TINJAUAN
AL-MAS}LAH}AH AL-MURSALAH
TERHADAP
PENOLAKAN RENCANA PERKAWINAN WANITA HAMIL
KORBAN PEMERKOSAAN DENGAN LAKI-LAKI LAIN
(Studi Kasus di Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung)SKRIPSI
Oleh:
Afif Hidayatul Mahmudah NIM: C91215092
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Program Studi Hukum Keluarga Islam
Surabaya 2019
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan yang terjadi di Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung dalam menolak rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain Dari sini munculah rumusan masalah sebagaimana berikut: 1) Bagaimana dasar pertimbangan penolakan rencana perkawinan oleh wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain di Desa Bulus yang dikonsultasikan dengan PPN KUA Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung? 2) Bagaimana tinjauan al-mas}lah}ah al-mursalah terhadap penolakan rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain di Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung?
Data penelitian dihimpun melalui wawancara dan dokumentasi, dianalisis dengan teknik deskriptif, dengan pola pikir deduktif. Data juga dianalisis dengan
menggunakan teori-teori umum al-mas}lah}ah al-mursalah terkait penolakan
permasalahan rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain.
Hasil penelitian dasar pertimbangan Perangkat Desa Bulus yang dikonsultasikan dengan PPN KUA Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung dalam menolak rencana perkawinan tersebut berdasarkan pada Kompilasi Hukum Islam. Dalam hal ini t\\erdapat pada pasal 53, pasal 99, pasal 40 poin b. Perlu dipahami bahwa masa iddah berlaku bagi seseorang yang sudah menikah secara sah. Selama tidak terjadi sebuah perkawinan yang sah, maka masa iddah tidak
diberlakukan untuk dirinya. Selanjutnya tinjauan al-mas}lah}ah al-mursalah
terhadap penolakan rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain mengacu pada pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i yang memperbolehkan mengawini perempuan zina tanpa menunggu masa habis iddahnya. Menurut Imam Syafi’i setelah akad nikah boleh melakukan hubungan suami istri, karena tidak mungkin akan terjadi percampuran antara sperma laki-laki yang menzinahinya dengan sperma laki-laki yang menikahinya. Hadirnya laki-laki lain menikahi wanita korban pemerkosaan merupakan solusi yang terbaik untuk memberikan semangat hidup untuk hidup korban. Di sinilah perlu sebuah pembaruan hukum bagi wanita hamil korban pemerkosaan.
Berdasarkan uraian di atas diharapkan adanya pembaharuan hukum untuk memberikan perlindungan hukum secara khusus atas hak-hak, keadilan, dan nama baik bagi wanita hamil korban pemerkosaan karena KHI belum bisa menyelesaikan permasalahan yang demikian. Dalam menerapkan KHI juga harus lebih fleksibel, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami, apalagi di sini sebagai korban.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM i
PERNYATAAN KEASLIAN ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
PENGESAHAN iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vi
MOTTO viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TRANSLITERASI xii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah 9
C. Rumusan Masalah 10 D. Kajian Pustaka 11 E. Tujuan Penelitian 15 F. Kegunaan Penelitian 16 G. Definisi Operasional 17 H. Metode Penelitian 18 I. Sistematika Pembahasan 24
BAB II KONSEP PERNIKAHAN DAN AL-MAS}LAH}AH AL-MURSALAH
DALAM ISLAM 28
A. Konsep Pernikahan Dalam Islam 28
1. Pengertian dan Dasar Perkawinan 28
2. Anjuran Perkawinan 33
3. Tujuan dan Hikmah Perkawinan 38
4. Prinsip-Prinsip Perkawinan 41
6. Pendapat Para Ulama tentang Menikahi Wanita Hamil Korban
Pemerkosaan 50
B. Konsep Al-Mas}lah}ah Al-Mursalah dalam Islam 58
1. Pengertian Al-Mas}lah}ah 58
2. Pengertian Al-Mas}lah}ah Al-Mursalah 61
3. Kehujjah}an al-Mas}lah}ah al-Mursalah 63
4. Syarat-Syarat al-Mas}lah}ah al-Mursalah 65
BAB III PENOLAKAN RENCANA PERKAWINAN WANITA HAMIL
KORBAN PEMERKOSAAN DENGAN LAKI-LAKI LAIN DI DESA BULUS KECAMATAN BANDUNG KABUPATEN
TULUNGAGUNG 67
A. Profil KUA Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung 66
1. Profil KUA Kecamatan Bandung 67
2. Struktur Organisasi Kecamatan Bandung 72
3. Bidang Pelayanan Kecamatan Bandung 77
4. Program kerja KUA Kecamatan Bandung Kabupaten
Tulungagung 81
B. Kronologi Kasus Wanita Hamil Korban Pemerkosaan Dengan
Laki-Laki Lain 83
C. Dasar Pertimbangan Penolakan Desa Bulus Yang
Dikonsultasikan Dengan PPN KUA Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung Terhadap Rencana Perkawinan Wanita Hamil Korban Pemerkosaan dengan Laki-Laki Lain 86
BAB IV TINJAUAN AL-MAS}LAH}AH AL-MURSALAH TERHADAP
PENOLAKAN RENCANA PERKAWINAN OLEH WANITA HAMIL KORBAN PEMERKOSAAN DENGAN LAKI-LAKI
A. Analisis Terhadap Pertimbangan Desa Bulus Yang
Dikonsultasikan Dengan PPN KUA Kecamatan Bandung
Kabupaten Tulungagung Dalam Menolak Rencana
Perkawinan Wanita Hamil Korban Pemerkosaan Dengan
Laki-Laki Lain 89
B. Analisis Al-Mas}lah}ah Al-Mursalah Terhadap Wanita Hamil
BAB V PENUTUP 108 A. Kesimpulan 108 B. Saran 109 DAFTAR PUSTAKA 110 LAMPIRAN 114
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum perkawinan di Indonesia sudah diatur di dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan sendiri sudah
dijelaskan dalam pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan bahwa; ‚Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan
Yang Maha Esa.‛1 Selanjutnya, perkawinan yang dianggap sah dijelaskan
secara rinci pada pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagai mana berikut: ‚1) Perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu; 2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.‛2
Berdasarkan pasal 1 dan 2 di atas dapat disimpulkan bahwa suatu
perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah,
warahmah dan suatu perkawinan diperbolehkan selama tidak ada halangan yang menghalanginnya selama menurut hukum masing-masing agama
memperbolehkannya, sekaligus perkawinan tersebut dapat diakui di mata
1 Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 2 Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2
hukum apabila dicatatkan di lembaga yang diberi tugas oleh undang-undang
untuk mencatatnya, hal ini adalah Kantor Urusan Agama (KUA).
Perkawinan merupakan salah satu tanda kebesaran dari-Nya, manusia
diciptakan secara berpasangan-pasangan. Sebagaimana firman Allah sebagai
berikut:
1. Surah Ar-Ru>m [30] ayat 21:
‚Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir‛.3
2. Surah Adh-Dhariya>t [51] ayat 49:
‚Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat akan kebesaran Allah.‛4
Hukum perpasangan atau yang dinamai ‚law of sex‛ diletakkan oleh Maha Pencipta bagi segala sesuatu. Perkawinan adalah sunatullah, dalam arti
‚Ketetapan Tuhan diberlakukannya terhadap semua makhluk.‛ Perkawinan
adalah aksi dari satu pihak yang disambut dengan reaksi penerimaan oleh
pihak lain, yang satu mempengaruhi dan yang lain dipengaruhi. Atas dasar
3 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Al-Jumanatul ‘Ali (Jakarta: CV Penerbit J-Art), 406.
3
inilah law of sex berjalan dan atas dasar itu pula alam raya ditegakkan dan
diatur oleh Allah. 5
Perkawinan merupakan suatu prosesi yang sangat ditunggu-tunggu
oleh setiap manusia, khususnya bagi seorang permpuan. Prosesi ijab qabul
diyakini sebagai perosesi yang begitu sakral dan berharap hanya terjadi satu
kali dalam seumur hidup. Menikah salah satu ibadah yang semakin
mendekatkan diri pada Sang Pencipta karena dapat menggenapi separuh dari
agama, sebagaimana hadis Rasulullah:
‚Jika seorang hamba menikah maka ia telah menyempurnakan setengah dari agamanya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah untuk
menyempurnakan setengah yang tersisa.‛ HR. Baihaqi.6
Semua harapan akan keluarga impian seketika hancur saat kehormatan
seorang perempuan direnggut oleh laki-laki secara paksa sebelum
terucapnya kata qabiltu atau yang lebih dikenal dengan istilah pemerkosaan. Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa dan
dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Kesendirian nyatanya
memiliki dorongan yang lebih kuat lagi terasingkan bahkan sampai
menghantui manusia, karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial.
Makhluk yang membawa sifat ketergantungan.
‚
Khalaqa Al-Insa>na Min
5 M. Quraish Shihab, Pengantin AlQur’an; Kalung Permat Buat Anak-Anakku (Tanggerang: Lentera Hati, 2007), 2.
4
‘Alaq‛, begitu bunyi wahyu pertama Al-Qur’an.7 Hal ini pula yang dirasakan
oleh wanita korban pemerkosaan.
Kejadian pemerkosaan menghancurkan hidup korban yang
mengakibatkan korban down bahkan sampai membuatnya tekanan mental.
Apalagi dari kejadian tersebut mengakibatkan dirinya berbadan dua, maka
tekanan mentalnya semakin terguncang. Wanita tersebut membutuhkan
penguat dalam menjalani hidup yang lebih lama, yang ia butuhkan adalah
penguat, sandaran, yaitu pasangan selain orang tua dan keluarganya. Hal ini
guna membangkitkan semangatnya dan menumbuhkan rasa percaya dirinya
bahwa dia sama dengan wanita suci lainnya, bukan sama dengan wanita zina.
Oleh karena itu, wanita korban pemerkosaan pun berhak menikah, sekalipun
dengan laki-laki lain (laki-laki yang bukan menghamilinya).
Di masyarakat wanita hamil korban pemerkosaan bukan dilihat sebagai
korban, melainkan sebagai wanita yang perilakunya kurang baik. Tidak
hanya itu, nyatanya hal ini terjadi di Desa Bulus Kecamatan Bandung
Kabupaten Tulungagung setempat. Faktanya, kasus ini di masyarakat terjadi
sebuah penolakan rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan
yang akan dilangsungkan dengan laki-laki lain.
Padahal kalau dikaji lebih dalam perkawinan dengan wanita hamil itu
diperbolehkan, sebagimana yang termuat dalam pasal 53 BAB VIII
Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi, ‚1) Seorang wanita hamil di
luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilimya; 2)
5
Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anakknya; 3) Dengan
dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan
perkawinan ulang setelah anak yang dikandungnya lahir.‛8
Realita kehidupan masyarakat, wanita hamil korban pemerkosaan tidak
diperkenankan untuk menikah dengan laki-laki lain sekalipun sudah
mendapatkan surat legal dari kepolisian. Wanita tersebut merupakan korban
pemerkosaan. Salah satunya peristiwa ini sempat ditolak oleh pihak Desa
Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung. Dalam masalah ini
kebijakan desa setempat menolak atas rencana perkawinan yang akan
dilakukan oleh wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain.
Padahal laki-laki tersebut merupakan seseorang yang dapat memberikan
harapan baru dan sebagai penyemangat untuk wanita tersebut menjalankan
hidup ini.
Menurut Abdul Manan dalam bukunya yang bejudul ‚Aneka Masalah
Hukum Perdata Islam di Inodonesia‛ menyebutkan bahwa kebolehan hamil
terbatas bagi laki-laki yang menghamilinya. Ketentuan ini berdasarkan pada
firman Allah dengan surat An-Nu>r ayat 3. Dikemukan bahwa laki-laki yang
berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau laki-laki
yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh
laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik dan yang demikian itu
diharapkan atas orang-orang mukmin. Oleh karena itu, dapat dipahami
6
bahwa kebolehan kawin dengan perkawinan hamil bagi laki-laki yang
menghamilinya adalah pengecualian, karena laki-laki yang menghamilinya
tepat menjadi jodoh mereka. Sedangkan laki-laki yang mukmin (laki-laki
lain) tidak pantas bagi mereka. Dengan demikian, selain laki-laki yang
menghamili perempuan yang hamil diharamkan untuk menikahinya.9
Konteks yang ditafsirkan oleh Abdul Manan pada pasal 53 ayat 1 KHI
tidak bisa disamakan antara wanita zina dengan wanita korban pemerkosaan.
Kasus pemerkosaan, wanitalah yang menjadi korban, sedangkan wanita zina,
dia melakukannya dengan dasar sama-sama suka. Sebagaimana kaidah fiqih:
‚Segala perbuatan tergantung pada niatnya.‛
Adanya kaidah di atas dapat diartikan bahwa niat yang berbeda akan
menghasilkan hukum yang berbeda pula. Posisi wanita hamil karena zina
dengan wanita hamil korban pemerkosaan pun seharusnya juga berbeda.
Tidak dapat hukum diterapkan sama rata, padahal dasar dari latar belakang
peristiwa pun berbeda. Tekanan mental pasti akan dirasakan wanita korban
pemerkosaan dan terjadi kemudharatan lainnya. Bukankah lebih baik
menghilangkan kemudharatan untuk mencapai kemaslahatan itu lebih
dianjurkan, sebagaimana kaidah fiqih:
‚Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan.‛
9 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenanda Media Grup, 2006), 37-38.
7
Melakukan perbuatan aborsi diperbolehkan, apabila kehamilan tersebut
akibat pemerkosaan sebagaimana dalam pasal 2 (poin b ayat 2) Ketentuan
Hukum 2 Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi, yang
menyatakan bahwa dalam keadaan hajat yang berkaitan kehamilan yang
dapat dilakukan aborsi yaitu, kehamilan akibat pemerkosaan yang ditetapkan
oleh tim yang berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga
korban, dokter, dan ulama.10
Dalam kasus pemerkosaan, wanitalah yang sangat dirugikan dan
berdampak secara langsung terhadap dirinya. Dampak bagi wanita korban
pemerkosaan terjadi baik berupa fisik, sosial, dan psikologis. Dampak
fisiknya, yaitu hilangnya kehormatan wanita yang diambil secara paksa.
Tidak hanya berhenti di situ, dapat mengakibatkan wanita tersebut sampai
hamil, sedangkan dampak sosial yang dirasakan wanita korban pemerkosaan
adalah anggapan masyarakat yang dicapkan pada dirinya sebagai wanita
murahan. Dampak yang lebih hebat lagi yang dirasakan wanita korban
pemerkosaan adalah dampak psikologinya yang trauma pasca kejadian
pemerkosaan yang terjadi pada dirinya.
Fenomena terhadap menikahi wanita hamil korban pemerkosaan perlu
dipahami, bahwa wanita hamil korban pemerkosaan tidak dapat disamakan
dengan wanita hamil akibat zina. Wanita hamil korban pemerkosaan harus
dilihat sebagai korban sehingga di mata hukum mereka tetap dianggap
sebagai wanita suci dan mukmin yang berhak untuk menikah, sekalipun
8
dengan laki-laki lain. Apabila wanita hamil korban pemerkosaan
diberlakukan pasal 53 ayat 1 KHI, maka hal ini semakin menimbulkan
kemudharatan yang lebih berkepanjangan bagi korban. Khususnya akan
semakin mengganggu mentalnya. Lebih-lebih korban akan melakukan
hal-hal yang tidak diinginkan, seperti menghilangkan nyawanya sendiri.
Mengingatkan peristiwa yang dialaminya tidak dapat dilupakan saat
laki-laki tersebut merenggut kehormatannya.
Dari pengungkapan masalah di atas, dapat diketahui bahwa persoalan
terkait nasib wanita hamil korban pemerkosaan semakin memperhatinkan.
Wanita hamil korban pemerkosaan merupakan seorang korban, tetapi dia
tidak mendapatkan hak fitrahnya untuk menikah dengan laki-laki yang
diinginkannya, seperti perempuan suci pada umumnya. Hal ini semakin
dirasa tidak adil jika penolakan nikah tersebut disamakan dengan wanita
hamil karena zina.
Padahal pendapat Imam Syafi’i dan Imam Hanafi pun
memperbolehkan wanita hamil karena zina menikah dengan laki-laki lain,
Kenapa wanita hamil korban pemerkosaan tidak diperkenankan untuk
menikah dengan laki-laki lain?
Demikian, pentingnya penelitian ini adalah untuk mengakaji aspek al-mas}lah}ah al-mursalah yang menempatkan dan memberikan keadilan bagi wanita hamil korban pemerkosaan. Adanya pemaparan latar belakang di atas,
penulis ingin mengkaji lebih dalam masalah tersebut dengan judul, ‚Tinjauan
9
Wanita Hamil Korban Pemerkosaan Dengan Laki-Laki Lain (Studi Kasus di
Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung).‛
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka pada penelitian ini
penulis ingin mengindenfikasi inti permasalahannya yang terkandung di
dalamnya adalah sebagaimana berikut:
1. Dasar pertimbangan penolakan rencana perkawinan wanita hamil korban
pemerkosaan dengan laki-laki lain di Desa Bulus yang dikonsultasikan
dengan PPN KUA Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung;
2. Dampak yang terjadi pada wanita hamil korban pemerkosaan atas
penolakan rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan
dengan laki-laki lain di Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten
Tulungagung;
3. Hubungan sosial wanita hamil korban pemerkosaan dengan masyarakat
atas penolakan rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan
dengan laki-laki lain di Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten
Tulungagung;
4. Tinjauan yuridis terhadap penolakan rencana perkawinan wanita hamil
korban pemerkosaan dengan laki-laki lain di Desa Bulus Kecamatan
10
5. Perspektif gender terhadap penolakan rencana perkawinan wanita hamil
korban pemerkosaan dengan laki-laki lain di Desa Bulus Kecamatan
Bandung Kabupaten Tulungagung;
6. Tinjauan al-mas}lah}ah al-mursalah terhadap penolakan rencana
perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain di
Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung.
Masalah penelitian yang tampak pada identifikasi masalah di atas
sangatlah luas, maka mengarahkan penelitian ini diperlukan adanya
pembatasan masalah agar terhindar dari perluasan pokok pembahasan dan
hal-hal yang menyimpang dari maksud penelitian ini. Selebihnya supaya
hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena
itu, penulis membatasi yang menjadi pokok penelitian ini adalah mengenai
penolakan pendaftaran menikah wanita hamil korban pemerkosaan dengan
laki-laki lain yang terjadi di Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten
Tulungagung, sebagai berikut:
1. Dasar pertimbangan penolakan rencana perkawinan oleh wanita hamil
korban pemerkosaan dengan laki-laki lain di Desa Bulus yang
dikonsultasikan dengan PPN KUA Kecamatan Bandung Kabupaten
Tulungagung;
2. Tinjauan al-mas}lah}ah al-mursalah terhadap penolakan rencana
perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain di
11
C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dirumuskan beberapa yang akan dijadikan
rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana dasar pertimbangan penolakan rencana perkawinan oleh
wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain di Desa Bulus
yang dikonsultasikan dengan PPN KUA Kecamatan Bandung
Kabupaten Tulungagung?
2. Bagaimana tinjauan al-mas}lah}ah al-mursalah terhadap penolakan
rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan dengan
laki-laki lain di Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten
Tulungagung?
D. Kajian Pustaka
Supaya penelitian ini terjaga keabsahannya dan keorisinilannya, maka
perlu adanya kajian pustaka di dalamnya sebagai pembanding antara karya
yang satu dengan yang lainnya. Hal ini juga untuk memastikan bahwa
penelitian yang akan dilakukan bukan pengulangan atau duplikasi dari
penelitian yang sudah ada. Kasus terkait penolakan perkawinan wanita hamil
merupakan persoalan yang terus menarik untuk diteliti dan dijadikan sebuah
karya ilmiah.
Berkenaan dengan masalah tersebut penulis mencoba mengkaji
12
digunakan penulis untuk memastikan tidak adanya pengulangan dalam
penelitian sebelumnya. Pada akhirnya penulis menemukan sebuah penelitian
serupa dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. Beberapa karya
ilmiah tersebut sebagai berikut:
Pertama, skripsi yang disusun oleh Zainul Arifin dengan judul, ‚Penolakan Kantor Urusan Agama (KUA) Dalam Menikahkan Janda Hamil
(Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen).‛ Skripsi ini
menjelaskan tentang penolakan pernikahan janda hamil. Alasan penolakan
pelaksanaan tersebut adalah KUA Kuwarasan bersandar pada pendapat
ulama golongan Syafi’iyah yang berpendapat masa kandungan terlama
adalah empat tahun. Kemudian diamsusikan bahwa iddah wanita hamil
adalah sampai melahirkan.11 Persamaan skripsi ini dengan penelitian yang
sekarang adalah sama-sama membahas tentang penolakan perkawinan yang
akan dilaksanakan wanita hamil. Di sisi lain, juga terdapat perbedaannya.
Skripsi ini lebih mengakaji tentang janda hamil, sedangkan penelitian yang
akan dikaji penulis lebih fokus mengkaji pada rencana perkawinan wanita
hamil korban pemerkosaan yang akan dilangsungkan dengan laki-laki lain.
Kedua, skripsi yang disusun oleh Siswanto dengan judul, ‚Penolakan Terhadap Wanita Hamil Dalam Melangsungkan Perkawinan (Studi Kasus di
KUA Kecamatan Kaliwungu Kudus).‛ Skripsi ini menjelaskan tentang
penolakan KUA Kaliwungu Kudus atas pendaftaran nikah yang dilakukan
11 Zainal Arifin, ‚Penolakan Kantor Urusan Agama (KUA) dalam Menikahkan Janda Hamil (Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen)‛ (Skripsi--IAIN Salatiga, Jawa Tengah, 2015), viii.
13
oleh wanita hamil, yang mana permasalahan ini ditinjau dari hukum Islam.12
Persamaan dari skripsi ini adalah sama-sama membahas tentang penolakan
pernikahan yang akan dilaksanakan kemudian dikaji dengan pandangan
hukum Islam. Di sisi lain, juga terdapat perbedaan antara penelitian ini.
Skripsi ini membahas tentang wanita hamil di luar nikah, sedangkan skripsi
yang sekarang lebih meneliti pada wanita hamil korban pemerkosaan yang
mana posisi wanita ini sebagai korban.
Ketiga, skripsi yang disusun oleh M. Muklis dengan judul, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Pernikahan Wanita Hamil Oleh Selain Yang
Menghamili (Studi Kasus di Desa Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo
Kabupaten Bojonegoro).‛ Skripsi ini membahas tentang terjadinya
pelaksanaan pernikahan wanita hamil yang dilangsungkan dengan laki-laki
yang bukan menghamalinya.13 Persamaan skripsi ini adalah sama-sama
membahas tentang pernikahan wanita hamil dengan laki-laki lain yang tidak
menghamilinya. Tentunya ada perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang
akan dikaji penulis. Skripsi ini meneliti wanita hamil yang menikah dengan
laki-laki lain dikaji dengan dari pandangan hukum Islam, sedangkan
penelitian yang akan diteliti penulis lebih mengkaji permasalahan penolakan
rencana pernikahan wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain
yang dikaji dengan menggunakan al-mas}lah}ah al-mursalah.
12 Siswanto, ‚Penolakan terhadap Wanita Hamil dalam Melangsungkan Perkwinan (Studi Kasus di KUA Kecamatan Kaliwungu Kudus)‛ (Skripsi--STAIN Kudus, Jawa Tengah, 2017).
13 M. Muklis, ‚Analisis Hukum Islam terhadap Pernikahan Wanita Hamil oleh Selain yang Menghamili; Studi Kasus di Desa Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro‛ (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).
14
Keempat, skripsi yang disusun oleh Ishak Tri Nugroho dengan judul,
‚Perkawinan Wanita Hamil dalam Pasal 53 KHI (Tinjauan Maqashid
Syari’ah).‛ Skripsi ini menjelaskan pasal 53 KHI melalui pendekatan maqa>s}id al-syari>’ah yang secara operasional menitikberatkan pada aspek
kemaslahatan. Menggunakan maqa>s}id al-syari>’ah dalam mengkaji pasal 53
KHI diharapkan mampu menghasilkan pemikiran dan pemahaman yang
komprehensif.14 Persamaan skripsi ini adalah keduanya membahas tentang
pernikahan wanita dalam keadaan hamil dengan dasar yang sama, yaitu pasal
53 KHI. Perbedaannya, dalam skripsi ini objek penelitiannya lebih fokus
pada pasal 53 KHI, kemudian mengkajinya dengan konsep maqa>s}id
al-syari>’ah, dan penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian yang akan diteliti penulis tentunya berbeda, objek yang digunakan adalah kasus yang terjadi di lapangan atau pendekatan
penelitian lapangan (field research) tentang penolakan recana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan. Kasus tersebut dikaji dengan
menggunakan konsep al-mas}lah}ah al-mursalah.
Kelima, skripsi yang disusun oleh Afif Azhari dengan judul, ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Wanita Hamil Di Luar Nikah di KUA
Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.‛ Skripsi ini membahas tentang proses
pendaftaran wanita hamil di luar nikah sama dengan prosedur nikah calon
mempelai yang tidak hamil di tambah dengan membuat surat pernyataan
14 Ishak Tri Nugroho, ‚Perkawinan Wanita Hamil dalam Pasal 53 KHI (Tinjauan Maqashid
15
yang dibubuhi materai 6000.15 Persamaan penelitian ini adalah wanita hamil
yang terjadi di luar nikah. Perbedaannya selain tempat penelitian, skripsi ini
objek penelitiannya adalah wanita hamil di luar nikah karena zina dan
pendaftarannya diterima oleh KUA; sedangkan ojek penelitian yang akan
dikaji penulis adalah wanita hamil korban pemerkosaan yang rencana
pernikahannya dengan laki-laki ditolak oleh pihak desa yang dikonsultasikan
dengan pihak KUA.
Dalam penelitian di atas memang terdapat kemiripan penelitian, yaitu
membahas tentang perkawinan wanita hamil. Namun setelah meneliti kajian
pustaka tersebut, tentunya penelitian ini memiliki objek dan sudut bahasan
yang berbeda dari yang lain. Penulis lebih memfokuskan pada penolakan
rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain
yang akan dikaji dengan menggunakan konsep al-mas}lah}ah al-mursalah.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dari rumuasan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dasar pertimbangan penolakan rencana perkawinan wanita
hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain di Desa Bulus yang
dikonsulatasikan dengan PPN KUA Kecamatan Bandung Kabupaten
Tulungagung;
15 Afif Azhari, ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di KUA Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik‛ (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009), iv.
16
2. Mendeskripsikan tinjauan al-mas}lah}ah al-mursalah terhadap penolakan
rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki
lain di Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat berguna dan memberikan
manfaat baik bagi secara teortis maupun secara praktis, diantaranya
sebagaimana berikut:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
untuk menambah wawasan serta sebagai kontribusi dalam
pengembangan keilmuan, khususnya dalam bidang Hukum Keluarga
Islam yang lebih dispesifikkan ke dalam lingkup Hukum Perkawinan di
Indonesia.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai solusi terhadap
problematika yang muncul akibat gejala sosial yang terjadi di
masyarakat, terutama di kalangan masyarakat dengan tingkat
pendidikan rendah sampai melakukan tindakan melecehan kehormatan
perempuan, pemerkosaan. Penelitian ini untuk memperjuangkan hak-hak
perempuan korban pemerkosaan. Wanita korban pemerkosaan adalah
17
pada umumnya dan tidak bisa disamakan dengan wanita zina.
Khususnya adanya penelitian ini diharapkan dapat merubah pandangan
masyarakat bahwa wanita hamil di luar nikah tidak semunya berperilaku
nakal, terutama wanita hamil korban pemerkosaan.
G. Definisi Operasional
Sebelum memulai menyusun skripsi ini perlu penulis sampaikan bahwa
judul skripsi adalah ‚Tinjauan Al-Mas}lah}ah Al-Mursalah Terhadap
Penolakan Rencana Perkawinan Wanita Hamil Korban Pemerkosaan Dengan
Laki-Laki Lain (Studi Kaus di Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten
Tulungagung).‛ Untuk menghindari kesalahpahaman pengertian, maka
penulis kemukan pengertian serta sekaligus penegasan judul skripsi ini
sebagai berikut:
1. Al-Mas}lah}ah Al-Mursalah; Definisi al-mas}lah}ah al-mursalah adalah
bagian dari ushul fiqh yang digunakan untuk metode penentuan hukum.
Dimana belum ada hukum yang mengaturnya baik dalam hukum syara’
atau hadis. Penggunaan metode al-mas}lah}ah al-mursalah untuk menarik manfaat dan menghindarkan kemudharatan;
2. Penolakan Rencana Perkawinan; Suatu keinginan untuk melangsungkan
perkawinan yang sah dihadapan Pegawai Pecatat Nikah (PPN). Akan
tetapi rencana perkawinan tersebut ditolak oleh perangkat desa yang
18
administrasi untuk melaksanakan permohonan kehendak nikah, dalam
hal ini Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung yang
tidak berkenan membuatkan Surat N sebelum mendapatkan persetujuan
langsung dari PPN KUA Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung;
3. Wanita Hamil Korban Pemerkosaan; Wanita yang disetubuhi/dinodai
kehormatannya secara paksa tanpa adanya sebuah ikatan perkawinan,
sehingga mengakibatkan wanita tersebut hamil;
4. Laki-Laki Lain; Laki-laki selain yang menghamilinya.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang
langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan
dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan
dicari cara penyelesaiannya.16 Adapapun metode yang digunakan dalam
penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam rangka menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan di atas
dan dalam membantu penelitian ini, maka penelitian ini akan
menggunakan jenis pendekatan kualitatif dan sebagai acuan dalam
penulisan skripsi. Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan
menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari
19
kualifikasi pengukuran. Menurut Taylor, penelitian kualitatif adalah
sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.17 Terlebih dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
hukum sosiologis. Penelitian yang melihat langsung terjadi di
tengah-tengah masyarakat. Secara metodologi, penelitian ini termasuk dalam
ruang lingkup penelitian lapangan (field research). Penelitian ini mengkaji objek penelitian sesuai dengan fakta-fakta yang ada di
lapangan, yaitu kronologi kasus sampai terjadinya sebuah penolakan
rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan oleh pihak Desa
Bulus yang dikonsultasikan langsung dengan PPN KUA Kecamatan
Bandung Kabupaten Tulungagung.
2. Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dengan mempelajari secara intensif
tentang permasalahan yang terjadi pada proses perencanaan nikah
wanita hamil korban pemerkosaan dengan laiki-laki lain. Hal yang
dilakukan penulis yaitu, proses atau kronologi kejadian sampai terjadi
rencana perkawinan wanita hamil korban dengan laki-laki lain; Mencari
tentang profil KUA Kecamatan Bandung, karena dikonsultasikan
dengan pihak KUA, maka perlu Pertimbangan dasar yang digunakan
PPN KUA untuk menolak rencana perkawinan wanita korban
17 Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, cet. 31 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 3.
20
pemerkosaan dengan laki-laki lain; Pandangan tokoh masyarakat di
tempat tinggal wanita hamil korban pemerkosaan tersebut;
3. Sumber Data
Data adalah sekumpulan informasi yang digunakan dan dilakukan
analisis agar tercapai tujuan sebuah penelitian.18 Sumber data sendiri
terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber data asli yang diterima langsung
dari objek yang akan diteliti (responden) dengan tujuan untuk
mendapatkan data yang kongkrit.19 Penelitian ini data yang diperoleh
dari keluarga korban, Pihak Desa Bulus, Kepala KUA Kecamatan
Bandung Kabupaten Tulungagung, dan Kompilasi Hukum Islam.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang
telah ada atau data tersebut sudah tersedia yang berfungsi untuk
melengkapi data primer.20 Data sekunder sifatnya membantu untuk
melengkapi serta menambahkan penjelasan mengenai sumber data
primer yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder dalam hal
ini adalah informasi tertang data permasalahan wanita hamil korban
pemerkosaan tersebut tinggal. Selanjutnya, sumber sekundernya
adalah hasil peneitian orang lain yang sudah menjadi karya ilmiah,
18 Moh. Nazir, Metode Penelitian, cet. 3 (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), 8.
19 Bagong Suryanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Prenanda Media Group, 2005), 55.
21
seperti buku, artikel, dan sumber data lain demi menunjang penulisan
skripsi ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
penelitian ini tidak mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan.21 Pengumpulan data penelitian ini dengan menggunakan
metode sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara atau interview adalah suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara (interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee) terkait masalah yang akan diteliti. Di mana pewawancara bermaksud meperoleh persepsi,
sikap, dan pola pikir dari yang diwawancarai yang relevan dengan
masalah yang diteliti.22 Dalam hal ini penulis mengadakan
wawancara dan tanya jawab dengan Pihak Desa Bulus, Kepala KUA
Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung untuk kepentingan
pertimbangan beliau dalam kebijakannnya menolak rencana
perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain
tersebut. Tokoh masyarakat di mana wanita hamil tersebut tinggal.
Tidak lupa melakukan wawancara kepada keluarga korban sendiri
21 Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2013), 224. 22 Ibid., 237.
22
akan kejadian yang dialami oleh wanita hamil korban pemerkosaan
tersebut.
b. Dokumentasi
Demi melengkapi data penelitian ini, penulis akan melakukan
pengumpulan data dengan metode dokementer, yakni dengan
menginventariskan terkait problematika atau kronologi kasus
penolakan rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan
dengan laki-laki lain.
5. Teknik Pengolahan Data
Selanjutnya setelah data sudah dikumpulkan, maka akan
diperlukan adanya pengolahan data dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh
dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dan berbagai segi
yang meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya,
keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.23
Penulis menggunakan teknik ini untuk memeriksa kembali dan
menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan
di lapangan dan bersifat koreksi, sehingga kekurangan atau
kesalahan data dapat dilengkapi atau diperbaiki baik dengan
pengumpulan data ulang ataupun dengan penyisipan.
23
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber
dokumentasi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh
gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah, serta
mengelompokkan data yang diperoleh.24 Dengan teknik ini penulis
akan lebih mudah dalam mengatur dan menyusun data yang sudah
diperoleh dalam kerangka paparan yang direncakan kemudian
dikonfirmasikan dengan rumusan masalah.
c. Analizing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil
organizing dan editing data yang dapat diperoleh dari sumber-sumber penelitian. Selebihnya, penelitian ini akan dianalisis untuk
menemukan sebuah kesimpulan. Penulis mengambil kesimpulan
tentang penolakan rencana perkawinan wanita hamil korban
pemerkosaan dengan laki-laki lain dari sumber-sumber data yang
dikumpulkan melalui tahapan-tahapan di atas.
6. Metode Analisis Data
Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian
dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
merupakan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah
ditentukan.25 Penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode
teori-teori umum al-mas}lah}ah al-mursalah dalam menganalisis permasalahan
24 Syamsuddin, Operasional Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 154. 25 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 143.
24
penolakan rencana perkawinan wanita hamil korban pemerkosaan
dengan laki-laki lain.
Teknik yang dapat digunakan dalam analisis penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode:
a. Metode deskriptif analisis ini diawali deskripsi dengan menjelaskan
dan menggambarkan mengenai objek penelitian secara sistematis,
faktual dan akurat menegnai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan
antara fenomena yang diselidiki.26 Dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode deskriptif untuk mesdeskriptifkan kronologi
kasus yang dialami wanita hamil korban pemerkosaan, memaparkan
pertimbangan Desa Bulus yang dikonsultasikan dengan PPN KUA
Kecamatan Bandung dalam menolak rencana perkawinan wanita
korban pemerkosaan dengan laki-laki lain.
b. Metode pola deduktif, yaitu pola pikir yang berpijak pada teori-teori
al-mas}lah}ah al-mursalah yang berkaiatan dengan penelitian yang sifatnya umum, kemudian dikemukakan berdasarkan fakta-fakta yang
sifatnya khusus. Deduktif digunakan dalam penarikan kesimpulan
dari data penelitian yang telah diambil dan menganalisis
menggunakan teori-teori hukum Islam yang lebih ditekankan
menggunakan konsep al-mas}lah}ah al-mursalah untuk menganalisis
kebijakan Perangkat Desa Bulus dalam menolak rencana perkawinan
25
yang dilakukan oleh wanita hamil korban pemerkosaan dengan
laki-laki lain.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pemahaman pembaca pada penelitian ini, penulis
menyusun sistematika pembahasan agar kepenulisan penelitian ini terarah
dan memberikan gambaran umum mengenai penelitian ini. Sistematika
pembahasan penelitian ini ada lima bab, yang masing-masing membahas
masalah yang berbeda. Hal ini merupakan satu kesatuan yang menyambung.
Adapun pembahasan lima bab ini sebagai berikutt:
BAB I: Pendahuluan; Bab pendahuluan yang menguraikan tentang
latar belakang, identifikasi dan batasan, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahsan.
BAB II: Konsep Pernikahan dan Al-Mas}lah}ah Al-Mursalah dalam
Islam; Bab yang akan menyajikan pandangan secara garis besar tentang
konsep perkawinan dan menurut fiqih dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
sebagai patokan dalam menganalisa data-data yang terkumpul, yaitu
pengertian dan dasar, anjuran perkawinan, tujuan dan hikmah perkawinan,
prinsip-prinsip perkawinan, macam-macam perkawinan, dan hukum menikah
wanita hamil dengan laki-laki lain. Teori tentang al-mas}lah}ah al-mursalah
26
BAB III: Penolakan Rencana Perkawinan Wanita Hamil Korban
Pemerkosaan dengan Laki-Laki Lain di Desa Bulus yang dikonsultasikan
dengan PPN KUA Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung; Bab ini
menyajikan data hasil penelitian yang terdiri dari profil, struktur organisasi,
visi msi, tugas fungsi, program lembaga, dan kinerja lembaga KUA
Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung. Deskripsi mengenai
kronologi kasus wanita hamil korban pemerkosaan. Pertimbangan pihak
Desa bulus yang dikonsultasikan dengan PPN KUA Kecamatan Bandung
Kabupaten Tulungagung yang digunakan untuk menolak rencana perkawinan
seorang wanita hamil korban pemerkosaan dengan laki-laki lain, beserta
landasan hukum yang digunakan dalam menolak rencana perkawinan
tersebut.
BAB IV: Tinjauan Al-Mas}lah}ah Al-Mursalah terhadap Penolakan
Rencana perkawinan Wanita Hamil Korban Pemerkosaan dengan Laki-Laki
Lain di Desa Bulus Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung; Bab ini
merupakan pemaparan analisis terhadap dasar pertimbangan Pihak Desa
Bulus yang dikonsultasikan dengan PPN KUA Kecamatan Bandung
Kabupaten Tulungagung dalam menolak rencana perkawinan wanita hamil
korban pemerkosaan dengan laki-laki lain. Pemaparan analisis al-mas}lah}ah
al-mursalah terhadap wanita hamil korban pemerkosaan yang akan dinikahkan dengan laki-laki lain.
27
BAB V: Penutup; Bab penutup yang memuat kesimpulan, menjawab
rumusan masalah yang dipertanyakan dalam penelitian serta saran-saran
BAB II
KONSEP PERNIKAHAN DAN AL-MAS}LAH}AH AL-MURSALAH DALAM ISLAM
A. Konsep Perkawinan dalam Islam
1. Pengertian dan Dasar Perkawinan
a. Pengertian perkawinan
Perkawinan atau pernikahan berasal dari kata ‘nikah’ )حاكن(,
menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan
digunakan untuk arti bersetubuh (wathi’). Kata ‘nikah’ sering
digunakan untuk istilah persetubuhan (coitus) dan untuk arti akad
nikah.1
Istilah perkawinan dalam hukum Islam, terdapat beberapa
definisi, antara lain:
ِعاَتْمِتْسا َّلِحَو ِةَأْرَمْلاِب ِلُجَّرلا ِعاَتْمِتْسا َكْلِم َدْيِفُيل ُعِراَّشلا ُوَعَضَو ٌدْقَعَوُى اًعْرَش ُجاَوَّزلا
لُجَّرلاِب ِةَأْرَمْلا
‚Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan
dengan laki-laki.‛2
1 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Prenada Media, 2003), 7. 2 Ibid., 8.
29
Abu Yahya Al-Anshary mendefinisikan pernikahan
sebagaimana berikut:
اَُهُاَنْعَم ْوَأ ِجْيِو ْزَّ تلاِوَأ ِحاَكِّنلا ِظْفَلِب ٍئْطَو َةَحاَبِا ُنَّمَضَتَ ي ٌدْقَعَوُى اًعْرَش ُحاَكِّنلا
.
‚Nikah menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz
nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.‛3
M. Quraish Shihab mengartikan bahwa pernikahan adalah
fitrah manusia, menjalani cara hidup yang wajar. Sebagaimana
pendapat Nabi Saw ketika beberapa orang sahabat bermaksud
melakukan beberapa kegiatan yang tidak sejalan dengan fitrah
manusia, Nabi Saw menegur mereka antara lain dengan manyatakan
bahwa beliau pun menikah dan menegaskan:
ِّنِّم َسْيَلَ ف ِتَِّنُس ْنَع َبِغَر ْنَمَف ِتَِّنُس ُحاَكِّنلا
.
‚Maksudnya: pernikahan (keterikatan dalam hubungan suami isteri) adalah salah satu sunnahku (cara hidupku). Maka siapa yang tidak senang dengan cara hidupku (yakni yang hendak
mengengkang dorongan seksualnya sehingga tidak
menyalurkannya melalui pernikahan yang sah, demikian juga yang bermaksud meraih kebebasan memenuhi dorongan seksual itu tanpa pernikahan maka dia bukan dari (yakni termasuk dalam kelompok umat)-ku.‛ Demikian sabda Rasulullah saw.
(HR. Bukhari dan Muslim melalui Anas bin Malik ra.).‛4
b. Dasar Perkawinan
Perkawinan merupakan sunatullah, hukum alam yang
mengiringi sejak makhluk itu ada. perkawinan tidak hanya berlaku
untuk manusia saja, melainkan berlaku untuk makhluk hidupnya
3 Ibid.
4
30
Allah, yaitu manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan sekalipun.
Allah berfirman:
َقَلَخ يِذَّلا َناَحْبُس
َنوُمَلْعَ ي َلَ اَِّمَِو ْمِهِسُفنَأ ْنِمَو ُضْرَْلْا ُتِبنُت اَِّمِ اَهَّلُك َجاَوْزَْلْا
‚Maha Suci Rabb yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.‛ (Surah Ya>>><sin [36]: 36).5
َنوُرَّكَذَت ْمُكَّلَعَل ِْيَْجْوَز اَنْقَلَخ ٍءْيَش ِّلُك نِمَو
‚Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat akan kebesaran Allah.‛ (Surah Adh-Dhariyat
[51]: 49).6
Manusia adalah makhluk yang istimewa dan lebih dimuliakan
Allah daripada makhuk yang lainnya. Allah membekali manusia di
dunia dengan akal dan nafsu, maka Allah telah menetapkan
aturan-aturan untuk mengatur segala bentuk perbuatan manusia di dunia
ini sebagai khalifah. Aturan tersebut ada agar tidak terjadi
kerusakan, baik untuk dirinya sendiri dan orang lain, sebagaimana
firman Allah dalam Surah Al-Baqarah [2]: 30:
ُ ي نَماَهيِف ُلَعَْتََأ ْاوُلاَق ًةَفيِلَخ ِضْرَلْا ِفِ ٌلِعاَج ِّنِِّإ ِةَكِئَلاَمْلِل َكُّبَر َلاَق ْذِإَو
اَهيِفُدِسْف
َنوُمَلْعَ ت َلَ اَم ُمَلْعَأ ِّنِِّإ َلاَق َكَل ُسِّدَقُ نَو َكِدْمَِبِ ُحِّبَسُن ُنَْنََو ءاَمِّدلا ُكِفْسَيَو
‚Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
5Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Al-Jumanatul ‘Ali (Jakarta: CV Penerbit J-Art),
442. 6 Ibid., 522.
31
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Rabb berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui.‛7
Salah satu aturan yang telah ditetapkan oleh Allah adalah
peraturan tentang perkawinan. Perlu diingat manusia dibekali nafsu,
maka dengan aturan ini manusia dilarang berbuat semaunya sendiri.
Allah menetapkan hukum perkawinan karena Allah tidak ingin
manusia melampiaskan hasyat/nafsunya dengan lawan jenis
semaunya sendiri seperti binatang.
Peraturan-peraturan-Nya tentang hukum perkawinan
memberikan batasan-batasan kepada manusia yang termuat dalam
syariat, terdapat di Alquran dan Assunah. Misalnya mengenai
meminang sebagai proses pra pernikahan, terkait tentang mahar,
permbicaraan seorang suami dan isterinya sewaktu akad nikah atau
sesudahnya.8
Di samping ayat-ayat di atas terdapat hadith-hadith nabi
tentang perkawinan. Perkawinan merupakan salah satu sunnah
Rasulullah yang sangat dianjurkan bagi orang yang sudah mampu
secara lahir dan batin, terutama untuk memelihara diri dan
menghindari kemungkinan dari perbuatan zina. Bagi Rasulullah
perkawinanlah jawabannya. Rsulullah bersabda:
7Ibid.,20.
32
ُليِوَّطلا ٍدْيَُحُ ِبَِأ ُنْب ُدْيَُحُ اَنَرَ بْخَأ ٍرَفْعَج ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَرَ بْخَأ ََيَْرَم ِبَِأ ُنْب ُديِعَس اَنَ ثَّدَح
ْزَأ ِتوُيُ ب َلَِإ ٍطْىَر ُةَث َلاَث َءاَج ُلوُقَ ي ُوْنَع ُوَّللا َيِضَر ٍكِلاَم َنْب َسَنَأ َعَِسَ ُوَّنَأ
ِِّبَِّنلا ِجاَو
اوُِبِْخُأ اَّمَلَ ف َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِِّبَِّنلا ِةَداَبِع ْنَع َنوُلَأْسَي َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص
َرِفُغ ْدَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِِّبَِّنلا ْنِم ُنَْنَ َنْيَأَو اوُلاَقَ ف اَىوُّلاَقَ ت ْمُهَّ نَأَك
َمَّدَقَ ت اَم ُوَل
ُموُصَأ اَنَأ ُرَخآ َلاَقَو اًدَبَأ َلْيَّللا يِّلَصُأ ِّنِِّإَف اَنَأ اَّمَأ ْمُىُدَحَأ َلاَق َرَّخَأَت اَمَو ِوِبْنَذ ْنِم
َّللا ُلوُسَر َءاَجَف اًدَبَأ ُجَّوَزَ تَأ َلاَف َءاَسِّنلا ُلِزَتْعَأ اَنَأ ُرَخآ َلاَقَو ُرِطْفُأ َلََو َرْىَّدلا
ىَّلَص ِو
ْمُكاَشْخََلْ ِّنِِّإ ِوَّللاَو اَمَأ اَذَكَو اَذَك ْمُتْلُ ق َنيِذَّلا ْمُتْ نَأ َلاَقَ ف ْمِهْيَلِإ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا
ِوَّلِل
ْنَع َبِغَر ْنَمَف َءاَسِّنلا ُجَّوَزَ تَأَو ُدُقْرَأَو يِّلَصُأَو ُرِطْفُأَو ُموُصَأ ِّنِّكَل ُوَل ْمُكاَقْ تَأَو
ِتَِّنُس
ِّنِّم َسْيَلَ ف
‚Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir Abu Maryam Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah mengabarkan kepada kami Humaid bin Abu Humaid Ath Thawil bahwa ia mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Ada tiga orang mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan setelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, "Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?" Salah seorang dari mereka berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya." Kemudian yang lain berkata, "Kalau aku, maka sungguh, aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: "Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku."9
33
2. Anjuran untuk Menikah
Islam sangat menganjurkan untuk menikah, bahkan dapat
dikatakan orang yang beruntung adalah orang yang meninggal dalam
keadaan sudah menikah. Menikah itu tidak hanya tentang pelegalan
seks, melainkan menikah adalah salah bentuk ibadah yang sangat
dianjurkan Rasulullah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadith dari Anas r.a.
Ada tiga orang berkunjung ke rumah-rumah isteri Rasulullah Saw
menanyakan tentang ibadah Nabi Saw. Mereka berkata, bagaimana kita
ini, padahal beliau telah diampuni dosanya, baik yang lampau dan yang
akan datang. Salah seorang di antara mereka berkata, ‚Saya akan shalat
tahajud setiap malam.‛ Lainnya mengatakan, ‚Saya akan berpuasa
sepanjang tahun, tidak akan berhenti.‛ Yang lain lagi berkata, ‚Saya
akan menjahui perempuan, saya tidak akan menikah selamanya.‛
Kemudian Rasulullah Saw bersabda:
ُمْوُصَأ ِّْنِّكَََل ُوَل ْمُكاَقْ تَأَو ِوَّلِل ْمُكَشْخََلْ ِّْنِِّإ ِولّلاَو اَمَأ ؟اَذَكَواَذَك ْمُتْلُ ق َنْيِذَّلا ْمُتْ نَأ
ْيِّلَصٌأَوُرِطْفُأَو
ُقَأَو
.ِّْنِّم َسْيَلَ ف ِْتَِّنُس ْنَع َبِغَر ْنَمَف َءاسِّنلا ُجَّوَزَ تَأَوُد
‚Kalian berkata begitu, ketahuilah, demi Allah, saya adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan yang paling takwa kepada-Nya, tetapi saya berpuasa dan kadang-kadang tidak berpuasa, saya shalat dan saya tidur, saya juga nikah dengan perempuan. Orang yang tidak suka dengan sunnah saya, dia bukan
pengikut saya.10
34
Menikah sangat dianjurkan dalam Islam, sebagaimana firman
Allah:
َل َقَلَخ ْنَأ ِوِتاَيآ ْنِمَو
َّنِإ ًةَْحَُرَو ًةَّدَوَّم مُكَنْ يَ ب َلَعَجَو اَهْ يَلِإ اوُنُكْسَتِّل اًجاَوْزَأ ْمُكِسُفنَأ ْنِّم مُك
:مورلأ( َنوُرَّكَفَ تَ ي ٍمْوَقِّل ٍتاَي َلَ َكِلَذ ِفِ
12
)
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.‛11
َنِّم مُكَقَزَرَو ًةَدَفَحَو َيِْنَب مُكِجاَوْزَأ ْنِّم مُكَل َلَعَجَو اًجاَوْزَأ ْمُكِسُفنَأ ْنِّم مُكَل َلَعَج ُوّللاَو
ُفْكَي ْمُى ِوّللا ِتَمْعِنِبَو َنوُنِمْؤُ ي ِلِطاَبْلاِبَفَأ ِتاَبِّيَّطلا
:لحنلا( َنوُر
21
)
‚Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni'mat Allah ?"12
نِم ُوَّللا ُمِهِنْغُ ي ءاَرَقُ ف اوُنوُكَي نِإ ْمُكِئاَمِإَو ْمُكِداَبِع ْنِم َيِِْلِاَّصلاَو ْمُكنِم ىَماَيَْلْا اوُحِكنَأَو
َّللاَو ِوِلْضَف
:رونلا( ٌميِلَع ٌعِساَو ُو
21
)
‚Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui.‛13
Di samping ayat-ayat di atas, terdapat pula hadis Rasulullah untuk
seseorang yang sudah mampu untuk segera melangsungkan
11Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Al-Jumanatul ‘Ali...., 406. 12Ibid., 274.
35
pernikahannya. Sebagaimana hadis riwayat Jama’ah dari Ibnu Mas’ud;
Rasulullah bersabsa:
: َلاَق ُوْنَع وّللا َيِضَر ٍدْوُعْسَم ِنْبا ِنَع
ِنَم ِباَبَّشلاَرَشْعَم اَي :مَّلَسَو ويلع وّللا ُلوُسَر اَنَل َلاَق
َعَ ف ْعِطَتْسَي َْلَ ْنَمَو ,ِجْرَفْلِل ُنَصْحاَوِرَصَبْلِل ُّضَغَأ َُُوَّنِاَف :جَّوَزَ تَيْلَ ف َةَءآَبلْا ُمُكْنِم َعاَطَتْسا
ِوْيَل
.ٌءاَجِو َُُوَل َُُوَّنِاَف ِمْوَّصلاِب
‚Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, ‚Rasulullah saw bersabda, ‛Wahai generasi muda, siapa di antara kamu telah mampu untuk menikah hendaknya ia nikah, karena nikah itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan jika belum mampu hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu dapat menjadi kendali
(obat).‛14
Berdasarkan hadis di atas, yang dilihat dari segi kondisi orang
yang melaksanakannya, maka hukum perkawinan dapat beralih
dihukumi menjadi wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Hukum
melangsungkan pernikahan sebagai berikut
a. Melangsungkan Pernikahan Dihukumi Wajib
Seseorang dihukumi wajib untuk melangsungkan pernikahan
bagi yang sudah mampu secara lahir dan batin, tidak mampu untuk
menahan hawa nafsunya, serta takut terjerumus dalam perzinahan.
Menjaga dan menjauhkan diri dari tindakan haram itu hukumnya
wajib, sedangkan cara untuk menjaga diri tidak ada jalan yang baik
kecuali dengan menikah. Hukum melangsungkan pernikahan wajib
sebagaimana yang diungkapkan oleh Qurtubi yang dikutib oleh
Sayyid Sabiq sebagaimana berikut:
14 Muhammad bin Ismail Al-amir Ash-Shan’ani, Subul As>-Salam Sharah Bulughul Maram, ter. Muhammad Isnan, dkk, Jilid. 2 (Jakarta: Darus Sunnah, 2015) 602.
36
Ibnu Rusyd menjelaskan hukum melangsungkan pernikahan
yang menyatakan, ‚Orang bujangan yang sudah mampu kawin dan
takut dirinya dan agamanya jadi rusak, sedang tak ada jalan untuk
menyelamatkan diri kecuali dengan kawin, maka tak ada perselisihan
pendapat tentang wajibnya ia kawin. Jika nafsunya telah
mendesaknya, sedangkan ia tidak mampu membelanjai istrinya, maka
Allah akan melampangkan rizkinya.‛15 Hal tersebut berdasarkan
firman Allah dalam Surah An-Nu>r ayat 33:
ِوِلْضَف نِم ُوَّللا ْمُهَ يِنْغُ ي َّتََّح اًحاَكِن َنوُدَِيَ َلَ َنيِذَّلا ِفِفْعَ تْسَيْلَو ‚Hendaklah menjaga kesucian (diri)-nya, sehingga Allah
memampukan mereka dengan kurnia-Nya.‛16
Menurut Dawud dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad
hukum menikah adalah wajib. Apabila seseorang mempunyai
kemampuan untuk memenuhi nafkah keluarganya. Selanjutnya, Ibnu
Hazm berkata, ‚Wajib hukumnya bagi yang mampu melakukan jima’ bila sudah ada yang akan dinikahi atau dijadikan budak, bila tidak
bisa melakukan hal tersebut, hendaklah dia memperbanyak puasa.‛17
b. Melangsungkan Pernikahan Dihukumi Sunnah
Menurut golongan Fuqaha’, mayoritas jumhur ulama
berpendapat bahwa nikah hukumnya adalah sunnah. Menurut Para
ulama Malikiyah muta>khirin berpendapat bahwa nikah hukumnya
15 Sayyid Sabiq, Fiqih Sun>ah, Ter. Moh. Thalib, Jilid. 6 (Bandung: Alma’arif. 1990),22. 16 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Al-Jumanatul ‘Ali..., 354.
17 Muhammad bin Ismail Al-amir Ash-Shan’ani, Subul As>-Salam Sharah Bulughul Maram, ter. Muhammad Isnan, dkk...., 603.
37
wajib bagi sebagian orang, sunnah untuk sebagian lainnya, dan
mubah untuk segolongan lainnya. hal tersebut berdasarkan
kekhawatiran terhadap kesusahan dirinya.18
Bagi Fuqaha’ yang berpendapat bahwa menikah itu hukumnya wajib bagi sebagian orang, sunnah untuk sebagian yang lain, dan
mubah untuk yang lainnya, maka pendapat ini didasarkan atas
pertimbangan kemasalahatan. Qiyas seperti inilah yang disebut qiyas mursal, yaitu suatu qiyas yang tidak mempunyai dasar penyandaran. Kebanyakan ulama mengingkari qiyas tersebut, tetapi golongan
mazhab Maliki tetap dipegangi.19
Menurut Al-Jaziry sebagaimana yang dikutip oleh Rahman
Ghazaly menyatakan bahwa hukum menikah berlaku sesuai dengan
keadaan orang yang melangsungkan pernikahan, adakalanya wajib,
haram, makruh, sunnah, dan adakalanya mubah.20
c. Melangsungkan Pernikahan Dihukumi Haram
Adakalanya hukum menikah adalah haram. Hal ini berlaku bagi
seseorang yang tidak mampu menafkahi secara lahir dan batin kepada
istrinya, dan tidak ada keinginan dalam dirinya untuk menikah.21
Tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab melaksanakan
kewajibannya dalam rumah tangga, sehingga menelantarkan dirinya
18 Ibnu Rusyd, Bida>yatul Mujtahid wa Niha>yatul Muqtas}id, ter. Imam Ghazali Said dan Acmad Zaidun, Jilid. 2 (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 394.
19 Ibid., 395.
20 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat (Bogor: Kencana, 2003),18. 21 Sayyid Sabiq, Fiqih Sun>ah, Ter. Moh. Thalib, Jilid. 6...., 24.
38
sendiri dan istrinya,22 maka hukumnya menikah bagi dirinya adalah
haram. Di dalam firman Allah Surah Al-Baqarah ayat 195 dilarang
untuk melakukan hal yang dapat mendatangkan kerusakan.
...
ِةَكُلْهَّ تلا َلَِإ ْمُكيِدْيَأِب ْاوُقْلُ ت َلََو ...
‚... Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan....‛23
d. Melangsungkan Pernikahan Dihukumi Makruh
Hukum melangsungkan menikah dapat berubah menjadi
makruh, apabila seseorang lemah syahwat dan tidak mampu memberi
belanja istrinya, sekalipun tidak merugikan istri karena ia kaya dan
tidak memiliki keinginan syahwat yang kuat.24
e. Melangsungkan Pernikahan Dihukumi Mubah
Bagi seseoranga yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang
mewajibkan segera menikah atau alasan-alasan yang mengharamkan
untuk menikah, maka hukumnya mubah.25
3. Tujuan dan Hikmah Perkawinan
Tujuan perkawinan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera, bahagia, dan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batin.
Oleh karena itu, terdapat dua tujuan melangsungkan perkawinan, yaitu
memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.26
22 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat...., 20.
23 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Al-Jumanatul ‘Ali...., 30.
24Sayyid Sabiq, Fiqih Sun>ah, Ter. Moh. Thalib Jilid. 6...., 25.
25 Ibid.