• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan sama dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok (Deddy Mulyana, 2005). Contoh seperti keluarga, kelompok diskusi, kelompok bermain. Jadi komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan antara anggota-anggota sebuah kelompok saja.

Michael Burgoon (dalam Wiranto, 2005) komunikasi kelompok yaitu komunikasi dengan bertatap muka langsung, peserta kelompok memiliki jumlah lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana untuk mencapai tujuan kelompok.

Menurut Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerri L. Winsor (2005), komunikasi kelompok terjalin ketika tiga orang atau lebih biasanya bertatap muka, berada di bawah arahan satu orang yang disebut pemimpin untuk mencapai tujuan bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Tiga ilmuwan tersebut menerangkan lebih dalam lagi tentang sifat-sifat komunikasi yaitu:

1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka; 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan;

3. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama; 4. Kelompok berada dibawah arahan seorang pemimpin; 5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.

2.1.1.1Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektivitasan Kelompok

Semua yang tergabung dalam kelompok melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan:

a. Melakukan tugas kelompok b. Memelihara moral kelompoknya.

Untuk mengetahui tujuan pertama sudah terpenuhi atau belum dapat dilihat dari hasil kerja kelompok, sedangkan untuk mengetahui tujuan kedua sudah tercapai atau belum dapat dilihat dari seberapa puas kelompok dengan hasil kerja mereka. Jadi jika kelompok tersebut adalah kelompok belajar maka keefektifannya dapat dilihat dari seberapa banyak ilmu yang didapat dan seberapa jauh anggota kelompok dapat memuaskan kebutuhan dalam kegiatan kelompok.

(2)

Menurut Rahmat (2004) keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

1. Faktor situasional kelompok: a. Ukuran kelompok

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja anggota kelompok tergantung dari jenis tugas apa yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tugas koaktif dan tugas interaktif.

Pada tugas koaktif, anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak melakukan interaksi. Sedangkan pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok bekerja secara terorganisir untuk menghasilkan suatu keputusan, produk, atau penilaian tunggal.

Selain itu ada faktor yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok, yaitu tujuan kelompok itu sendiri. Jika tujuan kelompok memerlukan kegiatan mencapai suatu pemecahan yang benar, hanya diperlukan kelompok kecil untuk menyelesaikannya karena lebih produktif. Namun bila kelompok memerlukan kegiatan yang memiliki tujuan untuk menghasilkan berbagai gagasan yang bersifat kreatif maka diperlukan jumlah anggota yang banyak sehingga kelompok menjadi lebih besar.

Hera dan Slater (dalam Rahmat, 2004) mengatakan dalam hubungan dengan kepuasan menunjukan bahwa, semakin besar kelompok semakin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Menurut Slater batas maksimal dari sebuah kelompok adalah lima orang untuk mengatasi hubungan manusia. Karena menurutnya, semakin banyak anggota dalam sebuah kelompok akan semakin tidak efisien dalam mengerjakan sebuah tugas yang dimiliki.

b. Jaringan komunikasi.

Jalauddin Rahmat (2004) mengatakan terdabat banyak tipe jaringan komunikasi pada kelompok seperti: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Namun menurutnya tipe komunikasi roda adalah tipe komunikasi kelompok yang paling efektif dalam menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

(3)

c. Kohesi kelompok.

McDavis dan Harari (dalam Rahmat, 2004) menjelaskan kohesi kelompok adalah kekuatan yang mendorong seorang anggota kelompok untuk tetap tinggal didalam kelompok tersebut, dan mencegahnya untuk meninggalkan kelompok tersebut. Disini McDavis dan Harari juga menyarankan bahawa kohesi dapat diukur dari beberapa faktor berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota dengan kegiatan dan fungsi dari kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan keparluan personal. Kohesi kelompok juga erat dengan kepuasan anggota kelompok tersebut. Semakin kohesif kelompok, maka semakin besar tingkat kepuasan anggota dalam kelompok tesebut. Hal ini didasari karena semakin kohesif sebuah kelompok maka anggota kelompok akan merasa semakin nyaman sehingga komunikasi yang dilakukan oleh sesama anggota akan semakin bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Makin tinggi tinggal kekohesifan kelompok maka semakin mudah angota-anggota kelompok tunduk pada norma kelompok.

d. Kepemimpinan.

Kepemimpinan adalah sebuah bentuk komunikasi yang positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak kearah tujuan kelompok. Kepemimpinan seorang yang dianggap sebagai ketua dari sebuah kelompok sangat mempengaruhi keefektifan komuikasi kelompok.

White dan Lippit (1960), membagi gaya kepemimpinan menjadi tiga jenis, yaitu: otoriter; demokrasi; laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan semua keputusan dan keubijakan untuk kelompok ditentukan oleh seorang pemimpin. Kepemimpinan demokrasi ditandai dengan pemimpin yang mendorong anggota kelompoknya untuk membicarakan dan memutuskan semua kebujakan. Sedangkan kepemimpinan laissez faire ditandai dengan pemimpin yang memberikan kebebasan penuh kepada kelompok untuk mengambil keputusan dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

(4)

2. Faktor personal karakteristik kelompok: a. Kebutuhan personal.

William C. Scultz (1966) merumuskan teori FIRO (Fundamental Interpersonal Reletion Orentation), dimana menurutnya seseorang menjadi anggota kelompok berdasarkan dorongan oleh tiga kebutuhan interpersonal sebagai berikut:

1. Ingin masuk kedalam kelompok (inclusion).

2. Untuk mengendalikan orang lain dalam tatanan hirarki (control). 3. Ingin memperoleh keakraban emosional dengan anggota kelompok

lain.

b. Tindak komunikasi.

Dimana anggota sebuah kelompok bertemu akan terjadi pertukaran informasi. Robert Bales (1950) mengembangkan sistem katagori untuk menganalisis tindakan komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaktion Process Analysis (IPA).

c. Peranan.

Seperti tindak komunikasi, peran yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu menyelesaikan tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang baik dengan kelompok, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja.

Beal, Bohlen dan Audabaugh (dalam Rahmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota kelompok dikatagorikan sebagai berikut:

1. Peranan tugas kelompok.

2. Peranan pemeliharaan kelompok. 3. Peranan individua.

2.1.1.2 Pengaruh Kelompok Kepada Prilaku Komunikasi a. Konformitas

Konformitas merupakan perubahan prilaku atau kepercayaan anggota kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang diberikan. Jika ada sejumlah anggota kelompok yang melakukan sesuatu, ada kemungkinan anggota yang lain dalam kelompok melakukan hal yang sama.

(5)

b. Fasilitas sosial

Fasilitas yang merupakan kata dari Prancis facile yang memiliki arti mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energi pada prilaku individu.

Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial. Energi yang meningkat akan memperbesar kemungkinan dikeluarkanya respon yang dominan. Respon dominan yang merupakan prilaku yang kita kuasai, karena dari itu apabila respon dominan itu adalah benar yang terjadi adalah peningkatan prestasi, begitu juga sebaliknya.

c. Polarisasi

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrim. Jika sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, juka sebelum diskusi anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih keras menentang tindakan tersebut.

2.1.1.3 Teori Kelompok Bonafide

Teori kelompok bonafide (bona fide group theory) adalah merupaka kritikan dari Linda Putman dan Cyinthia Stohl (Stohl 2003) yang diberikan terhadap gagasan dari Robert Bales mengenai teori analisis proses. Bona fide berarti terpercaya (bonafide), sedangkan suatu kelompok bonafide adalah kelompok yang terbentuk secara alami.

Kelompok bonafide memiliki dua karakteristik, yaitu pertama memiliki perbatasan yang dapat dilalui, dilewati atau ditembus maksudnya apa yang dimaksud orang dalam dan orang luar seringkali kebur, cair, dan berubah-ubah. Kedua yaitu bersifat independen dengan lingkungan yang berarti kelompok bergantung pada lingkungan dan sebaliknya.

Fungsi yang dimiliki kelompok selain menyelesaikan dan mengatasi konflik, kelompok juga harus mengatur dan menyesuaikan pekerjaannya secara utuh dengan situasi dimana kelompok bekerja.

Dalam kehidupan sebenarnya, kerja kelompok selalu dipengaruhi oleh masukan dan kemudian menciptakan keluaran yang akan selalu mempengaruhi kelompok sekaligus sistem secara keseluruhan.

(6)

2.1.1.4 Model Masukan-Proses-Hasil

Kelompok seringkali menerima informasi dan pengaruh yang masuk kedalam kelompok yang sering disebut masukan atau input. Kemudian kelompok mengelolah atau memperoses masukan yang diterimanya dengan anggota yang ada. Hasil dari proses masukan yang diterima kelompok akan mempengaruhi lingkungan yang nantinya akan kembali menjadi masukan kelompok bersangkutan (Morissan, 2009).

Sebagai contoh mahasiswa yang mengerjakan tugas penelitain kelompok, masing-masing anggota kelompok membawa serta prilaku dan sikap mereka kedalam kelompok dan juga segala informasi yang diperlikan kelompok menyelesaikan tugas mereka (masukan). Kemudian membahasnya dengan kelompok dan memutuskan tindakan selanjutnya yang diambil oleh kelompok (proses). Hasilnya adalah penilainan yang diberikan oleh dosen baik atau buruk hasil penelitian yang diterima menjadi umpan balik bagi kelompok yang akan mempengaruhi perasan anggota.

2.1.1.5 Analsisi Interaksi

Menurut Fisher dan Hawes model yang diajukan oleh Robert Bales kurang tepat menggambarkan komunikasi kelompok. Fiseher dan Hawes mengajukan model yang lebih cocok disebut dengan interact system model (model sistem interaksi) yang lebih memfokuskan pada interaksi (Morissan, 2009).

Interaksi adalah tindakan oleh seseorang yang diikuti oleh tindakan orang lain, misalnya pertanyaan-jawaban, pernyataan-pernyataan, dan sapaan-sapaan. Disini unit analisa yang digunakan bukanlah suatu pesan individu, seperti mengemukakan saran, tetapi sepasang tindakan yang berdekatan (contiguos pair of acts), seperti menyampaikan saran dan memberikan tanggapan terhadap saran itu.

2.1.2 Teori Fungsional Kelompok

Teori fungsional komunikasi kelompok memandang “proses” sebagai instrumen yang digunakan kelompok untuk mengambil keputusan, dengan menekankan hubungan antara kualitas komunikasi dan kualitas keluaran (output) kelompok (Morissan, 2009).

(7)

Komunikasi adalah alat untuk menyampaikan informasi, komunikasi adalah cara anggota kelompok menjelajahi dan mengenal kesalahan dalam pemikiran, dan komunikasi juga berfungsi sebagai alat persuasi.

Pendekatan fungsional sangat dipengaruhi oleh sifat pragmatis pengajaran diskusi kelompok kecil. Menurut Dowey, proses pemecahan masalah dalam kelompok terdiri dari enam langkah yaitu: (1) pernyataan kesulitan, (2) penentuan masalah, (3) analisis masalah, (4) saran penyelesaian, (5) membandingkan alternatif dan pengujian alternatif terhadap seperangkat tujuan atau kriteria, dan (6) melaksanakan solusi terbaik.

Rudy Hirokawa dan rekannya menjelaskan bagaimana kelompok dapat membuat keputusan yang keliru. Ia bermaksud mengindentifikasi faktor-faktor yang seharusnya dipertimbangkan kelompok agar dapat mengambil keputusan yang benar sehingga kelompok dapat menjadi lebih efektif.

Kelompok biasanya memulai dengan mengitentifikasi dan menilai suatu masalah (identifying and assessing a problem), dan pada tahap ini mereka harus menjawab pertanyaan seperti: apa yang terjadi? mengapa? siapa yang terlibat? apa bahayanya? siapa yang dirugikan?. Selanjutnya, kelompok harus mengumpulkan dan mengevaluasi informasi (gather and evaluates informasition) mengenai masalah yang dihadapi. Ketika kelompok membahas berbagai kemungkinan solusi, informasi akan terus diterima dan terkumpul.

Kemudian kelompok membuat berbagai usulan alternatif (alternative proposals) untuk mengatasi masalah dan mereka juga membahas tujuan (objectives) yng ingin dicapai dalam pemecahan masalah. Berbagai tujuan dan usulan alternatif kemudian dievaluasi dengan tujuan akhirnya adalah untuk mencapai k terhadap arah tindakan yang hendak diambil.

Berbagai faktor yang berperan mengahasilkan keputusan yang salah dapat dengan mudah dilihat dari proses pengambilan keputusan. Pertama, penilaian masalah yang dilakukan secara tidak sepatutnya (improper assessment) yang disebabkan analisis situasi yang tidak cukup atau tidak tepat. Kelompok gagal melihat masalah atau kelompok tidak secara tepat mengidentifikasi sebab-sebab masalah. Sumber kesalahan kedua dalam pengambilan keputusan adalah penetapan tujuan yang tidak tepat (inappropriate goal and objectives). Kelompok menolak atau mengabaikan tujuan-tujuan penting yang dicapai, atau kelompok mengerjakan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Masalah yang ketiga adalah penilaian kualitas positif atau negatif yang tidak sesuai (improper assessment of positive and negative qualities), yaitu mengabaikan kelebihan atau kekurangan tertentu atau mengabaikan kedua-duanya, atau kelompok terlalu melebih-lebihkan hasil positif atau negatif yang diharapkan. Keempat, kelompok mengembangkan basisi informasi yang tidak mencukupi (inadequate

(8)

information base) yang dapat terjadi dalam beberapa cara yaitu menolak informasi yang valid dan menerima informasi yang tidak valid. Terlalu sedikit menerima informasi atau sebaliknya terlalu banyak informasi yang diterima dapat menimbulkan kelebihan beban kerja dan kebingungan. Terakhir berdasarkan informasi yang diterima kelompok ternyata membuat “alasan yang salah” (fauly reasoning) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

2.1.3 Jaringan Komunikasi

De Vito (2011) membagi lima struktur pola jaringan komunikasi kelompok, kelima struktur pola jaringan tersebut adalah:

1. Struktur Lingkaran

Struktur lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota memiliki posisi yang sama. Anggota memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota dapat berkomunikasi dengan dua anggota lain disisinya.

2. Struktur Roda

Struktur roda memiliki pemimpin yang jelas. Yaitu orang yang berada di pusat. Hanya orang ini yang dapat menerima dan mengirim pesan dari anggota. Oleh karena itu, jika seorang anggota ini berkomunikasi dengan anggota lain harus melalui orang yang berada di pusat yaitu pemimpin.

Di dalam struktur ini seorang pemimpin memiliki wewenang dan kekuasaan penuh untuk mempengaruhi anggotanya. Penyelesaian masalah dalam struktur ini dapat di bilang cukup efektif, namun keefektifan itu hanya mencakup pemecahan masalah yang sederhana.

(9)

3. Struktur Y

Struktur Y relatif kurang tersentralisasi dibanding dengan struktur roda, tetapi dibanding dengan struktur lainnya struktur ini lebih tersentralisasi. Di dalam struktur Y ini juga terdapat seorang pemimpin yang jelas tetapi semua anggota lain berperan sebagai pemimpin kedua. Anggota ini dapat menerima dan mengirim pesan dari dua anggota lainnya. Ketiga anggota lainnya hanya dapat berkomunikasi dengan terbatas yaitu hanya dengan satu orang lainnya.

Jaringan Y memasukan dua orang sentral yang menyampaikan informasi kepada orang lainnya pada batas luar pengelompokan. Pada jaringan ini, seperti pada jaringan rantai sejumlah saluran terbuka dibatasi dan kelompok bersifat disentralisasi atau terpusat. Anggota hanya bisa secara resmi berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja.

4. Struktur Rantai

Struktur rantai sama dengan struktur lingkaran kecuali, bahwa anggota yang paling ujung hanya akan dapat berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terjadi disini. Orang yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin daripada mereka yang berada diposisi lain. Di dalam saluran ini, sejumlah saluran terbuka dibatasi. anggota hanya dapat berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja.

5. Struktur Semua Saluran

Hampir sama dengan struktur lingkaran, dalam arti semua anggota sama dan memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur semua saluran, setiap anggota siap berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya.

Struktur ini memungkinkan adanya partisipasi anggota secara optimal. Jaringan terpusat atau sentralisasi dan desentralisasi memiliki kegunaan yang berbeda. Sebagai

(10)

contoh, struktur desentralisasi dapat lebih efektif untuk pemecahan masalah secara kreatif dan lebih bagus untuk penggerakan informasi secara cepat. (De Vito, 2011).

2.1.4 Jenis-Jenis Permainan

Monks dalam Hartini 2004 membagi empat jenis permainan kanak-kanak, yaitu:

1. Permainan bayi, yaitu permainan yang digunakan untuk merangsang perkembangan anak balita.

2. Permainan perorangan, yaitu permainan yang sendiri tanpa ada orang lain yang diikut sertakan dalam bermain.

3. Permainan sosial, yaitu permainan yang dilakukan dengan orang banyak dalam permainan tersebut sehingga dapat terjadi interaksi dengan orang lain di luar keluarga. 4. Permainan tim, yaitu permainan yang dilakukan dengan cara berkelompok dengan

adanya suatu aturan yang jelas untuk memainkan permainan tersebut.

2.1.5 Manfaat Permainan

Manfaat permainan menurut Rusmawati (2004) yaitu: 1. Memperkuat motorik anak.

2. Anak dapat menyalurkan energi yang berlebihan dalam dirinya. 3. Anak dapat menyalurkan perasaan yang terpendam dalam dirinya.

4. Melalui permaian yang melibatkan banyak orang dan memiliki peraturan, seorang anak harus bekerja sama dengan teman sekelompoknya dan dituntut untuk jujur dalam melakukan permainan tersebut.

5. dituntut untuk jujur dalam melakukan permainan tersebut. 6. Bermain dapat merangsang kognitif anak.

(11)

8. Bermain dapat membantu anak menyelesaikan masalah emosinya. 9. Melatih anak untuk berkomunikasi.

10. Merangsang kreaktifitas anak.

2.1.6 Permainan Tradisional

Menurut Soetoto Pontjopoetro (2006) permainan tradisional adalah permainan yang diciptakan oleh sebuah daerah, biasanya tercipta berdasarkan latar belakang, tujuan atau dari legenda yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat sekitar.

Permainan tradisional adalah permainan yang yang biasa dilakukan ketika masih anak-anak karena didalam permainan tradisional terdapat manfaat yang sangat baik bagi anak-anak-anak-anak, contohnya adalah dalam melatih konsentrasi, melatih kerjasama tim, dan yang paling besar adalah melatih anak untuk bersosialisasi dengan anak-anak sebayanya.

2.1.6.1 Jenis-Jenis Permainan Tradisional

Permainan tradisional adalah permainan yang beragam dan banyak jumlahnya, namun dapat di kelompokkan meenjadi beberapa, yaitu :

1. Berdasarkan pelaku permainan, untuk laki-laki saja, untuk perempuan saja atau gabungan antra perempuan atau laki-laki. Misalnya, dhakon, enklek, gobag sodor, sepaktekong.

2. Berdasarkan pelaku berpasangan (satu lawan satu atau satu kelompok lawan satu kelompok). Misalnya, dhakon, jamuran, gobag sodor, main layangan.

3. Berdasarkan alat yang digunakan. Misalnya layangan alatnya layangan. 4. Berdasarkan bermain dengan bernyanyi. Misalnya, jamuran.

5. Berdasarkan hukuman pihak yang kalah dalam permainan. Misalnya, gendiran, tikusan.

6. Berdasarkan permainan untung rugi diakhirnya. Misalnya, sumbar suru. 7. Berdasarkan akibat yang ditanggungnya, biasanya berupa kerusakan atau

kehilangan. Misalnya layangan, adu jangkrik.

8. Permainan dengan kekuatan gaib. Misalnya, nini thowok, wedhus prucul, oncit.

9. Menentukan urutan siapa yang bermain terlebih dahulu. Misalnya sut, kacen, hompimpah.

(12)

2.1.6.2 Manfaat Permainan Tradisional

Permainan anak secara langsung akan diterima dengan senang hati, anak dapat bermain, dapat berekspresi tanpa ada paksaan, sehingga anak mempunyai rasa percaya diri. Permainan juga melatih jasmani dan rohani anak, melatih kecekatan anak, melatih ketajaman berpikir, kehalusan rasa serta kemauan tinggi, melatih anak untuk menguasai diri sendiri, menghargai atau mengakui kemampuan orang lain, melatih anak untuk membuat strategi untuk menang namun bersikap tepat dan bijak sana, berdisiplin, tertib, dan bersikap waspada menghadapi semua keadaan.

2.1.6.3 Pengertian Permainan Terdisional Gobag Sodor

Menurut Arianti dalam buku Siagawati dkk (2007), awal mulanya permainan gobag sodor muncul karena diilhami dari pelatihan prajurit kraton yang sedang melakukan perang-perangan yang biasanya dilakukan di alun-alun kota. Permainan gobag sodor atau biasa di sebut sodoran oleh masyarakat Jawa ini dilakukan di alun-alun dengan masing-masing pemain berkendaraan kuda, karena kejar mengejar dengan lawannya dan dengan sodoran itu berusaha menjatuhkan lawan dari kudanya.

Sodoran sendiri dalam permainan ini memiliki arti penjaga garis sumbu yang membagi dua garis-garis yang melintang dan parerel. Sedangkan istilah gobag sendiri adalah jenis permainan anak yang bertempat di sebidang tanah lapang yang telah diberi garis-garis segi empat di petak-petak, terdiri dari dua regu, satu regu sebagai pemain atau istilah jawanya mentas dan regu yang satunya sebagai regu penjaga atau istilah jawanya dadi, masing-masing regu terdiri dari 3-5 orang yang disesuaikan dengan jumlah kotak. Jika garis melintang yang membagi panjang dibagi 4 buah maka membutuhkan 5 orang pemain untuk menjaga sodoran.

Istilah gobag sodor ternyata adalah istilah yang di terapkan dari bahasa asing, yaitu go back to dorr. Perubahan penyebutan tersebut terjadi karena penyesuaian lafal kedalam bahasa jawa, sehinga masyarakat Jawa biasa menyebutnya gobag sodor.

Lapangan permainan ini cukup luas karena mebutuhkan ruang untuk regu pemain dapat menerobos penjagaan tim yang dadi. Bentuk lapangan permainan gobag sodor adalah berbentuk persegi panjang dengan panjang sekitar 10 meter

(13)

dan lebar sekitar 5 meter. Setiap jarak 2,5 meter ditarik garis lurus vertikal dan horizontal sehingga membentuk 8 bujursangkat yang berukuran sama besarnya.

Gambar. 1 Lapangan Gobag Sodor Sumber: Siagawati dkk (2007)

2.1.6.4 Aspek-Aspek Permainan Tradisional Gobag Sodor

Terdapat nilai-nilai yang dapat dirasakan melalui permainan ini, yang pertama yaitu nilai jasmani yang meliputi nilai kesehatan dan kelincahan. Berikutnya adalah nilai psikologis yang meliputi nilai kejujuran, dan nilai sportivitas, kepemimpinan, pertarungan strategi, kegembiraan, perjuangan, kerjasama dengan kelompok. Dan yang ketiga adalah nilai sosial yaitu kerjasama dan kekompakan kelompok.

2.1.6.5 Manfaat Permaian Gobag Sodor

Gobag Sodor sendiri memiliki nilai manfaat yang dapat dirasakan, yaitu nilai kekompakan, nilai penghiburan diri, nilai menumbuhka kekreativitasan, dan pembentukan kepribadian. Karena gobag sodor adalah permainan tradisional yang berkelompok sehingga permaiana ini sangat membantu dalam menumbuhkan hubungan sosial dengan teman sebayannya. Selain itu gobag

(14)

sodor juga melatih pemainnya dalam hal keterampilan fisik, menumbuhkan kreativitas, melatih kecekatan, dan membentuk kepribadian.

2.2 Penelitian Terdahulu

Peneliti telah mendapatkan beberapa penelitian yang relevan yakni penelitian terdahulu terkait dengan permainan tradisional gobag sodor guna untuk melengkapi dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Di bawah ini ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permainan tradisional gobag sodor:

Tabel 2.1.

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permainan tradisional gobag sodor

Nama Peneliti/ Almamater/ Tahun

Judul Skripsi Tujuan Hasil

Rusma Ayuningtuas Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi. Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negri Semarang. Pengembangan Model Permainan Tradisional Gobag Sodor Melalui Gosibol Bagi Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negri Sanetan Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang Tahun 2015 Untuk mengasilkan produk model permainan gosibol bagi siswa kelas V Sekolah Dasar Negri Sanetan Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang tahun 2015

Hasil akhir dari kegiatan penelitian pengembangan ini adalah produk model

pengembangan permainan gobak sodor melalui gosibol. Berdasarkan data pada

saat uji coba I kelompok kecil dan uji coba II kelompok

besar model

permainan

tradisional gosibol layak digunakan

(15)

untuk pembelajaran penjasorkes bagi siswa kelas V SD N Sanetan Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang. Melalui permainan gosibol, siswa lebih antusias dalam pembelajaran penjasorkes. Faktor yang menjadikan permainan gosibol dapat diterima oleh siswa SD N

Sanetan adalah dari semua aspek uji coba yang ada, bahwa sebagian besar dari

siswa kelas V dapat mempraktekkan permainan gosibol dengan baik. Baik dari

pemahaman terhadap permainan,

penerapan sikap dalam permainan dan

(16)

Surya Hryanto. Fakultas Psikologi UNI Maliki Malang

Pengaruh Permainan Tradisional Gobag Sodor Terhadap Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Sosial Siswa Kelas IV di Madrasah Ibtidayah Yaspuri Kota Malang 2015 Mengetahui bagaimana tingkat penyesuaian sosial siswa dan siswi kelas IV di Madrasah Ibtidayah Yaspuri Malang sebelum dan sesudah pemberian treatmen permainan tradisioanl gobag sodor, dan apakah permainan

tradisional gobag sodor efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa. Sebelum diberikan treatmen bermain gobag sodor dari total siswa kelas IV ialah 29 siswa, dihasilkan terdapat 6 (34,74%) siswa yang memiliki tinggkat penyesuaian sosial yang rendah, dan ada 20 (65,26%) siswa yang berada pada katagori sedang, dan terdapat 4 (13,79%) siswa memiliki tingkat penyesuaian tinggi. Kemudian peneliti mengambil sampel yang memiliki tingkat penyesuaian rendah dan sedang sejumlah 16 siswa untuk diberikan treatmen gobag sodor, setelah diberikan treatmen bermain gobag sodor selama kurang lebih satu bulan hasil post-test yang didapat 2 (21,84%) berada pada katagori rendah, dan terdapat

(17)

10 (50,32%) siswa berada pada katagori sedang, dan terdapat 4 (27,84%) siswa berada pada katagori penyesuaian sosial tinggi. Kemudian uji Hipotesis di dapatkan bahwa ada perbedaan antara mean dari pre-test (143.75) dengan post-test (158.25) maka hasilnya Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan nilai signifikan 0.001 artinya permainan gobag sodor efektif untuk meningkatkan kemampuan

penyesuaian sosial siswa kelas IV.

Elfrida Baringbing, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Program Studi Paud.

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negri Medan. Pengaruh Permainan Tradisional Gobag Sodor Terhadap Kemampuan

Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun Di PAUD Valentine T.A 2013/2014 Mengetahui apakah ada perngaruh permainan gobag sodor terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini PAUD Valentine. Penggunaan permbelajaran dengan permainan tradisional gobag sodor dapat meningkatkan perkembangan motorik kasar yang lebih baik dari pada pembelajaran tanpa

(18)

permainan

tradisional gobag sodor. Hal tersebut sesuai dengan hasil uji hipotersis yang diperoleh thitung > ttabel yaitu 13, 7 > 1, 7074 pada taraf nyata α = 0,05 dengan dk = (n1+n2-2) dan ttabel diperoleh dari hasil interpolasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa Ho ditolah atau Ha diterima. Dinyatakan bahwa terdapat pengaruh permainan tradisional gobag sodro terhadap perkembangan motorik kasar anak kelompok B PAUD Valentine Sigumpar Tahun Ajaran 2013/2014.

Perbedaan penelitian ini dengan beberapa peneliti yang sudah ada yaitu tujuan penelitian ini lebih membahas permainan tradisional gobag sodor yang dimainkan oleh sisiwa-siswi kelas 4-6 SD Kristen 03 Eben Heazer Salatiga sebagai media komunikasi kelompok.

(19)

2.3 Kerangka Pikir

Bagan. 2.3 Kerangka Pikir

Di sini permainan tradisional gobag sodor yang terus dimainkan oleh siswa-siswi kelas 4-6 SD Kristen 03 Eben Haezer Salatiga dengan teman sebaya mereka dapat mempengaruhi komunikasi kelompok dari siswa-siswi tersebut, sehingga peneliti ingin mengetahui apakah permainan tersebut memang dapat menjadi media komunikasi yang dianalisis menggunakan teori komunikasi kelompok.

TEORI KOMUNIKASI KELOMPOK PERMAINAN TRADISIONAL GOBAG SODOR MEMPENGARUHI KOMUNIKASI KELOMPOK SISWA-SISWI KELAS 4-6 SD KRISTEN 03 EBEN HAEZER SALATIGA DENGAN TEMAN SEBAYANYA

Referensi

Dokumen terkait

Serum yaitu darah yang dalam tabung setelah membeku akan mengalami retraksi bekuan dengan akibat terperasnya cairan dalam bekuan tersebut atau. darah dalam tabung yang

Transaksi ini dicatat dalam jurnal penerimaan kas atas dasar bukti kas masuk yang dilampiri dengan surat pemberitahuan dari debitur. Piutang transaksi berkurangnya

Tahapan dalam metode TOPSIS adalah menggambarkan alternatif dan kriteria ke dalam sebuah matriks, membuat matriks keputusan ternormalisasi, membuat pembobotan

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Karena dengan tak pernah absenya Mischief Denim dalam event tahunan tersebut di tambah dengan merupakan salah satu produk jeans lokal yang memiliki followers Instagram terbanyak

Raya Babat – Jombang KM 11, Desa Dradahblumbang

Berkaitan dengan hal tersebut, agar seorang guru bimbingan konseling dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik maka seorang guru bimbingan konseling hendaknya

Hasil dari penelitian adalah 5 dari 30 ekor sapi perah di kawasan usaha peternakan Cibungbulang Bogor yang menunjukkan indeks kesehatan normal. 12 dari 30 ekor