• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta Api. 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta Api. 2"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkeretaapian

Seperti yang telah dicantumkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 1 tentang perkeretaapian, pengertian istilah perkeretaapian adalah satu kesatuan yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta Api.2

Pasal 5 ayat 1 menyebutkan perkeretaapian menurut fungsinya terdiri dari: Perkeretaapian Umum

Perkeretaapian umum adalah perkeretaapian yang digunakan untuk melayani angkutan orang dan atau barang dengan dipungut bayaran,

Perkeretaapian Khusus

Perkeretaapian khusus adalah perkeretaapian yang hanya digunakan untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tertentu dan tidak digunakan untuk melayani masyarakat umum.

Pasal 5 ayat 2 menyebutkan, perkeretaapian umum terdiri dari: Perkeretaapian Perkotaan

2

Direktorat Jendral Perkeretaapian, 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Jakarta: Direktorat Jendral Perkeretaapian.

(2)

Perkeretaapian perkotaan adalah perkeretaapian yang melayani perpindahan orang di wilayah perkotaan dan / atau perjalanan ulang-alik dengan jangkauan: a. Seluruh wilayah administrasi kota, dan atau

b. Melebihi wilayah administrasi kota.

Dalam hal perkeretaapian perkotaan berada di wilayah metropolitan disebut kereta Api metro.

Perkeretaapian Antarkota

Perkeretaapian antarkota adalah perkeretaapian yang melayani perpindahan orang dan / atau barang dari satu kota ke kota yang lain.

Dalam hal perkeretaapian antarkota melayani angkutan orang dan / atau barang dari satu kota ke kota di negara lain, disebut kereta Api antarnegara.

Pasal 5 ayat 3 menyebutkan, perkeretaapian khusus hanya digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut.

UU Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 mendefinisikan kereta Api sebagai sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta Api.

Jenis-jenis kereta Api menurut UU Nomor 23 Tahun 2007 pasal 4 antara lain: 1. Kereta Api Kecepatan Normal,

2. Kereta Api Kecepatan Tinggi, 3. Kereta Api Monorel,

(3)

4. Kereta Api Motor Induksi Linear, 5. Kereta Api Gerak Udara,

6. Kereta Api Levitasi Magnetik, 7. Trem, dan

8. Kereta Gantung.

2.2 Automatic People Mover System (APMS)

2.2.1. AutomaticPeople Mover System

Automatic People Mover System (APMS) ialah sarana intermoda yang melayani

perpindahan penumpang antar terminal. APMS inipun berupa kendaraan penggerak yang berjalan otomatis untuk memindahkan orang secara horizontal dalam jarak relatif singkat. APMS ini telah dikembangkan dan diimplementasikan dalam berbagai ukuran dan konfigurasi sejak awal 1970-an. Sistem ini telah dipasang di berbagai Negara, termasuk bandara, fasilitas rekreasi, instansi lembaga, dan daerah perkotaan. APMS berbeda dari kereta konfensional dan transportasi publik Light rail

bahwa sistem ini beroperasi tanpa driver atau petugas stasiun. Pada tahun 2010, ada 44 APMS beroperasi di bandara di seluruh dunia. Kebanyakan awalnya APMS digunakan untuk memfasilitasi penumpang dan angkutan karyawan dalam wilayah aman (Airside) dari bandara umumnya mengangkut antara penumpang check-in di terminal. Baru-baru ini, APMS telah dirancang untuk menghubungkan terminal bandara dengan fasilitas sisi darat seperti parkir, jasa penyewaan mobil, layanan

(4)

transportasi daerah, hotel, dan aktivitas lainnya.3 Terlihat APMS tahun 1970 pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Kereta APMS tahun 1970 (Sumber :Photo.Lea+Elliott, Inc)

2.2.2 Sistem APMS dan Komponennya

APMS sepenuhnya berjalan otomatis dan tanpa pengemudi, yang beroperasi pada

guideways tetap dan memiliki lintasan khusus. APMS mencakup teknologi yang

disebut Automated Guideway Transit (AGT) dan levitasi magnetik sistem kecepatan rendah. Perbedaan utama antara APMS dan Transit Technologies lainnya adalah tidak terkena dampak dari kemacetan atau gangguan jalan lainnya. APMS adalah kombinasi dari subsistem yang saling terkait dan komponen dirancang untuk beroperasi sebagai entitas kohesif yang bersifat aman, handal, dan efisien sebagai transportasi penumpang. Di bandara, fasilitas APMS biasanya dibeli secara terpisah. APMS terdiri dari beberapa sistem operasi dan fasilitas tetap. Sistem operasi terdiri dari subsistem peralatan yang penting untuk operasi. Ada enam komponen utama sistem APMS, masing-masing dengan sistem dan fasilitas aspek sendiri:

3

Airport Cooperative Research Program. 2010. “Guidebook for Planning and Implementing Automated People Mover Systems at Airports”. Washington. D.C.

(5)

1. Kendaraan (Vehicles);

2. Jalur (Guideway);

3. Propulsi dan Sistem tenaga (Propulsion and System Power);

4. Perintah, Kontrol, dan Komunikasi (Command, Control, and Communications);

5. Stasiun (Stations); dan

6. Fasilitas pemeliharaan dan Penyimpanan (Maintenance and storage facility).

Kendaraan (Vehicles) adalah kendaraan yang sepenuhnya otomatis, tanpa pengemudi, handal, dan mengutamakan tingkat kenyamanan dan keamanan penumpang. Kecepatan kendaraan, kapasitas, dan panjang kereta maksimum tergantung pada jenis teknologi yang dipilih dan sistem konfigurasi. APMS 40-ft umumnya membawa antara 50 dan 75 penumpang, tergantung pada jenis penumpang dan karakteristik bagasi mereka. (Airport Cooperative Research Program. 2010. “Guidebook for Planning and Implementing Automated People Mover Systems at

Airports”. Washington. D.C)

Jalur (Guideway) dari APMS mengacu pada trek atau daya dukung jalannya. APMS dirancang untuk perjalanan cepat dan bebas kemacetan. Struktur guideway itu sendiri merupakan bagian dari fasilitas sistem yang dapat diberikan oleh pemasok APMS.

Guideway dapat dibangun di atas permukaan tanah, atau di bawah tanah dan

terowongan. Berikut Guideway diatas permukaan tanah (Above Grade) pada

(6)

Gambar 2.2. Guideway diatas permukaan tanah (Above Grade) (Sumber : Photo: www.Doppelmayr.com)

Propulsi dan Sistem tenaga (Propulsion and System Power) diperlukan untuk mendorong APMS dan sebagai sumber energi. APMS dapat menggunakan sistem elektrik arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC) yang disediakan oleh subsistem distribusi daya. APMS didukung oleh Electrically powered by onboard motors, menggunakan daya 750 atau 1500 volt DC atau 480 atau 600 volt AC, didistribusikan disepanjang Guideway.

Perintah, Kontrol, dan Komunikasi (Command, Control, and Communications)

APMS meliputi perintah , kontrol, dan peralatan komunikasi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kendaraan tanpa pengemudi.

Stasiun (Stations) yang terletak di sepanjang Guideway memungkinkan akses bagi penumpang ke APMS. Stasiun biasanya dilengkapi dengan pintu otomatis dan tempat informasi untuk penumpang. Stasiun juga dilengkapi dengan ruang kontrol, komunikasi dan peralatan lainnya.

Fasilitas pemeliharaan dan Penyimpanan (Maintenance and Storage Facility) (MSF) menyediakan kantor untuk perbaikan dan perawatan, serta kantor administrasi.

(7)

kantor MSF dilengkapi dengan alat-alat perbaikan, mesin, peralatan untuk kontrol kereta api, dan peralatan lain yang terkait dengan perbaikan atau perawatan APMS. Fungsi MSF juga termasuk pemeliharaan kendaraan dan pembersihan kendaraan. Terlihat pada Gambar 2.3. Fasilitas Ruang Kontrol APMS di bawah ini :

Gambar 2.3. Fasilitas Ruang Kontrol APMS (Sumber :Photo.Lea+Elliott, Inc)

2.2.3 Sistem Jaringan APMS

1. Sistem Jaringan Rute

Karakteristik sistem jaringan Rute APMS yaitu konfigurasi yang saling menyelaraskan, berbeda dengan sifat linear dari APMS bandara saat ini. Konfigurasi jaringan keselarasan memungkinkan kereta khusus untuk melayani rute tertentu. Tumpang tindih rute memungkinkan berbagai tingkat kapasitas yang akan diberikan atas berbagai bagian jaringan. Hal ini dapat memungkinkan jaringan untuk mencocokkan kapasitas dengan permintaan yang lebih baik daripada sifat linear APMS, yang biasanya menyediakan kapasitas yang konstan dari semua jaringan. Contoh dari sistem jaringan Rute APMS ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut:

(8)

Gambar 2.4 : Sistem jaringan Rute APMS

(Sumber:Lea+Elliott, Inc)

Contoh ini mencerminkan operasi sistem Airtrans di Bandara Internasional Dallas sebelum dekomisioning pada tahun 2005. Stasiun Offline sering diasumsikan dengan jaringan menyelaraskan dan memungkinkan kereta untuk memotong stasiun yang tidak digunakan pada rute tertentu.

2. Sistem Jaringan PRT

Operasi jaringan PRT adalah karakteristik operasional APMS, jaringan PRT merupakan layanan nonstop antara stasiun asal dan stasiun tujuan, ini berbeda dari jaringan rute dimana setiap kereta berhenti di setiap stasiun sepanjang rute. Kendaraan individu tersedia di stasiun offline, sehingga meminimalkan waktu tunggu penumpang. Posisi yang tepat dari kendaraan PRT di stasiun membutuhkan kendaraan kosong yang akan disalurkan melalui jaringan sebagai bagian dari sistem manajemen kosong kendaraan. Kombinasi manajemen kosong kendaraan, kosong kendaraan yang menunggu di stasiun, dan digunakan faktor beban kendaraan dari 50% (ukuran rata-rata dua penumpang) kemungkinan akan menghasilkan tingkat yang lebih tinggi dari yang tidak terpakai kapasitas sistem bahkan selama periode puncak. Contoh dari jaringan PRT hipotetis ditunjukkan pada Gambar 2.5:

(9)

Gambar 2.5: Jaringan PRT hipotetis

(Sumber:Lea+Elliott, Inc)

Ringkasan komponen/karakteristik tidak ada prediksi yang dibuat di bagian ini untuk yang prospektif APMS komponen, atau sistem karakteristik akan menuju transisi ke status operasional. Dari komponen dan karakteristik yang tercantum di atas, banyak sudah dialihkan dan beberapa tampak baik dalam perjalanan mereka, sementara yang lain datang kembali ke siklus beberapa dekade. Kemajuan dalam industri APMS sering inkremental. Komponen di bidang APMS kadang-kadang bermigrasi ke teknologi rel perkotaan standar light rail dan kereta api cepat. Hal ini terutama berlaku dalam kontrol kereta api (sinyal) subsistem. kemajuan teknologi dalam komponen APMS dan subsistem maju secara terus menerus sejak diperkenalkan ke bandara pada tahun 1971, dan kemajuan tersebut diperkirakan akan terus berlanjut di masa depan.

3. Sistem Jaringan Persinyalan

APMS akan mengadopsi sistem persinyalan baru yang membuat angkutan masal ini bisa jalan tanpa masinis. Sistem Persinyalan CBTC (Communication Based Train

Control) ini juga bisa membuat perjalanan APMS lebih efisien. Ada beberapa

(10)

ini bisa bekerja. Pada kereta dipasangi alat pengukur kecepatan dan posisi kereta. Pada APMS juga dipasang alat untuk menerima dan memancarkan informasi terkait posisi APMS ke alat yang dipasang di pinggir rel APMS (wayside). APMS akan memancarkan informasi soal lokasi, kecepatan dan juga informasi lainnya ke alat yang dipasang di pinggir perlintasan APMS. Pada kereta ini juga dipasangi onboard computer yang berfungsi sebagai 'otak' untuk menginterpretasikan informasi-informasi yang didapat dari alat yang ada di pinggir rel kereta. Alat ini dapat menentukan berapa cepat kereta harus melaju. Pada rel APMS akan dipasangi transponder dengan jarak setiap 500 feed. Transponder ini berfungsi seperti penanda untuk menentukan dengan pasti lokasi APMS.

Di samping rel dipasangi alat yang disebut sebagai wayside. Alat ini dipasang sejauh 2.000 feed. Alat terpisah-pisah di pinggir rel ini akan berkomunikasi dengan menggunakan optik fiber. Alat ini akan mencatat posisi kereta dan menghubungkannya dengan pusat kendali kereta. Dengan alat ini pusat pengendali bisa mengetahui dengan pasti kereta ada di mana dan kereta juga bisa melihat posisi-posisi kereta lainnya di perlintasan tersebut. Alat lain yang harus dipasang adalah apa yang disebut sebagai zone controllers. Alat ini akan memonitor APMS yang ada di seluruh rute yang ada. Dengan menggunakan sistem ini kereta dapat berjalan tanpa masinis. Tugas masinis nantinya hanya untuk membuka dan menutup pintu dan juga saat kondisi darurat. Sistem baru ini sudah diterapkan di berbagai negara seperti di Jepang, Australia dan Eropa.

(11)

2.2.4 Type dari APMS

APMS sepenuhnya otomatis, kendaraan tanpa pengemudi beroperasi pada guideways

tetap dari jalan. APMS dibagi menjadi dua Bagian utama yaitu: Cable propelled dan

Self propelled. Monorel, ban karet, dan kendaraan roda baja yang lebih besar

dianggap dalam kelompok Self propelled. Cable propelled Jenis teknologi terdiri dari kendaraan berkapasitas besar atau kereta menggunakan propulsi kabel dengan berbagai sistem suspensi. kecepatan sistem garis 30 mph dapat dicapai dengan jarak stasiun ke stasiun lebih lama, tapi stasiun airside memiliki kecepatan rata-rata 20 mph. Teknologi grip tetap paling cocok untuk dua atau tiga aplikasi antar jemput stasiun dengan keberpihakan guideway yang relatif lurus dari 1,5 mil atau kurang. Di luar jarak ini, waktu antara kereta bisa melebihi tingkat yang diinginkan bandara layanan. grip dilepas merupakan kemajuan yang relatif baru dalam teknologi yang memungkinkan untuk lebih dari dua kereta untuk beroperasi secara bersamaan.

Self propelled kendaraan atau kereta menggunakan sistem guideway dua kereta api

dengan ban karet pada beton atau baja roda di rel baja. Tergantung pada teknologi-nologi pemasok, kecepatan maksimum sistem berkisar antara 30 dan 45 mph untuk jarak stasiun ke stasiun, deskripsi rinci dari APMS dan teknologi disediakan dalam kapasitas sistem untuk APMS airside dalam operasi maskapai besar bisa mencapai 8,500-9,000 pphpd, dengan asumsi 75 penumpang per kendaraan (penumpang dengan membawa di bagasi saja), empat kereta kendaraan, dan dua headways/menit. kebutuhan kapasitas di landside bandara yang biasanya lebih rendah dari kapasitas airside yang disebutkan di atas. Ujung atas kisaran kapasitas landside bisa mencapai 3.000 pphpd dengan asumsi 50 penumpang per kendaraan (semua bagasi), tiga kereta kendaraan, dan headways tiga menit.

(12)

2.2.5 Sistem Keselamatan APMS

Sistem Keselamatan adalah proses, desain, dan prosedur untuk memverifikasi, memvalidasi, dan sertifikasi keamanan APMS. keselamatan konstruksi dan keselamatan kerja umumnya tidak termasuk dalam sistem keamanan, tetapi sama pentingnya dan biasanya dipertimbangkan dalam desain dan pentahapan APMS. Sepenuhnya otomatis, APMS memiliki pertimbangan keamanan yang signifikan melampaui persyaratan khas untuk sistem didorong secara manual atau sistem angkutan otomatis dengan personil onboard. Selain fitur keselamatan biasanya digunakan dalam bentuk lain dari transportasi penumpang, APMS memerlukan pertimbangan keselamatan berikut:

• Peningkatan peralatan kendaraan,

• stabilitas atau pencegahan penggelinciran, • Kontrol kereta otomatis,

• Pembatasan kontrol kecepatan untuk operasi manual, • Pintu otomatis dengan deteksi tertutup dan terkunci, • Deteksi propulsi dan kegagalan pengereman,

• Deteksi kegagalan suspensi, termasuk diameter roda dan ban, • Ketentuan terhadap gangguan terhadap jalur,

• Ketentuan pembersihan pada jalur,

• Onboard telepon darurat dan sistem alamat publik, • Ketentuan dan prosedur evakuasi penumpang, • Pengujian Reguler dan pemeliharaan, dan

(13)

Semua bahaya yang mungkin berhubungan dengan desain tertentu dari APMS harus dipertimbangkan dalam proses keamanan sistem. Penerapan ATC dan dibatasi kontrol kecepatan untuk operasi manual sering dianggap memungkinkan pengurangan ketentuan terhadap tabrakan dengan kereta api, dan peralatan lainnya. Analisis desain yang tepat dan penilaian bahaya sangat penting dalam desain dan review kelayakan kecelakaan kendaraan. Sistem keamanan APMS seharusnya tidak bergantung pada kemampuan atau tindakan personil operasi. prosedur khusus mungkin diperlukan untuk memberikan keselamatan penumpang dalam kondisi tertentu. Untuk setiap kondisi berbahaya atau darurat, semua konflik desain harus diselesaikan dalam mendukung keselamatan manusia. Sebuah proses manajemen bahaya harus dilaksanakan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan bahaya. Keamanan sistem harus menjadi persyaratan desain utama untuk APMS. Seluruh Sistem harus beroperasi dengan aman dalam semua kondisi. Ini termasuk desain khusus untuk komponen keselamatan atau peralatan berlebihan; bagian yang sangat handal; peringatan perangkat; sensor kegagalan, dan alarm api dan deteksi asap. Peralatan tersebut harus diuji sering, dipelihara dengan baik, dan juga dikalibrasi ulang dan / atau diganti secara periodik.

2.2.6 Perbedaan antara APMS dan Kereta Konvensional

Secara umum terlihat jelas perbedaan mendasar dari APMS dan Konvensional dimana APMS sendiri merupakan kereta yg bersifat otomatis atau tanpa pengemudi sedangkan untuk kereta Konvensional masih menggunakan pengemudi untuk menggerakannya. Berikut perbedaan antara APMS dan kereta konvensional secara garis besarnya :

(14)

1. APMS

APMS boleh dikatakan sejenis dengan kereta api jenis monorail. kereta ini adalah kereta api yang melintas di rel yang berbentuk sebatang besi yang terletak di tengah. Bentuk monorail yang jauh lebih efisien membuat kereta monorail biasanya digunakan sebagai alat transportasi di kota-kota besar. Lintasan monorail yang bisanya diletakkan melayang atau di bawah tanah memungkinkan monorail untuk beroperasi lebih padat, karena tidak memerlukan pintu perlintasan kereta, sehingga tidak mengganggu transportasi darat lainnya. Di Jepang monorail dapat melintas setiap 2 hingga 5 menit. APMS dapat dilihat pada Gambar 2.6. berikut:

Gambar 2.6: APMS

(Sumber : PT. Angkasa Pura II,2016)

2. Kereta Konvensional

Kereta Konvensional jenis ini melintas di rel konvensional, seperti yang biasa kita jumpai di Indonesia. Rel kereta terdiri dari 2 batang besi yang diletakkan pada bantalan kayu atau bahan pengganti lainnya. Rel konvensional yang terletak di daerah dengan tingkat kemiringan tinggi biasanya dibuat bergerigi yang

(15)

diposisikan di bagian tengah rel. Kereta yang melaju di atas lintasan inipun juga harus disertai dengan lokomotif yang dilengkapi roda gigi. Umumnya kereta api konvensional menggunakan bahan bakar batubara, uap, dan diesel. Kereta api konvensional umumnya mengeluarkan suara berisik akibat adanya proses pembuangan uap yang memunculkan bunyi yang khas. Kereta konvensional dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut :

Gambar 2.7: Kereta Konvensional (Sumber : railpictures.net) 2.2.7Pengembangan APMS

Sebagai perbandingan, PT Angkasa Pura II berencana untuk membangun sebuah moda Transportasi yang bersifat cepat, aman, dan bebas dari kemacetan demi meningkatkan kenyaman ke konsumen. Moda tersebut adalah sebuah Automatic

People Mover System (APMS), yang memiliki panjang lintasan 1,5 km sampai

dengan 3,5 km menghubungkan antar terminal dan gedung fasilitas bandara. Selain itu jenis APMS yang direncanakan pada grand design Bandara Soekarno-Hatta nantinya dapat beroperasi sepenuhnya secara otomatis yang dikendalikan oleh

(16)

Automatic Train Control (ATC) dan bergerak tanpa pengemudi (driverless). Dan pada awal pengoprasian APMS nanti akan terdiri dari 3 rangkaian APMS yang dimana setiap kereta akan menampung 176 orang berkapasitas total 528 orang. Untuk saat ini tahap pembangunan APMS sudah mulai berjalan dimana target untuk pengoprasian APMS ini adalah bulan Juni tahnun 2017. Sebagai permulaan, APMS akan dilengkapi 2 trase atau rel serta 5 shelter dan akan ada 2 hingga 4 rangkaian kereta tanpa awak dengan satu rangkaian terdiri dari 2 kereta, pengoperasiannya dilakukan setiap 4 menit sekali akan tiba di masing-masing stasiun atau halte yang ada di tiap terminal Bandara Soekarno-Hatta, nantinya penumpang dapat menikmati fasilitas tersebut secara gratis tanpa dipungut biaya apapun. Alinyemen

(Alignment), Prototype, dan bentuk Trase dari APMS yang diusulkan ialah seperti

yang diilustrasikan pada Gambar 2.8, Gambar 2.9, Gambar 2.10 berikut :

Gambar 2.8 Alignment APMS (Sumber : PT. Angkasa Pura II,2016)

(17)

Gambar 2.9 Prototype Kereta APMS di Bandara Soekarno-Hatta (Sumber : PT. Angkasa Pura II,2016)

Gambar 2.10 Pembuatan 2 Trase APMS di Bandara Soekarno-Hatta (Sumber : PT. Angkasa Pura II,2016)

2.3 Prasarana Perkeretaapian

Menurut UU Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 3, prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta Api, stasiun kereta Api, dan fasilitas operasi kereta Api agar kereta Api dapat dioperasikan.

(18)

1. Jalur kereta Api, jaringan jalur kereta Api, dan jalan rel a. Jalur kereta Api

Disebutkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 4, jalur kereta Api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta Api, ruang milik jalur kereta Api, dan ruang pengawasan jalur kereta Api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta Api.

Dalam pasal 48 ayat 2 disebutkan bahwa pengelompokan kelas jalur kereta Api umum didasarkan pada:

1) Kecepatan maksimum yang diizinkan,

2) Beban gandar maksimum yang diizinkan, dan 3) Frekuensi lalu lintas kereta Api.

b. Jaringan jalur kereta Api

UU Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 5 menyebutkan jaringan jalur kereta Api adalah seluruh jalur kereta Api yang terkait satu dengan yang lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu system.

c. Jalan rel

Selain itu dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 ayat 1 pasal 7 disebutkan bahwa jalan rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta Api.

(19)

2. Stasiun kereta Api

Menurut PP Nomor 56 Tahun 2009 pasal 86 disebutkan bahwa stasiun kereta Api, menurut jenisnya terdiri atas:

a. Stasiun penumpang, b. Stasiun barang, atau c. Stasiun operasi.

UU Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 35 ayat 3 menyebutkan bahwa stasiun APMS berfungsi sebagai tempat kereta Api berangkat atau berhenti untuk melayani: a. Naik turun penumpang,

b. Bongkar muat barang, dan / atau c. Keperluan operasi kereta Api.

3. Fasilitas operasi kereta Api

Disebutkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 ayat 1 pasal 8 bahwa fasilitas operasi kereta Api adalah segala fasilitas yang diperlukan agar kereta Api dapat dioperasikan.

a. Peralatan telekomunikasi

Peralatan telekomunikasi menurut pasal 61 UU Nomor 23 Tahun 2007 berfungsi sebagai penyampai informasi dan / atau komunikasi bagi kepentingan operasi perkeretaapian.

b. Instalasi listrik

(20)

terdiri dari:

1) Catu daya listrik, dan

2) Peralatan transmisi tenaga listrik.

2.4 Sistem Jalur

1. Jalur Tunggal

Kecepatan rata-rata di jalur tunggal sangat rendah, semakin tinggi frekuensi kereta Api yang beroperasi di lintas yang bersangkutan maka semakin rendah kecepatan rata-ratanya, hal ini disebabkan antara lain:

a. Persilangan selalu wajib dilaksanakan, minimum kerugian waktu untuk kereta Api yang bersilang dan berhenti adalah 8 menit dan maksimum ditambah waktu perjalanan kereta Api yang bersangkutan pada petak jalan di mukanya, jika dirata-rata kerugiannya kurang lebih 10 menit.

b. Penyusulan lebih sering dilaksanakan dibandingkan dengan di jalur kembar (selama ada prioritas perjalanan kereta Api maka semakin sering bersilang bagi perjalanan kereta Api yang memiliki urutan tingkat kelasnya lebih rendah akan sering disusul oleh kereta Api yang memiliki urutan tingkat kelas yang lebih tinggi). Minimum kerugian waktu untuk kereta Api yang disusul adalah 15 menit dan maksimum ditambah waktu perjalanan kereta Api yang bersangkutan pada petak blok jalan / blok di mukanya, jika dirata rata kerugiannya kurang lebih 20 menit.

c. Untuk meningkatkan kapasitas lintas hanya dapat dengan memperpendek jarak antara 2 stasiun persilangan, kecuali bila pada umumnya pola operasi di

(21)

lintas yang bersangkutan selalu berkelompok mengarah ke salah satu arah secara bergantian dapat dengan memasang blok, pola operasi kereta Api yang demikian hampir tidak ada.

d. Penerapan sistem persinyalan elektrik ataupun peningkatan kecepatan berpengaruh relatif kecil terhadap kapasitas lintas.

2. Jalur Ganda

Kecepatan rata-rata jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan di jalur tunggal, bahkan di jalur ganda kecepatan rata-ratanya hampir mendekati kecepatan grafisnya, hal ini akan dikarenakan antara lain:

a. Persilangan tidak ada sehingga kecepatan rata-rata tinggi atau waktu perjalanan rata-rata bagi semua perjalanan kereta Api menjadi lebih singkat dibandingkan waktu perjalanan di jalur tunggal.

b. Penyusulan jarang dilaksanakan, kerugian rata-rata di jalur kembar relatif sangat kecil, penyusulan lebih mudah untuk merencanakan agar tidak terjadi penyusulan, yaitu dengan mengatur pola operasi kereta Api nya.

c. Penerapan sistem persinyalan elektrik ataupun peningkatan kecepatan berpengaruh cukup besar terhadap kapasitas lintas.

d. Untuk meningkatkan kapasitas lintas cukup dengan memperpendek petak blok.

2.5 Petak Jalan dan Petak Blok

Menurut KM Nomor 57 Tahun 2000 tentang jalur kereta Api disebutkan bahwa lintas adalah bagian dari jalur kereta Api yang terdiri dari rangkaian beberapa petak jalan. Dalam PM Nomor 35 Tahun 2011 pasal 1 didefinisikan pengertian petak jalan dan petak blok. Petak jalan adalah bagian jalan kereta Api antara as stasiun dengan as

(22)

stasiun yang berdekatan atau berurutan. Petak blok adalah bagian dari petak jalan yang dibatasi oleh sinyal keluar dengan sinyal masuk, atau sinyal masuk dengan sinyal keluar, atau sinyal keluar dengan sinyal blok, atau sinyal blok dengan sinyal blok, atau sinyal blok dengan sinyal masuk yang berurutan sesuai dengan arah perjalanan kereta Api.

PP Nomor 72 Tahun 2009 menyebutkan bahwa sinyal masuk adalah sinyal yang berfungsi untuk memberi petunjuk melalui isyarat berupa warna atau cahaya bahwa kereta Api akan memasuki stasiun. Sinyal keluar adalah sinyal yang berfungsi untuk memberi petunjuk melalui isyarat berupa warna atau cahaya bahwa kereta Api boleh berangkat meninggalkan stasiun. Sinyal blok adalah sinyal yang berfungsi untuk memberi petunjuk melalui isyarat berupa warna atau cahaya bahwa jalur kereta Api dibagi dalam beberapa petak blok.

Menurut PP Nomor 72 Tahun 2009 pasal 17, dalam satu petak blok pada jalur kereta Api hanya diizinkan dilewati oleh satu kereta Api. Dalam keadaan tertentu pada satu petak blok jalur kereta APMS dapat dilewati lebih dari satu kereta Api berdasarkan izin yang diberikan oleh petugas pengatur perjalanan kereta Api.

2.6 Kecepatan Kereta Api

Menurut PM Nomor 60 Tahun 2012, kecepatan kereta APMS dibagi menjadi: 1. Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana adalah kecepatan yang digunakan untuk merencanakan konstruksi jalan rel.

(23)

Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang diizinkan untuk operasi suatu rangkaian kereta Api pada lintas tertentu. Menurut KM Nomor 22 Tahun 2003, kecepatan maksimum yang diizinkan ditentukan berdasarkan kecepatan terendah antara kecepatan kelas jalur dan sarana kereta Api. Kecepatan maksimum tersebut dapat dikecualikan pada kelandaian tertentu, lengkungan tertentu, dan sarana angkutan barang dan / atau alat berat tertentu, dengan ketentuan kecepatan yang diizinkan dapat kurang dari batas maksimum pada golongan kecepatan yang bersangkutan.

Dalam PP Nomor 72 Tahun 2009 disebutkan bahwa kecepatan maksimum kereta Api ditentukan berdasarkan:

a. Kecepatan maksimum yang paling rendah antara kecepatan maksimum kemampuan jalur dan kecepatan maksimum sarana perkeretaapian, dan

b. Sifat barang yang diangkut. 3. Kecepatan Operasi

Kecepatan operasi adalah kecepatan rata-rata pada petak jalan tertentu. Perjalanan kereta Api yang tercantum di dalam Grafik perjalanan kereta Api tidak didasarkan pada kecepatan maksimum (Vmaks) yang diperbolehkan. Hal tersebut bertujuan untuk mengejar kelambatan jika terdapat gangguan selama perjalanan sehingga kereta Api tidak mengalami keterlambatan.

Oleh karena itu, kecepatan pada Grafik perjalanan kereta APMS dibuat lebih rendah daripada Vmaks. Kecepatan tersebut disebut kecepatan operasi atau kecepatan kerja

(24)

4. Kecepatan Komersial

Kecepatan komersial adalah kecepatan rata-rata kereta APMS sebagai hasil pembagian jarak tempuh dengan waktu tempuh.

Menurut Subyanto (1978) yang diacu oleh Wijayanto (2012) dalam “EvaluasiKecepatan Kereta Api Lintas Jogja Wates”, pembatasan pembatasan puncakkecepatan yang dilakukan pada sistem operasional kereta Api didasarkan pada:

a. Puncak kecepatan pada jalan rel yang diizinkan (maximum permissible

trackspeed)

Puncak kecepatan pada jalan rel di suatu petak jalan dipengaruhi oleh kondisi jalan rel.

b. Puncak kecepatan dari kendaraan yang diizinkan (maximum permissibletrain speed)

Puncak kecepatan dari kendaraan yang dipengaruhi oleh konstruksi kendaraan dan pemeliharaannya.

Dalam operasional perjalanan kereta Api di perlintasan, untuk tujuan keamanan perjalanan kedua puncak kecepatan tersebut di atas tidak boleh dilampaui. Demikian pula apabila ada pembatasan kecepatan (speed restriction) yang disebabkan adanya gangguan pada jalur.

Faktor yang menentukan batas puncak kecepatan jalur yang diperkenankan bagi suatu petak jalan adalah hal-hal yang menyangkut kondisi jalur, baik mengenai geometrinya (lengkung dan landai) maupun mengenai pemeliharaannya (ballas dan bantalan). Sedangkan faktor yang menentukan batas puncak kecepatan

(25)

kereta Api yang diperkenankan bagi suatu jenis rangkaian kereta APMS tertentu adalah kondisi lokomotif, kereta, atau gerbong.

2.7 Frekuensi, Kerapatan, dan Headway

1. Frekuensi

Frekuensi adalah jumlah kereta Api yang dapat melalui petak blok / jalan per 60 menit atau 1 jam, dengan satuan kereta Api per jam (ka/jam). Hubungan antara headway dengan frekuensi sangat erat.

2. Kerapatan

Kerapatan atau kepadatan adalah jumlah kereta Api yang dapat dijalankan (sedang bergerak) pada suatu lintas tertentu dan pada suatu saat dalam waktu tertentu. Dapat juga didefinisikan sebagai jarak minimal antara 2 kereta APMS searah yang ditentukan oleh jarak petak blok (di jalur kembar/ganda) atau petakjalan (jalur tunggal) ditambah jarak tertentu sesuai dengan sistem persinyalan. Kerapatan atau kepadatan juga memiliki hubungan yang erat dengan headway.

3. Kerapatan

Menurut PM Nomor 35 Tahun 2011 pasal 1, headway adalah selang waktu kereta Api datang dan / atau berangkat dengan kereta Api berikutnya. Satuan waktu headway adalah menit. Uned Supriadi (2008) dalam “Kapasitas

Lintasdan Permasalahannya” menyebutkan bahwa terdapat 2 jenis headway,

yaitu headway berdasarkan waktu yang didefinisikan sebagai selang waktu antarabagian depan kereta Api melalui satu titik sampai dengan saat bagian depan kereta Api berikutnya melalui titik yang sama, dan headway berdasarkan jarak yang didefinisikan sebagai jarak antara bagian depan suatu kereta Api dengan bagian depan kereta Api berikutnya pada saat tertentu.

(26)

Dalam Laporan Akhir Studi Penyusunan Pedoman Perhitungan KapasitasLintas

pada Jalur Kereta Api (Kemenhub, 2011) disebutkan bahwa headwayditentukan

oleh beberapa hal, antara lain:

a. Panjang petak blok atau petak jalan

b. Jenis jalur kereta Api, berupa jalur tunggal atau jalur ganda c. Kecepatan kereta Api

d. Waktu pelayanan perangkat sinyal dan blok.

2.8 Kapasitas Lintas Kereta Api

Dalam PM Nomor 35 Tahun 2011 kapasitas jalur kereta Api atau kapasitas lintas adalah kemampuan maksimum suatu jalur kereta Api untuk dapat menampung sejumlah perjalanan kereta Api dalam waktu 24 jam atau dalam periode waktu tertentu.

Menurut Uned Supriadi (2008) dalam “Kapasitas Lintas dan Permasalahannya”, kapasitas lintas pada suatu perlintasan ditentukan oleh nilai kapasitas petak jalan atau petak blok terkecil di lintas tersebut.

Sementara menurut Laporan Akhir Studi Penyusunan Pedoman Perhitungan

Kapasitas Lintas pada Jalur Kereta Api (Kemenhub, 2011) menyebutkan

bahwakapasitas lintas dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:

1. Headway,

2. Waktu untuk keperluan perawatan prasarana, dan 3. Kantong waktu untuk stabilitas operasi.

Gambar

Gambar 2.1  Kereta APMS tahun 1970  (Sumber :  Photo. Lea+Elliott, Inc)
Gambar 2.2.  Guideway diatas permukaan tanah (Above Grade)  (Sumber :  Photo:  www.Doppelmayr.com )
Gambar 2.3.  Fasilitas Ruang Kontrol APMS  (Sumber :  Photo. Lea+Elliott, Inc)
Gambar 2.5:  Jaringan PRT hipotetis
+5

Referensi

Dokumen terkait

Di balik dinamika positif komunikasi Islam melalui media online, terdapat pula hal yang patut menjadi perhatian semua pihak, bahwa dalam perkembangan situs yang

Sebanyak 20 isolat yang diisolasi dari rizosfer kacang polong di daerah Aligarh dari utara Pradesh, India, sebanyak 3 isolat (15%) isolat mempunyai tingkat yang

EM-4 adalah campuran berbagai mikroorganisme, terdiri dari bakteri fotosintetik, asam laktat, ,ragi (yeast), dan aktinomycetes yang sangat bermanfaat untuk

 besar bila menggunakan arteri brakialis menggunakan arteri brakialis karena ada karena ada pembuluh darah besar t pembuluh darah besar terletak di dekat erletak di dekat arteri

Apabila ditinjau dari sudut pandang pengguna jasa akuntansi, akuntansi dapat didefinisikan sebagai suatu disiplin ilmu dan atau aktivitas jasa yang menyediakan

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Marinajati, diketahui riwayat paparan pestisida berhubungan dengan kadar monosit, kadar Pb menjadi faktor dominan untuk kadar Hb

Sanvido (1992) (Gunawan, 2014)menyatakan proyek dikatakan sukses apabila memenuhi empat faktor, antara lain proyek berjalan sesuai jadwal, pengeluaran lebih kecil dari