vira Aurelli Putri Jonida

1 (Ilmu Politik/H1B116037/Universitas Jambi)

* vira.aurelly22@gmail.com

ABSTRACT

The Election Supervisory Body (Bawaslu) has great authority, especially since the issuance of Law Number 7 of 2017 concerning General Elections (Pemilu). Much different from the previous election supervisors, this is a sign that Bawaslu has an important role in maintaining the quality of democracy. The purpose of this study is to determine the role of the Election Supervisory Agency (BAWASLU) in resolving violations in the 2019 simultaneous elections in Batanghari Regency and the obstacles faced. It is interesting to see how the role of Bawaslu Batanghari in resolving election violations and the obstacles in resolving election violations. This research was conducted using a qualitative research approach, which is an approach that provides the opportunity for researchers to be able to make detailed descriptions and interpretations in order to gain a holistic understanding. Data collection was carried out through interviews, observation and documentation. Research informants were divided into the Head of Bawaslu of Batanghari Regency, the Supervision Division, Public Relations and Hubal, who reported election violations. The data that has been obtained will be analyzed qualitatively and described in descriptive form. The results of this study indicate that the role of Bawaslu in supervising and dealing with violations of the 2019 Election, Bawaslu of Batanghari Regency has realized election justice.

ABSTRAK

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mempunyai kewenangan yang besar, terutama sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Jauh berbeda dengan pengawas pemilu yang dibentuk sebelumnya, hal ini menjadi pertanda Bawaslu mempunyai peran penting dalam menjaga kualitas demokrasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dalam penyelesaian pelanggaran pada pemilu serentak Tahun 2019 di Kabupaten Batanghari serta kendala yang dihadapi. Menarik untuk melihat bagaimanakah peran Bawaslu Batanghari dalam penyelesaian pelanggaran pemilu serta kendala dalam penyelesaian pelanggaran pemilu. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu pendekatan yang memberi peluang kepada peneliti untuk dapat melakukan deskripsi dan interpretasi secara detail agar mendapatkan pemahaman secara holistik. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Informan penelitian dibagi menjadi Ketua Bawaslu Kabupaten Batanghari, Divisi Pengawasan, Humas dan Hubal, pelapor pelanggaran pemilu. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran Bawaslu Dalam mengawasi dan menangani pelanggaran Pemilu 2019, Bawaslu Kabupaten Batanghari telah mewujudkan keadilan Pemilu.

(2)

PENDAHULUAN

Demokrasi yang dianut di Indonesia adalah demokrasi Pancasila dan mengalami perkembangan dan ujian antar periodesasi pemerintahan. Akan tetapi tak dapat di sangkal bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat dalam Undang Undang Dasar 1945. Asas demokrasi memberikan suatu cara atau metode pengambilan keputusan. Asas ini menuntut bahwa setiap orang harus mempunyai kesempatan yang sama untuk mempengaruhi tindakan pemerintah. Asas ini diwujudkan lewat sistem representasi (perwakilan rakyat) yang mempunyai peranan dalam pembentukan undang-undang dan kontrol terhadap pemerintah.

Salah satu tahapan yang harus dilalui untuk mewujudkan asas Demokrasi adalah dengan pelaksanaan Pemilu. Pemilihan Umum (Pemilu) disebut sebagai pesta demokrasi yang dilakukan sebuah negara . Pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi suara rakyat diperebutkan pada sistem ini untuk menentukan siapa yang berhak menduduki kursi-kursi tersebut, dengan partai politik sebagai kendaraan. Dalam hal ini, maka partai politik benar-benar diperhatikan agar terlihat aspiratif kepada masyarakat dan dapat meraih simpati mereka sebanyak-banyaknya pada pemungutan suara. Demikian berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22 E ayat (1) pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali . Pada masa pemilu inilah diselenggarakan masa kampanye sebagai alat untuk memperkenalkan visi, misi dan program- program yang akan direalisasikan para calon kandidat kepada masyarakat. Oleh karena itu, Pemilu sebagai instrumen demokrasi harus dilaksanakan berdasarkan asas-asas Pemilu dan peraturan perundang-undangan sebagai landasan substantif.

Penyelenggara Pemilu merupakan elemen yang sangat berperan signifikan dalam mengimplementasikan gagasan demokrasi yang berdasarkan asas-asas Pemilu dan peraturan perundang-undangan. Secara

normatif, penyelenggara Pemilu ialah lembaga-lembaga yang disebut dalam peraturan perundang-undangan untuk menyelenggarakan Pemilu. Adapun yang dimaksud penyelenggaraan Pemilu ialah pelaksanaan tahapan Pemilu yang dilaksanakan oleh penyelenggara Pemilu.

Meski penyelenggara Pemilu merupakan aktor utama dalam penyelenggaraan Pemilu, mengesampingkan elemen masyarakat sipil (civil society) dalam agenda demokrasi juga bukan suatu langkah yang bijak. Selain konsep demokrasi memang menghendaki partisipasi publik, namun keterbatasan sumber daya para penyelenggara Pemilu merupakan suatu alasan yang cukup realistis untuk melibatkan masyarakat sipil dalam penyelenggaraan Pemilu . Bahkan, partisipasi masyarakat dalam agenda demokrasi juga sangat penting sekaligus mendesak untuk dibangun dan ditingkatkan. Karena untuk meyakinkan dan menarik masyarakat yang pesimis atau kebingungan terhadap jalannya demokrasi dan juga agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton saja.

Salah satu kegiatan yang dapat mengakomodasi partisipasi masyarakat sipil dalam agenda Pemilu adalah pemantauan Pemilu. Jika merujuk pendapat Topo Santoso, pemantauan Pemilu ini diartikan sebagai aktivitas untuk mengumpulkan informasi proses Pemilu, dan pemberian penilaian-penilaian yang beralasan tentang pelaksanaan proses Pemilu berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan. Konstruksi yuridis mengenai pemantau Pemilu di Indonesia juga selalu mengalami perubahan. Pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, pemantauan Pemilu digabung dengan bab pengawasan Pemilu. Ketentuan mengenai pemantauan Pemilu ini hanya diatur dalam 1 (satu) pasal yang terdiri atas 2 (dua) ayat. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, ketentuan mengenai pemantauan Pemilu masih digabung dengan bab pengawasan, hanya saja diatur sedikit lebih rinci. Sedangkan pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008

(3)

tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, ketentuan mengenai pemantauan Pemilu diatur dalam bab tersendiri yang terpisah dengan ketentuan mengenai pengawasan. Selain itu, ketentuannya juga diatur secara lebih rinci dibanding undang-undang sebelumnya.

Eksistensi pemantau Pemilu berdasarkan keempat undang-undang diatas bergantung pada keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku lembaga negara yang berwenang melakukan akreditasi terhadap calon pemantau Pemilu. Hal yang kemudian menjadi pembeda dengan mekanisme sebelumnya adalah sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengalihkan kewenangan akreditasi pemantau Pemilu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Meski sejak tahun 2008 ketentuan mengenai pemantau Pemilu telah dipisahkan dengan ketentuan pengawasan Pemilu, namun pembentuk undang-undang menilai mekanisme akreditasi ini lebih tepat jika dilakukan oleh Bawaslu. Hal itu juga dinilai oleh Bawaslu karena sifat pekerjaan mengawasi dan memantau ini merupakan aktivitas yang berkaitan, sehingga akreditasi pemantau Pemilu lebih cocok dilakukan oleh Bawaslu.

Bawaslu Provinsi Jambi sendiri membawahi 11 Kabupaten/Kota yang melaksanakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi serta DPRD Kabupaten/Kota yaitu Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Bungo, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Merangin, Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci. Dalam pemilu Tahun 2019 Bawaslu Provinsi Jambi menyampaikan adanya pelanggaran yang terjadi di Provinsi Jambi. Ada 4 jenis katagori pelanggaran yang terjadi yaitu pelanggaran administrasi, pidana, legalitas ASN dan kode etik. Untuk lebih jelasnya tentang temuan dan laporan Bawaslu Provinsi Jambi terkait

pelanggaran pemilu yang terjadi di Provinsi Jambi dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Rekap Temuan dan Laporan Bawaslu Provinsi Jambi terkait Pelanggaran Pemilu Tahun 2019

No Daerah

Temuan/Laporan Jenis Pelanggaran

Adm Pidana Etik Lain nya 1 Kota Jambi 1 5 3 1 2 Batanghari 1 3 1 2 3 Muaro Jambi 3 7 2 6 4 Sarolangun 3 4 2 1 5 Merangin 6 1 1 2 6 Sungai Penuh 5 1 2 4 7 Bungo 1 6 0 0 8 Tebo 11 2 0 0 9 Tanjabtim 0 2 0 0 10 Tanjabbar 0 2 0 0 11 Kerinci 0 5 1 0 Jumlah 37 43 14 18 112

Sumber: Bawaslu Provinsi Jambi Tahun 2019 Di Kabupaten Batanghari sendiri ditemukan 7 (tujuh) pelanggaran yang terjadi selama pemilihan umum Tahun 2019. Antara lain pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye dengan persentasi 9% seperti pada tabel di bawah ini.

Diagram 1.1

Sumber: Bawaslu Provinsi Jambi tahun 2019 Hal ini karena masih banyaknya peserta pemilu yang memasang dan mencetak alat peraga kampanye tidak pada zona yang ditetapkan dan masih kurangnya pemahaman

(4)

peserta pemilu mengenai pemasangan alat peraga kampanye yang dibolehkan dan tidak dibolehkan.

Dari gambaran latar belakang masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai peran Bawaslu pada pemilihan umum secara serentak khususnya di Kabupaten Batanghari dengan memilih judul penelitian “Analisis Peran Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) Dalam Penyelesaian Pelanggaran Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 di Kabupaten Batanghari“.

METODE

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif (qualitative methods) yaitu metode penelitian yang mengembangkan pertanyaan dasar tentang apa dan bagaimana kejadian itu terjadi, siapa yang terlibat dalam kejadian tersebut, kapan terjadinya, dan dimana tempat kejadiannya. Peneliti kualitatif dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan atau sumber data. Peneliti Kualitatif harus bersifat “perspektif emic” artinya memperoleh data bukan “sebagai mana seharusnya”, bukan berdasarkan apa yang terfikir oleh peneliti, tetapi berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi dilapangan, yang dialami, dirasakan, dan difikirkan oleh partisipan/sumber data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Peran Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dalam Penyelesaian Pelanggaran Pemilu Serentak Tahun 2019 di Kabupaten Batanghari

Dalam penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2019 di Kabupaten Batanghari, peran Badan Pengawas Pemilu yang selanjutnya

disebut Bawaslu pada Pemilu serentak tahun 2019 mempunyai peran sebagai pengawas. Bawaslu Kabupaten Batanghari juga mempunyai peran sebagai lembaga yang menerima dan mengidentifikasi laporan-laporan berupa indikasi pelanggaran yang ditemukan Bawaslu sendiri maupun yang diadukan oleh masyarakat kepada Bawaslu untuk kemudian dilakukan pembahasan dan kajian serta tindak lanjut.

Terkait dengan bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 di Kabupaten Batanghari, masih terdapat catatan berupa laporan dan temuan dugaan pelanggaran yang mewarnai Pemilu 2019 di Kabupaten Batanghari. Adapun pengertian dari temuan adalah hasil pengawasan Badan Pengawas Pemilu yang mengandung dugaan pelanggaran Pemilihan. Sedangkan laporan dugaan pelanggaran laporan yang disampaikan secara tertulis oleh pelapor kepada Pengawas Pemilu tentang dugaan terjadinya pelanggaran.

Mengenai laporan dan temuan dugaan pelanggaran pemilu dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 di Kabupaten Batanghari, terdapat laporan dan temuan dugaan pelanggaran, yaitu :

1. Pelanggaran Administrasi

Pelanggaran Administrasi adalah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu. Sementara itu di UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 461 angka (1) menyebutkan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota menerima, memeriksa, mengkaji dan memutus pelanggaran administrasi. Dengan demikian, peran Bawaslu untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran administrasi semakin kuat. Adapun pelanggaran administrasi yang

(5)

ditemukan pada Pemilu tahun 2019 di Kabupaten Batanghari adalah:

“Bawaslu Kabupaten Batanghari mendapat laporan dari Rahmad Mulyadi, S.sos selaku Calon Legislatif dengan pokok perkara foto pelapor yang di tempel dipapan pengumuman DCT di TPS di pasang bukan foto yang bersangkutan. Dari laporan pelapor tesebut dugaan pasal yang dilanggar adalah Pasal 26 ayat (3) PKPU Nomor 15 Tahun 2018 tentang norma, standar, prosedur, kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan penyelengaraan pemilu. adapun penyelesaian yang dilakukan Bawaslu yang dijelaskan oleh Indra Tritusian selaku Ketua Bawaslu Kabupaten Batanghari dan juga dari divisi Hukum, Penanganan Pelanggaran Sengketa yaitu “Peran bawaslu dalam menindaklanjuti atau menyelesaikan pelanggaran administrasi pemilu Bawaslu sendiri itu menerima sebuah laporan atau temuan yang diduga itu adalah suatu pelanggaran pemilu, setelah itu kami juga memeriksa suatu laporan tersebut yang dilakukan secara terbuka lalu melakukan pemeriksaan pendahuluan terkait pelanggaran administrasi pemilu yang kemudian adapun cara penyelesaian dari pelanggaran administrasi pemilu dilakukan paling lama itu 14 (empat belas) hari setelah diputuskan adanya pelanggaran administrasi pemilu dan sudah diregistrasi. Putusan dari kasus ini adalah menyatakan terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme tahapan pemunungutan dan perhitungan suara pemilu tahun 2019 dan memerintahkan KPU Provinsi Jambi memberikan peringatan tertulis kepada KPU Batanghari”

Pelanggaran administrasi pemilu yang bersumber dari laporan dengan Nomor register perkara

001/ADM/BWSL/PEMILU/KAB/IV/2019

kemudian diselesiakan oleh Bawaslu Kabupaten Batanghari dengan mekanisme sidang acara cepat dengan hasil putusan. Laporan pelanggaran administrasi Pemilu yang telah diterima oleh Bawaslu, telah melakukan tindakan hukum yaitu, mengklarifikasi, mencari bukti-bukti dan mengkaji kebenaran laporan pelanggaran administrasi Pemilu yang diterimanya. Tindakan hukum Bawaslu yang dimaksud dilakukan paling lama 5 (lima) hari sejak penerimaan laporan pelanggaran administrasi Pemilu termasuk tindak lanjut untuk diteruskan KPU Provinsi Jambi.

2. Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu Tindak pidana pemilu adalah tindak pidana pelanggaram dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam UU pemilu. Dalam UU Nomor 7 tahum 2017 dalam hal tindak pidana pemilu, lembaga pengawas pada tingkatan terendah seperti PPL meneruskan laporan tindak pemilu ke panitia pengawas tingkat kecamatan (Panwaslu Kecamatan). Sementara pada tingkatan Bawaslu Kabupaten/Kota, dalam menerima laporan, dugaan tindak pindana pemilu diterima dan didampingi oleh unsur kejaksaan dan unsur kepolisian dalam Sentra Gakkumdu. Menurut Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pasal 1 ayat (2) Sentra Penegakan Hukum Terpadu selanjutnya disebut Gakkumdu adalah pusat aktivitas penegakan hukum tindak pidana pemilu yang terdiri dari unsur Badan Pengawas Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi dan/atau Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian Daerah, dan/atau Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan Negeri.

(6)

Dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk kehati-hatian Bawaslu dalam menangani tindak Pemilu sehingga tidak merugikan peserta pemilu maupun masyarakat.

Selama tahapan Kampanye Pemilu tahun 2019 di Kabupaten Batanghari yang mulai tanggal 23 September 2018 sampai dengan 13 April 2019, Bawaslu Kabupaten Batanghari masih banyak menemukan beberapa laporan dan temuan dugaan pelanggaran yang terjadi pada Pemilu tahun 2019 di Kabupaten Batanghari. Yaitu:

1.Bawaslu Kabupaten Batanghari pada tanggal 23 Oktober 2018 menerima laporan dari Lukmanul Hakim bahwa Calon Legislatif atas nama Heriyanto (Caleg DPRD Batanghari Dapil Mersam- Maro Sebo Ulu), Hermayati Rosari (Caleg DPRD Batanghari Dapil Ma. Bulian-Marosebo Ilir), Zamhariro, SH.I (Caleg DPRD Provinsi Jambi) dan Sapuan Ansori (Caleg DPRD Provinsi Jambi) telah melanggar jadwal pemasangan iklan pada media cetak, media massa elektronik dan internet yang telah ditetapkan oleh komisi pemilihan umum. Dugaan pasal yang dilanggar adalah Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.

2.Bawaslu Kabupaten Batanghari menerima laporan pada tanggal 13 April 2019 dari Bambang selaku pelapor bahwa Hasby Ansori (Caleg DPR RI Dapil Jambi dari partai Nasdem nomor urut 5 melakukan kampanye pertemuan terbatas di salah satu rumah warga atas nama Rahayu/cik ayu, membagikan amplop yang berisi uang sebesar Rp. 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) kepada warga yang datang pada kegiatan tersebut. Dugaan pasal yang dilanggar adalah pasal 523, pasal 521 Jo Pasal 280 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dapat disimpulkan dari uraian di atas yang telah penulis paparkan, pada tanggal 25 Oktober 2018 Bawaslu Kabupaten Batanghari menemukan pelanggaran di Kabupaten Batanghari yaitu adanya temuan yang ditemukan oleh Lukmanul Hakim sebagai penemu dengan uraian kasus yaitu keempat caleg yang dilaporkan telah melanggar jadwal pemasangan iklan pada media cetak, media massa elektronik dan internet yang telah ditetapkan oleh KPU. Temuan pelanggaran tersebut disampaikan kepada Bawaslu Kabupaten Batanghari serta temuan dugaan tindak pidana tersebut diterima dalam 1x24 jam dibahas dalam forum Sentra Gakkumdu. Setelah itu temuan tersebut ditindaklanjuti dengan mengisi formulir temuan model A.2, pengisian formulir temuan juga memperhatikan syarat-syarat formalnya. Setelah mengisi formulir dan di register

dengan nomor temuan

03/LP/PL/Kab/05.03/X/2018 lalu dikaji dan terkait kebenarannya, Bawaslu Kabupaten Batanghari wajib menindaklanjuti paling lama 3 (tiga hari dan dapat meminta keterangan tambahan paling lama (2) hari serta hasil kajian tersebut dituangkan dalam formulir model A.8. setelah itu Bawaslu meminta para terlapor sebagai pelaku pelanggaran untuk diklarifikasi. Bawaslu dalam hal ini menyatakan bahwa para terlapor dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran tindak pidana pemilihan yaitu melanggar jadwal kampanye yang ditemukan di Kabupaten Batanghari, setelah itu temuan tersebut diteruskan oleh Bawaslu Kabupaten Batanghari kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Sentra Gakkumdu dengan menggunakan formulir model A.11 paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak diputuskan oleh Bawaslu Kabupaten Batanghari.

(7)

3. Pelanggaran Kode Etik

Pelanggaran Kode Etik yang terdapat dalam Pasal 159 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa Pelanggaran Kode Etik merupakan Pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedoman pada sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu, yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilihan Umum (DKPP). DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu. Dalam melaksanakan tugasnya, Penyelenggara Pemilu dalam bersikap dan bertindak salah satunya sebagai berikut:

a.Netral atau tidak memihak terhadap partai politik, calon, pasangan calon, dan/atau peserta pemilu;

b.Menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas dan menghindari intervensi pihak lain;

c.Tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atas masalah atau isu yang sedang terjadi dalam proses Pemilu;

d.Tidak mempengaruhi atau melakukan komunikasi yang bersifat partisan dengan peserta Pemilu, tim kampanye dan pemilih. Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilihan Umum (DKPP) berwenang menjatuhkan sanksi terhadap Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu berupa, teguran tertulis yaitu dengan peringatan atau peringatan keras dan pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap berupa pemberhentian tetap dari jabatan ketua atau pemberhentian tetap sebagai anggota.

Di Kabupaten Batanghari terdapat temuan pelanggaran Kode Etik yaitu pelanggaran terhadap Netralitas Penyelenggara Pemilihan Umum, dengan ini Robert Pangabean selaku penemu temuan pelanggaran Kode Etik di Kabupaten Batanghari dengan uraian kasus yaitu Abudllah (Staf Panwascam Pemayung), Hasan (KPPS), Fatimah (PTPS), Eli Azwar (Panwas Desa Teluk), diduga melakukan pelanggaran terhadap asas kemandirian penyelenggara Pemilu karena diketahui terlapor pernah menghimbau untuk memilih calon legislatif tertentu. Pihak Penyelenggara Pemilu tersebut adalah anggota dari Panitia Staf Panwascam Pemayung, KPPS, PTPS, dan Panwas Desa Teluk oleh Terlapor yang bernama Robert Pangabean, akan diajukan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Batanghari. Dengan ditindaklanjuti oleh Bawaslu Kabupaten Batanghari, sebelumnya terlebih dahulu mengisi formulir temuan dengan Model A.2 dengan tetap memperhatikan syarat-syarat formal dan di catat dan di register dengan

Nomor Temuan 03/LP/PL/Kab

/05.03/IV/2019. Temuan tersebut akan diterima serta dikaji dan diklarifikasi oleh Bawaslu Kabupaten Batanghari lalu akan di teruskan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk ditindaklanjuti dan diberikan sanksi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat penulis simpulkan bahwa proses penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh Abudllah (Staf Panwascam Pemayung), Hasan (KPPS), Fatimah (PTPS), Eli Azwar (Panwas Desa Teluk) telah sesuai dengan mekanisme aturan perundang undangan/aturan hukum yang berlaku. Setelah laporan tersebut diverifikasi syarat formilnya di Bawaslu Batanghari, dan dianggap memenuhi syarat, Bawaslu

(8)

Batanghari kemudian meneruskan ke DKPP sebagai laporan. Bahwa kemudian DKPP memeverifikasi materil dan melanjutkan ke persidangan yang kemudian persidangan tersebut dilakukan di Bawaslu. Dalam persidangan tersebut dipimpin oleh salah seorang Pimpinan DKPP Pusat dan dibantu oleh Tim Pemeriksa Daerah di Kabupaten Batanghari dan pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh DKPP Pusat. Terhadap Abudllah (Staf Panwascam Pemayung), Hasan (KPPS), Fatimah (PTPS), Eli Azwar (Panwas Desa Teluk) sebagai terlapor, DKPP memberikan sanksi peringatan.

4.Pelanggaran Netralitas ASN

Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN pasal 2 huruf f, menyebutkan “Asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah Netralitas”. Asas netralitas ini berarti bahwa setiap pengawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Dalam pelaksanaan Pemilihan Umum serentak Tahun 2019, diharapkan setiap Pegawai ASN dapat bersikap netral. Hal tersebut dikarenakan netralitas ASN merupakan pilar penting dalam kelangsungan terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, pegawai ASN sebagai unsur aparatur negara yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata.

2.

Kendala Badan Pengawas Pemilu

(BAWASLU)

Dalam

Penyelesaian Pelanggaran Pada

Pemilu Serentak Tahun 2019 di

Kabupaten Batanghari

Dalam suatu negara demokrasi, peranan lembaga penyelenggara pemilu merupakan

salah satu persyaratan penting untuk mencapai pemilu yang demokratis. Selain itu, diperlukan regulasi tentang lembaga penyelenggara pemilu yang jelas agar terdapat kepastian hukum dalam hubungan checks and balances antar lembaga penyelenggara pemilu itu sendiri. Namun, hubungan yang seimbang antar lembaga penyelenggara pemilu itu sendiri tidak akan berfungsi dengan baik apabila terdapat ketidakjelasan pengaturan mengenai lembaga penyelenggara pemilu itu sendiri.

Meskipun masih banyaknya kendala yang dihadapi oleh Bawaslu dalam menyelesaikan pelanggaran pemilu di Kabupaten Batanghari, namun Bawaslu tetap memikirkan solusi supaya penindakan pelanggaran dapat tetap berjalan sesuai dengan regulasi yakni dengan melakuakn supervisi dan juga pendampingan penangangan dugaan pelanggaran pemilu. Pada saat supervisi tersebut, Bawaslu membuka ruang konsultasi dan diskusi atas kasus yang ditangani, kemudian memberikan arahan bagaimana strategi dalam penindakannya, memberikan pendampingan pada saat mereka melakukan pembahasan di Sentra Gakkumdu, serta membantu dalam pembuatan kajian dengan cara memberikan koreksi/masukan kajian dugaan pelanggaran yang telah mereka kirimkan sebelumnya.

Peran yang dilakukan Bawaslu dalam melaksanakan penanganan pelanggaran administrasi melalui pemeriksaan sidang adjudikasi diantaranya pertama Briefing sebelum sidang, dalam briefing ini, Bawaslu memberikan arahan proses persidangan sesuai hukum acara atau SOP Bawaslu. Kedua melakukan pendampingan selama proses persidangan dengan melakukan pemantauan langsung proses persidangan, kemudian melakukan review dan evaluasi setelah sidang selesai. Ketiga Pendampingan Penyusunan

(9)

Putusan, untuk memastikan format putusan telah benar sesuai dengan Perbawaslu, dan memastikan isi putusan benar dan sesuai dengan fakta persidangan. Keempat Pemantauan ada tidaknya permohonan koreksi atas putusan administratif.

Pemilihan umum serentak tahun 2019 yang dilaksanakan secara langsung masih meninggalkan pekerjaan rumah yang cukup banyak untuk diselesaikan sampai saat ini. Pada faktanya, setiap pelaksanaan pemilihan umum selalu menghasilkan kemajuan di satu sisi dan problematika di sisi lain. Yang menjadi catatan paling penting adalah bahwa masih saja adanya pelanggaran di setiap pelaksanaan pemilu. Padahal, sudah terdapat aturan yang melarang, sudah ada penegak hukum yang dapat menjerat pelaku, sudah ada kelompok masyarakat yang memantau, bahkan sudah ada sanksi moral yang dapat diberikan kepada pelaku pelanggaran pemilu, akan tetapi potensi terjadinya pelanggaran masih saja terjadi selama pelaksanaan pemilu. Lembaga pengawas pemilu dalam hal ini adalah Bawaslu yang hadir sebagai lembaga yang bertugas mengawasi dan menindaklanjuti pelanggaran juga masih dinilai kurang efektif dalam menyelesaikan pelanggaran. Bawaslu saat ini masih mempunyai ‘ketumpulan’ kewenangan dalam menyelesaiakan pelanggaran pemilu. Kewenangan yang dimiliki oleh Bawaslu saat ini tidak sebanding dengan kemandirian dan independensi dalam melakukan pengawasan dan penyelesaikan pelanggaran. Oleh karena itu, perlu adanya penguatan kelembagaan lembaga pengawas pemilihan agar eksistensi lembaga tersebut semakin nyata dalam melakukan pengawasan dan penyelesaian pelanggaran.

Dalam menyelesaiakan pelanggaran, Bawaslu hanya merekomendasikan hasil kajian pelanggaran kepada lembaga lain, seperti

KPU, Polisi, dan DKPP. Bawaslu sama sekali tidak mempunyai kewenangan dalam memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran pemilu. Hal ini dinilai tidak efektif mengingat dalam proses rekomendasi tersebut sering terjadi perbedaan pendapat yang mengakibatkan pelanggaran yang terjadi tidak diselesaikan denga baik.

Kewenangan upaya paksa merupakan salah satu kewenangan yang harus dimiliki oleh Bawaslu agar setiap pelanggaran yang terjadi selama pemilu dapat ditindaklanjuti dengan baik. Kewenangan tersebut menjadikan para pelaku pelanggaran pemilu untuk mau tidak mau hadir dalam setiap pemanggilan yang dilakukan oleh Bawaslu. Hal ini juga menjadikan para pihak yang terkait dengan pelanggaran tersebut menjadi kooperatif sebab dengan adanya kewenangan upaya paksa, Bawaslu dapat melakukan jemput paksa ataupun memberikan sanksi administrasi kepada para pihak apabila tidak hadir dalam setiap pemanggilan. Kewenangan upaya paksa yang dimiliki oleh Bawaslu juga dapat mengatasi waktu yang sangat terbatas dalam menangani pelanggaran.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang penulis kemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

Peran Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dalam penyelesaian pelanggaran Pemilu Serentak Tahun 2019 di Kabupaten Batanghari sudah dilakukan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari temuan dan laporan ditangani dengan professional. Segala dugaan pelanggaran dalam tahapan Pemilu 2019 ditanganinya, mulai dari penyelenggara Pemilu yang tidak professional, peserta Pemilu yang tidak taat aturan, bahkan ASN yang tidak netral, ketika didapati oknum aparat yang

(10)

diduga tidak netral maka Bawaslu Kabupaten Batanghari memprosesnya sesuai aturan dan prosedur dan juga telah dilakukan pemberian sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan meskipun masih ada kendala dalam penyelesaian pelanggaran pemilu.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam (2003). Dasar-Dasar Ilmu

Politik, edisi revisi. Jakarta: Prima

Grafika.

B. Guy, Peters (2004). Institutional Theory

Political Science: The New

Institutionalism. New York: Continuum.

Hall, Peter and Taylor, (1996). Political

Science and the Three New

Institutionalisms, New York: Political

Studies.

Ismadi, Janu (2019). Demokrasi Tiang Negara, edisi pertama, Tanggerang: Delta Edukasi Prima.

Mangungsong, Nur Ainun (2010). Hukum Tata

Negara I, Yogyakarta: Fakultas Syari’ah

dan Hukum Pess.

Muhadam Labolo, dan Teguh Ilham, (2015).

Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo

Persada.

Nasution, Bahder Johan (2008). Metode

Penelitian Hukum, Cetakan Ke-1,

Bandung: Bandar Maju.

Sugiyono (2012). Metode Penelitian kualitatif,

kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Victor M. Situmorang dan Jusuf Juhir (1994).

Aspek Hukum dan Pengawasan Melekat,

Jakarta: Rineka Cipta.

Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Norma, Standar, Prosedur, Kebutuhan Pengadaan Dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelengaraan Pemilu.

Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif.

Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.

Gambar

Tabel 1. Rekap Temuan dan Laporan Bawaslu  Provinsi  Jambi  terkait  Pelanggaran  Pemilu  Tahun 2019

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk saran alternatif yang dapat diberikan peneliti dalam memberdayakan masyarakat miskin melalui program transmigrasi umum, adalah: (a) Untuk

seluruh skala. Garis skala harus cukup halus untuk memungkinkan pembacaan yang mudah dan tetap. Untuk meter-meter gas G 10 sampai dengan G 650 elemen ujinya dapat dibuat sesuai

Setelah rangkaian sensor force sensitive resistor selesai dirangkai pada arduino maka program di upload pada arduino. Kemudian dipasang pada instrumen pengujian yaitu pada

Hal tersebut dikemukakan oleh Deputi Pembudayaan Olahraga Raden Isnanta pasca pembukaan ajang ini dengan didampingi oleh Asdep Olahraga Rekreasi Teguh Raharjo, untuk

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5613);..

Dilihat dari tingkat pendidikan, sosial ekonomi kedua informan tersebut sudah mencapai tahap menengah dimana diharapkan ketiga informan tersebut memperoleh kesempatan untuk

Sehubungan dengan administrasi pergudangan logistik tersebut, yang penting dalam kegiatan pergudangan harus ada buku penerimaan gudang, buku pengeluaran gudang,

Sedangkan pengakuan sebagian bukanlah merupakan alat bukti, tetapi dapat digunakan untuk membentuk alat bukti petunjuk, walaupun pengakuan sebagian itu diberikan di luar