• Tidak ada hasil yang ditemukan

BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA

SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI

ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK

DIAGNOSIS KANKER PARU

T E S I S

JULI PURNOMO

NIM : S6006001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(2)

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA

SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI

ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK

DIAGNOSIS KANKER PARU

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKIT PARU

JULI PURNOMO

NIM : S6006001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

(3)

Penelitian ini dilakukan di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta

Pimpinan : Prof. Dr. Suradi, SpP(K), dr., MARS Pembimbing : Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K)

Prof. Dr. Suradi, SpP(K), dr., MARS Sugeng Purwoko, dr., M.Med.Sci, SpGK

PENELITIAN INI MILIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

(4)

PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA

SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI

ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK

DIAGNOSIS KANKER PARU

Tesis ini telah disetujui oleh :

Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) : ...

Kepala Bagian Pulmonologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS : ...

Ketua Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS

Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) : ...

Pembimbing I

Prof. Dr. Suradi, dr, SpP(K), MARS : ...

Pembimbing II

Sugeng Purwoko, dr., M.Med.Sci, SpGK : ...

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wa Ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai persyaratan akhir pendidikan spesialis di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari para guru, keluarga, teman sejawat PPDS paru, karyawan medis dan non medis, serta para pasien yang berpartisipasi selama pendidikan dan penelitian ini. Penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS

Ketua program studi PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan pembimbing utama penelitian ini yang telah memberikan bimbingan, dorongan, saran dan kritik yang positif. Terima kasih penulis haturkan setinggi-tingginya atas ilmu dan petunjuk yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K)

Kepala Bagian Pulmonologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang senantiasa menanamkan kedisiplinan, ketelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pola berfikir dan bertindak ilmiah serta telah banyak memberi masukan pengetahuan, saran dan kritik yang membangun. Terima kasih penulis haturkan atas dedikasi tinggi beliau untuk kemajuan bagian Pulmonologi.

Hadi Subroto, dr., SpP(K), MARS

Beliau selalu menanamkan kemandirian, kepercayaan diri, kebersamaan, keutuhan dan dedikasi tinggi bagian Pulmonologi sehingga dapat lebih maju menghadapi tantangan ilmu kedokteran ke depan. Penulis menghaturkan banyak terima kasih atas himbauan dan bimbingan beliau untuk kemajuan bersama bagian Pulmonologi.

(6)

Yusup Subagio Sutanto, dr., SpP(K)

Beliau adalah bapak semua PPDS Paru yang senantiasa tidak jemu mengingatkan kami untuk tetap semangat, berdedikasi dan memberikan yang terbaik untuk sesama. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan atas nilai-nilai luhur yang telah beliau tanamkan kepada penulis.

Reviono, dr., SpP(K)

Sekretaris Program Studi PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS yang senantiasa memberi bimbingan, saran serta kritik yang membangun. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan, saran dan kritik yang beliau berikan selama penulis menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi.

Ana Rima Setijadi, dr., SpP

Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang baik selama pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan, saran dan kritik yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi.

Sugeng Purwoko, dr., M.Med.Sci, SpGK

Selaku pembimbing metodologi penelitian yang telah banyak meluangkan waktu disela kesibukannya sebagai pembantu dekan II Fakultas Kedokteran UNS, memberikan bimbingan dan pemahaman statistik sehingga lebih mudah dipahami. Terima kasih atas waktu dan ilmu yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat selesai.

Harsini, dr., SpP

Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang baik selama pendidikan. Beliau jugalah yang selalu memberikan semangat untuk segera menyelesaikan tesis ini secara tepat waktu.

Jatu Aphridasari, dr., SpP

(7)

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada staf pengajar : Dr. Setiawan Usman SpP (alm), Dr. M. Syahril Mansyur SpP, Dr. Fordiastiko SpP, Dr. Hasto Nugroho SpP, Dr. IGN. Widyawati SpP atas bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna selama penulis mengikuti pendidikan keahlian.

Ijinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta

2. Dekan Fakultas Kedokteran UNS

3. Kepala Bagian Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS

4. Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi/FK UNS

5. Kepala Bagian Radiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

6. Kepala Bagian Kardiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

7. Kepala Bagian Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

8. Kepala Bagian Anestesi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

9. Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta

10. Direktur Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Ngawen Salatiga

11. Direktur RSU Wonogiri

12. Kepala BP4 Klaten

13. Kepala BPPKM Surakarta

beserta seluruh staf atas bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama penulis mengikuti tugas pendidikan.

Penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada ayahanda H. Harto Diharjo dan ibunda tercinta Suparti Harto Diharjo (Alm) atas asuhan, didikan, pengorbanan tiada tara dan tak terhingga serta do’a kepada ananda. Terima kasih penulis haturkan kepada ibu Rieni Eddy S. Palil atas arahan, himbauan dan tauladan yang telah diberikan selama ini. Kepada istri Drg. Anjar Mastuti Ratna Yudiasari tercinta yang senantiasa setia, menerima apa adanya dan mendukung setiap langkah penulis sampai akhirnya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Untuk ketiga putra-putri tercinta Pramesa Juan Fadillah, Zulfikar Juan Pramasta dan Safira Juanita Ramadani, buah hati tersayang

(8)

yang mampu mengubah suasana menjadi riang, sehingga hilang rasa penat dan letih.

Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Yun Amril SpP, Dr. Azril Hasan SpP, Dr. Windu Prasetya SpP, Dr. Chrisrianto EN SpP, Dr. Yani Purnamasari SpP, Dr. Ni Nyoman Priantini SpP, Dr. Ikalius SpP, Dr. Kenyorini SpP, Dr. Allen Wydisanto SpP, Dr. I Wayan Agus Putra SpP, Dr. Joko Susilo SpP, Dr. Enny S Sarjono SpP dan seluruh rekan PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada semua rekan perawat poliklinik (Mbak Krisni, mbak Harti, Bu Pur, Pak Kuswanto) dan bangsal rawat paru di RSDM, RSP Ario Wirawan Salatiga dan BP4 Klaten serta rekan kerja di SMF paru (mas Waluyo, mbak Yamti, mbak Lusi, mbak Puji, mas Arif, mbak Anita, mbak Ira) atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh karyawan di bagian Patologi Anatomi yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian.

Akhir kata, penulis menyampaikan mohon maaf atas segala kekhilafan, ketidaksempurnaan dan kekurangan selama menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi. Semoga Allah Subhana Wa Ta’ala memberikan ridho-Nya sehingga ilmu dan pengalaman yang penulis miliki dapat bermanfaat bagi sesama.

Surakarta, Juni 2010

Penulis

(9)

RINGKASAN

PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA

SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI

ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK

DIAGNOSIS KANKER PARU

Juli Purnomo

Penemuan dini kanker paru berdasarkan keluhan saja jarang terjadi. Keluhan yang ringan biasanya terjadi pada mereka yang telah memasuki stadium II. Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada

stadium lanjut. Penemuan kanker paru stadium dini akan sangat membantu

penderita. Penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya

meskipun tidak dapat menyembuhkannya.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya metode non invasif yang dapat mendeteksi keganasan paru dini yaitu lesi premaligna atau karsinoma. Inhalasi uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37oC.3 Sputum diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95% maupun secara dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Pemeriksaan sputum dengan cara invasif bisa dikerjakan dengan bilasan bronkus.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol, inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol dalam mendiagnosis kanker paru. Hasil dari ketiga cara tersebut dibandingkan untuk direkomendasikan sebagai cara pemeriksaan sitologi sputum dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

(10)

Jenis penelitian yang digunakan ialah uji diagnostik, yang membandingkan sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum antara cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol, inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol untuk mendiagnosis kanker paru. Penelitian dilakukan terhadap 57 pasien yang terbukti menderita kanker paru yang dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sampel diambil dengan teknik Consecutive Quota sampling. Pembacaan hasil sitologi sputum dilakukan oleh seorang ahli patologi anatomi.

Hasil penelitian didapatkan jenis kelamin subjek penelitian terdiri dari 40 orang (70%) laki-laki dan 17 orang (30%) perempuan. Jenis sel pada laki-laki terbanyak adalah karsinoma sel besar dan jenis sel terbanyak pada perempuan adalah adenokarsinoma.Umur paling muda adalah 29 tahun dan paling tua adalah 76 tahun dengan rerata umur 58,2 ± 5,70 tahun. Jenis sel kanker terbanyak pada umur di bawah 60 tahun adenokarsinoma, sedangkan jenis sel kanker terbanyak pada umur di atas 60 tahun adalah karsinoma sel besar. Sebanyak 40 orang (70%) adalah perokok dan 17 orang (30%) bukan perokok. Jenis sel kanker terbanyak pada perokok adalah karsinoma sel besar, sedangkan jenis sel kanker terbanyak bukan perokok adalah adenokarsinoma. Letak tumor paling banyak adalah di perifer yaitu 33 kasus (57,8%), letak sentral sebanyak 21 kasus (37,0%) dan tak bisa ditentukan adalah sebanyak 3 kasus (5,2%). Jenis sel kanker terbanyak pada letak perifer adalah adenokarsinoma, jenis sel kanker terbanyak pada letak sentral adalah karsinoma sel skuamosa dan semua kasus tak dapat ditentukan letaknya adalah adenokarsinoma. Sensitiviti pemeriksaan sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol adalah 3,5%. Sensitiviti pemeriksaan sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano adalah sebesar 10,5%. Sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum dengan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol adalah 24,5%. Untuk membandingkan sensitiviti ketiga cara pemeriksaan tersebut digunakan test of agreement (uji kesepakatan) dengan menghitung nilai kappa (k) dan uji kemaknaan dihitung nilai z. Sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol mempunyai

(11)

nilai kesepakatan yang lemah (k = 0,472) dan bermakna (zhitung > z1 - .05). Sensitiviti cara inhalasi NaCl 3 % 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibanding cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol mempunyai nilai kesepakatan yang baik (k = 0,668) dan bermakna (zhitung > z1 - .05). Sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dibanding cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol memiliki nilai kesepakatan yang lemah (k = 0,202) dan bermakna (zhitung > z1-.05).

Kesimpulan, pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano direkomendasikan dapat dipakai untuk untuk skrining deteksi dini kanker paru.

(12)

ABSTRACT

THE COMPARATION OF EXAMINATION SENSITIVITY

BETWEEN SALINE INHALATION SPUTUM AND ALCOHOL

FIXATION BRONCHIAL WASHING WITH SACCOMANO

FIXATION FOR LUNG CANCER DIAGNOSIS

Juli Purnomo

Background : Histopathological examination is paramount in patients with

suspected lung cancer, because it is a gold standard for lung cancer diagnosis. Sputum cytology examination is the only non-invasive examination that can detect lung cancer, besides it is quite cheap and can be used widely.

Objective : The aim of this study is to compare whether any sensitivity

differences among once 3% saline inhalation with alcohol fixation, continously within 3 days 3% saline inhalation with alcohol fixation and bronchial washing with alcohol fixation for lung cancer diagnosis.

Setting : In the ward unit of Dr. Moewardi general hospital Surakarta. Methods : A total of 57 consecutive quota samples were examined once

saline 3% saline inhalation with alcohol fixation, continously within 3 days 3% saline inhalation with alcohol fixation and bronchial washing with alcohol fixation for lung cancer diagnosis. The three ways were calculated for sensitivity and compared the value of the agreement and significancy. To compare the sensitivity of the screening method was used agreement test by calculating the kappa (k) and significant test by calculating the value of z.

Result : The continously within 3 days 3% saline inhalation with

Saccomano fixation was more sensitive than once 3% saline inhalation with alcohol fixation. It has good agreement (k = 0.472) and significant (zcalculated> z1 -

.05). The continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation

was less sensitive than bronchial washing with alcohol fixation. It has good agreement (k = 0.668) and significant (zcalculated > z1 - .05). Once 3% saline inhalation with alcohol fxation was less sensitive than bronchial washing with alcohol fixation. It has poor agreement (k = 0.202) and significant (zcalculated > z 1-.05).

Conclusion : Sputum cytologic examination was done by doing continously

within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation can be recommended to be used for early detection of lung cancer screening.

Key words : lung cancer, sputum cytology, 3% saline inhalation, bronchial

(13)

DAFTAR ISI Halaman JUDUL ... ... i KATA PENGANTAR ... v RINGKASAN ... ix ABSTRAK ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi histologi... 4

B. Penderajadan kanker paru ... .. 8

C. Tampilan... 11

D. Deteksi dini... 11

E. Pemeriksaan sitologi sputum ... 13

BAB III. PENELITIAN SENDIRI A. Rumusan masalah ... 19 B. Tujuan penelitian ... 19 C. Hipotesis ... 20 D. Manfaat penelitian ... 20 E. Kerangka konsep ... 20 F. Metodologi penelitian ... 22 1. Jenis penelitian ... 22

2. Tempat dan waktu penelitian ... 22

3. Sampel penelitian ... 22

4. Kriteria penerimaan... 22

5. Kriteria penolakan... 23

6. Besar sampel... ... 23

7. Definisi operasional ... 24

8. Prosedur pengumpulan data.. ... 25

G. Analisis data... ... ... 30

H. Etika penelitian ... 34

J. Alur penelitian ... 35

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 36

BAB V. PEMBAHASAN ... 50

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Penderajadan kanker paru ... 10

Tabel 2. Tampilan umum menurut skala Karnofsky ... 11

Tabel 3. Distribusi subjek penelitian berdasar jenis kelamin... ... 36

Tabel 4. Distribusi subjek penelitian berdasar usia ... 37

Tabel 5. Distribusi subjek penelitian berdasar kebiasaan merokok ... 37

Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasar letak tumor... ... 43

Tabel 7. Distribusi sel kanker berdasar jenis kelamin ... 38

Tabel 8. Distribusi sel kanker berdasar usia... 63

Tabel 9. Distribusi sel kanker berdasar letak tumor ... 40

Tabel 10. Distribusi sel kanker berdasar riwayat merokok ... 40

Tabel 11. Perbandingan cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dan Cara inhalasi NaCl 3% 3hari dengan fiksasi Saccomano ... 44

Tabel 12. Perbandingan cara inhalasi NaCl 3 hari dengan fiksasi Saccomano Dan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol ... 46

Tabel 13, Perbandingan cara inhalasi NaCl 1 kali dengan fiksasi alkohol dan Bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol ... 47

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Gambaran sitologi karsinoma sel skuamosa ... 6

Gambar 2. Gambaran sitologi adenokarsinoma ... 6

Gambar 3. Gambaran sitologi karsinoma sel kecil... 7

Gambar 4. Gambaran sitologi karsinoma sel besar ... 7

Gambar 5. Klasifikasi / pembagian paru... ... 18

Gambar 6. Kerangka konsep ... 21

Gambar 7. Rangkaian proses Saccomano ... 27

Gambar 8. Alur penelitian ... 35

Gambar 9. Grafik cara ambil sampel ... ... 41

Gambar 10. Grafik jenis sel kanker baku emas ... 42

Gambar 11. Jenis sel kanker didapat dari inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi Saccomano ... . 43

Gambar 12. Grafik persentase jenis sel kanker didapat dari bilasan bronkus... 44

Gambar 13. Grafik tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensistiviti cara Inhalasi NaCl 3% fiksasi alkohol dibanding dengan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasiSaccomano ... 45

Gambar 14. Grafik tingkat kesepakatan dan kemaknaan sesnsitiviti cara inhalasiNaCl 3% dengan fiksasi Saccomano dibanding cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol ... 47

Gambar 15. Grafik tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dibanding bilasan bronkus dengan fiksasi Saccomano ... 48

Gambar 16. Rangkuman hasil penellitian ... 49

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar penjelasan untuk pasien Lampiran 2. Surat persetujuan

Lampiran 3. Data dasar subjek penelitian Lampiran 4. Lembar kelaikan etik

BAB I PENDAHULUAN

Penemuan dini kanker paru berdasarkan keluhan saja jarang terjadi. Keluhan yang ringan biasanya terjadi pada mereka yang telah memasuki stadium II. Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada

stadium lanjut.1 Penemuan kanker paru stadium dini akan sangat membantu

penderita. Penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya

meskipun tidak dapat menyembuhkannya.1,2

Dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan peningkatan pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks

dan pemeriksaan sitologi sputum.1

Prinsip pemeriksaan sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-sel yang terlepas dari suatu lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Inhalasi

uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37oC.3

Sputum bisa diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95% maupun dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Keuntungan pemeriksaan langsung adalah bahan yang digunakan segar sehingga didapatkan karakteristik morfologi sel yang lebih baik untuk diagnostik. Kerugiannya, apusan dan fiksasi

(17)

Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya metode non invasif

yang dapat mendeteksi keganasan paru dini yaitu lesi premaligna atau karsinoma.5

Sampel sputum dapat diperoleh dengan cara diinduksi maupun dengan cara dikumpulkan. Pengumpulan sputum selama tiga hari (three days pooled sputum) dapat meningkatkan kemungkinan deteksi kanker paru. Fiksasi cara Saccomano (50% alkohol dan 2% polietilen glikol) merupakan cara yang direkomendasikan

dalam pengumpulan dan fiksasi sampel.Keuntungan metoda Saccomano, sputum

yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan penderita rawat

jalan dan prosesnya sederhana memungkinkan bahan yang diperoleh tetap segar.4

Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitiviti sekitar 5 –

23%.4 Penelitian oleh Tintin dkk mendapatkan sensitiviti pemeriksaan sputum

dengan inhalasi NaCl 3% sebesar 4,3% dan metoda Saccomano mendapatkan hasil sensitiviti sebesar 18,3%.5

Pemeriksaan sputum dengan cara invasif bisa dikerjakan dengan bilasan bronkus. Mak dkk melaporkan sensitiviti penegakan diagnosis kanker paru letak sentral (terlihat pada pemeriksan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 49-76%. Sedangkan sensitiviti penegakan diagnosis kanker paru letak perifer (tak terlihat pada pemeriksaan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara

35-52%.6 Wiwin dkk melaporkan nilai sensitiviti bilasan bronkus sebesar 21,2% dan

spesiviti 100%.7

Berdasar hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai sensitiviti metoda Saccomano dan bilasan bronkus hanya terdapat sedikit perbedaan (21,2% - 18,3% = 2,9%). Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi hasil sitologi sputum adalah jumlah sputum. Induksi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% akan memperbaiki bersihan mukosilier. Bersihan mukosilier akan mempengaruhi jumlah sputum

yang dikeluarkan disamping reflek batuk.3 Sehingga diharapkan dengan inhalasi

NaCl 3% akan menambah jumlah sputum yang akan diperiksa. Peneliti mencoba menguji inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dengan harapan akan mendapatkan jumlah sampel sputum yang banyak sehingga akan menambah nilai sensitiviti. Peneliti berharap peningkatan sensitiviti tersebut akan melebihi sensitiviti pemeriksaan bilasan bronkus. Sehingga cara tersebut bisa

(18)

direkomendasikan di Rumah Sakit yang tidak memiliki alat bronkoskopi untuk mendiagnosis kanker paru.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis pasti kanker paru ditentukan oleh hasil pemeriksaan patologi anatomi. Dasar pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan mikroskopik terhadap perubahan sel atau jaringan organ akibat penyakit. Terdapat 2 jenis pemeriksaan patologi anatomi yaitu pemeriksaan histopatologi dan sitologi. Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk memeriksa jaringan tubuh, sedangkan pemeriksaan sitologi memeriksa kelompok sel penyusun jaringan tersebut. Pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis pasti (baku emas) sedangkan pemeriksaan sitologi mampu memeriksa sel kanker sebelum tindakan bedah sehingga bermanfaat untuk deteksi pertumbuhan kanker bahkan sebelum timbul

manifestasi klinis penyakit kanker.8 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan

metode yang dapat diandalkan dan tepat untuk mendeteksi dan mendiagnosis

kanker paru.9 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya pemeriksaan

noninvasif yang dapat mendeteksi kanker paru, cukup murah dan dapat digunakan secara luas.10

Prinsip pemeriksaan sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-sel yang terlepas dari suatu lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Inhalasi

uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37oC.

Sputum diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95% maupun secara dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Keuntungan pemeriksaan langsung adalah bahan yang digunakan segar sehingga didapatkan karakteristik morfologi sel yang lebih baik untuk diagnostik. Kerugiannya adalah apusan dan

fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis.11

Keuntungan metoda Sccomano, sputum yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan pada penderita rawat jalan dan prosesnya

(19)

sederhana memungkinkan bahan yang diperoleh tetap segar.12 Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitiviti sekitar 5 – 23%. Penelitian oleh Tintin dkk mendapatkan sensitiviti pemeriksaan sputum dengan inhalasi NaCl 3%

sebesar 4,3% dan 18,3% dengan metoda Saccomano.13

A. KLASIFIKASI HISTOLOGI

Klasifikasi histologi kanker paru karsinoma bukan sel kecil menurut WHO

tahun 2004 adalah sebagai berikut:1

1. Squamous carcinoma (epidermoid carcinoma) dengan jenis sel :

a. Papillary b. Clear cell c. Small cel

d. Basaloid

2. Adenocarcinoma dengan jenis sel :

a. Aciner adenocarcinoma b. Pappilary adenocarcinoma c. Bronchoalveoler carcinoma

d. Solid adenocarcinoma with mucin production

e. Adenocarcinoma tipe campuran.

3. Adenoskuamous carcinoma

4. Large cell carcinoma, dengan jenis sel : a. Large cell neuroendocrine carcinoma b. Basaloid carcinoma

c. Lympoepithelioma-like carcinoma d. Clear cell carcinoma

e. Large cell carcinoma with rhapdoid pnenothype

5. Sarcomatoid carcinoma

a. Pleomorphic carcinoma b. Spindle cell carcinoma c. Giant cell carcinoma. d. Carcinosarcoma

(20)

e. Pulmonary blastoma 6. Carcinoid tumours

a. Typical carcinoid b. Atypical carcinoid

7. Salivary gland type carcinoma a. Mucoepidermoid carcinoma b. Adenoid cystic carcinoma

c. Epitelial-myoepitelial carcinoma

Untuk kepentingan klinis cukup ditetapkan empat jenis histologis yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel kecil dan karsinoma sel

besar. Berikut ini akan dijelaskan gambaran dari setiap karsinoma tersebut.1

1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid carcinoma)

Keganasan epitel yang menunjukkan keratinisasi dan/atau jembatan antar sel. Gambara khas sel ganas ini adalah pleimorfi yang jelas dalam bentuk dan luasnya. Berbagai gambaran klasik sel-sel ganas seperti sel-sel kecebong, sel-sel gelendong dan sel-sel jenis ketiga tipe parabasal dapat ditemukan. Intinya menunjukkan hiperkromasi yang jelas dengan kecenderungan ke arah kariopiknosis (pengerutan inti sel dan kondensasi kromatin). Tumor ini biasanya lebih banyak terletak di bagian sentral saluran napas bagian bawah dan cenderung

melepaskan banyak sel ganas ke dalam sputum, sikatan atau bilasan bronkus.14

Gambaran sel kanker jenis karsinoma sel skuamosa dapat dilihat pada gambar 1 di bawah.

Gambar 1. Gambaran sitologi karsinoma sel skuamosa

(21)

2. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)

Tumor sel ganas dengan diferensiasi glanduler atau produksi musin oleh sel tumor memperlihatkan pertumbuhan asiner, papiler, bronkioalveoler atau solid dengan formasi musin atau bentuk campuran. Frabbel mengemukakan kriteria penting untuk mengenal adenokarsinoma bila ditemukan kelompok sel yang tersusun seperti bola-bola kecil dengan inti mengandung anak inti kecil dan antara satu sel dengan sel lain tidak menunjukkan perlekatan. Tumor jenis ini kebanyakan terletak di bagian perifer paru dan cenderung kurang mengalami

eksfoliasi dibanding tumor skuamous.14 Gambar sel kanker jenis adenokarsinoma

dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Gambaran sitologi adenokarsinoma

Dikutip dari (14)

3. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)

Keganasan epitel yang terdiri atas sel kecil dengan sitoplasma sedikit, batas sel tidak jelas, kromatin inti granuler halus dan anak inti tidak ada atau tidak nyata. Gambaran khas dari kelompok sel tumor yang kecil-kecil ini adalah tersusun melekat satu sama lain dengan inti yang tidak teratur. Sediaan sputum

banyak sel kanker terperangkap dalam lendir.14 Gambar karsinoma sel kecil dapat

(22)

Gambar 3. Gambaran sitologi karsinoma sel kecil

Dikutip dari (14)

4. Karsinoma sel besar (large cell carcinoma)

Sel tumor berinti besar, anak inti menonjol dengan sitoplasma berukuran menengah. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tidak menunjukkan terdapat diferensiasi baik pada sel maupun jaringan. Pemeriksaan secara ultrastruktur, sitoplasma menunjukkan tanda berasal dari adenokarsinoma atau karsinoma sel skuamosa. Jadi sebutan karsinoma sel besar lebih memudahkan klasifikasi daripada menunjukkan sifat biologik yang sebenarnya.14

Gambar 4. Gambaran histologis karsinoma sel besar

Dikutip dari (14)

B. PENDERAJATAN KANKER PARU

Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter spesialis patologi anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi atau histologi yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal harus ditetapkan apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) atau kanker paru karsinoma

(23)

I. Kanker paru karsinoma bukan sel kecil

Penderajatan untuk keganasan KPKBSK ditentukan menurut International

System For Lung Cancer 1997 berdasarkan sistem TNM. Pengertian T adalah

tumor yang dikatagorikan atas Tx, To sampai T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, No sampai N3, sedangkan M

adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh.1 Penderajatan tersebut

direvisi berdasarkan proposal yang diajukan oleh International Association for

the Study of Lung Cancer 2007, penderajatan kanker paru sebagai berikut: 15

Tumor primer (T)

T1 : Tumor diameter < 3 cm terletak di paru atau pleura viseral, belum mengenai bronkus proksimal.

T1a : diameter tumor < 2 cm T1b : diameter tumor > 2 cm

T2 : Tumor > 3cm tetapi < 7 cm dengan :

Mengenai brokus utama > 2 cm bawah karina. Mengenai pleura viseral

Berhubungan dengan atelektasis obstruktif pneumonia yang meluas ke hilus tetapi tidak seluruh paru.

T2a : tumor < 5 cm T2b : tumor > 5 cm

T3 : Tumor > 7 cm atau bila didapatkan: invasi tumor ke dinding dada, nervus frenikus diafragma, mediastinum, pleura parietal, perikardium, bronkus utama < 2 cm dari karina (belum mengenai karina).

Atelektasis atau obstruksi pneumonitis seluruh paru. Terdapat nodul tumor terpisah di lobus yang sama.

T4 : Tumor dengan ukuran sembarang yang menginvasi mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, nervus laringeus rekuren, nervus esofagus, tulang belakang, karina atau dengan nodul tumor di lobus ipsilateral yang berbeda.

(24)

Kelenjar limfe regional (N)

NO : tidak ada metastasis ke kelenjar limfe regional.

N1 : metastasis ke peribronkial ipsilateral dan atau hilus ipsilateral dan kelenjar intrapulmonal.

N2 : metastasis ke mediastinum ipsilateral dan atau kelenjar limfe subkarina. N3 : metastasis ke mediastinum kontralateral, hilus kontralateral, mediastinum

kontralateral, hilus kontralateral, skapula kontralateral atau kelenjar limfe supraklavikuler

Metastase luas (M)

M0 : Tidak ada metastasis luas.

M1 : Metastasis luas

M1a : nodul-nodul tumor terpisah di kontralateral lobus : dengan nodul pleura atau keganasan pleura atau efusi pleura.

M1b : metastasis luas ke organ lain

Berdasar sistem TNM tersebut maka stadium KPKBSK dapat ditentukan, dan dapat dilihat pada tabel 1 di bawah.

Tabel 1 : Penderajatan Kanker paru

Stadium IA T1a-T1b NO MO

Stadium IB T2a NO MO

Stadium IIA T1a-T2a N1 MO

T2b No MO

Stadium IIB T2b N1 MO

T3 NO MO

Stadium IIIA T1a-T3 N2 MO

T3 N1 MO

T4 NO-N1 MO

(25)

T1a-T4 N3 MO

Stadium IV sembarang T sembarang N M1a atau M1b

Dikutip dari (15)

II. Kanker paru karsinoma paru sel kecil (KPKPSK)

Penderajatan TNM untuk kanker paru tidak bisa diterapkan pada jenis KPKPSK karena sifatnya yang cepat bermetastasis, dan sering pasien terdiagnosis

sudah dalam stadium lanjut. Stadium KPKPSK dibagi menjadi: 16

- Limited stage disease :

1. Very limited disease : tumor hanya melibatkan satu sisi paru

(hemitoraks) tanpa mengenai kelenjar mediastinal.

2. Limited disease : tumor melibatkan satu sisi paru (hemitoraks ) dan

mengenai kelenjar mediastinum dan nodus supraklavikular ipsilateral. - Extensive stage disease : tumor sudah meluas dari satu hemitoraks dan

menyebar ke organ lain selain limited disease.

C. TAMPILAN

Tampilan penderita kanker paru berdasarkan keluhan subyektif dan obyektif yang dapat dinilai oleh dokter. Skala internasional untuk menilai berdasarkan skala Karnofsky yang banyak dipakai di Indonesia,1 seperti terlihat pada tabel 2 dibawah.

Tabel 2. Tampilan umum menurut skala Karnofsky Nilai Keterangan 90 – 100 Aktivitas normal.

70 – 80 Ada keluhan tetapi masih aktif dan dapat menurus diri Sendiri.

50 – 60 Cukup aktif, namun kadang memerlukan perawatan. 30 – 40 Tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu rawat

(26)

di rumah sakit. 0 – 10 Tidak sadar.

Dikutip dari (1)

D. DETEKSI DINI

Keluhan dan gejala kanker paru tidak spesifik seperti batuk darah, batuk kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis penyakit paru lain. Penernuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki stadium II dan III. Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stadium lanjut. Dengan rneningkatnya kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan. Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subjek dengan risiko tinggi yaitu :

laki-laki usia lebih 40 tahun, perokok atau terpajan industri tertentu.1

Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru juga perlu jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan sitologi sputum.1

Peningkatan prevalensi kanker paru menyebabkan pentingnya diagnosis dini. Deteksi dini yang efektif dari suatu penyakit bila didapatkan 3 kriteria yaitu:17

1. Ditemukan pada fase preklinik.

2. Tersedianya teknologi untuk mendeteksi pada fase preklinik.

3. Mampu melakukan intervensi yang efektif ketika penyakit ditemukan. Dua teknik yang tersedia untuk deteksi dini kanker paru tak bergejala yaitu

foto toraks dan pemeriksaan sitologi sputum.18 Awal tahun 1970, National cancer

(27)

kanker paru dengan pemeriksaan foto toraks dan sitologi sputum. John Hopkins

Medical Institutions di Baltimore dan Memorial sloan medical keltering di New

York, mengadakan studi acak membandingkan kematian kanker paru pada laki-laki perokok yang melakukan pemeriksaan foto toraks tiap tahun dan sitologi sputum tiap 4 bulan atau hanya foto toraks saja. Klinik Mayo melakukan studi perbandingan kematian kanker paru pada laki-laki perokok yang melakukan pemeriksaan foto toraks dan sitologi sputum tiap 4 bulan dibandingkan kelompok kontrol yang tidak melakukan pemeriksaan rutin penapisan. Ternyata tidak ada perbedaan yang bermakna kematian kanker paru diantara kelompok studi dan

kelompok kontrol.19

Berdasar hasil ketiga penelitian acak kontrol yang diprakarsai oleh NCI untuk penapisan kanker, tidak direkomendasikan pemeriksaan foto toraks atau

sitologi sputum untuk penyakit ini dalam skala besar.19 Bila pemeriksaan sitologi

sputum dilakukan secara kasus per kasus pada individu dengan risiko tinggi, kanker paru dapat dideteksi lebih awal sehingga memungkinkan penderita

mendapatkan terapi kuratif.20

E. PEMERIKSAAN SITOLOGI SPUTUM.

Sputum merupakan sekresi abnormal yang dihasilkan di dalam sistem bronkopulmoner dan dikeluarkan dari sistem tersebut. Sputum merupakan campuran materi seluler, nonseluler dan bahan nonpulmoner yang tergantung pada proses yang mendasarinya. Elemen seluler dapat merupakan inflamasi atau sel darah merah dari saluran napas, eksfoliasi bronkial dan sel alveoler atau sel

ganas yang terlepas dari tumor.21

Sampel sputum dapat diperoleh dengan cara diinduksi maupun dengan dikumpulkan secara spontan. Pengumpulan sputum tiga hari berturut-turut meningkatkan kemungkinan deteksi kanker paru. Fiksasi cara Saccomano (50% etil alkohol dan 2% karbowax) direkomendasikan untuk pengumpulan, trasport dan fiksasi. Sampel sputum representatif jika terdapat makrofag alveoli maupun

epitel bronkus, sebab hal itu menunjukkan bahwa sampel didapat dari paru.3

Bahan sputum yang baik adalah sputum yang berasal dari saluran napas

(28)

spontan diperhatikan kualitinya dan hal ini tergantung pada letak lesi, teknik pengeluaran sputum, waktu pengeluaran dan banyaknya bahan yang dikeluarkan. Waktu yang optimal untuk mengeluarkan sputum adalah pagi hari setelah bangun tidur, penderita berkumur terlebih dulu untuk mengurangi kontaminasi oleh sisa makanan maupun bakteri dan tidak sikat gigi. Bila sputum minimal dan setelah

diulangi tidak didapatkan spesimen adekuat dapat dibantu dengan induksi.23

Bahan yang digunakan untuk induksi antara lain sulfur dioksida, larutan garam hipertonik dan propilenglikol dengan memakai teknik inhalasi. Efek samping prosedur inhalasi minimal antara lain pusing akibat hiperventilasi atau mual akibat larutan garam hipertonik.22,23

Sputum dapat diproses dengan beberapa cara yaitu sputum langsung tanpa fiksasi, metode Saccomano dan sputum blok parafin. Sputum bisa juga

dikumpulkan dengan cara invasif yaitu bilasan bronkus.13

Inhalasi NaCl 3%

Inhalasi NaCl hipertonis dapat memperbaiki bersihan mukosilier dengan cara memperbaiki transport ion, aktiviti silier, elastisiti sputum, rigiditi sputum, viskositi sputum, lengketnya sputum dan mediator inflamasi. Lebih jelasnya akan dibahas di bawah.

Transport ion

Saluran napas manusia diliputi oleh lapisan cairan tipis yang disebut

airway surface liquid (ASL) yang akan melindungi sel epitel dari kekeringan,

terjebaknya partikel udara yang terinhalasi dan bakteri. Airway surface liquid diatur oleh trasport ion melalui epitel saluran napas yaitu absorbsi sodium dan sekresi klorida. Fungsi optimal ASL diperlukan dalam maximize mucociliary

clearence (MCC). Midleton dkk mendapatkan bahwa peningkatan konsentrasi

NaCl pada manusia akan merubah transport ion epitel saluran napas.24

Aktivitas silier

Induksi sputum menggunakan inhalasi cairan salin hipertonik sudah banyak dilakukan untuk mendapatkan spesimen dalam penegakan diagnosis

(29)

infeksi saluran napas25 dan penelitian.26-28 Lebih dari 20 tahun yang lalu cara tersebut menunjukkan bahwa pasien bronkitis kronik yang diinhalasi aerosol salin

hipertonik memperbaiki bersihan mukosilier.29-30 Peningkatan bersihan mukosilier

terjadi karena peningkatan volume sekresi saluran napas31, peningkatan aktiviti silier32 atau perubahan isi sekresi.33

Mediator inflamasi

Cairan hiperosmotik dapat merangsang eksudasi plasma melalui inflamasi

neurogenik.34 Larutan hiperosmoler dapat merangsang produksi leukotrien dan

prostaglandin yang secara langsung akan merangsang sekresi musin.35,36 Larutan

hiperosmolar merangsang sekresi melalui aksi langsung pada sel sekretori atau pelepasan langsung mediator akibat cetusan sekunder sekresi yang dimediasi oleh reseptor.36

Studi klinik menunjukkan bahwa inhalasi larutan salin hipertonik meningkatkan bersihan mukosilier baik pada orang sehat maupun penderita asma. Sedangkan laporan terdahulu menunjukkan tidak ada trauma barier saluran napas epitel maupun endotel yang tampak akibat inhalasi salin 3%.37 Inhalasi larutan hiperosmoler dapat meningkatkan frekwensi gerakan silier. Pemberian inhalasi larutan hiperosmoler akan menyebabkan sekresi musin dan lizosim. Sedangkan

batuk saja tidak akan meningkatkan bersihan mukosilier.29

Perlengketan mukus

Inhalasi larutan hipertonik mempunyai efek yang menguntungkan dalam hal perlengketan mukus. Disgupta dkk melaporkan bahwa inhalasi larutan hipertonik akan menurunkan spinabiliti dan rigiditi sputum, sedangkan spinabiliti dan rigiditi berpengaruh pada kelengketan mukus. Dia juga melaporkan bahwa

inhalasi larutan hipertonik memperbaiki bersihan mukus secara invitro.38

Viskositas dan elastisitas sputum

Ziment dkk mendapatkan bahwa salin hipertonik dapat memecah ion dalam gel musin sehingga menurunkan viskositi dan elastisiti mukus. Inhalasi

(30)

salin hipertonik merangsang gerakan silia melalui pelepasan prostaglandin E2.39 Wills dkk meneliti kemampuan trasport sputum pada pasien kistik fibrosis dengan menggunakan model marmut. Mereka mengatakan terdapat bukti baik secara invivo maupun invitro bahwa lengketnya mukus diperbaiki dengan larutan saline

hipertonik dan hal ini akan menyebabkan perbaikan bersihan mukosilier.40

Cara dan bahan fiksasi

Cara dan bahan fiksasi akan mempengaruhi hasil sitologi. Salah satu cara dan bahan fiksasi yang direkomendasikan adalah metoda Saccomano.

Metoda Saccomano

Metoda ini pertama kali dikemukakan oleh Saccomano dkk pada tahun 1963. Sputum ditampung dalam wadah yang telah berisi larutan fiksasi yang terdiri atas 48 ml etil alkohol 50% yang diencerkan dari alkohol 95%, ditambah 1

ml polietilen glikol (carbowax 1540).21,42 Polietilen glikol (carbowax) mempunyai

rumus kimia sebagai berikut :43

HOCH2(CH2 OCH2) m CH2OH

Zat ini digunakan sebagai formulasi farmasi pada preparasi parenteral, oral, topikal dan rektal. Polietilen glikol tersedia dalam tingkat kepekatan yang bervariasi, diindikasikan dengan nomor. Polietilen glikol nomor 200 mempunyai kepekatan yang paling rendah. Polietilen glikol 200 – 1000 berbentuk cair, sedang lebih dari 1000 berbentuk padat. Polietilen glikol 1500 seperti vaselin, dapat ditaruh di atas gelas objek tanpa mengalami kekeringan. Selain dapat digunakan pada fiksasi Saccomano, campuran polietilen glikol 400, alkohol 96% dan aseton, juga digunakan pada fiksasi dengan teknik penyemprotan (Leiden spray fixative).

Pada fiksasi Saccomano, polietilen glikol merembes dan menempati ruang submikroskopik sehingga mencegah sel kolaps dan melindungi sel dari kekeringan. Pengumpulan sputum selama tiga hari (three days pooled sputum) dapat meningkatkan kemungkinan deteksi kanker paru. Fiksasi cara Saccomano

(31)

(50% alkohol dan 2% polietilen glikol) merupakan cara yang direkomendasikan

dalam pengumpulan dan fiksasi sampel.4 Keuntungan metoda Saccomano yaitu

sputum yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan penderita rawat jalan dan prosesnya sederhana memungkinkan bahan yang diperoleh tetap segar.

Bilasan bronkus

Bronkoskopi dengan Fibreoptic broncoscope dianggap sebagai cara terbaik dalam mengumpulkan spesimen untuk menegakkan diagnosis kanker paru. Jika lesi endobronkial teridentifikasi selama bronkoskopi maka akan dilakukan biopsi, sikatan dan bilasan.44,45

Persentase penegakan diagnosis kanker paru letak sentral (terlihat pada pemeriksan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 49-76%, dengan disikat antara 52-77%, dengan dibiopsi antara 71-91%. Sedangkan persentase penegakan diagnosis kanker paru letak perifer (tak terlihat pada pemeriksaan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 35-52%, dengan cara disikat

antara 26-52% dan dengan dibiopsi berkisar antara 36-61%.46 Wiwin dkk

melaporkan nilai sensitiviti bilasan bronkus sebesar 21,2% dan spesiviti 100%.47

Sebagian kecil dari sampel sputum dinalisis secara sitologis untuk mendapatkan sel kanker. Tetapi hanya sebagian kecil atau kurang dari 1%

merupakan sel tumor.3 Tingkat keberhasilan penemuan sel kanker tergantung

dari:3,22

1. Letak tumor (sentral atau perifer) 2. Besar dan atau stadium tumor

3. Jenis sel kanker (karsinoma sel skuamosa lebih sering didapat daripada adenokarsinoma)

4. Jumlah sampel sputum. 5. Cara pengambilan sputum 6. Cara fiksasi dan bahan fiksasi 7. Cara pembuatan apusan dan pulasan

(32)

8. Pemeriksaan oleh tenaga yang berpengalaman

Jumlah sputum

Jumlah sputum juga akan mempengaruhi hasil sitologi. Semakin banyak

sputum akan menghasilkan kemungkinan keberhasilan pembacaan sitologi.3

Letak tumor

Letak tumor akan mempengaruhi hasil sitologi sputum. Semakin letak di

sentral akan mendapatkan hasil sel kanker lebih besar.3 Untuk gambar foto toraks

letak tumor dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 5. Klasifikasi/pembagian paru meliputi 1) hilus, 2) perihiler, 3) perifer

(33)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

A. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengaan fiksasi Saccomano memiliki nilai sensitiviti lebih tinggi dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol?

2. Apakah pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano memiliki nilai sensitiviti lebih tinggi dibanding bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol?

B. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dalam mendiagnosis kanker paru.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui perbedaan sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol.

b. Untuk mengetahui perbedaan sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibanding bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol.

(34)

C. HIPOTESIS

1. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano mempunyai nilai sensitiviti lebih tinggi dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol. 2. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari

berturut-turut dengan fiksasi Saccomano mempunyai nilai sensitiviti lebih tinggi dibanding bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kepentingan ilmu : menambah pengetahuan dalam pengembangan ilmu

terutama diagnosis kanker paru.

2. Kepentingan penelitian : memberikaan landasan dalam pengembangan

penelitian tentang diagnosis kanker paru.

3. Kepentingan klinis : dapat digunakan sebagai panduan penegakan

diagnosis kanker paru.

E. KERANGKA KONSEP

Sputum merupakan sekresi abnormal yang dihasilkan di dalam sistem bronkopulmoner dan dikeluarkan dari sistem tersebut. Sputum merupakan campuran materi seluler, nonseluler dan bahan nonpulmoner yang tergantung pada proses yang mendasarinya. Elemen seluler dapat merupakan inflamasi atau sel darah merah dari saluran napas, eksfoliasi bronkial dan sel alveoler atau sel

ganas yang terlepas dari tumor.2

Prinsip pemeriksaan sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-sel yang terlepas dari suatu lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Inhalasi

uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37oC.

(35)

Gambar 6. Kerangka konsep

: MENGHASILKAN

: MEMPENGARUHI

AREA

A

: DILAKUKAN INHALASI NaCl 3% 1 KALI DENGAN FIKSASI ALKOHOL

SEL KANKER

MATERIAL SPUTUM INHALASI SEKRESI KELENJAR BRONKUS TRANSPORT ION AKTIVITAS SILIER RIGIDITAS SPUTUM ELASTISITAS SPUTUM VISKOSITAS SPUTUM MEDIATOR INFLAMASI LENGKETNYA SPUTUM JUMLAH SAMPEL SPUTUM CARA DAN BAHAN FIKSASI MATERIAL SPUTUM BILASAN

SEL KANKER

C

SEL KANKER

A

B

MATERIAL SPUTUM SACCOMANO

(36)

AREA

B

: DILAKUKAN INHALASI NaCl 3% 3 HARI BERTURUT-TURUT DENGAN FIKSASI SACCOMANO

AREA

C

: DILAKUKAN BILASAN BRONKUS DENGAN FIKSASI ALKOHOL

F. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis penelitian

Penelitian ini bersifat uji diagnostik

2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Bagian Pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi dan bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Dr. Moewardi Solo. Penelitian dilakukan pada tanggal 1 November 2009 sampai 30 April 2010.

3. Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah semua pasien yang dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria penerimaan. Sampel diambil dengan cara consecutive quota sampling sampai jumlah sampel terpenuhi.

4. Kriteria penerimaan

- Penderita laki-laki dan perempuan terdiagnosis kaker paru melalui permeriksaan sitologi atau histopatologi.

- Penderita kooperatif dan bersedia ikut dalam penelitian.

5. Kriteria penolakan

a. Penderita asma

b. Terdapat kontraindikasi untuk dilakukan bronkoskopi. c. Penderita HIV AIDS

(37)

6. Besar sampel

Subjek diambil dengan cara consecutive sampling yaitu setiap penderita yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek terpenuhi. Rumus yang digunakan untuk menentukan sampel : Zά.p.q N : --- d2 Keterangan : p = sensitiviti q = 1 – p Zά = tingkat kemanaan, ά = 0,05 Zά = 1,96

Berdasarkan penelitian sebelumnya, sensitiviti dengan metode

Saccomano adalah 18,3%. (1,96)2 x 0,18 x 0,82 n = --- (0,1)2 3,84 x 0,183 x 0,82 = --- 0,01 = 56,7

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 57.

7. Definisi operasional

a. Kanker paru

Kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic

(38)

b. Pemeriksaan sitologi sputum

b. Definisi : Pemeriksaan untuk melihat perangai sel-sel yang

terlepas dari suatu lesi (saluran napas), baik secara spontan maupun buatan.

c. Pengukuran : visualisasi sel kanker dilihat aspek kualitatif

d. Perlakuan data : data dikelompokkan menjadi dua kategori :

- Positif : bila dalam visualisasi terdapat minimal satu sel kanker

- Negatif : bila dalam visualisasi tidak terdapat sel kanker

e. Ukuran variabel : menggunakan skala ordinal.

c. Fiksasi Saccomano

Suatu cara fiksasi sputum dengan mengumpulkannya pada wadah yang telah berisi etil alkohol 50% dengan polietilenglikol (carbowax 1540).

d. Inhalasi NaCl 3%.

Proses pengumpulan sputum dengan cara diinduksi menggunakan inhalasi NaCl 3% pada pagi hari dengan menggunakan nebulizer.

e. Bilasan bronkus

Prosedur menginstilasikan cairan isotonis melalui alat bronkoskop untuk mendapatkan sel, mikroorganisme dan material lain dari saluran napas atas, trakea, bronkus dan bronkiolus.

f. Sensitiviti

Kemungkinan bahwa hasil uji diagnostik positif bila dilakukan pada sekelompok subjek yang benar-benar sakit.

g. Asma

Penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif saluran napas

h. Kontra indikasi bronkoskopi.

(39)

· Keadaan umum yang berat /jelek, baik karena demam atau penyebab lain.

· Hipoksemia sedang (PO2 < 60 mmHg).

· Aritmia.

· Penderita tak koopertif

i. Tumor letak sentral

Pemeriksaan foto toraks tampak massa di sekitar hilus dan atau pada pemeriksaan bronkoskop tampak gambaran infiltratif atau masa tumor.

j. Tumor letak perifer

Pemeriksaan foto toraks tampak massa ke arah pleura atau di luar perihiler dan atau pada penampakan bronkoskop bronkus normal.

k. Tumor tidak dapat ditentukan letaknya

Pemeriksaan foto toraks massa tidak dapat ditentukan lokasinya

(sentral/perifer) dan dari pemeriksaan bronkoskopi atau

pemeriksaan bronkoskop bukan massa atau gambaran infiltratif.

8. Prosedur pengumpulan data a. Seleksi penderita

Penjelasan tentang tujuan penelitian diberikan kepada penderita yang telah diduga menderita kanker paru. Penderita yang bersedia ikut dalam penelitian diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Setelah menandatangani lembar persetujuan, penderita

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan

pangumpulan sputum dengan cara pemeriksaan : · Inhalasi NaCl 3% 1 kali.

· Inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut. · Bilasan bronkus

Setelah dilakukan manuver tersebut, sputum yang dihasilkan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi sputum.

(40)

b. Pengumpulan sputum dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali

b.1. Penderita diminta puasa terlebih dahulu mulai jam 12 malam sampai pagi hari sebelum diinhalasi dengan tujuan menghindari reaksi muntah akibat inhalasi. Protokol induksi sputum menggunakan cara seperti yang dilakukan oleh Pavord dkk sebagai berikut :

b.2. Inhalasi salbutamol 2,5 mg untuk mencegah bronkokonstriksi b.3. Induksi NaCl 3% 7 ml dengan ultrasonic nebulizer.

b.4. Selesai induksi penderita diminta berkumur dan membatukkan sputum.

b.5. Sputum yang keluar, ditampung pada wadah yang selanjutnya dibawa ke laboratorium patologi anatomi untuk difiksasi dan diwarnai.

c. Pengumpulan sputum dengan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano.

Penderita dilakukan inhalasi NaCl 3% pada pagi dan sore

hari. Penderita diberi 3 wadah yang telah berisi larutan fiksasi Saccomano. Kemudian diberi penjelasan untuk menggunakan satu wadah setiap hari untuk menampung sputumnya. Bangun tidur penderita berkumur dan tidak sikat gigi kemudian membatukkan yang dalam sehingga didapatkan sputum yang adekuat. Penambahan sputum lebih kurang 15 ml – 20 ml atau 4 – 5 sendok makan. Prosedur di atas dilakukan 3 hari berturut-turut, kemudian ketiga wadah tersebut dibawa ke laboratorium.

Selanjutnya sputum pada ketiga wadah tersebut dituangkan pada wadah blender dan dilakukan homogenisasi dengan kecepatan tinggi (22.000 rpm) dalam waktu 3 – 4 detik. Bila masih tampak granuler, diulang 2 – 3 detik sampai didapatkan larutan homogen. Sputum yang telah homogen dipindahkan pada tabung sputum untuk

(41)

dilakukan pemusingan dengan kecepatan 1.500 rpm selama 15 menit, sehingga didapatkan sedimen di bawah tabung. Sedimen diambil dengan pipet dan diteteskan pada gelas objek, kemudian dilakukan apusan dan diwarnai dengan pewarnaan papanicolau. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 6 di bawah.

Gambar 7. Rangkaian proses Saccomano.

d. Bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol 50%

Tindakan bronkoskopi dilakukan oleh seorang dokter ahli paru. Alat yang dipakai adalah fiber optic broncoscope merek Olympus model 1T30 (working chanel, 2.8 mm). Jika tak ada kontraindikasi pasien dilakukan premedikasi dengan diazepam 5 mg peroral dan injeksi intra muskuler sulfas atrofin 0,25 mg, 30 menit sebelum prosedur. Setelah itu dilakukan anestesi lokal dengan 5 mL lidocain

spray 4% ke saluran napas atas termasuk di daerah laring. Kemudian

diikuti dengan instilasi 2,5 mL lidokain 4% melalui bronkoskop ke mukosa trakea, karina dan bronkus. Bila terlihat tumor dilakukan bilasan bronkus dengan menginstilasikan 20 mL larutan saline. Apabila dilakukan suction ternyata didapatkan sedikit cairan maka

(42)

dilakukan instilasi ulang dengan 20 mL larutan saline. Bila tumor tak terlihat, dilakukan bilasan dengan blind washing dengan panduan foto toraks posteroanterior, lateral dan CT scan. Setelah didapatkan sampel kemudian dilakukan fiksasi dengan alkohol 50% dan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi.

e. Proses homogenisasi sampel

Selanjutnya sputum yang telah diterima tersebut dituangkan pada wadah blender dan dilakukan homogenisasi dengan kecepatan tinggi (22.000 rpm) dalam waktu 3 – 4 detik. Bila masih tampak granuler, diulang 2 – 3 detik sampai didapatkan larutan homogen. Sputum yang telah homogen dipindahkan pada tabung sputum untuk dilakukan pemusingan dengan kecepatan 1.500 rpm selama 15 menit, sehingga didapatkan sedimen di bawah tabung. Sedimen diambil dengan pipet dan diteteskan pada gelas objek, kemudian dilakukan apusan dan diwarnai dengan pewarnaan Papanicolaou.

f. Pembuatan slide

Apusan dibuat dengan meneteskan aspirat pada gelas obyek dan dengan gelas obyek yang lain ditekan secukupnya dan dibuat satu gerakan ke ujungnya. Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan apusan:20

a. Buatlah apusan yang tipis dan merata

b. Segera fiksasi sesuai dengan metode pewarnaan

c. Buatlah apusan sedikit mengandung darah

d. Jaga kebersihan gelas obyek yang digunakan

e. Hindari bahan kimia yang merusak sel

f. Simpan di tempat bersih, kering dan aman

(43)

g. Pengecatan dengan metoda Papanicolau

g.1. Celupkan apusan ke dalam alkohol 95% secara pelan 5 sampai 10 kali

g.2. Celupkan apusan ke dalam alkohol 70% secara pelan 5 - 10 kali

g.3. Celupkan pusan ke dalam air suling secara pelan 5 - 10 kali g.4. Cat dengan Hematoxilin Haris selama 5 menit

g.5. Cuci apusan ke dalam air mengalir, bilas dengan air mengalir sampai air tak berwarna.

g.6. Celupkan apusan ke dalam ethanol 70% secara pelan 5 - 10 kali

g.7. Celupkan apusan ke dalam larutan 1% HCl dalam etanol 70% sampai apusan berwarna salem.

g.8. Bilas apusan dengan alkohol 70% dengan baik

g.9. Celupkan apusan dengan pelan dalam 3% larutan amonium hidroksida dalam etanol 70% sampai apusan berwarna warna biru.

g.10. Bilas apusan dengan alkohol 70% dengan baik.

g.11. Celupkan apusan ke dalam alkohol 95% secara pelan 5 sampai 10 kali.

g.12. Cat apusan dengan OG-6 selama 2 menit. g.13. Bilas apusan dengan alkohol 95% dengan baik.

g.14. Cat apusan dengan OA-59 atau OA-65 selama 3-6 menit.

g.15. Bilas apusan dengan metanol 100% dengan baik.

g.16.Bilas apusan dengan campuran methanol dan xylene dengan perbandingan yang sama.

g.17.Cuci apusan dengan xylene.

g.18.Setelah itu dilakukan mounting ( di tutup pakai deckglass dan dilem)

(44)

Pemeriksaan sitologi sputum dilakukan oleh seorang ahli patologi anatomi

G. ANALISIS DATA

Data hasil penelitian diolah menggunakan komputer program episcope 2.0.

a. Uji sensitiviti

Data selanjutnya diolah untuk mendapatkan nilai sensitiviti pemeriksaan. Sensitiviti adalah usuran kepekaan pemeriksaan, didapat dengan :

Sitologi Sitologi jaringan Sputum Positif Negatif

Positif PS PP Negatif NP NS

Keterangan : PS : positif sejati NS : negatif sejati PP : positif palsu NP : negatif palsu

PS

Sensitiviti = --- x 100% PS + NP

b. Uji kesepakatan

· Cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol 70%

dibanding cara inhalasi NaCl 3 % 3 kali berturut-turut dengan fiksasi Saccomano.

Data yang dikumpulkan berupa data nominal dan berkorelasi. Salah satu cara untuk menilai keandalan pengukuran berskala nominal yang banyak digunakan adalah penentuan nilai kappa (k). Koefisien kappa dikembangkan oleh Cohen (Cohen, 1960) untuk menilai sebuah ukuran asosiasi dengan data kategorikal. Koefisien k itu

(45)

tidak saja digunakan untuk mengukur kesepakatan (concordance,

agreement), tapi juga reliabilitas. Pengukuran kesepakatan terjadi

pada dua macam situasi :48

1. Kesepakatan antara dua orang pengamat dalam mendiagnosis. 2. Kesepakatan diagnosis seorang pengamat terhadap objek yang sama

pada dua macam pengamatan.

Hasil pemeriksaan tersebut kemudian disusun tabel 2x2 sebagai berikut:

Cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol 70%

+ - Jumlah Cara inhalasi NaCl 3 hari + A B A + B dengan fiksasi Saccomano - C D C + D

A + C B + D N

A : sampel menunjukkan hasil (+) pada pemeriksaan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dan inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol.

B : sampel menunjukkan hasil (-) pada pemeriksaan cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan hasil (+) dengan cara inhalasi NaCl 3% berturut-turut dengan fiksasi Saccomano.

C : sampel yang menunjukkan hasil (+) pada pemeriksaan cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan hasil (-) dengan cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi Saccomano.

D : sampel menunjukkan hasil (-) pada pemeriksaan cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan hasil (-) dengan cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi Saccomano.

Nilai k dapat dihitung menggunakan program program win episcope 2.0, atau dihitung dengan menggunakan rumus :

(46)

k = --- dimana : 1 - pe p0 = kesepakatan teramati A + D = --- N pe = kesepakatan harapan E11 + E12 = --- dimana : N

E11 = frekuensi harapan pada sel A1

(A + B)(A + C) = --- N

E12 = frekuensi harapan pada sel D1 (C + D)(B + D)

= --- N

Nilai kappa ideal adalah 1, namun hal ini tidak pernah diperoleh sehingga

kesepakatan kappa digunakan petunjuk Landis dan Koch :dikutip dari 48

a. nilai kappa diatas 0,75 menunjukkan kesepakatan sangat baik

b. nilai kappa 0,4 sampai 0,75 menunjukkan kesepakatan baik.

c. nilai kappa kurang dari 0,4 menunjukkan kesepakatan lemah

Setelah kita menetapkan nilai κ kemudian kita lakukan uji kemaknaan statistik κ dengan hipotesis satu sisi dinyatakan sebagai berikut :

H0 : κ = 0 Hi : κ > 0 Statistik uji z adalah :

κ Z = --- se (κ) se (κ) = 1 N(1-pe)2

[

pe + pe2 -

å

= + c i bi ai aibi 1 ) (

]

a + b c + d a1 = --- a2 = ---

(47)

N N

a + c b + d

b1 = --- b2 = ---

N N

Aturan pengambilan keputusan kemaknaan adalah sebagai berikut : 1. H0 ditolak bila z hitung > z1 – α

2. H0 diterima bila zhitung < z1 - α

· Cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibanding bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol.

Data yang dikumpulkan berupa data nominal dan berkorelasi. Salah satu cara untuk menilai keandalan pengukuran berskala nominal yang banyak

digunakan adalah penentuan nilai kappa (κ).48 Hasil pemeriksaan tersebut

kemudian disusun tabel 2x2 sebagai berikut :

Cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano

+ - Jumlah Cara bilasan dengan + A B A + B

fiksasi alkohol 70% - C D C + D

A + C B + D N

A : :sampel menunjukkan hasil (+) pada pemeriksaan bilasan bronkus dengan fiksasi alokhol dan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi alkohol 70%.

B : sampel menunjukkan hasil (-) pada pemeriksaan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol dan hasil (+) dengan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano.

C : sampel menunjukkan hasil (+) pada pemeriksaan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol dan hasil (-) dengan inhalasi NaCl 3% berturut-turut dengan fiksasi Saccomano.

(48)

D : sampel menunjukkan hasil (-) pada pemeriksaan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol dan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano.

Untuk menilai nilai kesepakatan dan kemaknaan dipakai seperti cara tersebut di atas.

H. ETIKA PENELITIAN

Tujuan etika penelitian adalah untuk memberikan penjelasan yang benar pada tiap subyek yang diteliti tentang tujuan dan manfaat penelitian, setelah itu subyek diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Etika penelitian dikeluarkan berdasarkan persetujuan Panitia Kelaikan Etik Fakultas Kedokteran UNS Surakarta.

J. ALUR PENELITIAN

PENDERITA DICURIGAI KANKER PARU

PEWARNAAN

INHALASI NaCl 3% 3 HARI BERTURUT-TURUT BILASAN BRONKUS PEWARNAAN MATERIAL SPUTUM MATERIAL SPUTUM FIKSASI ALKOHOL 50% INHALASI NaCl 3% 1 KALI FIKSASI ALKOHOL 70% MATERIAL SPUTUM FIKSASI SACCOMANO PEWARNAAN KRITERIA PENERIMAAN

Gambar

Gambar 1. Gambaran sitologi karsinoma sel skuamosa
Gambar 5. Klasifikasi/pembagian paru meliputi 1) hilus, 2) perihiler, 3) perifer
Gambar 6. Kerangka konsep
Gambar 10. Jenis sel kanker baku emas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi lahan di Kabupaten Sragen Tahun 2012, dapat dilihat pada tabel berikut :...

Untuk variabel Kinerja dosen secara keseluruhan jawaban responden baik dengan nilai rata-rata nilai 79,5%, hal ini menunjukkan bahwa kinerja dosen sudah baik, dosen sebagai tenaga

ANALISIS PEMODELAN SEDIMENTASI DI SALURAN KENCONG TIMUR BEDODO MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS; Erik Setyo Irawan; 091910301026; 66 halaman; Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Hasil analisa menunjukkan secara statistik perempuan tidak pernah menggunakan kontrasepsi merupakan kelompok dengan risiko hipertensi terendah, tidak berbeda dengan lelaki, Namun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi/kelayakan penggunaan abu batu dalam pembuatan beton SCC dan karakteristik yang tinjau yaitu Slump- Flow, L-Shape-Box, dan

Diantara ushul syariah (kaidah pokok syariat) adalah kaum muslimin diperintahkan untuk melaksanakan agama mereka, menunaikan hak-hak Allah ‘Azza wa Jalla dan menunaikan hak para

negara dan hukum negara itu ad4 sehingga hukum negara yang ada sebetulnya berdii di atas sejudtah keragaman lokal yang telai hidup b€rinteraksi satu sana lain dalam