UTILIZATION OF OKARA FLOUR WITH ADDITION OF AMBON BANANA SALE IN MAKINGSNACK BARS
Dila Yudasri1, Ahkyar Ali2, and Dewi Fortuna Ayu3
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Kode Pos 28293, Pekanbaru
yudasridila@yahoo.com
ABSTRACT
The purpose of this study was to get the best composition of okara flour and ambon banana sale for making snack bars. The study used a Completely Randomized Design (CRD) with 5 treatments and 3 replications. The treatments were okara flour and ambon banana sale 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, 60%:40%, and 50%:50%. Data were statistically analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and followed by 'XQFDQ¶V 1HZ 0XOWLSOH 5DQJH 7HVW (DNMRT) test at 5% level. Results of the analysis showed that increase of okara flour and ambon banana sale significantly affected on moisture, ash, fat, protein, carbohydrate, and crude fiber content as well as descriptive and hedonic sensory tests, such as of color, aroma, flavor, taste, texture, and overall assessment of the snack bars. Based on this research the best treatment was snack bars from okara flour and ambon banana sale 50%:50% which had moisture 10.67%, ash 2.47%, fat 24.60%, protein 10.25%, carbohydrate 52.01%, and crude fiber content 15.77%. Result of the descriptive test of the snack bars from the best treatment was a brownish yellow, ambon banana sale taste and aroma, and densely and softly texture. Result of the hedonic test on color, aroma, taste, texture, and overall assessment were liked by panelists.
Keywords:snack bars, okara flour, and ambon banana sale. PENDAHULUAN
Snack bars merupakan
makanan ringan berbentuk batangan yang berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan. Produk snack bars umumnya berbahan dasar kacang kedelai. Kacang kedelai kini banyak diminati sebagai bahan dasar produk olahan, sedangkan ketersediaanya terbatas sehingga perlu dicari alternatif lain yang tersedia lebih banyak, dan memiliki nilai ekonomis. Salah satu bahan
yang bisa menjadi alternatif tersebut adalah ampas tahu, karena masih memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi terutama serat dan protein. Menurut Mahmud dkk., (1999)
dalam Yulisnawati (2006), dalam 100 g ampas tahu mengandung protein 5 g, serat kasar 4,1 g, dan kadar air 84,1 g, tetapi kandungan karbohidrat dalam ampas tahu masih rendah yaitu 8,1 g.
Aroma langu dan rasa ampas tahu yang kurang disukai dapat menurunkan ketertarikan masyarakat
untuk mengkonsumsinya sehingga perlu dicari bahan alternatif lain untuk menutupi kekurangan dari ampas tahu. Salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan adalah buah pisang ambon, kerena memiliki rasa yang manis dan aroma wangi yang khas sehingga diharapkan dapat meningkatkan cita rasa. Selain itu, buah pisang ambon menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1999) mengandung karbohidrat 25,80 g, protein 1,20 g, dan lemak 0,20 g. Pisang ambon merupakan salah satu jenis buah-buahan yang cepat mengalami kerusakan pasca panen. Salah satu cara untuk mengatasi kerusakan adalah dengan mengawetkan pisang ambon menjadi pisang sale. Hal ini sesuai dengan pembuatan snack bars
yang pada umumnya ditambahkan buah-buahan kering.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi terbaik tepung ampas tahu dan pisang ambon sale pada pembuatan snack bars dan disukai panelis.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu
Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian, dan di Laboratorium Analisis Hasil Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Riau. Penelitian berlangsung selama lima bulan yaitu bulan Oktober 2016 sampai Februari 2017.
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tahu yang diperoleh dari pabrik pembuatan tahu yang berada di Jalan
Sukajadi Kubang Raya Pekanbaru dan buah pisang ambon kuning yang diperoleh dari Pasar Pagi Arengka Pekanbaru. Bahan tambahan terdiri dari margarin, telur, gula pasir, maltodekstrin, dan garam. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis terdiri dari H2SO4 96%, akuades,
NaOH 40%, H3BO3 1%, indikator
metil merah, H2SO4 0,05 N, kertas
saring, heksana, zat anti buih, H2SO4
0,255 N, kertas lakmus, NaOH 0,313 N, K2SO4 10%, dan alkohol 95%.
Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ampas tahu adalah loyang, oven, panci, kompor, blender dan ayakan 80 mesh. Alat yang digunakan dalam pembuatan buah pisang sale adalah loyang, pisau, dan oven. Alat yang digunakan dalam pembuatan snack bars adalah mangkok, mixer, oven, loyang, cetakan, kertas roti, dan timbangan. Alat yang digunakan dalam analisis
snack bars adalah cawan porselen, oven, desikator, timbangan analitik, labu kjeldhal, tanur, soxhlet, erlenmeyer, penangas air, biuret, dan batang statif. Alat untuk uji sensori adalah nampan, piring, kertas label, alat tulis, bilik pengujian (booth), dan kamera.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas lima perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah TP1 (90%
tepung ampas tahu dan 10% pisang ambon sale), TP2 (80% tepung
ampas tahu dan 20% pisang ambon sale), TP3 (70% tepung ampas tahu
dan 30% pisang ambon sale), TP4
(60% tepung ampas tahu dan 40% pisang ambon sale), TP5 (50%
tepung ampas tahu dan 50% pisang ambon sale).
Pelaksanaan Penelitian
Proses pembuatan snack bars
dilakukan menjadi tiga tahap, yaitu pembuatan tepung ampas tahu, pembuatan pisang ambon sale, dan pembuatan snack bars.
Pembuatan Tepung Ampas Tahu Ampas tahu diperoleh langsung dari proses penyaringan pembuatan tahu. Pembuatan tepung ampas tahu mengacu pada Wati (2013). Ampas tahu dikukus selama 15 menit, kemudian dikeringkan dengan oven dengan suhu 60-70oC selama +5 jam, lalu ampas tahu yang sudah kering dihaluskan menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan 80
mesh sehingga menjadi tepung ampas tahu.
Pembuatan Pisang Ambon Sale Pembuatan pisang sale mengacu pada Pradipta (2011). Buah pisang disortasi dengan cara dipilih tingkat kematangannya yang seragam. Buah pisang yang dipilih berwarna kuning, matang, dan wangi. Buah pisang dikupas untuk memisahkan daging buah dengan kulitnya. Selanjutnya daging buah pisang dipotong dengan ketebalan yang seragam yakni +2x1 cm. Daging buah pisang yang sudah dipotong dilakukan pengeringan menggunakan oven dengan suhu 70oC selama 4,5 jam dan tahap terakhir pisang ambon sale disimpan dalam toples untuk digunakan dalam pembuatan snack bars.
Pembuatan Snack Bars
Pembuatan snack bars pada penelitian ini mengacu pada
Pradipta (2011). Margarin, gula pasir, garam, dan maltodekstrin dicampur dan diaduk hingga rata. Adonan yang sudah tercampur rata ditambahkan telur dan diaduk hingga rata kembali sehingga garam, gula pasir, dan maltodekstrin yang dalam berbentuk butiran padat dapat larut dan tercampur rata. Selanjutnya tepung ampas tahu dan penambahan pisang ambon sale ditambahkan ke dalam adonan cair lalu dilakukan pencampuran hingga adonan tercampur rata. Selanjutnya adonan yang sudah homogen dicetak dengan ukuran 8x2x1,5 cm dalam loyang yang telah dialasi dengan kertas roti dan adonan bersama loyang dipanggang pada suhu 120oC selama 60 menit sehingga dihasilkan snack bars.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar, serta penilaian sensori. Penilaian sensori dilakukan secara deskriptif dan hedonik.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan akan dianalisis secara statistik dengan mengggunakan
Analysis of Variance (Anova). Jika ) KLWXQJ • F tabel maka dilanjutkan dengan Uji Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisis proksimat Analisis Kimia Perlakuan TP1 TP2 TP3 TP4 JP5 Kadar Air (%) 7,07a 7,94b 9,42c 10,67d 12,33e Kadar Abu (%) 2,81d 2,72c 2,54b 2,49b 2,17a Kadar Lemak (%) 28,14e 26,14d 25,37c 24,60b 23,34a Kadar Protein (%) 13,66e 12,73d 11,64c 10,25b 7,45a Kadar Karbohidrat (%) 48,31a 50,47b 51,03b 51,99c 54,73d
Kadar Serat Kasar (%) 20,07e 18,09d 17,20c 15,77b 13,91a
Kadar Air
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan TP5 yaitu 12,33% dan
kadar air terendah diperoleh pada perlakuan TP1 yaitu 7,07%.
Perbedaan kadar air dikarenakan penambahan tepung ampas tahu dengan pisang ambon sale berbeda. Semakin sedikit penambahan tepung ampas tahu, maka kadar air snack bars akan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan kadar air tepung ampas tahu lebih rendah daripada kadar air pisang ambon sale. Hasil analisis kadar air yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tepung ampas tahu memiliki kadar air 8,33% dan pisang ambon sale memiliki kadar air 9,98%. Hal ini sejalan dengan penelitian Sulistiani (2004) yang menunjukkan bahwa kadar air tepung ampas tahu 8,25%.
Peningkatan kadar air pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Pradipta (2011), yaitu kadar air snack bars dengan penambahan tepung tempe dan salak kering 60%:40% sebesar 15,11% dan 40%:60% sebesar 20,72%. Semakin sedikit penambahan tepung tempe, maka kadar airnya semakin meningkat, karena tepung tempe memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan salak kering. Selain itu, peningkatan kadar air pada penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian Amelia (2011), yaitu kadar air snack bars dengan penambahan tepung tempe dan nangka kering 60%:40% sebesar 19,67% dan 40%:60% sebesar 22,18%. Semakin sedikit penambahan tepung tempe, maka kadar airnya semakin meningkat, karena tepung tempe memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan nangka kering. Peningkatan kadar air pada snack bars tidak dipengaruhi oleh tepung ampas tahu.
Meningkatnya kadar air
snack bars juga berkaitan dengan kadar karbohidrat pada bahan baku. Tingginya kadar karbohidrat pada pisang ambon sale mempengaruhi besar kadar air pada snack bars.
Pisang ambon sale memiliki kadar karbohidrat 84,13% sehingga memiliki kemampuan mengikat air. Semakin banyak penambahan pisang ambon sale, maka kadar karbohidrat dan kadar air yang terkandung dalam
snack bars semakin tinggi yaitu 54,73% dan 12,33%. Menurut Kusnandar (2010), air dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil pada karbohidrat. Ikatan hidrogen terbentuk antara sisi positif hidrogen pada molekul air dengan gugus polar hidroksil pada molekul glukosa. Hal ini dikarenakan dalam struktur glukosa terdapat enam gugus ±OH bebas sehingga dalam satu molekul glukosa
dapat mengikat enam molekul air. Selain itu, karbohidrat memiliki turunan aldosa dan ketosa adalah gula alkohol yang sering digunakan sebagai humektan yaitu senyawa yang bersifat higroskopis yang dapat mengikat air. Adanya gugus hidroksil pada gula alkohol dapat meningkatkan jumlah molekul air.
Proses pemanggangan dapat menurunkan kadar air yang terdapat dalam snack bars. Hal ini dikarenakan sebagian air dari adonan akan menguap pada saat proses pemanggangan. Pemanggangan juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan reaksi enzimatis. Selain proses pemanggangan, penambahan gula, garam, dan maltodekstrin juga dapat mempengaruhi kadar air. Hal ini dikarenakan gula dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air yang dapat menyebabkan penurunan kadar air bebas. Penambahan garam juga dapat menurunkan aktivitas air karena dapat membentuk interaksi ionik dengan air sehingga air akan terikat dan menurunkan jumlah air bebas dan aktivitas air. Penambahan maltodekstrin yang merupakan hasil hidrolisis pati pada ubi kayu sehingga dapat mengikat air dalam produk snack bars. Maltodekstrin mempunyai kemampuan daya ikat air yang baik (Kusnandar, 2010).
Kadar air sangat erat kaitannya dengan tekstur, semakin rendah kadar air maka tekstur snack bars semakin mudah rapuh dan hancur dan sebaliknya semakin tinggi kadar air maka snack bars
yang dihasilkan padat dan lembut. Hal ini dikarenakan kadar air pada telur dan mentega akan terserap oleh tepung ampas tahu yang memiliki kadar serat yang cukup tinggi.
Wijayanti (2007) menyatakan bahwa semakin besar jumlah air yang terikat, maka semakin baik pula kualitas tekstur bahan pangan yang dihasilkan.
Rata-rata kadar air snack bars
berkisar antara 7,07-12,33%, sedangkan kadar air produk komersilnya yaitu soyjoy yang diperoleh dari analisis yang telah dilakukan sebesar 10,02%. Hasil dari analisis kadar air soyjoy tidak diketahui maksimal atau minimumnya sehingga dipilih kadar
air snack bars yang hampir
mendekati kadar air soyjoy. Perlakuan TP4 hampir mendekati
kadar air soyjoy yaitu 10,67%.
Snack bars tersebut dianggap
memenuhi produk komersilnya. Kadar Abu
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan TP1 yaitu 2,81% dan kadar
abu terendah diperoleh pada perlakuan TP5 yaitu 2,17%.
Perbedaan kadar abu dikarenakan penambahan tepung ampas tahu dengan pisang ambon sale berbeda.
Semakin sedikit penambahan tepung ampas tahu, maka kadar abu snack bars semakin menurun. Hal ini dikarenakan kadar abu tepung ampas tahu lebih tinggi daripada pisang ambon sale. Hasil analisis kadar abu yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tepung ampas tahu memiliki kadar abu 2,96% dan pisang ambon sale memiliki kadar abu 2,50%. Menurut Mahmud dkk., (2009), ampas tahu kering memiliki kandungan mineral yaitu kalsium 19,0 mg, fosfor 29,0 mg, dan besi 4,0 mg, sedangkan pisang sale memiliki kandungan mineral yaitu kalsium 47,0 mg, besi 2,8 mg, dan fosfor 97,0
mg. Selain itu, penambahan gula pasir, telur, dan margarin dapat meningkatkan kadar abu snack bars
yang dihasilkan, karena gula pasir memiliki kadar abu 0,60 g, telur 0,80 g, dan margarin memiliki kadar abu 2,5 g (Mahmud dkk., 2009).
Penurunan kadar abu pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Pradipta (2011), yaitu kadar abu snack bars dengan penambahan tepung tempe dan salak kering 60%:40% sebesar 2,37% dan 40%:60% sebesar 1,99%. Semakin sedikit penambahan tepung tempe maka kadar abunya semakin menurun, karena tepung tempe memiliki kadar abu lebih tinggi dibandingkan salak kering. Selain itu, penurunan kadar abu juga sejalan dengan penelitian Amelia (2011), yaitu kadar abu snack bars dengan penambahan tepung tempe dan nangka kering 60%:40% sebesar 1,37% dan 40%:60% sebesar 1,32%. Semakin sedikit penambahan tepung tempe maka kadar abunya semakin menurun, karena tepung tempe memiliki kadar abu lebih tinggi dibandingkan nangka kering.
Rata-rata kadar abu snack bars berkisar antara 2,17-2,81%, sedangkan kadar abu produk komersilnya yaitu soyjoy diperoleh sebesar 2,65%. Perlakuan TP3
hampir mendekati kadar abu soyjoy
yaitu 2,54%. Namun, kadar abu dari hasil penelitian Pradipta (2011) dan Amelia (2011) lebih rendah daripada
soyjoy sedangkan proses serta komposisi bahan yang digunakan hampir sama dengan snack bars, sehingga kadar abu snack bars
mengacu pada penelitian Pradipta (2011). Perlakuan TP5
mendekati hasil penelitian Pradipta (2011) yaitu 2,17%.
Kadar Lemak
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan TP1 yaitu 28,14% dan
kadar lemak terendah diperoleh pada perlakuan TP5 yaitu 23,34%. Kadar
lemak snack bars semakin menurun seiring semakin sedikit penambahan tepung ampas tahu. Hal ini dikarenakan tepung ampas tahu memiliki lemak yang lebih tinggi daripada pisang ambon sale. Hasil analisis kadar lemak yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tepung ampas tahu memiliki kadar lemak 17,44% dan pisang ambon sale memiliki kadar lemak 0,41%.
Penurunan kadar lemak pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Pradipta (2011), yaitu kadar lemak snack bars dengan penambahan tepung tempe dan salak kering 60%:40% sebesar 24,88% dan 40%:60% sebesar 18,77%. Semakin sedikit penambahan tepung tempe maka kadar lemaknya semakin menurun, karena tepung tempe memiliki kadar lemak lebih tinggi dibandingkan salak kering. Selain itu, penurunan kadar lemak juga sejalan dengan penelitian Amelia (2011), yaitu kadar lemak snack bars
dengan penambahan tepung tempe dan nangka kering 60%:40% sebesar 23,08% dan 40%:60% sebesar 19,36%. Semakin sedikit penambahan tepung tempe maka kadar lemaknya semakin menurun, karena tepung tempe memiliki kadar lemak lebih tinggi dibandingkan nangka kering.
Kadar lemak snack bars yang cukup tinggi diperoleh dari tepung ampas tahu, karena sebagian besar tanaman menyimpan lemak di dalam bijinya, seperti kacang kedelai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung ampas tahu, maka semakin meningkat kadar lemaknya. Hal ini dikarenakan pada proses pengepresan ampas tahu, komponen lemak tidak ikut larut sehingga masih tertinggal di dalam ampas tahu. Selain tepung ampas tahu, tingginya kadar lemak snack bars
berasal dari bahan tambahan yang
digunakan seperti telur dan margarin. Mahmud dkk., (2009) menyatakan
bahwa kadar lemak telur yaitu 10,8% dan margarin 81,0%. Penambahan telur dan margarin cukup tinggi yaitu telur 27,03 g dan margarin 13,51 g dalam 100 g adonan bahan. Penambahan margarin dan telur dapat meningkatkan kadar lemak pada snack bars selain pengaruh penambahan bahan baku.
Rata-rata kadar lemak snack bars berkisar antara 28,14-23,34%, sedangkan hasil analisis kadar lemak pada produk komersilnya soyjoy
yaitu 18,10%. Kadar lemak soyjoy
lebih rendah dibandingkan snack bars. Hal ini dikarenakan bahan baku snack bars berbeda dengan
soyjoy. Produk komersil seperti
soyjoy lebih banyak menggunakan buah-buahan kering dibandingkan kacang kedelai, sedangkan kadar lemak yang lebih tinggi terdapat pada kacang kedelai karena termasuk ke dalam jenis kacang-kacangan dan komposisi penggunaan telur serta mentega berbeda
Kadar Protein
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan TP1 yaitu 13,66%
dan kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan TP5 yaitu 7,45%.
Perbedaan kadar protein dikarenakan
penambahan tepung ampas tahu dengan pisang ambon sale berbeda. Kadar protein snack bars semakin menurun dengan semakin sedikit penambahan tepung ampas tahu. Hal ini dikarenakan kadar protein tepung ampas tahu lebih tinggi daripada kadar protein pisang ambon sale. Hasil analisis kadar protein yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tepung ampas tahu memiliki kadar protein 21,89% dan pisang ambon sale memiliki kadar protein 2,98%. Selain itu, telur juga memberikan pengaruh terhadap kadar protein walaupun sedikit yaitu 12,3%.
Penurunan kadar protein pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Pradipta (2011), yaitu kadar protein snack bars dengan penambahan tepung tempe dan salak kering 60%:40% sebesar 23,66% dan 40%:60% sebesar 15,87%. Semakin sedikit penambahan tepung tempe maka kadar proteinnya semakin menurun, karena tepung tempe memiliki kadar protein lebih tinggi dibandingkan salak kering. Selain itu, penurunan kadar protein juga sejalan dengan penelitian Amelia (2011), yaitu kadar protein snack bars dengan penambahan tepung tempe dan nangka kering 60%:40% sebesar 20,64% dan 40%:60% sebesar 16,85%. Semakin sedikit penambahan tepung tempe maka kadar lemaknya semakin menurun, karena tepung tempe memiliki kadar lemak lebih tinggi dibandingkan nangka kering.
Kadar protein juga memiliki pengaruh terhadap kadar air. Gugus R yang terikat pada atom karbon ß
ada yang merupakan gugus polar dan non-polar. perbedaan gugus R yang terikat pada atom karbon ß
satu sama lain dari sifat polaritasnya yaitu non-polar atau hidrofobik (tidak menyukai air) dan bersifat polar atau hidrofilik (menyukai air) (Kusnandar, 2010). Tepung ampas tahu lebih banyak memiliki asam amino yang bersifat non-polar yaitu isoleusin, leusin, valin, dan metionin dan lebih sedikit memiliki asam amino yang bersifat polar yaitu triptofan, treonin, dan lisin. Hal ini menyebabkan snack bars memiliki kadar protein yang tinggi dengan kadar air yang rendah pada perlakuan TP1.
Rata-rata kadar protein snack bars berkisar antara 13,66-7,45%. Hasil kadar protein snack bars lebih rendah dibandingkan kadar protein penelitian Pradipta (2010) dan Amelia (2010). Hal ini dikarenakan sebagian besar protein dari kacang kedelai telah dimanfaatkan untuk pembuatan tahu yang terekstrak dari proses penggilingan dan penyaringan.
Hasil analisis kadar protein dari produk komersil yaitu soyjoy
sebesar 12,30%. Kadar protein
soyjoy lebih rendah dibandingkan
snack bars. Hal ini dikarenakan bahan baku snack bars berbeda dengan soyjoy. Produk soyjoy lebih banyak menggunakan buah-buahan kering dibandingkan kacang kedelai, sedangkan kadar protein yang lebih tinggi terdapat pada kacang kedelai karena termasuk ke dalam jenis kacang-kacangan dan komposisi penggunaan telur sebagai salah satu sumber protein berbeda.
Kadar Karbohidrat
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada perlakuan TP5 yaitu 54,73%
dan kadar karbohidrat terendah
diperoleh pada perlakuan TP1 yaitu
48,31%. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat dalam
snack bars perlakuan TP2 berbeda
nyata dengan perlakuan TP1, TP4,
dan TP5 sedangkan perlakuan TP2
tidak berbeda nyata dengan TP3.
Perbedaan kadar karbohidrat dikarenakan penambahan tepung ampas tahu dengan pisang ambon sale berbeda. Kadar karbohidrat
snack bars semakin meningkat dengan semakin sedikit penambahan tepung ampas tahu dan semakin banyak penambahan pisang ambon sale. Hal ini dikarenakan kadar karbohidrat tepung ampas tahu lebih rendah daripada kadar karbohidrat pisang ambon sale. Hasil analisis kadar karbohidrat yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tepung ampas tahu memiliki kadar karbohidrat 49,37% dan pisang ambon sale memiliki kadar karbohidrat 84,13%
Peningkatan dari kadar karbohidrat pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Pradipta (2011), kadar karbohidrat snack bars
dengan penambahan tepung tempe dan salak kering 60%:40% yaitu 33,97% dan 40%:60% yaitu 42,64%. Semakin sedikit penambahan tepung tempe, maka kadar karbohidratnya semakin meningkat, karena tepung tempe memiliki kadar karbohidrat lebih rendah dibandingkan salak kering. Selain itu, peningkatan kadar karbohidrat juga sejalan dengan penelitian Amelia (2011), kadar karbohidrat snack bars dengan penambahan tepung tempe dan nangka kering 60%:40% yaitu 35,24% dan 40%:60% yaitu 40,33%. Semakin sedikit penambahan tepung tempe, maka kadar airnya semakin meningkat, karena tepung tempe
memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan nangka kering.
Hasil analisis kadar karbohidrat dari produk komersil yaitu soyjoy sebesar 56,93%. Hasil analisis kadar karbohidrat soyjoy
lebih tinggi dibandingkan snack bars. Hal ini dikarenakan produk
soyjoy lebih banyak menggunakan berbagai jenis buah-buahan dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan kacang kedelai. Perlakuan TP5 hampir mendekati
kadar karbohidrat soyjoy yaitu 54,73%, sehingga kadar karbohidrat
snack bars yang dihasilkan
memenuhi produk komersilnya. Kadar Serat Kasar
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan TP1 yaitu 20,07%
dan kadar serat kasar terendah pada TP5 yaitu 13,91%. Perbedaan kadar
serat kasar dikarenakan penambahan tepung ampas tahu dengan pisang ambon sale yang berbeda. Kadar serat kasar snack bars semakin meningkat dengan semakin banyak penambahan tepung ampas tahu. Hal ini dikarenakan kadar serat kasar tepung ampas tahu lebih tinggi daripada kadar serat kasar pisang ambon sale. Hasil analisis kadar serat yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tepung ampas tahu memiliki kadar serat sebesar 11,71% dan pisang ambon sale sebesar 2,22%.
Kandungan serat yang cukup tinggi dari tepung ampas tahu dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan serat yang masih kurang tercukupi dari bahan pangan lain. Serat tepung ampas tahu merupakan oligosakarida dalam jumlah cukup tinggi (Sulistiani, 2004). Serat ini
dapat dimanfaatkan sebagai prebiotik bagi mikroflora di dalam usus. (Martos dan Ruperez, 2009). Menurut Kusnandar (2010), oligosakarida tidak dapat dicerna oleh manusia, namun dapat menjadi makanan bagi bakteri yang terdapat pada usus besar. Hasil pemecahan oligosakarida oleh bakteri dalam usus besar akan menghasilkan gas. Mikroba yang dapat memanfaatkan oligosakarida adalah Bakteri Asam Laktat (BAL) yang dapat tumbuh dalam usus besar manusia dan dapat menekan pertumbuhan mikroba patogen.
Hasil analisis kadar serat kasar pada produk komersil yaitu
soyjoy sebesar 6,23%, sedangkan kadar serat kasar snack bars lebih tinggi daripada soyjoy. Hal ini dikarenakan snack bars lebih banyak menggunakan tepung ampas tahu dibandingkan soyjoy yang lebih banyak menggunakan buah-buahan. Kadar serat kacang-kacangan lebih banyak dibandingkan buah-buahan. Penilaian Sensori dan Penentuan
Snack Bars Terbaik
Penilaian sensori bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap produk
snack bars yang dihasilkan.
Penilaian sensori yang dilakukan terdiri dari uji deskriptif dan uji hedonik. Uji deskriptif merupakan penilaian untuk melihat penilaian dalam setiap atribut yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur terhadap snack bars. Uji hedonik merupakan penilaian sensori yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap snack
bars yang dihasilkan secara
Produk snack bars saat ini belum memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Oleh karena itu, kandungan gizi snack bars dalam penelitian ini akan dibandingkan dengan produk komersial yaitu
soyjoy. Produk soyjoy dipilih sebagai produk pembanding karena hampir mendekati dengan produk
snack bars. Penentuan snack bars
terpilih berdasarkan parameter kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar, serta penilaian sensori. Rekapitulasi hasil penelitian terhadap seluruh parameter snack bars dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi data penentuan snack bars terpilih
Parameter Uji Soyjoy Perlakuan
TP1 TP2 TP3 TP4 TP5 1. Analisis Kimia Kadar Air (%) 10,02 7,07a 7,94b 9,42c 10,67d 12,33e Kadar Abu (%) 2,65 2,81d 2,72c 2,54b 2,49b 2,17a Kadar Lemak (%) 18,10 28,14e 26,14d 25,37c 24,60b 23,24a Kadar Protein (%) 12,30 13,66e 12,73d 11,64c 10,25b 7,45a Kadar Karbohidrat (%) 56,93 48,31a 50,47b 51,03b 51,99c 54,73d
Kadar Serat Kasar (%) 6,23 20,07e 18,09d 17,20c 15,77b 13,91a
2. Penilaian Sensori (Deskriptif) Warna - 4,03d 3,53c 3,23bc 3,07ab 2,80a Aroma - 4,23d 3,83d 3,33c 2,90b 2,33a Rasa - 4,37a 3,93b 3,30c 2,80d 2,43d Tekstur - 3,80c 3,57bc 3,34bc 3,23b 2,33a Penilaian Sensori (Hedonik) Warna - 3,35a 3,37a 3,46ab 3,69b 3,90c Aroma - 3,05a 3,14a 3,14a 3,69b 3,92b Rasa - 2,66a 2,94b 3,25c 3,59d 3,97e Tekstur - 2,55a 2,90b 3,36c 3,65d 3,95e Penilaian Keseluruhan - 2,75a 3,10b 3,36c 3,71d 4,15e
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
Warna
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata penilaian yang dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih terhadap atribut sensori warna snack bars berkisar antara skor 2,80-4,03 (kuning kecokelatan hingga kuning). Hal ini dikarenakan penambahan tepung ampas tahu dan pisang ambon sale berbeda. Perlakuan TP1 memiliki warna
kuning karena menggunakan 90% tepung ampas tahu, berbeda dengan perlakuan lainnya yang berwarna
kuning kecokelatan. Hal ini dikarenakan warna tepung ampas tahu yang digunakan adalah putih, sedangkan warna pisang ambon sale adalah cokelat tua. Penambahan pisang ambon sale dalam pembuatan
snack bars dibuat dalam bentuk dadu-dadu kecil sehingga dapat mempengaruhi warna snack bars. Tingginya kadar air pada pisang ambon sale akan mudah terjadi reaksi Maillard sehingga produk semi basah seperti pisang ambon sale
mudah mengalami pembentukan warna cokelat (Kusnandar, 2010).
Faktor lain yang menyebabkan warna snack bars
menjadi kuning kecokelatan yaitu terjadi reaksi karamelisasi yaitu reaksi yang melibatkan gula sederhana pada proses pemanggangan. Selain itu, reaksi pencokelatan non-enzimatis atau reaksi Maillard dapat terjadi karena dalam pangan terdapat komponen gula pereduksi dan gugus amino. Reaksi ini berpengaruh terhadap peningkatan intensitas warna cokelat produk pangan selama pengolahan, pembentukan flavor, dan penurunan kadar protein. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu yang tinggi (Kusnandar, 2010).
Tabel 2 menunjukkan bahwa penambahan tepung ampas tahu dan pisang ambon sale akan mempengaruhi warna snack bars
yang dihasilkan secara hedonik. Hasil penilaian yang dilakukan oleh 80 orang panelis terhadap atribut warna snack bars berkisar antara skor 3,35-3,90 (antara suka dan tidak suka hingga suka). Tabel 13 menunjukkan bahwa semua perlakuan diberi respon antara suka dan tidak suka hingga suka oleh panelis. Perlakuan TP4 dan TP5
lebih disukai daripada perlakuan lainya. Hal ini dikarenakan panelis lebih menyukai snack bars yang berwarna kuning kecokelatan dengan penambahan potongan pisang ambon sale yang lebih banyak sehingga menghasilkan penampakan warna yang lebih bagus dan menarik. Aroma
Tabel 2 menunjukkan bahwa penilaian deskriptif panelis terhadap aroma pada perlakuan TP1, TP2, dan
TP3 tidak berbeda nyata, namun
kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan TP4 dan TP5.
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata penilaian yang dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih terhadap atribut sensori aroma snack bars berkisar antara skor 2,33-4,23 (beraroma pisang ambon sale hingga beraroma ampas tahu). Penilaian panelis secara deskriptif terhadap aroma snack bars menunjukkan bahwa semakin banyak pisang ambon sale dan semakin sedikit tepung ampas tahu yang digunakan maka semakin berkurang aroma ampas tahu yang dihasilkan dalam
snack bars. Hal ini dikarenakan pisang ambon sale memiliki aroma harum yang khas sehingga dapat menutupi aroma dari tepung ampas tahu yang kurang disukai. Pisang ambon matang mengandung komponen volatil yang sebagian besar terdiri dari campuran kompleks ester, alkohol, aldehid, keton, dan senyawa aromatik. Aroma pisang ditentukan oleh ester amil dari asam asetat, propionat, dan butirat (Safitri, 2016).
Tabel 2 menunjukkan hasil penilaian yang dilakukan oleh 80 orang panelis terhadap atribut aroma
snack bars berkisar antara skor 3,05-3,92 (antara suka dan tidak suka hingga suka). Nilai aroma yang disukai dari snack bars adalah perlakuan TP4 dan TP5 dengan
penambahan tepung ampas tahu dan pisang ambon sale (60%:40%) dan (50%:50%). Hal ini dikarenakan pada perlakuan ini pisang ambon sale lebih banyak dibandingkan perlakuan yang lainnya dan penambahan ampas tahu paling sedikit dari perlakuan lainnya. Pisang ambon sale memiliki harum
yang khas yang banyak disukai dibandingkan tepung ampas tahu yang aroma langunya kurang disukai, sehingga semakin banyak penambahan pisang ambon sale dapat menutupi aroma langu dari ampas tahu. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan dari penambahan pisang ambon sale.
Faktor lain yang mempengaruhi aroma snack bars
yaitu penambahan margarin, garam, dan gula ke dalam adonan snack bars
menghasilkan aroma wangi yang lebih disukai. Penambahan margarin dapat meningkatkan aroma dari
snack bars yang dihasilkan. Selain itu, penambahan garam dapat mengatur aroma snack bars dan penambahan gula dapat memberikan aroma pada snack bars yang disebabkan oleh proses karamelisasi. Rasa
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata penilaian yang dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih terhadap atribut sensori rasa snack bars berkisar antara skor 2,43-4,37 (berasa pisang sale hingga berasa ampas tahu). Hal ini dikarenakan penggunaan tepung ampas tahu dan pisang ambon sale berbeda. Perlakuan TP1 berasa ampas tahu
karena menggunakan 90% tepung ampas tahu dan 10% pisang ambon sale, berbeda dengan perlakuan TP5
yang berasa pisang ambon sale. Hal ini dikarenakan TP5 menggunakan
pisang ambon sale lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya.
Tabel 2 menunjukkan hasil penilaian yang dilakukan oleh 80 orang panelis secara hedonik terhadap rasa snack bars berkisar antara skor 2,66-3,97 (antara suka dan tidak suka hingga suka).
Penilaian hedonik panelis terhadap rasa pada perlakuan TP1 berbeda
nyata pada perlakuan TP2, TP3, TP4,
dan TP5. Tingkat kesukaan rasa snack bars yang disukai terdapat pada perlakuan TP4 dan TP5 yaitu
penambahan tepung ampas tahu dan pisang ambon sale (60%:40%) dan (50%:50%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pisang ambon sale yang digunakan dalam pembuatan snack bars maka tingkat kesukaan panelis terhadap rasa snack bars tersebut semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian Chandra (2010) yang menyatakan bahwa semakin banyak penambahan tepung ampas tahu, maka semakin rendah tingkat kesukaan snack bars
terhadap atribut rasa.
Penambahan pisang ambon sale sangat mempengaruhi rasa snack bars karena pisang memiliki rasa manis yang dapat menutupi rasa dari ampas tahu yang kurang disukai. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan dari penambahan pisang ambon sale. Pisang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi terdiri dari pati dan macam-macam gula. Kandungan gula dalam pisang terdiri dari senyawa-senyawa dektrosa 4,6% dan sukrosa 2% (Antarlina dkk., 2016). Selain penambahan pisang ambon sale yang dapat mempengaruhi terhadap rasa
snack bars, penambahan gula, margarin, dan garam juga dapat menambah cita rasa pada snack bars
Penambahan gula dan margarin dapat memberi rasa terhadap snack bars, serta penambahan garam dapat mengatur rasa dari snack bars. Selain itu, penambahan telur juga dapat menambahkan rasa pada produk snack bars karena telur mengandung gula 0,2%.
Tekstur
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata penilaian yang dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih terhadap atribut sensori tekstur snack bars berkisar antara skor 2,33-3,80 (padat dan lembut hingga rapuh dan kasar). Perlakuan TP4 tidak berbeda
nyata terhadap TP3, TP2, dan TP1,
sedangkan TP4 berbeda nyata pada
TP5. Perlakuan TP5 bertekstur padat
dan lembut karena menambahkan 50% tepung ampas tahu dan 50% pisang ambon sale, berbeda dengan perlakuan TP1 yang bertekstur rapuh
dan kasar yang menggunakan tepung ampas tahu 90% dan pisang ambon sale 10%. Hal ini sejalan dengan penelitian Chandra (2010) yang menyatakan bahwa semakin banyak tepung ampas tahu menghasilkan tekstur yang retak dan hancur. Hal ini dikarenakan tepung ampas tahu memiliki serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan pisang ambon sale, sehingga serat tepung ampas tahu menyerap cairan pada telur dan mentega, maka dengan semakin banyaknya penambahan ampas tahu
snack bars tidak dapat terbentuk menjadi batangan yang padat.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi tekstur adalah proses pemanggangan. Proses ini menyebabkan kadar air menurun sehingga mempengaruhi tekstur
snack bars yang dihasilkan. Proses ini menyebabkan adonan sulit untuk menyatu dan menjadi kompak, sehingga setelah dilakukan pemanggangan tekstur snack bars
akan mudah hancur saat diangkat. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata penilaian panelis secara hedonik terhadap tekstur snack bars
berkisar antara skor 2,55-3,95 (antara suka dan tidak suka hingga suka).
Tingkat kesukaan tekstur snack bars
yang disukai terdapat pada perlakuan TP4 dan TP5 yaitu penambahan
tepung ampas tahu dan pisang ambon sale (60%:40%) dan (50%:50%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pisang ambon sale yang digunakan dalam pembuatan snack bars, maka tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur
snack bars tersebut semakin
meningkat. Hal ini dikarenakan tepung ampas tahu memiliki serat kasar yang cukup tinggi sehingga menyebabkan adonan sulit menyatu. Semakin banyak pisang ambon sale dan semakin sedikit tepung ampas tahu yang ditambahkan, maka tekstur yang dihasilkan menjadi padat dan lembut.
Penambahan garam dapat mempengaruhi tekstur snack bars, karena garam memiliki sifat higroskopis sehingga sebagian air yang ada dalam snack bars akan terserap dan menghasilkan produk yang lebih padat. Penambahan margarin juga berpengaruh terhadap tekstur dari snack bars karena dapat menghasilkan snack bars yang lebih mudah ditelan dan tekstur snack bars
tidak cepat menjadi keras. Penambahan maltodekstrin juga dapat menghasilkan tekstur adonan menjadi lembut.
Penilaian Keseluruhan
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata penilaian panelis secara hedonik terhadap penilaian keseluruhan snack bars berkisar antara skor 2,75-4,15 (antara suka dan tidak suka hingga suka). Penilaian keseluruhan snack bars
yang disukai terdapat pada perlakuan TP4 dan TP5 yaitu penambahan
ambon sale (60%:40%) dan (50%:50%). Hal ini dikarenakan dari segi atribut warna kuning kecokelatan, beraroma pisang sale, berasa pisang ambon sale, dan bertekstur padat dan lembut. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan pisang ambon sale dalam pembuatan snack bars
maka tingkat kesukaan panelis terhadap penilaian keseluruhan snack bars semakin meningkat.
Snack bars yang perlakuan TP4 dan TP5 dengan penambahan
tepung ampas tahu dan pisang ambon sale (60%:40%) dan (50%:50%) hampir menyerupai produk komersilnya yaitu soyjoy. Kesukaan secara keseluruhan snack bars sejalan dengan penelitian Amelia (2011), semakin banyak penggunaan nangka kering, maka warna, aroma, rasa, tekstur, dan penilaian keseluruhan semakin disukai oleh panelis.
Rekapitulasi Hasil Analisis
Berdasarkan analisis kimia
snack bars terpilih yaitu perlakuan TP5 (tepung ampas tahu dan pisang
ambon sale 50:50). Perlakuan TP5
terpilih karena kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar mendekati soyjoy. Penilaian sensori secara deskriptif menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda nyata. Warna yang dipilih adalah perlakuan TP4
dan TP5 (kuning kecoklatan) karena
mendekati warna soyjoy. Aroma yang dipilih adalah perlakuan TP5
(beraroma pisang ambon sale) karena mendekati aroma bahan baku dan menghasilkan aroma yang diharapkan. Rasa yang dipilih adalah perlakuan TP5 (berasa pisang
ambon sale) karena menghasilkan
rasa yang diharapkan. Tekstur yang dipilih adalah perlakuan TP4 dan TP5
(padat dan lembut) karena mendekati tekstur soyjoy. Penilaian secara hedonik untuk warna, aroma, rasa, tekstur, dan penilaian keseluruhan yang paling disukai adalah TP5.
Kesimpulan
Snack bars dengan
penambahan tepung ampas tahu dan pisang ambon sale memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar, serta penilaian sensori. Snack bars dengan penambahan tepung ampas tahu dan pisang ambon sale (50%:50%) merupakan perlakuan terbaik berdasarkan hasil analisis kimia dan penilaian sensori. Snack bars ini mengandung kadar air 12,33%, kadar abu 2,17%, kadar lemak 23,34%, kadar protein 7,45%, kadar karbohidrat 54,73%, dan kadar serat kasar 13,91%. Penilaian sensori secara deskriptif menghasilkan snack bars berwarna kuning kecokelatan, beraroma dan berasa pisang ambon sale, serta bertekstur padat dan lembut. Penilaian sensori secara hedonik terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan penilaian keseluruhan disukai panelis.
Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan mengenai penggunaan jumlah margarin. Selain itu, perlu dilakukan penentuan umur simpan produk snack bars.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Amelia, R. 2011. Kajian karakteristik fisikokimia dan organoleptik snack bars dengan bahan dasar
tepung tempe dan buah nangka kering sebagai alternatif pangan CFGF (Casein Free Gluten Free). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Antarlina, H., S. Noor., dan I. Umar. 2005. Karakteristik buah pisang lahan Rawa Lebak Kalimantan Selatan serta upaya perbaikan mutu tepungnya. Jurnal Hortikultura. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Banjar baru Kalimantan Selatan, volume 15 (2): 140-150.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1999. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Departemen Kesehatan. Jakarta.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan (Komponen Makro). PT. Dian Rakyat. Jakarta.
Mahmud, M. K., Hermana., N. A. Zulfianto., R. R. Apriyantono., I. Ngadiarti., B. Hartati., Bernadus., dan Tinexcelli. 2009. Tabel
Komposisi Pangan
Indonesia (TKPI). PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Pradipta, I. 2011. Karakteristik
fisikokimia dan sensori
snack bars tempe dengan
penambahan salak podoh kering. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Safitri, R., A. Damayanti, Dyah, dan
Yulia. 2016. Pengetahuan bahan pangan tentang buah pisang. Fakultas Teknologi Industri. Universitas Pembangunan Nasional. Jawa Timur. Sulistiani. 2004. Pemanfaatan
ampas tahu dalam pembuatan pangan tinggi serat dan protein sebagai alternatif bahan baku pangan fungsional. Skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wati, R. 2013. Pengaruh
penggunaan tepung ampas tahu sebagai bahan komposit terhadap kualitas kue kering lidah kucing. Skripsi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Wijayanti, Y. R. 2007. Subtitusi tepung gandum (Triticum
aestivum) dengan tepung
garut (Maranta
arundinaceae L) pada
pembuatan roti tawar. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yulisnawati, 2006. Isolasi karakterisasi sifat-sifat fungsional protein ampas tahu. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.