• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI PEREMPUAN DAN ALAM DALAM FILM MOANA KARYA SUTRADARA RON CLIMENTS DAN JOHN MUSKER ( KAJIAN SEMIOTIK ROLAND BARTHES)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPRESENTASI PEREMPUAN DAN ALAM DALAM FILM MOANA KARYA SUTRADARA RON CLIMENTS DAN JOHN MUSKER ( KAJIAN SEMIOTIK ROLAND BARTHES)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

REPRESENTASI PEREMPUAN DAN ALAM DALAM FILM MOANA KARYA SUTRADARA

RON CLIMENTS DAN JOHN MUSKER ( KAJIAN SEMIOTIK ROLAND BARTHES)

Dhian Bintariana

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya E-mail: dianbintariana@gmail.com

Abstrak

Film Moana merupakah film animasi yang disutradarai oleh Sutradara Ron Clements dan John Musker pada tahun 2016 yang bercerita tentang seorang peran perempuan menyelamatkan bumi. Pada setiap adegan yang diperankon oleh tokoh dalam cerita mengandung kode atau tanda yang secara simbolik bermakna tentang hubungan perempuan dan alam. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan makna denotasi dalam tanda yang merepresentasikan perempuan dan alam dalam film Moana karya Sutradara Ron Climent dan John Musker 2) mendeskripsikan makna konotasi dalam tanda yang merepresentasikan perempuan dan alam dalam film Moana Sutradara Ron Climent dan John Musker 3) mendeskripsikan mitos yang merepresentasi perempuan dan alam dalam film Moana Sutradara Ron Climent dan John Musker. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotik Roland Barthes. Pada teori semiotik Barthes terdapat tiga tahap pemaknaan pada sebuah tanda yakni tahap denotasi, konotasi dan mitos. Penelitian ini menggunakan pendekatan objektif yang berfokus pada karya sastra. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Film Moana karya Sutradara Ron Climents dan John Musker. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi dan catat.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan yakni pertama makna denotasi dalam film Moana karya Sutradara Roy Climents dan John Musker, kedua makna konotasi dalam film Moana karya Sutradara Roy Climens dan Joy Musker, ketiga mitos dalam film Moana karya Sutradara Roy Climents dan Joy Musker.

Kata Kunci: Representasi, Perempuan dan alam, Semiotik Roland Barthes.

Abstract

The Moana film is an animated film directed by Director Ron Clements and John Musker in 2016 which tells the story of a woman's role in saving the earth. Each scene portrayed by the characters in the story contains codes or signs that are symbolically meaningful about women's relationships and nature. The purpose of this study is 1) to describe the meaning of denotation in the sign representing women and nature in the Moana film by Director Ron Climent and John Musker 2) to describe the connotation meaning in signs that represent women and nature in the film Moana Director Ron Climent and John Musker 3) describing myths that represent women and nature in the film Moana Director Ron Climent and John Musker. The theory used in this study is Roland Barthes's semiotic. In Barthes's semiotic theory there are three stages of meaning in a sign that is the stage of denotation, connotation and myth. This study uses an objective approach that focuses on literature. The data sources used in this study were Moana's film directed by Ron Climents and John Musker. Data collection techniques used in this study are documentation and note-taking techniques. Based on the results of the study, the conclusions are first denotation in the Moana film directed by Roy Climents and John Musker, both connotation meanings in Moana's film by Roy Climens and Joy Musker in the Moana film directed by Roy Climents and Joy Musker.

(2)

2 PENDAHULUAN

Film mempunyai kedudukan sebagai hegemoni dalam masyarakat. Keberadaan film dianggap tidak hanya sebagai media hiburan dan informasi, namun juga berfungsi memberikan kedekatan masyarakat terhadap sesuatu yang nyata maupun tidak dalam kehidupan. Film adalah sarana atau media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. Film juga merupakan bagian dari sastra yakni memberikan gambaran atau cerita yang merepresentasikan kehidupan masyarakat sehari-hari namun dalam bentuk visual.

Disney merupakan perusahaan film yang didirikan pada tahun 1923 oleh Walt Disney dan Roy Oliver Disney. Disney selalu menampilkan cerita-cerita yang menarik dengan akhir yang bahagia. Hal inilah yang membangun imajinasi anak untuk mempunyai kehidupan dengan akhir yang bahagia layaknya negeri dongeng. Cerita dongeng produksi Walt Disney selalu ditunggu-tunggu oleh keluarga khususnya anak-anak karena Disney mampu memvisualisasikan dan membangun imajinasi anak dengan sempurna. Setelah melihat karya dongeng dari Disney anak-anak berandai-andai menjadi tokoh utama dalam film. Inilah salah satu keberhasilan Disney dalam dunia perfilman. Contoh karya terbesar dari Disney adalah Disney Princess Fairy Tales. Disney Princess Fairy Tales merupakan kumpulan karya Disney yang menampilkan perempuan sebagai tokoh utama dalam cerita. Bagian dari Disney Princess Fairy Tale antara lain: Cinderella (1950), Snow White And The Seven Draws ( 1937) ), Pocahontas (1995), Sleeping Beauty (1959), The Little Mermaid (1989), Beauty And The Beast (1991), Princess And The Frog (2009), Tangled (2010), Mulan (1998), Aladin (1992), Frozen (2015), Moana (2016). Disney tidak hanya menampilkan kareakteristik perempuan dari Amerika saja, namun dari berbagai belahan dunia yaitu Afrika, Amerika, Eropa, Asia. Salah satunya adalah Princess Disney Terbaru yaitu Moana.

Moana adalah salah satu film animasi karya Walt Disney yang disutradarai oleh Ron Climents dan John Musker rilis pada tahun 2016. Disney merupakan salah satu perusahaan produksi film animasi dan hiburan terbesar di dunia. Disney didirikan pertama kali oleh Walt Disney dan Roy Oliver Disney pada tahun 1923. Disney selalu menampilkan tokoh perempuan dalam Disney Princess Fairy Tale menjadi sosok yang tangguh dan pemeran utama dalam film.

Sehingga banyak penelitian yang membahas bahwa film-film dari Disney Princess Fairy Tale ini mengusung tema feminis yaitu perjuangan tokoh perempuan. Dapat dilihat dalam setiap Disney Princess Fairy tokoh perempuan selalu digambarkan dengan karakter pemberontak. Pada film Moana ini Disney juga menampilkan perjuangan tokoh perempuan yang diperankan melalui karakter Moana. Namun jika dilihat dengan seksama Disney menampilkan berbagai tanda dalam film ini yang bukan hanya merepresentasikan perempuan, namun perempuan dan alam. Kemunculan tokoh dan beberapa adegan dalam film Moana menjadi tanda yang merepresentasikan hubungan perempuan dan alam.

Setiap film mengandung kode-kode secara simbolik berisi pesan yang disampaikan oleh pengarang. Pada film Moana terdapat beberapa adegan yang terdapat makna simbolik sebagai representasi perempuan dan alam. Perempuan dan alam di representasikan melalui adegan dan beberapa unsur lainnya yang bersifat informasional.

Secara kultural masyarakat menganggap bahwa perempuan dan alam saling dikaitkan antara satu dengan yang lainnya. Perempuan tidak mudah memisahkan diri dengan alam, karena perempuan merupakan bagian dari alam dan diyakini kedekatannya lebih dari laki-laki. Anggapan ini muncul dalam masyarakat karena perempuan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan yakni menciptakan manusia (melahirkan). Selain itu perempuan juga dianggap mempunyai tugas alami yakni merawat dan mengasihi. Hal ini diselaraskan secara kultural bahwa perempuan mempunyai kedudukan layaknya alam.

Pada film Moana, Disney merepresentasi perempuan dan alam melalui tanda-tanda yang terdapat dalam film. Untuk mengetahui hal tanda atau simbol apa saja yang merepresentasikan perempuan dan alam dalam penelitian ini digunakan semiotika Roland Barthes. Barthes menegaskan semiotik tidak hanya terbatas untuk teks, namun Barthes juga mengkaji semiotik berbasis komunikasi visual seperti lukisan, film dan iklan, hal ini selaras dengan objek yang digunakan dalam penelitian yakni berupa film. Dalam memahami sebuah tanda, Barthes membagi dua klasifikasi tanda berdasarkan metabahasa yakni tanda sekunder (konotasi) dan tanda primer (denotasi). Barthes mengatakan dalam setiap karya sastra terdapat tanda-tanda yang di dalamnya ada makna tersembunyi.

(3)

3 Makna tersebunyi inilah yang disebut Barthes sebagai mitos.

Melalui teori semiotika Barthes tersebut peneliti dapat mengetahui tanda-tanda yang merepresentasi perempuan dan alam yang dimunculkan dalam film. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk menggunakan teori semiotika Roland Barthes sebagai landasan teori pada peneliti untuk mengungkap representasi perempuan dalam film animasi Moana karya Walt Disney.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, ditemukan rumusan masalah yaitu (1) makna denotasi dalam film Moana (2) Makna Konotasi dalam film Moana (3) Mitos dalam film Moana karya Sutradara Ron Climents dan John Musker.

KAJIAN PUSTAKA

1. Semiotik Roland Barthes

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai tanda yang muncul baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Tanda-tanda yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari mempunyai makna baik secara tersirat maupun secara tersurat. Kegiatan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan tanda. Kegiatan-kegiatan itu merupakan bahwa sebenarnya kita menjadi praktisi semiotika. Semiotika adalah ilmu yang memperlajari tentang ‘tanda-tanda’ ( Berger, 2010: 1). Berger dalam bukunya yang berjudul Pengantar Semitotik mendefinisikan tanda sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk memaknai sesuatu yang lain. Sesuatu tanda bisa di sebut sebagai tanda jika tanda tersebut diinterpretasikan sebagai tanda. Hal yang paling penting dianggap sebagai tanda adalah linguistik. Pierce menyebut bahwa tanda sebagai suatu pegangan seseorang akibat keterkaitan dengan tanggapan atau kapasitasnya (Berger, 2010: 1).

Roland Barthes adalah seorang pengemuka semiotika yang berasal dari Perancis. Ia merupakan pelopor pertama pengadaptasi teori Ferdinand De Saussure tentang semiologi. Barthes merupakan seorang tokoh strukturalis. Kesinambungan antara strukturalisme ke semiotik ia tulis ke dalam buku-bukunya pada tahun 1960-an.

Barthes mengadopsi teori Saussure ke dalam teori semiotikanya. Dalam tradisi ini ia berkonstribusi terhadap semiotik teks ( simak mitos, sastra, naratif, teologi), terhadap semiotik komunikasi visual (film, lukisan, dan iklan) (Noth, 2006: 314). Menurut Barthes ilmu semiotika tidak hanya terbatas pada teks tertulis saja, namun kedudukannya juga bisa digunakan untuk menganalisis teks secara verbal. Barthes menegaskan bahwa tanda secara harfiah adalah berupa linguistik. Menurut Barthes dalam bahasa merupakan tanda yang menyimpan banyak makna.

Roland Barthes mempelopori teori mitos. Namun, pengertian mitos ini seringkali dipertukarkan dengan makna mitos di Indonesia. Masyarakat Indonesia cenderung memaknai bahwa mitos seringkali dikaitkan dengan cerita makhluk suci. Namun, mitos yang dimaksudkan oleh Roland Barthes adalah berbeda, meskipun keduanya mempunyai bentuk yang sama yakni ujaran. Bagi Barthes mitos adalah suatu sistem komunikasi, karena mitos menyampaikan pesan Mitos adalah suatu bentuk dan bukan objek atau konsep, mitos tidak ditentukan oleh materinya, melainkan oleh pesan yang disampaikan (Zaimar, 2014:19). Pada setiap karya sastra terdapat makna-makna yang tersembunyi di dalamnya. Makna tersembunyi itulah yang kemudian oleh Barthes disebut sebagai mitos. Mitos muncul setelah tanda dimaknai secara konotatif. Kemunculan mitos dalam karya sastra sebagai mitos yang menandai masyarakat. Menurut Roland Barthes, mitos merupakan sistem komunikasi, sebuah pesan, sehingga mitos bukanlah objek, konsep, atau ide, ia merupakan moda penandaan, sebuah bentuk (Barthes, 1972: 113).

Melihat pernyataan Barthes tersebut mitos merupakan sistem representasi yang berguna untuk pemutarbalikan suatu fakta dan kemudian menetralisasi suatu ideologi sehingga dapat diterima sebagai sesuatu yang wajar dalam tatanan sosial.

(4)

4 Pada essainya yang berjudul Empire of Signs 1Barthes meneliti tentang kebudayaan Jepang. Empire Of Sign merupakan suatu kajian tentang Jepang sebagai sebagai suatu sistem tentang ‘tanda-tanda’. Barthes menguji berbagai ‘tanda’ yang merefleksikan aspek-aspek penting dalam kebudaaan Jepang dan menemukan beberapa hal yang menarik (Berger, 2010: 29). Pada essainya ini ia mengaitkan beberapa ciri khas Jepang seperti sumpit, sukiyaki, tempura dan lain lain. Barthes memfokuskan pada apa yang bisa disebut sebagai ‘titik temu’ dari aspek-aspek kebudayaan Jepang. Barthes sangat selektif dalam mengumpulkan tanda tersebut, namun ada sesuatu yang logis pada metode yang digunakannya. Masing-masing topik yang ia maksudkan adalah suatu tanda dalam suatu negara yang ia gambarkan sebagai Empire Of Signs. Contoh, sebenarnya ia tidak tertarik dengan tempura yang sebagai per se, namun ia tertarik pada tempura yang menunjukkan makna bahwa di dalamnya terdapat kebudayaan Jepang yang tersimpan. Barthes menjelaskan bahwa dalam pemaknaan tanda dibutuhkan pengetahuan yang luas.

Roland Barthes mengembangkan teori sinyifikasi atau ini dengan berlandasan teori tentang tanda yang dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure. Perbedaan ini terletakan pada perluasan makna dengan adanya pemaknaan yang berlangsung dalam dua tahap. Teori Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu denotasi dan konotasi. Kata konotasi berasal dari bahasa Latin connotare, “menjadi makna” dan mengarah pada tanda-tanda kultural yang terpisah/bebeda dengan kata (dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi) (Zaimar, 2015:19). Kata melibatkan simbol-simbol, historis dan yang berhubungan dengan emosional2.

Berikut adalah skema pemaknaan semiotika Barthes:

1

Buku essay Roland Barthes tentang kebudayaan Jepang, terbit pada tahun 1982 oleh Hill and Wang

2 Journal “Acta Diurna” Volume IV. No.1. Tahun 2015

diunduh pada 20 November 2018

Barthes mendefinisikan tanda sebagai sesuatu sistem ekspresi, hubungan dan isi. Hubungan antara ketiganya dapat dilihat pada Gambar 1. Barthes menjelaskan bahwa ekspresi merupakan penanda dan isi merupakan petanda. Gambar tersebut merupakan perluasan teori semiotika Ferdinand De Saussure yang dilakukan Roland Barthes. Roland Barthes membagi pemaknaan menjadi dua tahap. Tanda (penanda dan petanda) pada tahap pertama menyatu sehingga dapat membentuk penanda pada tahap ke dua, kemudian pada tahap berikutnya penanda dan petanda yang telah menyatu ini dapat membentuk penanda baru yang merupakan perluasan makna (Zaimar, 2014: 315).

Perluasan makna menurut Barthes terdiri dari dua yakni tanda sekunder dan primer. Tanda primer merupakan denotasi, sedangkan tanda sekunder merupakan konotasi. Makna denotasi dan konotasi memegang peranan penting dalam semiotika.

Pemaknaan pada tahap pertama Barthes menyebutnya sebagai pemaknaan denotasi. Perkembangan dari makna denotasi adalah makna konotasi. Pada tahap pemaknaan ketiga Barthes menyebutkan bahwa perluasan dari makna konotasi merupakan mitos. Untuk memaknai tanda yang ada dalam sebuah objek dibutuhkan pengalaman berdasarkan realitas sosial untuk memaknai tanda tersebut.

Barthes mengungkapkan bahwa makna denotasi dapat ditemukan secara telanjang dalam objek dan bersifat informasional. Pekembangan dari makna denotasi adalah makna konotasi. Makna konotasi bersifat implisit dan berkode. Pemaknaan dalam tahap konotasi menggabungkan kebudayaan dan pengalaman

Denotasi

(Makna

Primer)

Konotasi

(Makna

Primer)

R

1

Penanda

1

2.

Petanda

R

3 Tanda

1 PENANDA

2

II PETANDA

III Tanda

(5)

5 pengamat terhadap kode implisit yang dilihatnya. Konotasi yang telah disetujui oleh masyarakat dapat menjadi mitos. Mitos merupakan perkembangan dari makna konotasi. Sistem konotasi yakni makna tersembunyi yang secara sadar disepakati oleh masyarakat di mana mitos itu muncul. Perkembangan dari mitos tersebut selanjutnya adalah menjadi ideologi. Kehadiran ideologi ini mampu memengaruhi kondisi masayarakat, secara tidak disadari atau melalui alam bawah sadar.Berikut adalah penjelasan mengenai denotasi dan konotasi.

1.1 Denotasi

Denotasi merupakan makna yang bersifat langsung, dan dapat disebut sebagai gambaran bagi suatu petanda (Berger, 2010: 65). Makna denotasi ini akan muncul setiap kita mengamati objek, sebagai contohnya adalah bunga mawar. Kita mengawati bunga mawar itu kemudian kita akan mempunyai deskripsi tentang mawar yang telah kita teliti yakni warnanya berwarna merah, batangnya berwarna hijau, berduri, mempunyai dua helai daun dalam satu batang dan terletak diteras rumah. Deskribsi dari objek yang kita teliti merupakan makna denotasi. Barthes menjelaskan dalam tataran denotasi, si pemakna mengekspresikan makna ‘alami’ primer.

Makna informasional yakni segala sesuatu yang bisa serap dari latar (setting), kostum, tata letak, karakter, kontak, atau relasi yang terjadi di antara pelaku, serta gerak-laku tokoh berupa anekdot yang bisa langsung terlihat (sekalipun tidak langsung) ( Barthes, 1990: 41). Makna denotasi bersifat informatif yang berurusan dengan perkara komunikasi. Menurut Barthes membedah makna denotasi dalam objek merupakan langkah atau lapisan pertama dalam semiotik.

1.2 Konotasi

Skema yang dikemukakan Barthes pada Gambar 1, konotasi termasuk ke dalam tanda sekunder. Konotasi dan denotasi mempunyai pengertian yang berbeda dalam menafsirkan makna. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bawa makna denotasi adalah makna secara

langsung. Sedangkan makna konotasi adalah proses pemaknaan yang dikaitkan dengan pengetahuan pemakna. Makna konotasi akan sedikit berbeda dan akan dihubungkan dengan kebudayaan yang tersirat di dalam pembungkusnya tentang makna yang terkandung di dalamnya (Berger, 2010: 65). Jika mawar di teras seperti yang dicontohkan sebelumnya pada poin denotasi hanya dimakna dengan warna merah dan berduri. Konotasi memaknainya dengan menggabungkan penetahuan si pemakna, misalnya dihubungkan dengan kebudayaan Indonesia, tentang gambaran yang akan dimunculkan dan juga akibat yang akan ditimbulkan.

Dalam kritik kebudayaan dan sastranya, Barthes menggunakan konsep semiotik konotatif untuk mengungkapkan makna yang tersembunyi di dalam teks (Noth, 2006: 316). Barthes menggunakan makna sekunder ini untuk mengungkap mitos yang ia teliti. Barthes menerangkan bahwa media massa mampu menciptakan mitologi-mitologi dan ideologi sebagai suatu sistem-sistem konotatif sekunder dengan berupaya memberikan landasan kepada pesan-pesan mereka dalam alam, yang dianggap sebagai suatu sistem denotatif primer (Noth, 2006: 316).

Makna konotasi merupakan tahapan kedua dalam penganalisisan secara semiotik. Makna konotasi sering disebut juga lapisan simbolis. Lapisan simbolis merupakan penumpahan kepingan-kepingan yang ada dalam lapisan makna yang terkandung pada setiap adegan yang terdapat dalam film ( Barthes, 1990: 41). Menurut Barthes pemaknaan secara konotasi dibutuhkan pengalaman pemaknanya. Makna konotasi merupakan makna yang secara tidak langsung muncul dalam film. Setiap adegan menyimpan kode atau pesan yang befungsi untuk menyampaikan pesan kepada pengamat. Makna konotasi akan sedikit berbeda dengan pemaknaan secara denotatif. Secara konotatif pengamat akan menggabungkan pengalaman dan kebudaayaan dengan kode yang disampaikan dalam objek.

(6)

6

1.3 Mitos

Barthes mengatakan bahwa mitos merupakan perkembangan dari makna konotasi. Mitos dalam pengertian/pemahaman Barthes merupakan sistem komunikasi, sebuah pesan, sehingga mitos bukanlah objek, konsep, atau ide, ia merupakan moda penandaan, sebuah bentuk (Barthes, 1972: 113). Mitos tidak dijelaskan melalui objek pesannya, namun mitos disampaikan melalui objek tersebut menyampaikan pesannya. Sistem penandaan konotasi berkembang menjadi ideologi dalam masyarakat yang disebut sebagai mitos. Barthes mengungkap bahwa mitos tidak diartikan sebagaimana arti klasiknya, namun lebih kepada proses penandaan tersebut yang menandai suatu masyarakat. Makna konotasi yang muncul pada proses penandaan berkembang menjadi mitos yakni makna tersembunyi pada objek yang secara sadar disepakati oleh masyarakat.

Pada makna denotasi kode atau tanda yang disampaikan cenderung bersifat informasional. Sedangkan makna yang disampaikan secara konotasi kode atau tanda yang disampaikan lebih bersifat implisif. Makna tersembunyi yang terdapat dalam tanda inilah yang disebut Barthes sebagai mitos.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif. Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang dilakukan pada dasar yang bertumpu atas karya sastra itu sendiri (Ratna, 2013: 73). Pendekatan objektif itu menekankan unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra. Unsur-unsur yang ditekankan dalam pendekatan objektif adalah unsur intrinsik.

Penelitian ini berfokus untuk membedah tanda-tanda yang merepresentasikan perempuan dalam film Moana. Peneliti menggunakan pendekatan objektif sebagai pendekatan untuk penelitian ini karena data penelitian berpangku pada objek karya sasatra yaitu film Moana. Pada tahap selanjutnya data yang sudah terkumpul akan dianalisis menggunakan semiotika Roland Barthes sebagai landasan teori dalam penelitian.

Sumber data dalam penelitian ini adalah film animasi “Moana” karya Walt Disney. Film ini rilis pada tahun 2016 yang disutradarai oleh Ron Clements dan John Musker. Film animasi “Moana” berdurasi 01:47: 07 tentang perjuangan perempuan bernama Moana untuk mengembalikan jantung milik Tefity agar ia bisa menyelamatkan desa dan rakyatnya dari kerusakan alam. Poster film berupa gambar seorang gadis berambut ikal dengan membawa dayung, ia bersama seorang laki-laki bertubuh besar dan membawa mata pancing dengan latar belakang laut.

(Gambar 3.2. Poster Film Animasi Moana Karya Walt Disney)

Data dalam penelitian ini berupa gambar dan kutipan dialog dalam film yang didalamnya mepresentasi perempuan dan alam. Peneliti menggunakan masalah yang muncul dalam data yakni representasi perempuan dan alam sebagai permasalahan yang akan dikaji menggunakan Semiotika Roland Barthes.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah dokumentasi. Dokumentasi dilakukan dengan cara menfoto adegan-adegan dalam film. Pengambilan gambar ini tidak dilakukan dengan kamera, namun dengan tangkapan layar. Tangkapan layar dilakukan pada bagian-bagian tertentu dalam film. Selain dokumentasi, teknik pengumpulan data yang selanjutnya adalah menonton. Menonton film tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali saja, namun berkali-kali dan berulang-ulang. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat lebih memahami objek yang diteliti dengan benar.

(7)

7 Teknik selanjutnya yang dilakukan adalah mencatat. Peneliti mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dalam film. Mencatat juga mempermudah peneliti mengingat hal-hal yang akan ditulis. Pengumpulan data yang selanjutnya adalah dengan menstrankip film. Film Moana menggunakan bahasa Inggis sebagai bahasa verbal. Untuk itu peneliti harus mencatat dan membaca dengan teliti terjemahan yang berada di bagian bawah film.

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang telah dijelaskan tersebut, peneliti menggunakan prosedur penelitian sebagai berikut:

1. Menonton film animasi “Moana” dari awal hingga akhir dan dilakukan secara berulang-ulang. Hal ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman secara menyeruluh terhadap objek yang akan dikaji dalam penelitian.

2. Melakukan pemilihan data yang dilakukan dengan cara mencatat bagian-bagian penting yang dianggap berkaitan dengan masalah dalam penelitian. Dilakukan juga pengambilan gambar yang dilakukan dengan cara tangkapan layar (Crtl+PrtSc).

3. Mentranskrip film animasi “Moana” karya Walt Disney dan menandai hal-hal penting yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian.

Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan cara mengambil gambar-gambar dan kutipan dalam data, selanjutnya dilakukan pendeskripsian dan analisis sesuai dengan teori dan rumusan masalah yang telah ditentukan. Berdasarkan penjelasan terbebut, berikut adalah prosedur yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini: 1. Mengidentifikasi makna yang terdapat

dalam film animasi Moana karya Sutradara Ron Climents dan John Musker

dan mengklasifikasikan sesuai dengan unsur-unsur yang sama.

2. Mendeskripsikan data sesuai dengan fokus penelitian.

3. Melakukan penganalisisan data berdasarkan rumusan masalah.

4. Menyajikan laporan hasil penelitian berdasarkan data yang telah dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tanda 1

(DG 1)

(DG 2)

Denotasi: denotasi merupakan makna yang bersifat langsung dan bersifat informasional. Makna informasional adalah makna yang yang bisa diserap secara langsung seperti latar/ setting, tokoh, kostum, karakter. Tokoh: Tefity. Seluruh tubuhnya berwarna hijau dengan rambut terurai. Selain warna hijau yang menyelimuti tubuhnya, terdapat warna cokelat pada bagian rambut menyerupai aliran sungai. Pada tanda pertama adegan yang diperankan oleh Nenek Moana menceritakan tentang Te Fiti dan perannya bagi kehidupan.

Konotasi: makna kontasi merupakan makna yang secara simbolik disampaikan oleh pengarang yang ditunjukkan melalui objek. Wujud Tefity divisualisasikan dengan warna hijau dan di sekelilingnya terdapat kehidupan lain yang disimbolkan dengan bentuk gunung, laut dan pepohonan. Simbol laut, gunung, dan lautan yang ada babak tersebut menjadi sebuah penanda yang mempunyai konsep keterkaitan antara perempuan dan alam. Secara kultural perempuan mempunyai tugass yaitu melahirkan yang sering kali disamakan oleh masyarakat dengan tugas

(8)

8 alam yaitu menciptakan kehidupan. Pada babak ini Tefity mengeluarkan cahaya berwarna hijau yang membentuk berbagai simbol yang berarti ia dapat menciptakan kehidupan. Hal ini menjadi penanda bahwa konsep dari penanda ini adalah keterkaitan perempuan dan alam yang disamakan berdasarkan tugasnya. Bentuk visualisasi dari bumi digambarkan seorang perempuan yang mana dapat menciptakan kehidupan di semesta. Hubungan perempuan dan alam ini sering dikaitkan dengan tugas perempuan yang mempunyai kesamaan dengan alam yakni menciptakan dan merawat.

Mitos: mitos merupakan tahap pemaknaan ketiga pada semiotik Roland Barthes yang merupakan perkembangan dari makna konotasi. Mitos tanda pertama terletak pada G1 dan G2. Pada G1 dan G2 menampilkan sosok Tefity pada babak yang sebagai penanda dari ibu bumi. Mitos yang terdapat padatanda permana ini merupakan secara kultural masyarakat menyebut bumi dengan sebutan “ Ibu Bumi”. Pemberian julukan “Ibu” yang didasari oleh hubungan psikologis, biologis dan sosiokultural secara tidak langsung melabeli bumi bergender sebagai perempuan. Masyarakat sering mengaitkan kedekatan perempuan dengan alam. Dominasi perempuan atas alam daripada laki-laki dikaitkan dengan pembagian tugas secara naluriah di masyarakat. Berdasarkan sudut pandang biologis perempuan secara naluriah dapat menciptakan dan merawat. Perempuan dapat menciptakan kehidupan, begitupun dengan alam. Keterkaitan inilah yang membuat masyarakat percaya bahwa perempuan dan alam mempunyai kedekatan. Kehadiran sosok Te Fiti di dalam cerita merupakan perepresentaian dari Ibu Bumi yang dapat memberikan kehidupan bagi semesta.

2. Tanda 2

(G7)

(G6)

Denotasi: Pada tanda tersebut dapat diketahui makna denotasi akni tokoh Moana. Adegan pada babak ini menceritakan tentang Moana saat masih kecil dan sedang bermain di tepi pantai dekat tempat tinggalnya. Lautan sedang memberi jalan kepada Moana dan mempersilahkannya untuk bermain bersama. Moana membantu kura-kura untuk pergi ke laut.

Konotasi: Peran moana tersebut menandakan konstribusi perempuan dalam melestarikan dan merawat alam. Adegan pada babak 2 menunjukkan tentang hubungan timbal balik antara perempuan dan alam yang ditunjukkan melalui kedekatan moana dengan laut.

Mitos: Mitos yang terdapat pada babak ini adalah secara kultural masyarakat menganggap bahwa perempuan dan alam merupakan satu kesatuan. Masyarakat ekofemisnis berpendapat bahwa terdapat hubungan secara konseptual dan simbolik antara perempuan dan alam.

3. Tanda 3

(G15)

(G16)

Denotasi: Tokoh Moana, Ibu, Ayah, dan Penduduk Desa.Adegan pada babak ini yaitu sekumpulan para perempuan yang sedang menari dan membawa hasil panen. Perempuan

(9)

9 menari dan laki-laki duduk sambil menikmati tarian.

Konotasi: Pada G16 terlihat para perempuan yang sedang menari dan disaksikan oleh laki-laki di depannya. Pada babak tersebut para penari mayoritas adalah perempuan. Sedangkan laki-laki hanya berperan sebagai penonton. Makna konotasi yang disampaikan oleh babak ini merupakan dominasi patriarki yang ditunjukkan melalui adegan antar tokoh. Perempuan bertugas untuk menari, sedangkan laki laki hanya sebagai penonton yang menikmati tarian perempuan. Petanda dari hal ini adalah perempuan sebagai Liyan. Liyan merupakan posisi kedua yang ditujukan oleh perempuan dalam masyarakat.

Mitos: Mitos tanda ke tiga terdapat pada G15 dan G16. Secara sosiokultural masyarakat membedakan perempuan dan laki-laki berdasarkan perkerjaan. Perempuan yang digolongkan menjadi subdominan mendapat tugas atau pekerjaan yang cenderung mempunyai resiko yang lebih kecil. Sedangkan laki-laki mendapat tugas yang mempunyai resiko lebih besar. Perempuan mendapat pekerjaan untuk tinggal dirumah. Akibat dari pembagian kerja tersebut laki-laki mendapatkan perannya dalam masyarakat sebagai kaum borjuis, sedangkan perempuan mendapatkan perannya sebagai Liyan atau Proletar. Hal ini tentu saja terjadi ketidakseimbangan hak antara laki-laki dan perempuan dalam bidang pekerjaan. Perempuan mendapat peran melakukan tugas tugas domestik seperti mengasuh dan merawat anak. Sedangkan laki-laki mendapat tugas seperti berburu. Pada G15 dan G16 merepresentasikan mitos yang ada dalam masyarakat tentang dominasi kapitalisme yang mengakibatkan pembagian atau penggolongan pekerjaan antara perempuan dan laki-laki.

4. Tanda 4

(G17)

(G18)

Denotasi: Tokoh dalam adegan tersebut

merupakan Nenek Moana. Adegan pada babak ini merupakan Nenek Moana yang sedang menari dikelilingi oleh ikan pari dan berada di pinggir pantai.

Konotasi: Pada G16 nenek menunjukkan bahwa setelah ia mati ia ingin menjadi ikan pari. Pada paragraf sebelumnya telah dijelaskan mengenai makna dari ikan pari yang berarti kebebasan. Pada dialog tersebut menunjukkan bahwa Nenek ingin merasakan kebebasan setelah ia mati nanti. Hal ini menjadi penanda bahwa seorang perempuan tidak mendapatkan kebebasan sebanyak yang ditawarkan oleh masyarakat kepada laki-laki. Berdasarkan pembagian pekerjaan sebelumnya perempuan mendapatkan pekerjaan domestik yang mengharuskannya untuk tetap tinggal di rumah. Sedangkan laki-laki mendapat kebebasan lebih.

Mitos: Mitos yang berkembang dalam

masyarakat bahwa perempuan tidak mempunyai kebebasan sebanyak yang ditawarkan oleh laki-laki. Oleh karena itu kedudukan perempuan hanya sebagai Liyan di masyarakat. Jika perempuan ingin mengubah kedudukannya sebagai Liyan, ia harus berusaha untuk mengubahnya dan mempunyai kebebasan yang sama dengan laki-laki. Hal ini disimbolkan oleh nenek Moana yang tidak bisa pergi jauh untuk mengembalikan jantung Te Fiti dan mengembalikan alam kedalam bentuk semula.

5. Tanda 5

(10)

10 ( G23)

Denotasi: Tokoh dalam babak ini adalah Te Fiti dan Moana. Adegan pada babak ini merupakan Te Fiti yang berterima kasih pada Moana yang telah mengembalikan jantung yang telah di curi oleh Moui. Dengan kembalinya jantung tersebut ia bisa kembali menjadi subur dan memberi kehidupan bagi manusia.

Konotasi: Adegan pada babak ini menandakan tentang peran perempuan dalam pelestarian lingungan. Hal ini ditunjukkan dengan adegan Moana berpartisipasi dalam menyelamatkan lingkungan dengan mengembalikan jantung Te Fiti.

Mitos: Secara kultural mayarakat percaya bahwa hubungan spriritual tersebut dapat dilihat melalui kedekatan manusia dengan alam. Semakin erat hubungan manusia dengan alam, semakin menunjukkan pula tingkat keimanan seseorang, dan jika semakin renggang hubungan manusia dengan alam semakin rendah pula tingkat keimanan seseorang tersebut.

6. Tanda 6

( G24)

(G25)

Denotasi: Tokoh pada babak ini adalah Moana, Te Fiti, Pua, Ayah dan Ibu, warga desa. Adegan pada babak ini menceritakan bahwa Te Fiti telah kembali ke dalam bentuk semula dan

menunjukkan tentang kembalinya tumbuhan yang kembali subur dan bermekaran.

Konotasi: Konotasi pada adegan ini adalah bahwa alam yang kembali menjadi tenang saat manusia berpartisipasi untuk merawatnya. Bentuk partisipasi tersebut menjadikan relasi antara manusia dengan alam terjaga dengan baik.

Mitos: Mitos bahwa alam akan memberikan apa yang manusia butuhkan jika manusia juga melakukan hal yang sama. Alam merupakan tempat dimana terdapat sebuah ekosistem di dalamnya. Ekosistem membentuk rangkaian kehidupan di alam, sehingga terdapat hubungan antara satu makhluk dengan makhluk yang lain.

7. Tanda 7

(G31)

( G30)

Denotasi: Tokoh pada babak ini adalah Moana. Adegan pada babak ini adalah Te Fiti hilang dari tempatnya berada dan Moana menyaksikan kerusakan llingkungan yang semakin parah.

Konotasi: Pada babak ini menandakan tentang kerusakan alam. Kerusakan alam terjadi saat manusia memperburuk hubungan timbal balik dengan alam.

Mitos: Mitos yang berkembang dalam

masyarakat yaitu alam dinilai mempunyai kehidupan yang lebih rendah dari manusia. Manusia berfikir bahwa alam yang diibaratkan

(11)

11 hanya sebagai materi yang dudukannya hanya untuk dimanfaatkan oleh manusia.

8. Tanda 8

(G29)

(G28)

Denotasi: Tokoh dalam babak ini adalah Moana dan Ibu. Adegan pada babak ini menceritakan Moana memeluk ibunya dengan sangat erat saat ia akan meninggalkan desa dan menyelamatkan desanya yang mengalami kerusakan.

Konotasi: Konotasi pada babak ini merupakan Ibu mempunyai kedekatan yang lebih dengan anak. Hal ini dikarena peran ibu sebagai perempuan yang dikaitkan oleh kedudukan perempuan yang dianggap lebih dekat dengan alam.

Mitos: Mitos yang berkembang di masyarakat bahwa peranan perempuan sebagai Ibu dalam masyarakat yaitu sebagai pengasuh atau pemelihara anak. Hal ini dikaitkan oleh masyarakat dengan kedekatan perempuan dan alam secara biologis.

9. Tanda 9

(G11)

(G22)

Denotasi: Tokoh dalam babak tersebut adalah Ayah dan Moana. Adegan ini menceritakan tentang Ayah Moana yang melarang keras putrinya untuk pergi ke laut dan berlayar menjauhi pulau.

Konotasi: Ayah Moana melarangnya untuk pergi kelaut dan moana harus menurutinya meskipun ia sangat ingin pergi ke laut. Hal menandakan kebebasan yang dimiliki oleh seorang perempuan tidak sebanyak yang dimiliki oleh laki-laki. kuasa patriarki sangat ditunjukkan melalui babak ini.

Mitos: Mitos pada tanda kesembilan merupakan masyarakat dengan tatanan patriarki. Ayah Moana merupakan perlambangan dari tatanan patriarki yang mengunggulkan salah satu gender. Laki-laki mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan permpuan dalam masyarakat. Pada hal ini laki-laki mensuperioritaskan dirinya dengan membuat beberapa aturan yang harus dijalani oleh golongan subdominan yaitu perempuan.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV dapat disimpulkan bahwa film Moana merepresentasikan perempuan dan alam yang ditunjukkan melalui beberapa adegan. Adegan-adegan tersebut disebut tanda yang mana terdapat makna simbolik yang tersimpan. Berdasarkan pemaknaan menggunakan semiotika Roland Barthes terdapat sembilan tanda yang merepresentasikan perempuan dan alam.

Berdasarkan pemaknaan menggunakan semiotika Roland Barthes terdapat sembilan tanda yang merepresentasikan perempuan dan alam. Representasi perempuan dan alam ditunjukkan melalui tokoh dan adegan yang dilakukan melalui interaksi di dalamnya.

(12)

12 Pada hasil analisis ini perempuan dan alam ditunjukkan mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya. Hubungan perempuan dan alam yang didasari atas hubungan psikologis, biologis, sosiologis ditunjukkan melalui hubungan antar tokoh. Hubungan perempuan dan alam juga ditunjukkan melalui penggolongan pekerjaan. Stereotipe masyarakat masih menghubungkan perempuan dan alam melalui pekerjaan dan sifat alami yang dimiliki perempuan. Masyarakat menganggap bahwa perempuan mempunyai kedekatan yang lebih dengan alam dibandingkan dengan laki-laki secara biologis, sosiologis, psikologis maupun kultural. Simbol-simbol yang dimunculkan Disney pada film Moana menekankan bahwa alam bergender sebagai perempuan. Pemberian gender atas alam semakin menekankan kedudukan perempuan dalam masyarakat. Simbol-simbol yang terdapat pada film menekankan hubungan manusia dengan alam yang menekankan pandangan masyarakat bahwa alam dan manusia saling memiliki hubungan timbal balik antara satu dengan yang lainnya.

DAFTAR RUJUKAN

Adhalia, Mentari. 2017. Representasi Wanita Karir dalam Film Omnibus (Analisis Semiotik Roland Barthes tentang Representasi Wanita Karir dalam Film Omnibus "Wanita Tetap Wanita". (Daring). (http://etd.repository.ugm.ac.id/index. php?mod=penelitian_detail&sub=Peneli tianDetail&act=view&typ=html&buku_i d=129639&obyek_id=4)

Sudarto, Daniel Anderson Dkk. 2015. Analisis Semiotika Film “Alangkah Lucunya Negeri

ini”. (Daring).

(https://ejournal.unsrat.ac.id/index.ph p/actadiurna/article/view/6713) Berger, Arthur Asa. 2010. Pengantar Semiotika.

Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana Barthes, Roland. 1990. Roland Barthes. United

Kingdom: Blackwell Publising Ltd

Barthes, Roland. 1992. Empire Of Signs. United State America: Harper CollinsCanada Ltd

Barthes, Roland. 1998. The Pleasure Of Text. United State America: Harper CollinsCanada Ltd

Barthes, Roland. 2013. The Language Of Fashion. Sydney: Bloomsbury Academic

Barthes, Roland. 1991. Mytologies. United State America: Twenty-Fifth Printing

Barthes, Roland. 2010. Imaji Musik Teks (Diterjemahkan Oleh Stephen Heath). Bandung: Jalan Sutra

Faruk. 2012.Metode Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hayyu P, Mayang. 2017. Representasi Pekerja Perempuan didalam Film Korea Cart (2014) yang Disutradarai oleh Sutradara Perempuan

Boo Ji-young.

(Daring).(http://etd.repository.ugm.ac.id /index.php?mod=penelitian_detail&sub= PenelitianDetail&act=view&typ=html&b uku_id=129068&obyek_id=4)

Noth, Winfried.2006. Semiotik. Surabaya: Airlangga University Press

Ratna, Nyoman Kutha.2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ratna, Nyoman Kutha.2007. Sastra dan Kultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sasmita, Ulin. 2017. Representasi Maskulinitas Dalam Film Disney Moana (Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce), (Daring), (http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.p hp/Kinesik/article/view/9391)

Tong, Rosemarie Putnam. 1998. Feminist Thought. Bandung: Jalan Sutra

Ulviati, Eva. 2017. Representasi Ciuman Romantis-Seksual (Romantic-Sexual Kissing) Dalam

(13)

13 Film Drama Indonesia (Analisis Semiotika Roland Barthes Atas Film Drama Indonesia Ada Apa Dengan Cinta? (2001) Dan Ada Apa Dengan Cinta 2 (2016). ( Daring). (http://etd.repository.ugm.ac.id/index.p hp?mod=penelitian_detail&sub=Penelitia nDetail&act=view&typ=html&buku_id=1 28313&obyek_id=4)

Zaimar, Okke Kusuma Sumantri. 2014. Semiotika Dalam Analisis Karya Sastra. Depok: PT. Komodo Books

Referensi

Dokumen terkait

merupakan kumpulan makalah pada saat Seminar Nasional dan Lokakarya Nasional III AITBI dilaksanakan pada tanggal 4-5 Agustus 2017 dan diselenggarakan di Fakultas

Dari sikap responden terhadap tingkat kemudahan mencapai fasilitas yang cukup, paling banyak berasal dari penduduk yang telah menetap lebih dari 15 tahun, yaitu 52,68%

Dari pengujian kinerja alat tersebut diperoleh tipe proses filtrasi yang terbaik adalah pada filtrasi tipe ke 5, dimana analisa air gambut hasil pengolahannya

Proteksi adalah pengaman listrik pada sistem tenaga listrik yang terpasang pada: sistem distribusi tenaga listrik, trafo tenaga, transmisi tenaga listrik dan generator

dihasilkan oleh arus bolak balik (Alternating Current) pada saluran transmisi tegangan tinggi tergolong radiasi nan-pengion dan di dalam spektrum gelombang

2017.. Tuhan semesta alam yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia serta kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsiyang berjudul “Peranan

• Perguruan tinggi berada pada lahan yang berada dalam 1 (satu) hamparan dengan luas paling sedikit 10.000 m2 untuk Universitas, 8.000 m2 untuk Institut, dan 5.000 m2 untuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian peserta didik MI No.81 Mico sebelum dan sesudah pengadaan pendidikan akhlak bahwa sebelum pengadaan pembinaan akhlak