ROTARY CALCINER-METALLIC MELTER DAN SLURRY-FED
CERAMIC MELTER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
AKTIVITAS TINGGI
Herlan Martono, Aisyah
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN
ABSTRAK
ROTARY CALCINER – METALLIC MELTER DAN SLURRY FED CERAMIC MELTER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI. Rotary calciner-metallic melter dan slurry-fed ceramic melter adalah jenis melter untuk mengolah limbah cair aktivitas tinggi skala industri. Rotary calciner-metallic melter dioperasikan dengan pemanas induksi dan slurry-fed ceramic melter dengan pemanas Joule. Kedua melter dibandingkan karakteristik komposisi gelas-limbah untuk proses dan operasi melter, bahan melter, umur melter, penanganan gas buang, dan tenaga yang diperlukan melter. Pada melter dengan pemanas Joule, tahanan listrik gelas-limbah adalah 4,8 ohm.cm pada suhu 1150 °C. Logam golongan platina tidak larut dalam limbah, sehingga mempengaruhi arus listrik dalam lelehan gelas-limbah. Pada melter dengan pemanas induksi, logam golongan platina tidak berpengaruh dalam lelehan gelas-limbah. Bahan melter dengan pemanas Joule yang kontak dengan gelas-limbah adalah monofrax K-3. Lapisan melter yang lebih luar adalah MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, dan baja tahan karat 304. Bahan melter dengan pemanas induksi adalah inconel-690. Umur melter dengan pemanas Joule lebih lama daripada melter dengan pemanas induksi. Dari aspek keselamatan, operasi kedua melter tersebut sudah teruji. Biaya operasi slurry-fed ceramic melter lebih murah, tetapi biaya konstruksi dan dekomisioningnya lebih mahal dibanding rotary calciner-metallic melter. Berdasarkan kondisi di Indonesia, slurry-fed ceramic melter lebih layak digunakan.
ABSTRACT
ROTARY CALCINER - METALLIC MELTER AND SLURRY - FED CERAMIC MELTER FOR TREATMENT OF HIGH LEVEL LIQUID WASTE. Rotary calciner-metallic melter and slurry-fed ceramic melter are used for treatment of high level liquid waste in the industrial scale. Rotary calciner-metallic melter is operated by induction heating and slurry-fed ceramic melter by Joule heating. Both of melter are compared it’s characteristics of waste-glass composition for process and melter operation, melter materials, life time of melter, treatment of off gas, and power consumption. For melter with Joule heating, electric resistance of waste-glass is 4.8 ohm.cm at temperature 1150 °C. The metal of platina group is not soluble in the molten waste-glass, so that influence the electric current pass by the molten waste-glass. For melter with induction heating there is not influence of platina metal group. For melter with Joule heating, the material which contact with waste-glass is monofrax K-3. The outer materials layer i.e MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, and stainless steel 304. The material of melter with induction heating is inconel-690. The life time of melter with Joule heating is longer than melter with induction heating. From the safety aspect, operation of the both of melter have already succesful. Operation cost of slurry-fed ceramic melter is cheaper, but construction and decommissioning cost more expensive than rotary calciner-metallic melter. Based on Indonesia condition, the slurry-fed ceramic melter is more reasonable to be utilized.
PENDAHULUAN
roses olah ulang bahan bakar bekas reaktor nuklir dilakukan untuk mengambil uranium yang tidak terbakar dan plutonium yang terjadi. Uranium dan plutonium diproses kembali menjadi bahan bakar campuran untuk bahan bakar reaktor pembiak cepat (fast breeder reactor).
Hasil samping ekstraksi siklus I proses olah ulang adalah limbah cair aktivitas tinggi (LCAT), yang sebagian besar kandungannya adalah radionuklida hasil belah dan sedikit aktinida. Karakteristik LCAT adalah keasamannya tinggi (6 – 8 M HNO3), aktivitas gammanya tinggi
sehingga panas yang dihasilkan tinggi, dan juga adanya aktinida yang walaupun sedikit tetapi masih memberikan dampak radiologis. Oleh karena itu pengelolaan LCAT diperlukan waktu jutaan tahun [1]. Sebagai contoh di Jepang satu kali proses vitrifikasi, konsentrat LCAT hasil evaporasi volumenya 0,5 m3 dengan aktivitas 4. 105 Ci yang menghasilkan panas radiasi sebesar 1,4 kW/jam.
Walaupun keselamatan merupakan pertim-bangan utama dalam pemilihan bahan matriks untuk imobilisasi atau solidifikasi LCAT, ada beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan, yaitu[2] :
- Proses pembuatan yang mudah dan praktis. - Kandungan limbah (waste loading) yang
tinggi.
- Ketahanan kimia, yaitu korosi dan laju pelindihannya.
- Kestabilan terhadap radiasi.
- Kestabilan terhadap panas, dalam hal gelas yaitu terjadinya devitrifikasi.
Beberapa jenis bahan telah dipelajari oleh negara-negara maju di bidang industri nuklir untuk solidifikasi LCAT, yaitu gelas aluminosilikat, gelas fosfat, gelas borosilikat, synroc, dan vitromet. Berdasarkan pertimbangan aspek tersebut di atas, maka gelas borosilikat telah digunakan dalam skala industri untuk pengolahan LCAT [3,1]. Ada 2 macam
melter (alat untuk peleburan/ pelelehan
gelas-limbah) yang digunakan untuk proses pengolahan LCAT dalam skala industri, yaitu :
- Rotary Calciner-Metallic Melter (RCMM),
yaitu melter yang dibuat dari logam dan dilengkapi dengan alat kalsinasi (calciner yang berputar). Melter jenis ini dengan pemanas induksi menggunakan koil listrik dalam dinding melter dan panas ditransfer secara induksi dari dinding melter ke gelas-limbah. Teknologi RCMM dioperasikan di Marcoule Perancis. Proses ini digunakan juga di Inggris, dan India.
- Slurry – Fed Ceramic Melter (SFCM), yaitu
melter yang terbuat dari keramik dengan
umpan limbah cair yang dimasukkan dalam
glass frit berbentuk peluru. Melter jenis ini
menggunakan pemanas Joule, dengan memanfaatkan lelehan gelas – limbah pada suhu di atas 600°C sebagai penghantar listrik yang menimbulkan panas. Proses ini dioperasikan di Jepang, Amerika, dan Jerman.
Dalam makalah ini akan diuraikan per-bandingan RCMM dan SFCM untuk vitrifikasi LCAT dalam skala industri.
PERBEDAAN KARAKTERISTIK
KOMPOSISI GELAS-LIMBAH.
Vitrifikasi LCAT dalam RCMM dan SFCM
dilakukan pada 1150 °C, karena pertimbangan korosi melter. Pada pembuatan gelas-limbah skala laboratorium, komposisi gelas-limbah dibuat yang mempunyai titik lebur pada suhu 1150 °C. Gelas-limbah merupakan bahan amorf, jadi titik lebur limbah adalah suhu dimana viskositas gelas-limbah adalah 100 poise. Jadi gelas-gelas-limbah yang dibuat bukanlah gelas-limbah yang paling baik dengan laju pelindihan sekecil mungkin.
Gelas-limbah semacam ini akan mempunyai titik lebur yang sangat tinggi, karena kadar silikanya tinggi [4]. Titik lebur yang tinggi akan menaikkan laju korosi
melter, sehingga umur melter lebih pendek dan
akibatnya akan menimbulkan limbah padat radioaktif sekender yang lebih banyak. Gelas-limbah yang dibuat di laboratorium, komposisinya akan menghasilkan karakteristik gelas-limbah yang memenuhi standar untuk disain melter, proses, operasi, pengeluaran lelehan gelas-limbah dari
melter ke canister, transportasi, penyimpanan
sementara, dan penyimpanan lestari. Karakteristik gelas-limbah tersebut meliputi densitas, muai panjang, titik transformasi gelas-limbah, titik pelunakan, hantaran panas, panas jenis, viskositas, tahanan listrik, kekuatan mekanik, dan laju pelindihannya.
Pada melter dengan pemanas induksi (RCMM), tahanan listrik gelas-limbah tidak perlu ditentukan. Demikian pula adanya logam golongan platina (Ru, Rh, Pd) yang tidak larut dalam gelas-limbah tidak mengganggu proses. Pada melter
dengan pemanas Joule (SFCM), tahanan listrik gelas-limbah harus ditentukan. Tahanan listrik gelas-limbah untuk proses dengan pemanas Joule
adalah 4,8 ohm.cm pada suhu 1150 ºC. Unsur yang berperan untuk penghantar listrik dalam gelas-limbah adalah ion Na[5]. Adanya Na2O dalam
gelas-limbah dibatasi maksimum 10% berat. Jika Na2O
dalam gelas-limbah melebihi 10% berat, maka akan terjadi pemisahan fase yang berwarna kuning dari natrium molibdat[1,6]. Adanya pemisahan fase harus dihindarkan karena menurunkan kualitas gelas-limbah. Jika kadar Na2O kecil, maka hantaran
listriknya kecil pula. Adanya logam golongan platina dalam gelas-limbah akan mengganggu aliran listrik. Oleh karena itu pada melter dengan pemanas
Joule, dasar melter dibuat kerucut dengan sudut
45 ºC [3]. Logam golongan platina yang tidak larut, tidak berpengaruh terhadap viskositas gelas-limbah.
Berbagai oksida yang mempengaruhi kualitas gelas-limbah, yaitu[1,6,7]:
- Oksida Mo, Zr, dan Cr (MoO3, ZrO2, dan
Cr2O3) dapat membentuk pemisahan fase dan
mempengaruhi viskositas gelas-limbah. - Oksida Fe, Al, dan Si (Fe2O3, Al2O3,
SiO2), dapat disatukan dengan gelas, dan
menaikkan suhu pembentukan gelas-limbah. Umumnya gelas borosilikat dengan kandungan SiO2 di atas 40 % mempunyai
karakteristik yang baik.
- Oksida B (B2O3) menurunkan suhu
pembentukan gelas-limbah dan viskositas gelas- limbah. Kandungan B2O3 sekitar 15 %
- Oksida Mg (MgO) dari bahan bakar Magnox
dapat menaikkan suhu pembentukan gelas-limbah.
- Oksida Na (Na2O) menurunkan suhu
pembentukan dan viskositas, tetapi menaikkan laju pelindihan.
- Oksida Pu (PuO2) lebih sukar disatukan
dengan gelas daripada uranium.
Pemisahan fase terjadi jika kadar PuO2
dalam gelas-limbah melebihi 4 % berat di dalam gelas- limbah.
ROTARY CALCINER - METALLIC
MELTER
Rotary Calciner-Metallic Melter (RCMM)
untuk vitrifikasi LCAT ditunjukkan pada Gambar 1[8,9]. Proses yang terjadi di dalam RCMM
ini melalui 2 tahap, yaitu kalsinasi dan vitrifikasi. Limbah cair aktivitas tinggi diumpankan secara konstan ke confluent pot. Aditif larutan gula,
azodicar berramide, dan air dimasukkan ke
confluent pot. Selanjutnya LCAT dan aditif masuk
ke calciner. Kalsinasi dilakukan pada 700 – 750 ºC
dengan pemanas induksi, menghasilkan kalsin yang berupa oksida berbentuk serbuk. Penambahan aditif gula untuk menekan penguapan Ru, sedangkan penambahan aditif azodicar berramide untuk mengurangi ukuran partikel kalsin yang terbentuk [8,10]. Pengurangan ukuran partikel kalsin ini untuk memudahkan penyatuan atau pengga-bungan kalsin dalam matriks gelas. Aditif air digunakan untuk menghindari terbentuknya cake
pada dinding calciner. Operasi kimia yang terjadi dalam calciner tube adalah :
- Pemekatan dengan evaporasi.
- Destruksi sebagian limbah nitrat dan pembentukan oksida.
- Pengeringan kalsin dan sisa nitrat.
Kalsin dan glass frit (bahan pembentuk gelas) diumpankan ke dalam metallic induction heated melting pot (tempat peleburan dengan panas
induksi yang terbuat dari logam). Campuran
padatan tersebut dipanaskan pada 1150 ºC, sehingga menjadi gelas-limbah. Dinding melter
metalik dipanaskan dengan induksi, dan panas dipindahkan dari dinding melter ke gelas-limbah secara konduksi. Oleh karena itu suhu pada dinding melter harus lebih tinggi di atas suhu pelelehan gelas-limbah supaya terjadi perpindahan panas. Jika volume maksimum gelas-limbah dalam
melter dicapai, lelehan gelas-limbah dituang
melalui dasar melter ke canister yang dibuat dari baja tahan karat 304 L. Pada penuangan gelas-limbah dari melter ke canister diawali dengan
pemanasan drain nozzle. Penuangan akan berhenti dengan sendirinya, jika pemanasan drain nozzle
dihentikan. Pengumpanan kalsin dan glass frit tetap kontinu selama penuangan lelehan gelas-limbah.
Canister ditutup, kemudian dilas dan selanjutnya
permukaan canister didekontaminasi dengan air. Pemantauan adanya kontaminan dilakukan dengan udara tekan dan pengukuran adanya kontaminasi udara. Selanjutnya penyimpanan sementara canister
yang berisi gelas-limbah dilakukan dengan pendingin udara selama 30 – 50 tahun.
SLURRY - FED CERAMIC MELTER
Komponen utama proses slurry-fed ceramic
melter (SFCM) adalah Joule heated glass melter
(JHGM), yaitu melter keramik pada suhu tinggi dengan pemanasan menggunakan arus listrik yang melewati lelehan gelas-limbah. Melter dengan pemanas seperti ini dikenal sebagai melter dengan pemanas Joule. Lelehan gelas pada suhu tinggi di atas 600 ºC dapat menjadi penghantar listrik yang menimbulkan panas. Elektrode yang digunakan adalah baja dari campuran nikel dan krom yang dikenal dengan inconel-690. Melter dengan pemanas Joule mengharuskan adanya gelas-limbah dalam melter, walaupun melter tidak dalam keadaan operasi. Adanya gelas-limbah ini digunakan untuk operasi berikutnya. Pada industri gelas selama periode tidak beroperasi, tenaga diberikan ke melter
untuk mencegah pendinginan di bawah suhu dimana pemanas Joule tidak berfungsi. Periode tidak operasi dengan memberikan tenaga ke elektrode dikenal dengan idling[8]. Pada SFCM untuk vitrifikasi LCAT, periode tersebut tidak ada karena adanya panas yang ditimbulkan dari radiasi radionuklida dalam gelas-limbah. Slurry-fed
ceramic melter untuk vitrifikasi LCAT ditunjukkan
pada Gambar 2[3,8,9]. Glass frit berbentuk silinder yang mengandung LCAT diumpankan secara langsung ke dalam ruang pelelehan yang mengandung lelehan gelas-limbah. Bagian permukaan dingin (cold top), menutup permukaan lelehan gelas-limbah dan akan menekan penguapan gas-gas dari lelehan gelas-limbah dalam melter. Bagian cold top yang baik antara 80 – 90 % luas permukaan melter. Jika cold top lebih kecil 80 %, maka laju pengumpanan LCAT dan glass frit
lambat. Jika cold top mendekati 100 % luas permukaan melter, maka akan terjadi peledakan gas
(gas explosion). Pencampuran secara konveksi
alami dalam lelehan gelas-limbah karena perbedaan suhu dan berat jenis akan menghasilkan produk yang lebih homogen.
Untuk mengoperasikan melter ada beberapa tahap, yaitu :
- Pemanasan awal, yang dilakukan dengan
heater (pemanas) dan microwave yang
frekuensinya 915 MHz dan kapasitas maksimumnya 50 kW. Pemanasan awal ini dilakukan sampai pada suhu 600 ºC. - Pemanasan dengan elektrode yang
menimbulkan aliran listrik. Pada suhu 600 ºC atau lebih, lelehan gelas-limbah dapat menghantarkan arus listrik. Aliran listrik melalui lelehan gelas-limbah antara 2 elektrode yang tercelup dapat menimbulkan panas sampai suhu 1150 ºC.
- Pembentukan gelas-limbah, dilakukan pada suhu 1150 ºC. Setelah pengumpanan selesai dan permukaan lelehan gelas limbah dalam keadaan puncak panas, maka lelehan gelas-limbah siap untuk dikeluarkan dari melter ke canister dari baja tahan karat 304.
- Selanjutnya canister yang berisi gelas - limbah ditutup, kemudian tutup dilas, permukaan canister didekontaminasi, dan selanjutnya disimpan di tempat penyimpanan sementara dengan pendingin udara selama 30 – 50 tahun.
BAHAN MELTER
Pada rotary calciner-metallic melter dengan pemanas induksi, melter dibuat dari inconel-690
[8,9]. Bahan tersebut mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap lelehan gelas-limbah. Laju korosi
inconel-690 dalam lelehan gelas-limbah adalah
0,024 mm/hari pada suhu 1150 °C[3]. Pada melter
dengan pemanas induksi, maka inconel-690 sebagai dinding melter akan mengalami suhu yang lebih tinggi daripada 1150 °C, sehingga laju korosinya akan lebih tinggi daripada data tersebut di atas.
Pada slurry-fed ceramic melter dengan pemanas Joule, bahan melter ada beberapa lapis. Bata tahan api yang kontak dengan gelas-limbah adalah monofrax-K3 yang tahan terhadap korosi. Laju korosi monofrax-K3 dalam lelehan gelas-limbah pada suhu 1150 °C adalah 0,022 mm/hari. Lapisan melter di bagian yang lebih luar adalah bata tahan api MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, dan baja tahan karat 304. Susunan lapisan bata tahan api pada melter dengan pemanas Joule ini sesuai
melter JNC-Jepang[3].
SISTEM PENANGANAN GAS BUANG
Pada rotary calciner-metallic melter, gas buang ditimbulkan dalam calciner dan meltermengandung air, nitrogen oksida, beberapa unsur volatil yaitu boron, cesium, dan rutenium, serta debu kalsin. Gas buang didekontaminasi dengan sistem
penanganan gas yang terdiri dari penyerap debu dan
recycling pot, kondenser dan tower absorpsi untuk
menyerap NOx.
Pada slurry-fed ceramic melter, gas buang dari melter mengandung uap air, udara, dekomposisi gas, aerosol, dan unsur volatil. Suhu uap di atas permukaan lelehan dari 200– 800 °C selama operasi tergantung pada laju umpan. Entrainment aerosol
sekitar 0,2 % berat umpan LCAT ke melter. Gas buang dikumpulkan di atas permukaan lelehan gelas-limbah pada tekanan sedikit negatif (- 2,50 kPa). Gas buang tersebut diambil dengan sistem penanganan gas buang melalui air film cooler,
scrubber, dan filter yang dihubungkan langsung ke
melter. Sistem penanganan gas buang dapat
mengambil hampir 90 % partikel dan hampir semua uap[8]. Pendingin, scrubber, dan filter didisain cukup dan mampu untuk menangani aliran gas buang secara periodik.
TENAGA YANG DIPERLUKAN
MELTER
Pada melter dengan pemanas induksi, panas yang diberikan melter untuk 300 kg gelas-limbah meliputi[10]:
- Panas untuk kalsinasi 25 kW. - Panas untuk pelelehan 60 kW. - Panas total yang diperlukan 85 kW.
Pada melter dengan pemanas Joule, panas yang diberikan melter untuk menghasilkan 300 kg gelas-limbah meliputi [3] :
- Panas untuk elektrode utama 40 kW. - Panas microwave 23 kW
- Panas untuk elektrode pembantu 2,51 kW - Panas untuk antara elektrode utama dan drain
nozzle 0,60 kW
- Panas total yang diperlukan 66,11 kW.
PEMBAHASAN
Untuk menghasilkan karakteristik gelas-limbah yang memenuhi standar proses dan operasi
melter, maka pengaruh oksida-oksida harus
diperhatikan. Pada slurry-fed ceramic melter
dengan pemanas Joule, maka ion Na+ berperan sebagai penghantar listrik. Makin tinggi kadar Na2O
meningkatkan hantaran listrik gelas-limbah. Kadar Na2O dalam gelas-limbah dibatasi maksimum 10 %
berat, karena di atas kadar tersebut akan terjadi pemisahan fase. Terjadinya pemisahan fase akan mengurangi kualitas gelas-limbah. Logam golongan platina (RuO2, Rh2O3, PdO) tidak larut dalam
lelehan gelas-limbah. Adanya endapan logam golongan platina tidak berpengaruh untuk rotary
aliran listrik pada slurry-fed ceramic melter. Endapan logam golongan platina terdapat pada dasar melter, sehingga dasar slurry-fed ceramic
melter dibuat berbentuk kerucut dengan sudut 45°.
Pada slurry-fed ceramic melter dengan pemanas Joule, gelas-limbah dilelehkan pada suhu 1150 °C. Kenyataan terjadi distribusi suhu, yaitu suhu yang dekat pemanas lebih tinggi dibanding yang jauh dari pemanas[3]. Adanya distribusi suhu ini mengakibatkan aliran atau konveksi alami yang disebabkan karena perbedaan berat jenis. Hasil solidifikasi gelas-limbah dengan slurry-fed ceramic
melter lebih homogen dibanding rotary
calciner-metallic melter.
Bahan rotary calciner metallic-melter adalah
inconel-690. Pelelehan atau pembentukan
gelas-limbah terjadi pada suhu 1150 °C. Ini berarti bahwa pemanasan dinding melter inconel-690 jauh lebih tinggi daripada suhu tersebut agar terjadi perpindahan panas dari dinding melter ke gelas-limbah. Laju korosi inconel-690 dalam lelehan gelas-limbah adalah 0,024 mm/hari pada suhu 1150 °C. Kenyataan pada operasi melter, suhu dinding melter inconel-690 jauh lebih tinggi dari 1150 °C, sehingga laju korosinya lebih cepat daripada data tersebut di atas. Umur rotary
calciner-metallic melter dengan tebal 6 mm adalah
5000 jam atau sekitar 1 tahun operasi[10].
Bahan atau bata tahan api untuk slurry-fed
ceramic melter yang kontak dengan gelas- limbah
adalah monofrax-K3 yang tahan terhadap korosi. Laju korosi monofrax-K3 dalam lelehan limbah adalah 0,022 mm/hari. Kenyataan gelas-limbah dilelehkan pada suhu 1150 °C, tetapi suhu gelas-limbah yang kontak dengan monofrax-K3
lebih rendah dari 1150 °C, sehingga laju korosi
monofrax-K3 lebih rendah dari data tersebut di atas.
Bata tahan api yang lebih luar adalah MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, baja tahan karat 304. Bata tahan api MRT-70K digunakan untuk mencegah korosi bata tahan api LN-135 yang laju korosinya tinggi. Lapisan fiberboard digunakan untuk menyerap tekanan yang disebabkan oleh ekspansi karena pemuaian. Baja tahan karat 304 yang merupakan lapisan terluar digunakan untuk menahan tekanan, berat melter, dan gelas-limbah. Tebal baja tahan karat yang digunakan 2 cm. Tebal
monofrax-K3 pada melter JNC-Jepang adalah 15
cm, dan umur melter jenis ini 5 tahun[3]. Untuk memperbaiki melter ini hanya dengan mengganti
monofrax-K3 saja.
Dari segi penanganan gas buang, rotary
calciner-metallic melter meliputi 2 tahap yaitu
penanganan gas buang pada kalsinasi dan vitrifikasi. Komposisi gas buang yang ditimbulkan dalam
calciner dan melter meliputi uap air, nitrogen
oksida, beberapa produk volatil (B, Cs, dan Ru), dan debu kalsin. Untuk mengurangi volatilitas Ru digunakan gula. Penanganan gas buang dilakukan dengan sistem penanganan gas buang yang terdiri dari penyerap debu dan recycling pot, kondenser,
dan tower absorpsi untuk menyerap uap NOx.
Komposisi gas buang dari slurry-fedceramic melter
adalah uap air, produk volatil (B, Cs, dan Ru),
aerosol. Banyaknya aerosol adalah 0,2 % berat
limbah yang diumpankan ke melter[10]. Gas buang terkumpul di ruangan melter di atas permukaan lelehan gelas-limbah, yang diatur pada tekanan sedikit negatif – 2,50 kPa. Dari ruangan tersebut gas ditangani dengan sistem pengolahan gas buang, yang meliputi air film cooler yang dihubungkan langsung dengan melter. Air film cooler ini untuk mengencerkan dan mendinginkan gas buang. Selanjutnya gas tersebut berturut-turut diolah dengan submerged bedscrubber, venturi scrubber,
water scrubber, high efficiency mist eliminator,
penyerap rutenium, dan filter HEPA. Pada saat pengumpanan dengan kondisi yang baik, maka bagian luas cold top pada permukaan melter 80 – 90 % luas permukaan melter. Jika cold top kurang dari 80 %, maka laju pengumpanan lambat. Jika
cold top mendekati 100 %, maka laju pengumpanan
terlalu cepat dan ledakan (eksplosi) gas akan terjadi. Untuk mencegah eksplosi gas maka heater atau energi panas dinaikkan dan laju pengumpanan diturunkan. Adanya cold top ini akan mencegah penguapan gas, seperti Ru. Prinsip penangan gas buang rotary calciner-metallic melter dan slurry fed
ceramic melter adalah sama, yaitu penurunan suhu,
absorpsi dan filtrasi. Dari segi keselamatan kedua macam proses tersebut telah memenuhi aspek keselamatan untuk digunakan dalam skala industri pada pengolahan limbah cair aktivitas tinggi.
Dari segi biaya operasi slurry-fed ceramic
melter dengan pemanas Joule lebih murah, tetapi
dari segi biaya konstruksi dan dekomisioning rotary
calciner-metallic- melter dengan pemanas induksi
lebih murah[3,810,11].
Berdasarkan atas pertimbangan konstruksi, operasi, dekomissioning, dan sistem pendanaan di Indonesia, maka slurry-fed ceramic melter lebih layak untuk digunakan.
KESIMPULAN
Unsur-unsur yang mempengaruhi karakteristik gelas-limbah pada saat menentukan komposisi gelas-limbah harus diperhatikan baik untuk proses dan operasi melter. Perbedaan komposisi gelas-limbah untuk rotary calciner
metallic melter dan slurry-fed ceramic melter adalah
golongan platina yang tidak larut dalam gelas-limbah. Pada slurry-fed ceramic melter untuk mengatasi logam golongan platina yang mempengaruhi arus listrik, maka dasar melter dibuat kerucut dengan sudut 45°. Gelas-limbah yang dihasilkan oleh slurry-fed ceramic melter lebih homogen daripada yang dihasilkan oleh rotary
calciner-metallic melter.
Bahan rotary calciner-metallic melter dari
inconel-690, sedangkan bahan slurry-fed ceramic
melter yang kontak dengan gelas-limbah adalah
monofrax-K3. Lapisan diluarnya adalah MRT-70K,
LN-135, AZ-GS, fiberboard, dan baja tahan 304. Jika monofrax-K3 sudah tipis karena korosi, maka yang diganti hanya monofrax-K3 nya saja. Laju korosi karena jenis bahan dan penggunaan pada suhu tinggi, inconel-690 lebih cepat korosi. Umur
slurry-fed ceramic melter lebih panjang daripada
rotary calciner metallic melter.
Komposisi LCAT dan glass-frit yang sama, akan menghasilkan komposisi gas buang yang sama. Prinsip proses penanganan gas buang adalah sama pada rotary calciner – metallic melter dan slurry-fed
ceramic melter. Penanganan gas buang tersebut
meliputi penurunan suhu, absorpsi, dan filtrasi. Dari segi keselamatan, kedua macam proses tersebut telah memenuhi aspek keselamatan untuk digunakan dalam skala industri pada pengolahan limbah cair aktivitas tinggi.
Tenaga yang diperlukan rotary
calciner-metallic melter lebih besar daripada slurry-fed
ceramic melter.
Biaya operasi rotary calciner-metallic melter
lebih tinggi daripada biaya slurry-fed ceramic
melter, tetapi biaya konstruksi dan
dekomisioningnya lebih mahal.
Berdasarkan atas konstruksi, operasi, dekomisioning, dan kondisi pendanaan di Indonesia, maka slurry-fed ceramic melter lebih layak digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. IAEA, ”Characteristics of Solidified High Level Waste Product”, Technical Report Series No. 187, IAEA, Vienna, 1979.
2. MENDEL J.E, ”The Fixation of High Level Waste in Glasses”, PNL Richland, Washington, 1985.
3. MARTONO H, ”Characterization of Waste-Glass and Treatment of High Level Liquid Waste”, Report at Tokai Work, PNC SN8440 88-010- Japan, 1988.
4. HLAVAC J, ”The Technology of Glass and Ceramics”, Department of Silicates, Institute of Chemical Technology Prague, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam- Oxford-New York, 1983.
5. STANEK J, ”Electric Melting of Glass”, Department of Silicate, Institute of Chemical Technology Prague, Elsevier Scientific Publishing Company, New York, 1977.
6. LAUDE F et al, ”Confinement of Radioactivity in Glasses”, International Symposium on Management of Radioactive Waste from The Nuclear Fuel Cycle”, Vienna, 1976.
7. AISYAH, MARTONO H, ”Pengaruh Kalium Oksida, Litium Oksida, dan Kalsium Oksida Pada Kualitas Limbah Hasil Vitrifikasi”, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Yogyakarta, Juli 1999. 8. BROUNS A, ”Immobilization of High Level
Defence Waste in a Slurry-Fed Electric Glass Melter”, PNL-3372, 1990.
9. IAEA, ”Techniques for Solidification of High-Level Waste”, Technical Report Series No. 176, IAEA, Vienna, 1977.
10. MARTONO H, ”Vitrification Process with Induction Heating”, Report of Scientific Visit, Commissariat A L’Energie Atomique, Perancis, 1989.
11. SUNG IL KIM et al, ”Economic Assestment on Vitrification Facility of Low and Intermediate-level Radioactive Wastes in Korea”, Waste Management Conference, Tuczon, 2003.