BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian
Appendiks adalah organ tambahan kecil yang mempunyai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis. Appendiks vermiformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan panjang 2 – 6 inci. Lokasi appendiks pada daerah iliaka kanan, dibawah katub ileocekal, tepatnya pada dinding abdomen dibawah titik Mc Burney (Anonim, 2008)
Appendisitis adalah peradangan akut pada appendiks sehubungan dengan obstruksi lumen dan infeksi bakteri yang biasanya menimbulkan keluhan nyeri pada abdomen (Gleadle, 2007)
Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat appendiks yang meradang (Adityarini, 2001)
Jadi post operasi appendiktomi adalah masa dimana klien telah mengalami operasi pengangkatan appendiks akibat peradangan
Klasifikasi appendisitis terbagi atas:
1. Appendisitis akut, dibagi atas: appendisitis akut fokalis atau segmentalis. Yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Appendisitis kronis, dibagi atas : appendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua
(Smeltzer & Bare, 2002)
B. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi appendisitis
Gambar 1 Anatomi appendiks
a. Letak di fossa iliaca kanan, basis atau pangkalnya sesuai dengan titik Mc burney 1/3 lateral antara umbilicus dengan Spina Iliaka Anterior
Superior ( SIAS )
b. Basis keluar dari puncak sekum bentuk tabung panjang 3 – 5 cm c. Pangkal lumen sempit, distal lebar.
( Farid, 2001 ) Pada neonatus, appendiks vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apeks caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan
distensi caecum, appendiks berkembang disebelah kiri dan belakang kira – kira 2,5 cm dibawah vulva ileocekal (lawrence, 2006). Istilah usus buntu yang sering dipakai di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya sekitar 10 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar di pangkal dan sempit di ujung. Pangkal appendiks dapat ditentukan dengan cara garis diukur dari SIAS dextra ke umbilicus, lalu garis dibagi menjadi 3. Pangkal appendiks terletak 1/3 lateral dari garis tersebut yang dinamakan titik Mc Burney (Budiyanto, 2005).
2. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan dialiran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated
Limfoid Tissue (GALT) yang terletak di sepanjang saluran cerna termasuk
appendiks. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika di bandingkan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
C. Etiologi
Appendiks merupakan infeksi bakteri, sebagai hal penyebabnya adalah:
1. Obtruksi lumen appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus, disamping hiperplasia jaringan limfoid, fekalit, tumor appendiks, infeksi virus, dan cacing.
2. Kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks
3. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.Histoileika 4. Fekalumas ( tinja yang mengeras)
5. Karsinoid : karsinoma yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet
(Mansjoer, 2000)
D. Patofisiologi
Appendisitis merupakan suatu peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, banda asing, cacing, tumor, striktur karena fibrosis akibat peradangan dari neoplasma, obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang di produksi mukosa appendiks menjadi terbendung. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal, tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi appendisitis akut yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat sehingga menyebabkan obstruksi pada vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding appendiks, peradangan akan timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Aliran arteri teganggu dan akan terjadi infark pada dinding yang diikuti dengan ganggren. Stadium ini disebut stadium ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi appendisitis perforasi
(Mansjoer, 2000)
E. Manifestasi klinik
Nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah dan biasanya di sertai demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tergantung pada beratnya infeksi dan lokal appendiks. Bila appendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri tekan dapat terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya pada pelvis, tanda – tanda ini hanya dapat di ketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dapat lebih menyebar, distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk. Selain itu juga terdapat demam ringan, leukositosis, dan mual muntah
(Smeltzer & Bare, 2002)
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah: 1. Perforasi
Keterlambatan dalam penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi appendiks, perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang (Syamsuhidajat, 2000) .
2. Rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa yang menyebar dan jumlah leukosit yang tinggi merupakan tanda kemungkinan yang terjadi perforasi 3. Peritonitis
Peradangan peritonium merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari appendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritonium menyebabkan timbulnya peritonitis generalis. Dengan begitu aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang (price & wilson, 2006)
4. Massa periappendikuler
Hal ini dapat terjadi apabila appendisitis ganggrenosa ditutupi oleh omentum. Umumnya massa appendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan, mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalis. Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu meningkat, terdapat tanda – tanda peritonitis lekositosis(Ahmadsyah & kartono, 2001)
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada klien dengan appendisitis meliputi : 1. Sebelum operasi
a. Observasi
b. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan, antibiotik untuk menurunkan jumlah organisme pada infeksi yang telah ada serta menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya di rongga abdomen, cairan IV digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang telah hilang.
2. Dilakukan pembedahan appendiktomi
Bila diagnosis klinik sudah jelas, maka tindakan paling tepat adalah appendiktomi. yang merupakan satu – satunya pilihan yang baik. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi. Appendiktomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparotomi.
3. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda – tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan
(Smeltzer & Bare, 2002 )
H. Pengkajian Fokus
Pengkajian fokus pada penderita appendisitis meliputi : 1. Anamnesa
Meliputi nama , umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal masuk, nomor register, diagnosa, agama, suku bangsa
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomi mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen
3. Riwayat penyakit dahulu
Pada penderita appendisitis perlu ditanya adanya riwayat pembedahan sebelumnya, riwayat operasi pada abdomen
4. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan adanya riwayat appendisitis pada salah satu anggota keluarga atau penyakit kronis lainnya.
5. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kebiasaan klien seperti merokok, penggunaan obat – obatan dan alkohol dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
b. Pola tidur dan istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien
c. Pola aktifitas dan latihan
Aktivitas klien dengan appendiktomi biasanya terjadi pembatasan aktivitas akibat rasa sakit pada luka post operasi sehingga keperluan klien harus dibantu
d. Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarga dan dalam masyarakat, penderita mengalami emosi yang tidak stabil
e. Pola sensori dan kognitif
Pada penderita appendisitis biasanya klien merasakan nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah
f. Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah g. Pola eliminasi
Urine akibat penurunan daya kontraksi kandung kemih rasa nyeri atau karena tidak biasa buang air kecil ditempat tidur akan
mempengaruhi pola eliminasi urine, pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi
h. Pola nutrisi dan metabolik
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan pemasukan makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
i. Pola reproduksi seksual
Pada penderita post operasi adanya larangan untuk berhubungan seksual selama beberapa waktu
j. Pola terhadap keluarga
Perawatan dan pengobatan memerlukan biaya yang banyak yang harus ditanggung oleh keluarga juga perasaan cemas keluarga terhadap klien
k. Pola nilai kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya, dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
Pada penderita post operasi appendiktomi a. Respiratory
Pada penderita appendisitis ditemukan adanya tanda takipnea, pernapasan dangkal
b. Sirkulasi
Dijumpai adanya takikardi pada penderita appendisitis c. Balutan
Biasanya terpasang tube drainage, pantau keadaan drainage d. Keadaan luka
Adanya jahitan, pus, dan kemerahan sekitar luka operasi e. Rasa nyaman
Pada penderita appendisitis dijumpai adanya nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc Burney meningkat pada saat berjalan, bersin, Batuk, sedangkan pada penderita post appendisitis didapatkan adanya nyeri pada sekitar luka operasi
f. Psikologis
Biasanya klien mengatakan takut dengan penyakit yang diderita g. Eliminasi
Klien dengan post operasi biasanya terjadi konstipasi pada awitan karena peristaltik usus belum kembali normal
h. Aktivitas dan istirahat
Kebutuhan aktivitas klien menjadi terganggu karena keterbatasan gerak akibat operasi dan kebutuhan istirahat klien terganggu akibat nyeri yang dirasakan
6. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya composmentis, ekspresi wajah menahan sakit b. Integumen
Ada tidaknya edema, sianosis, pucat, kemerahan pada luka post operasi
c. Kepala dan leher
Ekspresi wajah kesakitan, pada konjungtiva lihat apakah pucat d. Thorak dan paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung maupun alat bantu nafas frekuensi pernapasan biasanya normal, apakah ada ronchi, whezing, stridor e. Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya peristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih f. Ekstremitas
7. Pemeriksaan penunjang
a. Sel darah putih : lekositosis diatas 12000 /mm3, netrofil meningkat sampai 75 %
b. Urinalisis: normal, tetapi eritrosit / lekosit mungkin ada c. Foto abdomen; adanya pergeseran material pada appendisitis
I. Pathways Keperawatan
Etiologi : Faktor makanan, Hyperplasia, folikel, limfoid, benda asing, cacing atau tumor
Obstruksi lumen appendiks
Pembengkakan jaringan limfoid oleh infeksi virus Produksi mukus meningkat
Organ yang berdekatan dengan appendiks akan terdesak oleh peningkatan mukus Bendungan pada dinding appendiks
Proses sekresi mukus mengalami gangguan Peningkatan tekanan intraluminal
Menghambat sel limfe yang akan mengeluarkan mukus Terjadi pebengkakan/peredaran edema apendiks dan ulserasi appendiks
Appendiksitis akut Sekresi mukus terus meningkat
Obstruksi vena dan perluasan peradangan Terjadi proses peradangan
hipertermi Nyeri epigastrium Mukus masuk dalam
saluran pencernaan Peningkatan tekanan intra luminal Gangguan rasa
nyaman nyeri Menyebabkan peristaltik usus
besar dan asam lambung me Rupture appenndiks
Aliran appendiks Respon mual muntah
Resti infeksi Penurunan suplai darah anoreksia
Perubahan nutrisi<kebutuhan
Gangguan nekrosis dan perforasis APPENDIKTOMI
anestesi Luka post operasi Kurangnya info tantang pembedahan Peristaltik meningkat
Mual muntah Intake oral meningkat
Perubahan nutrisi < kebutuhan tubuh
Inkontinuitas jaringan Kurang pengetahuan
Masuknya kuman Resti infeksi
G. rasa Nyaman nyeri Kegiatan aktivitas terganggu Gangguan mobilitas fisik
Kegiatan ADL dibantu Defisit perawatan diri
perdarahan Resiko kekurangan
volume cairan & elektrolit Sumber : Isselbacher Kurt,2000 Mansjoer, 2000 Syamsuhidajad, 2005 Doenges, 2000 20
j. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inkontinuitas jaringan a. Tujuan
Memenuhi kebutuhan nyaman klien b. Kriteria hasil
1) Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang 2) Klien menunjukkan wajah rileks
3) Skala nyeri berkurang c. Fokus intervensi
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik nyeri
Rasional:untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan
merupakan indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya
2) Mengajarkan klien teknik disrtaksi dan relaksasi
Rasional: mengurangi rasa nyeri
3) Ajarkan klien tarik nafas panjang
Rasional: pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara
adekuat, sehingga otot – otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi nyeri.
4) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan
a. Tujuan
Mencegah terjadinya infeksi b. Kriteria hasil
1) Tidak terdapat tanda – tanda infeksi 2) Luka kering
3) Tida eritema c. Fokus intervensi
1) Obsevasi tanda – tanda vital
Rasional: untuk mendeteksi secara dini gejala infeksi
2) Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik
Rasional : menurunkan terjadinya resiko infeksi akan mudah
3) Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan sekitar luka
Rasional : meminimalkan masuknya mikro organisme
4) Kolaborasi pemberian analgetik
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak sekunder terhadap nyeri
a. Tujuan
Klien dapat mencapai aktifitas fisik maksimal dalam dalam batas yang ditentukan
b. Kriteria hasil
1) Klien dapat bergerak tanpa pembatasan
2) Klien dapat melakukan aktifitas fisik sesuai toleransi c. Fokus intervensi
1) Kaji tingkat aktifitas klien
Rasional : mengetahui seberapa jauh tingkat ketergantungan klien
2) Berikan aktifitas sesuai dengan kemampuan klien
Rasional : immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar
kegelisahan
3) Anjurkan klien untuk latihan gerak aktif dan pasif
Rasional : meningkatkan kormolitas organ sesuai dengan yang
duharapkan
4) Banti klien dalam melakukan aktifitas yang memberatkan
Rasional : menghindari dari hal – hal yang dapat memperparah
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake dan output tidak adekuat
a. Tujuan
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit b. Kriteria hasil
1) Tidak terdapat tanda – tanda dehidrasi 2) Turgor klien baik
3) Bibir tidak kering 4) Mual muntah berkurang c. Fokus intervensi
1) Monitor tanda – tanda vital
Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktasi volume
intra vaskuler
2) Kemonitor intake dan output dan konsentrasi urine
Rasional : menurunnya output dan konsentrasi urine akan
meningkatkan kepekaan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan
3) Anjurkan klien untuk membersihkan mulut srcara teratur
Rasional : dehidrasi mengakibatkan mulut kering dan pecah
-pecah
4) Kolaborasi pemberian cairan secara adekuat
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
a. Tujuan
Memenuhi kebutuhan nutrisi klien b. Kriteria hasil
1) Klien mau menghabiskan makanannya 2) Porsi makan habis
3) BB dalam batas normal c. Fokus intervensi
1) Observasi pola makan klien
Rasional :mengidentifikasi kekurangan atau kebutuhan nutrisi
2) Kaji faktor – faktor klien tidak mau makan
Rasional : membantu mengatasi masalah klien tidak mau makan
3) Sajikan makanan dalam keadaan menarik nafsu makan klien
Rasional : mengundang selera makan klien
4) Motifasi klien untuk makan sedikit tapi sering
Rasional : tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat
ditingkatkan 5) Timbang BB klien
Rasional : mengawasi keefektifan secara diit
6) Kolaborasi pemberian diit yang adekuat
6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi
a. Tujuan
Klien mengetahui proses penyakit b. Kriteria hasil
Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan c. Fokus intervensi
1) Kaji ulang pembatasan aktifitas pasca operasi seperti mengangkat benda berat
rasional : memberikan informasi pada klien untuk merencanakan
kembali rutinitas biasa
2) Diskusikan tentang perawatan luka
Rasional : pemahaman meningkatkan kerja sama dengan rogram
terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan
3) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik misalnya peningkatan nyeri, edema atau eritema
Rasional : upaya menurunkan resiko komplikasi serius
4) Dorong aktifitas sesuai toleransi dengan periode istirahat
Rasional : mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan
perasaan sehat
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik a. Tujuan
b. Kriteria hasil
Klien tampak bersih dan segar c. Fokus intervensi
1) Mengkaji tingkat kebersihan klien
Rasional : mengetahui seberapa tingkat ketergantungan klien 2) Memandikan klien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan
sendiri, cuci rambut serta potong kuku klien
Rasional : agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan keehatan
3) Ganti pakaian kotor dengan yang bersih
Rasional :untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
4) Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya
Rasional : agar klien merasa tersanjung dan lebih koopertif dalam merawat kebersihan diri