PENERAPAN EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH SISWA
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang)
TES I S
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
AULI A N O VEM Y D H I TA S UR B AK TI , S . Pd. NIM 1201135
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH PASCA SARJANA
AULIA NOVEMY DHITA SURBAKTI, S.Pd.
PENERAPAN EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH SISWA
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang)
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I
Didin Saripudin, Ph.D.
NIP.197005061997021001
Pembimbing II
Dr. Nana Supriatna, M.Ed.
NIP. 196110141986011
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Agus Mulyana, M.Hum.
Tesis ini telah diuji pada Sidang Tahap II
Hari/Tanggal : 8 dan 10 Juli 2014
Tempat : Ruang Sidang Sekolah Pasca Sarjana UPI
Tim Penguji :
Penguji I Penguji II
Didin Saripudin, Ph.D. Dr. Nana Supriatna, M.Ed.
NIP.197005061997021001 NIP.196110141986001
Penguji III Penguji IV
Dr. Agus Mulyana, M. Hum. Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd
NIP. 196608081991031002 NIP. 195804081984031003
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Agus Mulyana, M.Hum.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Penerapan Emancipatory Question Habermas untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa (Penelitian
Tindakan Kelas di Kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang)” ini dan seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu
yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas penyataan tersebut, saya siap
menanggung resiko yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini atau ada
klaim dari pihak lain terhadap karya saya.
Bandung, Juni 2014
Aulia Novemy Dhita Surbakti, S.Pd.
ABSTRAK
PENERAPAN EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH SISWA
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang)
Oleh: Aulia Novemy Dhita Surbakti, S.Pd.
Penelitian ini dilatarbelakangi dari permasalahan pembelajaran di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang yaitu guru sejarah mendominasi panggung kelas sehingga mengabaikan kesadaran sejarah yang merupakan pencapaian tertinggi pendidikan sejarah. Padahal seharusnya guru harus mampu mengeksplorasi pemahaman siswa dengan pertanyaan yang memposisikan siswa sebagai pelaku sejarah sehingga meningkatkan kesadaran sejarah siswa. Dari identifikasi kondisi pembelajaran tersebut maka permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimana menerapkan emancipatory question Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa dengan pertanyaan penelitian pertama, bagaimana desain pembelajaran yang dilakukan; kedua, bagaimana implementasi emancipatory question Habermas; ketiga, bagaimana wujud kesadaran sejarah siswa; keempat, apa kendala yang dihadapi oleh guru serta siswa dan kelima, bagaimana efektivitas penerapan emancipatory question Habermas. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang. Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, catatan lapangan, wawancara dan dokumen. Adapun dari hasil penelitian diperoleh bahwa penerapan emancipatory question Habermas dapat meningkatkan kesadaran sejarah siswa dan menjadikan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sejarah. Berdasarkan pertanyaan penelitian diperoleh bahwa: Pertama, desain pembelajaran diawali dengan penentuan SK/KD, Silabus lalu menyusun RPP serta konstruksi emancipatory question Habermas. Kedua, emancipatory question Habermas diterapkan dalam lima kali tindakan. Ketiga, wujud kesadaran sejarah siswa yang dimunculkan adalah kesadaran teladan (historical exemplary) dan kesadaran kritis (historical critical) serta kesadaran sejarah yang bersifat transmisi dan trasnformasi. Keempat, kendala yang dihadapi oleh guru mitra dan siswa meliputi: 1) Kompleksitas dan Triabilitas, 2) Rendahnya pemberian motivasi dan reward, 3) Guru mitra kurang menguasai konsep sejarah dan konsep-konsep dari ilmu-ilmu lain serta 4) Keterbatasan referensi pertistiwa kontekstual. Kelima, emancipatory question Habermas efektif meningkatkan kesadaran sejarah siswa karena didukung oleh: 1) Peningkatan kemampuan guru, 2) Partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran dan 3) Peningkatan fungsi kesadaran sejarah dari hasil belajar siswa.
ABSTRACT
APPLICATION EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS TO INCREASE STUDENTS HISTORICAL CONSCIOUSNESS (Classroom Action Research In Class XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang)
By : Aulia Novemy Dhita Surbakti, S.Pd.
This research based on the problems in class XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang there is history teacher dominates the stage class that ignores the students historical consciousness which is the highest educational attainment of history. Teacher should be able to explore students 'understanding of the questions that positioned students as agents of history thus increasing students historical consciousness. From the identification of the learning conditions of this study the main problem is how to apply emancipatory question Habermas to raise students historical consciousness with the first research question, how to design their lessons; second, how the implementation of emancipatory question Habermas; third, how the shape of students historical consciousness; fourth, what problems faced by teachers and students and the fifth, how the effectiveness of the application of emancipatory question Habermas. The purpose of this research is to increase students historical consciousness in class XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang. The method used was Classroom Action Research Methods by using data collection techniques such as observation, field notes, interviews and documents. The results showed that the application of emancipatory question Habermas can boost the students historical consciousness and make students actively participate in learning of history. Based on the questions research showed that: First, the design of learning filled with preparing lesson plans and construction emancipatory question Habermas. Second, emancipatory question Habermas applied to five actions. Third, a shape of students historical consciousness are historical exemplary and historical critical as well as transmitted and trasnformation. Fourth, the problems faced by the teacher and student partners include: 1) Complexity and Triabilitas, 2) Low motivation and reward, 3) Teacher partners less mastered the concept of the history and concepts of other sciences and 4) Limitations contextual reference. Fifth, emancipatory question Habermas effectively increase students historical consciousness as it is supported by: 1) Increasing the ability of teachers, 2) Active participation of students in the learning process, and 3) Increased awareness of the historical function of student learning outcomes.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
MOTTO… ...iii
LEMBAR PERNYATAAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH...vii
ABSTRAK ... ix
DAFTRA ISI ... xi
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR GRAFIK ...xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12
A. Kesadaran Sejarah ... 12
B. Konstruksi Materi Pembelajaran Sejarah ... 26
C. Emancipatory Question Habermas ... 30
D. Pendekatan Konstruktivistik Dalam Pembelajaran Sejarah ... 37
E. Strategi Pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran Sejarah... 41
F. Desain Pembelajaran Sejarah ... 45
BAB III METODE PENELITIAN ... 53
A. Desain dan Prosedur Penelitian ... 54
B. Lokasi Penelitian, Subjek Penelitian dan Guru Mitra ... 59
C. Validasi Instrumen ... 62
D. Teknik Pengumpulan Data ... 64
E Teknik Analisis Data ... 71
F. Interpretasi Data ... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74
A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 74
1. Deskripsi Awal Proses Pembelajaran ... 74
2. Desain Pembelajaran Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 82
3. Implementasi Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 86
a). Tindakan 1 ... 86
b). Tindakan 2 ... 95
c). Tindakan 3 ... 103
d). Tindakan 4 ... 114
e). Tindakan 5 ... 123
4. Wujud Kesadaran Sejarah Siswa Dengan Penerapan Emancipatory Question Habermas ... 129
5. Kendala-kendala Penerapan Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 131
6. Efektivitas Penerapan Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 133
B. Pembahasan ... 136
2. Implementasi Emancipatory Question Habermas
Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 142
3. Wujud Kesadaran Sejarah Dengan Penerapan Emancipatory Question Habermas ... 146
4. Kendala-kendala Penerapan Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 151
5. Efektivitas Penerapan Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 154
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 158
A. Simpulan ... 158
B. Rekomendasi ... 160
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 2.1. Tipe Kesadaran Sejarah Jörn Rüsen ... 20
Tabel 2.2. Habermas Three Domains of Knowledge ... 33
Tabel 2.3. Habermas and Type of Knowing Ryle ... 33
Tabel 2.4. Perbandingan antara Konstruktivisme dan Pengajaran Tradisional ... 40
Tabel 2.5. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Tradisional ... 44
Tabel 2.6. Contoh Konstruksi Pembelajaran Sejarah dan Isu Sosial Kontemporer ... 46
Tabel 2.7. Konstruksi Pertanyaan ... 48
Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Tindakan Penerapan Emancipatory Question Habermas ... 61
Tabel 4.1. Observasi Tahap Orientasi Aktivitas Guru Mitra ... 77
Tabel 4.2. Observasi Tahap Orientasi Aktivitas Siswa ... 78
Tabel 4.3. Observasi Tindakan 1 Aktivitas Guru Mitra ... 90
Tabel 4.4. Observasi Tindakan 1 Aktivitas Siswa ... 92
Tabel 4.5. Observasi Tindakan 2 Aktivitas Guru Mitra ... 99
Tabel 4.6. Observasi Tindakan 2 Aktivitas Siswa ... 100
Tabel 4.7. Observasi Tindakan 3 Aktivitas Guru Mitra ... 110
Tabel 4.8. Observasi Tindakan 3 Aktivitas Siswa ... 112
Tabel 4.9. Observasi Tindakan 4 Aktivitas Guru Mitra ... 120
Tabel 4.10. Observasi Tindakan 4 Aktivitas Siswa ... 121
Tabel 4.11. Konstruksi Pertanyaan ... 124
Tabel 4.12. Observasi Tindakan 5 Aktivitas Guru Mitra ... 126
Tabel 4.13. Observasi Tindakan 5 Aktivitas Siswa ... 127
Tabel 4.14. Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa ... 134
Tabel 4.15. Rekapitulasi Skor Fungsi Kesadaran Sejarah Siswa ... 134
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
Gambar 3.1. Spiral Penelitian dari Kemmis dan Mc Taggart ... 55
DAFTAR GRAFIK
Nomor Grafik Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Halaman
Lampiran 1 Surat izin penelitian ... 173
Lampiran 2 Surat keterangan penelitian dari Kepala Sekolah SMA Bina Bangsa Palembang ... 174
Lampiran 3 Profil Sekolah ... 175
Lampiran 4 Profil Guru Mitra ... 176
Lampiran 5 RPP ... 177
Lampiran 6 Catatan Lapangan ... 183
Lampiran 7 Transkrip Wawancara Guru Mitra... 268
Lampiran 8 Transkrip Wawancara Siswa ... 271
Lampiran 9 Dokumentasi Foto ... 275
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan yang difokuskan dengan melakukan
observasi oleh peneliti pada akhir bulan November 2013, bentuk pembelajaran
sejarah di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang adalah guru sejarah
mendominasi panggung kelas sedangkan siswa bagai penonton seperti dalam
suatu pertunjukan drama. Kondisi tersebut hampir sama dengan istilah yang
sering kita dengar yaitu siswa datang, duduk, diam, pulang. Keadaan tersebut
terjadi karena guru sejarah masih memiliki persepsi bahwa siswa harus menguasai
banyak materi sejarah agar mencapai hasil belajar yang memuaskan. Akibatnya
pertanyaan guru kurang mengeksplorasi pemahaman siswa sehingga proses
pembelajaran sejarah kental dengan penyampaian fakta sejarah.
Permasalahan pembelajaran sejarah tersebut ternyata merupakan
kelemahan pendidikan sejarah yang identik dengan angka, tahun peristiwa, nama
peristiwa, nama pelaku dan jalannya peristiwa (Hasan (2012: 72). Kelemahan
pendidikan sejarah juga disampaikan oleh Stopsky dan Sharon Lee (dalam
Supriatna E, 2006: 59) yang menyatakan bahwa pendidikan sejarah sebagai mata
pelajaran berisi fakta, nama dan peristiwa masa lalu; mata pelajaran yang
membosankan; tidak ada kontribusi dalam masyarakat karena hanya
membicarakan masa lalu; pembelajaran hanya bersumber pada buku teks; guru
tidak dapat membelajarkan keterampilan berpikir dan guru cenderung berasumsi
bahwa tugas mereka adalah memindahkan pengetahuan dan keterampilan yang
pada ada pada dirinya ke kepala siswa secara utuh (transfer knowledge to the
brain of the student).
Kelemahan tersebut semakin diperkuat dengan pemberitaan yang pernah
dimuat dalam Kompas (t.n. 29 Mei 2009) bahwa sejarah adalah trade mark mata
pelajaran hafalan yang dari tahun ke tahun tidak berubah dengan sistem dan
metode pengajaran yang telah ditentukan dalam kurikulum. Lalu diperkuat pula
yang menyatakan bahwa pembelajaran sejarah sangat didominasi oleh pengajaran
hafalan dengan terlalu menekankan “Chalk and Talk” (Damanik, 2010).
Pendidikan sejarah memang dikenal akrab dengan hafalan fakta-fakta
sejarah. Hubungan antara fakta dan sejarah tersebut dikemukakan oleh Cohen dan
Marc Depaepe (1996: 303) bahwa the fact that the history of education has finally
succeded in understanding it self as history. Penyampaian fakta dalam
pembelajaran sejarah tidak bisa dihindari karena fakta merupakan pondasi untuk
pengajaran kognitif dan harus ada upaya untuk menafsirkan makna dari
fakta-fakta agar dapat dipahami. Dalam tataran keilmuan fakta-fakta merupakan tingkat yang
paling rendah dari suatu abstraksi.
Namun disatu sisi keadaan tersebut mengakibatkan pembelajaran bersifat
boring learning (pembelajaran yang membosankan) karena proses pembelajaran
banyak mentolerasi budaya diam di dalam kelas. Faktor penyebabnya adalah
materi sejarah bersifat informatif (pemindahan kognitif) dan kurang memberikan
stimulus bagi daya nalar dan berpikir kritis siswa. Faktor lainnya adalah
kesenjangan antara pembelajaran (teaching gab) nilai-nilai berharga yang dapat
terlihat dari sulitnya mengembangkan perspektif pengajaran sejarah untuk
mengantisipasi masa depan dan model pembelajaran sejarah konvensional
(Wiriaatmadja, 1992).
Sifat pembelajaran yang kaku tersebut dapat berakibat buruk untuk jangka
waktu yang panjang dan berpotensi menimbulkan generasi yang mengalami
amnesia (lupa atau melupakan) sejarah bangsa sendiri. Agar pembelajaran sejarah
mampu mengkonstruk ingatan historis maka perlu dibarengi dengan ingatan
emosional yaitu ingatan yang melibatkan emosi hingga bisa menumbuhkan
kesadaran dalam diri siswa untuk menggali lebih jauh dan memaknai berbagai
peristiwa sejarah. Padahal seharusnya proses pembelajaran sejarah tak hanya
berhenti pada penghafalan fakta sejarah saja namun siswa juga harus aktif dalam
komunikasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai
materi sejarah yang tengah dipelajari karena sedari awal siswa merasa menjadi
Permasalahan lain yang ditemukan dalam pembelajaran sejarah di kelas XI
IPS SMA Bina Bangsa Palembang adalah bentuk pertanyaan yang diajukan oleh
guru sejarah kepada siswa kurang mengeksplorasi pemahaman siswa mengenai
materi pelajaran sejarah dan sering lepas dari kehidupan sehari-hari siswa.
Kondisi tersebut seperti survey yang dilakukan oleh Astuti dari Litbang Kompas
(Kompas 9 Juli 2010) mengenai kendala pembelajaran sejarah. Hasil survey
menunjukkan bahwa sebanyak 52% responden menilai bahwa kombinasi dari
metode pembelajaran bersifat konvensional, dan guru tidak terampil (menarik)
menerangkan materi sejarah; 12,3% responden menilai pelajaran sejarah tak bisa
diterapkan sebagai pengalaman/aktivitas sehari-hari/tidak relevan dan 17,6%
lainnya lebih melihat soal kendala pendukung, termasuk buku-buku sejarah yang
minim.
Padahal dengan pembelajaran sejarah yang dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari siswa dapat merasakan manfaat belajar sejarah. Misalnya saja pada
materi Peradaban Kuno di Asia Afrika jika dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari maka permasalahan yang dapat dijadikan isu adalah permasalahan sampah di
sekitar sungai Musi dengan melakukan pendekatan ecopedagogy. Berdasarkan
permasalahan tersebut siswa dapat berpartisipasi membantu melestarikan
lingkungan di tepi Sungai Musi dengan mengumpulkan sampah plastik lalu dijual.
Uang hasil penjualan dibelikan tempat sampah kemudian diletakkan di sekitar tepi
Sungai Musi (sekitar Benteng Kuto Besak, Museum SMB II, Taman Pasar 16).
Namun pada kenyataannya konsep mengenai pembelajaran sejarah yang
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan kesadaran sejarah
dalam proses pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang
terabaikan. Artinya aktivitas mengajar dianggap sebagai transfer knowledge saja
sehingga pertanyaan yang diajukan lebih seputar pertanyaan fakta (apa, kapan dan
dimana). Kondisi tersebut sama halnya dengan kondisi siswa yang mengajukan
pertanyaan sederhana seputar fakta peristiwa sejarah saja. Siswa menjadi enggan
untuk bertanya karena bosan dengan pertanyaan guru mitra yang itu-itu saja (apa
arti kolonialisme, kapan Jepang pertama kali tiba di Indonesia?, siapa tokoh
belajar sejarah untuk kehidupan sehari-hari mereka. Bukan hanya itu, dibeberapa
pertemuan pembelajaran sejarah, siswa jarang sekali bertanya walaupun guru
mitra telah memberikan kesempatan untuk bertanya.
Pembelajaran sejarah yang hanya diisi dengan kegiatan menghafal tahun
dan peristiwa hanya akan memperkuat image pendidikan sejarah sebagai sebuah
subjek yang tidak mengasyikkan dan tidak bermakna, padahal jika dikelola
dengan baik pembelajaran sejarah yang sarat akan nilai dan cerita-cerita inspiratif
dapat menjadi sarana hiburan edukatif bagi siswa setelah menjalani subjek-subjek
lain yang cenderung menguras tenaga dan pikiran siswa seperti subjek yang penuh
dengan hitung-hitungan rumit.
Terbentuknya image tersebut berkaitan dengan pandangan bahwa belajar
sejarah tidak memiliki kontribusi yang konkrit dan memberikan manfaat langsung
bagi kehidupan. Bukankah belajar sejarah hanya menghafal saja?; dari tahun ke
tahun materi sejarah itu-itu saja; kurang populer bila dibandingkan dengan belajar
sains seperti matematika, fisika, kimia dan ilmu eksakta lainnya; tidak termasuk
dalam ujian nasional; tidak ada hubungannya dengan peningkatan kesejahteraan
hidup dan “tidak penting” di tengah berbagai perkembangan keilmuan teknologi
dan tuntutan kepraktisan hidup saat ini.
Permasalahan pembelajaran seperti itu semakin mengakibatkan
pembelajaran yang pasif padahal puncak dari pembelajaran sejarah adalah
kesadaran sejarah dimana siswa memiliki rasa mawas diri untuk mempersiapkan
masa depan dengan bercermin dari masa lalu. Hal tersebut senada dengan apa
yang diungkapkan oleh Ratna Hapsari, Ketua Umum Asosiasi Guru Sejarah
Indonesia (AGSI), disela workshop "Membangun Kesadaran Sejarah untuk
Kebenaran dan Keadilan" di Jakarta pada hari Jumat (29/5) (Kompas, 29 Mei
2009) bahwa para siswa dibuat sibuk menghafal tanpa memperoleh esensi sejarah
itu sendiri.
Kesadaran sejarah merupakan puncak pencapaian studi sejarah yakni suatu
pemahaman intuitif mengenai bagaimana sejumlah hal tidak terjadi (bagaimana
sejumlah hal terjadi merupakan masalah pengetahuan khusus) (Namier, 1957,
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal” (Q.S. Yusuf, 12: 111). Maksud yang sama diungkapkan pula oleh seorang sejarawan Inggris, Collingwood, dalam bukunya The Idea of History
(1973: 10) yang menyatakan bahwa:
“... knowing your self means knowing that you can do; and since nobody knows what he can do until he tries, the only clue to what man can do is what man has done. The value of history, the, is that it theachs us what man has done and then what man is...”
Ungkapan Collingwood mengandung makna bahwa mengenal diri sendiri
berarti tahu apa yang dapat kita lakukan. Tidak seorang pun tahu apa yang dapat
dilakukan sebelum mencoba. Satu-satunya kunci untuk tahu apa yang bisa kita
lakukan adalah dari apa yang telah kita lakukan. Dan nilai dari sejarah adalah
mengajarkan kita mengenai apa yang telah dilakukan. Collingwood mengarahkan
kita pada pemahaman bahwa dengan sejarah kita bisa tahu apa yang telah kita lakukan sehingga mengenal „siapa kita‟.
Begitu juga dengan ungkapan historia magistra vitae oleh Cicero, seorang
sejarawan, yang mengandung arti bahwa sejarah merupakan guru kehidupan
(Supardan, 2009: 309) perlu diwujudkan dengan beberapa persyaratan diantaranya
perlu adanya kesadaran sejarah yaitu menyadari adanya kenyataan sejarah bahwa
umat manusia dari waktu ke waktu mengalami perubahan dan perkembangan
secara continue; perlu kesadaran perspektif sejarah yang mengajarkan bahwa
keadaan sekarang ditentukan oleh perkembangan masa lalu dan apa yang
dilakukan sekarang akan menentukan arah perkembangan masa depan dan
manusia sekarang sedang memainkan peran sejarah untuk generasi masa depan.
Bila generasi sekarang ingin meninggalkan kebaikan maka haruslah ada kemauan
dan kesediaan untuk berguru pada kebaikan masa lalu dan menjauhkan diri dari
segala keburukan yang pernah terjadi di masa lalu (Kardisaputra, 1998: 44).
Selanjutnya Gottschalk (1986: 1) menjelaskan bahwa dengan mengerti
perkembangan masa lampau, kita akan lebih mengerti implikasinya saat ini dan
membantu untuk memecahkan masalah saat ini. Pernyataan Gottschalk diperkuat
pengalaman-pengalaman manusia dimasa lampau yang sewaktu-waktu dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah yang sedang
dihadapi.
Berdasarkan uraian tersebut sejarah lebih dari sekedar mempersoalkan
masa lalu yaitu bagaimana masa lalu sebagai cerminan bagi masa depan manusia
dalam upaya menanamkan kesadaran dan empati kesejarahan dalam konteks
kekinian yang semakin mengglobal (Farisi, 2003: 76). Moedjanto (dalam
Budiharto, 2013) menambahkan bahwa ada beberapa alasan perlunya belajar
sejarah yaitu adanya keinginan manusia untuk tahu masa lalu peradaban mereka,
dorongan eksistensi yaitu adanya amnesia untuk menanyakan tentang asal-usulnya
dan adanya dorongan legitimasi karena ingin memperoleh kedudukannya. Pada
dasarnya inti dari ketiga alasan yang dikemukakan tersebut adalah mengenai
identitas. Pemaknaan sejarah selanjutnya diaplikasikan dalam dunia pendidikan.
Pendidikan sejarah tak kalah pentingnya dari sejarah. Kedua hal ini merupakan
satu kesatuan yang saling menyempurnakan. Betapa tidak, melalui pendidikan
sejarah para generasi Indonesia mengenal identitasnya sebagai bangsa Indonesia.
Kesadaran sejarah berupa pemahaman mengenai kontinuitas dan
perubahan yang berdaya guna untuk menyelesaikan permasalahan saat ini dan
mempersiapkan masa depan sehingga dapat memberikan rasa optimis terhadap
penyelesaian masalah bangsa (Wiriaatmadja, 2002: x-xi). Bahkan jauh sebelum
para ahli tersebut, Rais (2008: 3) menuliskan bahwa Baginda Nabi Muhammad Salallahu‟alaihi Wassalam telah menyampaikan pentingnya kesadaran sejarah:
“Barang siapa memiliki masa sekarang yang lebih bagus dari masa lalunya ia tergolong orang yang beruntung; bila masa sekarangnya sama dengan masa lalunya ia termasuk orang yang merugi; bila masa sekarangnya lebih buruk dari masa lampaunya ia tergolong orang yang bangkrut”.
Pentingnya kesadaran sejarah terangkum dalam tujuan mata pelajaran
Sejarah pada tingkat SMA (Permendiknas, 2006: 524) diantaranya pendidikan
sejarah bertujuan membangun kesadaran siswa tentang pentingnya waktu dan
depan; menumbuhkan pemahaman siswa terhadap proses terbentuknya bangsa
Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan
masa yang akan datang dan menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa sebagai
bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang
dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun
internasional.
Melalui pembelajaran sejarah di sekolah, siswa tidak hanya disiapkan
untuk mengetahui fakta-fakta sejarah namun juga untuk mengembangkan
kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah sangat esensial bagi pembentukan
kepribadian dan sebaliknya. Implikasi hal tersebut bagi national building adalah
sejarah dan pendidikan memiliki hubungan yang erat dalam proses pembentukan
kesadaran sejarah. Dalam rangka national building pembentukan solidaritas,
inspirasi dan aspirasi memiliki peranan penting untuk system-maintenance negara
dan memperkuat orientasi atau tujuan negara tersebut. Tanpa kesadaran sejarah
kedua fungsi tersebut sulit untuk dipacu atau dengan kata lain semangat
nasionalisme tidak dapat ditumbuhan tanpa kesadaran sejarah (Kartodirdjo, 1993:
53).
Pada dasarnya kesadaran sejarah dimiliki oleh setiap masyarakat dan tanpa
sadar teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari dan sekolah merupakan tempat yang
strategis untuk mengembangkan kesadaran sejarah siswa seperti yang
dikemukakan oleh Alm (2004: 243) bahwa school has the important role to
develop the students historical consciousness to make it more insighful and
complex.
Permasalahan pembelajaran sejarah yang terjadi di kelas XI IPS SMA
Bina Bangsa Palembang tersebut tidak dapat dibiarkan berlangsung terus menerus
karena dapat mengabaikan kesadaran sejarah siswa. Guru, terutama guru sejarah,
sebagai agent of change harus memiliki kemampuan lebih dalam mengelola
proses pembelajaran. Penyampaian fakta terutama dalam pembelajaran sejarah
tentu saja perlu namun hal penting yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana
penyampaian fakta yang dilakukan oleh guru sejarah tidak seputar pengetahuan
dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga meningkatkan kesadaran sejarah
siswa.
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
mengembangkan pertanyaan yang lebih dari sekedar menggunakan kata tanya
apa, dimana dan kapan tapi juga pertanyaan yang dapat menimbulkan dan
mendukung pengembangan kesadaran sejarah siswa melalui konsep siswa sebagai
pelaku sejarah pada zamannya diantaranya adalah emancipatory question
Habermas. Questions atau questioning (bertanya atau tanya jawab) merupakan
kegiatan untuk mendorong atau membimbing siswa dan menilai kemampuan
kognitif siswa.
Guru sudah sepatutnya memiliki keterampilan bertanya yang optimal
karena dalam proses pembelajaran guru yang paling sering mengajukan
pertanyaan. Bentuk pertanyaan bisa dilakukan kepada siswa secara individu
maupun secara kelompok atau ke seluruh kelas. Guru yang menggunakan strategi
bertanya yang baik terhadap siswa secara individual dapat membantu siswa
memiliki harga diri, menciptakan rasa aman dan memahami identitasnya. Melalui
penggunaan pertanyaan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar, juga
meningkatkan cara berpikir siswa, mempengaruhi secara positif dalam pencapaian
hasil belajar siswa, menjamin rasa percaya dan kemampuan dirinya dalam belajar
(Cuningham dalam Sapriya, 2008: 48).
Pemilihan penerapan emancipatory question Habermas sebagai upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran sejarah dan memperbaiki kualitas
pembelajaran adalah karena pertama, emancipatory question Habermas memilki
karakteristik sebagai sarana penghubung antara masa lalu dengan masa kini yang
meliputi aspek penerapan konsep, pertanyaan jika, kontekstual dan analogi.
Melalui penerapan konsep maka siswa dapat menarik hubungan peristiwa masa
lalu dengan masa kontemporer (korelasi analogis) atau pembelajaran bersifat
kontekstual dan melalui pertanyaan jika maka siswa diposisikan sebagai subjek
atau pelaku sejarah dan mempertanyakan perannya dalam kehidupan. Kedua,
emancipatory question Habermas merupakan strategi atau metode yang sesuai
Pentingnya kesadaran sejarah siswa dan sekaligus untuk memperbaiki
praktek pembelajaran di kelas XI SMA Bina Bangsa Palembang tersebut menjadi
dasar ketertarikan penulis untuk mengambil rumusan masalah mengenai
Penerapan emancipatory question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran
Sejarah Siswa.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian diatas maka secara umum rumusan
masalah pada penelitian ini adalah: bagaimana menerapkan emancipatory
question Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa di kelas XI IPS
SMA Bina Bangsa Palembang?
Agar permasalahan diatas lebih terarah, maka akan dijabarkan ke dalam
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana desain pembelajaran emancipatory question Habermas yang dapat
meningkatkan kesadaran sejarah siswa pada mata pelajaran sejarah di kelas XI
IPS SMA Bina Bangsa Palembang?
2. Bagaimana implementasi penerapan emancipatory question Habermas dalam
pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa pada mata
pelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang?
3. Bagaimana wujud kesadaran sejarah siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa
Palembang dengan penerapan emancipatory question Habermas?
4. Apa kendala yang dihadapi oleh guru sejarah dan siswa dalam penerapan
emancipatory question Habermas dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS
SMA Bina Bangsa Palembang?
5. Bagaimana efektivitas penerapan emancipatory question Habermas terhadap
kesadaran sejarah siswa dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
kesadaran sejarah siswa melalui penerapan emancipatory question Habermas pada
siswa kelas XI IPS di SMA Bina Bangsa Palembang. Adapun secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menghasilkan desain pembelajaran emancipatory question Habermas yang
dapat meningkatkan kesadaran sejarah siswa pada mata pelajaran sejarah di
kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.
2. Mendeskripsikan implementasi penerapan emancipatory question Habermas
dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa pada
mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.
3. Menguraikan wujud kesadaran sejarah siswa dengan penerapan emancipatory
question Habermas di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.
4. Menjelaskan kendala yang dihadapi oleh guru sejarah dan siswa dalam
penerapan emancipatory question Habermas dalam pembelajaran sejarah di
kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.
5. Mengkaji dan mendeskripsikan efektivitas penerapan emancipatory question
Habermas terhadap kesadaran sejarah siswa dalam pembelajaran sejarah di
kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.
D. Manfaat Penelitian
Dengan dilaksanakannya peneiltian ini maka diharapkan akan memberikan
manfaat baik bagi sekolah, guru dan siswa. Secara rinci manfaat tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
a. Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah selain karena berpotensi
meningkatkan kesadaran sejarah juga dapat memberikan sumbangan
perbaikan mutu pembelajaran di kelas.
b. Hasil penelitian dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak sekolah terutama
dalam hal peningkatan profesionalisme guru dan meningkatkan inovasi
2. Bagi Guru
a. Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu landasan pertimbangan
mengembangkan pembelajaran kontekstual atau dekat dengan kehidupan
sehari-hari siswa sehingga menjadi salah satu solusi untuk merubah
pembelajaran sejarah yang bersifat transfer knowledge.
b. Menambah wawasan pengetahuan dan kemampuan guru dalam
pengembangan pembelajaran terutama dengan penerapan Emancipatory
Question Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa.
c. Memperkenalkan teknik bertanya Emancipatory Question Habermas
kepada guru agar pembelajaran di kelas lebih berkualitas, mengingat
bertanya merupakan salah satu keterampilan dasar yang harus dimiliki
oleh guru.
3. Bagi Siswa
a. Pembelajaran sejarah lebih memiliki makna karena dihubungkan dekat
dengan permasalahan kehidupan siswa sehari-hari sehingga menggeser
paradigma pendidikan sejarah sebagai pelajaran hafalan yang tidak
bergengsi.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk bertanya tingkat tinggi dalam
pembelajaran di sekolah sehingga secara tidak langsung meningkatkan
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang mengacu kepada
tindakan guru sejarah ketika melaksanakan pembelajaran sebagai upaya untuk
memperbaiki kegiatan pembelajaran sejarah yang telah dilaksanakan seperti yang
diungkapkan oleh Wiriaatmadja (2012: 75) bahwa tujuan dasar penelitian
tindakan kelas adalah memperbaiki praktek pembelajaran guru di kelas. Pendapat
serupa dikemukakan Winardo (dalam Saripudin, 2007: 40) Penelitian Tindakan
Kelas (action research) adalah bentuk kajian reflektif yang dilakukan oleh guru
untuk meningkatkan kemantapan rasional dan tindakan-tindakan yang dilakukan
serta memperdalam tindakan yang dilakukannya untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran.
Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang bersifat reflektif
dimana adanya keterlibatan guru mitra, Ibu Agustini, S.Pd, siswa kelas XI IPS
SMA Bina Bangsa Palembang dan peneliti dalam memperbaiki permasalahan
pembelajaran di kelas. Mengenai hal tersebut Mills dalam Creswell (2010: 597)
mengemukakan bahwa:
“Action research are systematic procedures done by teachers or other individuals in an educational setting to gather check information about, and subsequently improve, the ways their particular educational setting operates, their teaching and their
student learning”
Mills mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan
prosedur sistematis yang digunakan oleh guru atau pihak lain dalam ranah
pendidikan untuk mendapatkan informasi, meningkatkan pembelajaran guru dan
siswa di kelas. Beberapa pendapat ahli mengenai Penelitian Tindakan Kelas
tersebut diperkuat oleh pendapat Jhon Elliot (dalam Hopkins, 2011: 88) penelitian
tindakan merupakan penelitian terhadap situasi sosial dengan tujuan
meningkatkan kualitas tindakan didalamnya.
Tujuan Penelitian Tindakan Kelas adalah untuk meningkatkan
praktek-praktek pembelajaran di kelas XI SMA Bina Bangsa Palembang, dimana
guru mitra terlibat secara penuh dalam perencanaan, meningkatkan
kinerjanya dengan refleksi, selalu mencoba strategi pembelajaran yang akan
mengubah pembelajaran dari teacher centered dan mendorong siswa untuk
discovery (Hopkins dalam Wiriaatmadja, 2012: 127). Kriteria Penelitian Tindakan
Kelas adalah memperbaiki praktek pembelajaran guru mitra dengan tidak
mengganggu atau merusak komitmen Ibu Agustini, S.Pd. sebagai guru mata
pelajaran sejarah dalam mengajar di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.
Pemilihan metode Penelitian Tindakan Kelas dalam upaya meningkatkan
kesadaran sejarah siswa dengan penerapan emancipatory question Habermas
berdasarkan alasan bahwa Penelitian Tindakan Kelas memiliki fungsi aplikatif
bagi guru dalam menjalankan tugasnya dan meningkatkan kompetensi guru dalam
proses pembelajaran; Penelitian Tindakan Kelas tidak mengganggu waktu
mengajar guru sebagaimana biasanya; memperbaiki proses pembelajaran dan
kriteria Penelitian Tindakan Kelas sesuai dengan kondisi yang terjadi di kelas XI
IPS SMA Bina Bangsa Palembang untuk meningkatka n kesadaran sejarah siswa.
Jenis Penelitian Tindakan Kelas yang dipilih dalam penelitian ini yaitu
partnership teaching atau collaborative observation. Hal ini dipilih agar peneliti
dan guru dapat bekerja sama dalam merencanakan tindakan (joint planning).
Adapun pembagian tugas dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai observer
(pengamat) sedangkan guru mitra sebagai pengajar atau pelaksana inovasi
pembelajaran.
A. Desain dan Prosedur Penelitian
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan salah satu upaya
untuk memperbaiki permasalahan pembelajaran dan sekaligus meningkatkan
kesadaran sejarah siswa di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang dengan
pembelajaran emancipatory question Habermas sebagai alternatif. Berdasarkan
hal tersebut maka diperlukan desain penelitian tindakan. Adapun beberapa desain
model Jhon Elliot yang merupakan revisi dari model penelitian tindakan dari
Lewin, model spiral dari Kemmis dan Taggart serta model Ebbut. Keempat desain
Penelitian Tindakan Kelas tersebut memiliki keunggulan masing-masing
(Wiriaatmadja, 2012: 70). Desain Penelitian Tindakan Kelas kelas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah desain dari Kemmis dan Mc Taggart.
Gambar 3.1
Spiral Penelitian Tindakan berdasarkan Kemmis dan Mc Taggart (Hopkins, 2011: 92)
Penelitian ini diawali dengan orientasi lapangan yaitu kegiatan melalui
observasi dan wawancara dengan Kepala Sekolah SMA Bina Bangsa Palembang
yaitu Bapak Mahidin S.Pd. mengenai keadaan lingkungan sekolah SMA Bina
Bangsa Palembang. Wawancara dengan guru mata pelajaran sejarah SMA Bina
Bangsa Palembang yaitu Ibu Agustini, S.Pd. mengenai karakteristik siswa,
kegiatan pembelajaran guru dan aktivitas siswa dikelas. Pelaksaan orientasi
lapangan dimaksudkan sebagai bahan refleksi untuk menjadi rujukan teori yang
dalam tindakan. Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan desain penelitian Kemmis dan Mc Taggart yang meliputi tahap
perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Kegiatan yang dilakukan pada
tahapan-tahapan tersebut dijabarkan dibawah ini:
1. Siklus I
a. Perencanaan
Perencanaan (Plan) yaitu kegiatan yang dilakukan dalam menyusun
rencana tindakan yang akan dilakukan di kelas melalui penerapan emancipatory
question Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa kelas XI IPS
SMA Bina Bangsa Palembang. Perencanaan yang dilakukan pada siklus I adalah:
1. Menyusun desain pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang berkaitan dengan emancipatory question Habermas.
2. Membuat instrumen penelitian.
3. Sosialisai kepada siswa mengenai emancipatory question Habermas yang akan
dilaksanakan dalam proses pembelajaran sejarah.
b. Tindakan
Pelaksanaan tindakan adalah perlakuan yang dilaksanakan guru mitra
berdasarkan RPP yang telah disusun. Guru mitra menyampaikan konsep terkait
materi pembelajaran dan melakukan tanya jawab dengan siswa dengan
menerapkan pertanyaan berdasarkan konsep dan pertanyaan jika.
c. Observasi
Observasi (observe) merupakan kegiatan menganalisis mengenai rencana
yang sudah tercapai dan belum dicapai. Dalam penelitian ini observasi dilakukan
untuk mengumpulkan informasi mengenai proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru mitra sesuai dengan RPP atau desain pembelajaran yang telah disusun
bersama peneliti. Untuk selanjutnya hasil observasi digunakan untuk saran ketika
peneliti dan guru mitra melakukan refleksi untuk penyususnan rencana ulang
mencapai titik jenuh atau permasalahan dapat diselesaikan dengan penerapan
emancipatory question Habermas.
Pelaksanaan observasi pada siklus I dilakukan bersamaan dengan proses
pembelajaran (tindakan). Observasi yang dilakukan berupa pengamatan terhadap
aktivitas guru mitra dan siswa serta kesesuaian antara desain pembelajaran atau
RPP yang telah disusun dengan action guru mitra di kelas.
d. Refleksi
Refleksi merupakan pengkajian bersama terhadap keberhasilan dan
kegagalan dalam pencapaian tujuan dari proses pembelajaran sehingga hasil
pengkajian tersebut dapat dijadikan pedoman untuk tindakan selanjutnya. Dalam
Penelitian Tindakan Kelas ini, refleksi dilakukan secara terus-menerus
berkelanjutan dalam upaya memahami apa yang terjadi dari hasil tindakan dan
tindakan apa yang selanjutnya perlu dilakukan sampai menemukan data jenuh.
Melalui refleksi semua kegiatan yang telah berlangsung dimodifikasi atau dilakukan
penyempurnaan dalam siklus berikutnya (Wiriaatmadja, 2008: 100).
Berdasarkan uraian tersebut pada akhir siklus I dilakukan refleksi terhadap
pelaksanaan pembelajaran dari tindakan dan hasil observasi. Hasil dari tindakan dan
observasi digunakan sebagai bahan untuk merefleksi apakah pembelajaran yang
telah dilaksanakan sesuai dengan harapan dan kendala pada siklus I akan diperbaiki
pada siklus II.
2. Siklus II
Hasil refleksi pada siklus 1 kemudian ditindaklanjuti dengan pelaksanaan
siklus II. Tahapan-tahapan yang dilaksanakan pada siklus II meliputi:
a. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan pada siklus II adalah:
1. Menyusun desain pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang berkaitan dengan emancipatory question Habermas.
3. Sosialisasi kepada siswa mengenai emancipatory question Habermas yang
akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran sejarah.
b. Tindakan
Pada tahap ini RPP yang telah disusun diterapkan dalam proses
pembelajaran. Guru mitra melakukan tanya jawab dengan siswa dengan
menerapkan pertanyaan berdasarkan konsep, pertanyaan jika, peristiwa
kontekstual dan analogi. Melalui tanya jawab yang mengeksplor pengetahuan
siswa diyakini dapat meningkatkan kesadaran sejarah siswa karena emancipatory
question Habermas memposisikan siswa sebagai pelaku sejarah.
c. Observasi
Pelaksanaan observasi pada siklus II dilakukan bersamaan dengan proses
pembelajaran (tindakan). Observasi yang dilakukan berupa mengamati aktivitas
guru mitra dan siswa serta kesesuaian antara desain pembelajaran atau RPP yang
telah disusun dengan action guru mitra di kelas.
d. Refleksi
Peneliti membandingkan antara hasil pada siklus 1 dengan hasil pada
siklus II dan kendala serta kekurangan pada siklus II diperbaiki pada siklus III.
3. Siklus III
Hasil refleksi pada siklus II ditindaklanjuti dengan pelaksanaan siklus III.
Tahapan-tahapan yang dilaksanakan pada siklus III meliputi:
a. Perencanaan
Adapun perencanaan yang dilakukan pada siklus III adalah:
1. Menyusun desain pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang berkaitan dengan emancipatory question Habermas.
b. Tindakan
Berdasarkan perencanaan maka tindakan yang dilakukan pada siklus III
adalah melaksanakan RPP yang telah disusun dan melakukan tanya jawab
berdasarkan konsep, pertanyaan jika, pertanyaan berdasarkan peristiwa
kontekstual dan analogi.
c. Observasi
Pelaksanaan observasi pada siklus III dilakukan bersamaan dengan proses
pembelajaran (tindakan). Observasi yang dilakukan pada siklus III adalah
mengamati aktivitas guru mitra dan siswa serta kesesuaian antara desain
pembelajaran atau RPP atau yang telah disusun dengan action guru mitra di kelas.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi yang dilakukan pada siklus III adalah membandingkan
antara hasil pada siklus II dengan hasil pada siklus III serta menganalisis kendala
dan kekurangan pada siklus 3. Namun karena hasil refleksi pada siklus 3 telah
menunjukkan hasil yang lebih baik atau diperoleh data jenuh maka tindakan
dihentikan.
B. Lokasi Penelitian, Subjek Penelitian, Guru Mitra dan Waktu Penelitian
SMA Bina Bangsa merupakan yayasan pendidikan yang didirikan oleh
Ir. Hadi Ngadimin yang terletak di Jalan Perindustrian II Palembang. Mengingat
tahun pendirian SMA Bina Bangsa masih baru maka sewajarnya muncul beberapa
permasalahan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran sejarah dalam
potensinya meningkatkan kesadaran sejarah siswa di kelas XI IPS SMA Bina
Bangsa Palembang. Permasalahan tersebut menjadi salah satu alasan
dilakukannya Penelitian Tindakan Kelas di SMA Bina Bangsa Palembang.
SMA Bina Bangsa Palembang memiliki karakteristik siswa yaitu
berdasarkan kemampuan akademik maka siswa SMA Bina Bangsa Palembang
sejarah dan beberapa siswa tidak mampu mengingat materi sejarah pada
pertemuan sebelumnya, pembelajaran bersifat pasif dan rendahnya motivasi dan
reward guru mitra kepada siswa dalam kegiatan tanya jawab.
Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang
Tahun Pelajaran 2013-2014. Pemilihan subjek penelitian ini sesuai dengan
karakteristik dari Penelitian Tindakan Kelas yaitu untuk memperbaiki
permasalahan dalam pembelajaran sejarah dan meningkatkan kesadaran sejarah
siswa. Pada dasarnya siswa mengetahui manfaat belajar sejarah namun pada
prakteknya siswa kurang memiliki pemahaman belajar sejarah.
Kurang optimalnya pemaknaan atau pemahaman siswa mengenai
peristiwa sejarah disebabkan oleh bentuk pertanyaan yang diajukan oleh guru
mitra kurang mengeksplorasi pemahaman siswa mengenai materi pelajaran
sejarah, pembelajaran sejarah sering lepas dari kehidupan sehari-hari siswa karena
guru mitra masih sangat terpaku pada bagaimana siswa mampu menguasai materi
sejarah? sehingga pertanyaan yang diajukan oleh guru mitra lebih seputar
pertanyaan fakta (apa, kapan dan dimana).
Sama halnya dengan siswa yang mengajukan pertanyaan sederhana
seputar fakta peristiwa sejarah saja. Siswa menjadi enggan untuk bertanya karena
bosan dengan pertanyaan guru mitra yang itu-itu saja (apa arti kolonialisme,
kapan Jepang pertama kali tiba di Indonesia?, siapa tokoh terkenal saat Revolusi
Perancis?) selain karena siswa belum menemukan manfaat belajar sejarah untuk
kehidupan sehari-hari mereka. Bukan hanya itu, dibeberapa pertemuan
pembelajaran sejarah, siswa jarang sekali bertanya walaupun guru sejarah telah
memberikan kesempatan untuk bertanya.
Guru mitra adalah guru mata pelajaran sejarah kelas XI IPS SMA Bina
Bangsa Palembang yaitu Ibu Agustini, S.Pd. Beliau kelahiran Palembang, 2
Agustus 1980 merupakan alumni S1 FKIP Pendidikan Sejarah dengan
pengalaman mengajar selama 10 tahun di SMA Bina Bangsa Palembang terhitung
sejak tanggal 1 Juni 2004 s/d sekarang. Pengalaman mengajar yang lama
seharusnya menjadikan guru mitra lebih paham mengenai kebutuhan siswa akan
guru mitra ahli dalam pembelajaran. Hal ini terbukti karena guru mitra terbiasa
menggunakan desain pembelajaran secara turun-temurun yaitu desain
pembelajaran yang tidak berubah dari tahun pelajaran sebelumnya dan bahkan
menggunakan desain pembelajaran yang terdapat pada LKS.
Tugas guru mitra adalah sebagai pelaksana penerapan emancipatory
question Habermas atau pengajar dalam proses pembelajaran. Selain itu guru
mitra memberikan saran dan melakukan diskusi serta refleksi dengan peneliti
dalam upaya kelancaran Penelitian Tindakan Kelas ini. Peran guru mitra terkait
dengan sikap kooperatif dan kesediaan dalam meluangkan waktu sangat
diharapkan oleh peneliti.
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan mulai tanggal 24 Maret 2014
sampai tanggal 21 April 2014. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam lima
tindakan yang terdistribusi kedalam tiga siklus dengan harapan terjadi
peningkatan fungsi kesadaran sejarah siswa. Adapun jadwal pelaksanaan tindakan
penerapan emancipatory question Habermas untuk meningkatkan kesadaran
[image:33.596.122.502.484.679.2]sejarah siswa dapat dilihat pada Tabel 3.1:
Tabel 3.1
Jadwal Pelaksanaan Tindakan Penerapan Emancipatory Question Habermas
Di SMA Bina Bangsa Palembang
Siklus Tindakan Hari/Tanggal Waktu Materi
I
1 Senin, 24 Maret 2014
08.20 WIB –
09. 5 WIB Pendudukan
Jepang di Indonesia
2 Rabu, 26 Maret
2014
10.30 WIB – 12.45 WIB
II
3 Rabu, 2 April
2014
10.30 WIB –
12.45 WIB Revolusi Perancis
4 Senin, 7 April 2014
08.20 WIB –
09.45 WI Revolusi Amerika
III 5 Senin, 21 April
2014
08.20WIB –
C. Validasi Instrumen
Dalam Penelitian Tindakan Kelas validitas instrumen merupakan upaya
pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan
prosedur-prosedur tertentu. Beberapa strategi validitas yang direkomendasikan adalah
melakukan triangulasi (triangulate) sumber-sumber data yang diperoleh dari
wawancara kepala sekolah, guru mitra, siswa kelas XI IPS, rekaman foto, catatan
lapangan dan hasil observasi. Melakukan member checking untuk mengetahui
akurasi hasil penelitian; membuat deskripsi tentang hasil penelitian (rich and thick
description); mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti ke dalam
penelitian; menyajikan informasi yang berbeda atau negatif (negative or
discrepant information) yang dapat memberikan perlwanan pada tema-tema
tertentu; memanfaatkan waktu yang relatif lama (prolonged time) dilapangan;
melakukan tanya jawab dengan sesama rekan peneliti (peer debriefing) dan
mengajak seorang auditor (external auditor) untuk memeriksa keseluruhan obyek
penelitian (Gibbs dalam Creswell, 2010: 285). Berdasarkan strategi validitas data
dari Gibbs tersebut maka secara umum validitas yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Teknik Triangulasi
Triangulasi adalah memeriksa kebenaran konstruk atau analisis yang
peneliti sendiri timbulkan dengan membandingkan hasil dari orang lain misalnya
mitra peneliti lain. Penelitian ini menggunakan triangulasi berdasarkan sudut
pandang guru, siswa dan peneliti. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Elliot (Wiriaatmadja, 2008: 168-169). Dalam pelaksanaanya
ketiga sudut pandang tersebut memiliki interpretasi atau sudut pandang yang
berbeda yaitu memiliki alasan pembenaran atau justifikasi epistemologi. Guru
mitra yaitu Ibu Agustini, S.Pd. memiliki posisi terbaik untuk melakukan
introspeksi diri terhadap kinerja dalam proses pembelajaran; siswa berada pada
posisi terbaik untuk menjelaskan pengaruh tindakan guru dalam proses
pembelajaran terhadap respon siswa dan peneliti atau observer memiliki posisi
terbaik untuk mengumpulkan data hasil observasi saat proses pembelajaran
Peneliti membandingkan antara hasil pengamatan dan hasil wawancara
dengan guru mitra dan siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.
Triangulasi juga peneliti lakukan pada akhir penelitian dengan cara
membandingkan pendapat guru mitra dan siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa
Palembang terhadap penerapan emancipatory question Habermas.
2. Member Check
Member check yaitu memeriksa kembali keterangan-keterangan atau
informasi data yang diperoleh selama observasi atau wawancara dari narasumber
sehingga data tersebut tidak berubah dan dapat dipastikan keajegannya serta
dapat diperiksa kebenarannya (Wiriaatmadja, 2008: 168). Dalam penelitian ini
member check dilakukan terhadap catatan lapangan, hasil observasi dan hasil
wawancara antara guru mitra dan siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa
Palembang.
Data yang diperoleh dikonfirmasikan dengan guru mitra dan siswa melalui
diskusi pada setiap kali pertemuan. Member check dilakukan setelah
melaksanakan wawancara dengan guru dan siswa serta observasi terhadap kinerja
guru mita dalam penerapan emancipatory question Habermas. Peneliti memeriksa
hasil observasi apakah data yang dicatat sesuai dengan indikator yang diharapkan
atau belum dan memeriksa hasil wawancara apakah informasi yang diterima dari
guru mitra dan siswa sama atau berbeda.
3. Saturasi
Saturasi yaitu kategori yang dihasilkan dari observasi haruslah diuji secara
berulang-ulang dengan data yang ada untuk dimodifikasi dan direkayasa kembali
(Hopkins, 2011: 230). Teknik saturasi dalam penelitian digunakan untuk
mengukur tingkat kejenuhan mengenai jumlah siklus dan tindakan yang
dilaksanakan.
Untuk mencapai tingkat saturasi dalam Penelitian Tindakan Kelas ini,
peneliti melaksanakan lima tindakan yang terdistribusi dalam tiga siklus dengan
diperoleh dari hasil observasi dirasakan telah cukup dan begitu juga selanjutnya
untuk siklus kedua dan ketiga. Berakhirnya penerapan emancipatory question
Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa selain berdasarkan tingkat
kejenuhan data juga dari hasil diskusi antara peneliti dan guru mitra.
4. Expert Opinion
Expert opinion yaitu meminta nasihat kepada pakar untuk memeriksa
semua tahapan kegiatan penelitian dan memberikan arahan terhadap masalah
penelitian yang diungkapkan. Menurut Wiriaatmadja (2005: 171) expert opinion
adalah kegiatan mengkonsultasikan hasil temuan atau meminta nasehat kepada
para ahli. Dalam penelitian ini, peneliti mengkonsultasikan hasil temuan kepada
pembimbing I yaitu Didin Saripudin, Ph.D. dan pembimbing II yaitu Dr. Nana
Supriatna, M.Ed. untuk memperoleh arahan dan saran terhadap masalah-masalah
penelitian dan meningkatkan derajat kepercayaan hasil penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang bertradisi kualitatif.
Salah satu karekteristik penelitian kualitatif adalah peneliti sebagai instrumen
kunci (researcher as a key instrument) dimana peneliti kualitatif mengumpulkan
sendiri data melalui dokumentasi, observasi perilaku atau wawancara dengan para
partisipan (Creeswell, 2010: 261).
Teknik pengumpulan data digunakan untuk mendapatkan data untuk
keperluan penelitian. Penelitian kualitatif, dalam hal ini penelitian tindakan kelas,
menggunakan beberapa sumber data (multiple sources of data) diantaranya
observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya peneliti mereview semua
data, memberi makna, dan mengolahnya ke dalam kategori-kategori atau
tema-tema yang melintasi semua sumber data (Creswell, 2010: 261). Berdasarkan hal
tersebut, adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
1. Observasi
Pengumpulan data menggunakan observasi berarti peneliti langsung turun
ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu dilokasi
penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat-baik dengan cara
terstruktur atau semistruktur- segalam macam aktivitas dalam lokasi penelitian
(Creswell, 2010: 267).
Menurut Lincoln dan Guba dalam Wiriatmadja (2008: 104) dalam
observasi yang dibawa yaitu teori yang tidak dimainkan atau diungkapkan.
Artinya observer hanya melakukan tugasnya untuk melakukan observasi proses
pembelajaran yang berlangsung tanpa memberikan arahan pada proses
pembelajaran.
Manfaat observasi dalam penelitian akan terwujud apabila feedback
dilakukan dengan cermat yaitu dengan cara (Hopkins dalam Wiriaatmadja, 2012:
105):
1. Dilakukan dalam waktu 24 jam sesudah kegiatan tindakan dilakukan.
2. Berdasarkan catatan lapangan yang ditulis dengan sistematis dan cermat.
3. Berdasarkan data faktual.
4. Data faktual ditafsirkan berdasarkan criteria yang telah disetujui.
5. Penafsiran diberikan pertama kali oleh guru yang diobservasi.
6. Untuk selanjutnya dirundingkan bersama mitra peneliti lainnya dalam diskusi
dua arah.
7. Menghasilkan strategi selanjutnya dalam siklus berikutnya.
Selain itu, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan terkait observasi
(Hopkins, 2011: 133-136) yaitu:
a) Joint Planning
Adapun yang dimaksud joint planning adalah keadaan dimana peneliti dan
guru mitra, Ibu Agustini, S.Pd saling membangun iklim kepercayaan, menyepakai
fokus/topik yang akan dikembangkan, mendiskusikan konteks pelajaran,
merencanakan aturan-aturan dasar (waktu observasi dan bagaimana berinteraksi
b) Fokus
Dalam tahap ini adanya pendekatan dimana „segala sesuatunya harus
dipertimbangkan‟ dan dengan demikian dapat dikomentari oleh peneliti dan guru
mitra, Ibu Agustini, S.Pd. Selain itu pula yang perlu menjadi perhatian adalah
pendekatan dimana observasi hanya dibatasi pada kegiatan pembelajaran di kelas
XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang. Semakin spesifik observasi kelas maka
semakin besar kemungkinan data yang diperoleh yang akan digunakan untuk
tujuan pengembangan.
c) Merumuskan Kriteria
Observasi kelas akan sangat berpengaruh besar terhadap pengembangan
professional jika pada tahap awal telah dibuat kriteria observasi. Adapun kriteria
observasi yang akan digunakan harus direview terus-menerus untuk memperoleh
penjelasan tepat mengenai praktik pengajaran yang efektif.
d) Keterampilan Observasi
Beberapa keterampilan yang perlu dikuasi adalah usaha keras untuk tidak
cenderung bergerak terlalu cepat pada penilaian atau judgement yang
terburu-buru; menguasai keterampilan interpersonal yaitu meliputi usaha menciptakan
rasa kepercayaan dan sikap suportif dalam situasi-situasi tertentu ketika orang lain
mungkin merasa terancam dengan keberadaan kita dan keterampilan terakhir yaitu
mengetahui bagaimana merancang jadwal-jadwal observasi yang memungkinkan
peneliti dapat mengumpulkan informasi yang sesuai mengenai pengajaran atau
mengetahui checklist apa yang paling sesuai untuk digunakan dalam situasi
tertentu.
e) Feed Back
Salah satu bentuk feedback yang baik adalah diberikan (tidak lebih) dalam
jangka waktu 24 jam pasca observasi, didasarkan pada pencatatan yang cermat
dan sistematis dan data faktual diinterpretasikan dengan merujuk pada kriteria
sedangkan guru mitra berperan sebagai pengajar . Observasi dalam penelitian
melihat bagaimana kesadaran siswa dalam penerapan emancipatory question
Habermas.
Kegiatan observasi diawali dengan perencanaan antara peneliti dengan
guru mitra yang akan diobservasi. Perencanaan ini dimaksudkan agar membangun
iklim kepercayaan, menyepakati topik yang akan dikembangkan, mendiskusikan
konteks pelajaran, merencanakan aturan-aturan dasar dan hal-hal lain yang
nantinya perlu dibahas (Hopkins, 2011: 133).
Penelitian ini menggunakan observasi terfokus dan observasi terstruktur.
Observasi terfokus adalah pengamatan yang dilakukan tertuju hanya kepada
permasalahan yang menjadi fokus penelitian sehingga mendapatkan data yang
terfokus dan terarah. Sedangkan observasi terstruktur yaitu memberikan tanda
setiap kali peristiwa tertentu muncul sesuai indikator. Hasil yang diperoleh lebih
berinsifat faktual daripada judgemental dan dapat dibuat lebih detail dengan
mendasarkan pada ide-memoris seperti yang telah dideskripsikan (Hopkins, 2011:
160).
Posisi peneliti sebagai observer bertugas untuk mengetahui desain
pembelajaran emancipatory question Habermas, implementasi dan efektivitas
penerapan emancipatory question Habermas. Sehubungan dengan hal tersebut
dan metode penelitian yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas maka
diperlukan pula data mengenai aktivitas guru dan siswa selama penerapan
emancipatory question Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa
dalam pembelajaran sejarah.
2. Catatan Lapangan
Membuat catatan lapangan atau field notes merupakan salah satu cara
melaporkan hasil observasi, refleksi dan reaksi terhadap masalah-masalah
dikelas. Beberapa aspek yang juga perlu diperhatikan adalah seperti suasana kelas,
pengelolaan kelas, hubungan interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan
siswa, aspek orientasi, perencanaan, pelaksanaan, diskusi dan refleksi (Hopkins,
Dalam penelitian ini akan digunakan catatan lapangan seperti yang
dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Wiriaatmadja , 2012: 128):
1. Siapa dan bagaimana proses pembelajaran yang terjadi di kelas XI IPS SMA
Bina Bangsa Palembang?
2. Apa isu penting dalam proses pembelajaran yang terjadi di kelas XI IPS SMA
Bina Bangsa Palembang?
3. Pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang diajukan kepada guru mitra
dan siswa selama proses pembelajaran?
4. Menafsirkan proses pembelajaran di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa
Palembang.
5. Masalah atau fokus apa yang perlu diperbaiki oleh guru mitra dalam
pertemuan pembelajaran sejarah berikutnya setelah melakukan diskusi dan
refleksi dengan peneliti.
Untuk mendapatkan hasil catatan lapangan yang detail maka peneliti
selalu mencatat setiap kejadian dalam proses pembelajaran. Kemudahan dalam
melakukan catatan lapangan dikarenakan selama proses pembelajaran peneliti
benar-benar bertindak sebagai observer sehingga memiliki kesempatan yang
sangat luas untuk mencatat aktivitas guru mitra dan siswa selama proses
pembelajaran. Dalam setiap tindakan peneliti selalu menggunakan laptop di dalam
kelas dan mengambil posisi dipaling belakang ruangan kelas agar dengan mudah
memperhatikan proses pembelajaran. Tentu saja apa yang dilakukan oleh peneliti
telah mendapat izin dari kepala sekolah, Bapak Mahidin S.Pd. dan guru mitra, Ibu
Agustini, S.Pd.
3. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan
melakukan tanya jawab dengan nara sumber yang dianggap dapat menjelaskan
dan memberikan informasi yang dalam penelitian informasi yang dimaksudkan
adalah mengenai kesadaran sejarah siswa melalui penerapan emancipatory
“Dalam wawancara kualitatif peneliti dapat melakukan face to face interview (wawancara berhadap hadapan) dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon, atau terlibat dalam facus group interview (interview dalam kelompok tertentu)yang terdiri dari enam sampai delapan partisipan perkelompok. Wawancara-wawancara seperti ini tentu saja memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstruktur (unstructed) dan bersifa