• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental. Orang yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental. Orang yang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 5    BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Depresi

Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental. Orang yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan tingkah laku serta kognisis bercirikan ketidakpercayaan yang berlebihan (Lubis, 2009). Depresi didefinisikan sebagai gangguan mental dengan penurunan mood, kehilangan minat atau perasaan senang, adannya perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau penurunan selera makan, sulit kontrol atau kelemahan fisik. Gangguan ini dapat menjadi kronik atau kambuh dan mengganggu aktifitas pasien. Pada keadaan terburuk dapat mencetuskan bunuh diri, suatu kejadian fatal yang dewasa ini semakin sering terjadi (Ganiswara, 1995).

2. Epidemiologi

Resiko selama masa hidup terkena penyakit depresi berkisar antara 10-20% dengan angka kejadian hampir dua kali lipat pada wanita. Onset pertama biasanya terjadi pada dekade ketiga, dengan prevalensi titik yang lebih tinggi pada usia menengah dan tua. Depresi lebih sering ditemukan pada daerah perkotaan dibandingkan pedesaan dan terutama terjadi pada wanita dari kelas sosio-ekonomi yang rendah (Katona et al, 2012). Alasan dalam penelitian di negara barat dikatakan karena masalah hormonal, dampak melahirkan, stressor dan pola perilaku yang dipelajari (Depkesa, 2007).

(2)

commit to user

Gangguan depresi berat paling sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup adalah kira-kira 15 persen, sedangkan pada wanita 25 persen (Kaplan & Saddock, 2007). Banyak orang mengalami gangguan depresif terkait dengan penggunaan napza dan alkohol karena napza terdiri dari substansi kimia yang mempengaruhi fungsi otak, terus menggunakan napza akan membuat zat kimiawi otak mengalami ketidakseimbangan, sehingga mengganggu proses pikir, perasaan dan perilaku (Depkesa, 2007).

3. Etiologi

Etiologi gangguan depresi sangat komplek dan melibatkan banyak faktor, seperti faktor genetik, faktor biologi, dan faktor psikososial (Katona et al., 2012). Penyebab gangguan jiwa senantiasa dipikirkan dari sisi organobiologik, sosiokultural, dan psikoedukatif. Dari sisi biologik dikatakan adannya gangguan pada neurontransmiter norefinefrin, serotonin, dan dopamin. Ketidakseimbangan kimiawi otak yang bertugas menjadi penerus komunikasi antar serabut saraf membuat tubuh menerima komunikasi secara salah dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Oleh karena itu, pada terapi farmakologik adalah memperbaiki kerja neurotransmiter norefinefrin, serotonin dan dopamin (Depkesa, 2007).

4. Patofisiologi

Patofisiologi depresi dijelaskan dalam beberapa hipotesis. Amina biogenik merupakan hipotesis yang menyatakan, depresi disebabkan menurunnya atau berkurangnya jumlah neurotransmiter norefinefrin (NE), serotonin (5-HT) dan dopamine (DA) di dalam otak (Sukandar dkk., 2008). Hipotesis sensitifitas reseptor yaitu perubahan patologis pada reseptor yang dikarenakan terlalu

(3)

commit to user

kecilnya stimulasi oleh monoamin yang dapat menyebakan depresi. Hipotesis desregulasi, tidak beraturannya neurotransmiter sehingga terjadi gangguan depresi. Dalam teori ini ditekankan pada kegagalan homeostatik sistem neurotransmiter, bukan pada penurunan atau peningkatan absolut aktivitas neurotransmiter (Teter et al., 2007).

5. Faktor Resiko Depresi

Menurut Kaplan & Saddock (2007), faktor resiko terjadinnya depresi antara lain:

a. Jenis kelamin

Prevalensi gangguan depresi berat dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal, efek kelahiran, perbedaan stresor psikososial bagi wanita dan laki-laki, dan model perilaku tentang keputusasaan yang dipelajari. Berbeda dengan gangguan depresi berat, gangguan depresi bipolar 1 mempunyai prevalensi yang sama. b. Usia

Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi berat adalah kira-kira 40 tahun, 50 persen dari semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga mungkin memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Beberapa data epidemiologis baru-baru ini menyatakan bahwa insiden gangguan depresif berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun.

(4)

commit to user c. Ras

Pervalensi gangguan mood tidak berbeda dari satu ras ke ras lain. Terapi klinis cenderung kurang mendiagnosis gangguan mood dan terlalu mendiagnosis skizofrenia pada pasien yang mempunyai latar belakang rasial yang berbeda dengan dirinya.

d. Status perkawinan

Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang cerai atau berpisah. Gangguan bipolar 1 adalah lebih sering pada orang yang bercerai dan hidup sendirian dari pada orang yang menikah, tetapi perbedaan tersebut mungkin mencerminkan onset awal dan percekcokan perkawinan yang diakibatkan karakterikstik untuk gangguan tersebut.

6. Gejala Depresi

Berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III), gejala utama depresi meliputi menderita suasana perasan yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas, gejala lazim lainnnya adalah konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang (Maslim, 2003).

(5)

commit to user 7. Diagnosis dan Klasifikasi Depresi

Berikut ini klasifikasi depresi menurut pedoman penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (Depkesb, 2007) yaitu:

Gejala utama pada gangguan depresif ringan, sedang dan berat: a. Afek depresi

b. Kehilangan minat dan kegembiraan

c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas

Gajala lainnya adalah konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan percaya diri berkurang, pikiran rasa bersalah dan tidak berguna, pikiran atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan terganggu.

Berdasarkan pedoman penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (Depkesb, 2007) diagnosis antara lain:

a. Episode depresi ringan

Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi ditambah dua dari gejala lainnya. Lama periode depresi sekurang-kurangnya selama dua minggu. Hanya sedikit kesulitan kegiatan sosial yang umum dilakukan.

b. Episode depresi sedang

Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan ditambah tiga atau empat dari gejala lainnya. Lama episode depresi minimum dua minggu serta menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial.

(6)

commit to user c. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik

Semua tiga gejala utama harus ada ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya. Lama periode depresi sekurang-kurangnya dua minggu akan tetapi apabila gejala sangat berat dan onset sangat cepat maka dibenarkan untuk mengegakkan diagnosa dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. orang sangat tidak mungkin mampu meneruskan kegiatan sosialnya.

d. Episode depresi berat dengan gejala psikotik

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria tersebut disertai halusinasi. Halusinasi biasannya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan penderita merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasannya berupa suara yang menghina atau menuduh.

8. Obat Antidepresan

Antidepresi atau obat antimurung adalah obat-obat yang mampu memperbaiki suasanan jiwa (mood) dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung yang tidak disebabkan oleh kesulitan sosial-ekonomi, obat-obatan atau penyakit (Tjay & Rahardja, 2007).

Saat ini ada 23 obat antidepresan yang telah ada di pasaran yaitu golongan SSRI, SNRs, NSRIs, TCA, MAOIs, dan Miscellaneous misalnya trazadone, mirtazapine (Finley, 2008).

Berdasarkan pembanding standar Diagnosing and Treating Depression-Adult-Primary Care Clinical Practice Guideline (CPG) September 2013 daftar obat antidepresan dapat dilihat pada tabel I berikut:

(7)

commit to user

Tabel I. Daftar Obat Antidepresan dan Dosis (Anonim, 2013)

Obat Antidepresan Dosis

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor

(SSRI) • Citalopram 20-40 mg • Escitalopram 10-20 mg • Fluoxetin 10-80 mg • Paroxetin 10-60 mg • Sertalin 50-200 mg • Trazodone 150-600 mg

Norepinepherine Serotonin Reuptake Inhibitors (NSRI)

• Desvenlafaxine 50 mg

• Duloxetin 40-60 mg

• Mirtazapine 15-45 mg

• Venlafaxine 75-225mg

Norepinephrine Dopamine Reuptake Inhibitor (NDRIs)

• Bupropion 100-150 mg

Antidepresan Trisiklik & Tetrasiklik

• Amitripthylin 50-150 mg • Amoxapine 50 mg • Despiramine 100-300 mg • Doxepine 25-300 mg • Imipramine 75-200 mg • Maprotiline 75-150 mg • Nortriptyline 75-150 mg

Mono Amin Oxidase Inhibitor (MAOI)

• Phenelzine 15 mg

• Selegiline 6 mg

• Tranylcypromine 30 mg

9. Penggolongan Antidepresan a) Antidepresan Trisiklik (TCA)

Antidepresan Trisiklik (TCA) bekerja dengan menghambat ambilan norepinefrin dan serotonin ke neuron (Mycek et al., 2001). Efek samping yang ditimbulkan dari pengguaan obat ini misalnya mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi, retensi urin. Penghambatan pada reseptor histamin menghasilkan

(8)

commit to user

efek sedasi, sedangkan penghambatan pada reseptor αq adrenergik menghasilkan hipotensi ortostatik. Namun potensinya pada kedua reseptor tersebut relatif lemah. Efek samping overdosis adalah kebingungan, mania, dan gangguan irama jantung (Nugraha, 2006). Antidepresan trisiklik efektif dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi digunakan sebagai obat lini pertama, karena efek sampingnya dan efek kardiotoksik pada pasien yang overdosis TCA (Unutzer, 2007).

b) Norepinephrine Dopamine Reuptake Inhibitor (NDRIs)

Norepinephrine Dopamine Reuptake Inhibitor (NDRIs) adalah antidepresan yang memiliki efek yang tidak begitu besar dalam reuptake norepinefrin dan serotonin. Bupropion merupakan satu-satunya obat golongan aminoketon (Teter et al., 2007). Bupropion digunakan sebagai terapi apabila pasien tidak berespon terhadap antidepresan SSRI (Mann, 2005). Efek samping yang ditimbulkan bupropion yaitu mual, muntah, tremor, insomnia, dan mulut kering (Teter et al., 2007).

c) Selectif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

Selectif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan golongan antidepresan yang secara spesifik menghambat ambilan serotonin di dalam otak (Mycek et al., 2001). Efek antikolinergiknya sangat rendah, dan relatif tidak berbahaya pada penggunaan over dosis. Efektifitasnya sama dengan TCA dan MAO inhibitor pada penanganan depresi menengah, namun kurang efektif pada penanganan depresi berat (Nugraha, 2006). Diantara antidepresan SSRI,

(9)

commit to user

metabolit aktif fluoxetin mempunyai waktu paro yang paling panjang, sehingga dapat digunakan hanya satu kali sehari (Mann, 2005).

Fluoxetin Obat ini merupakan obat golongan SSRI yang paling luas digunakan, karena obat ini kurang menyebabkan antikolinergik, hampir tidak menimbulkan sedasi dan cukup diberikan satu kali sehari (Katzung, 2004). Fluoxetin merupakan antidepresan yang secara spesifik menghambat ambilan 5-HT yang sangat selektif dan poten. Obat ini diabsorpsi baik pada pemberian per oral, bioavibilitas tidak dipengaruhi makanan. Waktu paruh dalam pemberian dosis tunggal ialah 48-72 jam. Efek samping fluoxetin yang berbahaya jarang terjadi, dalam dosis biasa dapat berupa keluhan SSP (cemas, insomnia, mengantuk, lelah, astenia, tremor) berkeringat, gangguan saluran cerna, sakit kepala dan “rast” kulit (Ganiswara, 1995).

Fluoxetin tidak boleh diberikan bersama penghambat MAO inhibitor dan antidepresan trisiklik karena fluoxetin dapat menaikkan kadar plasma antidepresan trisiklik hingga 2 kalinya, pemakaian bersamanya dapat meningkatkan intensitas efek samping (Ganiswara, 1995).

d) Mono Amine Oxidase Inhibitor (MAOI)

Mono Amine Oxidase Inhibitor (MAOI) merupakan suatu sistem enzim yang ditemukan di dalam jaringan syaraf dan jaringan lain, seperti usus dan hati. Dalam neuron, MAO berfungsi sebagai “katup penyelamat”, memberikan deaminasi okidatif dan meng-nonaktifkan setiap molekul neurotransmiter (norepinefrin, dopamin, dan serotonin) yang berlebih dan bocor keluar vesikel sinaptik ketika neoron istirahat. Inhibitor MAO bekerja dengan

(10)

meng-commit to user

nonaktifkan enzim secara ireversibel atau reversibel, sehingga molekul neurotransmiter tidak mengalami degradasi dan karenanya keduanya menumpuk dalam neuron presinaptik dan masuk ke ruang sinaptik. Hal ini menyebabkan aktivasi reseptor norepinefrin dan serotonin, dan menyebabkan aktivasi reseptor norepinefrin dan serotonin, dan menyebabkan aktivasi depresi obat (Mycek et al., 2001).

Mono Amine Oxidase (MAO) terdapat dalam dua bentuk, MAO-A dan MAO-B, dan keduanya berperan dalam penguraian monoamin secara kimia untuk membuat monoamin tersebut tidak aktif. Kedua monoamin tersebut ditemukan pada neuron yang menghasilkan monoamin. Obat yang menghambat penguraian tersebut disebut MAOI penghambatan penguraian tersebut menyebabkan peningkatan ketersediaan monoamin, yang bersama

dengan antidepresan trisiklik, akan memicu efek antidepresan (Barber et al., 2012).

Efek samping dari golongan MAO Inhibitor yang sering muncul yaitu postural hipotensi. Efek samping ini lebih sering muncul pada penggunaan fenelzin dan tranilsipromin. Hipotensi ini dapat diminimalisir dengan pemberian dosis terbagi. Efek antikolinergik berupa mulut kering dan konstipasi. Efek samping ini sering terjadi namun lebih ringan dari pada yang disebabkan oleh antidepresan trisiklik (Kando et al., 2005).

Obat ini jarang digunakan karena tingginya resiko interaksi obat, terutama bersama obat antidepresan lain. Obat ini juga dapat berinteraksi secara negatif bersama makanan yang mengandung tiramin dan dopamin. Interaksi tersebut

(11)

commit to user

dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah ke tingkat membahayakan (Barber et al., 2012). Pasien diperingatkan untuk tidak memakan makanan dengan kandungan tiramin tinggi karena dapat terjadi krisis hipertensi. Contoh makanan dengan kandungan tiramin tinggi yaitu keju, yogurt, hati sapi atau ayam, anggur merah, buah seperti pisang, alpukat, coklat, ginseng, kafein, dll (Depkesa, 2007).

e) Serotonin/Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)

Golongan Serotonin/Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI) bekerja dengan mengeblok monoamin dengan lebih selektif dari pada antidepresan trisiklik, serta tidak menimbulkan efek yang tidak ditimbulkan antidepresan trisiklik (Mann, 2005). Obat yang termasuk golongan SNRI yaitu venlafaxine dan duloxetine. Efek samping yang biasa mincul pada obat venlafaxine yaitu mual, disfungsi seksual. Efek samping yang muncul dari duloxetine yaitu mual, mulut kering, konstipasi, dan insomnia (Teter et al., 2007).

(12)

commit to user 10. Penatalaksana Terapi

Gambar 1. Algoritma terapi untuk depresi tanpa komplikasi (Teter et al., 2007) Pasien depresi yang secara fisik sehat

tanpa ada kontraindikasi terhadap antidepresan

SSRI (First line untuk pasien depresi)

Terapi gagal, tidak ada respon atau timbul

efek samping

Respon parsial Sembuh total

Dipastikan kepatuhan pengobatan

Diganti dengan alternatif lain (SSRI

yang lain, antidepresan

non-SSRI)

Pertimbangan terapi (antidepresan non-SSRI,

lithium, hormon tiroid, antipsikotik atipikal) atau

diganti dengan alternatif lain (SSRI yang lain, antidepresan non-SSRI)

Terapi gagal Respon parsial Sembuh

Diganti dengan alternatif lain (antidepresan non-SSRI) Pertimbangan terapi (antidepresan non-SSRI,

lithium, hormon tiroid, antipsikotik atipikal)

Menjaga 4-9 bulan untuk terapi lanjutan, jika perlu

12-36 bulan untuk terapi pemeliharaan Menjaga 4-9 bulan

untuk terapi lanjutan, jika perlu 12-36 bulan untuk terapi

pemeliharaan

Terapi gagal  Respon parsial Sembuh

Diganti dengan alternatif lain (antidepresan non-SSRI) Pertimbangan terapi (antidepresan non-SSRI, lithium, hormon

tiroid, antipsikotik atipikal)

Menjaga 4-9 bulan untuk terapi lanjutan, jika perlu 12-36 bulan untuk terapi

(13)

commit to user 11. Terapi Tambahan

Terapi tambahan berupa obat antipsikotik. Antipsikotik digunakan untuk meningkatkan efek antidepresan. Ada dua macam antipsikotik yaitu antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal. Antipsikotik tipikal bekerja memblok reseptor dopamin. Obat-obat yang termasuk antipsikotik tipikal yaitu clorpromazin, fluphenazin, dan haloperidol. Antipsikotik atipikal bekerja memblok reseptor dopamin dan serotonin. Obat-obat yang termasuk dalam antipsikotik atipikal yaitu clozapin, olanzapin, dan aripripazol (Mann, 2005).

12. Terapi Non Farmakologi

a. Electro Convulsive Therapy (ECT)

ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek. Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada keadaan usia yang masih terlalu muda (kurang dari 15 tahun), masih sekolah atau kuliah, mempunyai riwayat kejang, psikosis kronik, kondisi fisik kurang baik, wanita hamil dan menyusui (Depkesa, 2007).

Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada pasien yang menderita epilepsi, TBC milier, tekanan tinggi intra kracial dan kelainan infark jantung. Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan, pengaruh

(14)

commit to user

tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek samping kecil. Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat. Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy) yang biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater (Depkesa, 2007). b. Psikoterapi

Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional antara terapis dengan penderita. Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. (Depkesa, 2007).

(15)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 Indonesia menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional seperti kecemasan dan depresi sebesar 6% dari populasi orang dewasa dan 15% dirawat di rumah sakit.

Saat ini banyak terdapat golongan antidepresan yang ada di pasaran. Pemilihan antidepresan untuk terapi harus memperhatikan keamanan dan efek samping yang ditimbulkan serta dosis yang tepat, agar pengobatan depresi dapat maksimal dan meminimalkan efek samping yang dialami pasien, sejumlah penelitian menunjukan bahwa penggunaan antidepresan belum sepenuhnya tepat. 

Evaluasi peresepan obat antidepresan pada pasien depresi dengan kriteria tepat obat dan tepat dosis berdasarkan standar Diagnosing and Treating Depression-Adult-Primary Care Clinical Practice Guideline (CPG) September 2013.

Pemberian obat antidepresan merupakan salah satu aspek dalam menangani penderita depresi. Obat diharapkan dapat memperbaiki suasana hait/mood.

(16)

commit to user C. Keterangan Empirik

Dari penelitian Lukluiyyati (2009), tentang pola pengobatan pasien depresi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Soejarwadi Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 didapatkan 50 kasus depresi, dari analisis yang telah dilakukan ditemukan pasien yang tepat obat 89,47%, pasien yang tepat dosis 66,67%. Antidepresan yang banyak digunakan adalah golongan SSRI yaitu fluoksetin sebesar 85, 96%.

Dari penelitian Yuniastuti (2013), tentang evaluasi terapi obat antidepresan pada pasien depresi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2012 didapatkan 14 kasus episode depresi, dari analisis yang dilakukan ditemukan 100% tepat indikasi, 92,8% tepat pasien, 100% tepat obat dan 78,6% tepat pemberian besaran dosis, 100% tepat frekuensi pemberian. Antidepresan yang paling banyak digunakan adalah golongan SSRI yaitu fluoxetin sebesar 64,4%.

Meningkatnya penderita depresi di Indonesia, serta penggunaan obat antidepresan yang belum sepenuhnya tepat khususnya dalam pemberian besaran dosis dan belum ada penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soehadi prijonegoro Sragen mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang evaluasi peresepan obat antidepresan untuk mengevaluasi penggunaan obat antidepresan pada pasien depresi yang dilihat dari ketepatan dosis dan ketepatan obat berdasarkan standar Diagnosing and Treating Depression-Adult-Primary Care Clinical Practice Guideline (CPG) September 2013.

Gambar

Tabel I. Daftar Obat Antidepresan dan Dosis (Anonim, 2013)
Gambar 1. Algoritma terapi untuk depresi tanpa komplikasi (Teter et al., 2007) Pasien depresi yang secara fisik sehat

Referensi

Dokumen terkait

sebagai media terapi. Film dinilai sebagai media yang cukup efektif sebagai media terapi karena pada dasarnya film banyak disukai oleh individu. Oleh karena itu,

tempat penting suku Malind dalam setiap pola ruang sesuai sistem zonasi dan urutan kepentingan. Apabila dalam satu pola ruang terdapat beberapa tempat penting

Memang ketentuan ini selama ini dinilai dan dirasakan sebagai salah satu kelemahan KUHAP, karena dalam praktek hukum ketentuan ini sering dimanfaatkan untuk

(3) hambatan yang dihadapi dan solusi yang digunakan untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam proses pembelajaran Quantum Learning pada materi desain batik dikelas

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Bioekonomi untuk Pengelolaan Sumber Daya Ikan Selar Kuning ( Selaroides leptolepis , Cuvier dan Valenciennes)

gerakan guling depan dalam aktivitas senam lantai berkorelasi dengan pentingnya membuat sikap tubuh bulat ketika akan jatuh sehingga mengindari benturan kepala atau

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2016 memperoleh anggaran yang bersumber dari dana Tugas Pembantuan yang bersumber dari 4 (empat) Direktorat

Achmad Kemal Harzif, SpOG