• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN TAHUN ANGGARAN 2015 BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN TAHUN ANGGARAN 2015 BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman, estetika serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi merupakan salah satu faktor terpenting dalam mewujudkan layanan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan dan peningkatan produktivitas kualitas hidup masyarakat.

Tahap pelaksanaan PPSP ada 6 tahapan yaitu : tahap pertama advokasi dan pemberdayaan, tahap kedua penguatan kelembagaan dan pendanaan, tahap ketiga perencanaan strategis, tahap keempat memorandum program, tahap kelima implementasi dan tahap keenam monitoring dan evaluasi. Dimana seluruh tahapan PPSP merupakan tahapan yang harus dilalui kabupaten dengan dukungan dan pendampingan dari Provinsi dan Pusat. Pada tahun ini Kabupaten Bintan telah memasuki tahap keempat yaitu penyusunan Memorandum Program (MPS).

Memorandum Program merupakan kesepahaman dan kesepakatan bersama antara para pemangku kepentingan dalam rangka percepatan pembangunan sanitasi. Dokumen MPS Kabupaten Bintan disusun oleh Pokja Sanitasi Kabupaten Bintan, dalam proses penyusunannya Pokja didampingi oleh seorang fasilitator kabupaten (City Fasilitator/CF).

Memorandum Program Sanitasi (MPS) merupakan terminal seluruh program dan kegiatan pembangunan sektor sanitasi kabupaten yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten, Provinsi, Pusat dan masyarakat setempat dalam kurun waktu 5 tahun, yang pendanaannya berasal dari berbagai sumber: APBN, APBD Propinsi, APBD Kabupaten/Kabupaten, Bantuan Luar Negeri (pinjaman maupun hibah), swasta maupun masyarakat, dan sebagainya.

Sebagai suatu terminal, Memorandum Program Sanitasi (MPS) merangkum masukan dari Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK), Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM), sejalan dengan itu (MPS) telah disusun pula dokumen-dokumen perencanaan sebagai berikut : RTRWK, RPJMD, Renstra Kabupaten, RKA KL, dan lain-lain.

Memorandum Program merupakan justifikasi dan komitmen pendanaan dari Pemerintah Kabupaten, Provinsi, Pusat, atau dari lembaga lainnya untuk

(2)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

program/kegiatan yang telah teridentifikasi. Memorandum Program merupakan landasan bagi Pemerintah Kabupaten untuk melaksanakan strategi pembangunan sektor sanitasi dalam jangka menengah (5 tahun).

Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai kelembagaan terkait, baik sinkronisasi dan koordinasi pada tingkat kabupaten, Provinsi maupun Kementerian/Lembaga untuk periode Jangka Menengah. Dari sisi penganggaran, dokumen ini juga memuat rancangan dan komitmen pendanaan untuk implementasinya, baik komitmen alokasi penganggaran pada tingkat kabupaten, Provinsi, Pusat maupun dari sumber pendanaan lainnya.

Untuk sumber penganggaran dari sektor Pemerintah, keseluruhan komitmen dalam dokumen ini akan menjadi acuan dalam tindak lanjut melalui proses penganggaran formal tahunan. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

 Pemrograman telah mempertimbangkan komitmen bersama antara kemampuan APBD Pemda dan pendanaan Pemerintah Pusat maupun partisipasi dari sektor pendana lain yang peduli sanitasi.

 Program dan Anggaran untuk 5 tahun ke depan sudah diketahui, sehingga perencanaan lebih optimal dan matang.

 Memorandum program investasi kabupaten merupakan rekapitulasi dari semua dokumen perencanaan sanitasi dan telah disusun dengan mempertimbangkan kemampuan kabupaten dari aspek teknis, biaya dan waktu.

 Memorandum program investasi ini dilengkapi dengan kesepakatan pendanaan yang diwujudkan melalui persetujuan dan tanda tangan dari Bupati/ Gubernur selaku kepala daerah.

 Program investasi sektor Sanitasi ini telah disusun berdasarkan prioritas menurut kebutuhan kabupaten untuk memenuhi sasaran dan rencana pembangunan kabupaten.

Proses penyusunan rencana program investasi ini telah ditekankan aspek keterpaduan antara pengembangan wilayah/ kawasan dengan pengembangan sektor bidang yang terkait kesanitasian, yang mencakup: Koordinasi Pengaturan, Integrasi Perencanaan, dan Sinkronisasi Program berdasarkan Skala Prioritas tertentu atau yang ditetapkan yang paling sesuai dalam rangka menjawab tantangan pembangunan.

(3)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

Memorandum program ini dilengkapi dengan tabel-tabel rencana investasi program, rencana pelaksanaannya sampai akhir 5 (lima) tahun ke depan, peta-peta pokok yang dapat menjelaskan arah pengembangan dan struktur ruang Kabupatennya.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Memorandum Program Kabupaten Bintan adalah sebagai berikut.

Maksud :

a. Tersusunnya dokumen rencana strategi dan komitmen pendanaan oleh pemerintah Kabupaten Bintan dan pihak terkait untuk implementasi pembangunan sanitasi yang komprehensif Jangka Menengah. Secara umum MPS ini secara spesifik bersifat sebagai “Expenditure Plan”, khususnya untuk program pembangunan sanitasi.

b. Mendorong para stakeholders melaksanakan kebijakan pengembangan sanitasi yang lebih efektif, partisipatif, dan berkelanjutan.

Tujuan :

a. MPS diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman penganggaran pendanaan untuk implementasi pelaksanaan pembangunan sanitasi mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 yang telah tercantum dalam dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten Bintan.

b. Dapat memberikan gambaran tentang kebijakan pendanaan untuk implementasi pembangunan Sanitasi Kabupaten Bintan selama 5 tahun yaitu tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 baik pendanaan yang dialokasikan dari APBD Kabupaten, Propinsi, Pemerintah Pusat maupun sumber pendanaan lain non pemerintah.

c. Dipergunakan sebagai dasar penyusunan Rencana Operasional tahapan pembangunan sanitasi.

d. Sebagai dasar dan pedoman bagi semua pihak (instansi, masyarakat dan pihak swasta) yang akan melibatkan diri untuk mendukung dan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi daerah Kabupaten Bintan.

e. Sebagai dasar masukan bagi umpan balik (feed-back) RPJMD pada periode berikutnya.

(4)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

(5)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

(6)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

1.3. Wilayah Perencanaan 1.3.1. Gambaran Umum

Secara geografis, wilayah Kabupaten Bintan terletak antara 006’17” - 134’52” Lintang Utara dan 10412’47” Bujur Timur di sebelah Barat - 10402’27” Bujur Timur di sebelah Timur, dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Natuna dan Malaysia Timur. Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga

Sebelah Barat : Kota Batam dan Kota Tanjungpinang Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Barat.

Jika dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Bintan memiliki nilai strategis dan berada dekat dengan jalur pelayaran dunia yang merupakan salah satu simpul dari pusat koleksi dan distribusi barang dunia. Kedekatan ini merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki Kabupaten Bintan dalam menghadapi Pasar Bebas. Jarak yang terjauh dari Pusat Pemerintahan Kabupaten adalah Kecamatan Tambelan yang berjarak 360 mil laut arah Timur Pulau Bintan. Untuk mencapai kecamatan ini diperlukan waktu pelayaran kurang lebih 28 jam (Pulau Tambelan-Pulau Bintan) atau 10 jam (Pontianak-Tambelan-Pulau Tambelan) dengan menggunakan kapal ukuran besar. Walaupun kecamatan ini secara geografis terletak jauh dari Ibu Kota Kabupaten, daerah ini memiliki kekayaan laut yang berlimpah.

Wilayah Kabupaten Bintan dapat dijangkau dengan pesawat udara dari kota-kota besar Indonesia maupun seluruh dunia, melalui Bandara Internasional Hang Nadim Batam dan dilanjutkan dengan kapal Ferry menuju ke Pulau Bintan, atau melalui Bandara Raja Ali Haji Fisabilillah di Kota Tanjungpinang. Dari Singapura dan Johor, Pulau Bintan dapat ditempuh dengan waktu 2 jam menggunakan kapal ferry ke pelabuhan Bintan Telani Lagoi ataupun pelabuhan Sri Bintan Pura di Tanjungpinang. Kabupaten Bintan saat ini terdiri dari 241 buah Pulau besar dan kecil. Hanya 49 buah diantaranya yang dihuni, sedangkan sisanya (192 Buah Pulau) dengan luas wilayah keseluruhan mencapai 88.038,54 Km2 yang terdiri dari daratan seluas 1.313,86 Km2 (1,49 %) dan Laut seluas 86.724,68 (98,51%).

Kabupaten Bintan memiliki 1 buah Pulau Terluar, yaitu Pulau Sentut. Secara geografis, Kabupaten Bintan memilik ratusan pulau dan dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) gugusan pulau, yaitu :

(7)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

1. Gugusan Pulau Bintan, meliputi Pulau Bintan dan pulau-pulau kecil disekitarnya yang memiliki potensi pertambangan, pertanian dan pariwisata. 2. Gugusan Pulau Tambelan, termasuk pulau Menggirang, Panjang, Mendora

dan pulau-pulau sekitarnya yang memiliki potensi sumber daya laut dan pertanian (kelapa dan cengkeh).

A. Klimatologi

Pada umumnya daerah Kabupaten Bintan beriklim tropis dengan temperatur rata rata terendah 23,90 dan tertinggi rata-rata 31,80 dengan kelembaban udara sekitar 85%. Gugusan kepulauan di Kabupaten Bintan mempunyai curah hujan cukup tinggi dengan iklim basah, berkisar antara 2000–2500 mm/th. Rata-rata curah hujan per tahun ± 2.214 milimeter, dengan hari hujan sebanyak ± 110 hari. Curah hujan tertinggi pada umumnya terjadi pada bulan Desember (347 mm), sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (101 mm). Temperatur rata-rata terendah 22,5C dengan kelembaban udara 83%-89%. Kabupaten Bintan mempunyai 4 macam perubahan arah angin yaitu:

Bulan Desember-Pebruari : Angin Utara Bulan Maret-Mei : Angin Timur Bulan Juni-Agustus : Angin Selatan Bulan September-November : Angin Barat

Kecepatan angin terbesar adalah 9 knot pada bulan Desember-Januari, sedangkan kecepatan angin terendah pada bulan Maret-Mei. Kondisi angin pada umumnya dalam satu tahun terjadi empat kali perubahan angin; bulan Desember-Februari bertiup angin utara, bulan Maret-Mei bertiup angin timur, bulan Juni-Agustus bertiup angina selatan dan bulan September- Nopember bertiup angin barat. Angin dari arah utara dan selatan yang sangat berpengaruh terhadap gelombang laut menjadi besar. Sedangkan angin timur dan barat terhadap gelombang laut yang timbul relatif kecil.

Kecepatan angin terbesar adalah 9 knot pada bulan Desember–Januari sedangkan kecepatan angin terendah pada bulan Maret–Mei. Kondisi tiupan angin di atas perairan Pulau Bintan yang menyebabkan gelombang dan arus adalah angin utara dan barat laut dimana angin tersebut umumnya bertiup pada bulan Juni hingga Agustus. Gelombang di perairan Bintan Timur sebelah utara pada musim angin bisa mencapai ketinggian 2 meter.

(8)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

B. Topografi

Wilayah Kabupaten Bintan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil pada umumnya merupakan daerah dengan dataran landai di bagian pantai. Kabupaten Bintan memiliki topografi yang bervariatif dan bergelombang dengan kemiringan lereng berkisar dari 0-3 % hingga diatas 40 % pada wilayah pegunungan. Sedangkan ketinggian wilayah pada pulau-pulau yang terdapat di Kabupaten Bintan berkisar antara 0-50 meter diatas permukaan laut hingga mencapai ketinggian 400-an meter di atas permukaan laut.

1) Pulau Bintan

Wilayah Pulau Bintan memiliki keadaan topografi bervariasi dari datar hingga bergelombang, dengan kemiringan 0-40 % mencapai 98,03%. Sedangkan untuk kemiringan >40 % hanya mencapai 1,97 % dan tersebar di wilayah Gunung Bintan, Gunung Kijang dan Gunung Lengkuas. Jika diuraikan secara rinci, maka kemiringan lereng 0-3 % memiliki luas sebesar 742,34 Km2 (41,78 %), kemiringan 3-15 % dengan luas wilayah 334,57 Km2 (18,83%), sedangkan kemiringan 15-40 % sebesar 664,88 Km2 (37,42 %) dankemiringan > 40 % dengan luas wilayah 34,92 Km2 (1,97 %).

Kemiringan lereng di Kecamatan Teluk Bintan didominasi oleh kemiringan 0-3 % dengan beda tinggi 0-3 meter di atas permukaan laut, dengan luas sebesar 103,60 Km2 (56 %) luas daratan yang menyebar di seluruh wilayah Keacamatan Teluk Bintan baik di daerah daratan, sekitar pesisir pantai dan hutan bakau. Wilayah datar sampai berombak (>3–15 %) dengan beda tinggi mencapai 15 meter, luasnya sebesar 46,15 Km2, menyebar di bagian selatan Kecamatan Teluk Bintan, terutama di wilayah kepulauan (Pulau Pengujan, Pulau Pangkil, dan pulau lainnya).

Lereng >15-40 % dengan beda tinggi mencapai 40 meter, merupakan daerah perbukitan yang penyebarannya terutama di bagian tengah dengan total luas sebesar 31,45 Km2. Sedangkan wilayah bergelombang sampai berbukit (> 40 %) dengan beda tinggi antara 40-348 meter.

Penyebarannya terutama di Wilayah Desa Tembeling dan Desa Bintan Buyu (Gunung Bintan) dengan luas 3,8 Km2. Kecamatan Bintan Utara dengan kemiringan datar 0-3 % mendominasi tingkat kemiringan terbesar yaitu 282,42 Km2 (45 %) luas wilayah daratan, dominasi kedua dengan kemiringan 3–15 % sebesar 263,98 Km2 (42,06 %), dan terkecil dengan kemiringan >40% sebesar 5,88 Km2 (0,94 %). Untuk wilayah Kecamatan Bintan Timur terbesar pada prosentasi luas wilayah kemiringan 0-3 % sebesar 271,58 Km2 (65,28 %).

(9)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

Wilayah Kecamatan Gunung Kijang mempunyai dominasi lahan datar sampai berombak (>3–15 %) dengan beda tinggi mencapai 15 meter, merupakan luas terbesar yaitu sebesar 208,29 Km2, menyebar di bagian Utara dan Timur Kecamatan Gunung Kijang, terutama di wilayah Lomei, Kawal dan daerah pesisir pantai. Wilayah berombak sampai bergelombang (>15-40%) dengan beda tinggi mencapai 40 meter, merupakan daerah perbukitan yang penyebarannya terutama di bagian tengah dengan total luas sebesar 128,08 Km2.

Wilayah bergelombang sampai berbukit (> 40 %) dengan beda tinggi antara 40-211 meter. Penyebarannya terutama di Wilayah Desa Gunung Kijang, yaitu di daerah Gunung Kijang seluas 7,5 Km2.

2) Gugusan Pulau Tambelan

Dominasi kemiringan pada Gugusan Pulau Tambelan adalah pada kemiringan datar 15–40 % sebesar 67,77 km2 (40 %) dari luas daratan, sedangkan kemiringan lainnya bervariasi antara kemiringan 0-3 % sampai dengan kemiringan >40 %, dengan prosentasi 15% sampai 25 %.

Secara keseluruhan kemiringan lereng di Kabupaten Bintan relatif datar, umumnya didominasi oleh kemiringan lereng yang berkisar antara 0-15% dengan luas mencapai 55,98 % (untuk wilayah dengan kemiringan 0-3% mencapai 37,83 % dan wilayah dengan kemiringan 3-15 % mencapai 18,15%). Sedangkan luas wilayah dengan kemiringan 15-40 % mencapai 36,09 %dan wilayah dengan kemiringan > 40 % mencapai 7,92%.

C. Hidrologi

Sungai-sungai di Kabupaten Bintan kebanyakan kecil-kecil dan dangkal, hampir semua tidak berarti untuk lalu lintas pelayaran. Pada umumnya hanya digunakan untuk saluran pembuangan air dari daerah rawa-rawa tertentu. Sungai yang agak besar terdapat di Pulau Bintan terdiri dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), dua diantaranya DAS besar yaitu DAS Jago seluas 135,8 km² dan DAS Kawal seluas 93,0 km² dan hanya digunakan sebagai sumber air minum. Pasang surut di perairan Pulau Bintan bertipe campuran cenderung semidiurnal atau mixed tide prevailing semidiurnal (wyrtki, 1961). Dimana saat air pasang/surut penuh dan tidak penuh terjadinya dua kali dalam sehari, tetapi terjadi perbedaan waktu pada antar puncak air tingginya. Hasil prediksi pasut menggunakan Oritide-Global Tide Model di sekitar perairan pantai Trikora

(10)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

(Kecamatan Gunung Kijang) pada bulan Juli memperlihatkan bahwa tinggi rata-rata air pasang tertinggi +73,48 cm, air surut terendah -121,31 cm, dengan tunggang maksimum sekitar 194,79 cm dan pada bulan September, tinggi rata-rata air pasang tertinggi +75,69 cm, air surut terendah -101,06 cm dengan tunggang maksimum sekitar 176,75 cm.

D. Pasang Surut

Pasang surut adalah salah satu faktor dasar dalam pengkajian arus dilaut. Kenaikan massa air laut samudera atau laut luas secara vertikal adalah gaya tarik benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari. Massa air yang naik akan merambat dari samudera atau laut lepas secara horizontal ke perairan dalam seperti perairan Indonesia. Faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah posisi bulan dan matahari terhadap bumi serta situasi morfologi setempat seperti berkurangnya kedalaman, keadaan ini terjadi pada tempat-tempat yang sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan dominasi arus pasang surut.

Di Kabupaten Bintan hampir sebagian besar di pengaruhi oleh pasang surut air laut, tingkat muka air sungai bervariasi, atau terjadi banjir lokal oleh air laut. Pasang di perairan Bintan merupakan rambatan pasang dari Laut Cina Selatan yang identik dengan pasang di perairan Bintan. Pola pasang surut cenderung semi diurnal (mixed tide prevailing semidiurnal), terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Namun dua pasang tersebut tidak sama besarnya.

Hal ini diakibatkan oleh posisi geografis wilayahnya yang terletak pada pertemuan perambatan pasang surut Samudera Hindia melalui Selat Malaka dan dari Samudera Pasifik melalui Laut Cina Selatan sehingga menyebabkan perairan Kepulauan Riau memiliki arus pasang surut dengan pola bolak-balik (revering tidak current).

E. Batas Administrasi

Kabupaten Bintan merupakan Kabupaten Induk di Provinsi Kepulauan Riau yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1956, dengan nama daerah otonom Kabupaten Kepulauan Riau. Seiring dengan perkembangan dan pemekaran wilayah sejak tahun 1983 hingga tahun 2004, Kabupaten Bintan telah mengalami 4 kali perkembangan wilayah, berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 1983, Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2001 serta Undang-Undang No. 31 Tahun 2003 serata mulai menggunakan nama Kabupaten Bintan sejak diterbitkannya

(11)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006.

Pada Tahun 2007, Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan pemekaran wilayahnya melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Toapaya Asri di Kecamatan Gunung Kijang, Desa Dendun, Desa Air Glubi di Kecamatan Bintan Timur, Kelurahan Tanjung Permai, Kelurahan Tanjung Uban Timur di Kecamatan Bintan Utara, Kelurahan Tembeling Tanjung di Kecamatan Bintan Teluk Bintan, Desa Kukup dan Desa Pengikik di Kecamatan Tambelan dan Kelurahan Kota Baru di Kecamatan Teluk Sebong. Selain itu juga dilakukan Pemekaran Kecamatan melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Toapaya, Kecamatan Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Seri Kuala Lobam. Dengan terjadinya pemekaran wilayah maka jumlah Kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Bintan bertambah dari 6 (enam) Kecamatan menjadi 10 (sepuluh) kecamatan, dengan rincian sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1: Nama, luas wilayah per-Kecamatan dan jumlah kelurahan

Nama Kecamatan Kelurahan/Jumlah Desa

Luas Wilayah

Administrasi Terbangun

(Ha) (%) thd total (Ha) (%) thd total

Kecamatan Gunung Kijang 4 22.112,13 16,83% 74,05 8,27% Kecamatan Bintan Timur 4 9.649,17 7,34% 346,14 38,67% Kecamatan Bintan Utara 5 4.300,60 3,27% 174,21 19,46% Kecamatan Teluk Bintan 6 12.173,12 9,27% 40,80 4,56% Kecamatan Tambelan 8 8.330,95 6,34% 13,86 1,55% Kecamatan Teluk Sebong 7 29.089,89 22,14% 66,14 7,39% Kecamatan Toapaya 4 14.936,53 11,37% 44,96 5,02% Kecamatan Mantang 4 6.762,51 5,15% 10,54 1,18% Kecamatan Bintan Pesisir 4 11.893,54 9,05% 22,95 2,56% Kecamatan Seri Kuala Lobam 5 12.137,14 9,24% 101,36 11,33%

Total 51 131.385,58 100% 895,01 100,00%

Sumber: Buku Bintan Dalam Angka, 2013

1.3.2 Arah Pengembangan Kota

Dalam rangka perencanaan spasial di Indonesia, Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan adanya dokumen rencana tata ruang yang terdiri dari rencana umum dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

(12)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

dengan jangka waktu 20 tahun, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) untuk jangka waktu 20 tahun, serta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) untuk jangka waktu 20 tahun yang dikaji ulang setiap 5 tahunnya. Disamping rencana umum, diperlukan juga adanya rencana rinci yang terdiri dari rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional, rencana tata ruang kawasan strategis propinsi, serta rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Gambaran Rencana Tata Ruang Wilayah khususnya Rencana Lahan Permukiman di Kabupaten Bintan dapat di lihat pada Gambar 1.2.

Untuk memenuhi amanat Undang-Undang tersebut diatas, Pemerintah Kabupaten Bintan menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan tahun 2010-2030 dengan Visi “Menuju bintan yang maju, sejahtera dan berbudaya” yang bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Bintan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Untuk mencapai visi tersebut, beberapa misi yang ditetapkan adalah:

1. Melanjutkan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang cerdas, sehat, berdaya saing, berbudaya serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2. Mewujudkan pembangunan perekonomian daerah yang berbasis pada pengembangan sumberdaya kelautan dan perikanan;

3. Melanjutkan pengembangan potensi pariwisata dan agribisnis;

4. Melanjutkan upaya penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (good governance), demokratis dan bertanggung jawab didukung dengan kepastian hukum dan penegakan HAM.

5. Melanjutkan pembangunan yang adil dan merata melalui peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang menunjang perkembangan di seluruh wilayah Kabupaten Bintan.

6. Melanjutkan upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dengan mengedepankan kearifan lokal dan pengarus utamaan gender.

7. Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (Sustainable Development).

Sesuai dengan tujuan penataan ruang wilayah yang akan dicapai dalam 20 tahun mendatang, maka kebijakan pengembangan wilayah Kabupaten Bintan adalah sebagai berikut :

A. Kebijakan Penataan Ruang Daerah

(13)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

tujuan penataan ruang wilayah adalah mewujudkan Kabupaten Bintan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Berbasis Industri, Pariwisata, Kelautan dan Perikanan melalui Optimasi Pemanfaatan Ruang yang Terintegrasi serta Memperhatikan Daya Dukung Lingkungan. Kebijakan penataan ruang Kabupaten Bintan meliputi :

a. Perwujudan pembangunan wilayah Kabupaten Bintan yang terintegrasi dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya yang dilakukan dengan strategi :

Mengembangkan pusat pelayanan dan keterkaitan antara pusat-pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Bintan;

Mengembangkan prasarana dan sarana pada pusat-pusat pelayanan agar lebih kompetitif dan mampu menciptakan investasi;

Meningkatkan pelayanan pusat-pusat kegiatan (perkotaan dan pedesaan) yang merata dan berhirarki;

Meningkatkan keterkaitan antar pusat-pusat kegiatan di wilayah Kabupaten Bintan dengan pusat-pusat kegiatan di kawasan sekitarnya;

Menjaga berfungsinya pusat-pusat kegiatan yang sudah ada di wilayah Kabupaten Bintan secara optimal;

Mengendalikan pusat-pusat kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi dan peran yang dikembangkan;

Mendorong berfungsinya pusat-pusat kegiatan baru di wilayah Kabupaten Bintan;

Mengembangan jaringan jalan secara hirarkis yang menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan pelayanan dan antara pusat-pusat kegiatan dengan masing-masing wilayah pelayanan;

Integrasi sistem intermoda dan perpindahan antar moda di wilayah Kabupaten Bintan;

Pengembangan rute-rute pelayanan moda transportasi publik menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Bintan dengan pulau-pulau di sekitarnya sesuai dengan intensitas aktivitas;

Pengembangan dan peningkatan kualitas layanan terminal umum meliputi bandara, pelabuhan, pelabuhan penyeberangan, dan terminal angkutan darat sebagai simpul transportasi.

b. Pengembangan fungsi-fungsi perekonomian Kabupaten Bintan untuk mengakomodir kebutuhan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Hal ini dilakukan dengan strategi sebagai berikut:

(14)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Kabupaten Bintan;

Mempersiapkan daerah-daerah yang tidak termasuk ke dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dalam menunjang kegiatan-kegiatan pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Kabupaten Bintan;

Mendorong kegiatan industri pengolahan komoditi unggulan di sentra-sentra produksi; Mengembangkan kawasan ekonomi yang prospektif dan menarik yang mampu membuka lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja lokal di dalam dan di luar Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;

Mengembangkan kawasan permukiman didalam dan diluar Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang terintegrasi dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi;

Mengembangan prasarana dan sarana pendukung kegiatan-kegiatan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;

Membina, mengawasi, dan mengkoordinasikan pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

c. Pemanfaatan potensi sumber daya alam guna mendorong pengembangan ekonomi wilayah, melalui penyediaan prasarana dan sarana pendukungnya. Hal ini dilakukan dengan strategi sebagai berikut :

Pengembangan potensi sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan;

Pengembangan potensi sektor pertambangan mineral dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan kelestarian lingkungan; Mengembangkan kegiatan sektor unggulan pertanian di wilayah sentra

produksi dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan kelestarian lingkungan;

Mengembangkan pusat-pusat tujuan wisata dan kawasan pariwisata berbasis masyarakat dan keunikan budaya dan alam.

d. Optimasi pemanfaatan kawasan budidaya dan kawasan lindung yang efisien, serasi dan seimbang, sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kemampuan daya dukung wilayah. Hal ini dilakukan dengan strategi sebagai berikut :

Mewujudkan pemanfaatan kawasan budidaya secara efisien, serasi dan seimbang berdasarkan kesesuaian lahannya; Mewujudkan kawasan

(15)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

lindung dengan luas minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah Kabupaten Bintan sesuai dengan kondisi ekosistemnya;

Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;

Mempertahankan dan melestarikan kawasan hutan mangrove;

Menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup terutama kawasan tangkapan air, kawasan pantai, sungai, danau/waduk, mata air, kawasan perairan laut;

Mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;

Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; Mengelola sumberdaya alam tak terbarukan untuk menjamin

pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

e. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara.

Mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif didalam dan disekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;

Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan budidaya terbangun; Turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.

Adapun rencana sistem perkotaan/rencana struktur ruang dan rencana polaruang yang ada dalam Peraturan Daeran Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata ruang Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2011 – 2031 disajikan dalam Gambar 1.1.a, Gambar 1.1.b dan Gambar 1.2 berikut.

(16)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

GAMBAR 1.1.a

(17)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

GAMBAR 1.1.b

(18)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

GAMBAR 1.2

(19)

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN

TAHUN ANGGARAN 2015

1.4 Methodologi

1.4.1 Methodologi Penyusunan Dokumen

Metode penyusunan Memorandum Program Sanitasi adalah sebagai berikut: 1. Review Strategi Sanitasi Kabupaten

2. Internalisasi

3. Konsultasi dengan Pokja Provinsi dan Satker terkait di provinsi 4. Akses Sumber Pendanaan Non-Pemerintah

5. Pengawalan Program dan Kegiatan kedalam mekanisme penganggaran

Proses penyusunan MPS terdiri dari beberapa tahapan yang tidak dapat terlepas antara satu dengan lainnya, antara lain sebagai berikut:

1. Melakukan Review SSK khususnya untuk Kerangka Logis, Program, Kegiatan dan Penganggaran serta Prioritasi Program.

2. Melakukan konsultasi kepada SKPD terkait di Kabupaten Bintan 3. Melakukan konsultasi teknis kepada Pokja Provinsi dan Satker terkait.

4. Melakukan pertemuan dengan sumber-sumber alternatif non pemerintah ditingkat Kabupaten Bintan

5. Melakukan pengawalan kepada mekanisme panganggaran.

1.4.2 Sistimatika Penyajian

Sistematika dokumen MPS terdiri dari 5 bab yaitu sebagai berikut:

Bab pertama berisi pendahuluan yang menggambarkan tentang latar belakang, maksud dan tujuan penyusunan MPS, metode penyusunan dan sistematika dokumen.

Bab kedua menyajikan hasil review SSK yang menyangkut kondisi eksisting sanitasi, Prioritasi Program, kerangka logis.

Bab ketiga berisi tentang rencana implementasi program dan kegiatan, perhitungan volume kebutuhan infrastruktur dan non infrastruktur.

Bab keempat berisi tentang rencana kebutuhan biaya untuk implementasi dan sumber pendanaan bagi masing-masing kegiatan. Disamping itu dalam bab ini juga menguraikan rencana antisipasi bilamana terjadi funding gap.

Bab kelima berisi inventarisasi status kesiapan dari masing-masing kegiatan, langkah-langkah dan tindak lanjut yang harus dilakukan bagi kegiatan yang belum memenuhi kriteria kesiapan dan rencana monitoring dan evaluasi.

Referensi

Dokumen terkait

Bila seorang ibu, karena takut akan diketahui orang bahwa ia telah melahirkan anak, menempatkan anaknya itu untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud

Menyetujui laporan tahunan Danamon tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010; Mengesahkan laporan keuangan Danamon tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember

3) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat 4) Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana 3. Model yang dikemukan oleh Merilee S. Model

Adapun kategori atau indikator yang ditentukan oleh peneliti dengan tujuan mempermudah untuk mendapatkan data frekuensi tampilan adegan pornografi dan pornoaksi yaitu adegan

Contoh lain hubungan spasial yang seharusnya terjadi pada objek-objek dalam basis data spasial PBB adalah: objek pada layer bidang mempunyai hubungan tidak boleh berpotongan

Jika kita lihat bahwa satu dependensi fungsional, f1, dalam sebuah himpunan dapat diturunkan dari dependesi fungsional lain dalam himpunan menggunakan penilaian lain, maka f1

Pendapat ini dikuatkan oleh Yafie bahwa pemanfaatan dana zakat yang dijabarkan dalam ajaran fiqih memberi petunjuk perlunya suatu kebijakan dan kecermatan, di mana perlu

hak-hak bagi pekerja/buruh (“TUPE”) yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain