• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI MIKROORGANISME LOKAL (MoL) KEONG MAS TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SALEDRI DENGAN SISTEM VERTIKULUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI MIKROORGANISME LOKAL (MoL) KEONG MAS TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SALEDRI DENGAN SISTEM VERTIKULUR"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

150

APLIKASI MIKROORGANISME LOKAL (MoL) KEONG MAS

TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SALEDRI

DENGAN SISTEM VERTIKULUR

APPLICATION OF LOCAL MICROORGANISM OF MASKS FOR GROWTH OF PLANTS BY THE VERTICULUR SYSTEM

Vandalisna1) dan Budi Putra2)

1) Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa 2) Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku

Email: sugeng.lisna@yahoo.com

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian mikroorganisme lokal keong mas terhadap pertumbuhan tanaman saledri dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 (empat) perlakuan yaitu P0 : kontrol (tanpa perlakuan) P1 : 50 cc mikroorganisme lokal per liter air, P2: 75 cc mikroorganisme lokal per liter air, dan P3: 100 cc mikroorganisme lokal per liter air. Setiap perlakuan masing-masing diulang sebanyak 3 kali. Aplikasi penyemprotan sebanyak empat kali yaitu setiap 5 hst, 10 hst, 15 hst, dan 20 hst. Jumlah populasi setiap perlakuan ditanami 12 tanaman seledri dengan jarak 10 cm, sehingga jumlah populasi tanaman srbanayak 48 tanaman.. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian dosis 100 cc mikroorganisme lokal per liter air memberikan pengeruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman 21 hst (24,77 cm), jumlah daun 8,66 helai.

Kata Kunci : Mikroorganisme lokal, Pertumbuhan, Tanaman Saledri.

ABSTRACT

This study aims to find out the influence of granting local conch mas microorganisms on plant colonisation saledri using Random Design methods Group (RAK) consisting of four (4) treatment i.e. P0: control (no treatment) P1: 50 cc local microorganisms per liter of water, P2: cc 75 local microorganisms per liter of water, and P3:100 cc local microorganisms per liter of water. Each treatment each repeated 3times. Application of spraying four times every 5, 10 pm hst hst hst, 15, and 20 hst. Number of population of each treatment were planted with 12 crops of celery with a distance of 10 cm, so that the number of plant population srbanayak 48 plant.. The parameters observed were higher plants, number of leaves. Results of the study showed that giving doses of 100 cc local microorganisms per liter of water gives a better pengeruh against high plant 21 hst (24.77 cm), number of leaf blades of 8.66.

Keywords: Microorganisms, growth, Plant Saledri.

PENDAHULUAN

Kecenderungan ketergantungan petani pada penggunaan pupuk dan pestisida anorganik sejak diterapkannya revolusi

hijau menimbulkan dampak negatif yang berkaitan dengan degradasi lingkungan. Subsidi harga dari pemerintah dan pengaruh pupuk dan

▸ Baca selengkapnya: struktur cerita keong mas

(2)

151 pestisida anorganik terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman ikut mendorong preferensi petani terhadap pupuk anorganik sehingga penggunaan bahan organik sebagai komponen pembentuk kesuburan tanah semakin ditinggalkan.

Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus akan menyebabkan kemampuan tanah mendukung ketersediaan hara dan kehidupan mikroorganisme dalam tanah menurun. Oleh karena itu jika tidak segera diatasi maka dalam jangka waktu tidak terlalu lama, lahan-lahan tersebut tidak mampu lagi berproduksi secara optimal dan berkelanjutan (I Wayan dan Ni Wayan, 2013) serta kesehatan manusia semakin terancam.

Pertanian organik merupakan “hukum pengembalian (low of farming)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik kedalam tanah, baik dalam bentuk limbah pertanian maupun ternak yang selanjutnya bertujuan untuk makanan pada tanaman (Sutanto R, 2002).

Teknologi sistem pertanian organik adalah sebagai bagian dari sistem pertanian berkelanjutan yang merupakan salah satu jawaban atas terjadinya degradasi lahan serta kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia. Ketergantungan petani terhadap komponen revolusi hijau dan lunturnya kearifan-kearifan lokal pada diri petani adalah sangat penting untuk mendapatkan perhatian yang serius dalam mengatasi adanya permasalahan tersebut. Menurut Prasetyo (2007), di Indonesia sistem pertanian organik masih merupakan gerakan yang sangat terbatas, yang belum mendapat dukungan sepenuhnya dari pihak pemerintah, peneliti maupun petani sehingga diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengkombinasikan teknologi sistem

pertanian organik kepada masyarakat petani. Selanjutnya dijelaskan oleh Kriswanto (2006) bahwa banyak system pertanian organik yang telah dihasilkan, tetapi cara untuk mengkomunikasikan kepadapetani sangat susah karena memerlukan metode-metode khusus untuk mencapai hal tersebut. Hal ini karena kecendrungan masyarakat yang sangat tergantung pada penggunaan pupuk buatan masih sangat sulit untuk ditinggalkan.

Pembangunan pertanian secara alami yang ramah lingkungan saat ini banyak dilakukan untuk menghasilkan bahan makanan yang aman, serta bebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun.

Keong mas atau siput murbei (Pomacea canaliculata) merupakan salah satu organisme yang berpotensi untuk dijadikan bahan pupuk organik. Selama ini keong mas dikenal sebagai hama yang sangat meresahkan masyarakat. Populasi yang tinggi dengan kemampuan mereka bertelur mencapai 1000-1200 butir dalam sebulan (Anonim 2001), menunjukkan bahwa organisme ini cukup tersedia untuk dijadikan bahan organik. Selain itu kandungan protein yang mencapai 16-50% juga menunjukkan bahwa keong mas layak dijadikan pupuk organik. Dengan demikian potensi negatifnya dapat dialihfungsikan menjadi pupuk organik yang bermanfaat bagi tanaman. Berbagai jenis bahan organik dapat disinergikan kedalam suatu formulasi pupuk organik berupa Mikroorganisme Lokal keong mas yang cukup berpotensi untuk memperbaiki kondisi tanah yang mulai mengalami degradasi sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman, khususnya tanaman seledri.

Saledri adalah tumbuhan herbal berasal dari daerah sub tropis Eropa dan Asia, yang dapat tunbuh didataran tinggi pada ketinggian diatas 900 m dari permukaan

(3)

152

laut. Di daerah Indonesia seledri dapat dibudidayakan disegala tempat baik didataran rendah maupun dataran tinggi, dan berkembang dengan baik ditempat yang lembab dan subur. Tanaman ini dapat dibudidayakan dengan biji atau dengan memindahkan anak rumpunnya kedalam pot. Seledri digolongkan sebagai tumbuhan sayur-mayur. Daun-daunnya digunakan sebagai penambah aroma/rasa pada masakan. Seledri juga bisa dijadikan sebagai sayuran atau sebagai salad. Ditinjau dari aspek ekonomi dan bisnis, seledri layak diusahakan atau dikembangkan untuk memenuhi permintaan konsumen serta adanya peluang pasar. Seledri merupakan jenis sayuran yang digemari masyarakat Indonesia, konsumennya dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan masyarakat kelas atas.

Untuk mendapatkan produksi yang berkualitas, sehat pada tanaman seledri salah satu alternatife yang ditempuh yaitu dengan menggunakan moll keong mas pada tanaman saledri. Dengan penggunaan MOL keong mas akan menambah variasi penggunaan pupuk sehingga akan memberikan beberapa pilihan kepada petani, walaupun penggunaan MOL keong mas memberikan tantangan tersendiri terhadap petani.

METODE PELAKSANAAN Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Jl. Malino Km. 3 Kabupaten Gowa pada bulan Agustus sampai Desember 2017.

Alat dan bahan yang digunakan adalah talang paralon, kayu balok, paku, gergaji, ember, meteran, alat tulis menulis, selang, benih seledri, keong mas, gula jawa, dan air kelapa.

Penelitian dirancang dengan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan 4 macam perlakuan yaitu: P0: Kontrol (tanpa perlakuan), P1: 50 cc mikroorganisme lokal per liter air, P2: 75 cc mikroorganisme lokal per liter air, dan P3: 100 cc mikroorganisme lokal per liter air. Setiap perlakuan masing-masing diulang sebanyak 3 kali.

Pelaksanaan

1. Pembuatan mikroorganisme local keong mas

- Keong mas ditumbuk sampai halus. - tambahkan gula jawa hingga

tercampur merata.

- masukkan ke dalam ember,

- Campurkan dengan air kelapa dan - aduk sampai merata,

- Kemudian tutup ember, beri lubang udara dengan cara memasukkan selang plastik yang dihubungkan dengan botol yang telah berisi air. - Larutan ini dibiarkan selama kurang

lebih 1-2 minggu. 2. Metode pelaksanaan a. Pembuatan vertikultur.

Balok dipotong dengan ukuran tinggi : 120 cm, lebar : 100 cm, sebanyak 2 balok, talang paralon dengan ukuran panjang 100 cm sebanyak 4 buah kemudian dibentuk seperti tangga b. Penyemaian benih

Untuk persemaian dibuat bedengan dengan bak persemaian. Media untuk persemaian adalah top soil, kompos dan pasir. Benih ditaburkan pada media persemaian tersebut sampai berumur 40 hari.

c. Penanaman

Benih yang telah disemaikan dan berumur 40 hari dipindah tanamkan ke wadah vertikultur. Setiap perlakuan ditanami 12 tanaman seledri dengan jarak 10 cm, sehingga

(4)

153 jumlah populasi tanaman sebanyak 48

tanaman. d. Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman pada pagi hari, penggemburan sekaligus pengendalian gulma yang dilakukan setiap minggu. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terdapat tanda-tanda serangan.

e. Aplikasi mikroorganisme lokal Aplikasikan mikroorganisme lokal pada tanaman saledri, dilakukan penyemprotan setiap 5 hst, 10 hst, 15 hst, dan 20 hst, sehingga terdapat 4 kali aplikasi, dengan dosis setiap aplikasi P1: 50 cc mikroorganisme lokal per liter air, P2: 75 cc mikroorganisme lokal per liter air, dan P3: 100 cc mikroorganisme lokal per liter air.

f. Pengamatan

Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman seledri Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun

(helai). Waktu pengamatan dilakukan 7, 14 dan 21 hari setelah tanam.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman

Hasl uji BNT (0,05) pada Tabel 1, bahwa umur 7 hst, 14 hst dan 21 hst dari semua aplikasi mikroorganisme lokal keong mas pada tanaman seledri memperlihatkan pengaruh tidak nyata pada umrur 7 hst, pada perlakuan P0, P1, dan P2 tetapi berbeda pada perlakuan P3 dan umur 14 hst berbeda pada perlakuak P1 dan P2, tetapi pada 21 hst memperlihatkan berbeda nyata pada setiap perlakuan Hasil pengukuran tinggi tanaman seledri sebanyak tiga kali yaitu umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam. Hasil pengukuran tinggi tanaman pada umur 7 HST, menunjukkan bahwa penggunaan MoL keong mas pada tanaman seledri memperlihatkan berbeda pada perlakuan P2, dan P3, dan perlakuan PO menghasilkan tinggi tanaman terendah dari perlakuan lainnya dan tertinggi pada perlakuan P3.

Tabel 1. Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman Saledri Umur 7, 14 dan 21 hst. Tinggi Tanaman (cm) pada umur (HST)

Perlakuan 7 14 21 PO 16,44 18,88 21,10a P1 16,88 19,33a 22,22b P2 17,44a 21,33b 23,33b P3 18,55b 21,77 24,77c Bnt 0,05 0,94 1,05 1,12

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 0,05

(5)

154

Gambar 1. Rata-rata Tinggi Tanaman Gambar 1 memperlihatkan pertumbuhan

tinggi tanaman berbeda pada setiap perlakuan. Aplikasi mikroorgamisme lokal P3 (100 cc per liter air, merupakan perlakuan terbaik mulai dari tanaman berumur 7hst sampai dengan umur 21 hst dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu PO, P1, P2. Perlakuan P0 menghasilkan tinggi tanaman terendah dari perlakuan lainnya. Dengan menggunakan mikroorganisma lokal 75 cc per liter air (P2), dan perlakuan 50 cc per liter air (P1) tidak berbeda nyata dengan tanpa perlakuan (PO), tetapi pada umur tanaman 21 hst pertumbuhan tinggi tanaman terlihat perbedaan nyata pada semua perlakuan. Jumlah Daun

Hasl uji BNT (0,05) pada Tabel 2, menunjukkan bahwa pada umur 7 hst, 14 hst semua aplikasi mikroorganisme lokal keong mas pada tanaman seledri memperlihatkan pengaruh tidak nyata, pengaruh nyata pada umur 21 hst pada perlakuan P1, P2 dan P3.. Hasil perhitungan jumlah daun seledri pada umur 7 HST, dan 14 hst menunjukkan bahwa penggunaan MoL keong mas pada tanaman seledri memperlihatkan pengaruh tidak berbeda dengan perlakuan lainnya (P0, P1, P2 dan P3) tetapi berbeda pada 21 hst pada setiap perlakuan Perlakuan PO menghasilkan jumlah daun lebih sedikit dan P3 menghasilkan jumlah daun terbanyak dari perlakuan lainnya.

Tabel 2. Rata-rata Perkembangan Jumlah Daun Saledri Umur 7, 14 dan 21 hst. Jumlah Daun (helai) pada umur (HST)

Perlakuan 7 14 21 PO 3,22 5,40 7,63 P1 3,44 5,33 7,66a P2 3,66` 5,66 8,22b P3 3,68 5,88 8,66c Bnt 0,05 tn tn 0,41

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 0,05

0 5 10 15 20 25 30 7 Hst 14 Hst 21 Hst P0 P1 P2 P3

(6)

155 Gambar 2. Rata-rata Jumlah Daun

Gambar 2 memperlihatkan jumlah daun tidak berbeda pada setiap perlakuan pada umur 7 dan 14 hst, tetapi berbeda pada umur 21 hst. Aplikasi mikroorgamisme lokal P3 (100 cc per liter air, merupakan perlakuan terbaik mulai dari tanaman berumur 7hst sampai dengan umur 21 hst dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu P1, P2 dan P3. Perlakuan P0 menghasilkan jumlah daun terendah dari perlakuan lainnya. Dengan menggunakan mikroorganisma lokal 75 cc pe rliter air (P2), dan perlakuan 50 cc per liter air (P1) tidak berbeda nyata dengan tanpa perlakuan (PO), tetapi pada umur tanaman 21 hst pertumbuhan tinggi tanaman terlihat perbedaan nyata pada semua perlakuan.

Pembahasan

Adanya perlakuan dosis pemupukan dengan pupuk MoL keong mas yang berbeda-beda menyebabkan perbedaan pengaruh terrhadap pertumbuhan tanaman seledri yang diamati. Tanaman seledri merupakan tanaman umur pendek sehingga dengan pemberian pupuk MoL keong mas ini terdapat salah satu perlakuan yang memberikan respon yang terbaik terhadap tanaman seledri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan aplikasi pupuk MoL keong mas memberi respon yang baik terhadap parameter pertumbuhan tanaman seledri

yang diamati meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun.

Hasil uji analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan dosis 100 cc MoL/air memberikan pengaruh hasil tinggi tanaman dan jumlah daun berbeda nyata dibanding dengan perlakuan dengan dosis 75 cc MoL/liter air, dosis 50 cc MoL/liter air dan tanpa perlakuan mulai pada umur 7, 14 sampai 21 hari setelah tanam. Hal tersebut diatas didukung oleh pendapat Nazaruddin (2000) bahwa kandungan hara yang sedikit atau kurang dalam tanah dapat diperbaiki melalui pemupukan berupa pemberian pupuk organik cair. Lebih lanjut sutanto (2002) mengemukakan bahwa untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimum maka hara dalam tanah harus tersedia bagi tanaman bentuk larutan dalam tanah, dalam jumlah yang cukup dan berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman dalam bentuk dapat diserap oleh sistem perakaran.

Adanya pemberian pupuk organik cair (Ibrahim, 2002) maka tanah akan mendapat suplay berupa unsur-unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik cair terutama N dan basa-basa seperti K, Ca dan Mg serta unsur mikro yang dapat menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman yang lebih baik. Selanjutnya Buckman (1969) menyatakan bahwa

0 2 4 6 8 10 7 HST 14 HST 21 HST P0 P1 P2 P3

(7)

156

untuk mempertahankan dan memperbaiki kesuburan tanah perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk organik cair untuk menambah unsur hara, mempertahankan struktur tanah dan meningkatkan kegiatan biologis tanah. Lingga (2002), menyatakan bahwa pemberian pupuk dapat meningkatkan hasil tanaman, namun demikian tidaklah berarti bahwa semakin banyak pupuk yang diberikan akan semakin besar pula hasil yang di peroleh. Karena bila pemberian tidak mencapai titik maksimum, maka pertambahan pupuk berikutnya tidak diikuti kenaikan hasil. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman selain dipengaruhi oleh sifat genetis tanaman juga ditentukan oleh lingkungan tanaman tersebut tumbuh diantaranya sesuai hara tersedia dalam tanah. Respon tanaman terhadap perlakuan yang diberikan tidak selamanya berkorelasi positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan antara satu dengan organ lainnya.

KESIMPULAN

1. Aplikasi mikroorganisme lokal keong mas memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun. 2. Aplikasi terbaik pada perlakuan P3

(100cc mikroorganisme lokal per liter air) terhadap pertumbuhan dan jumlah daun membeerikan pengaruh berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya dengan rata-rata tinggi tanamanyaitu 24,77 cm, julah daun rata-rata 8,66 helai.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2001. Opsi-opsi Pengendalian Siput Murbei, {Diakses 31 Desember 2007 situs http://www.aplesnail.net}.

Buckman. H. O and N.C. Brady, 1969. Ilmu Tanah (diterjemahkan Soegiman,1982) Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Ibrahim. B, 2002. Integrasi Jenis Tanaman Leguminosa Dalam system Budidaya Lahan Kering Dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Tanah, Erosi Dan Produktifitas lahan. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. I Wayan dan NI Wayan, 2013. Analisis Kuliatas Larutan MOL (Mikroorganisme lokal) Berbasis Daun Gamal (Gliricidia sepium). Denpasar : Universitas Udayana.

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN : 2301-6515 Vol 2 No 2, 2013, E-ISSN. 2338-1787

Kriswanto (2006). Mewaspadai Revolusi Hijau II. Diakses 6 Maret 2008

Pada Situs

http://nasih.staff.ugm.ac.id.

Lingga P, 2002. Petunjuk Penggunaan. Edisi revisi. Penebar swadaya. Jakarta

Nazaruddin,2000. Budidaya Pengaturan dan Panen Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Prasetyo, 2007. Pertanian Organik Merupakan Gerakan Bawah Tanah Petani Indonesia Melawan Revolusi Hijau. (Diakses 6 Maret 2008. Pada Situs http://www.sinarharapan.co.id/beri ta/0310/27/ipt02.html.)

Sutanto R, 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman Saledri Umur 7, 14 dan 21 hst.
Tabel 2. Rata-rata Perkembangan Jumlah Daun Saledri Umur 7, 14 dan 21 hst.
Gambar  2  memperlihatkan  jumlah  daun  tidak berbeda pada setiap perlakuan pada  umur  7  dan  14  hst,  tetapi  berbeda  pada  umur  21  hst

Referensi

Dokumen terkait

Dengan asumsi kebocoran yang diperbolehkan untuk Kota Sedang sebesar 15%, dan kebutuhan ideal adalah 100 liter/orang/hari, maka kebutuhan air bersih untuk kota Sampang disajikan

Ini berkemungkinan pengendali makanan kurang mendapat pendedahan berkaitan kepentingan amalan kebersihan diri dan kesannya terhadap penyakit bawaan makanan atau keselamatan

Namun jika dianalisis lebih jauh, makna sesuci bukan hanya tentang membersihkan Jiwa dan raga tetapi dalam tradisi sesuci juga terdapat kerinduan pelaku spiritual

Hasil kajian menunjukkan rata-rata responden bersetuju bahawa status logo halal adalah perlu bagi membuktikan sesuatu produk itu halal dan tahap persepsi halal dalam kalangan

karena hanya berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan penelitian dengan judul “ Pengukuran Kinerja Lembaga Pengelola Zakat Dengan Metode

Berdasarkan sub variabel budaya didapatkan hasil bahwa responden dengan budaya yang tidak mendukung kearah kesehatan memiliki resiko 1, 39 kali lebih besar untuk

Interaksi sosial terjadi karena faktor kebutuhan yang timbul dari dalam diri manusia mencakup kebutuhan dasar, kebutuhan sosial dan kebutuhan integratif, serta naluri untuk

Pemerintah harus lebih memperhatikan lagi setiap kekuatan yang dimiliki oleh daerah, memanfaatkan setiap potensi yang dimiliki oleh daerah untuk meningkatkan kualitas