• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Telur Cacing pada Kubis (Brassica oleracea) pada Pasar Swalayan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Telur Cacing pada Kubis (Brassica oleracea) pada Pasar Swalayan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

6. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Seri 1. Edisi 6. Jakarta: Epidemiologi Indonesia, 2014

7. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan system. Jakarta: EGC, 2014.

Artikel Penelitian

Identifikasi Telur Cacing pada Kubis (

Brassica oleracea)

pada Pasar Swalayan

Jessica Vanesa Yahyadi

1

, Esther Sri Majawati

2

, Adelina Simamora

3

1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida)

2

Staf Pengajar

Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta, Indonesia

3

Staf Pengajar Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta, Indonesia

Alamat Korespondensi : emajawati@yahoo.com

Abstrak

Penyakit infeksi yang berhubungan dengan soil transmitted helminth masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Umumnya cacing berasal dari golongan Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, Ancylostoma duodenale. Penyakit ini berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Sayuran mentah dapat menjadi salah satu agen transmisi telur cacing. Mengonsumsi sayuran mentah dapat meningkatkan kejadian infeksi parasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya kontaminasi telur soil transmitted helminth pada sayuran kubis yang di jual di pasar swalayan di Jakarta. Penelitian ini bersifat deskriptif, dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2016. Sampel diperoleh secara

consequtive dari 62 pasar swalayan di sekitar Jakarta. Pemeriksaan telur cacing dilakukan secara mikroskopis di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Dari hasil penelitian ditemukan soil transmitted helminth positif pada satu sampel dari 62 (1,61%) sayuran kubis yang dijual di pasar swalayan sekitar Jakarta. Sayuran terkontaminasi oleh telur Ascaris lumbricoides, sedangkan Trichuris trichiura, Necator americanus dan Ancylostoma duodenaletidak ditemukan.

Kata kunci : Soil Transmitted Helminth, Kubis, Ascaris lumbricoides, pasar swalayan

Identification of Helminth Eggs in Cabbage Sold at Supermarkets

Abstract

Infectious diseases caused by soil-transmitted helminths are still a health problem in Indonesia. Groups of worms that often cause these diseases are Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus and Ancylostoma duodenale. The diseases are closely related to socioeconomic circumstances, personal and environmental hygiene. Raw vegetables can be one of the agents of transmission of worm eggs. Consuming raw vegetables can increase the incidence of parasitic infection. This study aimed to identify the presence or absence of contamination of soil-transmitted helminth eggs on cabbage sold in supermarkets in the city of Jakarta. This research is a descriptive survey, conducted in October and November 2016. Samples were obtained consecutively from 62 supermarkets in Jakarta. Microscopic examination was conducted at the Laboratory of Parasitology, Faculty of Medicine, Krida Wacana Christian University. The study found that one sample of 62 (1.61%) cabbage was contaminated by the eggs of Ascaris lumbricoides, while Trichuris trichiura and hookworm was not found.

(2)

Pendahuluan

Sayuran merupakan makanan pendamping makanan pokok yang kaya gizi. Di dalam sayuran terkandung protein, vitamin, dan mineral. Hampir semua jenis vitamin dan mikronutrien (terutama mineral) yang penting bagi tubuh terdapat di dalam sayuran. Selain vitamin dan mineral, sayuran memiliki kandungan serat yang tinggi, sayuran yang biasa dihidangkan mentah sebagai lalapan meliputi timun, kemangi, kacang panjang, kubis,dan tomat. Kubis banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. Sebagai sayuran, kubis dapat membantu pencernaan, menetralkan zat-zat asam dan memerlancar buang air besar. Kubis dikonsumsi sebagai sayuran daun, diantaranya sebagai lalap mentah dan masak, lodeh, campuran bakmi, lotek, pecel, asinan, dan aneka makanan lainnya.1

Kubis yang dicuci bersih kemungkinan besar masih mengandung hama penyakit. Hama lain kelompok molusca dan kelompok nematoda. Penggunaan sayuran mentah yang langsung dikonsumsi dimungkinkan masih terdapat pencemaran dari bibit penyakit. Penyebaran cacing usus pada makanan sayuran dapat terjadi antara lain karena kekurangan pengetahuan pengelolaan dan langkah-langkah penceegahannya dari petani sampai tingkat konsumen. Berdasarkan data WHO pada tahun 2014, lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi cacing akibat kontak langsung dengan tanah. Infeksi tersebar luar di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di Sahara Afrika, Amerika, China, dan Asia timur. Menurut Depkes tahun 2008, prevalensi kecacingan di Indonesia masih relatif tinggi yaitu 32,6% dan didominasi oleh Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale,

Trichuris trichura, Strongyloides stercolaris.2 Salah satu sumber penularannya adalah air dan lumpur yang digunakan dalam budidaya sayuran. Tanah, sayur-sayuran, dan air merupakan media transmisi yang penting. Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran infeksi. Kontaminasi atau adanya agen, menular pada permukaan tubuh, atau pada pakaian, termasuk semua yang berkaitan dengan tempat tidur, mainan, alat-alat bedah atau baju operasi,

maupun benda atau zat mati termasuk air dan makanan.3

Secara umum terdapat dua cara masuknya nematoda usus dalam menginfeksi tubuh manusia, yaitu melalui mulut dan kulit. Telur - telur tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia, diantaranya melalui tidak bersih dalam mencuci sayuran yang tidak dimasak, sedangkan dari larva nematoda usus dapat dimungkinkan melalui air yang terkontaminasi. Penularan kepada hospes baru tergantung kepada tertelannya telur matang yang infektif atau larva, atau menembusnya larva ke dalam kulit atau selaput lendir. Seringkali larva di dalam telur ikut tertelan dalam makanan. Data hasil cross-check

pemeriksaan kecacingan yang dilaksanakan oleh UPT Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan, Kabupaten Gunung Kidul pada tahun 2009, diketahui bahwa dari 200 sampel kubis yang diperiksa, ditemukan sebesar 11% sampel memberikan hasil pemeriksaan positif mengandung nematoda usus, diantaranya adalah telur Ascaris lumbricoides dan

Enterobius vermicularis. Beberapa spesies dari nematoda hidup sebagai parasit di dalam saluran pencernaan manusia, dan pada kasus tertentu kemungkinan juga dapat ditemukan pada kotoran manusia. Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Di antara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut ’’ Soil Transmitted Helminths’’yang terpenting bagi

manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale,

Trichuris trichura, Strongyloides stercolaris.4,5 Metodologi Penelitian

Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kros seksional yaitu untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang pada sayuran kubis dari pasar swalayan.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Ukrida. Waktu penelitian Oktober – November 2016.

Sampel

Sampel diambil dengan metode consecutive, dengan perhitungan besar sampel mengikuti rumus:

n = Zα2 . p . q d2 dengan:

n = jumlah minimum sampel yang dibutuhkan.

Zα = nilai statistik Zα pada kurva normal standar pada tingkat kemaknaan (1,96).

p = perkiraan prevalensi kejadian telur cacing di sayuran kol (0,2).

q = 1 - p (0,8).

d = presisi absolut yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi (0,1).

Berdasarkan rumus sampel di atas, maka besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah: n = (1,96)2 . 0,2 . 0,8 = 61,465

(0,1)2 = 62 sampel.

Sampel diambil secara random dari seluruh wilayah Jakarta, dari Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat.

Metode Pengumpulan Data 1. Bahan Penelitian

Air kran 100cc, lugol/eosin 1%, aquades, kubis.

2. Alat Penelitian

Mikroskop, tabung sentrifugasi, slide frosted, pinset, kertas saring, kertas label, cover glass

3. Cara Kerja

Langkah kerja dalam penelitian identifikasi telur cacing pada sayuran kubis sebagai berikut :

1. Sampel yang disiapkan adalah kubis, 62 buah ( setiap sampel dipotong kecil-kecil hingga 50 gram).

2. Sampel direndam dalam 100cc air kran selama 24 jam di dalam gelas plastik. 3. Setelah itu sampel dikeluarkan dari

gelas plastik dengan menggunakan pinset.

4. Air bekas rendaman didiamkan dalam gelas plastik selama 30 menit.

5. Kemudian air rendaman diambil dari bagian paling bawah (ada pengendapan) dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 1cc dan dimasukkan masing-masing sampel di dalam tabung sentrifugasi.

6. Dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3.740 rpm selama sepuluh menit.

7. Setelah selesai disentrifugasi larutan bagian atas dibuang dan endapan bagian bawah diambil untuk diperiksa dengan mikroskop.

8. Masing-masing endapan dari sampel tersebut diletakkan di atas object glass

dan ditetesi lugol (satu tetes) sebagai pewarna.

9. Kemudian diamati di bawah mikroskop dan diidentifikasi jenis telur cacing yang ada pada sayuran kubis dengan perbesaran 10x10.

10. Pada setiap sampel dilakukan 3x pengamatan.

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian tentang Soil Transmitted Helminth pada sayuran kubis yang dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 1. Ditribusi Frekuensi Telur Cacing pada Kubis di Pasar Swalayan di Jakarta Jumlah Persentase (buah) (%) Kubis 62 Positif 1 1,61 Negatif 61 98, 39 Jumlah (sayuran) Persentase (%) Kubis 62

(3)

Pendahuluan

Sayuran merupakan makanan pendamping makanan pokok yang kaya gizi. Di dalam sayuran terkandung protein, vitamin, dan mineral. Hampir semua jenis vitamin dan mikronutrien (terutama mineral) yang penting bagi tubuh terdapat di dalam sayuran. Selain vitamin dan mineral, sayuran memiliki kandungan serat yang tinggi, sayuran yang biasa dihidangkan mentah sebagai lalapan meliputi timun, kemangi, kacang panjang, kubis,dan tomat. Kubis banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. Sebagai sayuran, kubis dapat membantu pencernaan, menetralkan zat-zat asam dan memerlancar buang air besar. Kubis dikonsumsi sebagai sayuran daun, diantaranya sebagai lalap mentah dan masak, lodeh, campuran bakmi, lotek, pecel, asinan, dan aneka makanan lainnya.1

Kubis yang dicuci bersih kemungkinan besar masih mengandung hama penyakit. Hama lain kelompok molusca dan kelompok nematoda. Penggunaan sayuran mentah yang langsung dikonsumsi dimungkinkan masih terdapat pencemaran dari bibit penyakit. Penyebaran cacing usus pada makanan sayuran dapat terjadi antara lain karena kekurangan pengetahuan pengelolaan dan langkah-langkah penceegahannya dari petani sampai tingkat konsumen. Berdasarkan data WHO pada tahun 2014, lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi cacing akibat kontak langsung dengan tanah. Infeksi tersebar luar di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di Sahara Afrika, Amerika, China, dan Asia timur. Menurut Depkes tahun 2008, prevalensi kecacingan di Indonesia masih relatif tinggi yaitu 32,6% dan didominasi oleh Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale,

Trichuris trichura, Strongyloides stercolaris.2 Salah satu sumber penularannya adalah air dan lumpur yang digunakan dalam budidaya sayuran. Tanah, sayur-sayuran, dan air merupakan media transmisi yang penting. Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran infeksi. Kontaminasi atau adanya agen, menular pada permukaan tubuh, atau pada pakaian, termasuk semua yang berkaitan dengan tempat tidur, mainan, alat-alat bedah atau baju operasi,

maupun benda atau zat mati termasuk air dan makanan.3

Secara umum terdapat dua cara masuknya nematoda usus dalam menginfeksi tubuh manusia, yaitu melalui mulut dan kulit. Telur - telur tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia, diantaranya melalui tidak bersih dalam mencuci sayuran yang tidak dimasak, sedangkan dari larva nematoda usus dapat dimungkinkan melalui air yang terkontaminasi. Penularan kepada hospes baru tergantung kepada tertelannya telur matang yang infektif atau larva, atau menembusnya larva ke dalam kulit atau selaput lendir. Seringkali larva di dalam telur ikut tertelan dalam makanan. Data hasil cross-check

pemeriksaan kecacingan yang dilaksanakan oleh UPT Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan, Kabupaten Gunung Kidul pada tahun 2009, diketahui bahwa dari 200 sampel kubis yang diperiksa, ditemukan sebesar 11% sampel memberikan hasil pemeriksaan positif mengandung nematoda usus, diantaranya adalah telur Ascaris lumbricoides dan

Enterobius vermicularis. Beberapa spesies dari nematoda hidup sebagai parasit di dalam saluran pencernaan manusia, dan pada kasus tertentu kemungkinan juga dapat ditemukan pada kotoran manusia. Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Di antara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut ’’ Soil Transmitted Helminths’ ’yang terpenting bagi

manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale,

Trichuris trichura, Strongyloides stercolaris.4,5 Metodologi Penelitian

Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kros seksional yaitu untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang pada sayuran kubis dari pasar swalayan.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Ukrida. Waktu penelitian Oktober – November 2016.

Sampel

Sampel diambil dengan metode consecutive, dengan perhitungan besar sampel mengikuti rumus:

n = Zα2 . p . q d2 dengan:

n = jumlah minimum sampel yang dibutuhkan.

Zα = nilai statistik Zα pada kurva normal standar pada tingkat kemaknaan (1,96).

p = perkiraan prevalensi kejadian telur cacing di sayuran kol (0,2).

q = 1 - p (0,8).

d = presisi absolut yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi (0,1).

Berdasarkan rumus sampel di atas, maka besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah: n = (1,96)2 . 0,2 . 0,8 = 61,465

(0,1)2 = 62 sampel.

Sampel diambil secara random dari seluruh wilayah Jakarta, dari Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat.

Metode Pengumpulan Data 1. Bahan Penelitian

Air kran 100cc, lugol/eosin 1%, aquades, kubis.

2. Alat Penelitian

Mikroskop, tabung sentrifugasi, slide frosted, pinset, kertas saring, kertas label, cover glass

3. Cara Kerja

Langkah kerja dalam penelitian identifikasi telur cacing pada sayuran kubis sebagai berikut :

1. Sampel yang disiapkan adalah kubis, 62 buah ( setiap sampel dipotong kecil-kecil hingga 50 gram).

2. Sampel direndam dalam 100cc air kran selama 24 jam di dalam gelas plastik. 3. Setelah itu sampel dikeluarkan dari

gelas plastik dengan menggunakan pinset.

4. Air bekas rendaman didiamkan dalam gelas plastik selama 30 menit.

5. Kemudian air rendaman diambil dari bagian paling bawah (ada pengendapan) dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 1cc dan dimasukkan masing-masing sampel di dalam tabung sentrifugasi.

6. Dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3.740 rpm selama sepuluh menit.

7. Setelah selesai disentrifugasi larutan bagian atas dibuang dan endapan bagian bawah diambil untuk diperiksa dengan mikroskop.

8. Masing-masing endapan dari sampel tersebut diletakkan di atas object glass

dan ditetesi lugol (satu tetes) sebagai pewarna.

9. Kemudian diamati di bawah mikroskop dan diidentifikasi jenis telur cacing yang ada pada sayuran kubis dengan perbesaran 10x10.

10. Pada setiap sampel dilakukan 3x pengamatan.

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian tentang Soil Transmitted Helminth pada sayuran kubis yang dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 1. Ditribusi Frekuensi Telur Cacing pada Kubis di Pasar Swalayan di Jakarta Jumlah Persentase (buah) (%) Kubis 62 Positif 1 1,61 Negatif 61 98, 39 Jumlah (sayuran) Persentase (%) Kubis 62

(4)

Pembahasan

Gambar 1. Hasil Pemeriksaan Telur Ascaris lumbricoides

Askariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, yang merupakan nematoda usus terbesar yang menginfeksi manusia. Parasit ini bersifat kosmopolit, yaitu tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan kelembapan cukup tinggi. Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus.5,6

Berdasarkan Tabel 1, didapatkan satu sampel sayuran kubis yang dijual di pasar swalayan positif mengandung telur Ascaris lumbricoides tetapi tidak mengandung telur cacing lainnya, sedangkan 61 sampel lainnya yang diperiksa negatif mengandung telur Ascaris lumbricoides, maupun telur lainnya. tetapi hanya ditemukan kotoran yang masih menempel di sampel kubis yang diperiksa. Kubis merupakan salah satu sayuran yang berpotensi untuk terjadinya kontaminasi

Soil Transmitted Helminth. Hal tersebut dijelaskan dengan beberapa alasan yaitu pertama pada proses penanaman kubis bibit dimasukkan ke dalam tanah yang sudah dilubangi sampai leher akar ikut tertanam, sehingga pada proses pertumbuhannya kubis tumbuh bersentuhan dengan tanah.7,8 Kedua, morfologi daun kubis yaitu berbentuk bulat, oval, sampai membentuk roset akar yang besar dan tebal, struktur daun pada tanaman kubis juga berlekuk-lekuk.7,8 Oleh sebab itu pertumbuhan kubis yang bersentuhan dengan tanah dan struktur daun pada kubis yang berlekuk-lekuk dapat mendukung terjadinya kontaminasi Soil Transmitted Helminth,

karena infeksi cacing tersebut ditularkan melalui tanah.,9,10 Pada penelitian yang

dilakukan, menunjukkan bahwa kubis yang dijual di pasar swalayan ternyata masih terdapat kontaminasi telur Ascaris lumbricoides walaupun persentasenya sangat kecil padahal seperti yang kita ketahui pada saat distribusi kubis yang dimulai dari petani kemudian ke pengepul atau agen, lalu ke pengecer swalayan, kubis dipilih hanya yang memiliki kualitas baik lalu dibersihkan dan dikemas, sehingga kemungkinan kontaminasi telur Ascaris lumbricoides sangat kecil. Berdasarkan dari pengamatan yang dilakukan, hal yang dapat memengaruhi kontaminasi telur

Ascaris lumbricoides pada kubis dalam penelitian ini adalah teknik pencucian kubis yang tidak tepat karena pada pasar swalayan sayuran kubis yang diteliti diletakkan di lemari pendingin dan dibungkus dengan plastik sayuran sehingga kontaminasi silang antar sayuran tidak terjadi.

Berdasarkan dari komunikasi dengan beberapa staf karyawan pasar swalayan yang bersedia diajukan pertanyaan, sayuran biasanya dicuci terlebih dahulu ke dalam ember besar yang sudah berisi air dengan cara dicelupkan selama 10 detik, setelah itu sayuran dibungkus dengan plastik sayuran. Hal ini bisa menyebabkan tanah atau pasir terlepas dari kubis, namun telur Ascaris lumbricoides

dapat tetap terselip dan menempel di antara lembaran kubis. Sehingga kontaminasi diduga karena teknik pencucian yang kurang baik. Teknik pencucian yang baik adalah dengan cara sayuran dicuci dengan menggunakan air mengalir bukan dengan air yang sudah ditampung di dalam ember.

Berdasarkan Gambar 1, jenis telur cacing yang ditemukan pada kubis dari pasar swalayan pada penelitian ini adalah telur

Ascaris lumbricoides yang masih merupakan bagian dari Soil Transmitted Helminth. Jenis cacing ini memang yang paling mendominasi mengontaminasi sayuran. Telur Ascaris lumbricoides pada penelitian ini memiliki ketahanan yang lebih baik di lingkungan karena sifat dari telur yang tahan terhadap desinfektan kimiawi dan terhadap rendaman sementara dengan menggunakan air kran seperti yang digunakan pada penelitian ini. Telur Ascaris lumbricoides baru akan mati pada suhu lebih dari 40oC dalam waktu 15 jam sedangkan pada suhu 50oC akan mati dalam waktu satu jam. Telur Ascaris lumbricoides

juga pada dindingnya memunyai lapisan luar yaitu albuminoid, lapisan albuminoid ini dapat

menyebabkan telur bisa menempel erat pada sayuran walaupun sudah dilakukan pencucian dengan air kran. Tidak ditemukannya telur cacing tambang bisa dikarenakan memang tidak terdapatnya telur cacing tambang dalam sampel kubis atau bisa juga karena cacing tambang memiliki dinding yang tipis sehingga dari beberapa tempat distribusi kubis, dinding telur cacing tambang bisa pecah sehingga tidak terdeteksi sebagai telur cacing tambang dalam sampel penelitian ini.

Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indriani di pasar modern Kota Bandar Lampung. Tetapi persentase tingkat kontaminasi telur Ascaris lumbricoides yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya lebih tinggi yaitu 16,6%, sedangkan dari penelitian ini hanya didapatkan 1,61% yang terkontaminasi telur Ascaris lumbricoides

diduga karena kubis yang dijual di pasar swalayan lebih berkualitas baik karena pada tingkat pengecer sudah dipilih yang terbaik.4 Dari penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun sayuran dijual di pasar swalayan yang memiliki kualitas baik dengan penyajian yang baik, ternyata masih ditemukan kontaminasi telur cacing walaupun persentasenya sangat kecil. Jadi, masih ada kemungkinan terjadinya penularan penyakit kecacingan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai identifikasi telur cacing pada kubis yang dijual di pasar swalayan di Jakarta, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyajian kubis yang dijual di pasar swalayan sudah memiliki kualitas yang baik, walaupun masih memiliki kemungkinan kecil untuk terkontaminasi

Soil Transmitted Helminth.

2. Jenis telur yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Ascaris lumbricoides

yang masih merupakan bagian dari Soil Transmitted Helminth. Ascaris lumbricoides sering mengontaminasi sayuran dan memiliki ketahanan yang baik di lingkungan, dan memiliki lapisan luar albuminoid yang dapat membuat telur menempel erat pada kubis.

3. Kontaminasi telur Ascaris lumbricoides

pada sampel kubis yang diperiksa dalam penelitian ini diduga karena teknik

pencucian yang kurang baik, karena teknik pencucian dalam penelitian ini yaitu dengan cara dicelupkan selama beberapa detik ke dalam ember yang sudah diisi air, bukan dengan menggunakan air mengalir.

Daftar Pustaka

1. Almi DU. Identifikasi soil transmitted helminths pada sayuran kubis dan selada di pasar tradisional kota bandar lampung. Bandar Lampung; Universitas Lampung: 2011. hal.35-7.

2. Health statistics. Pusat data dan informasi profil kesehatan indonesia.2008.

3. Nugroho C, Sitti ND, Surahma AM. Identifikasi kontaminasi telur nematoda usus pada sayuran kubis warung makan lesehan wonosari gunungkidul yogyakarta tahun 2010. Jurnal KESMAS UAD 4(1). 2010.hal.67-75.

4. Indriani A. Identifikasi soil transmitted helminths pada sayuran kubis dan selada di pasar modern kota bandar lampung. Bandar Lampung; Universitas Lampung: 2011.hal 34-5.

5. Setyorini. Identifikasi telur nematoda usus pada sayuran kubis (Brassica oleracea) yang dijual di pasar montong, kabupaten tuban. Surabaya; Universitas Muhammadiyah Surabaya: 2011. hal.39-40.

6. Supali T, Margono SS, Abidin AN. Nematoda usus. In: Sutanto I, Ismid IS, Sjarifudin PK, Sungkar S, Editors. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. 4thed. Jakarta; FKUI: 2008.p.6-9.

7. Harjono I. Kubis bunga. Solo: CV Aneka; 1996.

8. Cahyono, Bambang. Cara meningkatkan budidaya kubis. Yogyakarta; Pustaka Nusatama: 1995.

9. Supali T, Margono SS. Soil transmitted helminth. In: Sutanto I, Ismid IS, Sjarifudin PK, Sungkar S, Editors. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. 4thed. Jakarta; FKUI: 2008.p.21-4.

10. Suriptiastuti. Juni 2006. Infeksi soil transmitted helminth. Universa Medicina, vol. 25 No.1. Diunduh dari http://www.univmed.org/wp-content/uplo ads/2012/04/Tutik.pdf, 3 April 2016.

(5)

Pembahasan

Gambar 1. Hasil Pemeriksaan Telur Ascaris lumbricoides

Askariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, yang merupakan nematoda usus terbesar yang menginfeksi manusia. Parasit ini bersifat kosmopolit, yaitu tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan kelembapan cukup tinggi. Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus.5,6

Berdasarkan Tabel 1, didapatkan satu sampel sayuran kubis yang dijual di pasar swalayan positif mengandung telur Ascaris lumbricoides tetapi tidak mengandung telur cacing lainnya, sedangkan 61 sampel lainnya yang diperiksa negatif mengandung telur Ascaris lumbricoides, maupun telur lainnya. tetapi hanya ditemukan kotoran yang masih menempel di sampel kubis yang diperiksa. Kubis merupakan salah satu sayuran yang berpotensi untuk terjadinya kontaminasi

Soil Transmitted Helminth. Hal tersebut dijelaskan dengan beberapa alasan yaitu pertama pada proses penanaman kubis bibit dimasukkan ke dalam tanah yang sudah dilubangi sampai leher akar ikut tertanam, sehingga pada proses pertumbuhannya kubis tumbuh bersentuhan dengan tanah.7,8 Kedua, morfologi daun kubis yaitu berbentuk bulat, oval, sampai membentuk roset akar yang besar dan tebal, struktur daun pada tanaman kubis juga berlekuk-lekuk.7,8 Oleh sebab itu pertumbuhan kubis yang bersentuhan dengan tanah dan struktur daun pada kubis yang berlekuk-lekuk dapat mendukung terjadinya kontaminasi Soil Transmitted Helminth,

karena infeksi cacing tersebut ditularkan melalui tanah.,9,10 Pada penelitian yang

dilakukan, menunjukkan bahwa kubis yang dijual di pasar swalayan ternyata masih terdapat kontaminasi telur Ascaris lumbricoides walaupun persentasenya sangat kecil padahal seperti yang kita ketahui pada saat distribusi kubis yang dimulai dari petani kemudian ke pengepul atau agen, lalu ke pengecer swalayan, kubis dipilih hanya yang memiliki kualitas baik lalu dibersihkan dan dikemas, sehingga kemungkinan kontaminasi telur Ascaris lumbricoides sangat kecil. Berdasarkan dari pengamatan yang dilakukan, hal yang dapat memengaruhi kontaminasi telur

Ascaris lumbricoides pada kubis dalam penelitian ini adalah teknik pencucian kubis yang tidak tepat karena pada pasar swalayan sayuran kubis yang diteliti diletakkan di lemari pendingin dan dibungkus dengan plastik sayuran sehingga kontaminasi silang antar sayuran tidak terjadi.

Berdasarkan dari komunikasi dengan beberapa staf karyawan pasar swalayan yang bersedia diajukan pertanyaan, sayuran biasanya dicuci terlebih dahulu ke dalam ember besar yang sudah berisi air dengan cara dicelupkan selama 10 detik, setelah itu sayuran dibungkus dengan plastik sayuran. Hal ini bisa menyebabkan tanah atau pasir terlepas dari kubis, namun telur Ascaris lumbricoides

dapat tetap terselip dan menempel di antara lembaran kubis. Sehingga kontaminasi diduga karena teknik pencucian yang kurang baik. Teknik pencucian yang baik adalah dengan cara sayuran dicuci dengan menggunakan air mengalir bukan dengan air yang sudah ditampung di dalam ember.

Berdasarkan Gambar 1, jenis telur cacing yang ditemukan pada kubis dari pasar swalayan pada penelitian ini adalah telur

Ascaris lumbricoides yang masih merupakan bagian dari Soil Transmitted Helminth. Jenis cacing ini memang yang paling mendominasi mengontaminasi sayuran. Telur Ascaris lumbricoides pada penelitian ini memiliki ketahanan yang lebih baik di lingkungan karena sifat dari telur yang tahan terhadap desinfektan kimiawi dan terhadap rendaman sementara dengan menggunakan air kran seperti yang digunakan pada penelitian ini. Telur Ascaris lumbricoides baru akan mati pada suhu lebih dari 40oC dalam waktu 15 jam sedangkan pada suhu 50oC akan mati dalam waktu satu jam. Telur Ascaris lumbricoides

juga pada dindingnya memunyai lapisan luar yaitu albuminoid, lapisan albuminoid ini dapat

menyebabkan telur bisa menempel erat pada sayuran walaupun sudah dilakukan pencucian dengan air kran. Tidak ditemukannya telur cacing tambang bisa dikarenakan memang tidak terdapatnya telur cacing tambang dalam sampel kubis atau bisa juga karena cacing tambang memiliki dinding yang tipis sehingga dari beberapa tempat distribusi kubis, dinding telur cacing tambang bisa pecah sehingga tidak terdeteksi sebagai telur cacing tambang dalam sampel penelitian ini.

Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indriani di pasar modern Kota Bandar Lampung. Tetapi persentase tingkat kontaminasi telur Ascaris lumbricoides yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya lebih tinggi yaitu 16,6%, sedangkan dari penelitian ini hanya didapatkan 1,61% yang terkontaminasi telur Ascaris lumbricoides

diduga karena kubis yang dijual di pasar swalayan lebih berkualitas baik karena pada tingkat pengecer sudah dipilih yang terbaik.4 Dari penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun sayuran dijual di pasar swalayan yang memiliki kualitas baik dengan penyajian yang baik, ternyata masih ditemukan kontaminasi telur cacing walaupun persentasenya sangat kecil. Jadi, masih ada kemungkinan terjadinya penularan penyakit kecacingan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai identifikasi telur cacing pada kubis yang dijual di pasar swalayan di Jakarta, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyajian kubis yang dijual di pasar swalayan sudah memiliki kualitas yang baik, walaupun masih memiliki kemungkinan kecil untuk terkontaminasi

Soil Transmitted Helminth.

2. Jenis telur yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Ascaris lumbricoides

yang masih merupakan bagian dari Soil Transmitted Helminth. Ascaris lumbricoides sering mengontaminasi sayuran dan memiliki ketahanan yang baik di lingkungan, dan memiliki lapisan luar albuminoid yang dapat membuat telur menempel erat pada kubis.

3. Kontaminasi telur Ascaris lumbricoides

pada sampel kubis yang diperiksa dalam penelitian ini diduga karena teknik

pencucian yang kurang baik, karena teknik pencucian dalam penelitian ini yaitu dengan cara dicelupkan selama beberapa detik ke dalam ember yang sudah diisi air, bukan dengan menggunakan air mengalir.

Daftar Pustaka

1. Almi DU. Identifikasi soil transmitted helminths pada sayuran kubis dan selada di pasar tradisional kota bandar lampung. Bandar Lampung; Universitas Lampung: 2011. hal.35-7.

2. Health statistics. Pusat data dan informasi profil kesehatan indonesia.2008.

3. Nugroho C, Sitti ND, Surahma AM. Identifikasi kontaminasi telur nematoda usus pada sayuran kubis warung makan lesehan wonosari gunungkidul yogyakarta tahun 2010. Jurnal KESMAS UAD 4(1). 2010.hal.67-75.

4. Indriani A. Identifikasi soil transmitted helminths pada sayuran kubis dan selada di pasar modern kota bandar lampung. Bandar Lampung; Universitas Lampung: 2011.hal 34-5.

5. Setyorini. Identifikasi telur nematoda usus pada sayuran kubis (Brassica oleracea) yang dijual di pasar montong, kabupaten tuban. Surabaya; Universitas Muhammadiyah Surabaya: 2011. hal.39-40.

6. Supali T, Margono SS, Abidin AN. Nematoda usus. In: Sutanto I, Ismid IS, Sjarifudin PK, Sungkar S, Editors. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. 4thed. Jakarta; FKUI: 2008.p.6-9.

7. Harjono I. Kubis bunga. Solo: CV Aneka; 1996.

8. Cahyono, Bambang. Cara meningkatkan budidaya kubis. Yogyakarta; Pustaka Nusatama: 1995.

9. Supali T, Margono SS. Soil transmitted helminth. In: Sutanto I, Ismid IS, Sjarifudin PK, Sungkar S, Editors. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. 4thed. Jakarta; FKUI: 2008.p.21-4.

10. Suriptiastuti. Juni 2006. Infeksi soil transmitted helminth. Universa Medicina, vol. 25 No.1. Diunduh dari http://www.univmed.org/wp-content/uplo ads/2012/04/Tutik.pdf, 3 April 2016.

Gambar

Tabel 1.  Ditribusi Frekuensi Telur Cacing  pada Kubis di Pasar Swalayan di Jakarta               Jumlah        Persentase    (buah)          (%)  Kubis       62  Positif    1        1,61    Negatif       61      98, 39  Jumlah  (sayuran)  Persentase (%)
Gambar 1. Hasil Pemeriksaan Telur Ascaris

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar di atas terdapat dua buah text box yaitu text box untuk menentukan lokasi file text yang berisi jumlah record yang akan dimasukkan kedalam tabel yang ada di dalam

Aspek peremajaan kawasan kampung bandeng Tambakrejo berdasarkan preferensi masyarakat dengan menggunakan pola Tribina dari buku panduan permukiman kumuh

Tulisan ini merupakan review dari sejumlah literatur yang terkait dengan relasi sosial dan resiliensi masyarakat (petani) dalam menghadapi bencana alam yang mereka

Penyakit yang disebabkan oleh cendawan patogen yang menyerang tanaman tomat yaitu busuk daun, Penyakit busuk buah, batang dan layu Fusarium.Tujuan dalam penelitian ini

Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap

Jadi, metode kuantitatif merupakan metode yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,

Kepentingan non pengendali mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari entitas anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung pada

Seiring dengan naiknya angle of attack, terjadi perbedaan yang signifikan pada kedua kondisi ini, seperti terlihat pada gambar 7(c) dan 7(d) Pada sudut sebesar 16.00°, posisi