• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II A. Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II A. Tinjauan Pustaka"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 5 BAB II

A. Tinjauan Pustaka

1. Karotenoid

Karotenoid merupakan pigmen alami yang memberikan warna kuning, jingga atau merah. Karena warnanya mempunyai kisaran dari kuning sampai merah, maka deteksi panjang gelombangnya diperkirakan antara 430-480 nm (Fennema, 1996). Karotenoid terletak pada plastid yang tidak berwarna hijau, pada kloroplas, kromoplas pada bunga, buah yang matang, beberapa akar dan umbi serta biji/benih. Karotenoid ditemukan pada tanaman tingkat tinggi, alga, jamur, bakteri, dan jaringan yang dapat berfotosintesis. Karotenoid tidak selalu berdampingan dengan klorofil, tetapi sebaliknya klorofil selalu disertai dengan karotenoid. Tanaman dan buah-buahan yang kandungan karbohidratnya rendah, biasanya kandungan karotenoidnya juga rendah, selain itu karotenoid juga terdapat pada hewan (Gross, 1991).

Karotenoid biasa didapatkan dari ekstraksi beberapa bahan, seperti wortel, semangka, pepaya, labu, dan tomat. Warna dari karatenoid banyak menarik perhatian dari berbagai disiplin ilmu karena bermacam-macam fungsi dan sifat yang penting, warnanya berkisar dari kuning pucat sampai orange yang terkait dengan strukturnya. Karena permintaan yang tinggi dari karotenoid juga memunculkan suatu teknologi sintesis karotenoid ( David H. Watson, 2002).

Karotenoid dibagi menjadi dua kelompok, pertama karoten atau hydrocarotenoids, yang mengandung karbon dan hidrogen, dan yang kedua xanthophylis atau oxycarotenoids, merupakan turunan dari karoten. Terdapat enam jenis karoten pada buah-buahan, antara lain α-, β-, γ-, dan ε-karoten, likopen, dan β-zeacarotene, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Jenis yang paling dominan pada warna orange dan kuning adalah α- dan β-karoten. Gross (1991) mengemukakan bahwa karotenoid merupakan lipida, oleh karena itu tidak larut dalam air maupun senyawa polar lainnya. Karotenoid dapat larut dalam pelarut lemak seperti aseton, alkohol, dietil eter, dan kloroform. Karoten larut dalam pelarut non polar seperti petroleum eter dan heksan. Sedangkan xantofil

(2)

commit to user

larut dengan baik dalam pelarut polar seperti alkohol. Beberapa struktur senyawa turunan karetenoid dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1.Struktur molekul turunan karotenoid (Breemen, 2011) Terdapat beberapa macam karotenoid yang penting dan mempunyai hubungannya dengan gizi, seperti tertera dalam Tabel 2.1 (Dietary Reference Intakes, 2001)

Tabel 2.1. Jenis-jenis karotenoid yang memiliki aktivitas vitamin A Jenis Karotenoid Aktivitas Vitamin A (%)

α – karoten 4,17

β – karoten 8,33

γ – karoten 4,17

β – crytoxanthin 4,17

Sekitar 600 senyawa karotenoid telah diketemukan. Kemungkinan karotenoid yang terkenal terdapat pada karoten yang tidak mengandung molekul oksigen yaitu karoten yang ditemukan didalam buah yang berwarana orange

(3)

commit to user

cerah, sedangkan xanthophil biasanya berwarna kuning. Palm oil memiliki konsentrasi karotenoid yang tinggi dimana yang paling besar adalah β-karoten dan sisanya 20 jenis lain (Wei Puah Chiew dkk., 2005). Ikatan karbon-karbon rangkap berinteraksi satu sama lain dalam suatu proses yang dikenal dengan konjugasi.

Semakin seringnya cahaya yang diserap secara singkat dari spektrum yang terlihat, senyawa memperoleh penigkatan dalam penampakan merah.

Saat ini juga mulai dikembangkan sisntesis karotenoid. Beberapa memiliki struktur yang sama seperti yang terkandung dalam ekstrak karotenoid dari sumber alami. Beberapa lagi dengan modifikasi untuk meningkatkan sifatnya. Sebagai contoh yellow β-karoten disintesis pada tahun 1950 yang kemudian diikuti dengan orange β-8-carotenal pada 1962 dan red xanthaxanthin pada 1964. Contoh dari sintesis karotenoid yang lain adalah metil dan etil ester dari asam karotenoid, citraxanthin, zeaxanthin, asthaxanthin. The Hoffman LaRoche firm merupakan pioneer dari proses produksi secara komersial pewarna sintesis karotenoid.

1.1 Sifat-Sifat Karotenoid

Karotenoid mempunyai sifat yang unik dimana tidak dimiliki oleh zat kimia yang lain. Fungsi dari karotenoid tergantung dari sifat yang ditentukan oleh struktur molekulnya. Ciri-ciri struktural merupakan hal yang sangat penting dalam menetukan peran biologis dari karotenoid. Secara keseluruhan geometri molekul (ukuran, pola tiga dimensi, dan adanya fungsional grup) sangat penting untuk memastikan bahwa karotenoid sesuai dengan selular, sub-selular, struktur molekul pada lokasi yang tepat dan orientasinya untuk memunginkan ini sesuai dengan fungsinya. Kemudian sistem ikatan rangkap konjugasi menetukan sifat absorpsi cahaya dan kereaktifannya.

1.1.1 Sistem Ikatan Rangkap Konjugasi

Karakterisasi pada bagian pusat dari struktur merupakan kunci dari banyak sifat penting karotenoid.

a) Sifat photochemical dan penyerapan cahaya

(4)

commit to user

Energi dibutuhkan untuk membawa transisi secara komparatif keadaan eksitasi energi rendah adalah relatif kecil dan kecocokan untuk cahaya pada daerah visibel pada jarak gelombang 400 - 500 nm. Ini memberikan peningkatan pada warna kuning, merah dan orange, yang secara umum terkait dengan karotenoid. Tingkat energi dari karotenoid pada keadaan singlet atau triplet diposisikan pada karotenoid untuk berpartisipasi dalam proses transfer energi. Transfer energi singlet-singlet dan triplet-triplet ini merupakan dasar untuk peran photophysic pada karotenoid. Dasar fundamental dari photochemistry dan photophysic karotenoid adalah peran mereka dalam proses transfer energi.

b) Kereaktifan

Oksidasi merupakan implikasi praktis yang penting. Karotenoid dapat rusak jika disimpan pada tempat yang terdapat oksigen. Perawatan yang baik harus dilakukan untuk memastikan bahwa sampel yang digunakan seperti untuk investigasi bebas dari peroksida dan produk degradasi lainnya.

c) Karotenoid radikal

Karotenoid radikal dan ion radikal stabil dengan adanya delokalisasi dari elektron yang tidak berpasangan sepanjang rantai polyene dan mempunyai sifat khusus yang berkaitan dengan fungsi dari karotenoid. Misalnya pada fotosintesis dan antioksidan atau prooksidan.

1.1.2 Interaksi Molekuler

Sifat fisik dan kimia dari karotenoid dipengaruhi oleh interaksi dengan molekul lainnya, seperti lemak dan protein. Karotenoid dapat memengaruhi struktur, sifat matrik dari molekul yang berada di sekitarnya.

a) Aggregation

Karena sifat hidrophobik yang sangat tinggi, karotenoid menunjukan kecenderungan untuk mengalami aggregrasi dan kristalisasi. Aggregation mengubah sifat dari karotenoid seperti penyerapan cahaya dan kereaktifan kimia.

(5)

commit to user b) Karotenoid pada membran

Karotenoid merupakan senyawa kimia yang sangat hidrophobik, sehingga akan diasosiasikan dengan lemak atau struktur hirophobik atau membran.

Molekul hidrophobik sering dilokasikan ke membran alami dan merupakan bagian integral struktur membran kompleks.

c) Interaksi protein-karotenoid

Interaksi antara karotenoid dan protein terjadi pada semua jenis organisme hidup. Interaksinya dapat merubah sifat fisik dan kimia dari karotenoid (Britton, 1995).

1.2 Manfaat Karotenoid

Karotenoid banyak dikonsumsi orang dari makanan alami seperti buah dan sayur-sayuran karena lebih sehat serta memiliki angka kematian yang rendah dari beberapa penyakit kronis. Pada manusia karotenoid seperti β-karoten sangat berperan sebagai prekusor dari vitamin A, suatu pigmen yang sangat penting untuk proses penglihatan, karotenoid juga berperan sebagai antioksidan dalam tubuh (M. Ravi dkk., 2010). Karatenoid merupakan scavenger yang efisien untuk radikal bebas serta dapat secara signifikan mengurangi resiko dari penyakit kanker (R. Henrikson, 2009).

Selain itu karotenoid juga banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan yaitu sebagai pewarna. Seperti ekstrak dari kulit citrus digunakan sebagai pewarna pada orange jus. Safron banyak dimanfaatkan sebagi bumbu masakan karena rasa dan warnanya yang diinginkan. Anato berperan selain sebagai pewarna makanan juga dimanfaatkan sebagai pewarna pada industri tekstil dan kosmetik. Astaxathin merupakan suatu pewarna pada trout dan salmon (R. Henrikson, 2009). Preparasi dari tomat telah digunakan secara luas untuk menyediakan pewarna pada bahan-bahan makanan (David H Watson, 2008).

Karotenoid pada fotosintesis organisme, khususnya tanaman, memegang peranan yang sangat penting dalam reaksi utama fotosintesis karena partisipasinya dalam proses transfer energi, atau melindungi reaksi utama dari auto-oxidation (Cogdell dkk., 2000). Sedangkan pada organisme non-fotosintesis, khususnya

(6)

commit to user

manusia karotenoid berhubungan dengan mekanisme pencegahan oksidasi.

Produk dari degradasi karatenoid seperti ionones, damascones, dan damascenones juga sangat penting dalam zat pewangi kimia sehingga sangat sering digunakan dalam industri parfum dan wewangian.β-damascenones dan β-ionone meskipun dalam konsentrasi yang rendah pada distilasi bunga mawar, merupakan senyawa kunci yang memberikan kontribusi wangi (Xiaofen Du, 2009). Secara nyata bau harum bunga yang mucul pada teh hitam, tembakau tua, anggur, dan banyak buah berhubungan dengan senyawa aromatis hasil dari perusakan karotenoid.

1.3 Isolasi Karotenoid

Karotenoid dapat diekstraksi melalui berbagai macam jenis metode, salah satunya adalah refluks.Secara umum metode refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama rentang waktu tertentu dan jumlah pelarut yang ralatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.

Pemilihan pelarut ekstraksi bergantung pada keadaan sampel dan komposisi karotenoid. Karoten larut pada pelarut nonpolar seperti heksana dan toluen sedangkan xanthofil larut pada pelarut polar seperti etanol dan piridin. Jika kisaran kepolaran karotenoid dalam sampel sangat lebar, maka cara ekstraksinya memerlukan lebih dari satu jenis pelarut, sehingga digunakan pelarut campuran, misalnya aseton-metanol (Britton dkk., 1995).

2. Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa kimia yang didasarkan pada pengukuran serapan relatif sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan dengan menggunakan prisma atau kisi difraksi sebagai monokromator dan detektor fotosel. Spektroskopi UV-Vis menghasilkan informasi tentang senyawa

(7)

commit to user

dengan ikatan rangkap terkonjugasi. Cahaya ultraviolet dan cahaya tampak harus mempunyai energi yang cocok untuk menyebabkan transisi elektron. Cahaya ultraviolet adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 180-400 nm. Cahaya tampak adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 400-780 nm (Bruice, 2004).

Intensitas sinar datang yang dipantulkan atau diteruskan oleh medium merupakan fungsi eksponensial dari konsentrasi dan tebal laju larutan yang dilalui sinar. Pernyataan ini dikenal dengan Hukum Lambert Beer.

A= a.b.c ………….. (i)

Dimana A adalah absorban, a absorbisitas molar, b tebal laju larutan, dan c konsentrasi. Spektrofotometri merupakan alat yang digunakan untuk mengukur % T atau absorban (A) suatu cuplikan sebagai fungsi panjang gelombang.

T = P / Po .…………. (ii)

A = log 1 / T ………….. (iii)

Metode spektrofotometri akan sampel menyerap radiasi elektro magnetis yang pada panjang gelombang tertentu. Sampel dengan konsentrasi yang sudah diketahui diukur absorbansinya sehingga diperoleh kurva standar padatan versus absorbansi. Kurva ini digunakan untuk mencari konsentrasi sampel yang belum diketahui.

3. Liquid Chromatography-Mass Spectroscopy (LC-MS)

Liquid chromatography (LC) adalah teknik pemisahan fundamental dalam ilmu kehidupan dan bidang kimia. Tidak seperti gas kromatografi, yang tidak cocok untuk molekul non volatil dan rapuh terhadap termal, LC dengan aman dapat memisahkan rentang yang sangat luas dari senyawa organik, dari molekul kecil metabolit obat untuk peptida dan protein.

Mass spectroscopy (MS) merupakan alat yang dapat memberikan informasi mengenai berat molekul dan struktur senyawa organik. Selain itu, alat ini juga dapat mengidentifikasi dan menentukan komponen-komponen suatu senyawa. Perpaduan LC dengan MS (LC-MS) memiliki selektivitas yang tinggi, sehingga identifikasi dan kuantifikasi dapat dilakukan dengan jumlah sampel yang

(8)

commit to user

sedikit dan tahapan preparasi yang minimal. Hal ini membuat LC-MS semakin populer untuk mendeteksi berbagai senyawa (Maryam, 2007).

Kelebihan dari teknologi LC-MS meliputi:

1. Hasil analisis bersifat khas dan spesifik diperoleh dari penggunaan spektrometer massa sebagai detektor.

2. Aplikasi yang luas dengan sistem yang praktis. Berbeda dengan instrumen GC-MS sebagai spektrometer massa ‘klasik’, penerapan LC-MS tidak terbatas untuk molekul volatil (biasanya dengan berat molekul di bawah 500 Da). Mampu mengukur analit yang sangat polar, selain itu persiapan sampel cukup sederhana tanpa adanya teknik derivatisasi.

3. Pengujian yang berbeda dapat dikembangkan dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi dan waktu yang singkat.

4. Sejumlah data kuantitatif maupun kualitatif dapat diperoleh. Hal ini disebabkan seleksi ion yang sangat cepat dengan banyak parameter.

Mass Spectroscopy bekerja dengan molekul pengion yang kemudian akan memilah dan mengidentifikasi ion menurut massa, sesuai rasio fragmentasi mereka. Dua komponen kunci dalam proses ini adalah sumber ion (ion source) yang akan menghasilkan ion dan analisis massa (mass analyzer) yang akan menseleksi ion. Sistem LC-MS umumnya menggunakan beberapa jenis ion source dan mass analyzer yang dapat disesuaikan dengan kepolaran senyawa yang akan dianalisa. Masing-masing ion source dan mass analyzer memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga harus disesuaikan dengan jenis informasi yang dibutuhkan.

3.1 Sumber Ion

Selama beberapa tahun terakhir banyak kemajuan pada LC-MS dalam pengembangan sumber ion dan teknik untuk mengionisasi dan memisahkan ion molekul analit dari fase geraknya. Sebelumnya LC-MS menggunakan sistem antarmuka yang kurang baik dalam memisahkan molekul fase gerak dari molekul analit. Molekul-molekul analit yang terionisasi dalam spektrometer massa berada

(9)

commit to user

pada kondisi vakum, peristiwa semacam ini sering terjadi pada ionisasi electron tradisional. Teknik ini berhasil hanya untuk jumlah senyawa yang sangat terbatas.

Pengenalan teknik ionisasi tekanan atmosfer (atmospheric pressure ionization / API) sangat memperluas jumlah senyawa yang dapat dianalisis dengan LC-MS. Molekul analit pada teknik ionisasi tekanan atmosfer akan terionisasi terlebih dahulu pada tekanan atmosfer. Ion-ion analit tersebut kemudian secara mekanis dan elektrostatis terpisah dari inti molekul.Teknik ionisasi tekanan atmosfer yang paling umum digunakan adalah ESI (Electrospray Ionization). Dalam setiap pengukuran, sifat analit dan kondisi pemisahan memiliki pengaruh kuat untuk memberikan hasil terbaik. Pemilihan teknik ionisasi berdasarkan kepolaran sampel dapat terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Pemilihan teknik ionisasi LC-MS (Waters)

3.1.1 Ionisasi Elektrospray (Electrospray Ionization / ESI)

ESI bergantung pada pelarut yang digunakan untuk memungkinkan analit mampu mengion dengan baik sebelum mencapai spektrometer massa. Eluen LC disemprotkan bersamaan dengan gas nebulizer ke dalam bidang elektrostatik pada tekanan atmosfer yang akan menyebabkan disosiasi lebih lanjut molekul analit.

Saluran LC dihubungkan ke probe elektrospray, yang terdiri dari kapiler metalik yang dikelilingi dengan aliran nitrogen. Tegangan dimasukkan antara ujung probe dan kerucut sampling. Pada sebagian besar instrumen, voltase diaplikasikan pada kapiler, sedangkan kerucut sampling dipegang pada tegangan rendah. Langkah pertama adalah membuat semprotan. Pada laju alir sangat rendah (beberapa μL per menit), perbedaan potensial cukup untuk membuat semprotan.

Pada laju alir yang lebih tinggi, aliran nitrogen diperlukan untuk menjaga semprotan stabil.

(10)

commit to user

Gas yang dipanaskan menyebabkan menguapnya pelarut sehingga tetesan analit menyusut, konsentrasi muatan dalam tetesan meningkat. Keadaan akan memaksa ion untuk bermuatan melebihi kekuatan kohesif atau ion dikeluarkan ke dalam fasa gas. Ion-ion yang tertarik akan melewati pipa kapiler pengambilan sampel yang selanjutnya akan diteruskan ke dalam analisis massa. Muatan ion ganda dapat diperoleh tergantung dari struktur kimia analit, seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Inilah sebabnya ESI merupakan teknik yang dipilih untuk menganalisa protein dan biopolymer lain.

Gambar 2.3. Sumber Ion Elektrospray (Waters)

Tipikal ion yang dihasilkan dari teknik ESI pada mode positif adalah [M+H]+ molekul terprotonasi, [M+Na]+, [M+K]+, dan [M+CH3CN+H]+ terprotonasi, + campuran pelarut. Mode negatif antara lain [M-H]- molekul terdeprotonasi, dan [M+HCOO-]-. Mode positif dan negatif digunakan tergantung pada kondisi pengoperasian analit yang meliputi laju alir, pH fase gerak, buffer, dan efek matriks. Kebanyakan instrumen LC-MS menggunakan pengubahan mode positif dan negatif dapat dilakukan untuk menganalisis pada molekul yang sama dan akan terionisasi dalam mode postiif dan negatif. Untuk bekerja dalam mode positif, afinitas proton analit harus lebih tinggi daripada afinitas proton eluen. Untuk bekerja dalam mode negatif, keasaman fase gas analit harus lebih

(11)

commit to user

rendah dari keasaman fase gas eluen. Gambar 2.4 menjelaskan perbedaan spektrum yang diperoleh dari ketiga macam mode ionisasi.

Gambar 2.4. Perbandingan kromatogram LC-MS mode Diode Array, ES negatif, dan ES positif (Waters)

Sensitifitas yang baik dalam pengoperasian diperoleh melalui laju alir yang rendah. Penggunaan pada 1 mL/min atau lebih dimungkinkan, tetapi akan menyebabkan reduksi pada sinyal rasio gangguan (noise). Fase gerak harus memiliki pH sehingga analit akan terionisasi. Fasa gerak asam cocok untuk analisis senyawa dasar, dengan menggunakan ESI positif, sedangkan pH dasar akan dipilih untuk menganalisis molekul asam.

Buffer volatil lebih disukai untuk penggunaan rutin. Mengoperasikan instrumen dengan buffer non-volatil seperti fosfat secara teknis dapat dilakukan, namun garam di sumbernya harus dikeluarkan secara berkala. Konsentrasi buffer, atau asam dan basa yang digunakan untuk mengatur pH harus serendah mungkin.

Jika tidak, persaingan antara ion analit dan elektrolit untuk konversi menjadi ion fase gas menurunkan respons analit. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: jika

(12)

commit to user

suatu spesies memiliki kelebihan yang besar, maka akan menutupi permukaan tetesan dan mencegah ion lain mengakses permukaan. Perbedaan kromatogram pada penggunaan asam dan basa terlihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5. Perbandingan kromatogram pada dua macam sampel dengan pH yang berbeda (Waters)

3.2 Analisis Kromatogram LC-MS

Terdapat dua macam mode pada analisa kromatogram LC-MS, yaitu SIR (Single Ion Recording) dan MS Scan. Parameter pada mode SIR (amplitudo voltasi dc dan rf) ditetapkan untuk mengamati hanya pada mass spesifik. Mode ini memberikan kepekaan tertinggi bagi pengguna yang tertarik pada ion atau fragmen tertentu, karena lebih banyak waktu dapat dihabiskan untuk setiap massa.

Waktu ini bisa disesuaikan, atau lebih disebut sebagai dwell time. Amplitudo voltase dc dan rf teracak (sambil mempertahankan rasio dc/rf) pada mode MS Scan untuk mendapatkan spektrum massa diatas range massa yang diperlukan.

Gambar 2.6 memperlihatkan perbedaan kromatogram yang diperoleh ketika menggunakan metode analisis SIR dan MS Scan.

(13)

commit to user

Gambar 2.6. Contoh kromatogram SIR dan MS Scan (Waters)

4. Radiasi Ultraviolet (UV)

Sejak ditemukan sinar X dan sinar UV oleh Rontgen para peneliti mulai menyelidiki pengaruhnya terhadap bakteri atau mikroba yang lain. Sinar UV mempunyai panjang gelombang 210-310 nm, sinar X, sinar γ, sinar β, sinar α, dan sinar netron dapat dihasilkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik. Penyerapan energi dari radiasi dengan sinar UV dapat menimbulkan dua hal penting dalam bakteri yaitu kematian sel atau terjadi mutasi (Wanto & Arief, 1981).

Sinar UV adalah suatu salah satu sinar yang dipancarkan oleh matahari yang berada pada kisaran 200-400 nm. Spektrumnya terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan panjang gelombang, yaitu:

1. UV-A (320-400 nm): UV-A1 (340-400 nm) & UV-A2 (320-340 nm) 2. UV-B (290-320 nm)

3. UV-C (200-290 nm)

Tidak semua radiasi sinar UV dari matahari mencapai permukaan bumi.Sinar UV-C yang memiliki energi terbesar tidak dapat mencapai permukaan bumi karena mengalami penyerapan di lapisan ozon. Energi dari radiasi sinar UV yang mencapai permukaan bumi dapat memberikan tanda dan gejala terbakarnya

(14)

commit to user

kulit. Diantaranya adalah eritema, yaitu timbulnya kemerahan pada permukaan kulit, rasa sakit, kulit melepuh dan terjadinya pengelupasan kulit (Parrish dkk., 1982).

Sinar UV-B sangat berperan dalam menyebabkan luka bakar dan kanker kulit, sedangkan UV-A berperan dalam menyebabkan kulit hitam dan fotosensivitas. Keduanya sama-sama berperan dalam menyebabkan kanker kulit walaupun sebenarnya UV-B lebih karsinogenik 1000-10.000 kali dibanding UV-A (McKinlay & Diffey, 1987).

5. Tabir Surya

Tabir surya didefinisikan sebagai senyawa yang secara fisik atau kimia dapat digunakan untuk menyerap sinar matahari secara efektif terutama daerah emisi gelombang UV sehingga dapat mencegah gangguan pada kulit akibat pancaran langsung sinar UV (Soeratri, 1993).

Secara alami kulit berusaha melindungi dirinya beserta organ di bawahnya dari bahaya sinar UV, yaitu dengan membentuk butir-butir pigmen (melanin) yang akan memantulkan kembali sinar matahari. Ada dua macam tipe reaksi melanin ketika kulit terpapar sinar matahari, yaitu:

1. Perubahan melanin secara cepat ke permukaan kulit dan pembentukan tambahan melanin baru.

2. Pembentukan tambahan melanin yang berlebihan dan terus-menerus akan membentuk noda hitam pada kulit.

(Tranggono, 2007)

6. Sun Protection Factor (SPF)

Efektifitas dari suatu sediaan tabir surya dapat ditunjukkan salah satunya adalah dengan nilai sun protection factor (SPF), yang didefinisikan sebagai jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose (MED) pada kulit yang dilidungi oleh suatu tabir surya, dibagi dengan jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang tidak diberikan perlindungan.

(15)

commit to user

Minimal erythema dose (MED) didefinisikan sebagai waktu jangka waktu terendah atau dosis radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya erythema (Wood, C & Murphy, E., 2000; Wolf dkk., 2001)

Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya dapat dilakukan secara in vitro yang secara umum terbagi dalam dua tipe yaitu dengan:

a. Mengukur serapan atau transmisi radiasi UV melalui produk tabir surya pada plat kuarsa atau bio membran.

b. Menentukan karakteristik serapan tabir surya menggunakan analisis secara spektrofotometri larutan hasil pengenceran dari tabir surya yang diuji (Fourneron, 1999).

Nilai SPF ditentukan dengan menghitung luas daerah di bawah kurva serapan (AUC) terlebih dahulu dari nilai serapan pada panjang gelombang 400- 500 nm. Persamaan matematis untuk mengukur nilai SPF secara in vitro telah dikembangkan oleh Mansur (1986) dengan rincian sebagai berikut:

𝐴𝑈𝐶 =𝐴𝑎 +𝐴𝑏

2 𝑥(𝑑𝑃𝑎 − 𝑏) …………...(iv) Di mana: AUC = Luas daerah kurva serapan

Aa = Absorbansi panjang gelombang a Ab = Absorbansi panjang gelombang b dPa-b = Selisih panjang gelombang a dan b

(Mansur, 1986) Nilai total AUC dihitung dengan menjumlahkan semua nilai AUC pada tiap panjang gelombang variasi konsentrasi. Nilai SPF masing-masing ditentukan dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan Petro (1981) sebagai berikut:

log 𝑆𝑃𝐹 = 𝐴𝑈𝐶

𝜆𝑛 −𝜆1𝑥2 ………… (v) Di mana : λn = Panjang gelombang terbesar

λ1 = Panjang gelombang terkecil

Penilaian SPF mengacu pada ketentuan FDA yang mengelompokkan keefektifan sediaan tabir surya berdasarkan SPF. Keefektifan sediaan tabir surya berdasarkan nilai SPF dapat dilihat pada Tabel 2.2 (Wilkinson & Moore, 1982).

(16)

commit to user

Tabel 2.2. Keefektifan sedian tabir surya berdasarkan nilai SPF.

No Nilai SPF Kategori Proteksi Tabir Surya

1 2-4 Proteksi minimal

2 4-6 Proteksi sedang

3 6-8 Proteksi ekstra

4 8-15 Proteksi maksimal

5 ≥ 15 Proteksi ultra

B. Kerangka Pemikiran

Paparan sinar matahari pada negara beriklim tropis yang melimpah dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan pada kulit seperti hiper pigmentasi, kanker kulit, dan penuaan dini. Efek tersebut disebabkan oleh adanya radiasi sinar ultraviolet, terutama radiasi sinar UV-A dan UV-B (Purwanti dkk., 2005). Untuk menghindari kontak langsung dengan sinar matahari diperlukan suatu pelindung kulit seperti tabir surya (sun screen) yang diformulasikan dalam sediaan kosmetik (Maulidia, 2010).

Sediaan tabir surya merupakan sediaan kosmetik yang biasanya diaplikasikan pada permukaan kulit. Sediaan tabir surya umumnya mengandung bahan aktif fotoprotektor. Bahan ini berfungsi menyerap atau menyebarkan sinar matahari sehingga intensitas sinar yang mampu mencapai kulit jauh lebih sedikit dari yang seharusnya. Senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan juga merupakan senyawa fotoprotektor yang baik dan berpotensi sebagai tabir surya (Zulkarnain, 2013).

Buah dan sayuran yang berwarna merah kekuningan seperti tomat, labu kabocha, melon orange, paprika, dan ubi jalar banyak mengandung vitamin A, vitamin C, mineral, serat, senyawa-senyawa fenolik dan karetonoid (Soehardi, 2004; Tugiyono, 2006). Jenis senyawa karetonoid pada buah tersebut merupakan pigmen yang menyebabkan warna merah kekuningan dan dapat menetralkan radikal bebas. Potensi karotenoid sebagai antioksidan dan senyawa fotoprotektor merupakan efek yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.

(17)

commit to user

Proses mendapatkan ekstrak karotenoid dari buah diperkenalkan dengan metode yang pernah dilakukan oleh Poojary dan Passamonti (2015) dengan metode refluks menggunakan pelarut aseton dan n-heksan selama waktu satu jam dan suhu pemanasan 30 oC. Ekstrak karotenoid yang dihasilkan merupakan fraksi non polar dengan penampakan warna umumnya merah kekuningan, tergantung jenis buah yang diekstrak.

Karakteristik hasil ekstrak yang diperoleh dilakukan untuk melihat spektra massadan panjang gelombang senyawa karotenoid yang terkandung dan untuk menentukan nilai SPF sebagai sediaan tabir surya. Penggambaran spektra MS melalui proses elusi dengan LC-MS akan menghasilkan puncak spektra masssa (m/z) dari senyawa karotenoid dan spektroskopi UV-Vis akan menghasilkan puncak serapan panjang gelombang maksimal sebagai tahapan untuk menentukan nilai SPF.

C. Hipotesis

Berdasarkan penulusuran literatur, landasan teori dan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang dapat disusun antara lain:

1) Kemungkinan jenis senyawa karotenoid yang terdapat pada buah melon kuning, labu kabocha, ubi jalar, tomat, dan paprika merah adalah β-karoten, likopen, dan atau xanthophil.

2) Senyawa turunan karotenoid akan memberikan pengaruh terhadap nilai SPF.

3) Nilai SPF yang dihasilkan dari sampel buah akan memberikan proteksi minimal (SPF 2-4) pada konsentrasi sekitar 100 ppm.

Gambar

Gambar 2.1.Struktur molekul turunan karotenoid (Breemen, 2011)  Terdapat  beberapa  macam  karotenoid  yang  penting  dan  mempunyai  hubungannya  dengan  gizi,  seperti  tertera  dalam  Tabel  2.1  (Dietary  Reference  Intakes, 2001)
Gambar 2.2. Pemilihan teknik ionisasi LC-MS (Waters)
Gambar 2.3. Sumber Ion Elektrospray (Waters)
Gambar 2.4. Perbandingan kromatogram LC-MS mode Diode Array, ES negatif,  dan ES positif (Waters)
+4

Referensi

Dokumen terkait

unhe nibhana aasan nahin pyar mein dil sabhi jeet lete hain magar dil har ke jeetna aasan nahin zindagi mein to sabhi pyar karlete hain pyaar mein ise qurban karna aasan nahin. teri

diantaranya yakni kebijakan pemerintah, penetapan peraturan perundang-undangan, atau bahkan putusan pengadilan. Prinsip Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Warga Negara

Tetapi perkembangan tersebut tidak diikuti dengan meningkatnya pengaturan tata kota serta peningkatan sistem drainase kota sehingga yang terjadi adalah lahirnya permasalahan

Hal ini dapat di ketahui dari nilai regresi linier berganda bahwa nilai Standardited Coefficients Beta variabel X1 kualitas produk sebesar 0.660 lebih besar dai variabel X2

kegiatan yang berhubungan dengan investor lebih banyak dilakukan oleh BPMPT karena mereka menjadi pihak yang berinteraksi langsung dengan para investor, kita

Terkait dengan permasalahan yang ditemukan dalam proses pembelajaran Elektronika Dasar, peneliti atau pendidik tentunya berkeinginan untuk meningkatkan kualitas

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang sudah tetap, terbukti dalam perkawinan Penggugat dengan Tergugat telah lahir 3 (tiga) orang anak yang sekarang dipelihara oleh

Judul penelitian ini adalah Nilai Psikis dalam novel Bait Surau karya Rakha Wahyu (sebagai alternatif bahan ajar Bahasa Indonesia pada kurikulum 2013). Rumusan