BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945, salah satu tujuan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan ini diimplementasikan dalam suatu sistem pengajaran
nasional yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Upaya mencerdaskan bangsa merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas
manusia Indonesia sehingga terwujudnya masyarakat yang maju, adil, dan makmur.
Peningkatan pendidikan diharapkan menjadi ujung tombak penyediaan sumber daya
manusia yang berkualitas. Tidak hanya berkualitas dari segi lahiriah saja, tapi juga
batiniah. Bila kedua kualitas tersebut sudah mampu terpenuhi, maka sumber daya
yang diharapkan akan dapat bersaing dan mengangkat nama bangsa dalam jenjang
percaturan dunia.
Manusia yang berkualitas secara lahiriah dan batiniah atau sering kita kenal
dengan manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan
mempunyai iman dan taqwa (IMTAQ) akan mampu membawa Indonesia menjadi
bangsa yang maju dan berbudi. Landasan iman dan taqwa sangat dibutuhkan dalam
menghadapi pengaruh globalisasi yang semakin menjauhkan nilai-nilai religi dari
Pendidikan keagamaan sebagai sarana bagi penanaman nilai-nilai sosial dan
budaya bangsa ini masih cukup relevan dan strategis dalam membangun bangsa ini.
Masyarakat Indonesia yang notabene adalah masyarakat religius yang meletakkan
agama sebagai referens nilai dan juga dasar pemikiran dalam mengembangkan
budaya dan norma-norma kehidupan.
Kenyataan ini dapat kita lihat pada bentuk-bentuk tradisi yang selalu
diwarnai oleh ritual keagamaan. Setidaknya setiap praktek tradisi yang berlangsung
dan berkembang di masyarakat kita tidak luput dari untaian doa dan harapan-harapan.
Praktek tradisi ini berlandaskan pada kesadaran spiritual pada tingkatan individu yang
kemudian terwarisi turun-temurun dari generasi ke generasi.
Kesadaran spiritual tinggi yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia pulalah
yang juga menjadi motivasi dalam proses perebutan hak kemerdekaan bangsa kita
dari tangan penjajah. Banyak simpul-simpul gerakan kemerdekaan di masa
penjajahan yang merupakan tokoh-tokoh keagamaan seperti kiyai dan ulama yang
diikuti oleh para murid dan santrinya. Artinya spiritualitas yang dimiliki bangsa ini
berhasil membawa pencerahan untuk bangkit dan berdiri melawan segala bentuk
penindasan di masa penjajahan. Kenyataan yang cukup kontradiktif dengan hal itu
saat ini terjadi pada bangsa kita di era modern.
Moderrnitas pada tahap yang sudah nyata saat ini telah mampu menggeser
nilai-nilai spiritualitas yang merupakan kekuatan moral masyarakat. Rasionalisme
yang berkembang dalam bentuk pencapaian-pencapaian kebutuhan materil telah
Dalam banyak pembahasan kesadaran akan pentingnya penanaman
nilai-nilai keagamaan memang mendapatkan perhatian serius. Hal ini tak lain karena
realitas kekinian yang semakin mengkhawatirkan khususnya di kalangan generasi
muda kita. Persoalan yang muncul semakin kompleks karena konteks sosial yang
juga rumit untuk dipahami dalam pola fikir mereka. Fenomena tawuran pelajar,
kasus-kasus narkoba, kebebasan seksual, dan gaya hidup metropolis lainnya semakin
dekat dengan generasi muda kita. Bukan hanya di perkotaan, namun sudah
menghilangkan sekat-sekat geografis. Keadaan ini semakin hari semakin merata.
Kegelisahan dapat kita rasakan, namun akar dari kegelisahan itu masih sulit untuk
kita temukan sebagai starting point dalam merangkai kembali jalinan nilai yang
memudar perlahan dalam dinamika kehidupan modern yang tak terkendali.
Agama masih kita yakini sebagai solusi. Hal ini ada dalam benak kejiwaan
setiap kita. Tetapi sekat yang muncul dari realitas modern kehidupan semakin
menjauhkan sistem nilai kita dari norma-norma keagamaan yang kita yakini, dan
mengarahkan pola fikir kita pada pemilahan antara kebutuhan riil (duniawi) dan
kebutuhan abstrak (ukhrowi). Inilah tantangannya dan demikianlah keadaan batin
setiap orang Indonesia di masa kini. Lalu bagaimana kita melangkah dan menentukan
arah kebijakan untuk generasi mendatang, sementara hari ini kita tidak mampu
menyelesaikan kontradiksi internal pada tataran ideologis yang kita anut.
Sistem pendidikan nasional sebenarnya sudah mengarah pada pendidikan
yang religius. Hal ini dapat diamati dari tujuan pendidikan nasional yang sebagian
mengena jika menggunakan pendekatan agama. Sebagaimana yang dikatakan Zuhdi
(2005:3) sebagai berikut.
In Indonesia, religious education has become a great concern for the Indonesian authorities since the early development of the country’s educational system. The Indonesian government recognizes the existence of religion-oriented schools as well as religious education in public schools. One of the reasons for this is the belief that religious education is the best way to inculcate students with moral values. In addition, there are a number of other reasons for religious education.
Sekolah berbasis religi memiliki poin penting untuk diusung sebagai
kekuatan dalam menggalang kembali kepercayaan diri bangsa ini untuk mandiri
dengan ide-ide dasar kehidupan bangsa yang memang telah dan pernah kita miliki,
spritualitas yang termanifestasi dalam perikehidupan sosial kemasyarakatan dan tetap
menghargai konteks kemajemukan yang kita miliki. Ada beberapa hal yang penting
untuk dicatat sebagai potensi ideal yang masih dimiliki oleh sekolah berbasis religi
misalnya, pertama, berangkat dari kebutuhan masyarakat, dikelola dan dikembangkan
oleh masyarakat serta selalu bergerak dinamis dalam konteks kemasyarakatannya.
Artinya integritas ideologis sekolah berbasis religi betul-betul merepresentasikan
sebagai gerakan kemasyarakatan yang masih relatif murni dan terlepas dari
kepentingan-kepentingan lain seperti ekonomi dan politik misalnya. Kedua, semua itu
terjadi karena orisinalitas ide sekolah berbasis religi yang memang berakar kuat
secara historis pada masyarakat,
Beberapa poin di atas cukuplah untuk kita menyimpulkan bahwa di tengah
modernitas kehidupan bangsa kita ada kerinduan pada hilangnya norma-norma yang
adalah tiga landasan hidup yang mulai memudar dan sering menjadi bencana sosial di
lingkungan masyarakat. Dengan mengembalikan ketiga nilai tersebut melalui langkah
strategis berupa penguatan internal sekolah berbasis religi semoga kita bisa kembali
meraih apa yang telah hilang dari kesadaran kita dan menjadikannya sebagai karakter
pribadi bangsa Indonesia yang moralis, mandiri, dan dengan kualifikasi imtaq dan
iptek sesuai dengan slogan yang selalu kita suarakan.
Lembaga pendidikan Islam dihadapkan dan terperangkap pada persoalan
kualitas. Bahkan apabila diamati dan kemudian disimpulkan lembaga pendidikan
Islam terkukung dalam kemunduran, keterbelakangan, ketidakberdayaan, dan
kemiskinan. Katakan saja, lembaga pendidikan Islam terjebak dalam lingkaran yang
tak kunjung selesai yaitu persoalan tuntutan kualitas, relevansi dengan kebutuhan,
perubahan zaman. Bahkan pendidikan apabila diberi “embel-embel Islam”, dianggap
berkonotasi kemunduran dan keterbelakangan, meskipun sekarang secara
berangsur-angsur banyak di antara lembaga pendidikan Islam yang telah menunjukkan
kemajuan.
Sekolah-sekolah yang berlabel Islam Terpadu (IT) marak didirikan di
berbagai kota. Pesantren-pesantren modern juga marak di berbagai kota.
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang memiliki amal usaha di bidang
pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi juga berbenah
diri memperbaiki sistem yang ada untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang
religius. Berdasarkan data tahun 2005 yang dimuat dalam Profil Muhammadiyah
Sekolah Dasar (SD), 1.769 Madrasah Ibtidaiyah/Diniyah (MI/MD), 1.184 Sekolah
Menengah Pertama (SMP), 534 Madrasah Tsanawiyah (MTs), 511 Sekolah
Menengah Atas (SMA), 263 Madrasah Aliyah (MA), 172 Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), 67 Pondok pesantren, 55 Akademi, 4 Politeknik, 70 Sekolah
Tinggi, dan 36 Universitas.
Menurut Khozin, sistem pendidikan Indonesia yang pada masa awal
berdirinya Muhammadiyah masih dikotomik. Sistem yang satu hanya menekankan
pada sisi religiusitas sedangkan sistem yang lainnya hanya menekankan pada sisi
duniawi. Kedua sistem ini hanya mampu melahirkan manusia “cacat” yang sempit
dalam religiusitasnya atau manusia-manusia sekuler yang tak mengenal agama. K.H.
Ahmad Dahlan menawarkan konsep baru yang bertolak pada pemahaman hakikat
manusia secara utuh. Pendidikan seyogyanya melahirkan manusia-manusia tangguh
yang siap menghadapi problema masa depan. Untuk itulah, K.H. Ahmad Dahlan
membuat alternatif baru yaitu dengan memadukan sistem pendidikan pribumi atau
pesantren dengan sistem pendidikan kolonial yang sesuai dengan ajaran Islam.
Hasilnya, terbentuk sistem pembelajaran yang tidak hanya mencekoki peserta didik
dengan satu cabang ilmu melainkan mengombinasikan ilmu umum dan ilmu agama
(Fauziarti, 2009:5).
Dalam usia satu abad, Muhammadiyah sekarang telah berkembang pesat
dengan ribuan amal usaha, termasuk di bidang pendidikan. Secara fisik dan kuantitas,
Muhammadiyah bisa dikatakan jauh melampaui masa-masa awal berdirinya. Namun
perkembangan secara kuantitas. Kini, seringkali pendidikan yang diselenggarakan
Muhammadiyah kembali dipertanyakan. Masihkah lembaga pendidikan
Muhammadiyah jaya seperti dulu sebagai sekolah-sekolah yang mempunyai daya
saing? Berbagai kritik juga muncul, melihat pendidikan Muhammadiyah yang belum
mampu mencerminkan nilai-nilai Islam dalam perilaku warga sekolahnya.
SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan adalah salah satu sekolah di
bawah naungan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Muntilan. SD Muhammadiyah
Gunungpring berawal dari sebuah SD yang berada di tengah Desa Gunungpring yang
tidak begitu dilirik oleh masyarakat. Tetapi setelah diadakan pembenahan SD
Muhammadiyah Gunungpring maju pesat. Bahkan peserta didiknya berasal dari
beberapa kecamatan di sekitar Muntilan.
Pembenahan yang dilakukan SD Muhammadiyah Gunungpring antara lain
dengan menambahkan kurikulum madrasah diniyah dalam kurikulumnya. Dengan
penambahan kurikulum madrasah diniyah ini diharapkan dapat membekali siswanya
di bidang keagamaan. Selain itu SD Muhammadiyah Gunungpring juga membiasakan
peserta didiknya dengan praktik-praktik ibadah sehingga mereka akan terbiasa untuk
menjalankannya.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana
B. Fokus Penelitian
Sebagaimana diuraikan di atas, fokus penelitian ini adalah Bagaimana
pengelolaan sekolah berbasis religi di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan?
Mengingat fokus ini masih relatif luas, dan dengan mempertimbangkan berbagai
keterbatasan yang dialami penulis, maka fokus tersebut perlu dibatasi pada
aspek-aspek sebagai berikut.
1. Bagaimana karakteristik SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan sebagai
sekolah berbasis religi?
2. Bagaimana ciri-ciri pengelolaan kegiatan keagamaan di SD Muhammadiyah
Gunungpring Muntilan?
3. Bagaimana ciri-ciri aktivitas warga sekolah di SD Muhammadiyah Gunungpring
Muntilan?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus yang ada, penelitian ini mempunyai beberapa tujuan.
1. Mendeskripsikan karakteristik SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan
sebagai sekolah berbasis religi.
2. Mendeskripsikan ciri-ciri pengelolaan kegiatan keagamaan di SD
Muhammadiyah Gunungpring Muntilan.
3. Mendeskripsikan ciri-ciri aktifitas warga sekolah di SD Muhammadiyah
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang berjudul : Pengelolaan Sekolah Berbasis Religi (Studi
Situs di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang) ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan manajemen Sekolah berbasis religi
khususnya pada SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang
dan pada umumnya semua institusi pendidikan di Indonesia baik yang bersifat
teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil peneltian ini diharapkan menambah bahan kajian khususnya
mengenai pengelolaan sekolah berbasis religi pada SD Muhammadiyah
Gunungpring Muntilan Kabupaten Magelang dan seluruh institusi pendidikan
pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi bagi para stakeholders
dalam pengelolaan sekolah berbasis religi di SD Muhammadiyah Gunungpring
Muntilan Kabupaten Magelang dan seluruh jenjang institusi pendidikan.
E. Daftar Istilah
Istilah yang terdapat dalam penelitian yang berjudul Pengelolaan Sekolah Berbasis
Religi (Studi situs di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan Kabupaten
dari pembaca. Adapun istilah yang perlu ditegaskan dalam judul proposal tesis ini
sebagai berikut.
1. Pengelolaan Sekolah
Pengelolaan merupakan rangkaian kegiatan pengaturan melalui proses
pendayagunaan sumber daya melalui kegiatan fungsi-fungsi perencanaan,
pengoranisasian, penggeraan, dan pengendalian secara efektif dan efisien dalam
sebuah organisasi sekolah berdasarkan mekanisme tertentu. Dalam kaitannya
dengan penelitian ini adalah pengelolaan Sekolah Dasar Muhammadiyah
Gunungpring Muntilan.
2. Religi
Religi berasal dari kata religie (bahasa Belanda) atau religion (bahasa Inggris),
masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dibawa oleh orang-orang Barat
yang menjajah bangsa Indonesia. Religi mempunyai pengertian sebagai keyakinan
akan adanya kekuatan gaib yang suci, menentukan jalan hidup dan mempengaruhi
kehidupan manusia yang dihadapi secara hati-hati dan diikuti jalan dan aturan
serta norma-normanya dengan ketat agar tidak sampai menyimpang atau lepas dari