• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN TITIK LEBUR UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 PENENTUAN TITIK LEBUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN TITIK LEBUR UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 PENENTUAN TITIK LEBUR"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

PENENTUAN TITIK LEBUR

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015

PENENTUAN TITIK LEBUR

(2)

1. Menentukan titik lebur zat padat dan menggunakannya sebagai kriteria dalam identifikasi dan pemeriksaan kemurnian.

2. Menentukan bobot molekul zat padat berdasarkan pada penurunan titik lebur (metode rest).

II. Prinsip

1. Metode Rest

Penurunan titik lebur dapat digunakan sebagai dasar pada penentuan bobot molekul. Bobot molekul zat dapat dihitung dengan persamaan berikut.

M = 39,7 x w x 1000W x ∆ T M = bobot molekul w= bobot zat

∆ T =¿ Penurunan titik lebur d-komfora murni

(Giancoli, 2001).

2. Titik Lebur

Titik lebur merupakan suhu pada saat dimana fase padat dan fase cair berada dalam kesetimbangan pada tekanan luar sama dengan 1 atm (Sukardjo, 2002).

3. Persamaan Clapeyron

Perubahan titik beku atau titik leleh terhadap tekanan dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan Clapeyron yaitu

∆ T ∆ P=T x

Vp x Vs ∆ Hf

(Sukardjo, 2002).

III. Teori Dasar

Titik lebur merupakan suatu suhu dimana suatu zat padat berubah bentuk awau wujud dalam keadaa zat padat menjadi leburan atau cair. Prinsip energi titik dimana lebur dalam keadaan terletak pada penetapan pemberian energi panas. Titik lebur bersifat karateristik dimana digunakan untuk menentukan sifat fisika dari suatu zat. Karakteristik suatu zat berbeda dengan yang lain. Perbedaan

(3)

tersebut dilihat dalam kekuatan ikatan antar molekul. Kekuatan ikatan antar molekul bisa berbeda karena struktur kimianya yang berbeda dan penyusunannya juga berbeda (Syarif, 2002).

Suhu lebur zat merupakan suhu pada zaat zat tepat melebur seluruhnya yang ditunjukkan pada fase padat tepat hilang sedangkan jarak lebur adalah zat antara suhu awal dan suhu akhir peleburan zat. Suhu awal dicatat pada saat zat mulai menciut atau mulai membentuk tetesan pada dinding pipa kapiler, suhu akhir dicatat pada saat hilangnya fase padat (Dirgen POM, 1979).

Titik lebur suhu dimana terjadinya perubahan zat paatmenjadi cair. Gaya antar molekul memiliki pengaruh yang kuat pada titik lebur. Titik lebur adalah suhu di mana zat padat mengalami perubahan menjadi cair. Pada titik lebur, getaran pada partikel zat padat dapat mengatasi kekuatan gaya tarik menarik yang beroperasi pada zat padat. Seperti titik didih, titik lebur zat padat tergantung pada kekuatan gaya tarik menarik (Sri, 2015).

Suatu metode yang digunakan untuk menetapkan bobot molekul zat dengan melarutkannya di dalam zat lain yang baru melebur, kemudia menetapkan penurunan titik bekunya, metode tersebut adalah metode Rast (Pudyaatmaka, 2002).

Penetapan titik lebur secara teliti dapat dilakukan dengan cara mengujur suhu secara berulang kali pada saat terjadi kesetimbangan antara fase padat dan cairnya. Cara lain yaitu dengan cara pendinginan dan pemanasan secara berulang. Penurunan titik lebur dapat dilakukan sebagai dasar penentuan berat molekul, cara ini juga dikenal dengan metode Rest yang mengukur penurunan titik lebur (Sutrisno, 2001).

Penurunan titik lebur disebabkan karena kenaikkan tekanan yang dapat dimanfaatkan dalam ski es. Tekanan dari ski menurunkan titik lebur es dan juga menyebabkan es melenur dibawah ski, lapisan tipis zat cair ini memberikan aksi sebagai pelincir sehingga memungkinkan ski dpat meluncur diatas permukaan yang keras dari es. Tentu saja gesekan ski dengan penuh permukaan es juga akan memegang oeranan besar terhadap peleburan dan aksi dari pelincur tersebut (Moechtar, 1990).

(4)

Panas peleburan dapat dianggap sebagai jenis panas yang dibutuhkan untuk menaikkan jarak antar atom atau molekular dalam kristal, sehingga menudahkan terjadinya pelelehan. Suatu kristal yang paling terikat dengan gaya yang kemah mempunyai panas peleburan yang rendah dan titik leleh yang rendah, sedangkan yang terikat dengan gaya yang kuat mempunyai panas peleburan yang tinggi serta titik leleh yang tinggi juga (Alfred, 1990).

Peleburan es merupakan salah satu contoh peleburan dimana terjadinya perubahan fasa. Ketika panas ditambahkan dengan es pada 0oC dan tekanan atmosfir normal, suhu es tidak bertambah. Bahkan, sebagian membentuk air. Jika ditambahkan panas perlahan, untuk menaga sistem mendekati kesetimbangan termal suhu tetap pada 0oC hingga seluruh es mencair. Efek penambahan panas pada sistem ini bukan untuk menaikkan suhu, tetapi untuk mengubah fasa dari padat menjadi cairan (Young, 2002).

Suatu zat dikatakan murni apabila titik lebur yang diperoleh dari percobaan sama dengan yang ada dalam literatur. Tetapi bila suatu zat itu tidak murni ( terdapat campuran / campuran eutentik ) maka ikatan antar molekulnya semakin kecil dan ikatannya mudah lepas sehingga titik leburnya akan lebih kecil dari pada zat murni (Syarif, 2012)

Perbedaan titik lebur senyawa-senyawa dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya adalah perbedaan kuatnya ikatan yang dibentuk antar unsur dalam senyawa tersebut. Semakin kuat ikatan yang dibentuk, semakin besar energi yang diperlukan untuk memutuskannya. Dengan kata lain, semakin tinggi juga titik lebur unsur tersebut. Perbedaan titik lebur antara senyawa-senyawa pada golongan yang sama dapat dijelaskan dengan perbedaan elektronegativitas unsur-unsur pembentuk senyawa tersebut (Syarif, 2012).

Pelelehan adalah konversi dari keadaan padat ke cair. Titik leleh normal suatu padatan ialah suhu pada saat padatan dan cairan berada dalam kesetimbangan di bawah tekanan 1 atmosfer. Titik normal es yaitu 0,00oC sehingga air cair dan es berada bersama-sama dalam waktu tak berhingga (dalam kesetimbangannya) pada suhu ini dan tekanan 1 atmosfer (Oxtoby, 2001).

(5)

Titik leleh merupakan suhu dimana suatu senyawa mulai beralih fasa dari padatan menjadi cairan sampai kesemuanya menjadi cair sempurna. Titik leleh dapat dicari melalui sebuah eksperimen. Bahan yang diperlukan yaitu pipa kapiler dan alat penentu titik leleh. Titik leleh juga dapat digunakan sebagai acuan apakah senyawa tersebut murni atau tidak. Senyawa yang murni biasanya mempunyai rentangan titik leleh tidak lebih dari 3oC. Misalnya suatu bahan mempunyai titik leleh antara 128-136oC, maka dapat diketahui senyawa tersebut belum murni karena rentang titik lelehnya adalah 8oC (Winarto, 2013).

Titik didih senyawa golongan alcohol lebih tinggi dairipada golongan alkane, demikian juga titik didih air lebih tinggi daripada aseton. Pengaruh ikatan hydrogen terhadap titik leleh tidak begitu besar, karena pada wujud padat jarak antara molekul cukup berdekatan dan yang paling berperan terhadap titik leleh adaalah berat molekul zat dalam bentuk simetris molekul. Senyawa yang membentuk ikatan hydrogen dalam air akan mudah larut dalam air. Bobot molekul dapat dihitung dengan persamaan berikut:

M= 39,07 x w . 1000W . ∆ T M= Bobot Molekul w= Bobot Senyawa W= Bobot Zat

∆ T = Penurunan Titik Lebur (Yudith, 2005).

Suatu ikatan Kristal yang lemah, akan membutuhkan suhu lebur lebih rendah dibandingkan dengan ikatan kristalnya yang kuat (Martin, 1990). Dalam penentuan titik lebur suatu zat, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:

1. Kotoran yang larut atau sebagian larut akan menyebabkan turunnya titik lebur dan bahannya yang murni.

2. Kotoran yang ada akan membuat peleburan yang tidak nyata (Hendrickson, 1988).

(6)

IV. Alat dan Bahan IV.1. Alat

1. Melting point apparatus 2. Mortir porselen

3. Kertas Perkamen 4. Pipa kapiler IV.2. Bahan

1. Asam asetil salisilat 2. Asam benzoat

V. Prosedur

Diambil beberapa gram serbuk asam asetil salisilat dan asam benzoate ke atas kertas perkamen. Dipindahkan ke mortir porselen untuk dihaluskan hingga rata. Setelah dihaluskan, disiapkan tiga pipa kapiler untuk diambil masing masing zat sampel. Pertama untuk asetosal, kedua untuk asam benzoate, ketiga untuk campuran antara asetosal dengan asam benzoate. Diambil masing masing zat ke dalam pipa kapiler dengan cara mengetuk ngetukan ke permukaan hingga masuk 1 cm. Dimasukkan ke dalam melting point apparatus untuk dipanaskan. Dicatat suhu pada saat sampel mulai melebur dan suhu pada saat peleburan sempurna pada tiap tiap sampel.

VI. Data Pengamatan

No Zat Titik Lebur Titik Leleh

1 Asam Benzoat 113oC 139oC 2 Asetosal 144oC 159oC 3 Campuran (as. Benzoate+asetosal) 122oC 149oC VII. Pembahasan

(7)

Pada praktikum kali ini, percobaan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui titik lebur suatu zat padat. Dengan mengetahui titik lebur suatu zat, maka kita dapat mengetahui tingkat kemurnian zat tersebut. Pada umumnya, zat yang murni memiliki titik leleh yang tinggi dibandingkan zat–zat yang telah bercampur dengan zat lain. Titik lebur suatu zat adalah titik pada saat zat pertama kali melebur atau zat pada saat mulai melebur, sedangkan titik leleh adalah titik pada saat zat sudah melebur seluruhnya yang ditandai dengan hilangnya fase padat. Bentuk dari zat padat dan jenis atau kekuatan ikatan yang terdapat pada padatan dapat memengaruhi tinggi rendahnya suhu titik lebur zat padat. Jarak lebur zat merupakan jarak antara suhu awal dan suhu akhir peleburan zat terjadi atau dengan kata lain selisih antara suhu awal pada saat membentuk tetesan pada dinding pipa kapiler sampai dengan zat melebur dengan sempurna. Suhu lebur yang lebih tinggi dimiliki oleh padatan dengan bentuk kristal dan ikatan kovalen dibandingkan dengan padatan lain dengan ikatan van der Waals, walaupun memiliki unsur yang sama. Suhu lebur dari suatu padatan murni adalah spesifik. Hal ini menandakan bahwa dapat digunakan untuk penentuan kemurnian dari suatu zat padat. Turunnya suhu lebur dari padatan murni dapat disebabkan apabila terdapat zat pengotor yang larut, sedangkan suhu leburnya semu atau suhu leburnya tidak tegas apabila terdapat zat pengotor yang tidak larut.

Pada praktikum kali ini zat yang akan ditentukan titik leleh dan titik leburnya adalah asam asetil salisilat, asam benzoat dan campuran dari asam benzoat dan asam salisilat. Asam asetil salisilat (Asetosal) memiliki rumus senyawa C9H8O4 yang mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C9H8O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau lemah. Asam asetil salisilat stabil di udara kering dan pada udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Dilihat dari tingkat kelarutannya yaitu 1) sukar larut dalam air 2) agak sukar larut dalam eter mutlak 3) larut dalam kloroform, dan dalam eter 4) mudah larut dalam etanol. Untuk melakukan baku pembanding asam asetil salisilat yaitu dilakukan pengeringan di atas silika gel P selama 5 jam, sebelum digunakan, dan

(8)

simpan dalam wadah yang tertutup rapat. Susut pengering asam asetil salisilat tidak lebih dari 0,5% dan sisa pemijaran tidak lebih dari 0,05%. 1 ml natrium hidroksida 0,5 N setara dengan 45,04 mg C9H8O4. Struktur dari asam salisilat adalah:

Asam benzoate memiliki rumus senyawa kimia C7H6O2 yang mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C7H6O2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian hablur bentuk jarum atau sisik, putih. Asam benzoate sedikit berbau, biasanya bau benzaldehida atau benzoin. Agak mudah menguap pada suhu hangat dan mudah menguap dalam uap air. Dilihat dari tingkat kelarutannya yaitu 1) sukar larut dalam air 2) mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter. Sisa pemijaran tidak lebih dari 0,05%. Penyimpanan asam benzoate adalah di dalam wadah tertutup. 1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 12,21 mg C7H6O2. Struktur senyawa asam benzoate adalah:

(9)

Untuk menentukan titik lebur suatu zat, zat sebelumnya harus dihaluskan terlebih dahulu agar titik lebur yang akan didapatkan sesuai. Jika aspirin atau asam benzoate tidak digerus terlebih dahulu dapat mengakibatkan penurunan titik lebur yang tidak hanya disebabkan oleh zat pengotor saja, tetapi dapat disebabkan juga oleh besar dan banyaknya kristal. Setelah digerus maka luas permukaan akan bertambah dan lebih mudah untuk menyerap panas. Setelah zat digerus atau dihaluskan, zat dimasukkan ke dalam pipa kapiler dengan cara ditotol-totolkan diatas kertas sampai zat masuk ke dalam pipa kapiler setinggi 1 cm di dalam pipa. Sebelum pipa kapiler digunakan, salah satu ujung pipa kapiler harus dibakar terlebih dahulu menggunakan spirtus sampai salah satu ujungnya tertutup rapat, hal ini dilakukan agar zat yang akan dimasukkan ke dalam pipa tertahan dan tidak tumpah saat pipa dimasukan ke dalam alat melting point apparatus. Melting point apparatus adalah alat yang digunakan untuk menentukan suhu lebur suatu zat. Setelah zat yang akan diamati telah siap di dalam pipa kapiler, melting point apparatus di set 10 ℃ diatas suhu literature. Percobaan yang pertama adalah asetosal atau asam salisilat. Suhu literature asam salisilat adalah 138˚C-140˚C, maka pada melting point apparatus suhu yang di set sebesar 150 ˚C. setelah alat melting point apparatus sudah siap digunakan, pipa kapiler dimasukkan ke dalam alat lalu pipa diamati pada saat suhu zat mulai melebur sampai zat telah melebur seluruhnya. Suhu awal yang diamati adalah 10˚C dibawah suhu literature yaitu sekitar 130˚C. Setelah diamati, maka suhu saat asam salisilat mulai melebur adalah 144˚C dan suhu saat asam salisilat telah melebur seluruhnya adalah 159˚C. Jarak lebur asam salisilat sebesar 15 ˚C. Pada percobaan yang kedua, zat yang diamati adalah asam benzoate. Suhu literature asam benzoate sebesar 121˚-123˚C, sedangkan suhu yang kelompok kami dapatkan sebesar 113˚C-139˚C dengan jarak lebur 26˚C. Setelah itu kami mencoba menghitung titik lebur dari campuran asam benzoat dan asam salisilat, suhu yang kami dapatkan sebesar 122˚C-149 ˚C dengan jarak lebur 27˚C. Selisih antara titik leleh dan titik lebur yang diperoleh berbeda dengan yang terdapat pada literatur. Selisih atau range yang diperoleh cukup jauh sedangkan yang terdapat dalam literature tidaklah jauh. Hal ini dapat

(10)

terjadi karena disebabkan terdapat zat pengotor yang mengganggu asetosal asam benzoate ataupun campuran asetosal dan asam benzoat, kemudian penyimpanan asam asetilsalisilat dan asam benzoate yang cukup lama, karena sam asetilsalisat stabil pada udara yang kering, tetapi mudah sekali terhidrolisis karena udara yang lembap dan waktu penyimpanannya yang cukup lama, sehingga range titik lelehnya lebih lebar dan tidak sama dengan literatur. Selain itu, perbedaan titik leleh antara literatur dengan yang diperoleh saat praktikum terjadi karena pengisian kapiler yang berlebih, dimana menurut literature pengisian pipa kapiler adalah 0,5 cm tetapi kapiler terisi lebih dari yang seharusnya, jadi terdapat perbedaan titik lebur yang jauh antara literature dan yang diperoleh saat praktikum. Yang terakhir adalah perbedaan bentuk asam benzoate dan asetosal. Asetosal atau asam asetil salisilat berbentuk kristal dan asam benzoate berbentuk jarum atau sisik, besarnya kristal dan jarum tersebut mempengaruhi cepat lambat berlangsungnya titik lebur. Ketidaksesuaian hasil yang didapatkan juga dapat disebabkan karena ketidaktelitian pada saat mengamati suhu pada alat melting point apparatus sehingga dapat menyebabkan range antara titik lebur dan titik leleh menjadi lebih besar.

Titik leleh yang kami dapat berbeda dengan titik lebur literatur 138˚C-140˚C. karena terdapat zat pengotor yang mengganggu struktur kisi asam asetil salisilat, kemudian dari penyimpanan zatnya yang kemungkinan telah terhidrolisis akibat lamanya waktu penyimpanan sehingga trayek titik leleh menjadi besar dan tidak sama dengan literatur. Selain itu, perbedaan titik leleh dimulai dari pengisian kapiler yang lebih dari 0,5 cm karena menurut literature pengisian pipa kapiler yaitu 0,5 cm dan apabila lebih atau kurang akan menyebabkan perbedaan titik leleh.

VIII. Kesimpulan

1. Didapat hasil titik lebur dari asam benzoate, asetosal, dan campuran (asam benzoate+asetosal) sebesar 113oC, 144o C, dan 122oC

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Alfred, Martin. 1990. Dasar – Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetika. Jakarta : UI Press

Dirgen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI Dirgen POM. 1995. Farmakope Indonesia Eisi IV. Jakarta : Depkes RI Giancoli, Doughlai. C. 2001. Buku Fisika Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Hendrickson, JB.1988. Kimia Organik Edisi IV. Bandung: ITB.

Oxtoby, David W. 2001. Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta : Erlangga Pudyaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta : Balai Pustaka

Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta : Bineka Cipta.

Sutrisno. 2003. Penetapan Titik Lebur. Available at http://chem-is-try.org [Diakses tanggal 8 November 2005]

Sri, Fitria. 2015. Pengertian Titik Lebur. Available at http://sridianti.com/pengertian-titik-lebur.html [Diakses tanggal 20 November 2015]

Syarif. 2012. Titik Lebur. Available at http://syarive.mywap.ac.id/ [Diakses tanggal 8 November 2015]

Winarto, Dwi. 2013. Cara Menentukan Titik Leleh. Available at http://ilmukimia.org [Diakses tanggal 8 November 2015]

Young, Hugh. D. 2002. Fisika Universitas. Jakarta : Erlangga

Yudith. 2005. Titik Leleh. Tersedia online di http://www.tech.group.ac.id/grup-kimia-indonesia/3235/ [diakses pada tanggal 08 November 2015].

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam percobaan penentuan ordo yang dilakukan ada data yang tidak sesuai dengan literatur, hal ini dapat terjadi karena kemungkinan NaNO3 yang ditambahkan tidak

Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar.. Pada

Perbedaan dari jenis titrasi di atas terletak pada titik akhir titrasi, dimana Jika titrasi dilakukan dengan asam maupun basa kuat yang juga merupakan elektrolit kuat maka