• Tidak ada hasil yang ditemukan

F a u z u l A liw a rm a n 1. M a s A n ie n d a T F.2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "F a u z u l A liw a rm a n 1. M a s A n ie n d a T F.2"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNA MOBIL DI JALAN RAYA KOTA SURABAYA

Fauzul Aliwarman1. Mas Anienda TF.2

ABSTRACT : Penelitian mengenai tanggungjawab hukum pengelolajalan terhadap keselamatan pengguna

mobil di jalan raya Kota Surabaya merupakan penelitian yang bersifat yuridis empiris. Tujuannya untuk mengetahui dan menguraikan perspektif perlindungan hukum terhadap pengguna mobil yang mengalami

kecelakaan di jalan dan tanggungjawab hukum pengelola jalan terhadap keselamatan pengguna mobil di

lalan Kota Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah hukum Kota Surabaya melalui penelitian \ pustakaan untuk mendapatkan data sekunder dan penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer. Penentuan sampel dilakukan secarapurposive. Responden terdiri dari 2 (dua) lembagapemerintahan tingkat NOta Surabaya sebagai nara sumber. Data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.

Selanjutnya, ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian ini bersifat deskriptif

nalitis.Hasil penelitian menunjukkan, bahwa tanggungjawab hukum kepolisian terhadap penanganan pengguna nobil yang mengalami kecelakaan di jalan raya Kota Surabaya dengan jalan melakukan proses penyidikan :>erkara sampai P21 secara profesional dalam waktu yang sudah ditentukan dan menghukum oknum polisi > ang melakukan pelanggaran terhadap kewajibannya memeriksa perkara kecelakaan lalu lintas dalam sidang

etik kepolisian. Upaya hukum perkara pidana yang dapat dilakukan pengguna mobil yang dirugikan akibat

!\ celakaan lalu lintas di jalan raya Kota Surabaya dapat dikelompokkan dalam dua macani, melakukan jpaya hukum persidangan dan upaya hukum disiplin kepolisian.

Keywords : tanggung jawab, pengelola. keselamatan. mobil dan jalan.

Correspondence : Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.

LATAR BELAKANG MASALAH

Keberadaan infrastruktur jalan sangat @endukung kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, sehingga fungsinya harus dipertahankan dan r.yaman bagi pengendara mobil. Tuntutan remeliharaan dan jaminan keamanan berkendara -ecara optimal merupakan sebuah keniscayaan, :ermasuk di Kota Surabaya.

Surabaya sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Timur sekaligus kota terbesar kedua di Indonesia v.dak luput dari permasalahan sosial. Salah satu

rermasalahan yang dihadapi Kota Surabaya

sebagai kota metropolitan adalah masalah \ selamatan pengendara di jalanan. Angka

.vecelakaan lalu lintas (laka lantas) di Kota Surabaya rada tahun 2011 dinilai masih tinggi, bahkan lebih ::nggi dibanding tahun kemarin. Data ini tentu -nenghkhawatirkan, apalagi jika pemerintah tidak -elakukan kebijakan yang dapat mengurangi jumlah korbanjiwa yang melayangdi jalanan.

Data humas Polrestabes Surabaya, -nenunjukkan motor menjadi penyumbang :erbanyak kendaraan yang terlibat kecelakaan. Tsrcatat 1.320 motor terlibat kecelakaan selama @ahun ini,meningkat49%dibandingtahun laluyang

berjumlah 883 unit. Selanjutnya,diikuti mobil menjadi

nomor dua kendaraan yang terlibat kecelakaan

dengan jumlah 231 unit, meningkat 34 % dibanding

tahun kemarin dengan jumlah 172 unit. (Surabaya

Detikdotcom, 10 Januari2012).

Pengelola jalan sebagai penyelenggara harus ikut bertanggungjawab terhadap kecelakaan yang

terjadi dan tidak dapat serta merta lepas tangan

begitu saja. Apalagi pengelola jalan sebagai pihak yang ditugasi menjaga kualitas dan kondisi fasilitas

jalan raya. Mereka harus memastikan kualitas struktur dan kondisi jalanan aman untuk dipakai berkendara dan bebas dari faktorteknis yang dapat menyebabkan kecelakaan.

Perlu kiranya, dilakukan survey dan penelitian

yang dapat memberikan gambaran yang lebih akurat

guna memberikan masukan bagi pemangku

kebijakan dan lembaga terkait dalam menjamin keselama'an pengendara mobil di jalanan Kota

Surabaya.

PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian masalah di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan-pennasalahan

(2)

PerspektifHukum, Vol. 10 No. 1 Mei2010:31 -40

1. Bagaimanatanggungjawab hukum kepolisian @ terhadap penanganan pengguna mobil yang mengalami kecelakaan di jaian raya Kota

Surabaya?

2. Bagaimana bentuk upaya hukum yang dapat

dilakukan pengguna mobil yang dirugikan akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya?

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan tanggung jawab hukum pihak

kepolisian terhadap penanganan pengguna mobil yang mengalami kecelakaan di jalan raya Kota

Surabaya?

2. Memberikan masukan bentuk upaya hukum

yang dapat dilakukan pengguna mobil yang dirugikan akibat kecelakaan lalu lintas di jalan

raya?

KONTIBHSI PENELITIAN

Keberadaan masyarakat pengguna maupun

pengelola jalan di Kota Surabaya khususnya dalam

memperhatikan perlindungan dan pertanggungjawaban hukum terhadap kecelakaan

masih kurang bahkan relatif rendah. Kondisi ini

akan berubah apabila masyarakat pengguna maupun pengelola jalan swasta bersama-sama dengan pemerintah kota ikut berperan dalam menangani permasalahan lalu lintas yang terjadi di Kota Surabaya yang jumlahnya tiap tahun terus meningkat. inilah yang kemudian menjadi entry point dalam penelitian ini.

TINJAUAN PUSATAKA

1. Tinjauan Umum mengenai Perlindungan Hukum

Hukum tidak lain adalah perlindungan

kepentingan manusia yang berbentuk kaedah atau norma. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif. Umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang

seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh

dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada

kaedah-kaedah (Sudikno, 1995: 39). Keberadaan

hukum dalam masyarakat merupakan sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban

masyarakat, sehingga dalam hubungan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya

dapat dijaga kepentingannya. Wujud dari peran

hukum yangdemikian, adalah dengan memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu. Apabila terjadi persengketaan, maka hams diselesaikan menurut

hukum sehingga dapat dihindari tindakan main

hakim sendiri.

Kebijakan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pihak pengendara mobil merupakan hal

yang sangat penting. Perlindungan tersebut muncul disebabkan adanya hubungan hukum antara pihak pengendara dan pihak pemerintah. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasinya dan

pihak lain merasa dirugikan sebagai akibat dari tidak dipenuhinya hak yang semestinya diperolehnya,

kemudian melakukan gugatan. Gugatan pihak yang dirugikan tersebut, sebenarnya merupakan upaya

untuk memperoleh haknya kembali. Jika hak itu tidak dapat diperolelinya kembali, maka ini dirasakan

telah mengganggu kepentingannya. Dalam kaitannya dengan masalah ini, perlu dikemukakan

pendapat Sudikno (1995: 4) bahwa gangguan kepentingan atau konflik haruslah dicegah atau tidak

dibiarkan berlangsung terus karena akan mengganggu keseimbangan tatanan masyarakat yangada. Manusiasenantiasaakan selalu berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan seimbang karena keadaan yang demikian akan menciptakan suasana yang tertib, damai, kondusif dan aman sehingga merupakan jaminan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu haruslah dipulihkan seperti keadaan semula (restutio in integrum).

Selanj utnya Sudikno (1984: 120) mengemukakan,

bahwa dalam melindungi kepentingan masing-masing, maka manusia di dalam masyarakat hams mengingat, memperhitungkan, menjaga dan menghonnati kepentingan manusia lainnya, jangan sampai terjadi pertentangan atau konflik yang merugikan orang lain. Tidak boleh kiranya dalam

melindungi kepentingannya sendiri atau dalam

melaksanakan haknya berbuat semaunya, sehingga merugikan kepentingan manusia lain.

M. Hadjon (1987: 2) membedakan dua macam

perlindungan hukum, yakni perlindungan hukum yang bersifat preventif dan perlindungan hukum yang bersifat represif. Bersifat preventif

(3)

dimaksudkan, bahwa hukum mampu mencegah terjadinya sengketa. Dengan kata lain, tujuan dari

perlindungan adalah memberikan jaminan

keamanan yang sebenarnya bagi para pihak. Fungsi

perlindungan ini dituangkan dalam bentuk

pengaturan pencegahan, yang pada dasarnya

merupakan patokan bagi setiap tindakan yang akan dilakukan masyarakat, yang meliputi seluruh aspek

tindakan manusia termasuk risiko dan pengaturan

prediktif terhadap bentuk penanggulangan terhadap risiko tersebut. Bersifat represif yakni berfungsi sebagai penanggulangan, fungsi ini dituangkan

dalam bentuk penyelesaian atau pemulihan keadaan

sebagai akibat dari tindakan terdahulu para pihak.

2. Pertanggungjawaban Hukum

Bertolak dari pokok pemikiran keseimbangan

monodualistik, konsep memandang bahwa asas kesalahan merupakan pasangan dari asas legalitas yang harus dirumuskan secara eksplisit dalam undang-undang. Oleh karena itu ditegaskan bahwa asas tiada pemidanaan tanpa kesalahan merupakan asas yang sangat fundamental dalam

mempertanggungjawabkan pembuat yang telah melakukan tindak pidana.

Walaupun prinsipnya bertolak dari pertanggungjawaban pidana berdasarkan

kesalahan, namun dalam hal-hal tertentu konsep juga memberikan kemungkinan adanya

pertanggungjawaban pengganti dalam Pasal 36. Pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan terutama dibatasi pada perbuatan yang dilakukan dengan sengaja (dolus). Dapat dipidananya delik culpa hanya bersifat pengecualiaan (ekseptional) apabila ditentukan

secara tegas oleh undang-undang.

Sedangkan pertanggungjawaban terhadap akibat-akibat tertentu dari suatu tindak pidana yang

oleh undang-undang diperberat ancaman pidananya,

hanya dikenakan kepada terdakwa apabila ia

sepatutnya sudah dapat menduga kemungkinan

terjadinya akibat itu atau apabila sekurang-kurangnya ada kealpaan. Jadi konsep tidak

menganut doktrin menanggung akibat secara murni,

tetapi tetap diorientasikan pada asas kesalahan. Dalam hal kesesatan {error) baik error facti

maupun erro iuris konsep berpendirian bahwa pada

prinsipnya si pembuat tidak dapat dipertanggungjawabkan dan oleh karena itu tidak dipidana. Namun demikian, apabila kesesatan itu

.patut dicela atau dipersalalikan kepadanya, maka

si pembuat tetap dapat dipidana. Pendirian konsep yang demikian dirumuskan dalam Pasal 41 dan hal ini berbeda dengan doktrin tradisional yang

menyatakan bahwa error facti non nocet dan error iuris nocet.

METODE PENELITIAN

1. Sifat Penelitian

Penelitian mengenai tanggungjawab hukum pengelola jalan terhadap keselamatan pengguna mobil di jalan raya Kota Surabaya ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum. Penelitian ini dilakukan

dengan cara mengkaji dan mengolah data-data

penelitian yang diperoleh secara langsung di

lapangan, yang merupakan data primer atau disebut

juga penelitian lapangan dengan bertitik tolak pada aspek hukum (yuridis). Untuk mendukung dan melengkapi data primer, juga dilakukan penelitian

kepustakaan guna memperoleh data sekunder tentang permasalahan penelitian. Dengan demikian,

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder.

Laporan penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena hasil penelitian ini

diharapkan mampu memberikan atau melukiskan gambaran secara sistematis, terperinci dan menyeluruh mengenai tanggungjawab hukum

pengelola jalan terhadap keselamatan pengguna mobil di jalan raya Kota Surabaya. Analitis karena untuk selanjutnya akan dilakukan analisis guna menjawab beberapa permasalahan yang telah

dirumuskan di atas.

2. Jenis Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder. Oleh karena

itu, cara yang ditempuh dalam penelitian ini dibedakan dua macam yaitu:

a. Penelitian kepustakaan {legal research)

Oleh karena penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, maka penelitian ini lebih dititikberatkan pada penelitian lapangan, yang didukung atau diawali dengan penelitian kepustakaan (Soekanto, 1984: 52).

b. Penelitian lapangan (field research)

Penelitian lapangan dibutuhkan guna mendukung validitas data yang diperoleh dari penelitian

(4)

PerspektifHukum, Vol. 10 No. 1 Mei2010:31 -40

1) Datapenelitian

Data yang diperoleh dari penelitian lapangan

adalah data primer, yaitu data yang langsung

diperoleh dari responden dan informan di lokasi

penelitian.

2) Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah hukum

Kota Surabaya.

3) Teknik pengambilan sampel

Teknik yang digunakan untuk menentukan responden dan informan adalah dengan metode purposive sampling, yaitu penentuan sampel yang dilakukan tidak secara random (non random), melainkan dengan kriteria dan pertimbangan tertentu.

3. Analisis Hasil Penelitian

Setelah data yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan maupun penelitian lapangan sudah

terkumpul lengkap. Selanjutnya data diolah dan

dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan

memperhatikan fakta yang betul-betul terjadi di lapangan. Selanjutnya dibandingkan dengan data

sekunder atau norma yang seharusnya berlaku,

kemudian diambil kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu berdasarkan teori

atau konsep yang bersifat umum (yang

diaplikasikan) untuk menjelaskan hubungan sebuah

data dengan data lainnya. Untuk selanjutnya hasil penelitian akan disusun dalam sebuah laporan akhir

penelitian yang bersifat deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan, berikut disajikan fakta-fakta beserta

pembahasannya secara lengkap. 1. Hasil Penelitian

Deskripsi Responden Usia

Berdasarkan tabel dapat diketahui, bahwa

responden yangpalingbanyakberusia21 - 25 tahun

sebesar 42% sedangkan yang paling sedikit berusia

46 - 50 sebesar 4%.

Pendidikan

Berdasarkan tabel dapat diketahui, bahwa responden yang paling banyak memiliki tingkat pendidikan SMU/MA/SMK sebanyak 36 orang

dengan persentase sebesar 72% sedangkan yang

paling sedikit memiliki tingkat pendidikan

pascasarjana sebanyak 0 orang dengan persentase sebesar 0%.

Pekerjaan

Berdasarkan tabel dapat diketahui, bahwa

responden yang paling banyak berasal dari kalangan swasta sebanyak 18 orang dengan persentase

sebesar 36% sedangkan yang paling sedikit memiliki latar belakang polisi, guru dan pelajar sebanyak 1

orang dengan persentase sebesar 2%.

Tempat tinggal

Berdasarkan tabel dapat diketahui, bahwa responden dalam penelitian ini diambil dari mereka yangberdomisili di wilayah Surabaya Tim, Sselatan

dan Barat. Dsitribusi responden untuk masing-masing wilayah merata, yaitu 30 responden dengan persentase sebesar 33,3% per wilayah.

Hasil Tabulasi

Kuesioner yang telah disebar kepada

responden anggota sampel dari lima wilayah hukum administratif Kota Surabaya terdiri dari empat bagian pokok yang penulis akan sajikan sebagai berikut:

a. Penyebab kecelakaan

b. Kecelakaan tanpa proses hukum c. Kecelakaan dengan proses hukum d. Pengobatan akibat kecelakaan

Deskripsi kategori dari hasil penyebaran angket dan olah data dapat diketahui sebagai berikut:

Deskripsi tentang Penyebab Kecelakaan Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa mayoritas (30%) responden mengalami

kecelakan di wilayah Surabaya Utara. Sementara

lainnya 10% mengaku mengalami kecelakaan di

wilayah Surabaya Pusat.

Deskripsi tentang Kecelakaan tanpa Proses Hukum

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa mayoritas (30%) responden mengalami

kecelakan di wilayah Surabaya Utara. Sementara

lainnya 10% mengaku mengalami kecelakaan di

wilayah Surabaya Selatan.

Deskripsi tentang Kecelakaan dengan Proses Hukum

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa mayoritas (30%) responden mengalami

kecelakan di wilayah Surabaya Utara. Sementara lainnya 10% mengaku mengalami kecelakaan di wilayah Surabaya Selatan.

(5)

Deskripsi tentang Pengobatan Akibat

Kecelakaan

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa mayoritas (30%) res'ponden mengalami

kecelakan di wilayah Surabaya Utara. Sementara

lainnya 10% mengaku mengalami kecelakaan di

wilayah Surabaya Selatan. 2. Pembahasan

Tanggung jawab hukum kepolisian terhadap

penanganan pengguna mobil yang mengalami

kecelakaan di jalan raya Kota Surabaya?

a) Implementasi penanganan pengguna mobil yang

mengalami kecelakaan

1) Tahap penanganan kecelakaan

a)) Piket laka lantas dan pos polisi laka lantas

menerima laporan dari masyarakat

Tindakpidana kecelakan lalu lintas (selanjutnya disingkat menjadi laka lantas) termasuk tindak

pidana atas laporan, karena UU tidak mengatur secara khusus. Dengan demikian, setiap warga Kota Surabaya yang mendengar, melihat dan atau mengetahui terjadinya laka lantas harus segera

melaporkan kecelakaan tersebut kepada pos polisi atau Polisi Sektor (Polsek) terdekat atau menghubungi nomor darurat kepolisian melalui

Hand phone. Karena sifatnya pelaporan, maka

warga dapat melaporkan setiap kejadian laka lantas, baik pagi, siang, malam ataupun dini hari sekalipun. Kewajiban ini ditegaskn dalam Pasal 232 huruf b UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disingkat menjadi lalin) bahwa bahwa setiap orang

harus melaporkan setiap kecelaakaan yang

didengar, dilihat atau diketahuinya kepada pihak kepolisian

Termasuk dalam hal ini, j ika diri pelapor sendiri menjadi korban laka lantas. Maka (Pasal 231 ayat (1) huruf b UU Lalin menegaskan) korban harus melaporkan dirinya terlibat atau menjadi korban laka lantas yang dilakukan oleh pengemudi kendaran

bermotor lainnya, baik atas kesalahan atau kealpaan pengemudi tersebut.

Tidak hanya sampai di situ, UU Lalin juga mewajibkan setiap warga Kota Surabaya untuk memberikan keterangan kepada kepolisian terkait

dengan peristiwa kecelakaan tersebut.

b))Petugas mendatangi tempat kejadian perkara dalam kota

Polisi lalu lintas yang bertugas segera mendatangi Tempat Kejadian Perkara (selanjutnya

disingkat TKP) untuk mencari keterangan, bukti-bukti dan saksi-saksi di sekitar TKP yang dapat memberikan infonnasi faktual bahwa benar daerah tersebut telah terjadi laka lantas yang menimbulkan

korbanjiwa.

c))Petugas menolong korban kecelakaan Polisi lalu lintas dibantu oleh masyarakat sekitar melakukakn evakuasi terhadap korban laka lantas. Jika korban mengalami luka berat sehingga

perlu mendapat pertolongan pertama, maka korban langsung dilarikan ke rumah sakit atau puskesmas terdekat untuk memberikan pertolongan atas kegawatan kondisinya agar nyawa korban bisa tertolongdan selamat. Untuk tindakan selanjutnya,

korban bisa dimintai keterangan setelah diizinkan

oleh dokter yang menangani koran tersebut.

Pertolongan yang diberikan terhadap korban sebelum datangnya pihak kepolisin ke lokasi kejadian merupakan kewajiban yang dibebankan UU lalin kepada setiap pengemudi kendaran bermotor yang terlibat kecelakaan lalu I intas (Psl 231 (b) UU Lalin) dan atau dapat menajdi kewajiban bagi setiap

warga Kota Surabaya yang sempat mendengar, melihat dan mengetahui adanya kecelakaan

tersebut (Psl 232 (a)UU Lalin). d))Atnankan TKP

Petugas polisi segera mengamankan lokasi

TKP dari masyarakat dan penduduk sekitar yang

tidak berkepentingan untuk membantu proses pemeriksaan perkara. Pengamanan dilakukan

dengan memasang garis polisi (police line) di lokasi kejadian. Sehingga steril dan terbebas dari resiko hilangnya barang bukti di lokasi kejadian. Hal ini terutama dimaksudkan agar sidik jari begitu pula bukti-bukti lain seperti jejak kaki, bercak darah, posisi tubuh korban, rambut dan sebagainya tidak

hapus dan hilang.

Tidak hanya sampai di situ, UU Lalin juga mewajibkan setiap warga Kota Surabaya untuk memberikan keterangan kepada kepolisian terkait

dengan peristiwa kecelakaan tersebut.

e))Amankan tersangka

Polisi mengamankan tersangka laka lantas untuk tiga hal, yaitu pertama, mengantisipasi tindakan brutal masyarakat setempat terhadap

tersangka yang telahmengakibatkan orang lain

menjadi korban. Kedua, mengungkap informasi atau

keterangan yang jelas dari tersangka untuk

keperluan penyidikan. Ketiga, menemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung pemeriksaan.

(6)

PersDektif Hukum. Vol. 10 No. 1 Mei 2010 : Ji -4U

f)) Olah TKP

Polisi melakukan olah TKP dengan mencari bukti-bukti, memberi tanda korban dan barang bukti di daerah TKP laka lantas tersebut untuk mengetahui bagaimana kronologis kejadian perkara. Hal ini untuk mempermudah penyidik dalam

memeriksa kasus laka lantas yang ditanganinya.

g)) Amankan barang bukti

Polisi mengamankan barang bukti (selanjutnya disingkat BB) korban atau tersangka di TKP guna keperluan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan

ini dilakukan untuk memperkuat kebenaran kasus

tersebut sehingg bisa diselesaikan menurut hukum

yang berlaku.

h))Catatsaksi

Polisi mendata saksi-saksi di sekitar TKP yang mengetahui kronologis kejadian perkara laka lantas tersebut untuk diperiksa dan diambil keterangannya oleh penyidik. Setiap warga yang menyaksikan kecelakan tersebut langsung dapat dimintai keterangan oleh penyidik karena dijamin oleh UU.

Jaminan tersebut tegas dinyatakan dalam

Pasal 232 huruf c UU Lalin bahwa setiap orang yang mendengar, melihat dan mengetahui kejadian kecelakaan lalu lintas wajib memberikan keterangan : kfpada pihak kepolisian. Dengan kata lain, siapapun orang yang melihat kejadian tersebut sepanjang dipandang cakap secara hukum, maka wajib

memberikan keterangannya, baik ,laki-laki, perempuan, tua maupun muda.

0) Buat Skep TKP

Polisi mengamankan daerah dari hal-hal yang

menghalangi proses pemeriksaan dan segera

membuat Sket TKP atau gambar TKP. Hai ini

berguna untuk membantu kelancaran pemeriksaan.

Sket TKP dibuat berdasarkan pengukuran yang benar di tempat terjadinya kecelakaan laka lantas. Sebagai bahan bukti perlu keadaan ditempat kejadian diabadikan dengan jalan membuat gambar

atau foto tadi.

Demikian pentingnya ketelitian dan

kecermatan dalam melakukan pemeriksaan di

tempat kejadian, sehingga dalam ilmu kedokteran kehakiman dikenal pepatah "menyentuh sesedikit

mungkin dan tidak memindahkan apapun."

j)) Data TKP

Polisi mencatat data-data rinci terkah lokasi

TKP, yakni berupa daerah terjadinya laka lantas, kilometer (KM) berapa, kecelakan tersebut terjdi

di tempat tinggal siapa, jam berapa, kejadian tersout i

terjadi pada pagi atau siang hari. ,

2) Tahap penyidikan

(

a))Pemeriksaan saksi j Saksi ditempatkan di dalam ruangan periksa \ enyidik laka lantas untuk diperiksa dan dimintai | keterangannya terkait peritiwa kecelakaan yang 1 terjadi. Keterangan yang diperoleh dari saksi yang j satu akan dicocokkan dengan keterangan yang | disampaikan oleh saksi lainnya. ] b))Tangkap tersangka j

Berdasarkan surat perintah penangkapan \

ersangka, polisi melakukan penangkapan terhadap tersangka. Setelah penangkapan terjadi kemudian

dibuatkan berita acara penangkapan. Dalam

penyidikan perkara laka lantas, penyidik tidak

melakukan pemanggilan karena tersangka dan saksi-saksi datang sendiri untuk diperiksa.

c)) Pemeriksaan tersangka

Polisi memeriksa tersangka dalam waktu lx 24 jam untuk membuktikan faktor-faktor kelalaian atau kesalahaan penyebab tersangka dalam tindak pidana laka lantas yang menimbulkan korban, baik mengalami luka berat atau luka ringan, meninggal

dunia dan menimbulkan kerugian materiil.

d))Tahan tersangka

Jika dalam proses pemeriksaan tersebut,

tersangka terbukti melakukan tindak pidana laka

lantas, maka polisi langsung melakukan penahanan

terhadap tersangka maksimal selama 40 hari

kedepan.

e)) Minta Ver/Visum dari rumah sakit

Polisi akan tneminta rumah sakit atau puskesmas terkait untuk melakukan visum atas kondisi korban laka lantas dan meminta hasil visum tersebut. Visum digunakan sebagai alat bukti untuk membuktikan apakah korban mengalami benturan

benda tumpul atau benda tajam lainnya dalam peristiwa kecelakaan yang menyebabkan ia menjadi

korban.

f)) Penyitaan barang bukti

Berdasarkan surat perintah penyitaan, polisi

menyita barang bukti dan tersangka berupa : > Satu unit mobil yang digunakan korban

> Satu lembar surat tanda kendaraan bermotor

(STNK) korban

> Satu lembar surat izin mengemudi (SIM) korban > Satu unit mobil yang drgunakan tersangka

> Satu lembar surat tanda kendaraan bermotor f STNK.Y tersangka

(7)

> Satu lembar surat izin mengemudi (SIM)

tersangka

3) Tahap pemeriksaan

a)) Surat penghentian penyidikan perkara

(SP3)

Khusus untuk kasus tindak pidana laka lantas

yang tersangkanya meninggal dunia, maka kasus iersebut diberhentikan proses pemeriksaannya

dengan putusan SP3 dari kepolisian ataupuh

kejaksaan setempat.

b)) Kirira berkas ke penuntut umum

Penyidik akan mengirim berkas semua pelaku tindak pidana laka lantas yang menyebabkan korban aeninggal dunia atau mengalami kerugian materiil antuk diperiksa ke Kejaksaan Negeri Surabaya.

Jaksa penuntut umum akan menilai apakah berkas

Sayak untuk diterima atau tidak. Jika layak, maka

akan dibuatkan dakwaannya.

c))Kirim tersangka dan barang bukti ke

penuntut umum

Penyidik mengirim semua barang bukti dan ssrsangka ke Jaksa Penuntut Umum untuk dijadikan sebagai bukti-bukti yang kuat dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya,

d)) Sidang Pengadilan Negeri Surabaya Hakim dalam sidang perkara singkat (Tipiring) Pengadilan Negeri Surabaya dengan majelis hakim

satu orangmemeriksa, membuktikan, memutuskan

! cbn menjatuhkan putusan / vonis bagi pelaku laka \ lantas di jalanan Kota Surabaya sesuai dengan UU I ]>fo.22 tahun 2009 tantang Lalu Lintas dan Angkutan

| Jalan

J !}Analisa

* Setiap orang yang mengalami kecelakaan atau

K mereka yang mengetahui, melihat ataupun s mendengar terjadinya kecelakaan, maka diharuskan ,' saelapor kepada kepolisian terdekat.

; Hasil penelitian menjelaskan bahwa kesadaran *C. aasyarakat untuk melaporkan diri ketika terjadi %_ kecelakaan sangat minim. Terbukti 82% dari >s responden mengaku tidak melaporkan diri mereka |^ ietika mengalami kecelakaan dengan beragam % alasan. Alasan terbanyak karena mereka tidak mau ^ ierurusan dengan petugas kepolisian yang

h cenderung tidak menolong mereka.

7 Kenyataan ini sangat bertolak belakang dari v,t, gengetahuan responden, terbukti 62% reponden -'^ssengaku mengetahui dan memahami adanya 'tVlswajiban melaporkan diri atas peristiwa

kecelakaan yang menimpa mereka. Walaupun Pasal

231 huruf c UU lalin menegaskan balvwa setiap orang yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas harus melaporkan dirinya kepada pihak kepolisian

terdekat.

Hal ini menandakan bahwa secara sadar masyarakat ingin menyatakan ada yang salah

dengan layanan yang diberikan kepolisian selama

ini. Dan masyarakat juga merasa takut akan

menjadi pihak yang dipersalahkan nantinya dalam

kecelakaan. Tentu, ini sangat disayangkan karena

tindak pidana kecelakaan lalu lintas tergolong tindak pidana biasa bukan delik aduan (klacht).

Kecelakaan lalu lintas dalam Pasal 229 UU

Lalin digolongkan menjadi tiga macam. Pertama, kecelakaan lalu lintas ringan. Merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan atau barang. Kedua, kecelakaan lalu lintas sedang. Merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaran dan atau barang. Ketiga, kecelakan lalu lintas berat.

Merupakan kecelakaan yang mengakibatkan

korban meninggal dunia atau luka berat.

Hasil penelitian penulis terhadap jenis kecelakaan mobil yang dialami warga Kota

Surabaya, menjelaskan bahwa mayoritas 40%

pelaku kecelakaan mobil mengaku sering terlibat kecelakaan dengan cara nabrak mobil lain dari belakang. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami kecelakaan tunggal (14%) dan beradu kambing (4%).

Terkait korban yang ditimbulkan dari kecelakaan yang terjadi dalam kurun waktu tiga

tahun belakangan, mayoritas 92% responden

mengakui tidak menyebabkan timbulnya korban jiwa. Hanya 8% dari kecelakaan lainnya

menyebabkan munculnya korban j iwa.

Hal lain yang menarik untuk disimak, penelitian ini mendapati hasil 74% dari kecelakaan yang terjadi di Kota Surabaya tidak menimbulkan korban luka,

lecet, memar, dan lebam. Artinya 26% dari total

kecelakaan yang terjadi menyebabkan luka, lecet,

memar dan lebam.

Data lain menunjukkan 64% tingkat kecelakaan yang terjadi menimbulkan kerugian materi bagi pelaku dan korbannya sekaligus. Sisanya 36% tidak merasa dirugikan sama sekali akibat kecelakaan yang mereka alami. Berdasarkan

(8)

Perspektif Hukum, Vol. 10 No. 1 Mei2010 : 31 -40

data di atas, dapat disimpulkan bahwa kejadian , kecelakaan mobil di Kota Surabaya didominasi oleh kecelakaan lalu lintas ringan yang mengakibatkan

keragian materi bagi pelaku dan korbannya.

Kondisi ini tentu menimbulkan pro dan kontra banyak pihak. Apakah kecelakaan yang

mengakibatkan kerugian materi tanpa korban jiwa merupakan tindak pidana atau bukan. Dalam

menentukan kedudukan peristiwa ini dapat

berpegang pada pendapat S.R. Sianturi dalam bukunya "Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia

dan Penerapannya" (2002 : 211). Sianturi

berpendapat bahwa suatu tindakan dinyatakan sebagai tindak pidana jikamemenuhiunsur-unsur

sebagai berikut:

1) Subjek

2) Kesalahan

3) Bersifat melawan hukum (dari tindakan) 4) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan

oleh undang-undang/ perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana

5) Waktu. tempat dan keadaan.

Dengan demikian, perkara kecelakaan lalu

lintas yang menimbulkan kerugian materi bagi

pelaku dan korbannya memenuhi unsur sebuah tindak pidana.

Pasal 230 UU Lalin menegaskan "Perkara Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 229 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)

diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." Berdasarkan pasal tersebut, maka pihak yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materi saja tanpa korban merupakan pelaku tindak pidana dan akan diproses secara pidana karena tindak pidananya.

Namun, fakta yang terjadi di lapangan

mengejutkan, bahwa 50% dari perkara kecelakaan

lalu lintas di Kota Surabaya diselesaikan pelaku

dengan memberikan imbalan kepada petugas

kepolisian yang berada di lokasi kejadian, sehingga pelaku bisa terlepas dari jeratan hukum yang

berlaku. Tentu ini bertentangan dengan semangat penegakan supermasi hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya.

Perilakuoknumaparatyangtidakmenjunjung

nama besar Korp kepolisian ini tentu terciderai. Data

menunjukkan hanya 13% saja aparat yang sigap

dalam melakukan penanganan perkara laka lantas

di lapangan. Sisanya 50% aparat dipandang cukup sigap dalam menindak pelaku dan 38% lainnya dipandang kurang sigap.

Data lain yang cukup menarik menjelaskan

38% reponden menyatakan membutuhkan waktu kurang dari tiga minggu untuk menuntaskan kasusnya. Lainnya 13% butuh waktu satu bulan untuk menuntaskan kasusnya. Sehingga rentang

waktu penyidikan yang kurang dari tiga minggu dianggap tidak wajar dan menyalahi aturan yang

ada. Normalnya untuk sebuah pemeriksaan perkara

mudah dibutuhkan 30 hari kerja. Tentu ini

menimbulkan tanda tanya besar, kenapa bisa terjadi. Fakta menarik lainnya yang dapat disinkronkan dengan data di atas, bahwa selama proses hukum berlangsung, 63% pelaku mengaku memanfaatkan posisi dan kekuasaannya untuk mempengaruhi

proses hukum yang terjadi. Hanya 38% saja yang

menjalani proses pemeriksaan dengan fair. Salah satu bentuk memanfaatkan posisi dan kekuasaan pelaku kecelakaan lalu lintas untuk mempengaruhi proses hukum yang terjadi adalah melalui praktek memberi tips kepada aparat. Data

penelitian menunjukkan mayoritas (63%) reponden

menyatakan memberikan tips kepada aparat yang jumlahnyabervariasi. Sisanya 38% respondenjujur tidak memberikan tips dimaksud.

Hal sebaliknya juga terjadi, terdapat hampir 75% petugas kepolisian dinilai memanfaatkan

kekuasaannya untuk memperoleh imbalan dari jalannya proses hukum pelaku. Tentu ini mengkhawatirkan dan merisaukan, bukankah

petugas kepolisian sudah digaji untuk melakukan

tugasnya. Hanya 25% sisanya merekayang bekerja

tulus dan mengabdi demi penegakan hukum di Kota

Surabaya ini.

Kenyataan ini sangat bertentangan dengan \ etentuan dalam Pasal 6 dan 7 Perkap No. 14 tahun !

2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian yang j

secara tegas menyatakan bahwa Anggota j

Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib J

menjaga tegaknya hukum serta menjagai kehormatan, reputasi, dan martabat Kepolisian 1

Republik Indonesia. |

Bentuk upaya hukum yang dapat dilakukanl pengguna mobil yang dirugikan akibat kecelakaan| lalu lintas di jalan raya? 1 Adapun upaya hukum perkara pidana yangj dapat dilakukan pengguna mobil yang dirugikanl akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya Kotaj|

(9)

Surabaya berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dikelompokkan dalara dua macam, yaitu?

a.Upaya hukum persidangan

Pengguna mobil yang dirugikan akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya Kota Surabaya yang mengakibatkan kerugian materi tanpa korbaii jiwa dan belum melapor padapihak kepolisian dapat menempuh proses hukum di Pengadilan Negeri

Surabaya untuk menentukan siapa yang bersalah

melalui pembuktian di persidangan. Nanti hakim

yang akan memutus berapa besarnya ganti rugi

yang wajib dibayarkan oleh pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Hakim juga

menentukan berapa lama masa hukuman yang

harus dijalani oleh pelaku kecelakaan lalu lintas

berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan.

Masyarakat pengguna mobil yang dirugikan atas tindakan anggota Kepolisian dapat mengambil upaya hukum pidana. Menurut Pasal 29 ayat (1) UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian ditegaskan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan utnum.

Hal ini menunjukkan bahwa anggota polri merupakan warga sipil dan bukan termasuk subjek

hukum militer.

Oknum polisi yang disangkakan melakukan praktek suap dan diproses penyidikan tetap harus dipandang tidak bersalah sampai terbukti melalui putusan pengadilan yangtelah berkekuatan hukum tetap sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1) UU

No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 5 ayat (1) UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi di atas menegaskan bahwa pelaku pemberi grafitasi juga diijerat dengan ancaman hukuman pidana

Dengan demikian, walaupun oknum polisi tersebut sudah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, oknum polisi tersebut baru dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila menurut pertimbangan pejabat yang berwenang bahwa dia tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian. Pemberhentian anggota kepolisian dilakukan setelah melalui sidang Koinisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

(Pasal 12 ayat [2] PP 1/2003).

b, Upaya hukum disiplin

Masyarakat pengguna mobil yang dirugikan atas tindakan anggota Kepolisian selain dapat mengambil upaya hukum, juga dapat melaporkannya kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (DIV PROPAM) POLRI. Pelanggaran terhadap aturan disiplin dan kode etik akan diperiksa dan jika terbukti melakukan akan dijatuhi sanksi. Penjatuhan sanksi disiplin serta sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan (Pasal 12 ayat [ 1 ] PP 2/2003 jo. Pasal 28 ayat [2] Perkapolri 14/2011). Oleh karena itu, oknum polisi yang melakukan pelanggaran tetap

akan diproses secara hukum acara pidana walaupun

telah menjalani sanksi disiplin dan sanksi pelanggaran kode etik.

Oknum polisi yang yang melakukan praktek suap berarti telah melanggar aturan disiplin dan kode etik karena setiap anggota polri wajib menjaga

tegaknya hukum serta menjaga kehormatan,

reputasi, dan martabat Kepolisian Republik Indonesia (Pasal 5 huruf a PP 2/2003 jo. Pasal 6 dan Pasal 7 Perkapolri 14/2011).

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Arief, Barda Nawawi, Prof. Dr. SH., Bunga

Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, Cet.

ke-2

, Masalah Penegakan Hukum;

Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, Cet. ke-1 Fuady, Munir, Aliran Hukum Kritis; Paradigma

Ketidakberdaya an Hukum, Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2003, Cet. ke-1

Hamzah, Andi, 2001, Hukum Acara Pidana

Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum

Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta.

Muladi, dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1998,

Cet. ke-2

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana, Bandung: PT. Eresco, 1989, Edisi ke-2, Cet.

ke-6

, 2006, Azas-azas Hukum Perdata, PT. Bale Bandung, Jakarta.

(10)

Perspektif Hukum, Vol. 10 No. 1 Mei2010:31 -40

Atmasasmita, Romli, 2010, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana, Jakarta, Cet. ke-1.

Rahardjo. Satjipto, 2010, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung.

Subekti. R., 2001, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta.

, 2004, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta.

Sugandi. R.. KUHP dan Penjeiasannya, Surabaya: UsahaNasional, 1981, Cet. ke-1

Sugiyono. 2010, Melode Penelilian Administrasi, Alfabeta, Bandung, Cet.ke-18.

Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permusalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, Cet. Ke-4.

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Nomor 22 tahun 2009

C. Internet

Kompas Cyber Media: Edisi, 09 Januari 2012 Pikiran Rakyat Cyber Media: Edisi, 12 Desember

2011

Suara Merdeka: Edisi, 8 Januari 2012

D. Kamus

Black, Henry Campbell, 1979, Black's Law Dictionary, Fifth Edition, St. Paul Minn, West

Publishing Co.

Echols, John M., Hasan Shadily, 1992, Kamus Indonesia Inggris. PT Gramedia. Jakarta. Partanto, Pius A., M. Dahlan Al Barry, 1994, Kamus

Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

(Footnotes)

1 Dosen Hukum Perlindungan Konsumen, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.

2 Dosen Hukum Perdata, Fakultas Hukum. Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.

Referensi

Dokumen terkait

Melalui penerapan sistem data warehouse dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan, diantaranya proses analisis ataupun pengelolaan informasi berdasarkan data

Diantara pemikirannya adalah mengenai konsep falah, hayyah thayyibah, dan tantangan ekonomi umat Islam, kebijakan moneter, lembaga keuangan syariah yang lebih ditekankan kepada

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA AUDITOR DENGAN KOMITMEN

Melalui temuan dan analisis data di atas dapat dilihat bahwa adanya pembongkaran representasi kulit hitam dalam aspek kepemimpinan dan heroisme. Namun pembongkaran itu

Model pembelajaran yang dianggap dapat membentuk karakter siswa yang dikembangkan pada sekolah dasar internasional berbasis International Baccalaureate (IB) yaitu model

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Mata Kuliah Blok 10 Lbm

dengan mengatur matching box. Gas argon di dalam tabung sputtering terionisasi, ion argon akan menumbuki target Si atau Ag. Substrat kaca mendapat percikan ion Si

Plasma darah ini berdifusi seperti produk katabolisme urea, keratin dan asam urat serta unsur anabolisme seperti glukosa dan asam amino (Harper,1979).. Darah merupakan