• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Analisis Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan dengan

upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional

merupakan usaha meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang

dilakukan secara berkesinambungan. Upaya besar bangsa Indonesia dalam

meluruskan kembali arah pembangunan nasional yang telah dilakukan menuntut

reformasi total kebijakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan pada

hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan

perbaikan menuju ke arah tujuan yang ingin dicapai (Depkes, 1999)

Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan individu atau masyarakat lebih

banyak bergantung pada pilihan gaya hidup ketimbang unsur bawaan keluarga.

Aktivitas yang dianggap sebagai perilaku berisiko terhadap kesehatan yaitu

pemakaian tembakau, minum alkohol berlebihan, penggunaan obat terlarang, dan

aktivitas seksual yang tidak aman. Popularitas rokok menjadi fenomena abad ke -

20. Jumlah perokok melonjak sejak awal tahun 1900-an tidak lama setelah

diperkenalkannya teknologi produksi massal yang baru ditambah dengan

gencarnya kampanye periklanan (Litin, 2003)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.109 tahun 2012 tentang

Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi

Kesehatan menjelaskan bahwa rokok adalah salah satu produk tembakau yang

(2)

kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman

nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang

asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Beberapa penyakit yang ditimbulkan akibat merokok antara lain gangguan

impotensi dan beberapa jenis kanker. Baik perokok itu sendiri maupun orang yang

tidak merokok namun terpapar asap rokok. Menurut survei Global Youth Tobacco

Survey (GTS) Indonesia pada tahun 2006 sebanyak (81,6%) pelajar usia SMP di

Jakarta tercemar asap rokok di luar rumah, ironisnya, di dalam rumahpun mereka

punya pengaruh yang besar untuk tercemari. Data terkini menunjukkan bahwa

Indonesia adalah negara terbesar mengkonsumsi rokok menempati urutan ke-5

di dunia. Jumlah perokok di Indonesia mencapai (34,5%) pada tahun 2004 atau

sekitar 60 juta jiwa (Aditama, 2006)

Menurut WHO (2008) dalam lima tahun terakhir posisi Indonesia diantara

negara-negara dengan jumlah perokok terbanyak didunia telah bergeser dari

negara ke-5 menjadi negara ke-3 terbanyak di dunia dengan jumlah perokok 65

juta orang atau 28% per penduduk, diperkirakan 225 miliar batang rokok yang

dihisap per tahun.

Menurut World Health Organisation (WHO, 2003), prevalensi perokok

tiap hari pada lima provinsi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Tengah

(36,0%), diikuti dengan Kepulauan Riau (33,4%), Sumatera Barat (33,1%), Nusa

Tenggara Timur dan Bengkulu masing-masing (33%) dan Provinsi Aceh sebesar

(31,9%) (Kemenkes, 2010). Prevalensi penduduk umur 15 tahun ke atas yang

(3)

tiap hari lebih dari separuh (52,3%) perokok adalah 1-10 batang dan sekitar (20%)

sebanyak 11-20 batang per hari (Riskesdas, 2010)

Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional bahkan

internasional. Dampaknya menyangkut bidang ekonomi dan kesehatan manusia.

Perilaku merokok tidak hanya merugikan perokok, tetapi juga orang yang ada di

sekitarnya yang bukan perokok (perokok pasif). Rokok merupakan salah satu

penyebab kematian terbesar di dunia. Diperkirakan hingga menjelang 2030

kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta per-tahunnya dan di

negara-negara berkembang diperkirakan tidak kurang sekitar 70% kematian yang

disebabkan oleh rokok (Kemenkes RI, 2011)

Dari sudut ekonomi, di satu pihak memang jelas penjualan rokok akan

meningkatkan devisa negara. Tetapi dipihak yang lain harus pula dihitung

kerugian yang ditimbulkannya secara ekonomis. Para ahli Bank Dunia

memperkirakan kerugian bersih akibat konsumsi rokok di dunia mencapai angka

200 trilyun dollar AS pertahun. Separuh kerugian ini terjadi di negara

berkembang. Perhitungan para ahli, setiap konsumsi tembakau 1.000 ton akan

terjadi kerugian ekonomi dunia sebanyak 27,2 juta dollar AS (Aditama, 2001)

Dari aspek kesehatan, merokok sangat tidak memberi manfaat bagi

pemakainya. Rokok mengandung 4000 zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan,

seperti nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik, bahkan

juga formalin (TCSC, 2012)

Asap rokok tidak hanya menyerang para perokok saja, melainkan juga

(4)

rokok (perokok pasif). Konsentrasi zat berbahaya didalam tubuh perokok pasif

lebih besar karena racun yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak

terfilter. Sedangkan racun rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung

rokok yang dihisap (WHO, 2008)

Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia masih menimbulkan

perdebatan yang panjang, mulai dari hak asasi seorang perokok, fatwa haram

merokok di tempat umum sampai dengan dampak anti rokok terhadap

perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia. Kebijakan merupakan cara yang

efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi

kebiasaan merokok (Prabandari, 2009)

Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat

Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control

Alliance (SEATCA) dan World Health Organization (WHO) Indonesia

melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik untuk pengendalian

tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran), melarang bentuk

semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok di tempat

umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar peringatan merokok

dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok

(Prabandari, 2009)

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kesehatan yang ditimbulkan

oleh asap rokok atau perilaku merokok yang salah diperlukan kegiatan

pemberdayaan masyarakat atau program yang bisa melindungi perokok pasif.

(5)

(TCSC, 2012)

Negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan beberapa negara di

Eropa mulai gencar menerapkan KTR secara efektif, sebagai contoh yaitu

Australia saat ini sedang menggodok aturan pencabutan SIM kepada pengendara

yang sedang merokok dikendaraannya dan didalamnya ada anak berumur di

bawah 16 tahun. Pemerintah Kota New York mengeluarkan Undang-undang

Bebas Asap Rokok pada tanggal 30 Desember 2002 yang mengatur tentang KTR

termasuk di restoran. Beberapa negara di kawasan Asia tenggara juga sangat ketat

dalam melaksanakan KTR di wilayahnya (TCSC, 2012)

WHO mengadakan Sidang Majelis Kesehatan Dunia ke 56 pada bulan Mei

2003 yang dihadiri 191 negara anggota dari WHO, dengan suara bulat

mengadopsi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau/Framework

Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC ini berlaku efektif sejak tanggal

27 Februari 2005. Pemerintah mempunyai kewajiban dan kewenangan untuk

melindungi masyarakat, dan yang merupakan pokok-pokok kebijakan FCTC

seperti peningkatan cukai, larangan iklan menyeluruh, penerapan KTR, peringatan

kesehatan dalam bentuk gambar, program berhenti merokok dan pendidikan

masyarakat (TCSC, 2012)

Namun, Indonesia hingga saat ini menjadi satu-satunya negara di Asia

Tenggara yang belum menjadi peserta FCTC, sebagai satu-satunya negara di Asia

Tenggara yang belum menandatangani dan meratifikasi Framework Convention

on Tobacco Control (FCTC). Rata-rata perokok menghabiskan 10-11 batang per

(6)

Salah satu terobosan penting yang dilakukan oleh pemerintah baru-baru ini

adalah perumusan Memorandum Of Understanding (MOU) antara Kementerian

Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan yang menekankan pemberlakuan

Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri

Dalam Negeri dituangkan dalam surat bernomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan

Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa rokok.

Peraturan bersama ini sebenarnya sudah menyebutkan adanya sanksi bagi pihak

pelanggar, namun masih perlu diperkuat dengan petunjuk operasional dan

konsistensi implementasinya dilapangan (TCSC, 2012)

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta dan

Swisscontact Indonesia Foundation bekerja sama dengan Lembaga Demografi

Universitas Indonesia (LDUI), menunjukkan bahwa (98%) responden menyatakan

dukungannya terhadap peraturan Kawasan Dilarang Merokok (KDM), diikuti

dengan (93%) responden menyatakan telah mengetahui adanya Peraturan Daerah

ini. Saat ini kebijakan larangan merokok di tempat umum di Indonesia menjadi

kebijakan daerah, meskipun belum semua daerah sudah membuat kebijakan ini.

Ada pula beberapa kabupaten kota yang membuat semacam peraturan dari

walikota atau bupati, namun hal ini belum terlalu kuat dalam penerapan sanksi

dan juga implementasinya (TCSC, 2012)

Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebenarnya selama ini telah

banyak diupayakan oleh berbagai pihak baik lembaga/institusi pemerintah

(7)

dilakukan tersebut jauh tertinggal dibandingkan dengan penjualan,

periklanan/promosi dan atau penggunaan rokok (Juanita, 2011)

Kesehatan merupakan hak azasi manusia yang diamanatkan oleh

Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Amanat

Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 115, menetapkan Kebijakan KTR.

KTR adalah area atau ruangan yang dilarang untuk melakukan kegiatan seperti

produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Tujuannya adalah

agar dapat melindungi kesehatan masyarakat dilingkungan dengan memastikan

bahwa tempat-tempat yang umum bebas dari jangkauan asap rokok. Adapun

tempat-tempat umum yang dimaksud meliputi : a) fasilitas tempat pelayanan

kesehatan, b) tempat belajar mengajar, c) tempat bermain anak, d) tempat ibadah,

e) angkutan umum, f) tempat kerja, serta g) tempat-tempat yang telah ditentukan.

Dasar hukum kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak, yaitu

Undang-Undang No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU

No.8/1999 tentang perlindungan konsumen, UU No. 23/2002 tentang

perlindungan anak, UU No. 32/2002 tentang penyiaran, Peraturan Pemerintah

(PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara, PP RI No. 19/2003

tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, Instruksi Menteri Kesehatan RI No.

459/MENKES/INS/VI/1999 tentang kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan.

dan Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang

lingkungan sekolah bebas rokok.

KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik

(8)

sekarang maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari berbagai elemen

akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan KTR. Hanya Undang-Undang

atau PERDA KTR yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi bukan

perokok terhadap paparan asap rokok orang lain (TCSC, 2012)

Undang-Undang/PERDA tentang lingkungan Bebas Asap Rokok memiliki

kekuatan untuk melindungi masyarakat dari kesakitan dan kematian akibat

paparan asap rokok orang lain. Lingkup undang-undang bervariasi antar negara,

sebagian merupakan peraturan di tingkat nasional yang berlaku untuk seluruh

wilayah negara, sementara beberapa negara lain memiliki UU Bebas Asap Rokok

di tingkat negara bagian. Sesuai PP 19/2003 yang masih berlaku di Indonesia

sampai saat ini, kewenangan untuk membuat UU Kawasan Tanpa Rokok berada

pada pemerintah daerah dalam bentuk PERDA.

Di beberapa wilayah di Indonesia KTR sudah berjalan dengan baik,

misalnya Kota Bandung dengan Perda No. 03 Tahun 2005, Kota Bogor dengan

Perda No. 08 Tahun 2006, Kota Palembang dengan Perda No. 07 Tahun 2009,

Kota Padang Panjang dengan Perda No. 08 Tahun 2009, Kota Surabaya dengan

Perda No. 05 Tahun 2008 dan Peraturan Walikota (Perwali) No. 25 tahun 2009,

Provinsi D.I Yogyakarta dengan Peraturan Gubernur Provinsi Yogyakarta No. 42

Tahun 2009, serta beberapa daerah lainnya.

Pemerintah Daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.

Saat ini Kota Medan sudah memiliki Perda No. 03 tahun 2014 tentang Kawasan

Tanpa Rokok. Penetapan KTR bertujuan: a) terciptanya ruang dan lingkungan

(9)

dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung; dan menciptakan

kesadaran masyarakat untuk hidup sehat.

Peraturan mengenai KTR juga terdapat dalam Undang-Undang RI tentang

Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 BAB VIII pasal 29 ayat 1 bagian m, n dan t, serta

ayat 2 dan 3. Menyebutkan (m) menghormati dan melindungi hak-hak pasien,

(n) melaksanakan etika Rumah Sakit, (t) memberlakukan seluruh lingkungan

rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. Ayat (2) menyebutkan; Pelanggaran

atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi

admisnistratif berupa: a). teguran; b). teguran tertulis, atau c). denda dan

pencabutan izin rumah sakit. Ayat (3) menyebutkan; Ketentuan lebih lanjut

mengenai kewajiban rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Menteri.

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan atau sering disingkat RSUPM

beralamat di Jl. Prof. HM Yamin SH No. 47 Medan yang merupakan salah satu

unit pelayanan kesehatan di Kota Medan yang berstatus milik pemerintah Kota

Medan. RSU Dr. Pirngadi Kota Medan didirikan oleh pemerintah kolonial

Belanda dengan nama GEMENTE ZIEKEN HUIS pada tanggal 11 Agustus 1928.

Bidang manajemen RSUD Dr Pringadi Medan (RSUDPM) membuat suatu

aturan seperti larangan merokok, larangan penjualan rokok, serta diberlakukannya

tulisan- tulisan dilarang merokok pada setiap ruangan di dalam lingkungan rumah

sakit. Pihak manajemen menggerakkan petugas keamanan (satpam) untuk ikut

(10)

adalah menegur secara halus/sopan kepada setiap pengunjung dan keluarga

pasien yang merokok untuk tidak merokok (metrosiantar, 2014)

Menurut hasil observasi peneliti, RSUD Dr. Pirngadi Medan telah

melaksanakan kawasan tanpa rokok yang di mulai dengan sebuah himbauan dan

tanda-tanda/simbol larangan merokok. Terlihat dari beberapa lokasi rumah sakit

terdapat poster-poster di beberapa ruangan rumah sakit, serta spanduk larangan

merokok pun terpajang di kantin rumah sakit meskipun kantin itu sendiri masih

saja menjual rokok.

Para pegawai rumah sakit mengaku bahwa KTR telah dilaksanakan di

rumah sakit tersebut. Namun masih terlihat jelas di beberapa lokasi/ruangan yang

digunakan sebagai tempat untuk merokok belum dapat dikatakan layak/memenuhi

syarat sebagai ruangan khusus merokok, karena dapat kita lihat jelas dari ventilasi,

pintu yang sering terbuka, serta sampah puntungan rokok yang masih saja dibuang

sembarangan.

Alur pemikiran dari dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan

adanya kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok serta sarana dan prasarana dapat

mendukung terjadinya sebuah proses-proses seperti penyuluhan dan serta sebuah

sanksi yang tegas yang kemudian akan mendukung terjadinya implementasi

kawasan tanpa rokok. Narasumber dimintai keterangannya mengenai

pengetahuannya terhadap ada atau tidak adanya kebijakan-kebijakan KTR

khususnya bagi rumah sakit sehingga nantinya dari hasil penelitian atas

(11)

kebijakan KTR terhadap pengimplementasian kebijakan tersebut serta bagaimana

komitmen mereka terhadap implementasi KTR tersebut.

Namun jelas terlihat di RSUD Dr. Pirngadi Medan bahwa penegasan

dalam bentuk sanksi bagi para pelanggar kebijakan belum sampai kepada sanksi

yang tegas. Dari pembahasan di atas, maka perlu adanya analisis implementasi

KTR di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan untuk mengetahui

sejauh apa pelaksanaan KTR telah di laksanakan serta untuk mengetahui seberapa

besar dukungan agar dapat memperkuat pelaksanaan KTR agar dapat dijadikan

sebagai suatu program.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini

adalah bagaimana implementasi kebijakan KTR di Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Pingadi Kota Medan Tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi atau

pelaksanaan kebijakan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan untuk

(12)

2. Dapat sebagai masukan dan informasi bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan

untuk menanggulangi masalah rokok

3. Bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan dapat sebagai rancangan strategi

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Qodriatun (2013) Bencana alam geologi merupakan bencana yang terjadi di permukaan bumi, seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, dan gunung meletus.

Tekstur: Pada penelitian ini terlihat bahwa hasil nilai organoleptik pada tekstur pengawetan ikan menunjukkan skor tertinggi pada pelumuran biji picung dengan

Implementasi nilai-nilai akhlak melalui pembelajaran kurikulum 2013 pada siswa SMP Negeri 5 Malang dilakukan dengan dua hal, yaitu 1 terintegrasi melalui mata pelajaran kurikuler

The content of mercury in Eupatorium inulifolium leaves found very high in Pelangan, reaching up to 2.8 ppm, while mercury contents in the quarry soils at Pelangan

a. Penetapan pemenang lelang pekerjaan konstruksi pembangunan P3SON Hambalang dengan nilai Rp1,2 Triliun yang seharusnya ditetapkan oleh Menpora, ditetapkan

Dari hasil yang didapatkan menunjukkan penambahan canard menyebabkan penundaan terjadinya pusaran pada sudut serang yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak menggunakan

menyuruh siswa untuk memberikan kesimpulan dari jawaban yang diberikan sebagai

[r]