• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KONSEP DASAR

A. Pengertian

Appendiks adalah organ tambahan kecil yang mempunyai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)

Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis. Appendiks vermiformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan panjang 2 – 6 inci. Lokasi appendiks pada daerah iliaka kanan, dibawah katub ileocekal, tepatnya pada dinding abdomen dibawah titik Mc Burney (Anonim, 2008)

Appendisitis adalah peradangan akut pada appendiks sehubungan dengan obstruksi lumen dan infeksi bakteri yang biasanya menimbulkan keluhan nyeri pada abdomen (Gleadle, 2007)

Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat appendiks yang meradang (Adityarini, 2001)

Jadi post operasi appendiktomi adalah masa dimana klien telah mengalami operasi pengangkatan appendiks akibat peradangan

Klasifikasi appendisitis terbagi atas:

1. Appendisitis akut, dibagi atas: appendisitis akut fokalis atau segmentalis. Yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

(2)

2. Appendisitis kronis, dibagi atas : appendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua

(Smeltzer & Bare, 2002)

B. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi appendisitis

Gambar 1 Anatomi appendiks

a. Letak di fossa iliaca kanan, basis atau pangkalnya sesuai dengan titik Mc burney 1/3 lateral antara umbilicus dengan Spina Iliaka Anterior

Superior ( SIAS )

b. Basis keluar dari puncak sekum bentuk tabung panjang 3 – 5 cm c. Pangkal lumen sempit, distal lebar.

( Farid, 2001 ) Pada neonatus, appendiks vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apeks caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan

(3)

distensi caecum, appendiks berkembang disebelah kiri dan belakang kira – kira 2,5 cm dibawah vulva ileocekal (lawrence, 2006). Istilah usus buntu yang sering dipakai di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya sekitar 10 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar di pangkal dan sempit di ujung. Pangkal appendiks dapat ditentukan dengan cara garis diukur dari SIAS dextra ke umbilicus, lalu garis dibagi menjadi 3. Pangkal appendiks terletak 1/3 lateral dari garis tersebut yang dinamakan titik Mc Burney (Budiyanto, 2005).

2. Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan dialiran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated

Limfoid Tissue (GALT) yang terletak di sepanjang saluran cerna termasuk

appendiks. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika di bandingkan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

(4)

C. Etiologi

Appendiks merupakan infeksi bakteri, sebagai hal penyebabnya adalah:

1. Obtruksi lumen appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus, disamping hiperplasia jaringan limfoid, fekalit, tumor appendiks, infeksi virus, dan cacing.

2. Kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks

3. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.Histoileika 4. Fekalumas ( tinja yang mengeras)

5. Karsinoid : karsinoma yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet

(Mansjoer, 2000)

D. Patofisiologi

Appendisitis merupakan suatu peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, banda asing, cacing, tumor, striktur karena fibrosis akibat peradangan dari neoplasma, obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang di produksi mukosa appendiks menjadi terbendung. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal, tekanan yang meningkat

(5)

tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi appendisitis akut yang ditandai dengan nyeri epigastrium.

Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat sehingga menyebabkan obstruksi pada vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding appendiks, peradangan akan timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Aliran arteri teganggu dan akan terjadi infark pada dinding yang diikuti dengan ganggren. Stadium ini disebut stadium ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi appendisitis perforasi

(Mansjoer, 2000)

E. Manifestasi klinik

Nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah dan biasanya di sertai demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tergantung pada beratnya infeksi dan lokal appendiks. Bila appendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri tekan dapat terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya pada pelvis, tanda – tanda ini hanya dapat di ketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.

(6)

Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dapat lebih menyebar, distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk. Selain itu juga terdapat demam ringan, leukositosis, dan mual muntah

(Smeltzer & Bare, 2002)

F. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah: 1. Perforasi

Keterlambatan dalam penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi appendiks, perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang (Syamsuhidajat, 2000) .

2. Rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa yang menyebar dan jumlah leukosit yang tinggi merupakan tanda kemungkinan yang terjadi perforasi 3. Peritonitis

Peradangan peritonium merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari appendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritonium menyebabkan timbulnya peritonitis generalis. Dengan begitu aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul

(7)

ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang (price & wilson, 2006)

4. Massa periappendikuler

Hal ini dapat terjadi apabila appendisitis ganggrenosa ditutupi oleh omentum. Umumnya massa appendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan, mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalis. Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu meningkat, terdapat tanda – tanda peritonitis lekositosis(Ahmadsyah & kartono, 2001)

G. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada klien dengan appendisitis meliputi : 1. Sebelum operasi

a. Observasi

b. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan, antibiotik untuk menurunkan jumlah organisme pada infeksi yang telah ada serta menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya di rongga abdomen, cairan IV digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang telah hilang.

2. Dilakukan pembedahan appendiktomi

Bila diagnosis klinik sudah jelas, maka tindakan paling tepat adalah appendiktomi. yang merupakan satu – satunya pilihan yang baik. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat

(8)

mengakibatkan abses atau perforasi. Appendiktomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparotomi.

3. Pasca operasi

Dilakukan observasi tanda – tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan

(Smeltzer & Bare, 2002 )

H. Pengkajian Fokus

Pengkajian fokus pada penderita appendisitis meliputi : 1. Anamnesa

Meliputi nama , umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal masuk, nomor register, diagnosa, agama, suku bangsa

2. Riwayat penyakit sekarang

Klien dengan post appendiktomi mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen

3. Riwayat penyakit dahulu

Pada penderita appendisitis perlu ditanya adanya riwayat pembedahan sebelumnya, riwayat operasi pada abdomen

4. Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan adanya riwayat appendisitis pada salah satu anggota keluarga atau penyakit kronis lainnya.

(9)

5. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Kebiasaan klien seperti merokok, penggunaan obat – obatan dan alkohol dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.

b. Pola tidur dan istirahat

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien

c. Pola aktifitas dan latihan

Aktivitas klien dengan appendiktomi biasanya terjadi pembatasan aktivitas akibat rasa sakit pada luka post operasi sehingga keperluan klien harus dibantu

d. Pola hubungan dan peran

Dengan keterbatasan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarga dan dalam masyarakat, penderita mengalami emosi yang tidak stabil

e. Pola sensori dan kognitif

Pada penderita appendisitis biasanya klien merasakan nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah

f. Pola penanggulangan stress

Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah g. Pola eliminasi

Urine akibat penurunan daya kontraksi kandung kemih rasa nyeri atau karena tidak biasa buang air kecil ditempat tidur akan

(10)

mempengaruhi pola eliminasi urine, pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi

h. Pola nutrisi dan metabolik

Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan pemasukan makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.

i. Pola reproduksi seksual

Pada penderita post operasi adanya larangan untuk berhubungan seksual selama beberapa waktu

j. Pola terhadap keluarga

Perawatan dan pengobatan memerlukan biaya yang banyak yang harus ditanggung oleh keluarga juga perasaan cemas keluarga terhadap klien

k. Pola nilai kepercayaan

Bagaimana keyakinan klien pada agamanya, dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.

Pada penderita post operasi appendiktomi a. Respiratory

Pada penderita appendisitis ditemukan adanya tanda takipnea, pernapasan dangkal

(11)

b. Sirkulasi

Dijumpai adanya takikardi pada penderita appendisitis c. Balutan

Biasanya terpasang tube drainage, pantau keadaan drainage d. Keadaan luka

Adanya jahitan, pus, dan kemerahan sekitar luka operasi e. Rasa nyaman

Pada penderita appendisitis dijumpai adanya nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc Burney meningkat pada saat berjalan, bersin, Batuk, sedangkan pada penderita post appendisitis didapatkan adanya nyeri pada sekitar luka operasi

f. Psikologis

Biasanya klien mengatakan takut dengan penyakit yang diderita g. Eliminasi

Klien dengan post operasi biasanya terjadi konstipasi pada awitan karena peristaltik usus belum kembali normal

h. Aktivitas dan istirahat

Kebutuhan aktivitas klien menjadi terganggu karena keterbatasan gerak akibat operasi dan kebutuhan istirahat klien terganggu akibat nyeri yang dirasakan

(12)

6. Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum

Kesadaran biasanya composmentis, ekspresi wajah menahan sakit b. Integumen

Ada tidaknya edema, sianosis, pucat, kemerahan pada luka post operasi

c. Kepala dan leher

Ekspresi wajah kesakitan, pada konjungtiva lihat apakah pucat d. Thorak dan paru

Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung maupun alat bantu nafas frekuensi pernapasan biasanya normal, apakah ada ronchi, whezing, stridor e. Abdomen

Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya peristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih f. Ekstremitas

(13)

7. Pemeriksaan penunjang

a. Sel darah putih : lekositosis diatas 12000 /mm3, netrofil meningkat sampai 75 %

b. Urinalisis: normal, tetapi eritrosit / lekosit mungkin ada c. Foto abdomen; adanya pergeseran material pada appendisitis

(14)

I. Pathways Keperawatan

Etiologi : Faktor makanan, Hyperplasia, folikel, limfoid, benda asing, cacing atau tumor

Obstruksi lumen appendiks

Pembengkakan jaringan limfoid oleh infeksi virus Produksi mukus meningkat

Organ yang berdekatan dengan appendiks akan terdesak oleh peningkatan mukus Bendungan pada dinding appendiks

Proses sekresi mukus mengalami gangguan Peningkatan tekanan intraluminal

Menghambat sel limfe yang akan mengeluarkan mukus Terjadi pebengkakan/peredaran edema apendiks dan ulserasi appendiks

Appendiksitis akut Sekresi mukus terus meningkat

Obstruksi vena dan perluasan peradangan Terjadi proses peradangan

hipertermi Nyeri epigastrium Mukus masuk dalam

saluran pencernaan Peningkatan tekanan intra luminal Gangguan rasa

nyaman nyeri Menyebabkan peristaltik usus

besar dan asam lambung me Rupture appenndiks

Aliran appendiks Respon mual muntah

Resti infeksi Penurunan suplai darah anoreksia

Perubahan nutrisi<kebutuhan

Gangguan nekrosis dan perforasis APPENDIKTOMI

anestesi Luka post operasi Kurangnya info tantang pembedahan Peristaltik meningkat

Mual muntah Intake oral meningkat

Perubahan nutrisi < kebutuhan tubuh

Inkontinuitas jaringan Kurang pengetahuan

Masuknya kuman Resti infeksi

G. rasa Nyaman nyeri Kegiatan aktivitas terganggu Gangguan mobilitas fisik

Kegiatan ADL dibantu Defisit perawatan diri

perdarahan Resiko kekurangan

volume cairan & elektrolit Sumber : Isselbacher Kurt,2000 Mansjoer, 2000 Syamsuhidajad, 2005 Doenges, 2000 20

(15)

j. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inkontinuitas jaringan a. Tujuan

Memenuhi kebutuhan nyaman klien b. Kriteria hasil

1) Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang 2) Klien menunjukkan wajah rileks

3) Skala nyeri berkurang c. Fokus intervensi

1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik nyeri

Rasional:untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan

merupakan indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya

2) Mengajarkan klien teknik disrtaksi dan relaksasi

Rasional: mengurangi rasa nyeri

3) Ajarkan klien tarik nafas panjang

Rasional: pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara

adekuat, sehingga otot – otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi nyeri.

4) Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional: sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa

(16)

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan

a. Tujuan

Mencegah terjadinya infeksi b. Kriteria hasil

1) Tidak terdapat tanda – tanda infeksi 2) Luka kering

3) Tida eritema c. Fokus intervensi

1) Obsevasi tanda – tanda vital

Rasional: untuk mendeteksi secara dini gejala infeksi

2) Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik

Rasional : menurunkan terjadinya resiko infeksi akan mudah

3) Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan sekitar luka

Rasional : meminimalkan masuknya mikro organisme

4) Kolaborasi pemberian analgetik

(17)

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak sekunder terhadap nyeri

a. Tujuan

Klien dapat mencapai aktifitas fisik maksimal dalam dalam batas yang ditentukan

b. Kriteria hasil

1) Klien dapat bergerak tanpa pembatasan

2) Klien dapat melakukan aktifitas fisik sesuai toleransi c. Fokus intervensi

1) Kaji tingkat aktifitas klien

Rasional : mengetahui seberapa jauh tingkat ketergantungan klien

2) Berikan aktifitas sesuai dengan kemampuan klien

Rasional : immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar

kegelisahan

3) Anjurkan klien untuk latihan gerak aktif dan pasif

Rasional : meningkatkan kormolitas organ sesuai dengan yang

duharapkan

4) Banti klien dalam melakukan aktifitas yang memberatkan

Rasional : menghindari dari hal – hal yang dapat memperparah

(18)

4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake dan output tidak adekuat

a. Tujuan

Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit b. Kriteria hasil

1) Tidak terdapat tanda – tanda dehidrasi 2) Turgor klien baik

3) Bibir tidak kering 4) Mual muntah berkurang c. Fokus intervensi

1) Monitor tanda – tanda vital

Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktasi volume

intra vaskuler

2) Kemonitor intake dan output dan konsentrasi urine

Rasional : menurunnya output dan konsentrasi urine akan

meningkatkan kepekaan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan

3) Anjurkan klien untuk membersihkan mulut srcara teratur

Rasional : dehidrasi mengakibatkan mulut kering dan pecah

-pecah

4) Kolaborasi pemberian cairan secara adekuat

(19)

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat

a. Tujuan

Memenuhi kebutuhan nutrisi klien b. Kriteria hasil

1) Klien mau menghabiskan makanannya 2) Porsi makan habis

3) BB dalam batas normal c. Fokus intervensi

1) Observasi pola makan klien

Rasional :mengidentifikasi kekurangan atau kebutuhan nutrisi

2) Kaji faktor – faktor klien tidak mau makan

Rasional : membantu mengatasi masalah klien tidak mau makan

3) Sajikan makanan dalam keadaan menarik nafsu makan klien

Rasional : mengundang selera makan klien

4) Motifasi klien untuk makan sedikit tapi sering

Rasional : tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat

ditingkatkan 5) Timbang BB klien

Rasional : mengawasi keefektifan secara diit

6) Kolaborasi pemberian diit yang adekuat

(20)

6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi

a. Tujuan

Klien mengetahui proses penyakit b. Kriteria hasil

Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan c. Fokus intervensi

1) Kaji ulang pembatasan aktifitas pasca operasi seperti mengangkat benda berat

rasional : memberikan informasi pada klien untuk merencanakan

kembali rutinitas biasa

2) Diskusikan tentang perawatan luka

Rasional : pemahaman meningkatkan kerja sama dengan rogram

terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan

3) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik misalnya peningkatan nyeri, edema atau eritema

Rasional : upaya menurunkan resiko komplikasi serius

4) Dorong aktifitas sesuai toleransi dengan periode istirahat

Rasional : mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan

perasaan sehat

7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik a. Tujuan

(21)

b. Kriteria hasil

Klien tampak bersih dan segar c. Fokus intervensi

1) Mengkaji tingkat kebersihan klien

Rasional : mengetahui seberapa tingkat ketergantungan klien 2) Memandikan klien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan

sendiri, cuci rambut serta potong kuku klien

Rasional : agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan keehatan

3) Ganti pakaian kotor dengan yang bersih

Rasional :untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman

4) Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya

Rasional : agar klien merasa tersanjung dan lebih koopertif dalam merawat kebersihan diri

Gambar

Gambar 1 Anatomi appendiks

Referensi

Dokumen terkait

Burung yang paling sering dijumpai di kawasan Mangrove Center Tuban adalah walet sapi (Collocalia esculenta) dengan nilai kelimpahan sebesar 20,93%.. Walet sapi dapat

48 Berdasarkan hasil plot terlihat bahwa pertumbuhan rumput laut Gracilaria gigas dapat dimodelkan secara logistik dengan menggunakan model pertumbuhan logistik

1) Integritas dan nilai-nilai etika. Integritas dan nilai-nilai etika adalah produk standar dari perilaku yang beretika suatu entitas dan bagaimana standar tersebut

Perusahaan I Rekanan yang pernah mensuply barang I jasa rehabilitasi backwash filter minimal 1 kali dibuktikan dengan dokumen kontrak I PO beserta dokumen SA Penerimaan

Penelitian ini menganalisis pendapatan dan efisiensi produksi dari usahatani tebu rakyat baik pada pola tanam keprasan dan non-keprasan yang tergabung dalam pola kemitraan Tebu

HARGA SATUAN STANDAR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2014I. HARGA SATUAN STANDAR (HSS) BATAN TAHUN

Field observation data and examine rubber manufactured shown that PB 330 clone was having colorless latex with highly crumb rubber contain (&gt; 40%).. PB 330 has a good

secara objektif. 6) progaranm komunikasi keatas yang efektif mencakup tindakan untuk menanggapi masalah. 7) Progran komunikasi keatas yang efektif menggunakan berbagai