• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Drainase

Saluran air berupa lekukan yang berada di atas ataupun bawah permukaan tanah disebut drainanse. Menurut sejarah terbentuknya bisa secara alamiah dan buatan manusia. Dalam Bahasa Indonesia, drainase nerarti membuang, mengalirkan, mengalihkan atau menguras air untuk meregulasi persediaan air untuk mencegah terjadinya genangan atau banjir. Drainase umumnya diartikan sebagai kumpulan bangunan air yang didirikan dengan tujuan meminimalisir adanya air berlebih di daerah tertentu, sehingga daerah lahan tersebut dapat berfungsi deangan optimal. Selain itu drainase bertujuan untuk meningkatkan sanitasi akibat dari kualitas air tanh terjaga. (Suripin,2004).

2.2 Drainase Perkotaan

Sistem drainase perkotaan adalah kumpulan sistem dari prasarana dan sarana drainase perkotaan dimana sistem drainase dibagi dua jenis yaitu teknis dan nonteknis.

Aspek teknis adalah :

1) Kapasitas sistem merupakan penilaian dilakukan terhadap kondisi bangunan air dan saluran yang ada di dalam sistem. Kondisi hidraulik akan berpengaruh terhadap kapasitas suatu sistem drainase sesuai dengan desain yang telah dibuat.

2) Permasalahan genangan merupakan penilaian dilakukan terhadap skala genangan, baik dari luasan ataupun tinggi dan durasi, yang terjadi di lokasi.

Permasalahan yang terjadi di lokasi akan memberikan gambaran terhadap layanan drainase dari suatu sistem.

3) Pola pengaliran merupakan penilaian dilakukan terhadap parameter pengaliran yang berpengaruh terhadap hidrograf untuk sistem drainase yang ditinjau. Parameter pengaliran yang ditinjau antara lain tutupan lahan dan waktu konsentrasi.

(2)

5 Aspek non teknis adalah :

1) Manajemen dan kelembagaan adalah adanya suatu kelembagaan yang aktif dengan dukungan sumber daya manusia yang memadai akan memberikan dukungan terhadap layanan sistem drainase.

2) Peran pemerintah dan masyarakat yang turut berperan aktif dalam menjaga dan meningkatkan layanan drainase dengan membentuk forum independen yang dapat membantu lembaga resmi dalam meningkatkan layanan drainase.

3) Aspek hukum dan pengaturan serta adanya penegakan hukum dan peraturan yang jelas dan ditaati akan meningkatkan dan memelihara layanan drainase.

4) Sosial budaya dan ekonomi merupakan kondisi yang dapat membawa pengaruh terhadap layanan drainase. Contohnya permasalahan sampah, rumah liar yang merupakan permasalahan drainase yang umumnya timbul dari faktor sosial budaya dan ekonomi.

2.3 Fungsi Drainase

Drainase berdasarkan fungsinya, diantaranya:

1) Menghindarkan suatu wilayah (khususnya pemukiman yang memiliki banyak penduduk) dari genangan air maupun banjir.

2) Tanah pada pemukiman yang padat kegunaannya akan menjadi optimal hal ini terjadi karena kelembaban air dapat terhindar.

3) Untuk mengoptimalkan tata guna lahan dan meminimalisir rusaknya struktur tanah baik pada bangunan maupun jalan maka sangat krusial bahwa sistem drainase dirancang sebaik mungkin.

2.4 Sistem Jaringan Drainase

Sistem drainase didefinisikan sebagai kumpulan bangunan air bertujuan untuk membuang dan mengurangi adanya air berlebih dari suatu lahan atau kawasan.

Bangunan sistem drainase berdasarkan letaknya dibedakan menjadi lima bagian.

Kelima bagian itu dimulai dari hulu adanya saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran

(3)

6

induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di setiap sistem drainase umumnya terdapat gorong - gorong, jembatan, talang dan saluran miring atau got miring (Suripin, 2004). Sistem jaringan drainase perkotaan dikategorikan menjadi 2 bagian, yaitu:

1) Sistem Drainase Mayor

Sistem jaringan ini bisa disebut sistem saluran drainase perimer atau pembuangan utama. Sistem drainase ini berfungsi sebagai saluran yang dapat mengalirkan dan menampung air dari suatu tangkapan air hujan (Catchment Area). Sistem drainase mayor dapat menampung aliran dengan skala besar dan sangat luas contohnya kanal atau sungai. Perencanaan drainase mayor digunakan dalam periode ulang antara lima sampai sepuluh tahun. Perencanaan sistem drainase memerlukan pengukuran topografi secara terperinci.

2) Sistem drainase Mikro

Sistem drainase mikro bisa disebut penunjang sistem drainase yang bertujuan mengalirkan air maupun menampung dari catchment area. Sistem ini hanya bias menampung debit air yang relatif kecil. Perencanaan drainase ini dipakai untuk hujan dalam periode ulang 2,5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada.

2.5 Jenis – Jenis Drainase

Berdasarkan dari model suatu drainase dikempokkan menjadi beberapa macam yaitu:

2.5.1 Sesuai dengan cara kerjanya

Drainase hasil campur tangan manusia dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : 1) Saluran Interceptor (Saluran Penerima)

Saluran ini berfungsi untuk mencegah adanya aliran pembeban di suatu kawasan dan yang berada di bawahnya. Saluran ini didirikan di bagian yang mendekati sejajar dengan garis kontour. Outlet pada saluran ini umumnya berada di saluran conveyor atau collector atau drainase alamiah.

2) Saluran Collector (Saluran Pengumpul)

(4)

7

Saluran ini umumnya digunakan untuk mengumpulkan debit air yang diambil dari saluran yang lebih kecil setelah itu dialirkan ke saluran conveyor.

3) Saluran Conveyor (Saluran Pembawa)

Saluran ini berfungsi membawa air buangan dari kawasan tertentu ke lokasi pembuangan tanpa memberikan dampak bahaya untuk daerah yang akan dilalui.

2.5.2 Menurut keberadaannya

Menurut keberadaan sejarahnya sistem jaringan drainase dibedakan menjadi dua jenis yaitu natural drainage dan artificial drainage.

1) Natural Drainage (Drainase Alamiah)

Sistem jaringan drainase alami dibentuk melalui berbagai macam proses alamiah sejak bertahun-tahun secara alami tanpa ada campur tangan manusia.

2) Artifical Drainage (Drainase Buatan)

Sistem drainase terdapat campur tangan oleh manusia, berfungsi sebagai upaya untuk menyempurnakan dan melengkapi kekurangan-kekurangan sistem drainase alamiah yang sudah ada. Drainase buatan bertujuan untuk membuang air berlebih yang memberi dampak buruk.

2.5.3 Menurut letak saluran

Menurut letaknya saluran drainase dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Drainase permukaan tanah (Surface Drainage)

Saluran ini berfungsi mengalirkan air yang berada di atas permukaan tanah.

Dalam menganalisa aliran surface drainage bisa digunakan analisa open channel flow.

2) Drainase bawah tanah (Sub Surface Drainage)

Saluran yang merupakan limpasan air yang yang terletak di bawah tanah yang umumnya menggunakan media pipa. Saluran ini digunakan dengan mempertimbangkan suatu alasan seperti tuntutan estetika atau tuntutan fungsi.

(5)

8 2.5.4 Menurut konstruksi

Berdasarkan kontruksinya sistem drainase dibedakan menjadi dua jenis:

1) Sistem saluran drainase terbuka

Drainase ini berfungsi untuk mengalirkan air buangan domestic atau air hujan. Terdapat saluran terbuka yang tidak memerlukan lapisan pelindung (lining). Lapisan ini umumnya diperlukan pada saluran terbuka di daerah yang memiliki jumlah penduduk yang banyak seperti perkotaan.

2) Sistem Saluran Drainase Tertutup

Drainase ini berfungsi mengalirkan limbah dan air kotor yang berdampak buruk bagi kesehatan. Sistem ini sangat cocok untuk daerah padat penduuk.

2.5.5 Menurut fungsi

Drainase berdasarkan fungsinya dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Single purpose drainage

Drainase ini dibangun dengan tujuan hanya mengalirkan khususnya satu jenis aliran air buangan.

2) Multy purpose drainage

Drainase yang meiliki fungsi untuk mengalirkan beberapa jenis air limpasan secara bersamaan atau bergantian.

2.5.6 Menurut konsepnya

Apabila dikategorikan berdasarkan konsepnya maka sistem jaringan terbagi menjadi dua jenis :

1) Drainase konvensional

Drainase yang memiliki fungsi utama untuk mengalirkan dan atau membuang air berlebih langsung menuju sungai. Hal ini mengharuskan drainase untuk mengalirkan air ke sungai lalu ke laut dengan secepat mungkin. Namun jika diterapkan pada seluruh kawasan, dapat menghasilkan dampak buruk. Dampak yang diakibatkan dari penerapan konsep drainase tersebut yaitu terjadinya kekeringan, longsor, pelumpuran dan banjir. Kesalahan utama dalam konsep ini adalah secepat mungkin mengalirkan air sehingga sulit bagi air untuk masuk ke dalam tanah. Hal ini menyebabkan suplai cadangan air tanah berkurang

(6)

9

sehingga tejadinya kekeringan di musim kemarau. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya banjir dan kekeringan.

2) Drainase Ramah Lingkungan

Konsep drainase yang mengupayakan pengelolaan air berlebih dengan mempermudah bagi air masuk ke dalam tanah dan mengalirkannya ke sungai tanpa melampaui kapasitasnya. Konsep ini mengharuskan air hujan untuk tidak langsung mengalir ke sungai. Sehingga kandungan air di dalam tanah tetap terjaga dan menjadi cadangan air ketika musim kemarau. Adapun metode untuk menerapkan konsep drainase ramah lingkungan yaitu menerapkan metode pengembangan areal perlindungan air tanah, metode river side polder, metode sumur resapan dan bisa menerapkan juga metode kolam konservasi.

2.6 Pola Jaringan Drainase

Berdasarkan penelitian Halim Hasmar (2012) maka pola jaringan drainase terbagi menjadi enam :

1) Siku

Pola jaringan siku digunakan pada daerah yang memiliki topografis lebih tinggi dari pada sungai. Dimana sungai berfungsi menjadi saluran pembuang akhir yang terletak di tengah perkotaan

(7)

10 2) Pararel

Pola ini memiliki ciri-ciri utama yaitu saluran utama dan saluran cabang dibuat sejajar. Dimana saluran ini dapat menyesuaikan diri ketika terdapat perubahan infrastruktur atau perluasan kota.

3) Grid Iron

Pola ini memiliki ciri-ciri salauran cabang yang berkumpul dalam satu tempat yaitu saluran pengumpul. Pola ini cocok digunakan pada daerah yang sungainya berada di pinggir kota.

4) Alamiah

Pola jaringan ini mirip sengan pola siku, namun beban sungainya lebih besar.

(8)

11 5) Radial

Pola ini digunakan di daerah berbukit, dimana tujuannya agar saluran dapat memencar ke segala arah.

6) Jaring-jaring

Pola ini memiliki ciri-ciri yaitu saluran pembuangan yang mengikuti arah saluran utamanya. Pada kawasasan yang memiliki topografis datar, pola ini sangant cocok digunakan.

(9)

12 2.7 Proyeksi Jumlah Penduduk

Jumlah air yang dibutuhkan penduduk di masa yang akan datang dapat diperkirakan dengan mengetahui pertumbuhan penduduk tiap tahunnya, maka dilakukan proyeksi jumlah penduduk. Terdapat tiga metode untuk melakukan proyeksi jumlah penduduk yaitu aritmatika, geometrik, dan eksponensial. Menurut Suhardjono (1984), pertumbuhan jumlah penduduk ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut:

2.7.1 Metode Aritmatika

Pertumbuhan penduduk umunya terjadi pada kota dengan perkembangan kota yang tidak terlalu pesat, tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, dan luas wilayah yang kecil. Metode Aritmatika digunakan apabila terjadinya pertambahan populasi secara konstan dan periodik. Metode ini disebut juga dengan metode rata- rata hilang.

2.7.2 Metode geometrik

Metode ini digunakan apabila peningkatan jumlah penduduk menunjukan angka yang relatif sama dari waktu ke waktu.

(10)

13 2.7.3 Metode Eksponensial

Metode ini menunjukkan pertumbuhan penduduk yang terjadi tidak signifikan.

2.8 Analisa Hidrologi

Analisa hidrologi merupakan salah satu bidang yang sangat rumit dan kompleks. Hal ini ditimbulkan adanya ketidaktentuan pada hidrologi, keterbatasan teori, rekaman data, dan keterbatasan ekonomi. Hal ini dipersulitkan karena kecendrungsn hujan yang biisa terjadi kapan saja, yang berarti memperkirakan dengan tepat seberapa besar hujan yang jatuh dalam jangka waktu tertentu adalah suatu yang mustahil. (Suripin.2004).

2.8.1 Siklus Hidrologi

Kumpulan proses pergerakan air di alam yang terjadi secara konstan dinamakan siklus hidrologi. Secara kronologis siklus hidrologi dimulai dari bergeraknya air ke udara, selanjutnya jatuh ke permukaan laut atau daratan, air yang mengalir di permukaan atau di dalam tanah akan kembali lalgi ke laut atau langsung menguap.

Dalam siklus hidrologi terdapat empat macam proses yang harus dimengerti:

1) Presipitasi merupakan kondisi dimana uap air di atmosfer kembali ke permukaan laut atau tanah setelah terkondensasi dalam bentuk salju, kabut, embun ataupun hujan.

2) Evaporasi yaitu perubahan wujud air yang bersumber dari berbagai permukaan badan air menjadi urdara

(11)

14

3) Infiltrasi yaitu proses terserapnya air ke dalam tanah

4) Limpasan air tanah (subsurface runoff) dan limpasan permukaan (surface run off).

Berikut adalah skema setiap proses yang terjadi dalam siklus hidrologi.

Dalam melakukan perencanaan saluran drainase digunakan standar yang telah ditetapkan yang tersaji dalam Tabel 2.1

(12)

15 2.8.2 Curah Hujan Daerah

Curah hujan sangat dibutuhkan dalam proses perencanaan sebuah sistem infrastruktur pengairan. Data hujan didapatkan dari alat penakar untuk hujan yang terjadi hanya pada satu titik tempat saja (point rainfall). Untuk daerah yang lebih luas tidak cukup hanya menempatkan satu penakar hujan pada wilayah tersebut, untuk itu diperlukan data curah hujan rata-rata dari beberapa stasiun di kawasan tersebut. Umumnya terdapat tiga metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata.

2.8.1.1 Metode Rata-Rata Aljabar

Metode ini mengamsusikan bahwa seluruh penakar hujan yang terpasang berpengaruh setara satu sama lain. Metode ini dapat digunakan pada kawasan yang memiliki topografi datar, alat penakar hujan yang merata, dan harga individual curah hujan menedekati dengan harga rata-ratanya. Hujan kawasan dapat dihitung dengan persamaan:

2.8.1.2 Metode Poligon Thiessen

Metode ini mengidentifikasi skala luasan wilayah imbas pos penakar hujan sehingga jarak yang tidak seragam dapat disetarakan. Garis tegak lurus terhadap garis penghubung mendeskripsikan 2 pos penakar terdekat beserta wilayah

(13)

16

imbasnya. Metode ini mengasumsikan variasi hujan antara dua pos adalah linear dan pos manapun dapat merepresentasikan daerah terdekat.

Adapun mekanisme yang digunakan adalah :

1) Membuat plot lokasi dan garis penghubung antara dua pos penakar hujan pada peta DAS.

2) Membentuk poligon Thiessen dengan cara membuat garis tegak lurus di antara tiap garis penghubung. Seluruh titik dalam tiap poligon jaraknya akan berdekatan dengan pos penakar. Setelah itu, curah hujan pada pos tadi merepresentasikan hujan di kawasan poligon tersebut.

3) Menggunakan planimeter untuk mengukur luas area poligon serta luas area total DAS.

4) Hujan rata-rata DAS dapat diketahui dengan persamaan berikut:

2.8.1.3 Metode Isohyet

Metode ini secara actual memperhitungkan masing-masing pos penakar hujan. Dengan kata lain, metode ini menduga bahwa masing-masing pos penakar mencatat kedalaman yang sama. Berikut beberapa Langkah menggunakan metode isohyet.

(14)

17

Metode Isohyet terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut:

1) Menentukan kedalaman air hujan untuk setiap pos penakar pada peta.

2) Menggambar kontur yang menghubungkan setiap titik dengan kedalaman air yang sama. Dengan interval isohyet 10 mm.

3) Menghitung luas area dengan menggunakan planimeter di antara dua garis isohyet.

4) Untuk dua isohyet yang berdekatan kalikan tiap luas area dengan nilai rata- rata hujan.

5) Nilai hujan rata-rata pada DAS dapat ditentukan:

Metode ini selalu digunakan pada kawasan yang tidak teratur seperti daerah perbukitan.

2.8.3 Analisa Frekuensi Dan Probabilitas

Kemungkinan terjadinya hujan dengan suatu besaran tertentu disebut frekuensi hujan. Sedangkan waktu hipotetik hujan yang menggunakan besaran tertentu disebut kala ulang. (Suripin, 2004). Sistem drainase perkotaan dengan area 10-100 Ha sesuai dengan kareakteristik suatu desain hidrologi menggunakan periode ulang dua sampai lima tahun yang berarti satu kali dalam lima tahun terjadi

(15)

18

curah hujan terbesar atau kala ulang ekslusif yang setara atau melampaui curah hujan rancangan. Terdapat 4 metode yang dapat menghitung kala ulang rencana yaitu distribusi normal, distribusi log normal, distribusi log person tipe III, dan distribusi gumbel. Terdapat persyaratan parameter pada setiap metode ditunjukkan pada Tabel 2.2:

2.8.2.1 Distribusi Normal

Data yang digunakan dalam perhitungan adalah sampel maka hujan rencana ditentukan dengan persamaan berikut.

(16)

19 2.8.2.2 Distribusi Log Normal

Perhitungan dimana data yang digunakan dalam menentukan hujan rencana berupa sampel:

(17)

20

Tabel 2. 2 Faktor Frekuensi Kt Untuk Distribusi Log Pearson Type III

(18)

21 2.8.2.3 Distribusi Log-Person III

Berdasarkan distribusi log-person tipe III, apabila data yang digunakan dalam perhitungan hujan rencana berupa sampel maka persamaannya menjadi:

2.8.2.4 Distribusi Gumbel

Berdasarkan distribusi gumbel, Dalam menghitung hujan rencana apabila data yang digunakan berupa sampel maka dapat dihitung dengan persamaan berikut:

(19)

22

(20)

23 2.8.4 Uji Kecocokan Distribusi

Saat melakukan uji kecocokan distribusi sampel data (the goodness of fittest test) terhadap fungsi distribusi peluang dimana distribusi frekuensi tersebut terwakili diperlukan adanya parameter. Pengujian parameter yang umum digunakan yaitu Uji Chi-kuadrat dan Smirnov-Kolmogrov (Suripin: 2004).

2.8.3.1 Uji Chi-Kuadrat

Dalam menentukan apakah distribusi data statistic sampel dapat mewakili persamaan distribusi yang digunakan, maka dilakukan uji chi-kuadrat.

Pengambilan keputusan uji chi-kuadrat menggunakan parameter x2, dimana dapat ditentukan dengan persamaann berikut :

(21)

24

Setelah itu dalam menentukan distribusi curah hujan rencana yang digunakan yaitu distribusi yang memiliki simpangan maksimum (X2) lebih kecil dari simpangan kritisnya (X2cr), sesuai dengan persamaan berikut :

Dalam melakukan uji chi-kuadrat dilakukan langkah-langkah yaitu: (1) Mengurutkan data pengamatan dari kecil ke besar atau sebaliknya, (2) Menghitung jumlah kelas, (3) Menghitung parameter X2cr dan DK, (4) Menghitung kelas distribusi, (5) Menghitung interval kelas, (6) Menghitung parameter X2, (7) Menbandingkan nilai X2 terhadap X2cr.

Tabel 2. 3 Nilai Parameter Chi-Kuadrat Kritis

(22)

25 2.8.3.2 Uji Smirnov-Kolmogorov (secara analisis)

Metode Smirnov-Kolmogorof dilakukan pengujian distribusi probabilitas dengan menerapkan perhitungan sebagai berikut:

1) Mengrutkan data (Xi) dari kecil ke besar atau sebaliknya.

2) Menentukan peluang empiris dari data yang sudah diurutkan P(Xi), dengan menggunakan persamaan:

Menghitung nilai f(t) sebagai acuan untuk menentukan nilai tabel wilayah luas dibawah kurva normal.

3) f(t) = data curah hujan + curah hujan rerata + stadar deviasi

4) Tentukan peluang teoritis Pt bedarasarkan hitungan P’(Xi) dari 1- nilai tabel wilayah luas dibawah kurva normal, lalu hitungan Pt = P’(Xi) x 100.

5) Menghitung ∆Pi antara peluang empiris dan teoritis setiap data yang sudah diurut : ∆P = Pe – Pt.

(23)

26

6) Menentukan apakah ∆P < ∆P kritis (Tabel 2.8), Apabila “tidak” berarti distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.

2.8.4 Analisis Intensitas Hujan

Banyaknya curah hujan dibagi satuan waktu disebut Intensitas hujan.

Apabila intensitas hujan semakin tinggi maka perioide ulangnya meningkat dan hujan terjadi semakin singkat. Intensitas hujan bisa ditentukan dengan menggunakan persamaan mononobe yaitu:

(24)

27

(25)

28 2.8.5 Waktu Konsentrasi (Tc)

Waktu konsentrasi terdiri atas waktu yang diperlukan limpasan untuk mengalir pada permukaan tanah hingga sampai pada saluran terdekat (to), kemudian waktu pengaliran dalam saluran menuju titik yang ditentukan atau dimaksud (td). Pada penelitian yang dilakukan peninjauan drainase dilakukan sepanjang aliran batas sungai, dan terbagi menjadi empat spot atau titik tinjauan.

Drainase yang ditinjau pada penelitian ini yaitu pada sebelah kiri dan kanan badan jalan. Untuk melakukan perhitungan waktu konsentrasi (tc) maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

(26)

29

Pada perhitungan diatas, nilai S didasarkan pada kemiringan melintang normal perkerasan jalan yang tersaji pada Tabel 2.11.

Pada perhitungan nilai n (Angka Kekasaran Manning) diperoleh berdasarkan perbandingan yang tersaji pada Tabel 2.12

Tabel 2. 4 Harga n Untuk Rumus Manning

(27)

30

(28)

31 2.8.6 Koefisien limpasan (Runoff)

Koefisien limpasan adalah perbandingan nilai antara hujan yang membentuk limpasan langsung dengan total hujan yang terjadi (Triatmodjo:2008). Setiap daerah memiliki koefisien limpasan yang berbeda. Perhitungan koefisien limpasan dapat dihitung dengan rumus berikut:

Dalam mempermudah kalkulasi koefisien limpasan maka dapat digunakan angka – angka koefisien limpasan untuk masing – masing fungsi lahan yang tersaji pada Tabel 2.13.

Selain melakukan penentuan curah hujan rencana dan luas daerah pelayanan drainase, penting bagi penulis unntuk mengetahui nilai koefisien pengaliran (C).

Untuk koefisien C dalam metode rasional dapat dilihat pada tabel 2.13 : Tabel 2. 5 Koefisien Limpasan untuk Metode Rasional ( C )

(29)

32 2.8.7 Analisa Debit Air Hujan

Untuk melakukan perhitungan debit banjir rencana seluruhnya bergantung pada data yang tersedia. Apabila penulis menggunakan data debit yang tidak lengkap maka, maka kalkulasi debit hujan rencana dapat dilakukan dengan metode rasional (modified rational method). Pada umumnya debit rencana pada daerah perkotaan direncanakan dengann melakukan pembuangan air secara langsung, sehingga tdak ada genangan air atau banjir. Sangat penting bahwa saluran diselaraskan dengan debit rancangan. (Soemarto:1999)

Beberapa faktor yang dapat menentukan seperti apa batas ketinggian dari genangan air yang disarankan sehingga tidak menyebabkan kerugian pada masnyarakat adalah :

1) Seberapa luas daerah yang akan terdampak genangan (hingga batas ketinggan yang diperbolehkan)

(30)

33 2) Periode terjadinya genangan

Pada umumnya daerah perkotaan memiliki aliran drainase yang merupakan bagian dari suatu daerah aliran lain yang lebih luas dan sudah memiliki sistem aliran drainase alami, oleh karenanya perencanaan dan pengemmbanagan yang dilakukan pada sistem drainase perkotaan harus diselaraskan dengan sistem eksisting alami.

Hal ini dilakukan untuk mempertahankan keadaan asli dari drainase alami.

2.8.8 Analisa Debit Air Kotor

Debit air kotor merupakan debit air yang berasal dari buangan aktivitas penduduk seperti instansi, bangunan komersial, tempat tinggal, dan sebagainya yang merupakan daerah padat penduduk. Suhardjono (1984). Untuk melakukan estimasi total aliran air buangan maka terdapat 3 hal yang harus diperhatikan :

1) Resapan air tanah (daerah pelayanan dan disepanjang pipa) dan air permukaan (hujan)

2) Air buangan industri dan komersial.

3) Air buangan domestik.

Debit air kotor dapat ditentukan dengan rumus:

(31)

34 A = Luas daerah (Km2)

Pn = Jumlah penduduk

2.8.9 Analisa Debit Banjir Rancangan

Dalam melakukan perhitungan kapasitas saluran drainase, maka harus diketahui telebih dahulu jumlah air kotor dan hujan yang akan dilimpahkan pada saluran drainase tersebut, sehingga Debit banjir rancangan (Qrancn) yaitu akumulasi dari debit air kotor (Qak) dan debit air hujan. Debit banjir rancangan diperoleh dengan cara menambahkan debit banjir dengan 10% kandungan sedimen yang ada pada aliran banjir. (Sosrodarsono,1994). Kemudian menentukan kapasitas saluran drainase dari debit banjir rancangan tersebut.

2.9 Analisis Hidrolika

Bangunan alami maupun buatan manusia dapat memindahkan zat cair dari satu tempat ke tempat lainnya. Bangunan ini (bangunan pembawa) dapat memiliki bukaan atas maupun tertutup. Saluran yang tertutup (tidak memiliki bukaan diatasnya) disebut saluran tertutup (closed conduits), sementara untuk saluran yang memiliki bukaan diatasnya disebut saluran terbuka (open channels). Contoh saluran terbuka adalah selokan, saluran irigasi dan sungai, sedangkan contoh saluran tertutup adalah gorong-gorong, aquaduct, pipa, dan terowongan (Suripin, 2004)

Pada penelitian yang dilakukan, analisis hidrolika dilakukan untuk menetapkan acuan dalam kalkulasi dimensi hidrolis untuk sebuah saluran drainase baik untuk saluran tertutup maupun saluran terbuka.

2.9.1 Saluran Terbuka

Untuk bangunan pembawa dengan bentuk saluran terbuka maka terdapat permukaan air yang bebas. Secara langsung permukaan ini dipengaruhi oleh

(32)

35

tekanan udara luar, sifat alirannya dipengaruhi oleh gravitasi dan viskositasnya.

Pada umumnya saluran terbuka digunakan pada daerah sebagai berikut :

1) Sisi Kiri dan kanan saluran memiliki badan jalan yang relatif ringan 2) Daerah dengan jumlah pejalan kaki yang tidak banyak

3) Kondisi lahan yang memungkinkan (luas) untuk saluran terbuka.

2.9.2 Saluran Tertutup

Pada saluran tertutup aliran air digerakan oleh gradient tekanan, sehingga ketentuan yang berlaku pada aliran tertutup tidak dapat digunakan pada saluran terbuka. Di Indonesia perancangan drainase perkotaan masih dilakukan dengan cara konvensional, yaitu menggunnakan saluran terbuka. Terdapat asumsi bahwa apabila digunnakan saluran yang ditahan didalam tanah maka saluran tersebut tidak dapat terisi penuh. Saluran tertutup pada umumnya digunakan pada daerah sebagai berikut :

1) Tempat / Lahan yang difungsikan sebagai lapangan parkir.

2) Daerah dengan jumlah pejalan kaki yang padat

3) Daerah dengan lahan terbatas contohnya pertokoan, pasar, perkantoran.

2.9.3 Penampang Saluran

Saluran yang dapat mengalirkan atau dapat dilimpahkan debit maksimum untuk 3 poin yaitu kemiringan dasar tertentu, kekasaran, dan luas penampang basah merupakan saluran yang tergolong paling ekonomis. Berdasarkan persamaan kontinuitas, terlihat bahwa dalam konteks penampang melimpang tetap, debit maksimum hanya akan tercapai apabila aliran berada dalam kecepatan maksimum.

Rumus manning dan Chezy juga membuktikan bahwa pada kemiringan dasar dengan kekerasan tetap, kecepatan maksimum hanya tercapai apabila jari – jari hidraulik R memiliki nilai maksimum.

(33)

36 2.9.3.1 Penampang persegi

2.9.3.1 Penampang Trapesium

(34)

37 2.9.4 Kecepatan aliran (V)

Untuk melakukan kalkulasi kecepatan aliran (V) maka digunakan rumus Manning yang dikemukakan oleh Robert Manning pada tahun 1889. Adapun rumus manning dapat dijabarka sebagai berikut :

V = 1

𝑛 𝑥 𝑅23 x 𝑆12

Untuk melakukan perhitungan kecepatan aliran maka digunakan perbandingan koefisien Manning (n). Koefisien tersebut dapat diperhatikan pada Tabel 2.14.

(35)

38 (Sumber : Suripin, 2004)

2.9.5 Debit Aliran

Jumlah air yang mengalir dari suatu area untuk tiap satuan waktu dapat disebut sebagai Debit aliran. Untuk menentukan jumlah air yang mengalir pada suatu saluran atau sungai dan kecepatan air tersebut maka digunakan debit aliran.

Adapun rumus debit aliran adalah sebagai berikut.

Gambar

Tabel 2. 2 Faktor Frekuensi Kt Untuk Distribusi Log Pearson Type III
Tabel 2. 3 Nilai Parameter Chi-Kuadrat Kritis
Tabel 2. 4 Harga n Untuk Rumus Manning

Referensi

Dokumen terkait

(e) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di bawah permukaan tanah ; Dalam hal ini yang paling baik adalah tiang baja dan tiang beton yang dicor

Keretakan ini terjadi karena bahan perkerasan yang digunakan kurang baik, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil, adanya pergeseran horizontal

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Dari empat kutipan jenis pajak propinsi tersebut dapat di uraikan sebagai berikut :..

Pada bangunan yang berada pada tanah yang memiliki daya dukung rendah ataupun bangunan yang memiliki struktur di bawah tanah, sementara beban yang bekerja cukup besar yang

Untuk Gardu Tiang pada sistem jaringan lingkaran terbuka (open-loop), seperti pada sistem distribusi dengan saluran kabel bawah tanah, konfigurasi peralatan adalah

Karbon bawah permukaan meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah (sisa tanaman, hewan dan manusia yang mengalami dekomposisi) serta hamparan lahan gambut

Lahan ( land ) adalah suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di

Winsor (2005), komunikasi kelompok terjalin ketika tiga orang atau lebih biasanya bertatap muka, berada di bawah arahan satu orang yang disebut pemimpin untuk mencapai