• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH SISWA : Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH SISWA : Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang)

TES I S

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

AULI A N O VEM Y D H I TA S UR B AK TI , S . Pd. NIM 1201135

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH PASCA SARJANA

(2)

AULIA NOVEMY DHITA SURBAKTI, S.Pd.

PENERAPAN EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang)

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

Didin Saripudin, Ph.D.

NIP.197005061997021001

Pembimbing II

Dr. Nana Supriatna, M.Ed.

NIP. 196110141986011

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Agus Mulyana, M.Hum.

(3)

Tesis ini telah diuji pada Sidang Tahap II

Hari/Tanggal : 8 dan 10 Juli 2014

Tempat : Ruang Sidang Sekolah Pasca Sarjana UPI

Tim Penguji :

Penguji I Penguji II

Didin Saripudin, Ph.D. Dr. Nana Supriatna, M.Ed.

NIP.197005061997021001 NIP.196110141986001

Penguji III Penguji IV

Dr. Agus Mulyana, M. Hum. Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd

NIP. 196608081991031002 NIP. 195804081984031003

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Agus Mulyana, M.Hum.

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Penerapan Emancipatory Question Habermas untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa (Penelitian

Tindakan Kelas di Kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang)” ini dan seluruh

isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu

yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas penyataan tersebut, saya siap

menanggung resiko yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini atau ada

klaim dari pihak lain terhadap karya saya.

Bandung, Juni 2014

Aulia Novemy Dhita Surbakti, S.Pd.

(5)

ABSTRAK

PENERAPAN EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang)

Oleh: Aulia Novemy Dhita Surbakti, S.Pd.

Penelitian ini dilatarbelakangi dari permasalahan pembelajaran di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang yaitu guru sejarah mendominasi panggung kelas sehingga mengabaikan kesadaran sejarah yang merupakan pencapaian tertinggi pendidikan sejarah. Padahal seharusnya guru harus mampu mengeksplorasi pemahaman siswa dengan pertanyaan yang memposisikan siswa sebagai pelaku sejarah sehingga meningkatkan kesadaran sejarah siswa. Dari identifikasi kondisi pembelajaran tersebut maka permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimana menerapkan emancipatory question Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa dengan pertanyaan penelitian pertama, bagaimana desain pembelajaran yang dilakukan; kedua, bagaimana implementasi emancipatory question Habermas; ketiga, bagaimana wujud kesadaran sejarah siswa; keempat, apa kendala yang dihadapi oleh guru serta siswa dan kelima, bagaimana efektivitas penerapan emancipatory question Habermas. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang. Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, catatan lapangan, wawancara dan dokumen. Adapun dari hasil penelitian diperoleh bahwa penerapan emancipatory question Habermas dapat meningkatkan kesadaran sejarah siswa dan menjadikan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sejarah. Berdasarkan pertanyaan penelitian diperoleh bahwa: Pertama, desain pembelajaran diawali dengan penentuan SK/KD, Silabus lalu menyusun RPP serta konstruksi emancipatory question Habermas. Kedua, emancipatory question Habermas diterapkan dalam lima kali tindakan. Ketiga, wujud kesadaran sejarah siswa yang dimunculkan adalah kesadaran teladan (historical exemplary) dan kesadaran kritis (historical critical) serta kesadaran sejarah yang bersifat transmisi dan trasnformasi. Keempat, kendala yang dihadapi oleh guru mitra dan siswa meliputi: 1) Kompleksitas dan Triabilitas, 2) Rendahnya pemberian motivasi dan reward, 3) Guru mitra kurang menguasai konsep sejarah dan konsep-konsep dari ilmu-ilmu lain serta 4) Keterbatasan referensi pertistiwa kontekstual. Kelima, emancipatory question Habermas efektif meningkatkan kesadaran sejarah siswa karena didukung oleh: 1) Peningkatan kemampuan guru, 2) Partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran dan 3) Peningkatan fungsi kesadaran sejarah dari hasil belajar siswa.

(6)

ABSTRACT

APPLICATION EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS TO INCREASE STUDENTS HISTORICAL CONSCIOUSNESS (Classroom Action Research In Class XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang)

By : Aulia Novemy Dhita Surbakti, S.Pd.

This research based on the problems in class XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang there is history teacher dominates the stage class that ignores the students historical consciousness which is the highest educational attainment of history. Teacher should be able to explore students 'understanding of the questions that positioned students as agents of history thus increasing students historical consciousness. From the identification of the learning conditions of this study the main problem is how to apply emancipatory question Habermas to raise students historical consciousness with the first research question, how to design their lessons; second, how the implementation of emancipatory question Habermas; third, how the shape of students historical consciousness; fourth, what problems faced by teachers and students and the fifth, how the effectiveness of the application of emancipatory question Habermas. The purpose of this research is to increase students historical consciousness in class XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang. The method used was Classroom Action Research Methods by using data collection techniques such as observation, field notes, interviews and documents. The results showed that the application of emancipatory question Habermas can boost the students historical consciousness and make students actively participate in learning of history. Based on the questions research showed that: First, the design of learning filled with preparing lesson plans and construction emancipatory question Habermas. Second, emancipatory question Habermas applied to five actions. Third, a shape of students historical consciousness are historical exemplary and historical critical as well as transmitted and trasnformation. Fourth, the problems faced by the teacher and student partners include: 1) Complexity and Triabilitas, 2) Low motivation and reward, 3) Teacher partners less mastered the concept of the history and concepts of other sciences and 4) Limitations contextual reference. Fifth, emancipatory question Habermas effectively increase students historical consciousness as it is supported by: 1) Increasing the ability of teachers, 2) Active participation of students in the learning process, and 3) Increased awareness of the historical function of student learning outcomes.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

MOTTO… ...iii

LEMBAR PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH...vii

ABSTRAK ... ix

DAFTRA ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR GRAFIK ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Kesadaran Sejarah ... 12

B. Konstruksi Materi Pembelajaran Sejarah ... 26

C. Emancipatory Question Habermas ... 30

D. Pendekatan Konstruktivistik Dalam Pembelajaran Sejarah ... 37

E. Strategi Pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran Sejarah... 41

F. Desain Pembelajaran Sejarah ... 45

(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 53

A. Desain dan Prosedur Penelitian ... 54

B. Lokasi Penelitian, Subjek Penelitian dan Guru Mitra ... 59

C. Validasi Instrumen ... 62

D. Teknik Pengumpulan Data ... 64

E Teknik Analisis Data ... 71

F. Interpretasi Data ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 74

1. Deskripsi Awal Proses Pembelajaran ... 74

2. Desain Pembelajaran Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 82

3. Implementasi Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 86

a). Tindakan 1 ... 86

b). Tindakan 2 ... 95

c). Tindakan 3 ... 103

d). Tindakan 4 ... 114

e). Tindakan 5 ... 123

4. Wujud Kesadaran Sejarah Siswa Dengan Penerapan Emancipatory Question Habermas ... 129

5. Kendala-kendala Penerapan Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 131

6. Efektivitas Penerapan Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 133

B. Pembahasan ... 136

(9)

2. Implementasi Emancipatory Question Habermas

Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 142

3. Wujud Kesadaran Sejarah Dengan Penerapan Emancipatory Question Habermas ... 146

4. Kendala-kendala Penerapan Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 151

5. Efektivitas Penerapan Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa ... 154

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 158

A. Simpulan ... 158

B. Rekomendasi ... 160

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 2.1. Tipe Kesadaran Sejarah Jörn Rüsen ... 20

Tabel 2.2. Habermas Three Domains of Knowledge ... 33

Tabel 2.3. Habermas and Type of Knowing Ryle ... 33

Tabel 2.4. Perbandingan antara Konstruktivisme dan Pengajaran Tradisional ... 40

Tabel 2.5. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Tradisional ... 44

Tabel 2.6. Contoh Konstruksi Pembelajaran Sejarah dan Isu Sosial Kontemporer ... 46

Tabel 2.7. Konstruksi Pertanyaan ... 48

Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Tindakan Penerapan Emancipatory Question Habermas ... 61

Tabel 4.1. Observasi Tahap Orientasi Aktivitas Guru Mitra ... 77

Tabel 4.2. Observasi Tahap Orientasi Aktivitas Siswa ... 78

Tabel 4.3. Observasi Tindakan 1 Aktivitas Guru Mitra ... 90

Tabel 4.4. Observasi Tindakan 1 Aktivitas Siswa ... 92

Tabel 4.5. Observasi Tindakan 2 Aktivitas Guru Mitra ... 99

Tabel 4.6. Observasi Tindakan 2 Aktivitas Siswa ... 100

Tabel 4.7. Observasi Tindakan 3 Aktivitas Guru Mitra ... 110

Tabel 4.8. Observasi Tindakan 3 Aktivitas Siswa ... 112

Tabel 4.9. Observasi Tindakan 4 Aktivitas Guru Mitra ... 120

Tabel 4.10. Observasi Tindakan 4 Aktivitas Siswa ... 121

Tabel 4.11. Konstruksi Pertanyaan ... 124

Tabel 4.12. Observasi Tindakan 5 Aktivitas Guru Mitra ... 126

Tabel 4.13. Observasi Tindakan 5 Aktivitas Siswa ... 127

Tabel 4.14. Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa ... 134

Tabel 4.15. Rekapitulasi Skor Fungsi Kesadaran Sejarah Siswa ... 134

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

Gambar 3.1. Spiral Penelitian dari Kemmis dan Mc Taggart ... 55

(12)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Grafik Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Halaman

Lampiran 1 Surat izin penelitian ... 173

Lampiran 2 Surat keterangan penelitian dari Kepala Sekolah SMA Bina Bangsa Palembang ... 174

Lampiran 3 Profil Sekolah ... 175

Lampiran 4 Profil Guru Mitra ... 176

Lampiran 5 RPP ... 177

Lampiran 6 Catatan Lapangan ... 183

Lampiran 7 Transkrip Wawancara Guru Mitra... 268

Lampiran 8 Transkrip Wawancara Siswa ... 271

Lampiran 9 Dokumentasi Foto ... 275

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan yang difokuskan dengan melakukan

observasi oleh peneliti pada akhir bulan November 2013, bentuk pembelajaran

sejarah di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang adalah guru sejarah

mendominasi panggung kelas sedangkan siswa bagai penonton seperti dalam

suatu pertunjukan drama. Kondisi tersebut hampir sama dengan istilah yang

sering kita dengar yaitu siswa datang, duduk, diam, pulang. Keadaan tersebut

terjadi karena guru sejarah masih memiliki persepsi bahwa siswa harus menguasai

banyak materi sejarah agar mencapai hasil belajar yang memuaskan. Akibatnya

pertanyaan guru kurang mengeksplorasi pemahaman siswa sehingga proses

pembelajaran sejarah kental dengan penyampaian fakta sejarah.

Permasalahan pembelajaran sejarah tersebut ternyata merupakan

kelemahan pendidikan sejarah yang identik dengan angka, tahun peristiwa, nama

peristiwa, nama pelaku dan jalannya peristiwa (Hasan (2012: 72). Kelemahan

pendidikan sejarah juga disampaikan oleh Stopsky dan Sharon Lee (dalam

Supriatna E, 2006: 59) yang menyatakan bahwa pendidikan sejarah sebagai mata

pelajaran berisi fakta, nama dan peristiwa masa lalu; mata pelajaran yang

membosankan; tidak ada kontribusi dalam masyarakat karena hanya

membicarakan masa lalu; pembelajaran hanya bersumber pada buku teks; guru

tidak dapat membelajarkan keterampilan berpikir dan guru cenderung berasumsi

bahwa tugas mereka adalah memindahkan pengetahuan dan keterampilan yang

pada ada pada dirinya ke kepala siswa secara utuh (transfer knowledge to the

brain of the student).

Kelemahan tersebut semakin diperkuat dengan pemberitaan yang pernah

dimuat dalam Kompas (t.n. 29 Mei 2009) bahwa sejarah adalah trade mark mata

pelajaran hafalan yang dari tahun ke tahun tidak berubah dengan sistem dan

metode pengajaran yang telah ditentukan dalam kurikulum. Lalu diperkuat pula

(15)

yang menyatakan bahwa pembelajaran sejarah sangat didominasi oleh pengajaran

hafalan dengan terlalu menekankan “Chalk and Talk” (Damanik, 2010).

Pendidikan sejarah memang dikenal akrab dengan hafalan fakta-fakta

sejarah. Hubungan antara fakta dan sejarah tersebut dikemukakan oleh Cohen dan

Marc Depaepe (1996: 303) bahwa the fact that the history of education has finally

succeded in understanding it self as history. Penyampaian fakta dalam

pembelajaran sejarah tidak bisa dihindari karena fakta merupakan pondasi untuk

pengajaran kognitif dan harus ada upaya untuk menafsirkan makna dari

fakta-fakta agar dapat dipahami. Dalam tataran keilmuan fakta-fakta merupakan tingkat yang

paling rendah dari suatu abstraksi.

Namun disatu sisi keadaan tersebut mengakibatkan pembelajaran bersifat

boring learning (pembelajaran yang membosankan) karena proses pembelajaran

banyak mentolerasi budaya diam di dalam kelas. Faktor penyebabnya adalah

materi sejarah bersifat informatif (pemindahan kognitif) dan kurang memberikan

stimulus bagi daya nalar dan berpikir kritis siswa. Faktor lainnya adalah

kesenjangan antara pembelajaran (teaching gab) nilai-nilai berharga yang dapat

terlihat dari sulitnya mengembangkan perspektif pengajaran sejarah untuk

mengantisipasi masa depan dan model pembelajaran sejarah konvensional

(Wiriaatmadja, 1992).

Sifat pembelajaran yang kaku tersebut dapat berakibat buruk untuk jangka

waktu yang panjang dan berpotensi menimbulkan generasi yang mengalami

amnesia (lupa atau melupakan) sejarah bangsa sendiri. Agar pembelajaran sejarah

mampu mengkonstruk ingatan historis maka perlu dibarengi dengan ingatan

emosional yaitu ingatan yang melibatkan emosi hingga bisa menumbuhkan

kesadaran dalam diri siswa untuk menggali lebih jauh dan memaknai berbagai

peristiwa sejarah. Padahal seharusnya proses pembelajaran sejarah tak hanya

berhenti pada penghafalan fakta sejarah saja namun siswa juga harus aktif dalam

komunikasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai

materi sejarah yang tengah dipelajari karena sedari awal siswa merasa menjadi

(16)

Permasalahan lain yang ditemukan dalam pembelajaran sejarah di kelas XI

IPS SMA Bina Bangsa Palembang adalah bentuk pertanyaan yang diajukan oleh

guru sejarah kepada siswa kurang mengeksplorasi pemahaman siswa mengenai

materi pelajaran sejarah dan sering lepas dari kehidupan sehari-hari siswa.

Kondisi tersebut seperti survey yang dilakukan oleh Astuti dari Litbang Kompas

(Kompas 9 Juli 2010) mengenai kendala pembelajaran sejarah. Hasil survey

menunjukkan bahwa sebanyak 52% responden menilai bahwa kombinasi dari

metode pembelajaran bersifat konvensional, dan guru tidak terampil (menarik)

menerangkan materi sejarah; 12,3% responden menilai pelajaran sejarah tak bisa

diterapkan sebagai pengalaman/aktivitas sehari-hari/tidak relevan dan 17,6%

lainnya lebih melihat soal kendala pendukung, termasuk buku-buku sejarah yang

minim.

Padahal dengan pembelajaran sejarah yang dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari siswa dapat merasakan manfaat belajar sejarah. Misalnya saja pada

materi Peradaban Kuno di Asia Afrika jika dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari maka permasalahan yang dapat dijadikan isu adalah permasalahan sampah di

sekitar sungai Musi dengan melakukan pendekatan ecopedagogy. Berdasarkan

permasalahan tersebut siswa dapat berpartisipasi membantu melestarikan

lingkungan di tepi Sungai Musi dengan mengumpulkan sampah plastik lalu dijual.

Uang hasil penjualan dibelikan tempat sampah kemudian diletakkan di sekitar tepi

Sungai Musi (sekitar Benteng Kuto Besak, Museum SMB II, Taman Pasar 16).

Namun pada kenyataannya konsep mengenai pembelajaran sejarah yang

dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan kesadaran sejarah

dalam proses pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang

terabaikan. Artinya aktivitas mengajar dianggap sebagai transfer knowledge saja

sehingga pertanyaan yang diajukan lebih seputar pertanyaan fakta (apa, kapan dan

dimana). Kondisi tersebut sama halnya dengan kondisi siswa yang mengajukan

pertanyaan sederhana seputar fakta peristiwa sejarah saja. Siswa menjadi enggan

untuk bertanya karena bosan dengan pertanyaan guru mitra yang itu-itu saja (apa

arti kolonialisme, kapan Jepang pertama kali tiba di Indonesia?, siapa tokoh

(17)

belajar sejarah untuk kehidupan sehari-hari mereka. Bukan hanya itu, dibeberapa

pertemuan pembelajaran sejarah, siswa jarang sekali bertanya walaupun guru

mitra telah memberikan kesempatan untuk bertanya.

Pembelajaran sejarah yang hanya diisi dengan kegiatan menghafal tahun

dan peristiwa hanya akan memperkuat image pendidikan sejarah sebagai sebuah

subjek yang tidak mengasyikkan dan tidak bermakna, padahal jika dikelola

dengan baik pembelajaran sejarah yang sarat akan nilai dan cerita-cerita inspiratif

dapat menjadi sarana hiburan edukatif bagi siswa setelah menjalani subjek-subjek

lain yang cenderung menguras tenaga dan pikiran siswa seperti subjek yang penuh

dengan hitung-hitungan rumit.

Terbentuknya image tersebut berkaitan dengan pandangan bahwa belajar

sejarah tidak memiliki kontribusi yang konkrit dan memberikan manfaat langsung

bagi kehidupan. Bukankah belajar sejarah hanya menghafal saja?; dari tahun ke

tahun materi sejarah itu-itu saja; kurang populer bila dibandingkan dengan belajar

sains seperti matematika, fisika, kimia dan ilmu eksakta lainnya; tidak termasuk

dalam ujian nasional; tidak ada hubungannya dengan peningkatan kesejahteraan

hidup dan “tidak penting” di tengah berbagai perkembangan keilmuan teknologi

dan tuntutan kepraktisan hidup saat ini.

Permasalahan pembelajaran seperti itu semakin mengakibatkan

pembelajaran yang pasif padahal puncak dari pembelajaran sejarah adalah

kesadaran sejarah dimana siswa memiliki rasa mawas diri untuk mempersiapkan

masa depan dengan bercermin dari masa lalu. Hal tersebut senada dengan apa

yang diungkapkan oleh Ratna Hapsari, Ketua Umum Asosiasi Guru Sejarah

Indonesia (AGSI), disela workshop "Membangun Kesadaran Sejarah untuk

Kebenaran dan Keadilan" di Jakarta pada hari Jumat (29/5) (Kompas, 29 Mei

2009) bahwa para siswa dibuat sibuk menghafal tanpa memperoleh esensi sejarah

itu sendiri.

Kesadaran sejarah merupakan puncak pencapaian studi sejarah yakni suatu

pemahaman intuitif mengenai bagaimana sejumlah hal tidak terjadi (bagaimana

sejumlah hal terjadi merupakan masalah pengetahuan khusus) (Namier, 1957,

(18)

pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal” (Q.S. Yusuf, 12: 111). Maksud yang sama diungkapkan pula oleh seorang sejarawan Inggris, Collingwood, dalam bukunya The Idea of History

(1973: 10) yang menyatakan bahwa:

“... knowing your self means knowing that you can do; and since nobody knows what he can do until he tries, the only clue to what man can do is what man has done. The value of history, the, is that it theachs us what man has done and then what man is...”

Ungkapan Collingwood mengandung makna bahwa mengenal diri sendiri

berarti tahu apa yang dapat kita lakukan. Tidak seorang pun tahu apa yang dapat

dilakukan sebelum mencoba. Satu-satunya kunci untuk tahu apa yang bisa kita

lakukan adalah dari apa yang telah kita lakukan. Dan nilai dari sejarah adalah

mengajarkan kita mengenai apa yang telah dilakukan. Collingwood mengarahkan

kita pada pemahaman bahwa dengan sejarah kita bisa tahu apa yang telah kita lakukan sehingga mengenal „siapa kita‟.

Begitu juga dengan ungkapan historia magistra vitae oleh Cicero, seorang

sejarawan, yang mengandung arti bahwa sejarah merupakan guru kehidupan

(Supardan, 2009: 309) perlu diwujudkan dengan beberapa persyaratan diantaranya

perlu adanya kesadaran sejarah yaitu menyadari adanya kenyataan sejarah bahwa

umat manusia dari waktu ke waktu mengalami perubahan dan perkembangan

secara continue; perlu kesadaran perspektif sejarah yang mengajarkan bahwa

keadaan sekarang ditentukan oleh perkembangan masa lalu dan apa yang

dilakukan sekarang akan menentukan arah perkembangan masa depan dan

manusia sekarang sedang memainkan peran sejarah untuk generasi masa depan.

Bila generasi sekarang ingin meninggalkan kebaikan maka haruslah ada kemauan

dan kesediaan untuk berguru pada kebaikan masa lalu dan menjauhkan diri dari

segala keburukan yang pernah terjadi di masa lalu (Kardisaputra, 1998: 44).

Selanjutnya Gottschalk (1986: 1) menjelaskan bahwa dengan mengerti

perkembangan masa lampau, kita akan lebih mengerti implikasinya saat ini dan

membantu untuk memecahkan masalah saat ini. Pernyataan Gottschalk diperkuat

(19)

pengalaman-pengalaman manusia dimasa lampau yang sewaktu-waktu dapat

digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah yang sedang

dihadapi.

Berdasarkan uraian tersebut sejarah lebih dari sekedar mempersoalkan

masa lalu yaitu bagaimana masa lalu sebagai cerminan bagi masa depan manusia

dalam upaya menanamkan kesadaran dan empati kesejarahan dalam konteks

kekinian yang semakin mengglobal (Farisi, 2003: 76). Moedjanto (dalam

Budiharto, 2013) menambahkan bahwa ada beberapa alasan perlunya belajar

sejarah yaitu adanya keinginan manusia untuk tahu masa lalu peradaban mereka,

dorongan eksistensi yaitu adanya amnesia untuk menanyakan tentang asal-usulnya

dan adanya dorongan legitimasi karena ingin memperoleh kedudukannya. Pada

dasarnya inti dari ketiga alasan yang dikemukakan tersebut adalah mengenai

identitas. Pemaknaan sejarah selanjutnya diaplikasikan dalam dunia pendidikan.

Pendidikan sejarah tak kalah pentingnya dari sejarah. Kedua hal ini merupakan

satu kesatuan yang saling menyempurnakan. Betapa tidak, melalui pendidikan

sejarah para generasi Indonesia mengenal identitasnya sebagai bangsa Indonesia.

Kesadaran sejarah berupa pemahaman mengenai kontinuitas dan

perubahan yang berdaya guna untuk menyelesaikan permasalahan saat ini dan

mempersiapkan masa depan sehingga dapat memberikan rasa optimis terhadap

penyelesaian masalah bangsa (Wiriaatmadja, 2002: x-xi). Bahkan jauh sebelum

para ahli tersebut, Rais (2008: 3) menuliskan bahwa Baginda Nabi Muhammad Salallahu‟alaihi Wassalam telah menyampaikan pentingnya kesadaran sejarah:

“Barang siapa memiliki masa sekarang yang lebih bagus dari masa lalunya ia tergolong orang yang beruntung; bila masa sekarangnya sama dengan masa lalunya ia termasuk orang yang merugi; bila masa sekarangnya lebih buruk dari masa lampaunya ia tergolong orang yang bangkrut”.

Pentingnya kesadaran sejarah terangkum dalam tujuan mata pelajaran

Sejarah pada tingkat SMA (Permendiknas, 2006: 524) diantaranya pendidikan

sejarah bertujuan membangun kesadaran siswa tentang pentingnya waktu dan

(20)

depan; menumbuhkan pemahaman siswa terhadap proses terbentuknya bangsa

Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan

masa yang akan datang dan menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa sebagai

bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang

dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun

internasional.

Melalui pembelajaran sejarah di sekolah, siswa tidak hanya disiapkan

untuk mengetahui fakta-fakta sejarah namun juga untuk mengembangkan

kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah sangat esensial bagi pembentukan

kepribadian dan sebaliknya. Implikasi hal tersebut bagi national building adalah

sejarah dan pendidikan memiliki hubungan yang erat dalam proses pembentukan

kesadaran sejarah. Dalam rangka national building pembentukan solidaritas,

inspirasi dan aspirasi memiliki peranan penting untuk system-maintenance negara

dan memperkuat orientasi atau tujuan negara tersebut. Tanpa kesadaran sejarah

kedua fungsi tersebut sulit untuk dipacu atau dengan kata lain semangat

nasionalisme tidak dapat ditumbuhan tanpa kesadaran sejarah (Kartodirdjo, 1993:

53).

Pada dasarnya kesadaran sejarah dimiliki oleh setiap masyarakat dan tanpa

sadar teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari dan sekolah merupakan tempat yang

strategis untuk mengembangkan kesadaran sejarah siswa seperti yang

dikemukakan oleh Alm (2004: 243) bahwa school has the important role to

develop the students historical consciousness to make it more insighful and

complex.

Permasalahan pembelajaran sejarah yang terjadi di kelas XI IPS SMA

Bina Bangsa Palembang tersebut tidak dapat dibiarkan berlangsung terus menerus

karena dapat mengabaikan kesadaran sejarah siswa. Guru, terutama guru sejarah,

sebagai agent of change harus memiliki kemampuan lebih dalam mengelola

proses pembelajaran. Penyampaian fakta terutama dalam pembelajaran sejarah

tentu saja perlu namun hal penting yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana

penyampaian fakta yang dilakukan oleh guru sejarah tidak seputar pengetahuan

(21)

dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga meningkatkan kesadaran sejarah

siswa.

Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan

mengembangkan pertanyaan yang lebih dari sekedar menggunakan kata tanya

apa, dimana dan kapan tapi juga pertanyaan yang dapat menimbulkan dan

mendukung pengembangan kesadaran sejarah siswa melalui konsep siswa sebagai

pelaku sejarah pada zamannya diantaranya adalah emancipatory question

Habermas. Questions atau questioning (bertanya atau tanya jawab) merupakan

kegiatan untuk mendorong atau membimbing siswa dan menilai kemampuan

kognitif siswa.

Guru sudah sepatutnya memiliki keterampilan bertanya yang optimal

karena dalam proses pembelajaran guru yang paling sering mengajukan

pertanyaan. Bentuk pertanyaan bisa dilakukan kepada siswa secara individu

maupun secara kelompok atau ke seluruh kelas. Guru yang menggunakan strategi

bertanya yang baik terhadap siswa secara individual dapat membantu siswa

memiliki harga diri, menciptakan rasa aman dan memahami identitasnya. Melalui

penggunaan pertanyaan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar, juga

meningkatkan cara berpikir siswa, mempengaruhi secara positif dalam pencapaian

hasil belajar siswa, menjamin rasa percaya dan kemampuan dirinya dalam belajar

(Cuningham dalam Sapriya, 2008: 48).

Pemilihan penerapan emancipatory question Habermas sebagai upaya

yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran sejarah dan memperbaiki kualitas

pembelajaran adalah karena pertama, emancipatory question Habermas memilki

karakteristik sebagai sarana penghubung antara masa lalu dengan masa kini yang

meliputi aspek penerapan konsep, pertanyaan jika, kontekstual dan analogi.

Melalui penerapan konsep maka siswa dapat menarik hubungan peristiwa masa

lalu dengan masa kontemporer (korelasi analogis) atau pembelajaran bersifat

kontekstual dan melalui pertanyaan jika maka siswa diposisikan sebagai subjek

atau pelaku sejarah dan mempertanyakan perannya dalam kehidupan. Kedua,

emancipatory question Habermas merupakan strategi atau metode yang sesuai

(22)

Pentingnya kesadaran sejarah siswa dan sekaligus untuk memperbaiki

praktek pembelajaran di kelas XI SMA Bina Bangsa Palembang tersebut menjadi

dasar ketertarikan penulis untuk mengambil rumusan masalah mengenai

Penerapan emancipatory question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran

Sejarah Siswa.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian diatas maka secara umum rumusan

masalah pada penelitian ini adalah: bagaimana menerapkan emancipatory

question Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa di kelas XI IPS

SMA Bina Bangsa Palembang?

Agar permasalahan diatas lebih terarah, maka akan dijabarkan ke dalam

beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana desain pembelajaran emancipatory question Habermas yang dapat

meningkatkan kesadaran sejarah siswa pada mata pelajaran sejarah di kelas XI

IPS SMA Bina Bangsa Palembang?

2. Bagaimana implementasi penerapan emancipatory question Habermas dalam

pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa pada mata

pelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang?

3. Bagaimana wujud kesadaran sejarah siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa

Palembang dengan penerapan emancipatory question Habermas?

4. Apa kendala yang dihadapi oleh guru sejarah dan siswa dalam penerapan

emancipatory question Habermas dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS

SMA Bina Bangsa Palembang?

5. Bagaimana efektivitas penerapan emancipatory question Habermas terhadap

kesadaran sejarah siswa dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA

(23)

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

kesadaran sejarah siswa melalui penerapan emancipatory question Habermas pada

siswa kelas XI IPS di SMA Bina Bangsa Palembang. Adapun secara khusus

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menghasilkan desain pembelajaran emancipatory question Habermas yang

dapat meningkatkan kesadaran sejarah siswa pada mata pelajaran sejarah di

kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.

2. Mendeskripsikan implementasi penerapan emancipatory question Habermas

dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa pada

mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.

3. Menguraikan wujud kesadaran sejarah siswa dengan penerapan emancipatory

question Habermas di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.

4. Menjelaskan kendala yang dihadapi oleh guru sejarah dan siswa dalam

penerapan emancipatory question Habermas dalam pembelajaran sejarah di

kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.

5. Mengkaji dan mendeskripsikan efektivitas penerapan emancipatory question

Habermas terhadap kesadaran sejarah siswa dalam pembelajaran sejarah di

kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakannya peneiltian ini maka diharapkan akan memberikan

manfaat baik bagi sekolah, guru dan siswa. Secara rinci manfaat tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Bagi Sekolah

a. Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah selain karena berpotensi

meningkatkan kesadaran sejarah juga dapat memberikan sumbangan

perbaikan mutu pembelajaran di kelas.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak sekolah terutama

dalam hal peningkatan profesionalisme guru dan meningkatkan inovasi

(24)

2. Bagi Guru

a. Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu landasan pertimbangan

mengembangkan pembelajaran kontekstual atau dekat dengan kehidupan

sehari-hari siswa sehingga menjadi salah satu solusi untuk merubah

pembelajaran sejarah yang bersifat transfer knowledge.

b. Menambah wawasan pengetahuan dan kemampuan guru dalam

pengembangan pembelajaran terutama dengan penerapan Emancipatory

Question Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa.

c. Memperkenalkan teknik bertanya Emancipatory Question Habermas

kepada guru agar pembelajaran di kelas lebih berkualitas, mengingat

bertanya merupakan salah satu keterampilan dasar yang harus dimiliki

oleh guru.

3. Bagi Siswa

a. Pembelajaran sejarah lebih memiliki makna karena dihubungkan dekat

dengan permasalahan kehidupan siswa sehari-hari sehingga menggeser

paradigma pendidikan sejarah sebagai pelajaran hafalan yang tidak

bergengsi.

b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk bertanya tingkat tinggi dalam

pembelajaran di sekolah sehingga secara tidak langsung meningkatkan

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang mengacu kepada

tindakan guru sejarah ketika melaksanakan pembelajaran sebagai upaya untuk

memperbaiki kegiatan pembelajaran sejarah yang telah dilaksanakan seperti yang

diungkapkan oleh Wiriaatmadja (2012: 75) bahwa tujuan dasar penelitian

tindakan kelas adalah memperbaiki praktek pembelajaran guru di kelas. Pendapat

serupa dikemukakan Winardo (dalam Saripudin, 2007: 40) Penelitian Tindakan

Kelas (action research) adalah bentuk kajian reflektif yang dilakukan oleh guru

untuk meningkatkan kemantapan rasional dan tindakan-tindakan yang dilakukan

serta memperdalam tindakan yang dilakukannya untuk memperbaiki kualitas

pembelajaran.

Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang bersifat reflektif

dimana adanya keterlibatan guru mitra, Ibu Agustini, S.Pd, siswa kelas XI IPS

SMA Bina Bangsa Palembang dan peneliti dalam memperbaiki permasalahan

pembelajaran di kelas. Mengenai hal tersebut Mills dalam Creswell (2010: 597)

mengemukakan bahwa:

Action research are systematic procedures done by teachers or other individuals in an educational setting to gather check information about, and subsequently improve, the ways their particular educational setting operates, their teaching and their

student learning”

Mills mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan

prosedur sistematis yang digunakan oleh guru atau pihak lain dalam ranah

pendidikan untuk mendapatkan informasi, meningkatkan pembelajaran guru dan

siswa di kelas. Beberapa pendapat ahli mengenai Penelitian Tindakan Kelas

tersebut diperkuat oleh pendapat Jhon Elliot (dalam Hopkins, 2011: 88) penelitian

tindakan merupakan penelitian terhadap situasi sosial dengan tujuan

meningkatkan kualitas tindakan didalamnya.

(26)

Tujuan Penelitian Tindakan Kelas adalah untuk meningkatkan

praktek-praktek pembelajaran di kelas XI SMA Bina Bangsa Palembang, dimana

guru mitra terlibat secara penuh dalam perencanaan, meningkatkan

kinerjanya dengan refleksi, selalu mencoba strategi pembelajaran yang akan

mengubah pembelajaran dari teacher centered dan mendorong siswa untuk

discovery (Hopkins dalam Wiriaatmadja, 2012: 127). Kriteria Penelitian Tindakan

Kelas adalah memperbaiki praktek pembelajaran guru mitra dengan tidak

mengganggu atau merusak komitmen Ibu Agustini, S.Pd. sebagai guru mata

pelajaran sejarah dalam mengajar di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.

Pemilihan metode Penelitian Tindakan Kelas dalam upaya meningkatkan

kesadaran sejarah siswa dengan penerapan emancipatory question Habermas

berdasarkan alasan bahwa Penelitian Tindakan Kelas memiliki fungsi aplikatif

bagi guru dalam menjalankan tugasnya dan meningkatkan kompetensi guru dalam

proses pembelajaran; Penelitian Tindakan Kelas tidak mengganggu waktu

mengajar guru sebagaimana biasanya; memperbaiki proses pembelajaran dan

kriteria Penelitian Tindakan Kelas sesuai dengan kondisi yang terjadi di kelas XI

IPS SMA Bina Bangsa Palembang untuk meningkatka n kesadaran sejarah siswa.

Jenis Penelitian Tindakan Kelas yang dipilih dalam penelitian ini yaitu

partnership teaching atau collaborative observation. Hal ini dipilih agar peneliti

dan guru dapat bekerja sama dalam merencanakan tindakan (joint planning).

Adapun pembagian tugas dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai observer

(pengamat) sedangkan guru mitra sebagai pengajar atau pelaksana inovasi

pembelajaran.

A. Desain dan Prosedur Penelitian

Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan salah satu upaya

untuk memperbaiki permasalahan pembelajaran dan sekaligus meningkatkan

kesadaran sejarah siswa di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang dengan

pembelajaran emancipatory question Habermas sebagai alternatif. Berdasarkan

hal tersebut maka diperlukan desain penelitian tindakan. Adapun beberapa desain

(27)

model Jhon Elliot yang merupakan revisi dari model penelitian tindakan dari

Lewin, model spiral dari Kemmis dan Taggart serta model Ebbut. Keempat desain

Penelitian Tindakan Kelas tersebut memiliki keunggulan masing-masing

(Wiriaatmadja, 2012: 70). Desain Penelitian Tindakan Kelas kelas yang

digunakan dalam penelitian ini adalah desain dari Kemmis dan Mc Taggart.

Gambar 3.1

Spiral Penelitian Tindakan berdasarkan Kemmis dan Mc Taggart (Hopkins, 2011: 92)

Penelitian ini diawali dengan orientasi lapangan yaitu kegiatan melalui

observasi dan wawancara dengan Kepala Sekolah SMA Bina Bangsa Palembang

yaitu Bapak Mahidin S.Pd. mengenai keadaan lingkungan sekolah SMA Bina

Bangsa Palembang. Wawancara dengan guru mata pelajaran sejarah SMA Bina

Bangsa Palembang yaitu Ibu Agustini, S.Pd. mengenai karakteristik siswa,

kegiatan pembelajaran guru dan aktivitas siswa dikelas. Pelaksaan orientasi

lapangan dimaksudkan sebagai bahan refleksi untuk menjadi rujukan teori yang

(28)

dalam tindakan. Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

berdasarkan desain penelitian Kemmis dan Mc Taggart yang meliputi tahap

perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Kegiatan yang dilakukan pada

tahapan-tahapan tersebut dijabarkan dibawah ini:

1. Siklus I

a. Perencanaan

Perencanaan (Plan) yaitu kegiatan yang dilakukan dalam menyusun

rencana tindakan yang akan dilakukan di kelas melalui penerapan emancipatory

question Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa kelas XI IPS

SMA Bina Bangsa Palembang. Perencanaan yang dilakukan pada siklus I adalah:

1. Menyusun desain pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) yang berkaitan dengan emancipatory question Habermas.

2. Membuat instrumen penelitian.

3. Sosialisai kepada siswa mengenai emancipatory question Habermas yang akan

dilaksanakan dalam proses pembelajaran sejarah.

b. Tindakan

Pelaksanaan tindakan adalah perlakuan yang dilaksanakan guru mitra

berdasarkan RPP yang telah disusun. Guru mitra menyampaikan konsep terkait

materi pembelajaran dan melakukan tanya jawab dengan siswa dengan

menerapkan pertanyaan berdasarkan konsep dan pertanyaan jika.

c. Observasi

Observasi (observe) merupakan kegiatan menganalisis mengenai rencana

yang sudah tercapai dan belum dicapai. Dalam penelitian ini observasi dilakukan

untuk mengumpulkan informasi mengenai proses pembelajaran yang dilakukan

oleh guru mitra sesuai dengan RPP atau desain pembelajaran yang telah disusun

bersama peneliti. Untuk selanjutnya hasil observasi digunakan untuk saran ketika

peneliti dan guru mitra melakukan refleksi untuk penyususnan rencana ulang

(29)

mencapai titik jenuh atau permasalahan dapat diselesaikan dengan penerapan

emancipatory question Habermas.

Pelaksanaan observasi pada siklus I dilakukan bersamaan dengan proses

pembelajaran (tindakan). Observasi yang dilakukan berupa pengamatan terhadap

aktivitas guru mitra dan siswa serta kesesuaian antara desain pembelajaran atau

RPP yang telah disusun dengan action guru mitra di kelas.

d. Refleksi

Refleksi merupakan pengkajian bersama terhadap keberhasilan dan

kegagalan dalam pencapaian tujuan dari proses pembelajaran sehingga hasil

pengkajian tersebut dapat dijadikan pedoman untuk tindakan selanjutnya. Dalam

Penelitian Tindakan Kelas ini, refleksi dilakukan secara terus-menerus

berkelanjutan dalam upaya memahami apa yang terjadi dari hasil tindakan dan

tindakan apa yang selanjutnya perlu dilakukan sampai menemukan data jenuh.

Melalui refleksi semua kegiatan yang telah berlangsung dimodifikasi atau dilakukan

penyempurnaan dalam siklus berikutnya (Wiriaatmadja, 2008: 100).

Berdasarkan uraian tersebut pada akhir siklus I dilakukan refleksi terhadap

pelaksanaan pembelajaran dari tindakan dan hasil observasi. Hasil dari tindakan dan

observasi digunakan sebagai bahan untuk merefleksi apakah pembelajaran yang

telah dilaksanakan sesuai dengan harapan dan kendala pada siklus I akan diperbaiki

pada siklus II.

2. Siklus II

Hasil refleksi pada siklus 1 kemudian ditindaklanjuti dengan pelaksanaan

siklus II. Tahapan-tahapan yang dilaksanakan pada siklus II meliputi:

a. Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan pada siklus II adalah:

1. Menyusun desain pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) yang berkaitan dengan emancipatory question Habermas.

(30)

3. Sosialisasi kepada siswa mengenai emancipatory question Habermas yang

akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran sejarah.

b. Tindakan

Pada tahap ini RPP yang telah disusun diterapkan dalam proses

pembelajaran. Guru mitra melakukan tanya jawab dengan siswa dengan

menerapkan pertanyaan berdasarkan konsep, pertanyaan jika, peristiwa

kontekstual dan analogi. Melalui tanya jawab yang mengeksplor pengetahuan

siswa diyakini dapat meningkatkan kesadaran sejarah siswa karena emancipatory

question Habermas memposisikan siswa sebagai pelaku sejarah.

c. Observasi

Pelaksanaan observasi pada siklus II dilakukan bersamaan dengan proses

pembelajaran (tindakan). Observasi yang dilakukan berupa mengamati aktivitas

guru mitra dan siswa serta kesesuaian antara desain pembelajaran atau RPP yang

telah disusun dengan action guru mitra di kelas.

d. Refleksi

Peneliti membandingkan antara hasil pada siklus 1 dengan hasil pada

siklus II dan kendala serta kekurangan pada siklus II diperbaiki pada siklus III.

3. Siklus III

Hasil refleksi pada siklus II ditindaklanjuti dengan pelaksanaan siklus III.

Tahapan-tahapan yang dilaksanakan pada siklus III meliputi:

a. Perencanaan

Adapun perencanaan yang dilakukan pada siklus III adalah:

1. Menyusun desain pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) yang berkaitan dengan emancipatory question Habermas.

(31)

b. Tindakan

Berdasarkan perencanaan maka tindakan yang dilakukan pada siklus III

adalah melaksanakan RPP yang telah disusun dan melakukan tanya jawab

berdasarkan konsep, pertanyaan jika, pertanyaan berdasarkan peristiwa

kontekstual dan analogi.

c. Observasi

Pelaksanaan observasi pada siklus III dilakukan bersamaan dengan proses

pembelajaran (tindakan). Observasi yang dilakukan pada siklus III adalah

mengamati aktivitas guru mitra dan siswa serta kesesuaian antara desain

pembelajaran atau RPP atau yang telah disusun dengan action guru mitra di kelas.

d. Refleksi

Kegiatan refleksi yang dilakukan pada siklus III adalah membandingkan

antara hasil pada siklus II dengan hasil pada siklus III serta menganalisis kendala

dan kekurangan pada siklus 3. Namun karena hasil refleksi pada siklus 3 telah

menunjukkan hasil yang lebih baik atau diperoleh data jenuh maka tindakan

dihentikan.

B. Lokasi Penelitian, Subjek Penelitian, Guru Mitra dan Waktu Penelitian

SMA Bina Bangsa merupakan yayasan pendidikan yang didirikan oleh

Ir. Hadi Ngadimin yang terletak di Jalan Perindustrian II Palembang. Mengingat

tahun pendirian SMA Bina Bangsa masih baru maka sewajarnya muncul beberapa

permasalahan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran sejarah dalam

potensinya meningkatkan kesadaran sejarah siswa di kelas XI IPS SMA Bina

Bangsa Palembang. Permasalahan tersebut menjadi salah satu alasan

dilakukannya Penelitian Tindakan Kelas di SMA Bina Bangsa Palembang.

SMA Bina Bangsa Palembang memiliki karakteristik siswa yaitu

berdasarkan kemampuan akademik maka siswa SMA Bina Bangsa Palembang

(32)

sejarah dan beberapa siswa tidak mampu mengingat materi sejarah pada

pertemuan sebelumnya, pembelajaran bersifat pasif dan rendahnya motivasi dan

reward guru mitra kepada siswa dalam kegiatan tanya jawab.

Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang

Tahun Pelajaran 2013-2014. Pemilihan subjek penelitian ini sesuai dengan

karakteristik dari Penelitian Tindakan Kelas yaitu untuk memperbaiki

permasalahan dalam pembelajaran sejarah dan meningkatkan kesadaran sejarah

siswa. Pada dasarnya siswa mengetahui manfaat belajar sejarah namun pada

prakteknya siswa kurang memiliki pemahaman belajar sejarah.

Kurang optimalnya pemaknaan atau pemahaman siswa mengenai

peristiwa sejarah disebabkan oleh bentuk pertanyaan yang diajukan oleh guru

mitra kurang mengeksplorasi pemahaman siswa mengenai materi pelajaran

sejarah, pembelajaran sejarah sering lepas dari kehidupan sehari-hari siswa karena

guru mitra masih sangat terpaku pada bagaimana siswa mampu menguasai materi

sejarah? sehingga pertanyaan yang diajukan oleh guru mitra lebih seputar

pertanyaan fakta (apa, kapan dan dimana).

Sama halnya dengan siswa yang mengajukan pertanyaan sederhana

seputar fakta peristiwa sejarah saja. Siswa menjadi enggan untuk bertanya karena

bosan dengan pertanyaan guru mitra yang itu-itu saja (apa arti kolonialisme,

kapan Jepang pertama kali tiba di Indonesia?, siapa tokoh terkenal saat Revolusi

Perancis?) selain karena siswa belum menemukan manfaat belajar sejarah untuk

kehidupan sehari-hari mereka. Bukan hanya itu, dibeberapa pertemuan

pembelajaran sejarah, siswa jarang sekali bertanya walaupun guru sejarah telah

memberikan kesempatan untuk bertanya.

Guru mitra adalah guru mata pelajaran sejarah kelas XI IPS SMA Bina

Bangsa Palembang yaitu Ibu Agustini, S.Pd. Beliau kelahiran Palembang, 2

Agustus 1980 merupakan alumni S1 FKIP Pendidikan Sejarah dengan

pengalaman mengajar selama 10 tahun di SMA Bina Bangsa Palembang terhitung

sejak tanggal 1 Juni 2004 s/d sekarang. Pengalaman mengajar yang lama

seharusnya menjadikan guru mitra lebih paham mengenai kebutuhan siswa akan

(33)

guru mitra ahli dalam pembelajaran. Hal ini terbukti karena guru mitra terbiasa

menggunakan desain pembelajaran secara turun-temurun yaitu desain

pembelajaran yang tidak berubah dari tahun pelajaran sebelumnya dan bahkan

menggunakan desain pembelajaran yang terdapat pada LKS.

Tugas guru mitra adalah sebagai pelaksana penerapan emancipatory

question Habermas atau pengajar dalam proses pembelajaran. Selain itu guru

mitra memberikan saran dan melakukan diskusi serta refleksi dengan peneliti

dalam upaya kelancaran Penelitian Tindakan Kelas ini. Peran guru mitra terkait

dengan sikap kooperatif dan kesediaan dalam meluangkan waktu sangat

diharapkan oleh peneliti.

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan mulai tanggal 24 Maret 2014

sampai tanggal 21 April 2014. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam lima

tindakan yang terdistribusi kedalam tiga siklus dengan harapan terjadi

peningkatan fungsi kesadaran sejarah siswa. Adapun jadwal pelaksanaan tindakan

penerapan emancipatory question Habermas untuk meningkatkan kesadaran

[image:33.596.122.502.484.679.2]

sejarah siswa dapat dilihat pada Tabel 3.1:

Tabel 3.1

Jadwal Pelaksanaan Tindakan Penerapan Emancipatory Question Habermas

Di SMA Bina Bangsa Palembang

Siklus Tindakan Hari/Tanggal Waktu Materi

I

1 Senin, 24 Maret 2014

08.20 WIB –

09. 5 WIB Pendudukan

Jepang di Indonesia

2 Rabu, 26 Maret

2014

10.30 WIB – 12.45 WIB

II

3 Rabu, 2 April

2014

10.30 WIB –

12.45 WIB Revolusi Perancis

4 Senin, 7 April 2014

08.20 WIB –

09.45 WI Revolusi Amerika

III 5 Senin, 21 April

2014

08.20WIB –

(34)

C. Validasi Instrumen

Dalam Penelitian Tindakan Kelas validitas instrumen merupakan upaya

pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan

prosedur-prosedur tertentu. Beberapa strategi validitas yang direkomendasikan adalah

melakukan triangulasi (triangulate) sumber-sumber data yang diperoleh dari

wawancara kepala sekolah, guru mitra, siswa kelas XI IPS, rekaman foto, catatan

lapangan dan hasil observasi. Melakukan member checking untuk mengetahui

akurasi hasil penelitian; membuat deskripsi tentang hasil penelitian (rich and thick

description); mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti ke dalam

penelitian; menyajikan informasi yang berbeda atau negatif (negative or

discrepant information) yang dapat memberikan perlwanan pada tema-tema

tertentu; memanfaatkan waktu yang relatif lama (prolonged time) dilapangan;

melakukan tanya jawab dengan sesama rekan peneliti (peer debriefing) dan

mengajak seorang auditor (external auditor) untuk memeriksa keseluruhan obyek

penelitian (Gibbs dalam Creswell, 2010: 285). Berdasarkan strategi validitas data

dari Gibbs tersebut maka secara umum validitas yang digunakan dalam penelitian

ini adalah:

1. Teknik Triangulasi

Triangulasi adalah memeriksa kebenaran konstruk atau analisis yang

peneliti sendiri timbulkan dengan membandingkan hasil dari orang lain misalnya

mitra peneliti lain. Penelitian ini menggunakan triangulasi berdasarkan sudut

pandang guru, siswa dan peneliti. Hal tersebut sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh Elliot (Wiriaatmadja, 2008: 168-169). Dalam pelaksanaanya

ketiga sudut pandang tersebut memiliki interpretasi atau sudut pandang yang

berbeda yaitu memiliki alasan pembenaran atau justifikasi epistemologi. Guru

mitra yaitu Ibu Agustini, S.Pd. memiliki posisi terbaik untuk melakukan

introspeksi diri terhadap kinerja dalam proses pembelajaran; siswa berada pada

posisi terbaik untuk menjelaskan pengaruh tindakan guru dalam proses

pembelajaran terhadap respon siswa dan peneliti atau observer memiliki posisi

terbaik untuk mengumpulkan data hasil observasi saat proses pembelajaran

(35)

Peneliti membandingkan antara hasil pengamatan dan hasil wawancara

dengan guru mitra dan siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang.

Triangulasi juga peneliti lakukan pada akhir penelitian dengan cara

membandingkan pendapat guru mitra dan siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa

Palembang terhadap penerapan emancipatory question Habermas.

2. Member Check

Member check yaitu memeriksa kembali keterangan-keterangan atau

informasi data yang diperoleh selama observasi atau wawancara dari narasumber

sehingga data tersebut tidak berubah dan dapat dipastikan keajegannya serta

dapat diperiksa kebenarannya (Wiriaatmadja, 2008: 168). Dalam penelitian ini

member check dilakukan terhadap catatan lapangan, hasil observasi dan hasil

wawancara antara guru mitra dan siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa

Palembang.

Data yang diperoleh dikonfirmasikan dengan guru mitra dan siswa melalui

diskusi pada setiap kali pertemuan. Member check dilakukan setelah

melaksanakan wawancara dengan guru dan siswa serta observasi terhadap kinerja

guru mita dalam penerapan emancipatory question Habermas. Peneliti memeriksa

hasil observasi apakah data yang dicatat sesuai dengan indikator yang diharapkan

atau belum dan memeriksa hasil wawancara apakah informasi yang diterima dari

guru mitra dan siswa sama atau berbeda.

3. Saturasi

Saturasi yaitu kategori yang dihasilkan dari observasi haruslah diuji secara

berulang-ulang dengan data yang ada untuk dimodifikasi dan direkayasa kembali

(Hopkins, 2011: 230). Teknik saturasi dalam penelitian digunakan untuk

mengukur tingkat kejenuhan mengenai jumlah siklus dan tindakan yang

dilaksanakan.

Untuk mencapai tingkat saturasi dalam Penelitian Tindakan Kelas ini,

peneliti melaksanakan lima tindakan yang terdistribusi dalam tiga siklus dengan

(36)

diperoleh dari hasil observasi dirasakan telah cukup dan begitu juga selanjutnya

untuk siklus kedua dan ketiga. Berakhirnya penerapan emancipatory question

Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa selain berdasarkan tingkat

kejenuhan data juga dari hasil diskusi antara peneliti dan guru mitra.

4. Expert Opinion

Expert opinion yaitu meminta nasihat kepada pakar untuk memeriksa

semua tahapan kegiatan penelitian dan memberikan arahan terhadap masalah

penelitian yang diungkapkan. Menurut Wiriaatmadja (2005: 171) expert opinion

adalah kegiatan mengkonsultasikan hasil temuan atau meminta nasehat kepada

para ahli. Dalam penelitian ini, peneliti mengkonsultasikan hasil temuan kepada

pembimbing I yaitu Didin Saripudin, Ph.D. dan pembimbing II yaitu Dr. Nana

Supriatna, M.Ed. untuk memperoleh arahan dan saran terhadap masalah-masalah

penelitian dan meningkatkan derajat kepercayaan hasil penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang bertradisi kualitatif.

Salah satu karekteristik penelitian kualitatif adalah peneliti sebagai instrumen

kunci (researcher as a key instrument) dimana peneliti kualitatif mengumpulkan

sendiri data melalui dokumentasi, observasi perilaku atau wawancara dengan para

partisipan (Creeswell, 2010: 261).

Teknik pengumpulan data digunakan untuk mendapatkan data untuk

keperluan penelitian. Penelitian kualitatif, dalam hal ini penelitian tindakan kelas,

menggunakan beberapa sumber data (multiple sources of data) diantaranya

observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya peneliti mereview semua

data, memberi makna, dan mengolahnya ke dalam kategori-kategori atau

tema-tema yang melintasi semua sumber data (Creswell, 2010: 261). Berdasarkan hal

tersebut, adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

(37)

1. Observasi

Pengumpulan data menggunakan observasi berarti peneliti langsung turun

ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu dilokasi

penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat-baik dengan cara

terstruktur atau semistruktur- segalam macam aktivitas dalam lokasi penelitian

(Creswell, 2010: 267).

Menurut Lincoln dan Guba dalam Wiriatmadja (2008: 104) dalam

observasi yang dibawa yaitu teori yang tidak dimainkan atau diungkapkan.

Artinya observer hanya melakukan tugasnya untuk melakukan observasi proses

pembelajaran yang berlangsung tanpa memberikan arahan pada proses

pembelajaran.

Manfaat observasi dalam penelitian akan terwujud apabila feedback

dilakukan dengan cermat yaitu dengan cara (Hopkins dalam Wiriaatmadja, 2012:

105):

1. Dilakukan dalam waktu 24 jam sesudah kegiatan tindakan dilakukan.

2. Berdasarkan catatan lapangan yang ditulis dengan sistematis dan cermat.

3. Berdasarkan data faktual.

4. Data faktual ditafsirkan berdasarkan criteria yang telah disetujui.

5. Penafsiran diberikan pertama kali oleh guru yang diobservasi.

6. Untuk selanjutnya dirundingkan bersama mitra peneliti lainnya dalam diskusi

dua arah.

7. Menghasilkan strategi selanjutnya dalam siklus berikutnya.

Selain itu, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan terkait observasi

(Hopkins, 2011: 133-136) yaitu:

a) Joint Planning

Adapun yang dimaksud joint planning adalah keadaan dimana peneliti dan

guru mitra, Ibu Agustini, S.Pd saling membangun iklim kepercayaan, menyepakai

fokus/topik yang akan dikembangkan, mendiskusikan konteks pelajaran,

merencanakan aturan-aturan dasar (waktu observasi dan bagaimana berinteraksi

(38)

b) Fokus

Dalam tahap ini adanya pendekatan dimana „segala sesuatunya harus

dipertimbangkan‟ dan dengan demikian dapat dikomentari oleh peneliti dan guru

mitra, Ibu Agustini, S.Pd. Selain itu pula yang perlu menjadi perhatian adalah

pendekatan dimana observasi hanya dibatasi pada kegiatan pembelajaran di kelas

XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang. Semakin spesifik observasi kelas maka

semakin besar kemungkinan data yang diperoleh yang akan digunakan untuk

tujuan pengembangan.

c) Merumuskan Kriteria

Observasi kelas akan sangat berpengaruh besar terhadap pengembangan

professional jika pada tahap awal telah dibuat kriteria observasi. Adapun kriteria

observasi yang akan digunakan harus direview terus-menerus untuk memperoleh

penjelasan tepat mengenai praktik pengajaran yang efektif.

d) Keterampilan Observasi

Beberapa keterampilan yang perlu dikuasi adalah usaha keras untuk tidak

cenderung bergerak terlalu cepat pada penilaian atau judgement yang

terburu-buru; menguasai keterampilan interpersonal yaitu meliputi usaha menciptakan

rasa kepercayaan dan sikap suportif dalam situasi-situasi tertentu ketika orang lain

mungkin merasa terancam dengan keberadaan kita dan keterampilan terakhir yaitu

mengetahui bagaimana merancang jadwal-jadwal observasi yang memungkinkan

peneliti dapat mengumpulkan informasi yang sesuai mengenai pengajaran atau

mengetahui checklist apa yang paling sesuai untuk digunakan dalam situasi

tertentu.

e) Feed Back

Salah satu bentuk feedback yang baik adalah diberikan (tidak lebih) dalam

jangka waktu 24 jam pasca observasi, didasarkan pada pencatatan yang cermat

dan sistematis dan data faktual diinterpretasikan dengan merujuk pada kriteria

(39)

sedangkan guru mitra berperan sebagai pengajar . Observasi dalam penelitian

melihat bagaimana kesadaran siswa dalam penerapan emancipatory question

Habermas.

Kegiatan observasi diawali dengan perencanaan antara peneliti dengan

guru mitra yang akan diobservasi. Perencanaan ini dimaksudkan agar membangun

iklim kepercayaan, menyepakati topik yang akan dikembangkan, mendiskusikan

konteks pelajaran, merencanakan aturan-aturan dasar dan hal-hal lain yang

nantinya perlu dibahas (Hopkins, 2011: 133).

Penelitian ini menggunakan observasi terfokus dan observasi terstruktur.

Observasi terfokus adalah pengamatan yang dilakukan tertuju hanya kepada

permasalahan yang menjadi fokus penelitian sehingga mendapatkan data yang

terfokus dan terarah. Sedangkan observasi terstruktur yaitu memberikan tanda

setiap kali peristiwa tertentu muncul sesuai indikator. Hasil yang diperoleh lebih

berinsifat faktual daripada judgemental dan dapat dibuat lebih detail dengan

mendasarkan pada ide-memoris seperti yang telah dideskripsikan (Hopkins, 2011:

160).

Posisi peneliti sebagai observer bertugas untuk mengetahui desain

pembelajaran emancipatory question Habermas, implementasi dan efektivitas

penerapan emancipatory question Habermas. Sehubungan dengan hal tersebut

dan metode penelitian yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas maka

diperlukan pula data mengenai aktivitas guru dan siswa selama penerapan

emancipatory question Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa

dalam pembelajaran sejarah.

2. Catatan Lapangan

Membuat catatan lapangan atau field notes merupakan salah satu cara

melaporkan hasil observasi, refleksi dan reaksi terhadap masalah-masalah

dikelas. Beberapa aspek yang juga perlu diperhatikan adalah seperti suasana kelas,

pengelolaan kelas, hubungan interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan

siswa, aspek orientasi, perencanaan, pelaksanaan, diskusi dan refleksi (Hopkins,

(40)

Dalam penelitian ini akan digunakan catatan lapangan seperti yang

dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Wiriaatmadja , 2012: 128):

1. Siapa dan bagaimana proses pembelajaran yang terjadi di kelas XI IPS SMA

Bina Bangsa Palembang?

2. Apa isu penting dalam proses pembelajaran yang terjadi di kelas XI IPS SMA

Bina Bangsa Palembang?

3. Pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang diajukan kepada guru mitra

dan siswa selama proses pembelajaran?

4. Menafsirkan proses pembelajaran di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa

Palembang.

5. Masalah atau fokus apa yang perlu diperbaiki oleh guru mitra dalam

pertemuan pembelajaran sejarah berikutnya setelah melakukan diskusi dan

refleksi dengan peneliti.

Untuk mendapatkan hasil catatan lapangan yang detail maka peneliti

selalu mencatat setiap kejadian dalam proses pembelajaran. Kemudahan dalam

melakukan catatan lapangan dikarenakan selama proses pembelajaran peneliti

benar-benar bertindak sebagai observer sehingga memiliki kesempatan yang

sangat luas untuk mencatat aktivitas guru mitra dan siswa selama proses

pembelajaran. Dalam setiap tindakan peneliti selalu menggunakan laptop di dalam

kelas dan mengambil posisi dipaling belakang ruangan kelas agar dengan mudah

memperhatikan proses pembelajaran. Tentu saja apa yang dilakukan oleh peneliti

telah mendapat izin dari kepala sekolah, Bapak Mahidin S.Pd. dan guru mitra, Ibu

Agustini, S.Pd.

3. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan

melakukan tanya jawab dengan nara sumber yang dianggap dapat menjelaskan

dan memberikan informasi yang dalam penelitian informasi yang dimaksudkan

adalah mengenai kesadaran sejarah siswa melalui penerapan emancipatory

(41)

“Dalam wawancara kualitatif peneliti dapat melakukan face to face interview (wawancara berhadap hadapan) dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon, atau terlibat dalam facus group interview (interview dalam kelompok tertentu)yang terdiri dari enam sampai delapan partisipan perkelompok. Wawancara-wawancara seperti ini tentu saja memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstruktur (unstructed) dan bersifa

Gambar

Gambar 3.1 Spiral Penelitian Tindakan berdasarkan Kemmis dan Mc Taggart
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Tindakan

Referensi

Dokumen terkait

Data Responden Penyadap Pinus di Dusun Sidomulyo, Desa Jambewangi, RPH Gunungsari, BKPH Glenmore, KPH Banyuwangi Barat, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ... Curahan Waktu

Kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Malang dan Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Tangerang yang wilayah kerjanya menjadi lokasi uji coba pelaksanaan pendaftaran tanah

Mangkunegara, Anwar Prabu, (2000), Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan , Cetakan Kedua, Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.. Mathis dan Jackson, (2002), Manajemen

(1) Dalam hal langkah-langkah penertiban dan pendayagunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, 16, 17, 18 dan Pasal 19, Pemegang Hak Atas Tanah atau pihak yang telah

Penerapan Analisis SWOT Dalam Strategi Pemasaran Produk Tabungan Pada BMI Cabang Pembantu Magelang.. Sekolah Tinggi Agama Islam

Interaksi model penalaran deduktif yang dipergunakan oleh penstudi hukum teoretis, dengan berbagai model penalaran lain yang dikenal dalam teori hukum dan filsafat hukum

Pengaruh Konflik Peran Ganda Sebagai Ibu Rumah Tangga dan Pekerja Terhadap Tingkat Stres Wanita Karir (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Wanita di Kota Semarang Jawa

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Anisa Suciati Wardhani 2015 Universitas