• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.

Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kesehatan dan keselamatan manusia serta mahluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya alam. Untuk mendapat air yang baik sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia, sehingga secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian pula secara kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.

Salah satu badan air yang merupakan kekayaan sumberdaya air adalah 1

(2)

sungai. Sungai merupakan sebuah fenomena alam yang terbentuk secara alamiah. Fungsi sungai adalah sebagai penampung, penyimpan irigasi dan bahan baku air minum bagi sejumlah kota disepanjang alirannya. Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatic yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan di sekitarnya.

Sungai juga merupakan tempat yang mudah dan praktis untuk pembuangan limbah, baik padat maupun cair, sebagai hasil dari kegiatan rumah tangga, industri rumah tangga, garmen, peternakan, perbengkelan, dan usaha-usaha lainnya. Dengan adanya pembuangan berbagai jenis limbah dan sampah yang mengandung beraneka ragam jenis bahan pencemar ke badan-badan perairan, baik yang dapat terurai maupun yang tidak dapat terurai akan menyebabkan semakin berat beban yang diterima oleh sungai tersebut. Jika beban yang diterima oleh sungai tersebut melampaui ambang batas yang ditetapkan berdasarkan baku mutu, maka sungai tersebut dikatakan tercemar, baik secara fisik, kimia, maupun biologi.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali Tahun 2009 menyebutkan bahwa sepuluh sungai di Provinsi Bali telah mengalami penurunan kualitas, karena terkontaminasi limbah. Kesepuluh sungai yang terkena limbah tersebut, antara lain Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Ayung, Tukad Jinah, Tukad Pakerisan, Tukad Unda, Tukad Sangsang, Tukad Saba, Tukad Bubuh, dan Tukad Yeh Sungi. Sungai tersebut masih digunakan sebagai tempat untuk mandi dan kebutuhan lain.

(3)

Sungai-sungai tersebut terindikasi mengandung Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), lapisan minyak, phosfat dan lainnya. Limbah tersebut bersumber dari kegiatan rumah tangga, aktivitas komersial, seperti usaha pembuatan tempe dan tahu, kegiatan peternakan, sablon dan lainnya (BLH Provinsi Bali, 2009).

Tukad Yeh Sungi merupakan salah satu sungai dari sepuluh sungai telah mengalami penurunan kualitas, karena terkontaminasi limbah. Tukad Yeh Sungi merupakan tukad lintas Kabupaten yang melintasi Kabupaten Tabanan dan Badung yang pada aliran air di daerah hilir dipergunakan sebagai sumber bahan baku air minum. Sungai/Tukad Yeh Sungi bermuara di perbatasan wilayah Kabupaten Tabanan dan Badung. Beberapa parameter pencemar yang telah melampaui baku mutu yaitu : BOD, COD, Total Fosfat, Total coliform, dan Faecal coliform.

Berdasarkan data tersebut dan terkait dengan pemanfaatannya sebagai air baku air minum menimbulkan ide untuk mengadakan penelitian di Tukad Yeh Sungi sehingga diketahui tingkat pencemaran yang terjadi sebagai upaya mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

(4)

1. Bagaimana sumber dan karakter pencemar yang berdampak pada perubahan kualitas air secara fisik, kimia, dan biologi pada hulu, tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi ?

2. Bagaimana Indeks Pencemaran Tukad Yeh Sungi pada wilayah hulu, tengah dan hilir ?

3. Bagaimana kualitas air Tukad Yeh Sungi secara fisik, kimia, dan biologi ?

1.3. Tujuan Penelitian

2. Menentukan sumber dan karakter pencemar yang berdampak pada perubahan kualitas air secara fisik, kimia, dan biologi pada tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi.

3. Menentukan Indeks Pencemaran pada hulu, tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi.

4. Mengetahui kualitas air pada Tukad Yeh Sungi secara fisik, kimia, dan biologi.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau acuan dalam memformulasi kebijakan dalam pengendalian pencemaran yang terjadi di Tukad Yeh Sungi.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi upaya pemeliharaan dan pemanfaatan Tukad Yeh Sungi.

3. Memberikan data dan informasi awal bagi para peneliti untuk melaksanakan penelitian lanjutan.

(5)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Air

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2010).

Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpah-limpah akan tetapi ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor (Effendi, 2003). Dari sekitar 1.386 juta km3 air yang ada di bumi, sekitar 1.337 km3 (97,39%) berada di samudera atau lautan dan hanya sekitar 35 juta km3 (25,53%) berupa air tawar di daratan dan sisanya dalam bentuk gas/uap. Jumlah air tawar tersebut sebagian besar (69%) berupa gumpalan es dan glasier yang terperangkap di daerah kutub, sekitar 30% berupa air tanah dan hanya sekitar 1% terdapat dalam sungai, danau dan waduk (Suripin, 2002). Kuantitas air di alam ini jumlahnya relatif tetap namun kualitasnya semakin lama semakin menurun. Kuantitas/jumlah air umumnya dipengaruhi oleh lingkungan fisik daerah seperti curah hujan, topografi dan jenis batuan sedangkan kualitas air sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti kepadatan penduduk dan kepadatan sosial (Hadi dan Purnomo, 1996 dalam Lutfi, 2006). Air yang memadai bagi konsumsi manusia hanya 0,003% dari seluruh air yang ada (Effendi, 2003).

(6)

Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan habitat laut dan daratan namun habitat ini mempunyai kepentingan bagi manusia yang jauh lebih berarti karena habitat air tawar merupakan sumber air yang praktis dan murah untuk berbagai keperluan, baik rumah tangga, domestik, maupun industri. Selain itu ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Odum, 1996).

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses-proses biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air. Kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air DAS.

Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan

(7)

penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya. Oleh karena itu ekosistem DAS perlu ditata pemanfaatannya agar dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan, industri, pertambangan, pariwisata dan pemukiman (Bappedal Jateng, 2002).

Sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1 – 1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan), jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat. Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai badan air dalam, keruh dan aliran air lambat (Mulyanto, 2007). Menurut Newson (1997) sungai merupakan bagian lingkungan yang paling cepat mengalami perubahan jika terdapat aktifitas manusia di sekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan luasnya daerah aliran sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai (Odum, 1996).

Sungai yang menerima bahan pencemar mampu memulihkan diri (self purification) dengan cepat, terutama terhadap limbah penyebab penurunan kadar

(8)

oksigen (oxygen demanding wastes) dan limbah panas. Kemampuan sungai dalam memulihkan diri dari pencemaran tergantung pada ukuran sungai dan laju aliran air sungai dan volume serta frekuensi limbah yang masuk (Lehler dalam Miller, 1975).

Kemampuan sungai untuk memulihkan diri sendiri dari pencemaran dipengaruhi oleh (1) laju aliran air sungai, (2) berkaitan dengan jenis bahan pencemar yang masuk ke dalam badan air. Senyawa nonbiodegradable yang dapat merusak kehidupan di dasar sungai, menyebabkan kematian ikan-ikan secara masif, atau terjadi magnifikasi biologis pada rantai makanan (Lehler dalam Miller, 1975).

2.3 Gambaran Umum Tukad Yeh Sungi

Tukad Yeh Sungi merupakan sungai lintas kabupaten dengan daerah aliran terletak disebelah Timur Kabupaten Tabanan yang berbatasan langsung dengan wilayah administrasi Kabupaten Badung. Sungai-sungai yang melintas di Kabupaten Tabanan pada bagian timur merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun karena hampir semua hulunya terletak di Kecamatan Penebel dan Kecamatan Baturiti yang merupakan daerah resapan air dan merupakan sungai dengan sumber mata air dalam jumlah yang banyak. Debit air dari mata air pada dua Kecamatan tersebut memiliki total debit air paling tinggi di bandingkan dengan debit air dari mata air di kecamatan lain karena kecamatan ini terletak pada dataran tinggi dengan perkebunan tanaman tahunan dan berdekatan dengan punggung dari wilayah bergelombang yang menjorok ke pantai yang telah

(9)

mengalami pengikisan selama ratusan tahun (Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010).

Panjang aliran Tukad Yeh Sungi 40,5 km dan luas daerah pengaliran sungai 39,2 km². Daerah hulu terletak di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan dan bermuara di wilayah Banjar Nyanyi, Desa Beraban, Kediri, Tabanan. (BLH Provinsi Bali, 2009). PDAM Kabupaten Tabanan sebagai punyuplai air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Tabanan mengembangkan pemanfaatan sumber air di daerah muara Tukad Yeh Sungi sebagai air baku air minum (Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2009)

2.4 Pencemaran

Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan-tindakan manusia yang disebabkan oleh perubahan pola pembentukan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika, kimia dan jumlah organisme. Perubahan-bahan ini dapat mempengaruhi manusia secara langsung atau tidak langsung melalui hasil pertanian, peternakan, benda-benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Fardiaz. 1992)

Menurut Hidayat (1981), pada dasarnya pencemaran lingkungan dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu : (1) gangguan, merupakan bentuk pencemaran yang paling ringan, (2) pencemaran temporer, berjangka pendek karena alam mampu mencernakannya sehingga lingkungan dapat kembali seperti semula, dan (3) pencemaran permanen, bersifat tetap karena alam tidak mampu kembali mencernakannya (dikenal sebagai perubahan sumberdaya alam).

(10)

Pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009) adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

2.4.1 Pencemaran Air

Pencemaran adalah suatu penyimpangan dari keadaan normalnya. Jadi pencemaran air adalah suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air (Wardhana, 2004).

Cottam (1969) mengemukakan bahwa pencemaran air adalah bertambahnya suatu material atau bahan dan setiap tindakan manusia yang mempengaruhi kondisi perairan sehingga mengurangi atau merusak daya guna perairan. Industri pertambangan dan energi mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan lingkungan karena mengubah sumber daya alam menjadi produk baru dan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan (Darsono, 1992).

Kumar (1977) berpendapat bahwa air dapat tercemar jika kualitas atau komposisinya baik secara langsung atau tidak langsung berubah oleh aktivitas manusia sehingga tidak lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan rumah tangga, pertanian, rekreasi atau maksud lain seperti sebelum terkena pencemaran.

Polusi air merupakan penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal. Ciri-ciri yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi (Sumengen, 1987).

(11)

2.4.2 Hal-hal yang Umumnya Menjadi Penyebab Pencemaran di dalam Perairan. Perkembangan penduduk dan kegiatan manusia telah meningkatkan pencemaran sungai-sungai, terutama sungai – sungai yang melintasi daerah perkotaan dimana sebagian air bekas kegiatan manusia dibuang ke sistem perairan yang sedikit atau tanpa pengolahan sama sekali terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air sungai (Darsono, 1992).

Penyebab pencemaran air berdasarkan sumbernya secara umum dapat dikategorikan sebagai sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi effluent yang keluar dari industri, TPA (Tempat Pemrosesan Akhir Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan air tanah mengandung mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. Penyebab pencemaran air dapat juga digolongkan berdasarkan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri, rumah tangga, dan pertanian (Suriawiria, 1996).

Beberapa jenis pencemar dan sumber pencemar yang dikemukakan oleh Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi (2003), secara ringkas seperti terlihat pada Tabel 2.1

(12)

Tabel 2.1

Jenis Pencemar dan Sumbernya Sumber Tertentu (point

source)

Sumber Tak Tentu (non point source) Jenis Pencemar Limbah Domestik Limbah Industri Limpasan Daerah Pertanian Limpasan Daerah Perkotaan 1. Limbah yang dapat

menurukan kadar oksigen X X X X 2. Nutrien X X X X 3. Patogen X X X X 4. Sedimen X X X X 5. Garam-garam - X X X

6. Logam yang toksik - X - X

7. Bahan organik yang

toksik - X X -

8. Pencemaran panas - X - -

Sumber : Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003) 2.4.3. Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan berupa sampah, air kakus (black water), dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009), limbah didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.

Limbah cair adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah, bisnis dan industri. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

(13)

terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan an-organik. Pelimbahan akan berbeda kekuatan dan komposisinya dari suatu kota ke kota yang lain disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda, sifat makanan dan pemakaian air perkapita. Tidak ada dua jenis sampah yang benar-benar sama. Pelimbahan pada kota-kota non industri, kebanyakan terdiri dari sampah domestik yang murni (Mahida, 1986).

Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. 2.4.4. Komponen Limbah Cair

Komponen limbah cair (Tchobanoglous and Eliassen dalam Soeparman, 2001) antara lain limbah cair domestik (domestic waste water), limbah cair industri (industrial waste water), rembesan dan luapan (infiltration and inflow). Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan, perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya. Limbah cair domestik mengandung susunan senyawa organik, baik itu alami maupun sintetis. Senyawa ini masuk ke dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Penyusun

(14)

utamanya berupa polysakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats) dan asam nukleat (nucleic acid).

Sugiharto (1987) menyebutkan bahwa komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat sesuai dengan sumber asalnya. Secara garis besar zat yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Komposisi dan Persentase Komponen Bahan Organik dalam Limbah (Sugiharto, 1987)

2.4.5 Indikator Pencemaran Perairan

Beberapa karakteristik atau indikator kualitas air yang disarankan untuk dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan, antara lain parameter fisika, kimia dan biologi (Effendi, 2003).

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :

- Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.

Air Limbah

Air (99, 9%) Bahan Padat (0,1 %)

Organik (70%) An Organik (30%) Protein (65 %) Karbohidrat (25 %) Lemak (10 %) Butiran Garam Metal

(15)

- Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.

- Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen. Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).

Pemantauan kualitas air pada sungai perlu disertai dengan pengukuran dan pencatatan debit air agar analisis hubungan parameter pencemaran air dan debit badan air sungai dapat dikaji untuk keperluan pengendalian pencemarannya (Irianto dan Machbub, 2003).

- Parameter Fisika a. Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air. Hal ini erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek kesehatan habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut : (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. (2) kecepatan reaksi kimia meningkat. (3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.(4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati. (Fardiaz, 1992)

(16)

b. Daya Hantar Listrik

Daya hantar listrik adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan cair untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan ion, total konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat pengukuran. Makin tinggi konduktivitas dalam air, air akan terasa payau sampai asin. (Mahida, 1986).

c. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS) dan Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS)

Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1989). Padatan yang terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter partikel Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter

Klasifikasi Padatan Ukuran Diameter (μm) Ukuran Diameter (mm)

Padatan terlarut <10-3 <10-6

Koloid 10-3 – 1 10-6 – 10-3

Padatan tersuspensi >1 >10-3

Sumber : APHA, 1989

Sugiharto (1987) mendefinisikan sebagai jumlah berat dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikro. Total padatan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan

(17)

kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang.

Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan. Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.

(18)

Mahida (1986) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

- Parameter Kimia

a. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam-asam karbonat menaikkan keasam-asaman suatu perairan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Mahida (1986) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak

ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah. b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

(19)

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalam bentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya dinyatakan dalam mg/l (ppm) (Darsono, 1992). Oksigen bebas dalam air dapat berkurang bila dalam air dalam terdapat kotoran/limbah organik yang degradable. Dalam air yang kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi persenyawaan yang tidak berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi persenyawaan nitrat, belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen bebas dalam air habis/sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh dan berkembang adalah bakteri anaerob (Darsono, 1992)

Oksigen larut dalam air dan tidak bereaksi dengan air secara kimiawi. Pada tekanan tertentu, kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan oksigen adalah pergolakan dan luas permukaan air terbuka bagi atmosfer (Mahida, 1986). Persentase oksigen di sekeliling perairan dipengaruhi oleh suhu perairan, salinitas perairan, ketinggian tempat dan plankton yang terdapat di perairan (di udara yang panas, oksigen terlarut akan turun). Daya larut oksigen lebih rendah dalam air laut jika dibandingkan dengan daya larutnya dalam air tawar. Daya larut O2 dalam air

limbah kurang dari 95% dibandingkan dengan daya larut dalam air tawar (Setiaji, 1995)

Terbatasnya kelarutan oksigen dalam air menyebabkan kemampuan air untuk membersihkan dirinya juga terbatas, sehingga diperlukan pengolahan air limbah untuk mengurangi bahan-bahan penyebab pencemaran. Oksidasi biologis

(20)

meningkat bersama meningkatnya suhu perairan sehingga kebutuhan oksigen terlarut juga meningkat (Mahida, 1986).

Ibrahim (1982) menyatakan bahwa kelarutan oksigen di perairan bervariasi antara 7-14 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air pada sore hari > 20 ppm. Besarnya kadar oksigen di dalam air tergantung juga pada aktivitas fotosintesis organisme di dalam air. Semakin banyak bakteri di dalam air akan mengurangi jumlah oksigen di dalam air. Kadar oksigen terlarut di alam umumnya < 2 ppm. Kalau kadar DO dalam air tinggi maka akan mengakibatkan instalasi menjadi berkarat, oleh karena itu diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0 ppm yaitu melalui pemanasan (Setiaji, 1995).

c. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD5)

Biochemical Oxygen Demand merupakan ukuran jumlah zat organik yang dapat dioksidasi oleh bakteri aerob/jumlah oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi sejumlah tertentu zat organik dalam keadaan aerob. BOD5

merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh

bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerobik yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik.

Menurut Mahida (1981) BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran limbah semakin besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk

(21)

menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang telah tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 200C. Nilai BOD

yang tinggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi syarat BOD air limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30 ppm.

Kristianto (2002) menyatakan bahwa uji BOD mempunyai beberapa kelemahan di antaranya adalah: (1) dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya, yang disebut juga Intermediate Oxygen Demand, (2) uji BOD membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari (3) uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD, melainkan ± 68 % dari total BOD, (4) uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut, misalnya germisida seperti klorin yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD kurang teliti.

d. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)

Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O.

Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Uji ini disebut dengan uji COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

(22)

bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air.

Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologis secara cepat berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi senyawa-senyawa organik tersebut juga menurunkan kualitas air. Bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O. Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi,

sehingga menghasilkan nilal COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang sama. Di samping itu bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sembilan puluh enam persen hasil uji COD yang selama 10 menit, kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama lima hari (Kristianto, 2002).

e. Fosfat (PO4)

Keberadaan fosfor dalam perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berguna di dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine trifosfate (ATP) dan adenosine difosfate (ADP) (Boyd, 1982)

Menurut Peavy et al. (1986), fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang

(23)

menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan.

Menurut Boyd (1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam air

minum adalah 0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan alami umumnya berkisar antara 0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm, tergolong perairan yang eutrof.

- Parameter Biologi

Air mempunyai peranan untuk kehidupan manusia, hewan tumbuh-tumbuhan dan jasad lain. Salah satu sumber daya air yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah sungai. Sungai sering dipakai untuk membuang kotoran baik kotoran manusia, hewan maupun untuk pembuangan sampah, sehingga air yang terdapat dalam sungai tersebut sering mengandung bibit penyakit menular seperti disentri, kolera, tipes dan penyakit saluran pencernaan yang lain. Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme pathogen (berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti permukiman, pertanian dan peternakan.

Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan air adalah bakteri Escherichia coli, yang merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia dan hewan sehingga disebut juga Faecal coliform. Faecal coliform adalah anggota dari coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,50C dan merupakan

(24)

bagian yang paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi, 2003).

Alaerts dan Santika (1994) menyatakan bahwa Faecal coliform merupakan bakteri petunjuk adanya pencemaran tinja yang paling efisien, karena Faecal coliform hanya dan selalu terdapat dalam tinja manusia. Jika bakteri tersebut terdapat dalam perairan maka dapat dikatakan perairan tersebut telah tercemar dan tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Bakteri coliform lainnya berasal dari hewan dan tanaman mati disebut dengan koliform non fecal.

2.5 Baku Mutu Lingkungan Hidup

Baku mutu lingkungan hidup didefinisikan sebagai ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009), sedangkan baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air .

Air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya,

sehingga dipandang perlu untuk melakukan upaya-upaya melestarikan fungsi air. Upaya yang dilakukan adalah dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis yaitu dengan menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

(25)

Pencemaran Air. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjaga agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air (Pemerintah Republik Indonesia, 2001).

Upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali akibat makin meningkatnya kegiatan pembangunan yang mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga dapat mengancam kelangsungan hidupnya yang ditimbulkan oleh limbah yang dibuang ke dalam media lingkungan hidup adalah dengan disusunnya Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup (Pemerintah Provinsi Bali, 2005). Tindak lanjut dari Peraturan Daerah maka Pemerintah Provinsi Bali menyusun Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup yaitu sebagai dasar dalam penetapan kelas air di Provinsi Bali.

Arti penting baku mutu lingkungan adalah untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, sebagai penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup serta untuk pengendalian terhadap pencemaran lingkungan.

2.6 Status Mutu Air Sungai

Status mutu air adalah kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan

(26)

membandingkan terhadap baku mutu air yang ditetapkan. Banyak cara untuk melakukan penilaian status mutu air pada suatu sumber air, yaitu diantaranya yang disajikan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003), tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, yaitu dengan Metoda Storet dan Metoda Indeks Pencemaran.

Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Metode ini menghubungkan tingkat pencemaran dengan dapat tidaknya air yang diperiksa dipakai untuk penggunaan tertentu dengan nilai – nilai parameter tertentu. Prosedur penggunaan Metode Indeks Pencemaran (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003) adalah :

a) Memilih parameter menjadi tiga kelompok.

b) Menghitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan

c) Menentukan nilai rata – rata dan maksimum dari keseluruhan data, masing-masing dinyatakan sebagai (Ci/Lij) R dan Ci/Lij M

(27)

PIj =

(Ci/Lij) 2M + (Ci/Lij) 2R

2 Keterangan :

(Cij/Lij) R = konsentrasi parameter kualitas air rata - rata (Cij/Lij) M = konsentrasi parameter kualitas air maksimum Pij = Indeks Pencemaran

Evaluasi terhadap nilai PI (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003) adalah:  0 ≤ PIj ≤ 1,0  kondisi baik (memenuhi baku mutu)  1,0 < PIj ≤ 5,0  tercemar ringan

 5,0 < PIj ≤ 10,0  tercemar sedang  PIj > 10,0  tercemar berat

(28)

BAB III

KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Penelitian

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan peningkatan aktivitas pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan memacu peningkatan aktivitas di segala bidang. Kondisi ini berpotensi menyebabkan besarnya volume limbah yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut. Bahan pencemar yang berasal baik dari aktivitas perkotaan (domestik), industri, pertanian dan sebagainya yang terbawa bersama aliran permukaan (run off), langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya gangguan dan perubahan kualitas fisik, kimia dan biologi pada perairan sungai tersebut yang pada akhirnya menimbulkan pencemaran. Pencemaran pada badan air selalu berarti turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu akan menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Tukad Yeh Sungi merupakan sungai lintas kabupaten yang melintasi Kabupaten Tabanan dan Badung. Tukad Yeh Sungi bukan merupakan sungai yang bermuara di laut, melainkan menjadi satu dengan muara Tukad Yeh Penet, yang terletak di Banjar Nyanyi, Desa Beraban, Kediri, Tabanan. Aliran air pada daerah muara dipergunakan sebagai air baku air minum oleh PDAM Kabupaten Tabanan. Data Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali Tahun 2009 (BLH Provinsi Bali, 2009) menunjukkan bahwa pada Tukad Yeh Sungi terdapat beberapa parameter pencemar yang telah melampaui baku mutu yaitu : BOD, COD, Fosfat, Total coliform, dan Faecal coliform. Berdasarkan data tersebut dan mengingat pemanfataanya sebagai air baku air minum maka dipandang perlu 28

(29)

melaksanakan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan tetap memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta untuk menjaga agar keseimbangan ekologis tetap terjaga. Rangkaian penelitian yang dilakukan adalah menentukan karakter sumber pencemar dengan melakukan identifikasi terhadap sumber pencemar dan melakukan analisis kualitas air dibandingkan dengan baku mutu untuk mengetahui tercemar atau tidak tercemarnya badan perairan akibat limbah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat. Secara singkat kerangka berfikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Sungai sebagai salah satu sumber daya air selama ini telah dimanfaatkan sebagai sumber air baku air minum, sumber air sektor industri, untuk pengairan, untuk badan air penerima berbagai limbah dan lain-lain. Sungai seringkali Pengukuran In Situ Tukad Yeh Sungi

Pengambilan Sampel Air Pengukuran Ex Situ

(Laboratorium)

Limbah yang berasal dari aktivitas manusia

Tercemar / Tidak Tercemar Analisis Data

1. Hasil Pengukuran Sampel Air Dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Air berdasarkan Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007.

2. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran

(30)

dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan akhir dari limbah hasil kegiatan manusia, yang dapat menambah beban pencemaran (Widyastuti dan Marfa, 2004). Oleh karena itu, untuk melestarikan sumber daya air diperlukan upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan keseimbangan ekologis. Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya. Demikian pula pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan mengendalikan masukan bahan-bahan pencemar terutama yang berasal dari kegiatan manusia serta penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.

Salah satu upaya mencegah sedini mungkin terjadinya pencemaran oleh bahan - bahan tertentu di perairan adalah dengan melaksanakan kegiatan pemantauan kualitas air secara rutin dan terstruktur oleh pemerintah sesuai kewenangannya. Melalui kegiatan pemantauan nantinya dapat dilakukan evaluasi terhadap kualitas air sehingga sangat menunjang dalam menetapkan suatu kebijakan yang strategis dalam pencegahan dan pengendalian terhadap degradasi kualitas air.

Ruang lingkup penelitian meliputi : identifikasi sumber-sumber pencemar dan analisis kualitas air dengan melakukan pengamatan terhadap parameter fisika, kimia air serta biologi pada Tukad Yeh Sungi dibandingkan dengan baku mutu air kelas 1 berdasarkan ketentuan Peraturan Gubernur Bali Nomor 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan

(31)

Hidup (Pemerintah Provinsi Bali, 2007). Penentuan status mutu air Tukad Yeh Sungi bertujuan untuk mengetahui tingkat kondisi mutu airnya apakah menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada dalam waktu tertentu dengan mempergunakan Metode Indeks Pencemaran sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003). Penentuan status mutu air dilakukan dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran untuk memperoleh evaluasi setiap kali sampling diambil, yaitu minimal sebanyak 3 kali pemantauan serta untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow,1974 dalam Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003). Secara ringkas konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2.

(32)

Gambar 3.2

Kerangka Konsep Penelitian Tukad Yeh Sungi

Analisis Kualitas Air

- Fisik : Debit, TSS, TDS, Suhu, Daya Hantar Listrik

- Kimia : pH, DO, BOD, COD, dan Total Fosfat - Biologi : Total coliform dan Faecal coliform

Pengambilan Sampel Air

Analisis Data

1. Hasil Pengukuran Sampel Air Dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Air berdasarkan Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007.

2. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran

Tercemar/Tidak tercemar

Pengukuran In Situ : Debit, TDS, Suhu, Daya Hantar Listrik, pH, DO

Pengukuran Ex Situ : BOD, COD, Fosfat, TSS, Total coliform dan Fecal coliform

(33)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan pedoman bagi seorang peneliti dalam melaksanakan penelitian agar data dapat dikumpulkan secara efisien, efektif serta dapat diolah dan dianalisis sesuai tujuan yang ingin dicapai. Manfaat rancangan penelitian adalah : (1) memberi pegangan yang lebih jelas kepada peneliti dalam melakukan penelitian, (2) menentukan batas-batas penelitian yang bertalian dengan tujuan penelitian, (3) memberi gambaran yang jelas tentang apa yang harus dilakukan dan memberi gambaran tentang macam-macam kesulitan yang akan dihadapi pada saat melakukan penelitian.

Merujuk pada kondisi perairan Tukad Yeh Sungi yang dituangkan dalam Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali tahun 2009, memunculkan ide untuk mengadakan penelitian pada perairan tersebut. Untuk mendukung ide tersebut maka perlu dilakukan studi kepustakaan mengenai situasi dan kondisi yang terdapat di Daerah Aliran sungai tersebut. Data sekunder yang diperlukan adalah peta DAS, aktivitas yang terdapat di sepanjang Tukad Yeh Sungi yang bertujuan untuk menentukan lokasi dan cara pengambilan sampel. Ide penelitian dituangkan dalam usulan penelitian. Usulan penelitian merupakan acuan dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Data primer yang diperoleh dari pengambilan sampel air maupun data sumber pencemar yang menyebabkan turunnya kualitas air kemudian dianalisis dengan Metode Indeks Pencemaran

(34)

sehingga diketahui Status Mutu Air Tukad Yeh Sungi. Secara singkat penelitian ini dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut : (a) mengumpulkan dan mempelajari pustaka yang ada kaitannya dengan topik penelitian, (b) orientasi lapangan, (c) menentukan wilayah penelitian, (d) menentukan variabel penelitian, (e) pengumpulan data primer dan data sekunder seperti : peta, data debit sungai, aktivitas manusia, data kualitas air, (f) analisis data, (g) hasil dan pembahasan dan (h) simpulan dan saran. Secara skematis tahapan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Tukad Yeh Sungi karena merupakan sungai yang sangat potensial yaitu dimanfaatkan sebagai sumber air baku bagi PDAM, irigasi pertanian, dan aktivitas manusia laiinya. Muaranya terletak di perbatasan wilayah Kabupaten Tabanan dan Badung dengan panjang aliran 40,5 km. Pengambilan sampel kualitas air dilakukan di titik pantau 1: Br. Palian, Desa Luwus, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, titik pantau 2: Br. Dakdakan, Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, titik pantau 3: Br. Nyanyi, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dasar penentuan titik pantau tersebut adanya perbedaan karakteristik dan aktifitas pada masing – masing titik pantau.

Pengambilan sampel air dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 selama 3 (tiga) minggu hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak stabil serta pengulangan sebanyak 3 minggu diharapkan mendekati kondisi yang sebenarnya dengan 9 (Sembilan) kali pengambilan dengan rincian sebagai berikut : minggu I

(35)

dilaksanakan tanggal 3, 5 7 Oktober 2011, minggu II dilaksanakan tanggal 10,12, 14 Oktober 2011 dan minggu III dilaksanakan tanggal 17, 19, 21 Oktober 2011. Peta Lokasi Tukad Yeh Sungi dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.1

Skema Rancangan Penelitian Pengambilan Sampel Air

Ide Penelitian

Identifikasi Aktivitas Masyarakat Studi Kepustakaan/

Pengumpulan Data Sekunder

Rancangan Usulan Penelitian

Pelaksanaan Penelitian

Pengukuran Kualitas Air (in situ dan ex situ)

Simpulan dan Saran Hasil dan Pembahasan

Observasi Lapangan dan wawancara

(36)

Gambar 4.2 Peta Lokasi Penelitian (Bappeda Kabupaten Tabanan, 2010)

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan pada Tukad Yeh Sungi mencakup :

1. Identifikasi terhadap sumber pencemar yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Identifikasi dibagi menjadi 2 (dua) wilayah yaitu wilayah I yang meliputi daerah hulu – tengah dengan karakteristik yang didominasi oleh areal pertanian dan pemukiman yang relatif cukup jauh dari Lokasi Penelitian

(37)

sungai dan wilayah II yang meliputi daerah tengah – hilir yang meliputi dengan karakteristik yang didominasi oleh pemukiman penduduk yang padat serta adanya kegiatan industri/usaha. Dasar pertimbangan penentuan masing-masing wilayah tersebut adalah bahwa karakteristik dan aktivitas pada kedua wilayah tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan sehingga diketahui dampak yang terjadi pada masing-masing wilayah tersebut.

2. Analisis kualitias air, mempergunakan baku mutu sebagai pembanding untuk kelayakan kualitas parameter sungai yaitu baku mutu air kelas I berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dengan alasan bahwa peruntukan air sungai sebagai air baku bagi PDAM Kabupaten Tabanan. 3. Data hasil pengukuran selanjutnya dianalisis dengan Metode Indeks

Pencemaran untuk mengetahui status mutu air Tukad Yeh Sungi. 4.3.1. Metode Pengambilan Sampel Air

Metode yang dipergunakan dalam pengambilan sampel air oleh peneliti bersama tim dari UPT Laboratorium Dinas PU Provinsi Bali adalah sampel gabungan (composite sampel) yaitu dengan cara mengambil sampel air dari beberapa titik dengan menggunakan alat botol sampel yang terbuat dari plastik untuk parameter fisika serta kimia dan untuk parameter mikrobiologi dengan botol kaca yang telah steril pada satu titik pantau kemudian dijadikan satu pada kedalaman 30 cm dari permukaan perairan sehingga diperoleh gambaran kondisi perairan yang sesungguhnya.

(38)

4.3.2.Penentuan Titik Pantau

Penentuan titik pantau air dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu dengan memperhatikan berbagai pertimbangan masukan limbah rumah tangga, limbah pertanian serta limbah usaha dan dari berbagai kegiatan manusia yang berlangsung di DAS dan dampak yang ditimbulkan pada sungai tersebut sehingga dapat diketahui kualitas air sebelum memasuki kawasan penelitian dan perubahan kualitas air yang diakibatkan oleh kegiatan manusia seperti pada daerah pemukiman, industri maupun pertanian. Pengambilan titik sampel di sungai dilakukan pada lokasi dimana air sungai tersebut telah betul-betul homogen atau tercampur dengan baik. Verifikasi bahwa pada titik sampel tersebut sudah terjadi percampuran air sungai yang baik maka perlu dilakukan pemeriksaan homogenitas dengan cara pengambilan beberapa sampel pada titik sepanjang lebar dan kedalaman sungai untuk dianalisis beberapa parameter yang khas seperti pH dengan alat pH meter, temperatur dengan alat termometer dan oksigen terlarut dengan metode titrasi langsung dilapangan. Jika hasil yang diperoleh tidak berbeda secara signifikan maka suatu titik sampling dapat ditentukan di tengah aliran atau titik lain yang mudah pengambilannya. Bila hasil analisis berbeda nyata dari satu titik dengan yang lainnya maka perlu diambil sampel dari beberapa titik yang dilalui aliran dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Titik Pantau 1 : Br. Palian, Ds. Luwus, Baturiti, Tabanan

(Hulu) S : 08° 24’ 2,87” E : 115° 11’ 5,43” 2. Titik Pantau 2 : Br. Dakdakan, Ds Abiantuwung, Kediri, Tabanan (Tengah) S : 08° 33’ 6,65” E : 115° 09’ 3,28”

(39)

3. Titik Pantau 3 : Banjar Nyanyi, Ds. Beraban, Kediri, Tabanan (Hilir) S : 08° 37’ 0,78” E : 115° 06’ 7,78” Peta lokasi titik pantau seperti terlihat pada Gambar 4.3.

PANDAK BADUNG KUKUH C A U B E L A Y U SEMBUNG CEPAKA BERINGKIT BELANWAK MEKAR SARI WERDI BUANA MENGWI SABONGAN A Y U N A N DAHA GULINGAN MENGWI TANI KABA KABA BUWIT MAMBU BELALANG MUNGGU CEMAGI KUWUM LUWUS ABIAN TUWUNG BANJAR ANYAR TUA PETAKA MARGA BERABAN PANDAK GEDE PEREAN KEDIRI

DENAH TITIK PANTAU PADA TUKAD YEH SUNGI

KETERANGAN

Batas Desa

Tukad Sungi

Titik Pengambilan Sampel

NYITDAH

Gambar 4.3

Denah Titik Pengambilan Sampel pada Tukad Yeh Sungi

4.4 Penentuan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : data primer dan data sekunder. Tengah S: 08°33’6,65’’ E:115°09’3,28’’ Hulu. S: 08°24’2,87’’ E:115°11’5,43’’ Wilayah I Wilayah II Hilir S: 08°37’0,78’’ E:115°06’7,78’’

(40)

4.4.1. Data Aktivitas Manusia di Wilayah I dan Wilayah II a. Data primer

Data primer ini diperoleh dari pengumpulan data dari informan dilakukan dengan wawancara mendalam mengenai jenis kegiatan dan aktifitas yang terjadi sepanjang tukad yeh sungi. Data yang diperoleh dari informan dituangkan dalam tabel aktifitas sumber pencemar (Tabel 4.2). Selain itu, pengumpulan data primer juga dilakukan melalui pengamatan (observasi).

Data primer yang dikumpulkan terdiri dari : 1. Faktor penyebab penurunan kualitas air.

2. Hubungan-hubungan antar berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air

b. Data sekunder

Data sekunder bersumber dari instansi terkait yang menangani masalah DAS, buku, situs internet, jurnal - jurnal, skripsi dan tesis serta laporan penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian perubahan kualitas air sungai Data sekunder yang dikumpulkan:

1. Gambaran umum DAS dan profil masyarakat desa.

2. Hasil penelitian atau artikel pada jurnal mengenai pencemaran yang terjadi pada DAS.

4.4.2 Data Kualitas Air a. Data Primer

Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan (in-situ) dan analisis laboratorium (ex-situ). Analisis secara ex-situ dilakukan pada

(41)

Laboratorium Dinas PU Provinsi Bali dan Laboratorium Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan.

b. Data Sekunder

Data sekunder bersumber dari instansi terkait yang menangani masalah DAS, buku, situs internet, jurnal-jurnal, skripsi dan tesis serta laporan penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian perubahan kualitas air sungai. 4.5 Variabel Penelitian.

4.5.1 Variabel Kualitas Air

1. Fisika : debit air, suhu, kekeruhan, TDS dan TSS, daya hantar listrik. 2. Kimia : pH, DO, BOD, COD, dan Total Fosfat.

3. Biologi : faecal coliform dan total coliform.

Pengambilan parameter di atas karena karakteristik daerahnya didominasi oleh aktivitas pertanian dan pemukiman yang disertai dengan peternakan dan beberapa kegiatan/usaha antara lain bengkel, laundry, pencucian mobil dll.

Parameter pengukuran secara in situ dan ex situ ditentukan dengan cara seperti yang tercantum pada Tabel 4.1.

4.5.2 Variabel Aktivitas Manusia.

Pengumpulan data untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah yang masuk ke perairan sungai dilakukan dengan wawancara dan dari data sekunder. Metode survei digunakan untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam penurunan kualitas air di sungai tersebut. Hal–hal yang diamati adalah (1) jenis kegiatan/usaha yang ada, (2) jumlah kegiatan/usaha dan (3) lokasi. Variabel aktivitas manusia ditampilkan dalam bentuk tabel seperti terlihat pada Tabel 4.2.

(42)

Tabel 4.1

Parameter Kualitas Air yang Diukur, Metode Analisis dan Alat-alat Pengukuran

Parameter Satuan Metode Analisis Peralatan

I. Fisika

Suhu 000C Pemuaian Thermometer

TSS TDS mg/l Gravimetri Potensiometri Timbangan analitik TDS Meter

Daya Hantar Listrik µs Potensiometri Conductovitymeter

Kekeruhan NTU Turbidimetri Turbidimeter

II. Kimia

pH - Potensiometri pH meter

DO mg/l Titrimetri winkler Peralatan titrasi

BOD5 mg/l Titrimetrik Peralatan titrasi

COD mg/l Spektrofotometrik Spektrofotometer

Total Phosfat mg/l Spektrofotometrik Spektrofotometer III. Mikrobiologi

Fecal coliform MPN/100 ml Metode MPN Tabel MPN, filter Total coliform MPN/100 ml Metode MPN Tabel MPN, filter

Sumber : Alaerts dan Santika (1994) Tabel 4 .2

Aktivitas Sumber Pencemar

No Jenis Kegiatan Jumlah Lokasi 1 Pemukiman 2 Laundry 3 Pertanian 4 Hotel/Villa

(43)

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian terdiri dari : seperangkat alat pengambilan sampel kualitas air, meteran, stop watch dan bola pingpong, GPS, alat dokumentasi, komputer, peta sungai, wadah sampel air, dan bahan pengawet,

4.7. Prosedur Penelitian 4.7.1.Parameter Fisika a. Suhu

Alat yang dipergunakan adalah termometer gelas air raksa, pengukuran suhu dilakukan dengan tujuan mengetahui suhu air dan suhu lingkungan.

Cara Kerja :

Termometer yang dipergunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan termometer presisi atau dengan percobaan titik beku dan titik didih air. Pengukuran sampel air sungai dilakukan secara in situ. Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum mengukur sampel air adalah dengan mencatat suhu udara sekitar. Termometer gelas air raksa dicelupkankan ke dalam perairan, ditunggu beberapa menit. Diangkat dan dicatat suhunya. Pengukuran temperatur pada kedalaman tertentu adalah dengan memasang termometer pada water sampler.

b. Total Suspended Solid (TSS)

Pengukuran TSS dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berat atau jumlah zat-zat yang tersuspensi di dalam 1000 ml air sampel yaitu dengan cara menimbang berat zat-zat tersuspensi dalam air yang tertinggal pada kertas saring.

(44)

Metode :yang dipergunakan adalah Gravimetri dan cara kerjanya adalah : (1) ditimbang dan dicatat berat kertas saring bersih yang dipakai (A gram), (2) Sebanyak 500 ml sampel air disaring dan disisihkan air yang telah disaring di dalam gelas piala, (3) kertas saring yang telah dipakai tadi dikeringkan dengan didiamkan pada suhu kamar, (4) selanjutnya kertas saring beserta padatannya ditimbang (B gram) dan dihitung padatan tersuspensi air sampel tersebut.

Perhitungan : 1000 x (B – A)

Volume sampel (ml) = …………. gram/Liter...(1)

Keterangan :

A = berat kertas saring bersih yang akan dipakai. B = berat kertas saring beserta padatannya.

c. Total Dissolved Solid (TDS)

Pengukuran TDS dilakukan untuk mengukur banyaknya zat padat total dalam contoh uji dalam satuan mg/l. Alat yang digunakan untuk mengukur TDS adalah TDS meter. Metode yang dipergunakan adalah Potensiometri.

Cara kerja:

Alat dihidupkan dengan menekan tombol mode, kemudian set ditekan untuk mencari analisis TDS lalu ditunggu hingga pada layar tertera nilai ppm, kemudian dimasukkan elektrode alat pada sampel yang diukur lalu ditunggu hingga nilai yang tertera pada layar menunjukkan nilai yang stabil / tidak berubah-ubah dalam satuan ppm. Nilai yang tertera pada alat merupakan nilai TDS yang terkandung di dalam sampel yang diukur. Setelah selesai pengukuran eletroda TDS meter

(45)

diangkat dan dibilas dengan air suling / aquades lalu dikeringkan dengan tisue. Kemudian alat matikan dengan menekan tombol mode hingga pada layar tidak muncul nilai.

d. Kekeruhan

Mengukur kekeruhan berarti menghitung banyaknya bahan-bahan terlarut di dalam air, misalnya lumpur, alga (ganggang), detritus dan bahan-bahan kotoran lainnya. Sungai yang keruh menyebabkan cahaya matahari yang masuk ke permukaan air berkurang mengakibatkan menurunnya proses fotosinstesis oleh tumbuhan air sehingga suplai oksigen yang diberikan oleh tumbuhan dari proses fotosintesis berkurang. Bahan-bahan terlarut dalam air juga menyerap panas yang mengakibatkan suhu air meningkat sehingga jumlah oksigen terlarut dalam air berkurang. Pengukuran kekeruhan air sungai diukur dengan turbidity meter. Pengukuran ini dapat langsung dilakukan di lapangan dan secara otomatis nilai kekeruhannya dapat diketahui dalam satuan NTU (Nephlometer Turbidity Units). Metode yang digunakan adalah visual dengan turbidimeter Hellige. Cara uji adalah dengan membandingkan intensitas cahaya yang melalui contoh air dengan intensitas cahaya yang melalui larutan baku silika. Langkah-langkah pengukuran kekeruhan adalah :

a. Alat turbidimeter dikalibrasi dengan tujuan untuk menjamin tingkat ketelitian dalam pengukuran.

b. Cara pengoperasian alat

1. Ditekan tombol on/off untuk menghidupkan alat, ditunggu hingga layar menyala dan tertera “Rd”.

(46)

2. Sampel dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian ditutup lalu read ditekan dan ditunggu hingga muncul nilai pada layar, nilai tersebut merupakan nilai kekeruhan sampel.

e. Daya Hantar Listrik (DHL)

Daya hantar listrik adalah kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Daya hantar listrik menunjukkan adanya bahan kimia terlarut seperti NaCl. Konduktivitas air dapat meningkat dengan adanya ion-ion logam berat yang dilepaskan oleh bahan-bahan polutan. Daya hantar listrik dinyatakan sebagai umhos/cm adalah konduktan dari suatu konduktor dengan panjang 1 cm dan mempunyai penampang 1 cm2. Peralatan yang dipergunakan adalah

konduktometer. Konduktometer yang digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara alat dihidupkan kemudian tombol ditekan. Cara kerja untuk pengukuran daya hantar listrik adalah :

a. Kalibrasi alat untu menjamin tingkat ketelitian hasil pengukuran. b. Cara penggunaan

1. Electrode dicelupkan ke dalam wadah yang berisi sampel lalu dilihat pada nilai yang tertera pada alat, ditunggu hingga nilai pada layar stabil.

2. Nilai yang tertera pada layar merupakan nilai sampel. 4.7.2 Parameter Kimia

a. pH

Besarnya angka pH dalam air dapat dijadikan indikator adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan unsur hara yang bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatis. Kondisi pH air mempunyai peran penting bagi kehidupan

(47)

organisme yang ada di dalamnya (Odum, 1996). Alat yang dipergunakan adalah pH meter

Cara Kerja :

Alat dihidupkan dengan menekan tombol on/off, kemudian ditekan Cal hingga muncul insert pH pada layar monitor, selanjutnya elektroda dimasukkan ke larutan buffer pH 7, setelah itu Cal ditekan sampai muncul nilai 7 pada layar monitor. Eletroda diangkat dibilas menggunakan akuades. Langkah selanjutnya Cal ditekan sampai muncul insert buffer pH 4 pada layar monitor, lalu eletroda pH dimasukkan ke dalam larutan buffer pH 4 sampai muncul nilai pH 4 pada layar monitor. Setelah selesai dikalibrasi, alat dapat digunakan dengan cara sebagai berikut : (1) elektroda dimasukkan ke dalam sampel yang akan di ukur (2) kemudian tombol read pada alat ditekan, ditunggu hingga nilai pada alat stabil. Angka yang stabil tersebut merupakan nilai pH pada sampel yang diukur.

b. DO (Dissolved Oxygen)

Pengukuran DO dilakukan untuk mengetahui berapa banyak jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme dalam mendegradasi bahan buangan organik secara aerob (Fardiaz, 1992). Metode yang dipergunakan untuk analisis oksigen terlarut di lapangan dan di laboratorium adalah metode titrasi.

Alat dan bahan yang dipergunakan adalah :

- Botol Winkler, pipet tetes, perangkat titrasi, pipet volume

- Iodida alkali (perekasi Winkler), H2SO4pekat, larutan Mangan sulfat/ MnSO4

48 %.Natrium tiosulfat 0,025 N , Indikator amylum 1 % Cara Kerja Metode titrasi :

(48)

a. Sebanyak 1 ml MnSO4ditambahkan ke dalam sampel di dalam botol Winkler,

lalu dikocok dan ditunggu hingga terbentuk endapan.

b. Sebanyak 1 ml larutan alkali iodida azide ditambahkan. Setiap penambahan pereaksi dihindarkan terjadinya gelembung udara, kemudian dikocok dengan membalik-balikkan botol beberapa kali sampai terbentuk endapan. Jika proses pengendapan sudah sempurna (endapan terjadi kira-kira ½ bagian botol) kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat, yang dialirkan melalui dinding

bagian dalam dari leher botol, kemudian ditutup kembali. Selanjutnya dikocok hingga endapan larut. Sebanyak 100 ml sampel tersebut diambil, lalu dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0,025 N sampai berwarna coklat muda. Ditambahkan indikator amilum (biru) 1 ml (timbul warna biru). Dititrasi kembali dengan larutan Natrium tiosulfat, dari biru sampai menjadi bening. Dicatat berapa ml Natrium tiosulfat yang dipakai.

Perhitungan :

Kadar oksigen terlarut (DO) dengan titrasi

ml. titran x N thiosulfat x 8000 (ml contoh)

DO (mg/L) = ………..(2)

c. ` BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Pengukuran BOD dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan buangan organik yang ada dalam air secara aerob, pengukuran BOD dilakukan selama lima hari. Nilai BOD tinggi berarti jumlah bahan buangan yang ada dalam air tinggi (Wardhana, 1995).

(49)

Alat : Botol Winkler, pipet tetes, pipet volumetric, Erlenmeyer, buret dan statif Bahan yang dipergunakan dapat dilihat pada pemeriksaan O2(DO)

Cara kerja :

Sebanyak 100 ml sampel air disaring dari lumpur, kemudian diambil 75 ml sampel air yang telah disaring, diencerkan dengan aquadest 100X dan dimasukkan ke dalam 2 botol Winkler. Disimpan dalam keadaan gelap (dibungkus dengan kertas karbon atau plastik hitam) dan ditempat yang gelap. Dicatat suhu air dan jam penyimpanan. Dihitung kadar O2 nya setelah 5 hari kemudian. Terhadap

sampel juga dihitung kadar O2 sesaat. Kemudian dicatat kadarnya.

Perhitungan : Kadar BOD (mg/l) = (DO sesaat – DO5) x pengenceran ...(3)

d. COD (Chemical Oxygen Demand)

Tes COD digunakan untuk menghitung kadar bahan organik yang dapat dioksidasi. Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan buangan dalam air yang dapat dioksidasi secara kimia dengan menggunakan larutan K2Cr2O7. Angka COD biasanya lebih tinggi dari angka BOD karena lebih banyak

bahan buangan organik yang dapat dioksidasi secara kimia, selain itu waktu untuk pengukuran COD lebih singkat, hanya 15 menit (Fardiaz, 1992).

Bahan yang diperlukan untuk Pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand) adalah sebagai berikut :

Air suling, Larutan pencerna / digestion solution (K2Cr2O7, H2SO4 pekat,

HgSO4), pereaksi asam sulfat (Ag2SO4, H2SO4 pekat), asam sulfamat (NH2SO3H),

dan larutan standar KHP/Kalium Hidrogen Phtalat (HOOCC6H4COOK).

Gambar

Gambar   3.1     Kerangka Berpikir Penelitian
Gambar 4.2    Peta Lokasi Penelitian   (Bappeda Kabupaten Tabanan, 2010)
Tabel 5.1    Penggunaan Lahan
Tabel 5. 3   Alih Fungsi Lahan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan teori pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif (Notoatmodjo, S, 2003) yaitu : tahu (mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya)

(1) Pendapatan asli daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a direncanakan sebesar Rp291.447.681.781,00 (Dua ratus sembilan puluh satu milyar empat ratus

Berdasarkan simpulan hasil analisis data dan pembahasan di atas, berikut diajukan tiga saran:Pertama, mengenai penerjemahan teks, khususnya teks jenis karya sastra,

Karena Raja Dushmanta tetap diam, tak menanggapi, bahkan membuang muka, Syakuntala melanjutkan kata-.. “Seorang suami yang merasuk ke dalam tubuh istrinya akan keluar dalam

 Bagi santri yang ingn puang harus minta surat keterangan dari guru Bagi santri yang ingn puang harus minta surat keterangan dari guru yang bersangkutan di sekolah.. yang

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah membuat sistem pakar yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk memberikan informasi mengenai hama dan penyakit pada

Agustus 1995 yang menjadi pemicu dari tumbuhnya media online di Indonesia sampai berkembang pesat seperti sekarang, selain itu media online juga memanfaatkan

Namun buku yang dipakai untuk mengajarkan mata pelajaran Seni Budaya dan Ketrampilan khususnya seni musik ialah buku dengan kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan