• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAWASAN (TANPA) ROKOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAWASAN (TANPA) ROKOK"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN REKOMENDASI

KAWASAN (TANPA)

ROKOK

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS INDONESIA

Departemen Kajian dan Aksi Straategis

Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa

(2)

A. PENDAHULUAN

Meskipun merokok merupakan kegiatan yang membahayakan kesehatan diri sendiri dan juga orang lain, namun masih banyak penduduk Indonesia yang melakukan hal tersebut. Logika “Membayar untuk merusak diri sendiri” menggambarkan perokok oleh kalangan bukan perokok. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa asap rokok mempunyai dampak yang buruk bagi kesehatan manusia. Tidak sedikit pula kampanye – kampanye anti rokok yang sudah digerakkan, namun jumlah perokok di Indonesia terus meningkat. Menurut data, jumlah perokok di Indonesia semenjak tahun 1995 sampai dengan 2013 meningkat dari 27,8% pada tahun 1995, 31,8% pada tahun 2001, 34,2% pada tahun 2007, 34,7% pada tahun 2010, dan 36,3% pada tahun 2013 (Depkes, 2014).

Kondisi tersebut membuat Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengendalian tembakau yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dengan dasar Peraturan Pemerintah dan guna mendukung kebijakan yang pro dengan kesehatan masyarakat, Universitas Indonesia mengeluarkan SK Rektor UI Nomor 1805 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok Universitas Indonesia yang secara garis besar menjelaskan bahwa lingkungan Universitas Indonesia bebas asap rokok dengan melarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/atau penggunaan rokok. Untuk lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis sendiri yang seharusnya bebas asap rokok dan termasuk dalam KTR UI, masih banyak mahasiswa, dosen, dan pegawai yang merokok di tempat – tempat tertentu. Hal tersebut membuat larangan tanpa merokok tidak efektif. Alasan utama mengapa KTR di lingkungan FEB UI tidak efektif adalah tidak adanya masa transisi yang ditandai dengan tidak adanya Spot Merokok sebagaimana yang tertuang dalam pasal 9 dan 10 SK Rektor UI tentang KTR UI.

Tujuan penulisan kajian penerapan KTR UI di kawasan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini untuk memberikan saran kepada pihak Dekanat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia untuk mempertimbangkan penerapan Spot Merokok di lingkungan FEB UI dan kejelasan peraturan yang diwujudkan dalam SK Dekan.

(3)

B. ISI

1. Analisa SK Rektor tentang Kawasan Tanpa Rokok

Dalam SK Rektor UI Nomor 1805 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok Universitas Indonesia (KTR UI), disebutkan bahwa keputusan ini ditujukan untuk:

1. Meningkatkan produktivitas kerja dan pelayanan umum yang optimal di Universitas Indonesia

2. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih di lingkungan Universitas Indonesia 3. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula bagi warga Universitas

Indonesia

4. Mewujudkan mahasiswa Universitas Indonesia menjadi generasi muda yang sehat dan cerdas

5. Mengurangi kerugian material dalam hal ini mengurangi risiko bahaya kebakaran di lingkungan UI

Sanksi yang kurang tegas merupakan salah satu alasan mengapa masih banyak Sivitas akademi yang merokok di KTR UI. Berdasarkan SK Rektor, prosedur penindaklanjutan terhadap pelanggaran hanya berupa teguran lisan, dan apabila peneguran lisan sudah tercatat selama tiga kali maka diberikan teguran tertulis sebanyak tiga kali dan himbauan untuk mendapatkan bantuan dari klinik stop merokok. Jika teguran tertulis masih tidak diindahkan maka pelaku diminta untuk mendapat bantuan dari Klinik Bantuan Stop Merokok. Prosedur tersebut tidak terlalu efektif karena tidak adanya pihak yang menegur dan kurang menimbulkan efek jera terhadap pelaku. Walaupun sivitas akademi UI lainnya berhak menegur, namun tidak ada yang berani menegur pelanggar tersebut.

(4)

Sejak diberlakukannya SK Rektor ini, FEUI (saat ini FEB UI) belum pernah menerapkan masa transisi KTR. Padahal, pada Bab VI Aturan Peralihan bagian kesatu tentang masa transisi KTR UI, disebutkan bahwa rektor telah menetapkan adanya masa transisi KTR UI yang berakhir pada 31 Desember 2012. Disebutkan pula bahwa spot merokok seharusnya diberlakukan pada masa transisi ini. Belum diberlakukannya spot merokok di FEB UI bisa jadi merujuk pada tidak diberlakukannya masa transisi KTR di FEB UI.

Pasal 10 pada bab yang sama mengatur tentang pemberlakuan spot merokok. Dalam ayat 1, disebutkan bahwa pimpinan dan/atau penanggung jawab unit kerja wajib menetapkan spot merokok yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1) di lingkungan kerja masing-masing. Jelas disebutkan bahwa penetapan spot merokok ini diwajibkan, dengan ketentuan yang telah dijabarkan pada pasal 9. Tidak diberlakukannya spot merokok di FEB UI menandakan bahwa FEB UI telah melanggar pasal 10 dari SK Rektor ini. Tidak adanya spot merokok dapat berdampak pada para perokok yang tetap merokok di KTR UI. Hal tersebut akan membuat peraturan mengenai KTR UI ini menjadi tidak efektif, dan membuat “Hak untuk mendapatkan udara bersih” yang diangkat pada SK Rektor kali ini pun tidak tercapai.

Selain itu Bab V pasal 7 yang membahas tentang sponsor kegiatan dan penerima beasiswa dapat dikatakan mengundang pro dan kontra. Pada pasal 1 dan 2, disebutkan pihak sponsor yang dikategigorikan sebagai “Perusahaan rokok atau institusi yang citranya terkait dengan rokok”.

Citra yang terkait dengan rokok adalah frase yang mengundang multipersepsi dikarenakan bahwa

lembaga yang memiliki gerakan anti rokok pun dapat dikatakan memiliki citra yang berkaitan dengan rokok, yang mana akan berbeda ketika frase tersebut diganti dengan citra yang pro rokok ataupun frase sejenisnya. Di luar itu, ayat 1 dapat dengan mudah disetujui karena ketika sebuah instansi mensponsori suatu kegiatan, dapat dipastikan akan ada kontraprestasi yang harus diberikan kepada instansi tersebut. Hal tersebut akan melanggar pasal 17 dari SK Rektor ini yang mana menyebutkan bahwa tidak diperbolehkan untuk melakukan promosi produk rokok di KTR UI.

(5)

Umumnya, kontraprestasi tersebut berbentuk publikasi mengenai instansi, ataupun produk dari instansi tersebut, atau dapat pula berbentuk pendirian stand di mana instansi tersebut dapat melakukan aktivitas jual beli produk mereka ataupun mempromosikan instansinya. Dengan demikian, membiarkan produsen rokok ataupun institusi yang citranya berkaitan dengan rokok sama saja dengan mendukung publikasi mereka yang mana dapat berdampak pada bertambahnya perokok pemula yang kontras dengan poin ketiga pada tujuan diberlakukannya keputusan ini. Adapun ayat 2 dari pasal ini dapat pula disetujui dengan cukup mudah karena industri rokok yang tergolong dalam harmful industries yang memiliki pandangan umum tidak berkewajiban untuk melakukan CSR atau Corporate Social Responsibility. Meskipun beasiswa oleh perusahaan yang terkait dengan rokok sudah menjamur dan mencetak banyak lulusan-lulusan berkualitas, CSR rokok dinilai sebagai salah satu bentuk pemasaran dan branding dari perusahaan rokok tersebut yang mana dampaknya dapat seperti yang telah dijabarkan pada analisis ayat 1 di atas. Sementara itu, ayat 3 dapat dikatakan sebagai poin yang paling banyak diperdebatkan dalam pasal ini. Pertama, tidak dielaborasikan pada petunjuk teknis mengenai apa itu perokok aktif. Seharusnya, petunjuk teknis memperjelas mengenai kriteria perokok aktif, seperti lama ia merokok, intensitas ia merokok, dan lain sebagainya. Kedua, banyak pihak, khususnya mahasiswa yang beranggapan bahwa diperbolehkan atau tidaknya perokok aktif untuk mendapatkan beasiswa seharusnya ditentukan oleh pemberi beasiswa tersebut, bukan universitas. Hal ini merujuk pada kegiatan merokok yang bukan merupakan kegiatan ilegal bagi mahasiswa secara umum (asumsi: Mahasiswa berusia 18 tahun ke atas).

2. Urgensi SK Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Isu tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan bahasan lama yang belum memiliki penyelesaian di kalangan sivitas akademika Universitas Indonesia. Kebijakan Universitas Indonesia terkait KTR telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Rektor Nomor 1805/SK/R/UI/2011. Adapun dalam SK tersebut setiap sivitas UI memiliki tugas untuk mensosialisasikan KTR dan menyelenggarakan kegiatan-kegitan terkait. Berdasarkan hal tersebut dan membandingkan dengan aktivitas di fakultas lain, kami melihat bahwa pihak dekanat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) kurang serius dalam usaha menyelesaikan

(6)

isu ini. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya sosialisasi SK Rektor tentang KTR dan regulasi-regulasi turunan yang belum ditetapkan seperti SK Dekan. Keadaan ini berefek pada pelaksanaan kebijakan KTR di kawasan FEB UI yang belum terlaksana.

Melihat hal ini, kami berupaya untuk menghimpun pendapat mahasiswa FEB UI terkait dengan kebijakan KTR. Dalam aktivitas pengumpulan aspirasi melalui diksusi dan survei, didapatkan kesimpulan bahwa mahasiswa FEB UI membutuhkan regulasi yang lebih jelas terkait KTR. Lingkungan dan budaya FEB UI tidak dapat disamakan dengan lingkungan dan budaya fakultas lain sehingga membutuhkan beberapa kebijakan khusus yang hanya diterapkan dalam lingkungan FEB UI. Dalam menanggapi respon mahasiswa FEB UI tersebut, diharapkan pihak dekanat segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Dekan. Hal ini dirasa penting dan mendesak mengingat penerapan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di kawsan FEB UI belum berjalan dengan efektif. Dengan dibuatnya Surat Keputusan Dekan, diharapkan regulasi terkait Kawasan Tanpa Rokok semakin jelas sehingga pelaksanaan kebijakan KTR ini pun akan semakin efektif. Selain itu, layaknya Peraturan Menteri yang merupakan turunan pelaksanaan teknis dari sebuah Undang-Undang, SK Dekan juga merupakan turunan dari dari SK Rektor yang mengatur tentang pelaksanaan teknisnya agar implementasi Kawasan Tanpa Rokok dapat berjalan dengan efektif.

Di lingkungan sivitas akademika Universitas Indonesia, terdapat berbagai fakultas yang telah mengimplementasikan SK Rektor Nomor 1805/SK/R/UI/2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok lebih lanjut dengan membuat SK Dekan. Fakultas tersebut diantaranya Fakultas Teknik, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI menjadi pelopor dengan membuat SK Dekan di tahun 2007. SK ini bahkan dibuat sebelum adanya SK Rektor di tahun 2011. SK Dekan No. 156/SK/FKMUI/2007 tersebut menetapkan bahwa:

1. Dilarang merokok dalam gedung FKMUI dan di daerah beratap seperti koridor, kantin dan 3 (tiga) meter dari dinding gedung dan daerah beratap

2. Denda Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) setiap kedapatan merokok di daerah terlarang 3. Denda bagi karyawan atau dosen FKMUI akan diambil langsung dari gaji karyawan atau

(7)

4. Denda bagi mahasiswa akan diakumulasi dan harus dibayar oleh mahasiswa pada saat pembayaran BOP semester berikutnya secara penuh

Fakultas Teknik telah mengikuti langkah FKM UI untuk membuat SK Dekan di tahun 2013. SK Dekan Fakultas Teknik No. 1604/D/SK/FTUI/XI/2013 tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok menetapkan bahwa:

1. Dilarang menghisap atau menikmati rokok, kecuali di tempat yang telah disediakan untuk merkok

2. Perusahaan rokok atau institusi yang citranya terkait dengan rokok dilarang menjadi sponsor yang terkait dengan kegiatan civitas akademika

3. Fakultas Teknik Universitas Indonesia tidak menerima beasiswa yang berasal dari Perusahaan

Rokok atau institusi yang citranya terkait dengan rokok 4. Penerima Beasiswa di lingkungan FTUI bukan perokok aktif

5. Petugas Satuan Pengamanan dilarang merokok saat melaksanakan tugas

6. Petugas Satuan Pengamanan berhak menegur warga FTUI yang merokok di area FT UI 7. Sanksi bagi yang merokok di lingkungan FTUI dikenakan denda RP. 100,000 dan fotonya

akan dipajang di lingkungan FT UI

Dengan melihat referensi dari surat-surat keputusan Dekan diatas, dapat dicermati beberapa poin penting yang dapat dimasukan ke dalam SK Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI nantinya, yaitu:

1. Penegasan kembali bahwa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI merupakan area yang bebas dari asap rokok, kecuali di tempat-tempat yang ditentukan

2. Penentuan tempat spot merokok yang sesuai dengan aturan SK Rektor Nomor 1805/SK/R/UI/2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

(8)

3. Pelaksaan pengawasan KTR yang terdiri atas sanksi yang tegas terhadap pelanggar dan proses monitoring pelaksanaan aturan. Sanksi dapat berupa sanksi materi dengan pembayaran denda. Selama ini, lemahnya penerapan aturan KTR di fakultas lain bukan karena berat atau ringannya saksi yang diterima oleh pelanggar, namun karena lemahnya pengawasan dan ketegasan dalam pelaksanaan dari pihak dekanat. Pihak dekanat diharapkan dapat berkoordinasi dengan pihak keamanan fakultas dalam pelaksaan

monitoring di lapangan dengan memberikan mereka hak untuk menegur. Di SK Dekan

Fakultas Teknik UI, terdapat poin aturan yang memberikan wewenang kepada satuan pengamanan fakultas untuk menjadi penegak aturan KTR.

4. Pemberlakuan sanksi untuk karyawan dan dosen. Di lingkungan kampus, perokok aktif bukan hanya mahasiswa tetapi juga karyawan dan dosen. Padahal, seharusnya sebagai figur teladan, terutama untuk mahasiswa baru, dosen dan karyawan merupakan contoh bagi pelaksanaan aturan KTR. Oleh karena itu, dalam SK Dekan, perlu diatur pula mengenai sanksi bagi karyawan dan dosen, seperti denda yang diambil langsung dari gaji dosen atau karyawan setiap bulannya.

5. Sosialisasi yang mendalam secara berkala. KTR adalah isu yang harus diketahui setiap sivitas akademika FE UI dan harus dipertahankan sebagai budaya. Oleh karena isu KTR yang masih baru dan belum dikenal banyak orang, diperlukan edukasi pada publik FEB UI secara berkala. Sosialisasi ini juga merupakan usaha untuk mempertahankan dan mengingatkan aturan-aturan KTR terhadap khalayak banyak.

6. Pelibatan mahasiswa dalam pembuatan SK Dekan. Agar terbentuknya aturan yang efektif dan efisien tentang KTR, pihak dekanat sebaiknya melakukan koordinasi-koordinasi dengan mahasiswa suntuk mendapatkan masukan bahan pertimbangan pembuatan kebijakan SK Dekan. Mahasiswa sebagai mitra kritis dan pihak yang menerima efek dari SK Dekan akan dapat memberikan masukan agar peraturan yang dibuat sesuai dengan kondisi budaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI.

Dengan memperhatikan hal –hal tersebut, kami mengusulkan beberapa poin penting dalam mekanisme pelaksanaan KTR UI di kawasan FEB UI, yaitu:

(9)

1. Penentuan Spot Merokok di kawasan FEB UI sesuai dengan pasal 9 dalam SK Rektor Nomor 1805/SK/R/UI/2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok

2. Penandaan KTR UI dan Spot Merokok di kawasan FEB sesuai dengan pasal 5 dan 6 dalam SK Rektor Nomor 1805/SK/R/UI/2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok

3. Melakukan Sosialisasi secara berkala kepada Mahasiswa FEB UI mengenai KTR UI di lingkungan FEB UI, Spot Merokok, Sanksi, dan Peran mahasiswa yang berhak menegur dan melaporkan jika terjadi pelanggaran

4. Sosialisasi dalam poin (3) diselenggarakan oleh pihak Dekanat selaku penanggung jawab Unit Kerja KTR UI di FEB UI

5. Pelanggaran KTR UI berupa menyalakan, menikmati, dan menjual rokok di Kawasan Tanpa Rokok, Pengertian rokok sendiri sesuai dengan SK Rektor Nomor 1805/SK/R/UI/2011 pasal 1 ayat 3 dan UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

6. Jika terjadi pelanggaran kedua kali dan seterusnya untuk mahasiswa dikenakan sanksi akademis, sedangkan untuk dosen dan karyawan akan dikenakan pengurangan gaji. 7. Menjadikan Pos Satuan Pengamanan di FEB UI sebagai Pos Pelaporan jika terjadi

pelanggaran untuk memudahkan pelapor

8. Adanya insentif untuk pelapor berupa setengah dari uang denda yang dibayarkan dan identitas pelapor harus dirahasiakan.

9. Pihak Dekanat menerbitkan surat edaran kepada Dosen dan Tenaga Kerja di FEB UI yang berisi penegasan ulang KTR UI di FEB UI dan himbauan untuk Dosen dan Tenaga Kerja agar turut berpartisipasi dalam proses pengawasan, seperti menegur dan melaporkan jika melihat ada pelanggaran

10. Adanya Patroli Rutin oleh Satuan Pengamanan FEB UI di lingkungan Fakultas jika ada pelanggaran KTR UI

Mekanisme Sanksi

Sebelum masuk ke bagian penerapan sanksi, kami membagi pelanggar menjadi tiga kategori. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perokok adalah orang yang suka

(10)

merokok; -aktif orang yang merokok secara aktif; -pasif orang yang menerima asap rokok saja, bukan perokoknya sendiri. Dari pengertian tersebut, terlihat bahwa yang menjadi permasalahan dari rokok itu sendiri ialah asapnya karena bisa menyebabkan orang yang tidak merokok bisa dikategorikan sebagai perokok pasif yang tentunya merugikan dirinya. Selanjutnya, berdasarkan SK Rektor UI nomor 1805 tahun 2011 tentang KTR UI disebutkan bahwa salah satu tujuan dibuatnya keputusan ini ialah untuk menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula bagi warga UI. Oleh karena itu, kami mengkategorikan kegiatan transaksi jual beli di lingkungan FEB UI sebagai tindakan pelanggaran karena diindikasikan dapat mendorong jumlah perokok dan kegiatan merokok di FEB UI sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa hal-hal yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran KTR adalah sebagai berikut:

1. Merokok.

2. Menyalakan rokok. 3. Transaksi jual beli rokok.

Sanksi atas pelanggaran KTR tentunya mendapat perlakuan yang berbeda-beda tergantung dari apakah pelanggar tersebut seorang mahasiswa, staff atau karyawan, pedagang, pengunjung yang bukan warga FEB UI, maupun dosen itu sendiri. Dalam pelaksanaannya sendiri bisa digunakan sistem Surat Peringatan (SP) dengan rincian sebagai berikut:

Mahasiswa SP 1: Peringatan

SP 2: Denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) SP 3: Sanksi akademis

Staff atau Karyawan dan Dosen SP 1: Peringatan

SP 2: Denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) SP 3: Pengurangan atau telat gaji

(11)

Pedagang

Untuk pedagang tidak memakai sistem SP seperti yang lainnya karena diharapkan dengan tindakan tegas seperti penyitaan langsung rokok di tokonya dapat mengurangi angka perokok di FEB UI.

Pengunjung

Untuk pelanggar yang bukan warga FEB UI sanksi hanya berupa denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) dikarenakan keberadaannya di lingkungan FEB UI tidak secara berkala atau terus-menerus.

3. Rekomendasi Spot Merokok di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Nomor 1805/SK/R/UI/2011, UI mulai menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di setiap fakultas. Untuk mewujudkan lingkungan UI yang bebas dari asap rokok, tentu pula harus mengubah secara kultural, tidak hanya berupa aturan dan struktural. Oleh karena itu, diperlukan tempat-tempat khusus yang dapat digunakan oleh para perokok untuk “menikmati” asap rokok. Maka, spot merokok diperlukan untuk hadir di lingkungan FEB UI. Spot merokok adalah area yang diperkenankan untuk merokok (Pasal 1 Ayat (8) SK Rektor Nomor 1805/SK/R/UI/2011). Persyaratan spot merokok tercantum dalam Pasal 9 SK Rektor Nomor 1805/SK/R/UI/2011 sebagai berikut.

Pasal 9

Spot Merokok harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(1) Area terpisah atau secara fisik berada di luar gedung yang berjarak sekurang-kurangnya 7 meter dari dinding bangunan di lingkungan Universitas;

(2) Jarak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan kondisi dan keadaan unit kerja yang menetapkan KTR UI;

(12)

(3) Penandaan atau petunjuk spot merokok dapat berupa tulisan dan/atau gambar di tempat khusus merokok sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran III Keputusan Rektor ini.

(4) Area terpisah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) diusahakan tidak mengganggu keindahan tempat di lingkungan Universitas Indonesia.

(5) Spot Merokok ditentukan tempat dan bentuknya oleh Koordinator Pelaksana Tugas Harian.

Dengan pertimbangan dibutuhkannya spot merokok di FEB UI untuk mengefektifkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan fakultas, terdapat beberapa rekomendasi untuk spot merokok di FEB UI berdasarkan pasal 9 SK Rektor Nomor 1805/SK/R/UI/2011. Pria yang berdiri pada gambar menjadi penanda jarak 7 meter dari bangunan yang dapat digunakan untuk spot merokok (baik berupa bangunan atau wilayah terbuka).

1. Halaman Kantin FEB UI bagian bawah di samping danau

Gambar 1. Spot Merokok di halaman kantin bawah

Halaman Kantin FEB bagian bawah yang berada di dekat danau menjadi salah satu alternatif untuk spot merokok. Dengan wilayah yang cukup luas, pihak kemahasiswaan dapat membangun spot merokok di area ini. Selain itu, spot ini dapat dikatakan menjadi spot favorit bagi

(13)

para perokok di malam hari. Sesudah melepaskan rasa lapar di kantin, para perokok dapat “menikmati” asap rokok di area ini.

Apabila pihak kemahasiswaan tidak membangun spot merokok di area ini, akan menjadi kekurangan tersendiri. Terik matahari di siang hari dan hujan yang dapat turun kapan saja dapat menjadi penghalang bagi perokok untuk merokok di area ini.

2. Halaman Restoran AH di antara Kantin FEB dan Pertamina Hall

Gambar 2. Spot merokok di dekat Restoran AH

Rekomendasi spot merokok yang satu ini sebaiknya dibuat bangunan khusus. Spot merokok ini dapat digunakan bagi mahasiswa yang ingin merokok setelah berolahraga di Pertamina Hall atau yang menuju parkiran gedung B. Namun, untuk spot merokok ini perlu adanya tindak lanjut dengan pihak Restoran AH yang menggunakan jasanya di wilayah FEB demi kenyamanan bersama.

(14)

3. Halaman samping Gedung B di depan Pertamina Hall

Gambar 3. Spot merokok di samping Gedung B

Halaman yang cukup luas di samping Gedung B depan Pertamina Hall menjadi rekomendasi spot merokok yang potensial. Spot merokok yang satu ini dapat menjadi sasaran perokok yang berasal dari Gedung B, koridor Gedung A, Pertamina Hall, dan juga kantin. Namun, kekosongan di halaman ini tentunya perlu dibuat bangunan khusus untuk spot merokok.

4. Tempat parkir di antara bangunan BSO Band dan Katin FEB

(15)

Rekomendasi spot merokok yang satu ini dapat menjadi salah satu tempat yang digandrungi beberapa mahasiswa. Kawasan yang hampir tidak terlihat dengan pemandangan danau, dapat menjadi nilai tambah tersendiri. Namun, kawasan ini juga merupakan tempat sampah yang berasal dari Kantin FEB UI. Ketidaknyamanan akan bau yang kurang sedap pun dapat menjadi nilai minus dari tempat ini untuk dijadikan spot merokok.

5. Taman Kolam Makara Gedung B

Gambar 5. Spot merokok Taman Kolam Makara Gedung B

Seringkali menjumpai beberapa mahasiswa dan dosen merokok di kursi-kursi yang menghadap makara Gedung B. Namun, kursi kursi tersebut belum memenuhi kriteria yang tepat digunakan untuk menjadi spot merokok karena masih berada di bawah atap Gedung B dan juga masih berjarak kurang dari 7 meter dari bangunan. Oleh karena itu, kursi-kursi tersebut dapat dipindahkan ke titik pria yang berbaju hitam berdiri (penanda jarak 7 meter dari bangunan) yang dapat digunakan sebagai salah satu spot merokok.

(16)

Contoh Spot Merokok di Fakultas Lain

1. Spot Merokok di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI

Gambar 6. Spot merokok di FISIP UI (1)

Gambar 7. Beberapa Spot merokok di FISIP UI (2)

(17)

2. Spot Merokok di Fakultas Teknik UI

Gambar 8. Spot merokok di FT UI

3. Spot Merokok di Fakultas Hukum UI

Gambar 9. Spot merokok di FH UI

(18)

C. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Penerapan SK Rektor mengenai KTR UI masih belum efektif di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Indonesia karena tidak adanya masa transisi yang ditandai dengan adanya Spot Merokok, sedikitnya pihak yang mau menegur pelanggar, dan sanksi yang hanya teguran lisan sebanyak 3 kali, tertulis 3 kali, hingga akhirnya di minta untuk datang ke Klinik Bantuan Stop Merokok yang membuat para perokok tidak takut untuk merokok di lingkungan FEB UI. Perlunya Surat Keputusan Dekan yang berisi penegasan kembali bahwa lingkungan FEB UI bebas asap rokok, pelaksanaan spot merokok di satu atau lebih tempat yang sudah direkomendasikan, pengawasan terhadap KTR di FEB UI, sosialisasi yang mendalam secara berkala, sanksi yang tegas bisa berupa denda terhadap pelanggar, baik mahasiswa, dosen, maupun karyawan, dan mahasiswa tentunya juga berharap dilibatkan dalam pembuatan SK Dekan tersebut.

Rekomendasi

1. Memperjelas SK Rektor mengenai KTR UI melalui pembentukan SK Dekan dengan konten yang sudah dijelaskan pada bagian isi,

2. Penerapan Spot Merokok di kawasan FEB UI,

3. Pengawasan KTR dan pemberian sanksi terhadap Mahasiswa, Dosen, dan Karyawan yang melanggar dengan mekanisme yang sudah dijelaskan dibagian isi,

4. Sosialisasi mendalam secara berkala oleh Badan Pengurus Harian KTR mengenai KTR dan Spot Merokok.

(19)

SUMBER DAN REFERENSI

1. Data Rokok Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (http://www.litbang.depkes.go.id/berita-data-rokok ) Diakses Tanggal 14 Juni 2015 pukul 16:17 WIB

2. Keputusan Rektor Nomor 1805/SK/UI/2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok Universitas Indonesia

3. SK Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat No. 156/SK/FKMUI/2007 tentang Kawasan Tanpa Rokok

4. SK Dekan Fakultas Teknik No. 1604/D/SK/FTUI/XI/2013 tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

5. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

program adalah karyawan memiliki pengetahuan bahwa KPC ingin memiliki kantor yang bebas dari asap rokok sehingga karyawan dapat berhenti merokok. Dapat disimpulkan bahwa

Kelima, oleh karena merokok jelas membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang sekitar yang terkena paparan asap rokok, maka pembelajaan uang untuk rokok

Kampung bebas asap rokok adalah tempat untuk menghimbau perokok agar tidak merokok di sembarang tempat dengan tujuan untuk mewujudkan lingkungan yang bersih sehat

SOSIALISASI KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DI SMPN

Perokok pasif adalah orang yang tidak melakukan tindakan merokok tapi terkena dampak dari merokok dengan menghisap asap rokok yang di hembuskan oleh perokok yang merokok..

Kegiatan itu adalah dengan membentuk suatu kawasan yang bebas dari asap rokok..

UMY adalah tempat proses belajar mengajar yang memiliki SK rektor tentang kebijakan kampus bebas asap rokok yang melarang mahasiswa perokok aktif merokok di area kampus,

Target yang akan di capai adalah diharapkan masyarakat dapat mengetahui kawasan mana saja yang harus bebas terhadap penggunaan rokok, diharapkan dengan berhenti merokok dapat membuat