• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN MENJADI PERSONALIA/HRD PROFESIONAL SERI I KURSUS ONLINE PRAKERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDUAN MENJADI PERSONALIA/HRD PROFESIONAL SERI I KURSUS ONLINE PRAKERJA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Pada setiap akhir modul akan terdapat Soal Latihan dan terintegrasi dengan sistem pengajaran pada Webinar dan Kolom Diskusi yang dapat dilakukan setiap harinya termasuk Tugas. Pada hari kelima akan terdapat Review termasuk penyegaran Modul I sampai IV.

Terdapat IV Modul Dasar Utama yang harus dipelajari oleh Peserta selama 4 (empat) hari dari 5 (lima) hari masa kursus yaitu Modul:

1. Modul Satu perihal Mengenal Hukum Ketenagakerjaan Indonesia – Hari Pertama;

2. Modul Dua perihal Konsep Dasar Ketenagakerjaan – Hari Kedua;

3. Modul Tiga Perihal Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial-Hari Ketiga

4. Modul Empat Perihal Pembuatan Perjanjian atau Aturan – Hari Keempat.

(3)

Modul III

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Ketenagakerjaan Indonesia

Modul IV

Pembuatan Perjanjian atau Aturan

Mampu mengerti dengan jernih tentang sistem hukum

ketenagakerjaan di Indonesia.

Mampu memahami dan

menerapkan konsep Hubungan Kerja mencakup Pengupahan, Perlndungan dan Kesejateraan, Hubungan Industrial, Syarat Kerja dan Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja.

Mampu untuk membantu dalam penyelesaian perselisihan

hubungan industrial di perusahaan serta menciptakan hubungan industrial yang harmonis.

Mampu untuk membuat Perjanjian Kerja dan Peraturan

Perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama pada tingkat dasar.

(4)

sesudah masa kerja.

2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang

mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

5. Pengusaha adalah :

a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

(5)

6. Perusahaan adalah:

a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik

persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang

mempekerjakan pekerja/buruh dengan

membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

7. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta

mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan

(6)

kualifikasi jabatan atau pekerjaan.

9. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 10. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha

dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. 11. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat

secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat syarat kerja dan tata tertib perusahaan.

12. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan

pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan

kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

13. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang

mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

(7)

perundang undangan, termasuk tunjangan bagi

pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

15. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Tips & Trik:

Untuk melihat Istilah lebih mendetail dapat dibaca pada Pasal 1 disetiap ketentuan tentang

(8)

BAGIAN SATU: SEJARAH

Pada awalnya aturan ketenagakerjaan di Indonesia lebih banyak mengatur tentang masalah perbudakan. Pada tahun 1817, misalnya, Pemerintah Belanda mengatur tentang

pelarangan memasukkan budak ke Pulau Jawa guna

membatasi perkembangan budak. Kemudian disusul tahun tahun 1819 dengan diterbitkannya peraturan tentang

kewajiban pendaftaran budak.

Pada tahun 1848 kembali Pemerintah Kolonial Belanda

mengeluarkan aturan ketenagakerjaan tentang pembebasan perbudakan bagi pelaut yang dijadikan budak. Perbudakan kemudian sepenuhnya dihapus paling lambat 1 Januari 1860 melalui aturan dalam Regeringsreglement 1854 Pasal 115 sampai 117.

Seiring dengan semakin banyaknya perusahaan perkebunan swasta besar maka pada tahun 1872, ditambahkan aturan baru dalam Algemene Politie Strafreglement (stbl 1872 Nomor 111), yang menyebutkan bahwa jika seseorang di tanah Hindia Belanda tanpa alasan menolak melaksanakan pekerjaannya dapat dipidana denda atau kerja paksa. Sementara dibelahan bumi lain jauh dari Indonesia, tepatnya di Amerika, pada tahun 1882 dibawah pimpinan Peter J. McGuire, pekerja/buruh menuntut hak kerja lebih baik yaitu 8

jam kerja, 8 jam rekreasi/bersama keluarga dan 8 jam istirahat.

(9)

Tuntutan ini pada akhirnya juga mempercepat Pemerintah Belanda mengeluarkan pengaturan ketenagakerjaan yang lebih baik di Indonesia termasuk mengadakan penyelidikan resmi guna meminimalkan pekerja kehilangan haknya. Pada tahun 1903, misalnya, sebuah penyelidikan resmi yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda dengan hasil yang menyebutkan bahwa terdapat kondisi ketidakadilan bagi para pekerja termasuk pemerasan tenaga pekerja yang berlebihan terutama di luar Pulau Jawa.

Pemerintah Belanda kemudian memutuskan untuk turut campur tangan dalam masalah ketenagakerjaan dengan membentuk lembaga atau badan yang ditunjuk secara khusus untuk menangani hal ini. Pada tahun 1904 di Sumatera Timur didirikan instansi Pengawasan Perburuhan (Arbeidsinspectie) dengan tugas khusus agar hukum ketenagakerjaan dapat ditegakkan.

Pada tahun 1931, sejalan dengan terjadinya resesi dunia, instansi ketenagakerjaan kemudian mendapatkan tugas baru yaitu mengurus tentang penempatan tenaga kerja.

Pada masa pendudukan Jepang, instansi tinggalan pemerintah kolonial ini diubah menjadi sebuah mesin penyalur bagi tenaga kerja paksa. Jepang memberi nama instansi ini Romukyoku.

(10)

Pada masa setelah Indonesia merdeka hingga saat ini, Pemerintah Indonesia telah beberapa kali mengeluarkan aturan.

Sebut saja Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja yang dinyatakan berlaku pada tahun 1951. Di tahun ini pula pencegahan konflik termasuk penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha juga menjadi sorotan utama Pemerintah. Melalui Undang Darurat Nomor 16 diatur tentang perselisihan perburuhan.

Selain itu terdapat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana dan masih banyak lagi aturan ketenagakerjaan hingga adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan yang kemudian berubah menjadi Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Perubahan setiap aturan tersebut pada dasarnya untuk menampung dinamika ketenagakerjaan di Indonesia serta mencabut aturan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Beberapa aturan yang lama yang dianggap masih sejalan biasanya kemudian diduplikasi kembali pada aturan yang baru guna tetap memberikan kontribusi positif bagi pembangunan ketenagakerjaan.

(11)

Pembangunan ketenagakerjaan sendiri di Indonesia pada dasarnya adalah untuk menjamin terpenuhinya hak dan perlindungan para pihak yaitu pekerja dan pengusaha. serta memiliki dimensi keterkaitan dengan pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan.

Ini berarti bahwa pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional serta dilaksanakan dalam rangka pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya guna mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Bahan Diskusi dan Pembelajaran Lanjutan:

Diskusikan perbedaan tujuan pembangunan ketenagakerjaan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang dengan saat Indonesia telah merdeka

(12)

BAGIAN DUA: MASA KERJA

Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) hal yang diatur dalam aturan ketenagakerjaan yaitu:

1. sebelum bekerja; 2. saat bekerja; dan 3. setelah bekerja.

Pada masa sebelum bekerja terdapat beberapa hal yang

diatur misalnya:

a. penempatan tenaga kerja termasuk perencanaan dan perekrutan;

b. pelatihan dan pemagangan; serta seperti c. perjanjian kerja.

Pada masa saat bekerja terdapat beberapa hal yang diatur

misalnya:

a. hubungan kerja;

b. hubungan industrial; dan seperti c. syarat kerja.

Hubungan kerja itu antara lainnya misalnya pengaturan

pengupahan , beberapa hal tentang perlindungan kerja dan perihal kesejahteraan seperti pengaturan Jaminan Sosial. Sementara hubungan industrial mencakup sarana hubungan industrial misalkan serikat pekerja/serikat buruh dan lembaga kerjasama.

(13)

Adapun syarat kerja adalah lebih mengatur pada beberapa hal yang tidak diatur dalam ketentuan peraturan

perundangan termasuk tentang penajaman tentang hak dan kewajiban yang biasanya diatur lebih baik dari peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan.

Pada masa setelah bekerja, fokus masalah yang diatur lebih

kepada seperti aturan saat berhenti kerja dan tidak lagi bekerja termasuk masalah pemutusan hubungan kerja atau pensiun.

Di Indonesia dan banyak negara untuk masa sebelum, saat dan setelah bekerja biasanya diatur pada satu ketentuan khusus yaitu undang-undang ketenagakerjaan atau

dipersamakan dengan itu.

Selain terdapat satu undang-undang utama tentang ketenagakerjaan tersebut, seringkali diberikan aturan

pendamping sebagai aturan yang sejajar kedudukannya atau sebagai aturan turunan yang terutama mengatur perihal: a. serikat pekerja/serikat buruh;

b. jaminan sosial; c. pengawasan; dan

(14)

Meskipun beberapa hal tentang ketenagakerjaan, pada saat pembentukan aturan dilakukan, pada dasarnya selalu berusaha mencakup segala hal mengenai problematika ketenagakerjaan, namun sering kali terdapat kekosongan hukum secara nasional misalkan terdapat kekosongan pengaturan penahanan ijazah, mutasi dan demosi termasuk promosi atau kekosongan hukum tentang kemitraan yang tidak berimbang dalam suatu hubungan kerja.

Sebagai sebuah produk hukum yang mengikat, aturan ketenagakerjaan biasanya juga terdapat ketentuan sanksi dan pidana yang berupa administratif maupun pidana kurungan atau penjara. Hal-yang mendapat sanksi selalu berkaitan dengan perlindungan guna memastikan tidak ada hak dan kewajiban yang dilanggar oleh para pihak.

Bahan Diskusi dan Pembelajaran Lanjutan:

Diskusikan beberapa aturan pada masa sebelum, saat dan setelah bekerja termasuk pelajari lebih lanjut tentang beberapa hal yang seharusnya diatur

pada hukum ketenagakerjaan di Indonesia dimasa mendatang.

(15)

BAGIAN SATU: KONSEP HUBUNGAN KERJA

Hubungan kerja merujuk pada sebuah konsep bahwa bentuk hubungan tersebut dituangkan dalam sebuah perjanjian kerja yang mengikat para pihak yang mempunyai unsur adanya pekerjaan yang hendak dilakukan. Selain itu harus ada unsur upah yang dijanjikan untuk melakukan pekerjaan tersebut serta terdapat unsur perintah dari pengusaha untuk

melaksanakan pekerjaan dimaksud.

Tanpa terdapat tiga unsur tersebut, maka dianggap tidak terdapat hubungan kerja. Dan jika tidak terdapat hubungan kerja, maka salah satu pihak tidak bisa dianggap sebagai pekerjanya atau pengusahanya dan berarti hubungan kerja tersebut tidak dapat dikategorikan masuk di dalam atau terikat dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan.

Pokok penting dalam sebuah hubungan kerja adalah

perjanjian kerja. Terdapat perjanjian kerja secara tertulis atau

lisan. Dalam membuat sebuah perjanjian kerja berlaku ketentuan tentang sahnya sebuah perjanjian kerja secara umum yaitu kesepakatan, kecakapan, adanya hal yang

dijanjikan dan tidak bertentangan dengan norma atau aturan yang telah berlaku.

(16)

Di Indonesia bentuk perjanjian kerja hanya dikenal dua saja yaitu:

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang biasanya disebut dengan Kontrak;

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yang biasanya disebut dengan Tetap.

Ada beberapa hal utama yang menjadi pembeda antara PKWT dan PKWTT, perbedaan adalah:

1. Sistem PKWTT dapat dilakukan pada awalnya dengan percobaan kerja;

2. Sistem PKWT memiliki durasi masa kerja tertentu dan tidak dapat dilakukan seumur hidup atau sampai usia pensiun misalnya.

3. Sistem PKWT hanya dapat dilakukan pada pekerjaan yang sifatnya pengenalan produk baru, musiman, sekali selesai atau sementara serta penyelesiannya tidak terlalu lama dan paling lama dua tahun.

Sistem PKWT seringkali rancu dengan penyerahan sebagian pekerjaan kepada pihak lain atau biasanya dikenal dengan istilah outsourcing.

Penyerahan sebagian pekerjaan ini pada dasarnya hanya mencakup sebuah pekerjaan yang terpisah dari pekerjaan utama, merupakan kegiatan penunjang perusahaan serta bukan pekerjaan yang dapat menghambat proses produksi secara langsung.

(17)

Pada penyerahan sebagian pekerjaan tersebut, maka

penyedia jasa untuk melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja dengan pekerjanya menggunakan sistem PKWT atau PKWTT.

Sebenarnya teori umum penggunaaan mekanisme

outsourcing ini sudah sangat jamak dilakukan dengan alasan bahwa menyerahkan sebagian pekerjaan kepada

perusahaan lain yang bukan bisnis intinya akan lebih

menguntungkan serta lebih efisien dan menghemat biaya sebab dilakukan oleh perusahaan lain yang memang ahli dibidang tersebut.

Sayangnya di Indonesia, penyerahan sebagian pekerjaan ini lebih dimaknai sebagai penyerahan tenaga kerja bukan penyerahan pekerjaan dan sebagai upaya mendapatkan tenaga kerja murah sehingga outsourcing menjadi kehilangan maknanya.

Ruang lingkup lain dalam hal hubungan kerja adalah pengupahan. Untuk pengupahan, pemerintah telah

menetapkan batas upah yang wajib dibayar oleh pengusaha saat memperkerjakan orang atau dikenal dengan Upah

Minimum. Upah Minimum adalah jaring pengaman agar upah tidak jatuh ketitik dimana upah tersebut tidak dapat

(18)

Pada sistem pengupahan selain Upah Minimum juga terdapat upah yang berdasarkan struktur dan skala upah. Inti dasar untuk membuat struktur dan skala upah sebenarnya

sederhana yaitu pembedaan upah berdasarkan kinerja,

kompetensi kerja, jabatan serta masa kerja dan beberapa hal lain yang ditentukan oleh perusahaan. Ini berarti misalnya yang berkinerja lebih baik mendapatkan upah yang lebih tinggi atau pekerja dengan masa kerja lebih lama

mendapatkan upah yang lebih tinggi sehingga keadilan upah dapat dipertahankan melalui struktur dan skala upah.

Ruang lingkup lain pada hubungan kerja adalah tentang Perlindungan. Biasanya hal yang diatur pada perlindungan ini

adalah tentang segala hal yang menyangkut pekerja anak dan perempuan. Selain itu diatur pula hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan saat bekerja seperti waktu kerja, lembur, kesehatan dan keselamatan kerja serta hal lain yang

mencakup perlindungan bagi tenaga kerja penyandang disabiltas.

Perlu diingat disini dan digarisbawahi bahwa untuk pelaksanaan lembur sedapat mungkin tidak dilakukan mengingat lembur yang dilakukan terus menerus akan

menguras tenaga dan menurunkan produktivitas kerja pekerja dan dapat menyebabkan naiknya angka pengunduran diri pekerja.

(19)

Terakhir ruang lingkup dalam hubungan kerja adalah tentang kesejahteraan. Di Indonesia telah diterapkan sistem jaminan

sosial yang diselenggarakan oleh sebuah badan yang ditunjuk. Hal utama dalam jaminan sosial ini adalah upaya penjaminan dalam hal:

1. jaminan sosial tentang kesehatan;

2. jaminan sosial yang menyangkut hari tua termasuk jika terdapat pemutusan hubungan kerja;

3. jaminan sosial jika terdapat kecelakaan kerja;

4. jaminan sosial untuk keluarga yang ditinggalkan jika terdapat kematian pekerja; dan

5. jaminan sosial saat terjadi pensiun.

Masing-masing jaminan sosial ini pada dasarnya untuk

meningkatkan dan penjaminan kesejahteraan pekerja beserta kelurganya dengan menggunakan sistem Iuran yang

ditanggung bersama antara pekerja dan pengusaha jika pada sebuah perusahaan.

Upaya peningkatan kesejahteraan juga dilakukan dengan pembentukan koperasi pada setiap perusahaan dan yang sering dilakukan saat ini pada perusahaan modern adalah melalui program Benefit.

Program Benefit adalah sebuah program manfaat sebagai pekerja pada sebuah perusahaan dan dapat berupa

misalnya pemberian beasiswa buat keluarga atau bonus berupa barang sesuai dengan jasa pekerja.

(20)

BAGIAN DUA: KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL & SYARAT KERJA

Hubungan industrial yang harmonis dilaksanakan melalui berbagai cara dan sarana. Adapun sarana guna

pencapaian harmonisasi tersebut yaitu melalui: 1. Serikat pekerja/serikat buruh;

2. Lembaga Kerjasama Bipartit atau Tripartit; 3. Organisasi pengusaha;

4. Peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama; 5. Peraturan Perundang-undangan ketenagakerjaan; dan 6. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Untuk serikat pekerja/serikat buruh pada perusahaan pada

dasarnya untuk memberikan perlindungan pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya.

Serikat pekerja/serikat buruh dapat berbentuk serikat pekerja/serikat buruh tingkat perusahaan saja. Setiap

pembentukan serikat pekerja/serikat buruh wajib dicatatkan pembentukannya pada instansi yang berwenang dibidang ketenagakerjaan. Serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat dapat menjadi semacam kuasa hukum saat di pengadilan hubungan industrial.

(21)

Kerjasama Bipartit atau Tripartit. Banyak pihak yang tidak bisa

membedakan antara bipartit dan tripartit atau mencampur adukkan dengan konsep perudingan bipartit.

Pada dasarnya Lembaga Kerjasama Bipartit adalah sebuah forum komunikasi dan konsultasi tentang segala hal yang menyangkut ketenagakerjaan di perusahaan dengan anggotanya perwakilan pekerja dan pengusaha.

Sedangkan Lembaga Kerjasama Tripartit anggotanya terdiri dari unsur organisasi serikat pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha dan pemerintah guna memberikan pendapat, saran dan pertimbangan tentang ketenagakerjaan pada pemerintah atau pihak yang terkait.

Untuk organisasi pengusaha merupakan sebuah organisasi

yang anggotanya para pengusaha. Tujuan dari

pembentukan ini guna menunjang penciptaan hubungan industrial harmonis dan perluasan kesempatan berusaha dan peningkatan kemajuan perusahaan.

Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama akan

dibahas lebih lanjut pada Modul IV, namun disini dapat

dijelaskan bahwa ketentuan tersebut pada dasarnya dibuat untuk dapat menciptakan kepastian dalam bekerja termasuk pengaturan tentang hak dan kewajibannya serta syarat

(22)

dan Perjanjian Kerja Bersama yaitu pada yang membentuk. Peraturan Perusahaan dibentuk oleh Pengusaha dengan mengetahui perwakilan pekerja. Sedangkan Perjanjian Kerja Bersama dibentuk oleh pengusaha dengan serikat

pekerja/serikat buruh dengan aturan atau ketentuan sifatnya dirundingkan para pihak.

Isi Peraturan Perusahaan maupun Perjanjian Kerja Bersama yang paling penting adalah:

1. tidak melanggar ketentuan peraturan perundangan yang sudah ada;

2. mengatur lebih baik jika mengatur ulang yang sudah ada dalam ketentuan perundangan;

3. mengatur hal-hal yang tidak diatur oleh sebuah

ketentuan peraturan perundangan atau guna mengisi kekosongan hukum; dan

4. Merupakan aturan yang bersifat khas yang dibutuhkan oleh perusahaan seperti misanya aturan mengenakan seragam warna hitam;

5. Mengatur syarat kerja.

Pada skala yang lebih luas guna menjamin hubungan industrial yang harmonis dilakukan melalui sarana

pengaturan melalui ketentuan peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan dan pembentukan sebuah lembaga yang berfungsi untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

(23)

BAGIAN TIGA: KONSEP PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Pada dasarnya pemutusan hubungan kerja sedapat

mungkin dihindari. Namun demikian terkadang pemutusan hubungan kerja tidak dapat terhindarkan. Pemutusan kerja dapat terjadi oleh beberapa sebab umum sebagai berikut: a. Pengunduran diri atas kemauan sediri;

b. Kesalahan berat namun wajib dibuktikan terlebih dahulu di pengadilan hingga berkekuatan hukum tetap;

c. Ditahan pihak berwenang; d. Akibat sakit berkepanjangan; e. Melanggar ketentuan yang ada; f. Surat Peringatan;

g. Perusahaan melakukan perubahan status;

h. Perusahaan melakukan efisiensi atau keadaan memaksa; i. Perusahaan pailit;

j. Pekerja meninggal dunia atau pensiun; k. Pekerja mangkir; dan

l. Pekerja meminta di putus hubungan kerjanya. Selain tersebut diatas masih ada beberapa hal lagi mengapa terjadi pemutusan kerja dan pada prinsipnya diberikan hak pekerja saat diputus hubungan kerja yaitu uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja.

(24)

Dalam prakteknya banyak perusahaan saat melakukan pemutusan hubungan kerja melakukannya dengan

mekanisme pengunduran diri. Padahal mekanisme ini sangat rentan untuk dipersoalkan kemudian hari melalui pengajuan perselisihan hubungan industrial.

Cara terbaik dalam melakukan pemutusan hubungan kerja adalah:

1. Dipenuhinya hak saat dilakukan pemutusan hubungan kerja seperti uang pesongannya atau hak lainnya; 2. Dilakukan sesuai dengan sebab pemutusan hubungan

kerja misalnya akibat Surat Peringatan, maka dilakukan sesuai prosedur pemutusan hubungan kerja karena Surat Peringatan;

3. Dibuatkan sebuah Perjanjian Bersama yang berisi

ketentuan pokok bahwa hubungan kerja kedua belah telah selesai dengan tuntas dan tidak dapat dilakukan penuntutan hak dikemudian hari. Perjanjian Bersama ini selanjutnya di daftarkan ke Pengadilan Hubungan

Industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran. Setiap itu perusahaan yang melakukan pemutusan kerja diharapkan memberikan surat keterangan berhenti kerja atau dipersamakan dengan itu agar pihak pekerja selain dapat menggunakan sebagai referensi kerja dan dapat digunakan saat pengurusan hal lain seperti mengurus jaminan sosialnya.

(25)

1. Apakah konsep Mitra pada perusahaan berbasis aplikasi merupakan bentuk hubungan kerja? 2. Setujukah dengan konsep penyerahan sebagian

pekerjaan pada perusahaan lain? 3. Mengapa perlu adanya Upah Minimum?

Apakah metode proses pembentukan Upah Minimum saat ini cukup baik?

4. Perlindungan apakah yang harus diatur lebih lanjut bagi pekerja di Indonesia?

5. Seberapa jauh peran sarana hubungan industrial dalam mendorong terciptanya hubungan

industrial harmonis?

6. Jika kita membuat Peraturan Perusahaan hal apakah yang akan kita atur?

7. Bagaimana masa depan serikat pekerja/serikat buruh di Indonesia?

8. Apakah kerugian utama dalam pemutusan hubungan kerja?

(26)

Terdapat 4 (empat) jenis perselisihan hubungan industrial di Indonesia yaitu:

1. Perselisihan hak yaitu akibat adanya pertentangan tentang hak yang seharusnya diterima atau diberikan; 2. Perselisihan kepentingan yaitu perselisihan antara

pengusaha dan pekerja tentang penafsiran peraturan; 3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja yaitu akibat

perbedaan pendapat tentang proses atau prosedur pemutusan hubungan kerja;

4. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan yang biasanya terjadi jika berbeda pendapat perihal pelaksanaan ketentuan aturan atau keanggotaan. Setiap perselisihan dapat di selesaikan oleh para pihak yang berselisih atau disebut mekanisme Bipartit. Jika terdapat titik temu, maka dibuatkan Perjanjian Bersama diantara para pihak yang melakukan perundingan secara musyawarah. Jika tidak menemui titik temu, maka dapat dilakukan dengan meminta bantuan Mediator, Konsiliator dan Arbiter guna

penyelesaian perselisihan.

Khusus Arbites maka putusannya bersifat final dan mengikat. Sedangkan untuk Mediator dan Konsilitor, jika para pihak tidak setuju dengan saran dan pendaopat Mediator dan Arbiter dapat diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

(27)

Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan

khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Tugas dan wewenangnya antara lain memeriksa dan memutuskan tingkat pertama perselisihan hak dan pemutusan kerja, tingkat pertama dan terakhir perselisihan kepentingan dan antar

serikat pekerja/serikat buruh.

Hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata, dengan hakim yang bertugas adalah Hakim, Hakim Ad-Hoc dan hakim kasasi.

Untuk pengajuan gugatan diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja bekerja. Pengajuan

gugatan wajib dilampiri Risalah Penyelesaian melalui Mediasi oleh Mediator atau Konsiliasi oleh Arbiter.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan Pemeriksaan dengan Acara Biasa dengan Acara Cepat.

Pengambilan putusan dilakukan berdasarkan hukum, perjanjian yang ada, kebiasaan dan keadilan.

Ketua Majelis Hakim dapat mengeluarkan putusan terlebih dahulu meskipun putusannya diajukan perlawanan atau kasasi.

(28)

Salah satu pihak yang tidak setuju dengan putusan pada tingkat Pengadilan Hubungan Industrial dapat mengajukan permohonan kasasi secara tertulis melalui sub kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial.

Selambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak penerimaan permohonan kasasi harus sudah disampaikan berkas perkara kepada Ketua Mahkamah Agung.

Penyelesaian perselisihan di Mahkamah Agung selambatnya dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja

(29)

1. Ketentuan peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan telah menjamin hak dan

kewajiban para pihak dan mengenakan ancaman sanksi bagi pelanggarnya, namun

mengapa hak yang seharusnya merupakan kewajiban untuk diberikan bagi yang berhak

mendapatkan ternyata masih dapat diperselisihkan atau dirundingkan?

2. Apakah perbedaan mekanisme proses melalui Arbiter, Mediator atau Konsilitor? Gambarkan

dengan jelas.

Baca dengan detail Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial

(30)

Pada saat tertentu perusahaan membutuhkan pembentukan perjanjian terutama perjanjian kerja atau pembuatan aturan secara tertulis yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.

Untuk perjanjian kerja ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Perjanjian Kerja dibuat atas dasar kesepakatan,

kecakapan melakukan perbuatan hukum, adanya sesuatu yang diperjanjikan serta hal yang diperjanjikan tidak

bertentangan dengan norma dan aturan hukum yang berlaku;

2. Perjanjian Kerja yang dibuat oleh pihak yang tidak berdasarkan kesepakatan dan kecakapan dapat dibatalkan, sedangkan yang dibuat bertentangan dengan norma dan aturan hukum serta tidak

menyebutkan sesuatu yang diperjanjikan, maka batal demi hukum;

3. Dalam hal Perjanjian Kerja dibuat dalam dua bahasa, Indonesia dan asing, maka jika terdapat penafsiran yang ditafsirkan adalah yang berbahasa Indonesia

4. Perjanjian Kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah kecuali atas persetujuan para pihak.

(31)

Adapun pada Perjanjian Kerja tertulis sekurang-kurangnya memuat:

1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; 3. Jabatan atau jenis pekerjaan;

4. Tempat pekerjaan;

5. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; 8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan 9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Perjanjian kerja berakhir apabila :

1. Pekerja meninggal dunia;

2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

3. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau

penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, atau

4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

(32)

Dalam penyusunan naskah aturan terutama Peraturan

Perusahaan, semua kalimat yang digunakan harus padat, jelas

dan sesuai dengan kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Berikut ini adalah hal-hal yang dapat digunakan dalam panduan penggunaan penulisan peraturan perusahaan :

1. Kerangka peraturan perusahaan meliputi:

- Judul, ditulis dengan huruf capital semua yang diletakkan pada tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca dan tidak boleh ditambahkan dengan singkatan atau akronim, mencantumkan nama perusahaan serta tahun berlaku peraturan perusahaan tersebut

- Batang Tubuh, memuat semua materi muatan

peraturan perusahaan yang dikelompokkan kedalam ketentuan umum, materi pokok yang diatur, sanksi, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Ketentuan umum berisi batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim yang dituangkan atau hal-hal yang bersifat umum.

Materi pokok muatan dirumuskan secara lengkap sesuai dengan kesamaan materi muatan yang diperlukan tetapi tidak dapat dikelompokkan maka materi tersebut dimuat dalam bab ketentuan lain-lain.

(33)

Sanksi dirumuskan menjadi satu norma yang memberikan sanksi administratif. Pergunakan frasa setiap orang jika sanksi tersebut berlaku untuk seluruh pekerja/karyawan. Ketentuan peralihan memuat penyesuaian pengaturan yang sudah ada atau lama dengan peraturan baru. Ketentuan penutup ditempatkan pada bagian akhir. Pada umumnya ketentuan penutup memuat penunjukan organ sebagai pelaksana peraturan perusahaan, nama singkat dari peraturan perusahaan, status peraturan yang sudah ada atau saat mulai berlakunya peraturan

perusahaan.

Penjelasan peraturan perusahaan tiap-tiap pasal yang diletakkan setelah tanda tangan pimpinan perusahaan pada lembar tersendiri dan diatasnya diberi tulisan penjelasan. Penjelasan dibagi menjadi dua, yaitu

penjelasan umum yang berisi pokok-pokok pikiran yang menjadi landasan filosofis, sosiologis dan hukum; dan penjelasan per pasal. Apabila penjelasan per pasal jika dirasa cukup jelas maka tidak perlu dijelaskan lebih lanjut dan hanya ditulis Cukup Jelas.

(34)

Pengelompokkan materi muatan peraturan perusahaan

dapat disusun secara sistematis dalam buku, bab, bagian dan paragraf. Urutan penngelompokkannya adalah bab dengan pasal atau beberapa pasal tanpa bagian atau paragraf, bab dengan bagian dan pasal atau beberapa pasal tanpa

paragraf atau bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal atau beberapa pasal.

Pasal dapat dirinci dalam beberapa ayat. Ayat diberi nomor urut dengan angka diantara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca titik. Satu ayat hendaknya hanya memuat satu norma yang dirumuskan dalam satu kalimat utuh. Jika satu ayat memuat rincian unsur, selain dalam bentuk akalimat dengan rincian, juga dapat berbentuk tabulasi. Tiap rincian ditandai dengan huruf a, huruf b, dan seterusnya. Kata “dan”, “atau”, “dan/atau” tidak perlu diulang pada akhir kalimat cukup diberi tanda ; dan pada kalimat sebelum rincian akhir diberi kata “dan”. “atau”, “dan/atau”.

(35)

2. Pemilihan Bahasa

a. Tidak menggunakan kata atau frasa yang artinya tidak menentu, tidak baku atau konteks kalimatnya tidak jelas, panjang, rancu, tidak cermat dan bersifat emosional. b. Penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak

dirumuskan dalam bentuk tunggal, contoh karyawan-karyawan ditulis karyawan-karyawan;

c. Gunakan kata paling lambat atau paling cepat, paling singkat atau paling lama, maksimum atau minimum untuk menyatakan batasan sesuatu;

d. Untuk menyatakan tidak termasuk, gunakan kata kecuali; e. Untuk menyatakan makna termasuk, gunakan kata selain; f. Untuk menyatakan makna pengandaian atau

kemungkinan, digunakan kata jika, apabila, atau frasa dalam hal;

g. Untuk menyatakan kejadian yang pasti terjadi pada masa depan, gunakan kata pada saat;

h. Untuk menyatakan sifat kumulatif, gunakan kata dan; i. Untuk menyatakan kalimat alternatif, gunakan kata atau; j. Untuk menyatakan sifat kumulatif dan alternatif, gunakan

frasa dan/atau;

k. Untuk menyatakan adanya suatu hak, gunakan kata berhak;

(36)

l. Untuk menyatakan adanya suatu kewajiban yang telah ditetapkan, gunakan kata wajib;

m. Untuk menyatakan pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan tertentu, gunakan kata harus;

n. Untuk menyatakan pemberian kewenangan kepada seseorang atau lembaga, gunakan kata berwenang.

3. Untuk teknik pengacuan, maka gunakan frasa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal…. atau sebagaimana dimaksud pada ayat….

(37)

1. Diskusikan tentang kesalahan utama saat pembuatan perjanjian kerja atau aturan seperti

peraturan perusahaan;

2. Buatlah perjanjian kerja atau peraturan perusahaan yang sederhana.

Jangan lupa menanyakan kepada

Pengajar hal yang belum di pahami saat

(38)

PANDUAN MENJADI

PERSONALIA/HRD

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berfokus faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kota baru mandiri mengalami ketergantungan terhadap kota induk atau wilayah sekitarnya berdasarkan perspektif

Agar informasi akuntansi yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik oleh pemakai, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Dari permasalahan diatas peneliti berencana akan menggunakan Metode 5 M yaitu man terkait sumber daya manusia (petugas filing) meliputi pendidikan dan

Larutan supernatan yang dihasilkan dibuang dan pellet dicuci, kemudian dilarutkan kembali dengan cacodylatecitrate buffer (0.01M sodium cacodylate; 0.45 M

19 Kawasan Kota Tua 019 WKJB dan PBS 415 377 366 terjadi selisih data antara WKJB dan PBS, menunggu surat tertulis dari pihak koordinator kota Tua perihal rekening double yang

Berdasarkan hasil pengamatan langsung guru dalam mengelola pembelajaran melalui model kooperatif model picture and picture maka diperoleh data hasil pengamatan sebagai berikut:

Di sisi lain, pasar saham dan obligasi global sudah bergerak cukup tinggi karena dorongan sentimen likuiditas / stimulus yang digencarkan berbagai negara

Bata ini berbeda dengan bata tempel lain yang terbuat dari tanah lempung, dimana bata ini terbuat dari beton Agar tidak terlihat seperti beton maka tampilannya dibuat