LOCUS OF CONTROL
SEBAGAI PEMODERASI
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI
PERPAJAKAN PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN
DWI ANGGRENI SUKARMA NIM. 1391662043
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI EKONOMI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL ...
Pembimbing I,
Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA, Ak. NIP. 19641224 199103 1 002
Pembimbing II,
Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si., Ak. NIP19641225 199303 1 003
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Akuntansi Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA, Ak. NIP. 19641224 199103 1 002
Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana,
Tesis Ini Telah Diuji pada : Tanggal: 14 Januari 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, Nomor: ..., tanggal ...
Ketua : Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA, Ak.
Anggota :
1. Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si., Ak. 2. Dr. Drs. I Made Sukartha, M.Si., Ak.
PERNYATAAN KEASLIAN
KARYA TULIS TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dwi Anggreni Sukarma
NIM : 1391662043
Program Studi : Akuntansi
Judul Tesis : Locus of ControlSebagai Pemoderasi Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis tesis saya merupakan hasil karya sendiri dan bebas dari plagiasi. Apabila kelak di kemudian hari terbukti terdapat plagiasi dalam karya tulis tesis ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 17 tahun 2010 dan peraturan undang-undang yang berlaku.
Denpasar, Januari 2016 Yang membuat pernyataan,
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur Penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, tesis yang berjudul Locus of Control sebagai Pemoderasi Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ini dapat Penulis selesaikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat terselesaikan pada waktunya berkat bantuan dan atas bimbingan dari berbagai pihak. Perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA, Ak, Ketua Program Studi Magister Akuntansi Universitas Udayana selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing Utama dan Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, S.E., M.Si., Ak,Sekretaris Jurusan Akuntansi selaku pembimbing pendamping yang dengan penuh perhatian telah memberikan motivasi, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti program pascasarjana khususnya dalam penyelesaian tesis ini.
2. Bapak Dr. Drs. I Made Sukartha, M.Si., Ak, Bapak Dr. Drs. Herkulanus Bambang Suprasto, M.Si., Ak dan Ibu Dr. Ni Ketut Rasmini, S.E., M.Si., Ak selaku dosen pembahas dan penguji yang telah banyak memberikan koreksi, sanggahan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
3. Bapak Prof. DR. Dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang disediakan selama mengikuti perkuliahan di Universitas Udayana.
4. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, S.E, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang disediakan selama mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana.
5. Ibu Prof. Dr. Dr. A. A. Raka Sudewi, SP. S(K), selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang disediakan selama mengikuti perkuliahan di Program Pascasarjana Universitas Udayana.
6. Bapak Dr. A.A.G.P. Widanaputra, S.E., M.Si., Ak, selaku ketua jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang telah banyak memberikan arahan demi kelancaran terselesaikannya tesis ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen pengajar pada Program Magister Akuntansi Konsentrasi Akuntansi Sektor Publik yang membimbing kami dalam berdiskusi dan membagi ilmu pada kami.
9. Karyawan dan karyawati pada Sekretariat Magister Akuntansi Universitas Udayana yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan ini.
10. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia c.q, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Bali yang telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk beasiswa penuh melalui program STAR-BPKP.
11. Pemerintah Kabupaten Tabanan khususnya Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan atas pemberian tugas belajar dan fasilitasi dalam penelitian ini.
12. Teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Magister Akuntansi Program STAR BPKP Universitas Udayana Angkatan II atas kekompakannya.
13. Keluarga tercinta atas doa, dukungan materiil dan spirituilnya. 14. Sahabat dan teman-teman tercinta atas doa dan dukungannya.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan kontribusinya kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat dan semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan kebahagiaan kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penyelesaian tesis ini.
Denpasar, Januari 2016
ABSTRAK
LOCUS OF CONTROL
SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH
KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN PADA
KEPATUHAN WAJIB PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya kepatuhan wajib pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sehingga menimbulkan pendapatan daerah yang berasal dari pajak daerah tidak optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk megetahui pengaruh kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak PBB-P2 serta pengaruh kontijensi locus of control.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tabanan dengan responden wajib pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan sejumlah 399 yang ditetapkan dengan rumus Slovin dan ditentukan menggunakan Proporsional Stratified Random Sampling. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dan Moderated Regression Analysis.
ABSTRACT
LOCUS OF CONTROL AS THE MODERATION FOR
THE QUALITY OF SERVICE AND TAX PENALTIES
FOR THE COMPLIANCE OF THE VILLAGE AND
URBAN LAND AND BUILDING TAXPAYER
This research is motivated by the low compliance of Land and Building Rural and Urban Tax, causing that local revenues derived from local taxes is not optimum. The aim of this study is to determine the effect of service quality and tax penalties on taxpayer compliance and the moderating effect of locus of control.
The research was conducted in Tabanan Regency with respondents of 399 taxpayers, as computed by the Slovin Formulae and is determined using the proportional stratified random sampling. The analytical technique used is multiple linear regression and moderated regression analysis.
The results show that the quality of service and tax penalties positively affect tax compliance. Tax penalties positive effect on tax compliance is higher in taxpayers who have external locus of control. Locus of control does not moderate the effect of quality of service on taxpayer compliance.
RINGKASAN
LOCUS OF CONTROL
SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH
KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN PADA
KEPATUHAN WAJIB PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Sejak diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2008 tentang PDRB memberikan penambahan jenis pajak yang dapat dipungut oleh pemerintahan daerah. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) merupakan salah satu jenis pajak yang dilimpahkan sejak tahun 2013. Desentralisasi PBB-P2 tentunya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten yang sumber PAD bergantung pada sektor pajak daerah. Walaupun desentralisasi PBB-P2 meningkatkan PAD Kabupaten Tabanan, namun penerimaan PBB-P2 Kabupaten Tabanan belum optimal. Hal ini dilihat dari rendahnya realisasi dibandingkan pajak terhutang yang ditetapkan sehingga menyebabkan tingginya penambahan piutang setiap tahunnya. Faktor yang dapat berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak adalah kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan. Terdapat hasil penelitian sebelumnya yang tidak konsisten untuk pengaruh kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan sehingga terdapat pengaruh kontijensi, salah satunya locus of control. Penelitian ini bermaksud untuk megetahui pengaruh kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak PBB-P2 serta pengaruh interaksi locus of control dengan kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak PBB-P2. Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Tabanan dalam menetapkan kebijakan di bidang pajak daerah dan berguna bagi penelitian selanjutnya.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tabanan dengan sampel 399 wajib pajak yang ditetapkan dengan rumus Slovin dan ditentukan secara Proporsional Stratified Random Sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner yang diadopsi dari beberapa peneliti terdahulu, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Variabel penelitian terdiri dari kualitas pelayanan, sanksi perpajakan,
locus of control dan kepatuhan wajib pajak. Analisis data menggunakan analisis regresi berganda dan Moderated Regression Analysis (MRA) dengan uji interaksi. Model persamaan regresi yaitu Y = α + β1X1 +β2X2 + εdan Y = α + β1X1 +
β2X2 + β3X3 +β4X1X3 + β5X2 X3 + ε. Sebelum melakukan analisis regresi linear berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik untuk mengetahui hasil estimasi regresi yang dilakukan terbebas dari gejala multikolinearitas, heteroskedastisitas, serta data terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji ketepatan model (goodness of fit) dengan melihat koefisien determinasi (Adjusted R2), hasil uji F dan uji t.
regresi penelitian ini memenuhi syarat uji asumsi klasik. Uji F memperoleh p-value sebesar 0,000 dan koefisien determinasi dengan menggunakan indikator
Adjusted R2 sebesar 0,642 (64,2%) yang berarti bahwa variabilitas variabel kepatuhan wajib pajak dapat dijelaskan oleh variabel kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan sebesar 64,2% sedangkan sisanya 35,8% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Kedua hasil uji tersebut menunjukkan bahwa model persamaan regresi sudah fit sehingga dapat dilanjutkan pengujian hipotesis. Uji t menunjukkan p-valuelebih kecil dari α dan diperoleh persamaan regresi yaitu Y = 1,321+ 0,310X1 + 0,920X2 + ε. Hasil analisis ini menerima H1, kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak karena hasil SPSS menunjukkan koefisien β = 0,310 dengan p-valuesebesar 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. Demikian juga dengan hipotesis H2, sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak diterima dengan melihat hasil SPSS yang menunjukkan nilai koefisien β = 0,920 dengan p-value sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. Uji regresi locus of control memperkuat pengaruh kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak masing-masing diperoleh koefisien β sebesar -0,180 dan 0,570 dengan p-valuesebesar 0,540 dan 0,000. Hipotesis H3 ditolak karena p-value sebesar 0,540/2 = 0,270 lebih besar dari α = 0,05, sedangkan hipotesis H4diterima karena nilai p-valuelebih kecil dari
α = 0,05.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak PBB-P2. Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak terutama untuk wajib pajak yang memiliki locus of control eksternal, sedangkan locus of control
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM... i
LEMBAR PENGESAHAN... ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TESIS ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1 Teori Atribusi (Atribution Theory) ... 11
2.1.2 Teori Kontijensi ... 13
2.1.3 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ... 14
2.1.4.2 Dimensi kualitas pelayanan ... 19
2.1.5 Sanksi Perpajakan ... 21
2.1.6 Kepatuhan Pajak ... 22
2.1.7 Locus of Control ... 24
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 29
3.1 Kerangka Berpikir... 29
3.2 Konsep Penelitian ... 32
3.3 Hipotesis Penelitian... 33
3.3.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak... 33
3.3.2 Pengaruh Kualitas Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak... 34
3.3.3 Locus of Controlsebagai Pemoderasi Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak... 35
3.3.4 Locus of Controlsebagai Pemoderasi Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak... 36
BAB IV METODE PENELITIAN... 38
4.1 Rancangan Penelitian ... 38
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 40
4.4 Penentuan Sumber Data ... 40
4.4.1 Jenis data... 40
4.4.2 Sumber data ... 41
4.4.3 Populasi dan responden penelitian ... 41
4.5 Variabel Penelitian... 43
4.5.1 Identifikasi variabel ... 43
4.5.2 Definisi operasional variabel ... 43
4.6 Instrumen Penelitian... 45
4.6.1 Uji validitas dan reliabilitas ... 46
4.7 Prosedur Penelitian ... 46
4.8 Teknik Analisis Data... 47
4.8.1 Uji asumsi klasik ... 47
4.8.2 Uji Kelayakan Model... 48
4.8.3 Uji Hipotesis... 49
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
5.1 Gambaran Umum Populasi dan Responden ... 52
5.2 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian... 54
5.3 Pengujian Asumsi Klasik ... 58
5.4 Analisis Deskriptif Statistik dan Persamaan Regresi... 60
5.6 Uji Hipotesis Parsial dan
Moderated Regression Analysis (MRA) ... 67
5.6.1 Persamaan Regresi Berganda dan Hasil Uji Hipotesis 1 dan 2 ... 68
5.6.2 Persamaan Regresi Berganda dan Hasil Uji Hipotesis 3 dan 4 ... 68
5.7 Pembahasan Hasil Hipotesis... 69
5.7.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ... 69
5.7.2 Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ... 72
5.7.3 Pengaruh Interaksi Locus of Controldengan Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ... 73
5.7.4 Pengaruh Interaksi Locus of Controldengan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ... 74
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 76
6.1 Simpulan... 76
6.2 Saran... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Halaman 1.1 Perbandingan realisasi Pajak Daerah sebelum dan sesudah
PBB-P2 menjadi pajak daerah... 3
1.2 Perbandingan Potensi dan Realisasi PBB-P2 Kabupaten Tabanan ... 4
1.3 Piutang Pajak Daerah Kabupaten Tabanan ... 5
5.1 Profil Data Responden Berdasarkan Wilayah ... 53
5.2 Profil Responden ... 54
5.3 Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 57
5.4 Hasil Uji Multikolinearitas... 58
5.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 59
5.6 Statistik Deskriptif Data Uji... 60
5.7 Interval Data ... 58
5.8 Panjang Interval Kelas ... 61
5.9 Klasifikasi Variabel Kualitas Pelayanan... 63
5.10 Klasifikasi Variabel Sanksi Perpajakan ... 63
5.11 Klasifikasi Variabel Locus of Control... 63
5.12 Klasifikasi Variabel Kepatuhan Wajib Pajak... 64
5.13 Hasil Analisis Linear Berganda... 64
5.14 Hasil Analisis Moderasi Uji Interaksi... 65
5.15 Hasil Uji Kelayakan Model... 66
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Perbedaan Jenis Pajak Kabupaten/Kota pada
UU No.34/2000 dengan UU No. 28/2009... 83
Lampiran 2 Kuisioner ... 84
Lampiran 3 Ringkasan Penelitian Sebelumnya... 93
Lampiran 4 Pengelompokkan Responden berdasarkan locus of control 99 Lampiran 5 Hasil Uji Validitas... 109
Lampiran 6 Hasil Uji Reliabilitas ... 115
Lampiran 7 Statistik Deskriptif Data Uji ... 116
Lampiran 8 Regresi Linear Berganda ... 117
Lampiran 9 Hasil Uji Asumsi Klasik... 118
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan ini akan terbagi menjadi empat subbab.
Masing-masing subbab akan membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian. Berikut akan dijelaskan secara terperinci pada
subbab-subbab pada bab ini.
1.1 Latar Belakang
Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan
kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara. Daerah mampu melaksanakan otonomi
berarti mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Adanya
otonomi daerah membedakan pajak menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak
daerah menjadi salah satu komponen dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
merupakan salah satu sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan Undang-Undang No.34
Tahun 2000, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
2
Undang undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pemerintah Daerah kini mempunyai tambahan jenis Pajak Daerah yaitu
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Perbedaan jenis pajak daerah
sebelum dan sesudah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
disajikan pada Lampiran 1.
PBB-P2 yang awalnya merupakan Pajak Pusat, kini pengelolaannya
dialihkan ke Pemerintah Daerah. Pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke seluruh
pemerintahan kabupaten/kota diilaksanakan paling lambat 1 Januari 2014 dengan
tahapan yang dimulai sejak tahun 2011. Sejak PBB-P2 menjadi pajak daerah,
100% realisasi PBB-P2 menjadi hak pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan saat
dikelola oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten/Kota memperoleh
pembagian sebesar 64,8%. Oleh karena itu, pengalihan PBB-P2 diharapkan
mampu meningkatkan jumlah PAD.
Di Provinsi Bali, pengalihan PBB-P2 mulai dilakukan tahun 2013 yang
diawali oleh empat Kabupaten/Kota, sedangkan lima Kabupaten lainnya
melakukan pengalihan di tahun 2014. Kabupaten Tabanan merupakan salah satu
kabupaten yang melakukan pengalihan PBB-P2 tahun 2013 dengan kontribusi
PBB-P2 yang besar bagi Pajak Daerah. Kabupaten Tabanan merupakan salah satu
kabupaten di Bali yang sumber PAD bergantung pada sektor pajak daerah.
Pengalihan PBB-P2 menambah pajak daerah sebesar 17,43% pada tahun 2013
dan 15,84% pada tahun 2014. Peningkatan PAD sejak dialihkannya PBB-P2
3
Tabel 1.1.
Perbandingan realisasi Pajak Daerah Kabupaten Tabanan sebelum dan sesudah PBB-P2 menjadi Pajak Daerah
Pajak Hotel 11,27 M 22,45 15,21 M 17,13 16,79 M 17,6
Pajak Restoran 6,30 M 12,55 9,92M 11,18 11,38 M 11,93
Pajak Hiburan 1,37 M 2,73 0,38 M 0,43 0,67 M 0,70
Pajak Reklame 1,59 M 3,17 1,52 M 1,71 1,51 M 1,58
Pajak
18,56 M 36,96 43,19 M 48,65 33,42 M 35,02
Jumlah 50,21 M 88,77 M 95,42 M
Sumber: Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan, 2015
Realisasi PBB-P2 pada tahun 2013 dan 2014 pada Tabel 1.1 terdiri dari
realisasi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) tahun berjalan dan piutang
PBB-P2 tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan potensi penerimaan
PBB-P2, realisasi yang dicapai tahun 2013 dan 2014 tergolong rendah.
Perbandingan antara SPPT yang diterbitkan dan realisasi dapat dilihat pada Tabel
4
Tabel 1.2.
Perbandingan Potensi dan Realisasi PBB-P2 Kabupaten Tabanan
Tahun
2013 262.876 18,70 M 147.061 11,97 M 55,94 64,00
2014 264.680 20,46 M 134.831 12,52 M 50,94 61,20
Sumber: Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan, 2015
Berdasarkan Tabel 1.2, dapat dilihat bahwa SPPT yang diterbitkan di
awal tahun 2013 hanya dapat direalisasikan sebesar 55,94 persen sepanjang tahun
2013 sedangkan SPPT yang diterbitkan di awal tahun 2014 hanya dapat
direalisasikan 50,94 persen sepanjang tahun 2014. Hal ini merupakan masalah
yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan. Rendahnya realisasi yang
dibandingkan pajak terhutang yang ditetapkan menyebabkan tingginya
penambahan piutang setiap tahunnya.
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten
Tabanan, piutang pajak daerah per 31 Desember 2014 mengalami peningkatan
sebesar 16,29 persen dari Rp 48.899.196.115,65 menjadi Rp 58.025.512.684,23.
Tingginya piutang pajak daerah Kabupaten Tabanan dikarenakan tingginya
piutang PBB-P2. Perbandingan antara piutang PBB-P2 dan pajak daerah lainnya
5
Tabel 1.3
Piutang Pajak Daerah Kabupaten Tabanan
Keterangan Per 31 Des 2014 Per 31 Des 2013
Piutang (Rp)
Piutang (Rp)
Piutang Pajak Hotel 1,829 M 0,492 M
Piutang Pajak Restoran 1,705 M 0,561 M
Piutang Pajak Hiburan 0,005 M 0,155 M
Piutang Pajak Air
Sumber: Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan, 2015
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa PBB-P2 memiliki jumlah
piutang tertinggi dibandingkan pajak daerah lainnya. Tingginya penambahan
piutang PBB-P2 yang diakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak
mengurangi kinerja Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan
sebagai pengelola Pajak Daerah.
Pembayaran pajak merupakan dilema sosial karena sering terjadi
pertentangan antara kepentingan individual dengan kolektif (Holler et al. 2008).
Rendahnya penerimaan pajak disebabkan oleh rendahnya kepatuhan wajib pajak
dalam pembayaran PBB-P2. Hasil studi empiris menunjukkan bahwa penerimaan
pajak ditentukan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak. Astri dan Vinola (2009)
memberikan bukti empiris bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak badan
6
kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas
pelayanan dan sanksi perpajakan.
Seftiawan (2009) menemukan bahwa pelayanan perpajakan berpengaruh
karena dengan pemberian pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak maka
Wajib Pajak akan senantiasa memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak.
Pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak akan membuat Wajib Pajak merasa
senang dan dimudahkan serta terbantu dalam penyelesaian kewajiban
perpajakannya, hal ini juga berlaku untuk PBB-P2. Wajib pajak cenderung tidak
patuh karena tidak adanya insentif langsung dari negara berupa kualitas pelayanan
publik yang sebanding dengan pembayaran pajaknya (Manurung, 2013; Feld dan
Frey, 2002). Pelayanan yang optimal diharapkan mampu memberikan persepsi
kualitas pelayanan yang baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak
dalam pembayaran PBB-P2.
Hasil penelitian kualitas pelayanan pada kepatuhan wajib pajak dari
beberapa peneliti menunjukkan kontroversi hasil. Penelitian Widiastusi (2014)
menghasilkan pelayanan pajak mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk patuh
terhadap perpajakan. Sementara itu, penelitian Pratama (2012) menunjukkan
bahwa pelayanan kantor pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
Faktor lain yang terkait dengan kepatuhan wajib pajak dalam
membayar PBB-P2 adalah sanksi perpajakan. Dalam rangka peningkatan
kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2, Dinas Pendapatan dan
7
denda bagi wajib pajak PBB-P2 yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan
dalam jangka waktu yang ditetapkan. Dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan, sanksi perpajakan merupakan alat untuk mencegah wajib pajak
melanggar peraturan pajak dimana sanksi perpajakan bisa dituruti/ditaati/dipatuhi
oleh wajib pajak (Mardiasmo,2009:47). Wajib pajak akan taat terhadap aturan
pajak jika denda pajaknya tinggi (Allingham dan Sandmo, 1972). Sanksi
perpajakan yang diterapkan oleh Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung
Kabupaten Tabanan adalah pengenaan denda sebesar 2% per bulan setiap
keterlambatan pembayaran pajak dengan denda maksimal adalah 24 bulan. Sanksi
perpajakan PBB-P2 di Kabupaten Tabanan diatur dalam Pasal 20 Peraturan
Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 Tahun 2012. Pengenaan sanksi perpajakan
pada dasarnya digunakan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam
mengambil keputusan untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. Meskipun
demikian, masih banyak terdapat wajib pajak yang lalai dengan kewajibannya
dalam membayar pajak. Hal ini dapat dilihat dari jumlah SPPT tahun 2014 yang
dibayar sebelum jatuh tempo hanya sejumlah 130.423 dari total SPPT yang
diterbitkan sejumlah 264.680.
Koentarto (2011) menemukan penegakkan sanksi mempunyai pengaruh
yang nyata terhadap kepatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan. Penegakan sanksi yang adil akan dapat memberikan
kepuasan kepada wajib pajak dan mendorongnya untuk memenuhi kewajiban
pajaknya. Penelitian yang sama juga dihasilkan dari penelitian yang dilakukan
8
terhadap kepatuhan membayar pajak. Namun, hasil penelitian yang berbeda
ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Kolodziej (2010) yaitu
pengetahuan atas sanksi perpajakan menghasilkan hubungan negatif terhadap tax
behavior. Penelitian Widiastuti (2014) menghasilkan pengetahuan atas sanksi
pajak tidak berpengaruh pada perilaku wajib pajak untuk patuh terhadap
perpajakan.
Adanya perbedaan hasil penelitian kualitas pelayanan dan sanksi
perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak menunjukkan kemungkinan adanya
faktor lain dalam pengaruh kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan pada
kepatuhan wajib pajak. Dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel
locus of control sebagai variabel pemoderasi. Orientasi locus of control adalah
keyakinan tentang hasil berupa tindakan yang dilakukan tergantung dari apa yang
kita lakukan (orientasi kontrol internal) atau peristiwa di luar kontrol pribadi
(orientasi kontrol eksternal). Kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan akan
memiliki pengaruh yang lebih kecil apabila wajib pajak memiliki locus of control
internal. Sebaliknya, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan akan memiliki
pengaruh yang lebih besar apabila wajib pajak memiliki locus of controleksternal.
Hal ini dikarenakan tindakan atau keputusan wajib pajak dengan locus of control
eksternal akan lebih mudah dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu kualitas
pelayanan dan sanksi perpajakan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana “Locus of ControlMemoderasi
Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak
9
2.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan?
2) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan?
3) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan wajib Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama bagi Wajib Pajak yang memiliki
locus of controleksternal?
4) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama bagi Wajib Pajak yang memiliki
locus of controleksternal?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan Wajib Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
2) Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan Wajib Pajak
10
3) Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan Wajib Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama untuk Wajib Pajak
yang memiliki locus of controleksternal.
4) Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan Wajib Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama untuk Wajib Pajak
yang memiliki locus of controleksternal.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang teori atribusi dalam mempengaruhi kepatuhan wajib pajak serta
dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih
lanjut berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan dalam mengambil kebijakan
menyangkut keuangan daerah serta kinerja ekonomi dalam rangka
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai landasan teori yang digunakan
dalam penelitian ini, selanjutnya akan diuraikan mengenai penelitian sebelumnya
yang memuat penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya dan hasil dari
penelitian tersebut. Penjelasan terperinci untuk bab ini akan dijelaskan pada
subbab-subbab sebagai berikut.
2.1. Landasan Teori
Dalam subbab ini akan dibahas mengenai teori yang digunakan dalam penelitian
ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari teori dasar (grand
theory) dan teori pendukung.
2.1.1 Teori Atribusi (Atribution Theory)
Kajian tentang atribusi awalnya dilakukan oleh Heider tahun 1958. Teori
atribusi berkembang dari tulisannya yang berjudul “Native Theory of Action”,
yaitu kerangka kerja konseptual yang digunakan orang untuk menafsirkan,
menjelaskan, dan meramalkan tingkah laku seseorang. Menurut Heider (1958),
setiap individu pada dasarnya adalah seorang ilmuan semu (pseudo scientist) yang
berusaha untuk mengerti tingkah laku orang lain dengan mengumpulkan dan
memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka tiba pada sebuah
penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab orang lain bertingkah laku tertentu.
12
mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa dan
mempelajari bagaimana seseorang menginterpretasikan alasan atau sebab
perilakunya. Teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati
perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan
secara internal atau eksternal (Robbins, 2008). Atribusi dapat dibedakan sebagai
berikut.
1) Atribusi Internal yaitu perilaku seseorang timbul karena disebabkan oleh
faktor-faktor internal seperti sikap, sifat-sifat tertentu, ataupun aspek-aspek
internal yang lain.
2) Atribusi Eksternal yaitu perilaku seseorang timbul karena disebabkan oleh
keadaan atau lingkungan di luar diri orang yang bersangkutan (Sarwono, 1999)
Penentuan internal atau eksternal suatu perilaku menurut Robbins (2008)
bergantung pada tiga faktor yaitu:
1) Kekhususan
2) Konsensus
3) Konsistensi
Kekhususan memiliki arti seseorang akan mempersepsikan perilaku
orang lain secara berbeda pada situasi yang berlainan. Jika perilaku seseorang
dianggap suatu hal yang luar biasa, akan digolongkan atribusi eksternal,
sebaliknya itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi
internal. Konsensus berarti semua orang yang mempunyai kesamaan pandangan
dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila
13
konsensusnya rendah, termasuk atribusi eksternal. Faktor terakhir adalah
konsistensi, yaitu jika seorang menilai perilaku-perilaku orang lain dengan respon
sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu, orang akan
menghubungkan hal tersebut dengan sebab-sebab internal.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori atribusi karena teori ini
dapat menjelaskan faktor eksternal wajib pajak yaitu kualitas pelayanan dan
sanksi perpajakan yang berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Di samping
itu, teori ini juga menjelaskan adanya faktor internal wajib pajak yaitu locus of
control yang mampu memperkuat atau memperlemah pengaruh faktor eksternal
tersebut.
2.1.2 Teori Kontinjensi
Pendekatan kontinjensi yang digunakan oleh para peneliti dalam
penelitian seperti ini adalah dalam rangka memberikan masukan faktor-faktor
yang sebaiknya dipertimbangkan dalam perancangan penelitian.
Pendekatan kontinjensi yang digunakan banyak menarik minat para peneliti
karena mereka ingin mengetahui apakah tingkat keandalan variabel independen
selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak terhadap variabel
dependennya. Dengan didasarkan pada teori kontinjensi maka ada dugaan bahwa
terdapat faktor situasional lainnya yang mungkin akan saling berinteraksi didalam
mempengaruhi situasi tertentu. Beberapa penelitian dalam akuntansi
menggunakan pendekatan kontinjensi adalah untuk melihat hubungan
14
Keterkaitan interaksi hubungan antara locus of control dengan kualitas
pelayanan dan sanksi perpajakan dapat dijelaskan oleh pendekatan kontinjensi.
Dengan demikian teori kontinjensi dalam penelitian ini mengargumenkan bahwa
kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan yang diperoleh Wajib Pajak dalam
mencapai peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, akan bergantung pada suatu
kondisi tertentu, salah satunya adalah locus of controlWajib Pajak.
2.1.3 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Dalam anak subbab ini akan dibahas mengenai hal-hal terkait Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yaitu pengertian, dasar pengenaan
PBB-P2, dan Wajib Pajak. Penjelasan terperinci untuk subbab ini akan dijelaskan pada
anak subbab sebagai berikut.
2.1.2.1. Pengertian
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 Tahun
2012, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak
atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfatkan oleh
orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Objek PBB-P2 adalah bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfatkan oleh orang pribadi atau
Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
15
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks
bangunan tersebut;
b. Jalan tol;
c. Kolam renang;
d. Pagar mewah;
e. Tempat olahraga;
f. Galangan kapal, dermaga;
g. Taman mewah;
h. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan
i. Menara
Sementara itu, objek pajak yang tidak dikenakan PBB-P2 adalah objek
pajak yang:
a. Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu;
d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak;
e. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas
16
f. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Tahun pajak PBB-P2 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
Pendataan PBB-P2 dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP). SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk
melaporkan data subjek dan objek PBB-P2 sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
2.1.2.2 Dasar Pengenaan PBB-P2
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 Tahun
2012, dasar pengenaan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP
adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau
NJOP pengganti. Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh Bupati. Tarif PBB-P2
ditetapkan sebesar:
a. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
ditetapkan sebesar 0,1% per tahun; dan
b. Untuk NJOP di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan
sebesar 0,2% per tahun
Dalam hal bumi dan/atau bangunan menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan, maka tarif ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
17
b. Untuk NJOP di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan
sebesar 0,3% per tahun
Dalam hal pemanfaatan bumi merupakan kawasan jalur hijau, maka tarif
ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
ditetapkan sebesar 0,05% per tahun; dan
b. Untuk NJOP di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan
sebesar 0,1% per tahun
Besaran pokok PBB-P2 yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif dengan NJOP setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP). NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 10.000.000,00 untuk setiap Wajib
Pajak.
2.1.2.3 Wajib Pajak
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 Tahun
2012, Subjek PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib PBB-P2
2.1.3 Kualitas Pelayanan
Dalam anak subbab ini akan dibahas mengenai hal-hal terkait variabel
18
pengertian dan dimensi kualitas jasa. Penjelasan terperinci untuk subbab ini akan
dijelaskan pada anak subbab sebagai berikut.
2.1.3.1 Pengertian Pelayanan
Pelayanan merupakan bentuk bantuan yang diberikan pada orang lain
menggunakan cara tertentu yang membutuhkan kepekaan dan hubungan
interpersonal sehingga mampu menciptakan kepuasan dan keberhasilan.
Tercapainya keberhasilan penerimaan pajak dipengaruhi oleh tax payer yang
didominasi dari dalam diri individu tersebut. Namun, faktor yang mempengaruhi
keberhasilan tidak hanya akibat dari tax payer.
Menurut Supadmi (2009:217), secara sederhana kualitas adalah suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya.
Menurut the Amerika Society of Quality Controldalam Sumadi (2005), kualitas
adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa
menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah
ditentukan atau yang telah bersifat laten. Tjiptono (1996) dan Wyckoff (1992)
dalam Hadiati (2003:298) mendefinisikan kualitas sebagai derajat sejauh mana
produk memenuhi spesifikasi-spesifikasinya. Dengan demikian, yang dikatakan
kualitas adalah kondisi dinamis yang menghasilkan :
1) Produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2) Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
3) Suatu proses yang memenuhi atau melebihi haparan pelanggan.
19
Kualitas pelayanan merupakan suatu sikap atau pertimbangan global
tentang keuangan dari suatu pelayanan (Burhanudin, 2009). Menurut gap theory
yang diusulkan oleh Parasuraman dkk (1985), bahwa kualitas pelayanan
merupakan perbandingan antara harapan yang diinginkan oleh pelanggan dengan
penilaian mereka terhadap kinerja aktual dari suatu penyediaan layanan (Cronin,
1992). Kualitas pelayanan dalam penelitian ini adalah persepsi wajib pajak atas
perbandingan antara harapan jasa yang diinginkan dengan penilaian mereka
terhadap kinerja aktual penyedia layanan.
2.1.3.2 Dimensi Kualitas Jasa
Aspek yang sangat penting dan menentukan kualitas jasa yang dihasilkan
dalam bisnis jasa adalah sikap dan pelayanan dari contact personal. Sehubungan
dengan contact personal yang sangat penting dalam menentukan kualitas jasa,
setiap perusahaan memerlukan service excellent, yaitu suatu sikap atau cara
karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Secara garis besar ada
beberapa unsur pokok dalam konsep ini seperti yang dinyatakan Tjiptono
(2002:58), yaitu : kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan.
Tjiptono (2002:70) menyatakan adanya lima dimensi yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi kualitas jasa pelayanan, yaitu:
1) Bukti Fisik (tangibles), yaitu meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan,
dan komunikasi. Tangibles yang diberikan akan digunakan oleh
pelanggan-pelanggan baru untuk mengevaluasi kualitas. Tangibles sering digunakan oleh
20
2) Keandalan (reliability) merupakan kemampuan para petugas pajak dalam
memberikan pelayanan yang menjanjikan dengan segera dan memuaskan. Hal
ini berarti bahwa penyediaan jasa harus dapat memenuhi janji mereka, karena
jika penyediaan jasa menginginkan agar pelanggan tetap loyal terhadap jasa
yang diberikan maka penyediaan jasa harus memperhatikan dan memenuhi
janjinya tersebut.
3) Daya Tanggap (responsiveness) merupakan karakteristik kecocokan dalam
pelayanan manusia yaitu keinginan para petugas pajak untuk membantu wajib
pajak dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Dimensi ini menekankan
kepada perhatian dan kecepatan lain-lain menangani pertanyaan, keluhan dan
masalah pelanggan. Selain itu, pada dimensi ini prilaku karyawan sangat
berpengaruh dalam membentuk persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa.
4) Jaminan (assurance),yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki oleh petugas pajak bebas dari resiko, bahaya atau
keragu-raguan. Dimensi ini dapat menjadi sangat penting dan pengaruh
persepsi pelanggan terhadap service quality apabila jasa yang diberikan
beresiko tinggi. Oleh karena itu, dimensi ini sangat bergantung pada
kemampuan karyawan dalam mengkonsumsikan kredibilitas mereka dalam
perusahaan.
5) Empati (emphaty), meliputi kemudahan petugas dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan,
memperlakukan dan melayani pelanggan secara pribadi, dan memandang
21
utama. Dengan demikian, pelanggan akan merasa diperhatikan oleh perusahaan
jasa.
Kualitas pelayanan merupakan faktor-faktor yang digunakan untuk
menilai kualitas jasa. Kepatuhan WP dalam membayar pajak dipengaruhi oleh
mutu pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak kepada wajib pajak. Peranan
petugas pajak tidak hanya menjalankan tugasnya yang berkaitan dengan
perpajakan namun berperan aktif dalam menjaga agar WP tetap patuh dengan
memberikan pelayanan yang prima.
Petugas pajak yang memiliki tanggungjawab akan pelayanan dapat
berinteraksi langsung dengan wajib pajak oleh karena itu, peran petugas pajak
dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan WP untuk berperilaku patuh
atau tidak. Widiastuti (2014) menyatakan apabila kualitas pelayanan semakin baik
maka akan cenderung meningkatkan tingkat kepatuhan pajak. Semakin tinggi
mutu pelayanan yang diberikan maka tingkat kepatuhan perpajakan semakin
tinggi.
2.1.4 Sanksi Perpajakan
Sanksi merupakan bentuk hukuman yang diberikan oleh pemerintah
kepada individu yang melanggar peraturan. Bentuk hukuman tersebut dapat
berupa denda yang dapat diselesaikan dengan cara membayar sejumlah uang yang
sudah ditentukan oleh pemerintah sesuai dengan perundang-undangan.
Widiastuti (2014) menyatakan Undang-undang dan peraturan secara garis
22
diperkenankan oleh masyarakat. Oleh karena itu, agar peraturan perpajakan
dipatuhi oleh masyarakat, maka harus diberikan sanksi bagi individu yang
melakukan pelanggaran sehingga hal tersebut menjadi sebuah pertimbangan
tersendiri bagi wajib pajak.
WP dapat mematuhi kewajiban untuk pembayaran pajak ketika WP
mempertimbangkan sanksi denda yang akan lebih merugikan. Apabila sisa pajak
yang tertunggak dimiliki wajib pajak semakin banyak maka jumlah yang harus
dibayar oleh WP juga semakin besar sehingga WP akan semakin berat untuk
melunasi pajak yang tertunggak tersebut. Oleh sebab itu sikap atau pandangan WP
terhadap sanksi denda diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan WP
dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut maka sanksi pajak relevan
digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini.
Beberapa bukti empiris seperti penelitian Jatmiko (2006) dan Sanjaya
(2014) menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam mematuhi perpajakan. Oleh karena itu, semakin tegas persepsi
WP mengenai sanksi dan hukum pajak maka tingkat kepatuhan perpajakan akan
semakin meningkat.
2.1.5 Kepatuhan Pajak
Kepatuhan secara umum adalah tunduk atau patuh pada suatu aturan
yang telah ditetapkan. Kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok, atau
organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan aturan yang
23
sebagai suatu perilaku dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban
perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya (Nurmantu, 2000). Robbins
(2008) berpendapat perilaku kepatuhan seseorang merupakan interaksi antara
perilaku individu, kelompok dan organisasi. Berdasarkan pemahaman mengenai
definisi kepatuhan pajak yang diungkapkan tersebut di atas, maka WP diharapkan
lebih patuh dalam memenuhi kewajiban membayar pajak sehingga fungsi pajak
dapat tercapai.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan patuh adalah
taat pada aturan. Sehingga kepatuhan adalah ketaatan dalam menjalankan
aturan-aturan yang telah ditentukan. Kepatuhan dalam hal perpajakan berarti keadaan
Wajib Pajak melaksanakan kewajibannya, secara disiplin, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan serta cara perpajakan yang berlaku. Kepatuhan perpajakan
dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan. Terdapat dua jenis kepatuhan yakni:
1) Kepatuhan Formal
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang perpajakan.
2) Kepatuhan Material
Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
substantif/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni
24
Kepatuhan merupakan perilaku yang taat hukum. Secara konsep,
kepatuhan diartikan dengan adanya usaha dalam memenuhi peraturan hukum oleh
seseorang atau organisasi. Menurut Zain (2008:31) terdapat iklim perpajakan yang
digunakan untuk mengukur derajat kepatuhan Wajib Pajak yang bercirikan:
1) Wajib pajak memahami dan berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2) Mengisi formulir pajak dengan tepat.
3) Menghitung pajak dengan jumlah benar.
4) Membayar pajak tepat pada waktunya.
Dalam Pajak Bumi dan Bangunan, Wajib Pajak tidak perlu menghitung
sendiri pajak yang harus dilunasinya. Wajib Pajak hanya perlu patuh dalam
pengisian formulir pemberitahuan objek pajak dengan tepat dan membayar
kewajiban Pajak Bumi dan Bangunannya sesuai dengan apa yang tertera pada
SPPT dengan tepat waktu dan tepat jumlah.
2.1.6 Locus of Control
Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter
(1966), seorang ahli pembelajaran sosial. Rotter (1966) menyatakan bahwa locus
of controlsebagai tindakan dimana individu menghubungkan peristiwa-peristiwa
dalam kehidupannya dengan tindakan atau kekuatan di luar kendalinya. Locus of
control menggambarkan seberapa jauh seseorang memandang hubungan antara
perbuatan yang dilakukan (action) dengan akibat/hasil (outcome). Rotter (1966)
25
1) Locus of controlinternal
Seseorang yang memiliki locus of control internal cenderung menganggap
bahwa keterampilan (skill), kemampuan (ability) dan usaha (effort) lebih
menentukan apa yang mereka peroleh dalam hidup mereka. Mereka yang
merasa tanggung jawab atas kejadian-kejadian tertentu.
2) Locus of controleksternal
Seseorang yang memiliki locus of control eksternal cenderung menganggap
bahwa apa yang diperoleh dalam hidup mereka terutama ditentukan oleh
kekuatan dari luar diri mereka, seperti nasib, takdir, keberuntungan, dan orang
lain yang berkuasa. Mereka sering menyalahkan (atau bersyukur) atas
keberuntungan, petaka, nasib, keadaan dirinya, atau kekuatan-kekuatan lain di
luar kekuasaannya.
Konsep Locus of Control didasarkan pada teori pembelajaran sosial
(Reiss dan Mitra, 1998). Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa pilihan
dibuat oleh individu dari berbagai macam perilaku potensial yang tersedia untuk
mereka (Phares, 1976 dalam Reiss dan Mitra, 1998). Locus of control
didefinisikan Mac Donald dalam Tsui dan Gul (1996) sebagai sejauh mana
seseorang merasakan hubungan kontinjensi antara tindakan dan hasil yang mereka
peroleh. Seseorang yang percaya bahwa mereka memiliki pengendalian atas takdir
mereka disebut internal. Dalam hal ini, mereka mempercayai bahwa pengendalian
itu terletak dalam diri mereka sendiri. Di lain pihak, eksternal adalah orang yang
26
mereka sendiri. Sebagai contoh, oleh takdir, keberuntungan, kekuatan yang lain
atau sesuatu yang tidak dapat diprediksi.
2.2 Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian-penelitian terdahulu
sebagai referensi. Adapun penelitian sebelumnya yang digunakan dalam
penelitian ini di antaranya yaitu Banyu (2011) meneliti Pengaruh sikap, kesadaran
wajib pajak, dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak bumi dan bangunan di kecamatan Pamulang Kota Tangerang
Selatan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sikap, kesadaran
wajib pajak, dan pengetahuan perpajakan sebagai variabel bebas kepatuhan wajib
pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sebagai variabel terikat. Teknik
analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa secara parsial sikap wajib pajak tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, kesadaran wajib pajak dan
pengetahuan perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak serta secara simultan sikap wajib pajak, kesadaran wajib pajak, pengetahuan
perpajakan, berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Survina (2011) meneliti Pengaruh Pengetahuan Pajak, Kualitas
Pelayanan Pajak, Biaya Kepatuhan Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak Restoran
di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pengetahuan pajak, kualitas pelayanan pajak, dan biaya
27
sebagai variabel terikat. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 85 wajib pajak.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil
penelitian menunjukan bahwa pengetahuan pajak, kualitas pelayanan pajak, dan
biaya kepatuhan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak restoran di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung.
Pratiwi dan Setiawan (2014) meneliti tentang pengaruh kesadaran wajib
pajak, kualitas pelayanan, kondisi keuangan perusahaan, dan persepsi tentang
sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak reklame di Dinas Pendapatan Kota
Denpasar. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 wajib pajak. Teknik analisis
data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, kondisi keuangan
perusahaan, dan persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak reklame.
Sanjaya (2014) meneliti tentang pengaruh kualitas pelayanan, kewajiban
moral dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak
hotel. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 wajib pajak. Teknik analisis data
yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian
menunjukkan kualitas pelayanan, kewajiban moral dan sanksi perpajakan
berpengaruh kepada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel di Dinas
Pendapatan Kota Denpasar.
Yadnyana (2009) meneliti tentang pengaruh moral dan sikap wajib
pajak pada kepatuhan wajib pajak koperasi di Kota Denpasar. Variabel yang
28
kebijaksanaan perpajakan terdiri dari sanksi, penghindaran pajak dan administrasi
pajak), serta kepatuhan perpajakan. Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis
regresi linear berganda. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa moral dan
sikap wajib pajak secara simultan dan parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak koperasi di Kota Denpasar.
Jatmiko (2006) meneliti pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan
sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan
wajib pajak. Penelitian ini menemukan bahwa sikap wajib pajak terhadap
pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap
wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Koertarto (2011), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran PBB. Penelitian ini
menemukan faktor SPPT, sanksi, pelayanan pajak dan pendapatan wajib pajak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan membayar PBB. Analisis
lebih lanjut menemukan layanan pajak memiliki pengaruh dominan terhadap
kepatuhan membayar pajak. Ringkasan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada