• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pemahaman Masyarakat Sekitar Hutan Mengenai Perubahan Iklim Perubahan iklim dirasakan oleh setiap responden, meskipun sebagian besar responden belum mengerti istilah perubahan iklim itu. Tingkat pendidikan masyarakat yang sebagian besar tamat Sekolah Dasar (SD) dan lokasi desa yang terpencil menyebabkan istilah perubahan iklim belum dimengerti oleh masyarakat. Masyarakat mengerti bahwa musim sudah berubah, mereka kesulitan dalam memprediksi masa tanam dan suhu udara yang bertambah panas. Kondisi tersebut sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan dan pertanian masyarakat.

Perubahan iklim yang terjadi telah mengakibatkan kerugian yang cukup signifikan terhadap sebagian besar masyarakat petani di desa penelitian. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan Soebijoto (2009), bahwa perubahan iklim telah merugikan sebagian besar masyarakat petani di Indonesia. Banyak petani kesulitan menentukan musim tanam karena prediksi mereka terhadap musim hujan sering meleset. Petani terkadang tidak menyangka jika musim hujan berlangsung singkat. Bagi para petani rentang musim hujan mempengaruhi pertimbangan memilih jenis tanaman yang akan ditanam. Perubahan rentang waktu musim hujan dan curah hujan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan yang menjadi hama tanaman.

5.1.1 Penilaian responden terhadap curah hujan

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Desa Nenas dan Desa Bena menunjukkan bahwa terjadi peningkatan curah hujan rata-rata bulanan yang paling tinggi pada tahun 2010. Pada tahun 2010 terjadi musim yang ekstrim, yakni musim hujan berlangsung selama 10 bulan dengan intensitas hujan tinggi dimulai pada bulan Oktober sampai dengan April. Pada tahun 2010 musim kemarau hanya terjadi 2 bulan dan masih terdapat curah hujan dengan intensitas rendah. Berbeda dengan tahun 1990 sampai dengan tahun 2009 curah hujan terjadi selama 7 bulan. Sementara musim kemarau pada rentang tahun 1990-2009 hanya terjadi 5 bulan,

(2)

yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan September. Musim kemarau yang terjadi pada bulan Mei masih terdapat curah hujan rendah, namun pada bulan selanjutnya tidak terdapat hujan. Sedangkan sebelum tahun 1990 curah hujan terjadi selama 6 bulan.

Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan musim (hujan dan kemarau) sehingga mengakibatkan kalender musim menjadi berubah. Hal ini berdampak pada jadwal musim (musim tanam) masyarakat menjadi tidak menentu. Kalender musim sebelum dan sesudah tahun 2010 disajikan lengkap pada Tabel 5.

Tabel 5 Kalender musim sebelum tahun 1990, rentang tahun 1990 sampai 2009 serta pada tahun 2010

Tahun Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 2010 xxx xxx xx xxx xx x x xx xx xxx xxx xxx

’90-‘09 xxx xxx xx xx x xx xxx xxx

< ’90 xxx xxx xx x xx xxx xxx

Keterangan :

x : intensitas hujan rendah xx : intensitas hujan sedang xxx : intensitas hujan tinggi

Hasil dari kalender musim masyarakat tidak berbeda dengan data curah hujan per bulan dan per tahun dari stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Lasiana Kupang, yang menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan musim dengan curah hujan yang berbeda (lihat pada Gambar 4 dan Gambar 5). Rata-rata curah hujan Desa Nenas pada periode 2000-2005 musim kemarau mulai datang pada Juni, sedangkan periode 2006-2010 musim kemarau mulai bulan Juli (lihat Gambar 4). Pada periode tahun 2000-2005 musim kemarau terjadi selama 5, sedangkan periode 2006-2010 hanya terjadi selama 4 bulan. Sedangkan musim hujan yang ekstrim terjadi pada tahun 2010 dengan intensitas hujan tinggi yang terjadi di Desa Nenas dan Desa Bena. Pada tahun 2010 musim hujan dengan intensitas curah hujan yang tinggi terjadi pada bulan Januari-Mei dan bulan Oktober-Desember. Data hujan bulanan Desa Nenas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

Musim hujan Musim kemarau

(3)

Gambar 4 Grafik rata-rata curah hujan Desa Nenas periode 2000-2010.

Perubahan musim yang tidak menentu juga dirasakan di Desa Bena. Grafik rata-rata curah hujan bulanan periode tahun 2000-2005 di Panite menunjukkan bahwa musim kemarau terjadi selama 5 bulan, sedangkan periode 2006-2010 terjadi selama 6 bulan. Sedangkan musim hujan pada periode tahun 2006-2010 terjadi pada bulan Desember sampai Mei (lihat Gambar 5). Hal ini dapat dilihat pada data curah hujan bulanan tahun 2010 yang menunjukkan bahwa terdapat curah hujan cukup tinggi sehingga terjadi musim hujan yang cukup lama yakni selama 9 bulan (lihat lampiran 4). Perubahan musim hujan dan kemarau yang tidak menentu tersebut sangat menyulitkan petani yang mengandalkan tanaman musiman. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau tahun 2008 dan 2009 yang masing-masing terjadi selama 7 dan 8 bulan. Sedangkan musim kemarau pada tahun 2010 terjadi hanya 3 bulan, hal ini menunjukkan bahwa musim yang ada di Desa Bena sudah tidak menentu. Musim hujan maupun kemarau yang tidak stabil dapat menyebabkan tanaman musiman mudah terserang hama atau hasil tidak maksimal.

(4)

Gambar 5 Grafik rata-rata curah hujan Desa Bena periode 2000-2010. 5.1.2 Penentuan datangnya musim hujan dan kemarau

Para petani di desa penelitian sudah tidak lagi menggunakan kalender musim dalam menentukan jadwal menanam. Mereka mulai menanam dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Masyarakat Desa Nenas atau desa bagian hulu memiliki suatu kearifan lokal yang unik untuk menentukan musim tanam yakni dengan mengamati tanda-tanda alam. Tanda alam tersebut seperti suara ayam hutan yang berkokok pada sore hari, pohon mangga yang mulai berbunga atau berbuah dan suara burung hujan (koloulan) yang digunakan masyarakat untuk mengetahui musim hujan datang.

Tanda alam yang digunakan masyarakat Desa Bena atau desa bagian hilir dalam menentukan musim hujan adalah dengan mempertimbangkan suara air laut. Apabila suara air laut terdengar keras, maka hujan akan segera turun. Selain itu, beberapa masyarakat ada yang melakukan perhitungan bulan atau rasi bintang untuk menentukan waktu musim tanam.

5.2 Dampak Perubahan Musim Ekstrim

Perubahan musim yang ekstrim akan mempengaruhi ketersedian air untuk kebutuhan hidup masyarakat dan pertanian. Ketersediaan air merupakan variabel utama yang mempengaruhi petani untuk memutuskan jadwal tanam, jadwal panen

(5)

serta kegiatan lain dalam mengelola tanaman. Adanya keterbatasan air menjadikan petani sangat tergantung pada curah hujan dalam menentukan jadwal menanam (Ardia 2005). Kondisi perubahan musim yang tidak menentu tersebut berdampak pada masyarakat petani sangat bergantung pada kondisi alam sekitarnya. Dampak tersebut berpengaruh terhadap masyarakat Desa Nenas dan Desa Bena yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Sebanyak 80 % masyarakat Desa Nenas mata pencahariannya merupakan petani, baik lahan kering maupun lahan basah. Sedangkan untuk mata pencaharian lain seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 3,59 %, pengusaha kecil 1,57 %, TNI atau POLRI sebanyak 2,02 % serta lain-lain sebanyak 12,78 %.

Gambar 6 Mata pencaharian masyarakat Desa Nenas (2010) (data diolah).

Sedangkan di Desa Bena sebanyak 61,67 % masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Adapun sumber mata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) mencapai 8,74 %, nelayan mencapai 7,82 %, pengusaha kecil 6 persen dan lain-lain sebanyak 14,83 %.

(6)

Gambar 7 Mata pencaharian masyarakat Desa Bena (2010) (data diolah). 5.2.1 Dampak dari curah hujan yang tinggi

Dampak perubahan musim yang tidak menentu dan curah hujan tinggi memberikan dampak terhadap sektor pertanian dan lingkungan. Selain itu keadaan topografi yang berbukit dan cukup curam merupakan salah satu daerah yang rawan terhadap dampak curah hujan yang tinggi. Hal ini akan menjadi rawan bencana apabila kondisi tutupan lahannya yang sudah banyak terbuka atau beralih fungsi lahannya. Kondisi ini dialami oleh masyarakat Desa Nenas yang berada di hulu sungai Noelmina, yang memiliki topografi cukup curam. Lokasi ladang masyarakat Desa Nenas yang berada dibukit-bukit dengan lahan yang cukup terbuka menjadi rawan ketika curah hujan yang tinggi datang. Sektor yang paling rentan terhadap dampak curah hujan yang tinggi adalah pertanian masyarakat seperti gagal tanam jagung, ladang-ladang masyarakat mengalami longsor dan area sawah yang terkikis karena banjir.

Curah hujan yang tinggi pada akhir tahun 2009 dan tahun 2010 menyebabkan sungai (nono) Kofi meluap sehingga beberapa sawah masyarakat terkena banjir. Akibatnya banyak tanaman padi yang rusak sehingga hasil produksi menurun. Dampak lain yang dirasakan akibat curah hujan yang tinggi berupa longsor, petani gagal tanam jagung, dan ladang masyarakat mengalami erosi. Selain itu curah hujan yang tinggi pada tahun 2010 juga memaksa petani hanya mengandalkan hasil tanaman sayuran seperti wortel, daun bawang, ubi kayu, buncis, kacang merah dan ubi jalar.

(7)

Curah hujan yang tinggi juga berpengaruh terhadap stok madu yang dihasilkan petani madu. Apabila musim hujan cukup tinggi mereka tidak memanen hasil madu di hutan karena banyak air yang tercampur dalam madu sehingga menurunkan kualitas madu. Petani madu Desa Nenas memiliki jadwal untuk memanen madu yakni pada bulan April, Mei dan Juni yang merupakan bulan-bulan kering. Madu merupakan mata pencaharian sampingan bagi masyarakat untuk menambah pengasilan mereka. Harga madu yang mencapai Rp 100.000,- sampai Rp 200.000,- per botol ukuran 1 liter menjadi alasan masyarakat untuk mencari madu.

Hal yang sama juga di alami oleh masyarakat petani Desa Bena yang merupaka desa bagian hilir Das Noelmina. Pada tahun 2010 sampai awal tahun 2011 mereka gagal menanam jagung dan hasil panen padi menurun karena curah hujan yang tinggi. Selain itu, Desa Bena juga mengalami dampak banjir yang menyababkan sebagian Dusun Tiga tergenang air. Kondisi topografi yang datar dan berada di hilir sungai mengakibatkan rawan terhadap banjir apabila curah hujan yang tinggi terjadi di wilayah ini. Kondisi lain yang dapat menyebabkan banjir melanda Desa Bena adalah perubahan kondisi DAS oleh masyarakat seperti pengelolaan agroekosistem lahan yang minim upaya konservasi, sistem ternak lepas dengan minim pengawasan, dan kebiasaan membakar pada periode tertentu.

Banjir yang melanda Dusun Tiga mengakibatkan beberapa rumah-rumah masyarakat, kandang ternak dan pekarangan tergenang oleh air. Selain itu, menurut keterangan responden banjir yang terjadi pada April 2011 mengakibatnya puluhan hektar sawah masyarakat Desa Bena terendam oleh air. Area persawahan padi masyarakat yang sudah menguning rusak atau ambruk karena dihantam banjir tersebut. Kondisi ini mengakibatkan hasil produksi tanaman berkurang sampai 40% per hektar.

5.2.2 Dampak dari musim kemarau ekstrim

Pada saat musim kemarau masyarakat Desa Nenas tidak begitu kesulitan untuk mendapatkan air untuk kebutuhan rumah tangga dikarenakan Desa Nenas (daerah hulu) dikelilingi Cagar Alam Gunung Mutis. Keberadaan Cagar Alam ini sangat membantu dalam menjaga sumber mata air saat musim kemarau. Dampak musim kemarau ekstrim hanya dirasakan dalam pemeliharaan tanaman pertanian.

(8)

Menurut responden, mereka harus mengambil air dari sumber mata air dekat gunung untuk keperluan pertanian. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Suryatmojo (2006), yang menjelaskan bahwa peran hutan terhadap pengendalian air salah satunya yakni dalam pengendalian aliran (hasil air). Sampai saat ini masih dipercayai bahwa hutan yang baik mampu mengendalikan daur air artinya hutan yang baik dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya di musim kemarau. Kepercayaan ini didasarkan atas masih melekatnya dihati masyarakat bukti-bukti bahwa banyak sumber-sumber air dari kawasan hutan yang baik tetap mengalir pada musim kemarau.

Hal ini berbeda dengan Desa Bena yang kondisi hutannya berupa hutan lahan kering yang di dominasi oleh semak belukar dan pohon duri. Apabila musim kemarau terjadi dalam kurun waktu 6 sampai 7 bulan dapat menyebabkan sumber mata air kering, kekurangan air untuk pertanian dan kebutuhan rumah tangga, serta rumput-rumput dan semak mengering. Akibatnya memberikan dampak terhadap berkurangnya pakan ternak masyarakat dan rawan terjadi kebakaran. Beberapa masyarakat di Desa Bena harus jalan berkilometer untuk mendapatkan air. Masyarakat biasanya mengambil air di sumber mata air menggunakan gerobak roda dua yang diisi dengan jerigen ukuran 5 liter. Satu gerobak yang digunakan dapat memuat antara 20-28 jerigen.

Gambar 8 Masyarakat Desa Bena yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air bersih pada musim kemarau.

(9)

5.2.3 Klasifikasi Dampak Langsung dan Turunan

Tanda-tanda perubahan iklim terjadi secara perlahan dan terjadi secara ekstrim serta menimbulkan dampak yang signifikan. Dampak yang ditimbulkan diklasifikasikan ke dalam dampak langsung dan dampak turunan. Dampak langsung dimaksudkan sebagai dampak yang langsung terjadi terhadap lingkungan dan dapat dilihat serta dirasakan. Sedangkan dampak turunan dimaksudkan sebagai akibat dari dampak terhadap lingkungan yang terjadi beberapa waktu kemudian dan dapat dirasakan langsung. Jenis klasifikasi dampak tersebut akan membedakan bagaimana strategi adaptasi yang digunakan (Yayasan Pelangi Indonesia 2009). Berikut tabel klasifkasi dampak perubahan musim yang terjadi di lokasi penelitian.

Tabel 6 Klasifikasi dampak langsung dan dampak turunan di Desa Nenas (hulu)

Fenomena Dampak

Langsung Turunan

Perubahan musim yang tidak menentu

a. Banjir

1. Sawah sekitar sungai rusak/terkikis banjir 2. Tanaman padi pada

rusak

b. Gagal tanam jagung c. Ladang masyarakat

terkena erosi sehingga Kondisi tanaman sayuran rusak d. Longsor

e. Kekurangan air untuk pertanian ladang f. Tanaman, rumput dan

semak mengering

 Curah hujan tinggi mengakibatkan jalan atau akses rusak sehingga membuat jumlah frekuensi pemasaran menurun  Curah hujan tinggi

mengakibatkan masyarakat tidak memanen madu (hasil hutan) sehingga

menyebabkan stok madu masyarakat untuk dijual menurun

Dampak dari fenomena musim yang tidak menentu yang dialami masyarakat Desa Nenas secara langsung pada diatas merupakan dampak dari curah hujan yang tinggi dan musim kemarau yang pajang. Poin (a) sampai dengan (d) pada dampak langsung merupakan beberapa dampak yang melanda ketika curah hujan yang tinggi terjadi di Desa Nenas. Sedangkan poin (e-f) merupakan dampak yang di alami masyarakat ketika musim kemarau yang panjang. Sementara dampak turunan yang dialami masyarakat Desa Nenas merupakan dampak yang dialami setelah terjadi curah hujan yang tinggi atau musim hujan.

(10)

Dampak dari fenomena musim yang tidak menentu yang dialami masyarakat Desa Bena secara langsung dan turunan disajikan secara lengkap pada Tabel 7.

Tabel 7 Klasifikasi dampak langsung dan dampak turunan Desa Bena (hilir)

Fenomena Dampak

Langsung Turunan

Perubahan musim yang tidak menentu

a. Banjir menyebabkan 1. Sawah sekitar sungai

rusak/terkikis banjir, sehingga tanaman padi rusak 2. Air menggenangi sebagian rumah warga dan pekarangan karena air hujan 3. Beberapa ternak kecil hanyut b. Kekurangan air untuk

pertanian

c. Frekuensi melaut nelayan menurun

d. Tanaman, semak menjadi kering sehingga akan rawan kebakaran e. Sumber mata air kering

a. Sawah rusak yang berakibat pada produksi menurun sehingga pendapatan petani menjadi menurun  Akibat genangan air

masyarakat mudah terkena diare, Muntaber, karena pencemaran air akibat dari kotoran ternak yang terendam air, kesulitan air bersih b. Pendapatan petani

menurun

c. Pendapatan nelayan menurun

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa masyarakat Desa Bena mengalami dampak langsung seperti banjir, kekurangan air, frekuensi melaut menurun, dan kekeringan. Dampak langsung pada poin (a) merupakan dampak dari adanya curah hujan tinggi yang melanda Desa Bena. Hal ini memberikan dampak turunan antara lain pendapatan petani menurun, masyarakat tekena penyakit, dan kesulitan air bersih. Sedangkan poin (b-e) pada dampak langsung merupakan dampak dari musim kemarau panjang.

5.3 Strategi Adaptasi Masyarakat

Upaya adaptasi terhadap perubahan iklim diharapkan fokus pada area yang rentan terhadap perubahan iklim seperti sumber daya air, pertanian, perikanan, infrastruktur, pemukiman, kesehatan, dan kehutanan. Program pengurangan resiko bencana terkait iklim melalui program penghutanan kembali, penghijauan terutama di kawasan hutan atau lahan yang kritis, baik di hulu maupun di hilir

(11)

(kawasan pesisir) dengan keterlibatan masyarakat sangat penting. Selain itu, peningkatan kesadaran dan penyebarluasan informasi perubahan iklim dan informasi adaptasi pada berbagai tingkat masyarakat terutama untuk masyarakat yang rentan sebagai tindakan kesiapsiagaan dini dan peningkatan kesadaran tentang bencana iklim yang semakin meningkat (Hilman 2007).

Secara naluri masyarakat baik di hulu (Desa Nenas) maupun di hilir (Desa Bena) memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan musim yang terjadi. Masyarakat berusaha untuk bertahan terhadap dampak yang ditimbulkan dari fenomena perubahan musim. Hasil tanaman pertanian yang tidak maksimal memaksa para petani untuk mengganti tanaman jagung dengan tanaman ubi kayu, wortel, daun bawang, semangka, sayuran-sayuran, dan cabe. Hasil tanaman pengganti akan dijual untuk menambah penghasilan hidup.

5.3.1 Strategi adaptasi terhadap kekurangan air

Masyarakat sudah merasakan bahwa ketersediaan air di desa mulai berkurang pada saat musim kemarau panjang. Masyarakat kesulitan air untuk kegiatan pertanian dan untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini membuat Pemerintah Daerah mengambil tindakan untuk mengatasi keterbatasan air di musim kemarau. Pemerintah Daerah membangun sarana bak penampung air dan saluran irigasi. Pembangunan bak penampung air bersih berfungsi menampung air dari sumber mata air yang dapat digunakan untuk kebutuhan hidup masyarakat ketika musim kering. Sedangkan saluran irigasi difungsikan sebagai irigasi sawah petani ketika musim kemarau datang, sehingga kegiatan pertanian tetap berjalan dengan baik.

(12)

Selain bantuan dari pemerintah tersebut, masyarakat juga membuat sumur galian pada tempat yang memiliki sumber mata air dan di sekitar sungai. Masyarakat di Desa Nenas membuat sumur di kaki-kaki gunung yang terdapat sumber mata air. Sumur yang digali masyarakat memiliki kedalaman 5-10 meter. Hal yang sama dilakukan masyarakat di Desa Bena, mereka membuat sumur galian dengan kedalaman 10-15 meter. Terdapat 10 sumur dengan kedalaman mencapai 15 meter di Desa Bena. Apabila musim kemarau panjang, hanya ada 8 sumur yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan 2 sumur lainnya tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena airnya berubah menjadi asin. Keadaan ini memaksa masyarakat untuk mengambil air di sungai. Berdasarkan keterangan dari responden ada 4 titik sungai di dekat desa yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat (lihat Gambar 10).

Gambar 10 Pembuatan sumur galian dan sumur sementara di sekitar sungai sebagai upaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air.

Masyarakat harus berjalan sejauh 1-2 kilometer untuk mencapai sumur galian di sungai. Alat yang digunakan untuk mengambil air berupa jerigen-jerigen kecil yang berukuran 5 liter. Masyarakat mengangkut jerigen tersebut dengan menggunakan gerobak atau memanggul. Sumur galian di sekitar sungai yang dibuat bersifat sementara dan digunakan pada saat musim kemarau saja. Kegiatan ini dilakukan oleh semua masyarakat desa penelitian ketika musim kemarau panjang.

Perubahan musim yang terjadi sangat mempengaruhi ketahanan pangan masyarakat. Kondisi ini memaksa masyarakat beradaptasi untuk menyesuaikan dengan perubahan musim, baik musim hujan maupun kemarau. Adapun inisiatif

(13)

dari masyarakat atau kelompok untuk melakukan strategi adaptasi masyarakat agar keberadaan air tetap terjaga yakni dengan penanaman pohon beringin. Menurut kepercayaan masyarakat desa pohon beringin dapat menyimpan air, sehingga Pemerintah Desa menganjurkan untuk menanamnya di kebun-kebun masyarakat. Program penanaman di Desa Bena misalnya mendapat bantuan dari Balai Konservasi Sumber Daya Hutan (BKSDH) setempat berupa bibit tanaman pohon untuk ditanam di pekarangan masyarakat. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk menghijaukan desa agar masyarakat tidak kesulitan air ketika musim kemarau.

5.3.2 Strategi adaptasi untuk menanggulangi banjir

Dampak banjir merupakan masalah yang cukup signifikan bagi masyarakat dan lingkungan. Banjir yang terjadi di kedua desa penelitian mengakibatkan sawah rusak dan rumah tergenang air. Sawah masyarakat yang berada dekat dengan sungai mengalami dampak yang cukup parah. Adapun beberapa upaya masyarakat untuk mengurangi dampak banjir berupa penanaman pohon bambu disekitar sungai, pembuatan rumah panggung, dan pembuatan bangunan penahan dari batu. Masyarakat Desa Nenas misalnya melakukan strategi adaptasi dengan menanam pohon bambu disekitar sungai sebagai upaya untuk mengurangi laju air sungai, sehingga apabila curah hujan tinggi air dapat ditahan oleh pohon bambu. Selain itu, masyarakat Desa Nenas juga membuat bangunan penahan dari batu yang berfungsi untuk menahan tanah agar tidak longsor. Sedangkan strategi adaptasi masyarakat di Desa Bena untuk menanggulangi banjir, yakni dengan meninggikan rumah atau pembuatan rumah panggung.

Upaya strategi adaptasi untuk menanggulangi banjir merupakan gerakan yang dilakukan oleh masyarakat dan Pemerintah Desa. Adaptasi seperti penanaman misalanya merupakan gerakan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa yang kemudian dilaksanakan oleh setiap masyarakat. Beberapa tahun terakhir kegiatan ini berjalan dengan baik dan Pemerintah Desa setempat menetapkan aturan agar masyarakat menjaga kondisi hutan serta memperketat larangan menebang pohon di sekitar sungai. Sedangkan adaptasi yang dilakukan seperti membuat rumah panggung dilakukan secara individu, selain itu ada beberapa yang mendapat bantuan dari masyarakat lainnya. Dari urain diatas bahwa terlihat

(14)

peran Pemerintah Desa sangatlah penting dalam mengantisipasi dan menanggulangi dampak dari perubahan iklim, sehingga masyarakat dapat bertahan dalam menghadapi dampak perubahan iklim nantinya.

5.3.3 Strategi adaptasi untuk meningkatkan pendapatan

Perubahan musim yang tidak menentu mengakibatkan pendapatan petani menurun. Hal ini mengakibatkan biaya yang dikeluarkan untuk pertanian lebih tinggi daripada saat musim normal. Secara langsung kondisi ini memaksa petani untuk menambah penghasilan selain dari hasil pertanian. Masyarakat Desa Bena memanfaatkan buah asam dari hutan dan pohon lontar dari mulai batang, daun, buah dan nira. Nira pohon lontar dimanfaatkan untuk membuat gula merah yang akan dijual. Sedangkan masyarakat Desa Nenas memanfaatkan hasil hutan non kayu seperti madu sebagai alternatif untuk meningkatkan pendapatan. Selain itu, ketika hujan tinggi masyarakat petani Desa Nenas tidak menanam jagung melainkan memanfaatkan hasil dari ubi kayu, ubi jalar, wortel serta daun bawang untuk kebutuhan hidup. Mereka menjual hasil pertanian yang dapat diambil dari ladang. Sementara itu, para ibu ada yang membuat kerupuk dari ubi kayu untuk dijual dengan tujuan menambah penghasilan keluarga.

Pada saat musim kemarau tidak banyak petani di Desa Bena yang menanam jagung, melainkan beberapa petani mengganti tanaman jagung dengan semangka dan sayuran seperti kangkung darat, bayam, tomat serta cabe. Hal ini dilakukan petani karena hasil yang cukup bagus pada saat musim kemarau. Selain itu alasan petani memilih buah semangka karena harga jualnya yang lumayan tinggi. Para petani Desa Bena mengganti tanaman jagung dengan semangka sejak 5 tahun terakhir. Kegiatan lain yang dilakukan masyarakat ketika musim kemarau adalah pengambilan buah asam dari kebun dan hutan-hutan sekitar. Kegiatan ini merupakan tradisi masyarakat Timor yang sudah sejak lama dilakukan masyarakat (Gambar 11). Pengambilan buah asam dalam beberapa tahun terakhir sering menjadi pilihan masyarakat untuk menambah pendapatan. Buah asam yang diperolah dijual kepada para pengepul untuk menambah penghasilan.

(15)

Gambar 11 Pohon asam (kiri) sebagai salah satu alternatif untuk menambah penghasilan keluarga saat musim kemarau dan buah asam yang siap untuk dijual (kanan).

5.3.4 Klasifikasi strategi adaptasi masyarakat

Adaptasi yang dilakukan di desa penelitian bersifat individu, kelompok atau masyarakat. Adaptasi yang dilakukan secara responsif atau reaktif dan dalam bentuk tertentu. Menurut McCarthy (2001), adaptasi reaktif adalah adaptasi yang dilakukan setelah dampak perubahan iklim teramati. Sedangkan adaptasi antisipasi atau proaktif dilakukan sebelum dampak perubahan iklim teramati. Masyarakat beradaptasi dengan tujuan untuk mengurangi dampak dari perubahan musim yang tidak menentu.

Bentuk adaptasi yang dilakukan secara individu (dengan dan tanpa bantuan pemerintah) di Desa Bena seperti membangun rumah panggung untuk mengatasi genangan air akibat dari banjir. Beberapa strategi adaptasi lain yang secara swadaya dilakukan masyarakat Desa Nenas adalah menanam pohon beringin dan bambu disekitar sungai. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya longsor. Pemerintah daerah memberikan bantuan untuk kegiatan adaptasi guna penanggulangan dampak perubahan iklim skala tinggi. Strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8.

(16)

Tabel 8 Klasifikasi adaptasi yang dilakukan masyarakat

Fenomena Dampaknya Adaptasi Sumber

Pendanaan / Para pelaku Reaktif Antisipatif Perubahan musim yang tidak menentu a. Banjir mengakibatkan Sawah sekitar sungai rusak, mengakibatkan beberapa rumah warga tergenang b. Longsor di daerah yang berbukit a. Penanaman bambu disekitar sungai, Pembuatan rumah panggung b. Pembuatan bangunan penahan dari batu - Adanya aturan mengenai larangan untuk menebang pohon asam dan pohon umur panjang a. Swadaya masyarakat Dan biaya dari individu / perorangan b. Bantuan dari PemDa c. Ladang masyarakat mengalami erosi sehingga Kondisi tanaman sayuran rusak d. Kekurangan air untuk pertanian ladang yang mengakibatkan pendapatan menurun

e. Sumber mata air kering

c. Masyarakat mengadalkan tanaman seperti ubi kayu, wortel, ubi jalar d. Pembuatan irigasi untuk pertanian, Mengganti tanaman jagung dengan semangka, sayuran dan cabe e. Pembuatan sumur galian ataupun pembuatan bak untuk air bersih dari sumber mata air - Adanya larangan untuk membakar hutan - Larangan sistem bertani dengan tebas tebang bakar - c. Biaya individu / sendiri d. Bantuan dari pemerintah setempat Ada juga dengan biaya sendiri / individu e. Bantuan dari PemDa

Tabel di atas menunjukkan adaptasi yang dilakukan sangat bervariasi antara lain berupa bangunan fisik (bronjong, pembuatan bak untuk menampung air bersih, pembuatan rumah panggung dan irigasi pertanian), perubahan jenis tanaman dari jagung menjadi wortel, program penanaman pohon beringin serta bambu di sepanjang aliran sungai. Adaptasi ini merupakan adaptasi yang dilakukan masyarakat setelah terjadi dampak perubahan iklim yang terjadi (adaptasi reaktif).

(17)

Sedangkan adaptasi antisipatif yang dilakukan oleh masyarakat di kedua desa yakni adanya larangan untuk menebang pohon asam, pohon yang umur panjang, dan membakar hutan. Larangan ini berada dalam pengawasan lembaga adat desa dan dalam beberapa tahun terakhir diberlakukan hukuman yang semakin ketat bagi pihak yang melanggar. Sebagai contoh, apabila seseorang menebang 1 pohon akan mendapat denda sebesar 1 ternak babi dan uang senilai ± Rp 250.000,-. Selain itu ada larangan untuk sistem pertanian dengan tebas tebang bakar yang diterapkan di Desa Nenas dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dilakukan karena sudah banyak area hutan di sekitar desa yang terbuka. Menurut masyarakat kondisi ini mengakibatkan desa bertambah panas dan masyarakat mulai kesulitan air untuk pertanian ladang.

Sumber pendanaan adaptasi yang dilakukan masyarakat beragam, ada yang berasal dari individu, swadaya masyarakat dan bantuan Pemerintah Daerah. Apabila dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim cukup besar, adaptasi yang dilakukan masyarakat adalah dengan meminta bantuan dari Pemerintah Daerah. Adaptasi yang cukup berhasil yakni penanaman pohon yang dilakukan dengan swadaya masyarakat.

Gambar

Tabel  5   Kalender  musim  sebelum tahun  1990, rentang tahun 1990 sampai  2009     serta pada tahun 2010
Gambar 4  Grafik rata-rata curah hujan Desa Nenas periode 2000-2010.
Gambar 5  Grafik rata-rata curah hujan Desa Bena periode 2000-2010.
Gambar 7  Mata pencaharian masyarakat Desa Bena (2010) (data diolah).
+7

Referensi

Dokumen terkait

gambaran pola asuh orangtua pada anak usia dini dari sisi

Indikator pengaruh yaitu konsumsi normatif, persentase penduduk dibawah garis kemiskinan, persentase penduduk yang dapat mengakses air bersih, dan persentase padi

Skor 3 2 1 Sistematika laporan 10 Laporan lengkap dan terorganisasi dengan baik Laporan lengkap namun tidak terorganisasi dengan baik Laporan tidak lengkap dan tidak

Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tabung induksi dengan variasi volume 125 cc, 150 cc, 175 cc, dan 200 cc terhadap prestasi mesin motor empat

Gangguan campuran anxietas dan depresif ini mencakup pasien yang memiliki gejala kecemasan dan depresi, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk suatu gangguan

Dari hasil pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kapuas Hulu secara umum

Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas asimetri informasi (AdjSpread) terhadap variabel terikat manajemen laba (discretionary accruals)

“Ragu - ragu” dengan indeks persentase sikap pada level “cukup” kemudian meningkat setelah mengikuti kegiatan menjadi masuk ke dalam kriteria “yakin”.