• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN DAN PROPERTY YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK PERIODE OLEH THERESIA SIMANUNGKALIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN DAN PROPERTY YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK PERIODE OLEH THERESIA SIMANUNGKALIT"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

P E N GAR UH GO O D C O RP OR ATE G O VER N AN CE D AN VO L U NT AR Y D I SCL O S UR E TE RH A D AP B I AY A

H U TA N G P A DA P ER U S AH A A N R E AL E STAT E D A N P RO PE RT Y YANG TERDAFTAR DI

BURSA EFEK P E R IO D E 20 15 -2 017

OLEH

THERESIA SIMANUNGKALIT 160521101

PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN VOLUNTARY DISCLOSURE TERHADAP BIAYA

HUTANG PADA PERUSAHAAN REAL ESTATE DAN PROPERTY YANG TERDAFTAR DI

BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2015-2017

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh good corporate governance dan voluntary disclosure terhadap biaya hutang pada perusahaan Real Estate dan Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2017. Penelitian ini bersifat asosiatif dan jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yang diperoleh dari laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan yang telah diaudit di Bursa Efek Indonessia selama periode penelitian. Variabel penelitian terdiri dari dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan voluntary disclosure. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor Real Estate dan Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017. Jumlah populasi perusahaan sektor Real Estate dan Property adalah sebanyak 46 perusahaan. Berdasarkan kriteria tertentu jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria sampel adalah sebanyak 19 perusahaan.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan analisis regresi data panel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa secara serempak dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan voluntary disclosure berpengaruh terhadap biaya hutang. Secara parsial dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap biaya hutang, sedangkan voluntary disclosure berpengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya hutang.

Kata Kunci: Biaya Hutang, Good Corporate Governance dan Voluntary Disclosure

(7)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE AND VOLUNTARY DISCLOSURE TO COST OF DEBT IN

REAL ESTATE AND PROPERTY COMPANIES LISTED ON INDONESIA STOCK

EXCHANGE IN 2015-2017

The purpose of this research is to find influence good corporate governance and voluntary disclosure to cost of debt in real estate and property company listed on Indonesia Stock Exchange in 2015-2017. This research is associative and the kind data that used is quantitative data, which obtained from company’s financial statement which audited and annual report in Indonesia Stock Exchage. The population in this research is all companies that listed to real estate and property sector in Indonesia Stock Exchange. The research variables consisted of cost of debt, independent commissioner, managerial ownership, institutional ownership and voluntary disclosure. The amount of population was 46 companies. Based on certain criteria, there are 19 samples. Technique of data analysis that used are descriptive statistical analysis and regression analysis of panel data. The result of this study indicate that simultaneously independent commissioner, managerial ownership, institutional ownership and voluntary disclosure influence the cost of debt at real estate and property companies listed on Indonesia Stock Exchange in 2015-2017. Partially has independent commissioner, managerial ownership, institutional ownership has a negative and not significant on cost of debt, and then voluntary disclosure have negative and significant on cost of debt.

Keywords: Cost of Debt, Good Corporate Governance and Voluntary Disclosure

(8)

Puji dan Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Good Corporate Governance dan Voluntary Disclosure pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2017” untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk Ayahanda, L. Simanungkalit (Alm) dan Ibunda, G. Siagian. Terima kasih telah membesarkan, mendidik, dan memberikan dukungan moral dan materil serta kasih sayang dan doa yang tidak ternilai mulai dari penulis belajar hingga dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi S1 Manajemen Ekstensi.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Amlys Syahputra Silalahi, SE, M.Si, dan Bapak Doli Muhammad.

Ja’far Dalimunthe, SE, M.Si, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen/Program Studi S-1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Lisa Marlina, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi serta saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si, selaku Dosen Penguji I dan Bapak Dr. Amlys

(9)

Syahputra Silalahi, SE, M.Si, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Kakakku tersayang Ingrid Laurensia Simanungkalit, S.Pd dan abangku tersayang John Victorianus Simanungkalit, S.Kom yang selalu mendoakan dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan skripsi, Susi, Christiani, Dinda, Etika, Natika, Puspad, Siti dan sahabat-sahabatku, Angelita, Annisa, Kurnia, Oka Salamah, Sinthia, Wira, Winne dan Yuni, yang senantiasa menolong, mendoakan, dan selalu memberikan semangat.

Akhir kata peneliti berharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dipergunakan untuk menambah pengetahuan dan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Desember 2018 Peneliti,

Theresia Simanungkalit 160521101

(10)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1 Biaya Hutang... .... ……… 11

2.1.2 Good Corporate Governance ... 12

2.1.3 Struktur Good Corporate Governance ... 16

2.1.4 Voluntary Disclosure ... 21

2.2 Penelitian Terdahulu... ... 25

2.3 Kerangka Konseptual ... 28

2.3.1 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Biaya Hutang... ... . 28

2.3.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Biaya Hutang ... 29

2.3.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Biaya Hutang ... 30

2.3.3 Pengaruh Voluntary Disclosure Terhadap Biaya Hutang ... 30

2.4 Hipotesis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

3.3 Batasan Operasional ... 33

3.4 Definisi Operasional ... 34

3.5 Populasi dan Sampel ... 36

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 37

3.7 Teknik Pengumpulan Data... 38

3.8 Teknik Analisis Data ... 38

3.8.1 Analisis Deskriptif ... 38

3.8.2 Analisis Regresi Data Panel ... 38

3.9 Uji Hipotesis ... 41

(11)

3.9.1 Uji Pengaruh Serempak (Uji F) ... 41

3.9.2 Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t) ... 41

3.9.3 Koefisien Determinasi (R Square) ... 43

BAB IV HASIL PEELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 44

4.2 Hasil Penelitian ... 52

4.2.1 Analisis Deskriptif ... 52

4.2.2 Analisis Regresi Data Panel ... 54

4.2.3 Uji Hipotesis ... 57

4.3 Pembahasan ... 60

4.3.1 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Biaya Hutang ... 60

4.3.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Biaya Hutang ... 60

4.3.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Biaya Hutang ... 61

4.3.4 Pengaruh Voluntary Disclosure Terhadap Biaya Hutang ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

DAFTAR LAMPIRAN…………. ... 68

(12)

No. Tabel Judul Halaman 1.1 Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial,

Kepemilikan Institusional, Voluntary Disclosure dan Biaya Hutang dari Beberapa Perusahaan Real Estate dan Property

Periode 2015-2017 ... 5

2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 25

3.1 Defenisi Operasional ... 35

3.2 Kriteria Sampel ... 36

3.3 Daftar Perusahaan Real Estate dan Property yang Menjadi Sampel Penelitian... 37

4.1 Hasil Statistik Deskriptif ... 53

4.2 Hasil Uji Chow ... 54

4.3 Hasil Uji Hausman ... 55

4.4 Pengujian Regresi Berganda Model Data Panel... 56

4.5 Nilai Statistik dari Uji F, Uji t, dan Koefisien Determinasi ... 57

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 31

(14)

No. Gambar Judul Halaman

1. Daftar Item of Voluntary Disclosure ... 68

2. Hasil Perhitungan Dewan Komisaris Independen (DKI), Kepemilikan Manajerial (KM), Kepemilikan Institusional (KI), Voluntary Disclosure (VD) dan Biaya Hutang (COD) ... 70

3. Hasil Statistik Deskriptif ... 71

4. Hasil Uji Chow ... 72

5. Hasil Uji Hausman ... 72

6. Pengujian Regresi Berganda Model Data Panel... 72

7. Nilai Statistik dari Uji F, Uji t, dan Koefisien Determinasi ... 73

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam struktur modal suatu perusahaan terdapat pembiayaan hutang.

Lebih lanjut, jika suatu perusahaan memiliki hutang, maka akan timbul biaya hutang (cost of debt). Menurut Titman, Keown, & Martin (2011) yang dimaksud dengan biaya utang adalah tingkat pengembalian yang harus dibayarkan oleh perusahaan karena pinjamannya kepada mereka yang telah meminjamkan uang kepada perusahaan dan biasanya disebut dengan kreditor. Biaya hutang digunakan untuk menguraikan risiko yang dijanjikan dalam standar yang diharapkan dan menjadi komponen untuk mengembalikan premi.

Biaya hutang yang tinggi dapat timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara pihak pemegang saham dan pihak pemberi hutang. Pemegang saham yang terdiversifikasi dapat memberikan resiko bagi pemberi utang dengan berinvestasi pada proyek-proyek beresiko tinggi namun juga memberikan return yang tinggi pula, oleh karena itu pemberi hutang mengkompensasi hal tersebut dengan biaya hutang yang tinggi (Jensen & Meckling, 1976). Perusahaan dengan performa baik akan mendapat akses dalam pendanaan hutang dengan biaya rendah. Biaya rendah yang dicapai perusahaan dalam hal ini dikarenakan performa perusahaan yang baik membawa perusahaan tersebut mampu membayar hutang tepat waktu.

Untuk mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari kreditor bahwa perusahaan memiliki risiko yang rendah, maka perusahaan dapat meningkatkan

(16)

efektivitas tindakan monitoring yang ada didalam perusahaan dengan menerapkan corporate governance. Governance (2018) merumuskan corporate governance sebagai sistem tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan.

Risiko gagal bayar (default risk) dapat dikurangi dengan penerapan corporate governance dalam perusahaan. Salah satu keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah meminimalkan biaya hutang.

Good Corporate Governance dapat diukur dengan beberapa indikator diantaranya dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional. Dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manejemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Dewan komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta good corporate governance.

Menurut Chtourou, Bedard, & Courteau (2001) menyatakan bahwa dewan komisaris independen yang lebih banyak dalam dewan komisaris secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan manajemen. Dengan adanya dewan komisaris independen dalam struktur organisasi, perusahaan dapat menyediakan laporan keuangan yang lebih memiliki integritas sehingga kreditor pun dapat melihat kinerja perusahaan

(17)

3

tersebut dan yang akhirnya mempengaruhi biaya hutang atau tingkat return yang ditetapkan oleh kreditor.

Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham. Adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa biaya hutang akan menurun sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat.

Brailsford, Oliver, & Pua (1999) menyatakan bahwa manajer yang bertindak sebagai pemegang saham tentu akan bertindak lebih hati-hati terutama dalam hal pengambilan kebijakan hutang untuk menghindari terjadinya kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha. Salah satu cara untuk menghindari resiko tersebut adalah dengan menekan jumlah hutang yang dimiliki perusahaan. Selain itu adanya kepemilikan manajerial dalam struktur kepemilikan saham, akan membuat kreditur melihat kinerja manajemen yang lebih baik. Sehingga resiko perusahaan dilihat rendah di mata kreditur.

Struktur kepemilikan lainnya adalah kepemilikan institusional, dimana pihak institusional adalah pihak yang memiliki hak memonitori perusahaan.

Menurut Faisal (2004) perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.

Crutchley, Jensen, Jahera, Raymond , & Jennie (1999) menyatakan bahwa

(18)

kepemilikan oleh institusional dapat menurunkan agency cost, karena dengan adanya monitoring efektif oleh pihak institusional menyebabkan penggunaan hutang menurun. Hal ini karena peranan utang sebagai salah satu alat monitoring sudah diambil alih oleh kepemilikan institusional. Dengan demikian kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost.

Manajer perusahaan memiliki informasi mengenai kinerja perusahaan saat ini dan pada masa mendatang yang lebih baik bila dibandingkan dengan pihak kreditor.

Manajer memiliki dorongan untuk mengungkapkan informasi tersebut secara sukarela jika informasi bernilai good news. Suwardjono (2014) mendefinisikan pengungkapan sukarela sebagai pengungkapan yang dilakukan perusahaan di luar apa yang diwajibkan oleh standar akuntansi atau peraturan pengawas.

Voluntary disclosure atau pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh beberapa perusahaan dapat meningkatkan keyakinan investor dan kreditor dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang melakukan pengungkapan seluas- luasnya akan dipandang sebagai perusahaan yang tidak berisiko. Luas pengungkapan sukarela dapat dilihat dari indeks pengungkapan sukarela yang diukur dengan menggunakan item voluntary disclosure. Item voluntary disclosure dapat dilihat pada Lampiran 1 (satu) halaman 69 (enam puluh sembilan).

Di Indonesia, sektor real estate dan property berkembang sangat cepat.

Terlihat di perkotaan besar hingga daerah pelosok Indonesia. Hal ini mendorong terjadinya persaingan pada perusahaan real estate dan property. Banyaknya pertambahan perusahaan – perusahaan baru yang berdiri di Indonesia membuat persaingan semakin ketat, terutama pada sektor real estate dan property. Para

(19)

5

investor dari dalam negeri maupun luar negeri banyak menanamkan sahamnya pada perusahaan – perusahaan real estate dan property, karena setiap tahunnya nilai property akan meningkat.

Pada Tabel 1.1 dibawah ini dapat dilihat data proporsi dewan komisaris independen, persentase kepemilikan manajerial, persentase kepemilikan institusional, jumlah score voluntary disclosure dan biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015- 2017

Tabel 1.1

Dewan Komisaris Independen (DKI), Kepemilikan Manajerial (KM), Kepemilikan Institusional (KI), Voluntary Disclosure (VD) dan

Biaya Hutang (COD) dari BeberapaPerusahaan Real Estate dan Property Periode 2015-2017

Sumber: www.idx,2018 (Data Diolah)

Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa Perusahaan Agung Podomoro Land Tbk, proporsi dewan komisaris independen mengalami peningkatan namun biaya

Perusahaan Tahun DKI (%) KM (%) KI (%) VD COD

APLN

2015 0.333 0.031 0.771 0.697 0.199

2016 0.333 0.031 0.770 0.697 0.106

2017 0.500 0.033 0.760 0.606 0.178

BEST

2015 0.167 0.024 0.581 0.636 0.100

2016 0.167 0.024 0.581 0.636 0.094

2017 0.167 0.024 0.581 0.667 0.124

MKPI

2015 0.318 0.025 0.763 0.667 0.281

2016 0.286 0.026 0.763 0.667 0.143

2017 0.316 0.047 0.850 0.667 0.159

PWON

2015 0.333 0.024 0.593 0.697 0.255

2016 0.667 0.024 0.561 0.788 0.266

2017 0.333 0.022 0.697 0.758 0.236

SMRA

2015 0.500 0.098 0.433 0.727 0.218

2016 0.500 0.098 0.376 0.667 0.187

2017 0.500 0.089 0.457 0.697 0.224

(20)

hutang mengalami fluktuasi dimana terjadi penurunan pada tahun 2016 dan

kembali naik

(21)

6

pada tahun 2017. Hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan semakin besar proporsi dewan komisaris independen maka akan menurunkan biaya hutang.

Dalam Penelitian Marfuah (2014) menunjukkan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap biaya hutang. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya dewan komisaris independen dalam struktur organisasi, perusahaan dapat menyediakan laporan keuangan yang lebih memiliki integritas sehingga kreditor pun dapat melihat kinerja perusahaan tersebut dan akhirnya mempengaruhi biaya hutang atau tingkat return yang ditetapkan oleh kreditor. Sedangkan dalam penelitian Nugroho & Meiranto (2014) menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya hutang.

Pada perusahaan Metropolitan Kentjana Tbk, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional mengalami peningkatan namun biaya hutang mengalami fluktuasi dimana pada tahun 2016 mengalami penurunan dan terjadi kenaikan pada tahun 2017. Hal ini bertentangan dengan teori Crutchley, Jensen, Jahera, Raymond , & Jennie (1999) menyatakan bahwa kepemilikan oleh institusional dapat menurunkan agency cost, karena adanya monitoring efektif oleh pihak institusional menyebabkan penggunaan utang menurun.

Dalam penelitian Samsudi (2016) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap biaya hutang. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dalam struktur kepemilikan saham perusahaan, akan membuat kreditur melihat kinerja manajemen yang lebih baik.

Sehingga resiko perusahaan dinilai rendah di mata kreditur. Sedangkan dalam

(22)

penelitian Ningsih (2009) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap biaya hutang.

Dalam penelitian Wibowo & Nugrahanti (2011) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap biaya hutang. Ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Tindakan monitoring tersebut akan mengurangi agency cost kerena memungkinkan perusahaan menggunakan hutang relatif rendah. Dengan demikian kepemilikan institusional dapat mengurangi cost of debt. Sedangkan dalam penelitian Nancy (2012) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap biaya hutang, yang berarti bahwa kepemilikan institusional meningkatkan biaya hutang pada perusahaan.

Pada perusahaan Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk tingkat voluntary disclosure mengalami kenaikan namun biaya hutang mengalami fluktuasi. Hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan perusahaan yang melakukan pengungkapan seluas-luasnya akan dipandang oleh investor dan kreditor sebagai perusahaan yang tidak berisiko. Semakin kecil risiko yang dimiliki perusahaan maka tingkat biaya hutang yang ditetapkan oleh kreditor pun akan kecil.

Dalam penelitian Samsudi (2016) menyatakan bahwa voluntary disclosure berpengaruh negatif signifikan terhadap biaya hutang. Hal ini berarti pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan memiliki pengaruh

(23)

9

terhadap tingkat hutang yang diberikan oleh kreditor yang pada akhirnya menimbulkan biaya hutang bagi perusahaan. Sedangkan dalam penelitian Nancy (2012) menunjukkan bahwa voluntary disclosure tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya hutang.

Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian terdahulu yang terdapat hasil yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan penelitian kembali dengan judul

“Pengaruh Good Corporate Governance dan Voluntary Disclosure terhadap Biaya Hutang pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2017”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan voluntary disclosure berpengaruh signifikan secara serempak terhadap biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017?

2. Apakah dewan komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017?

3. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017?

4. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan

(24)

terhadap terhadap biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017?

5. Apakah voluntary disclosure berpengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh dewan komisaris independen, kepemilikan manjerial, kepemilikan institusional dan voluntary disclosure secara serempak terhadap biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-2017.

2. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh dewan komisaris independen terhadap biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-2017.

3. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh kepemilikan manajerial terhadap biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-2017.

4. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh kepemilikan institusional terhadap biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-2017.

5. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh voluntary disclosure terhadap biaya hutang pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-2017

(25)

11

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi calon investor

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan ketika melakukan investasi pada perusahaan real estate dan property, guna melihat apakah perusahaan tersebut menerapkan good corporate governance dan mengungkapkan voluntary disclosure akan memberikan efek yang baik bagi investor.

2. Bagi perusahaan

Bagi perusahaan, khususnya bagi manajemen perusahaan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil langkah dalam mengatasi agency conflict dan melakukan voluntary disclosure.

3. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori mengenai good corporate governance, voluntary disclosure dan pengaruhnya terhadap biaya hutang.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan, khususnya mengenai dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan voluntary disclosure dan pengaruhnya terhadap biaya hutang.

5. Bagi peneliti selanjutnya

(26)

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang sejenis dan berkaitan.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Biaya Hutang

Menurut Bringham & F. Houston (2010), biaya hutang (cost of debt) adalah suku bunga efektif yang dibayarkan perusahaan terhadap hutang dari pinjaman kepada institusi keuangan atau sumber lain. Hutang ini dapat berbentuk obligasi, pinjaman, dan lain-lain. Biaya hutang digunakan untuk menemukan suku bunga terbaik untuk mendanai perusahaan. Biaya hutang juga dapat digunakan untuk mengukur risiko perusahaan karena perusahaan berisiko tinggi memiliki biaya hutang yang tingggi pula.

Menurut Keown (2010), biaya hutang merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan investor atas utang yang merupakan pengembalian yang dituntut oleh kreditor ketika mereka meminjamkan uang kepada perusahaan.

“The cost of debt is the rate of return the firm’s lenders demand when they loan money to the firm” (Titman, Keown, & Martin, 2011). Jadi menurut Titman, Keown, & Martin (2011) yang dimaksud dengan biaya hutang adalah tingkat pengembalian yang harus dibayarkan oleh perusahaan karena pinjamannya kepada mereka yang telah meminjamkan uang kepada perusahaan dan biasanya disebut dengan kreditor.

Variabel biaya hutang diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(28)

2.1.2 Good Corporate Governance (GCG)

Good Corporate Governance (GCG) merupakan tata cara kelola perusahaan sehat yang sudah diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF). Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham (stockholder) dan kreditor agar dapat memperoleh kembali investasinya. Indonesia mulai menerapkan prinsip GCG sejak menandatangani Letter of Intent (LOI) dengan IMF, yang salah satu bagian pentingnya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Sejalan dengan hal tersebut, Governance (2018) berpendapat bahwa perusahaan- perusahaan di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah diterapkan standar internasional (Sutedi, 2011).

Menurut Tunggal (2012) corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk menaikan nilai saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan dan masyarakat sekitar.”

Menurut Governance (2018)adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemangku kepentingan pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Sukrisno & Ardana (2014) mendeskripsikan tata kelola perusahaan baik (GCG) adalah sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.

(29)

13

Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapainya dan penilaian kinerjanya.

Dari beberapa definisi teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa good corporate governance adalah suatu sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi pengendalian usaha untuk keberhasilan usaha perusahaan sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders serta mengatur hubungan dan tanggung jawab antara karyawan, kreditur serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern dalam mengendalikan perusahaan demi tercapainya tujuan perusahaan yang ingin dicapai oleh para pihak yang berkepentingan dan memperhatikan kepentingan para stakeholder sesuai dengan aturan dan undang-undang.

Menurut Sukrisno & Ardana (2014) mengemukakan bahwa lima prinsip GCG, yaitu:

1. Tranparansi (transparence) 2. Akuntabilitas (accountability) 3. Responsibilitas (responsibility) 4. Independensi (independency) 5. Kesetaraan (fairness)

Penjelasan dari lima prinsip tersebut sebagai mana yang tertuang dalam pedoman good corporate governance yang dipublikasikan oleh National Comittee on Governance pada tahun 2006 adalah sebagai berikut:

1. Transparansi (Transparency)

Perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu kepada segenap stakeholders. Informasi yang diungkapkan antara

(30)

lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.

2. Kemandirian (Indenpency)

Perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak maupun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

3. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.

4. Pertanggung jawaban (Responsibility)

Para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya.

5. Kewajaran (Fairness)

Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham, pemangku kepentingan lainnya dan semua orang yang terlibat didalamnya berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan dan kewajaran stakeholders.

Menurut Sutojo & Aldridge (2008) tujuan good corporate governance (GCG) adalah sebagai berikut:

(31)

15

1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.

2. Melindungi hak dan kepentingan pemegang kepentingan non pemegang saham.

3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.

4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dewan pengurus dan manjemen perusahaan.

5. Meningkatkan mutu hubungan dewan pengurus dengan manajemen senior perusahaan.

Tujuan good corporate governance juga dikemukan oleh (Tunggal, 2011) adalah sebagai berikut:

1. Tercapainya sasaran yang telah ditetapkan.

2. Aktiva perusahaan terjaga dengan baik.

3. Perusahaan menjalankan bisnis dengan praktek yang sehat.

4. Kegiatan perusahaan dilakukan dengan transparan.

Manfaat pelaksanaan Good Corporate Governance menurut Hery (2010) adalah sebagai berikut:

1. Good Corporate Governance secara tidak langsung dapat mendorong pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional.

2. Good Corporate Governance dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional dalam hal menarik investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditor baik domestik maupun internasional.

(32)

3. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan atau menjamin bahwa perusahaan telah taat pada ketentuan hukum dan perusahaan.

4. Membantu manajemen dan corporate board dalam pemantauan penggunaan aset perusahaan.

5. Mengurangi korupsi.

2.1.3 Struktur Good Corporate Governance

Pengukuran struktur good corporate governance dalam penelitian ini diindikatorkan dalam komisaris independen, kepemilikan manajerial dan kepemilikan konstitusional.

1. Dewan Komisaris Independen

Adanya unsur komisaris independen dalam struktur organisasi perusahaan biasanya beranggotakan dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menyeimbangkan dalam pengembalian keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak terikat. Istilah dan keberadaan komisaris independen baru muncul setelah terbitnya Surat edaran Bapepam Nomor: SE03/PM/2000 dan Peraturan Pencatatan Efek Nomor: 339/BEJ/07-2001 tanggal 21 Juli 2001. Menurut ketentuan tersebut perusahaan publik yang tercatat di Bursa wajib memiliki beberapa anggota Dewan Komisaris Independen yaitu jumlah komisaris independen adalah sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jumlah anggota komisaris, perlunya dibentuk komite audit serta keharusan perusahaan memiliki sekretaris perusahaan (corporate secretary).

Dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak

(33)

17

terafiliasi dengan manejemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Governance, 2018). Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good governance.

Dewan komisaris independen yang lebih banyak dalam dewan komisaris secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan manajemen (Chtourou, Bedard, & Courteau, 2001).

Dengan adanya dewan komisaris independen dalam struktur organisasi, perusahaan dapat menyediakan laporan keuangan yang lebih memiliki integritas sehingga kreditor pun dapat melihat kinerja perusahaan tersebut dan akhirnya mempengaruhi biaya hutang atau tingkat return yang ditetapkan oleh kreditor.

Variabel Komisaris Independen (KI) dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

K Jumlah komisaris independen

otal de an komisaris 2. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham (Tjleni, 2013). Adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa biaya

(34)

hutang akan menurun sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat.

Menurut Jensen & Meckling (1976), ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer yang meningkat akan juga. Adanya kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan maka dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara manajemen pemegang saham lainnya sehingga permasalahan antara agen dan principal diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham.

Salah satu cara untuk menghindari resiko tersebut adalah dengan menekan jumlah hutang yang dimiliki perusahaan. Selain itu adanya kepemilikan manajerial dalam struktur kepemilikan saham perusahaan, akan membuat kreditur melihat kinerja manajemen yang lebih baik. Sehingga resiko perusahaan dinilai rendah di mata kreditur.

Menurut Iturriaga & Sanz J. A.R (1998) bahwa struktur kepemilikan manajerial dapat dijelaskan dari dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan (asymmetric information approach). Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial merupakan sebuah instrumen atau alat yang digunakan untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klaim terhadap perusahaan. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan manajerial sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan informasi di dalam

(35)

19

pasar modal.

Kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat dipergunakan agar pengelolaan aktivitas sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan. Meningkatkan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengatasi masalah keagenan. Manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga merupakan keinginan dari para pemegang saham, semakin besar proporsi kepemilikan saham manajerial pada perusahaan maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri.

Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

Variabel Kepemilikan Manajerial (KM) dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kepemilikan Manajerial Jumlah saham milik manajemen

3. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan Institusional merupakan persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, pemerintah, dana pensiunan, atau perusahaan lain) (Nuraina, 2012). Kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi biaya hutang perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong

(36)

peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen.

Jensen & Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Tindakan monitoring tersebut akan mengurangi agency cost kerena memungkinkan perusahaan menggunakan hutang relatif rendah.

Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer.

Naja (2004) mengungkapkan bahwa masalah corporate governance merupakan masalah yang timbul sebagai akibat pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain karena karakteristik kepemilikan dalam perusahaan, seperti:

(37)

21

a. Kepemilikan Menyebar. Ditemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada pihak manajemen daripada perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi.

b. Kepemilikan Terkonsentrasi. Dalam tipe kepemilikan seperti ini timbul dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling interest (kepemilikan saham pengendalian) dan minorit interest (kepemilikan saham minoritas).

c. Kepemilikan dalam BUMN. Kepemilikan dalam BUMN mempunyai artian khusus bahwa pemiliknya tidak dapat mengontrol secara langsung perusahaannya. Pemilik hanya diwakili oeh pejabat yang ditunjuk.

Kesepakatan dapat terjadi antara wakil pemilik dengan manajemen ataupun wakil pemilik dan pihak manajemen dengan kreditur.

Variabel Kepemilikan Institusional dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kepemilikan nstitusional Jumlah saham milik institusional

2.1.4 Voluntary Disclosure (Pengungkapan Sukarela)

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan akan menggungkapkan semua informasi yang diperlukan dalam rangka berjalanya fungsi pasar modal. Pendukung pendapat ini menyatakan bahwa jika suatu informasi tidak diungkapkan hal ini disebabkan informasi tersebut tidak relevan bagi investor atau informasi ini tersedia ditempat lain. Jadi ada pergeseran argumentasi dari informasi

(38)

yang diberikan oleh akuntan melalui informasi keuangan ke supplementary information.

Beberapa bukti menunjukan bahwa perusahaan yang makin menggantungkan kepada modal internasional, maka ada kecenderungan perusahaan tesebut menggungkapkan informasi keuangan yang sesuai dengan pasar uang dan modal dimana perusahaan tersebut berharap akan mendapatkan sumber dananya. Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statement keuangan. Pada umumnya salah satu aspek yang digunakan oleh pelaku pasar dalam menentukan investasi adalah dengan melihat laporan tahunan perusahaan.

Menurut Suwardjono (2014), pengertian voluntary disclosure adalah pengungkapan yang di lakukan perusahaan diluar apa yang diwajibkan oleh standar akuntasi atau peraturan badan pengawas. Sedangkan menurut Tunggal (2012) pengertian voluntary disclosure adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang material dan relevan mengenai perusahaan.

Disclosure erat kaitanya dengan transparansi, yaitu perusahaan harus dapat memberikan informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja perusahaan.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan voluntary disclosure adalah kemampuan perusahaan untuk mengungkapkan informasi privat yang menurut pertimbanganya sangat diminati oleh investor kalau informasi tersebut

(39)

23

merupakan berita baik. Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas bagi perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainya yang dipandang relevan untuk pembantuan keputusan oleh para pemakai laporan tahunan.

Dari informasi yang diungkapkan oleh perusahaan secara sukarela dapat dilihat tingkat risiko yang dimiliki perusahaan (Wijaya R. , 2009). Perusahaan yang memiliki risiko tinggi cenderung memiliki biaya hutang yang tinggi pula.

Oleh karena itu, dapat ditarik suatu garis kesimpulan bahwa pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan memiliki pengaruh terhadap tingkat hutang yang diberikan oleh kreditor yang pada akhirnya menimbulkan biaya hutang bagi perusahaan.

Voluntary disclosure memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak diluar perusahaan terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan.

Menurut Suwardjono (2014), tujuan dari pengungkapan adalah melindungi, informative, atau melayani kebutuhan khusus, menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Telah disinggung bahwa investor dan kreditor tidak homogen tetapi bervariasi dalam hal kecanggihanya. Karena pasar modal merupakan sarana utama pemenuh dana dari masyarakat, pengungkapan dapat diwajibkan untuk tujuan melindungi, informative, atau melayani kebutuhan khusus.

Menurut Belkaoui (2006) tujuan dari voluntary disclosure sebagai berikut:

(40)

1. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan memberikan pengukuran yang relevan atas hal-hal tersebut diluar pengukuran yang digunakan dalam laporan keuangan.

2. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan memberikan pengukuran yang bermanfaat bagi hal-hal tersebut.

3. Untuk memberikan informasi yang akan membantu debitur dan kreditur menilai resiko dan potensial dari hal-hal yang diakui dan tidak diakui.

4. Untuk memberikan informasi penting yang memungkinkan pengguna laporan keuangan melakukan perbandingan dalam satu tahun dan diantara beberapa tahun.

5. Untuk memberikan informasi mengenai arus kas masuk atau arus kas keluar di masa depan.

6. Untuk membantu para investor menilai pengembalian dari investasi mereka.

Menurut Choi & Meek (2010) manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Dapat mengurangi biaya transaksi dalam memperdagangkan surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan.

2. Meningkatkan likuiditas saham.

3. Biaya modal yang lebih rendah.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa voluntary disclosure sejatinya sangat bermanfaat bagi perusahaan. Karena dengan adanya voluntary disclosure, maka nilai perusahaan di mata investor akan meningkat yang tercermin dari harga saham perusahaan tersebut. Harga saham bagi perusahaan mengindikasikan kemudahan perusahaan dalam memperoleh dana di pasar modal.

(41)

25

Pengungkapan merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh perusahaan untuk menggungkapkan kinerja perusahaan melalui laporan tahunan.

Laporan tahunan digunakan oleh investor untuk mengambil keputusan untuk menilai perusahaan mana yang memiliki prospek yang lebih baik dimasa yang akan datang. Pengungkapan diukur dengan menggunakan indeks disclosure yang dianjurkan oleh PSAK serta SK Bapepam No-Kep-06/BL/2006 yang menyatakan bahwa scoring indeks disclosure adalah sebagai berikut:

1. Memberikan untuk setiap item pengungkapan dengan ketentuan nilai 1 (satu) untuk item yang diungkapkan dan 0 (nol) jika tidak diungkapkan.

2. Skor yang diperoleh setiap perusahaan dijumlahkan untuk mendapat skor total.

3. Pengukuran indeks pengungkapan tiap perusahaan dilakukan dengan membagi skor total tiap perusahaan dengan skor total yang diharapkan.

Voluntary Disclosure (VD) dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1 (satu) halaman 69 (enam puluh sembilan) dan diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu tentang good corporate governance, voluntary disclosure dan biaya hutang dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti (Tahun)

Judul

Penelitian Variabel Teknik Analisis Data

Hasil Penelitian

(42)

Akhmad Samsudi (2016)

Pengaruh Good Corporate Governance (GCG) dan Voluntary Disclosure Terhadap Biaya Hutang (Cost of Debt) pada

Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI

Dependen : Biaya Hutang (Cost of Debt)

Independen : 1. Komisaris Independen 2. Kepemilikan Manajerial 3. Kualitas Audit d. Voluntary

Disclosure

Analisis regresi berganda

1. Komisaris Independen dan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap biaya hutang.

2. Kepemilikan institusional berpengaruh positif tidak signifikan terhadap biaya hutang.

3. Kualitas audit berpengaruh positif signifikan terhadap biaya hutang.

4. Voluntary Disclosure berpengaruh negatif signifikan terhadap biaya hutang.

Dwi Ricky Nugroho dan Wahyu Meiranto (2014

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Biaya Ekuitas dan Biaya Hutang

Dependen:

1. Biaya Ekuitas 2. Biaya Hutang

Independen : 1. Frekuensi pertemuan komite 2. Kualitas audit 3. Kepemilikan manajerial

Analisis regresi berganda

1. Frekuensi pertemuan komite audit dan kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap biaya ekuitas.

2. Kualitas audit berpengaruh negatif signifikan terhadap biaya hutang.

3. Kepemilikan keluarga, kepemilikan manajerial dan komisaris

Independen tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas Komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap biaya hutang.

Lanjutan Tabel 2.1

Peneliti (Tahun)

Judul

Penelitian Variabel Teknik Analisis Data

Hasil Penelitian 4. Kepemilikan

….keluarga 5. Kepemilikan institusional 6. Komisaris independen

4. Kepemilikan keluarga, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan frekuensi pertemuan komite tidak

berpengaruh signifikan terhadap biaya hutang

Zulfa Kurniawati Marfuah (2014)

Pengaruh Penerapan Corporate Governance

Dependen:

1. Biaya Ekuitas 2. Biaya Hutang

Anallisis regresi berganda

1. Dari empat variabel yang diduga berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas, hanya variabel audit tenure yang

(43)

27

Terhadap Biaya Ekuitas dan Biaya Utang Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia

Independen : 1. Dewan komisaris 2. Komite audit 3. Audit tenure 4. Kualitas audit

terbukti berpengaruh negatif signifikan terhadap biaya ekuitas perusahaan, sedangkan 3 variabel yang lain tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas.

2. Dari empat variabel yang diduga berpengaruh negatif terhadap biaya utang, hanya variabel efektifitas dewan komisaris dan efektifitas komite audit yang terbukti berpengaruh negatif signifikan terhadap biaya hutang perusahaan, sedangkan audit tenure dan kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya hutang.

Nancy Yunita (2012)

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Voluntary Disclosure dan Biaya Hutang

Dependen : 1. Voluntary Disclosure 2. Biaya Hutang

Independen : 1. Kepemilikan manajerial 2. Kepemilikan institusional 3. Komisaris independen 4. Kualitas audit

Analisis regresi berganda

1. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap cost of debt dan voluntary disclosure.

2. Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap cost of debt tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap voluntary disclosure.

3. Proporsi komisaris independen berpengaruh positif dan tidak

signifikan terhadap cost of debt dan voluntary disclosure

Lanjutan Tabel 2.1

Peneliti (Tahun)

Judul

Penelitian Variabel Teknik Analisis Data

Hasil Penelitian 4. Kualitas audit

berpengaruh negatif signifikan terhadap cost of debt, tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap voluntary Paulina

Febriani Wibowo dan Yeterina Widi Nugrahanti

Mekanisme Corporate Governance Terhadap Biaya Hutang

Dependen : Biaya Hutang Independen : 1. Komisaris independen 2. Kepemilikan manajerial

Anallisis regresi berganda

1. Proporsi komisaris independen berpengaruh positif signifikan

terhadap biaya hutang.

2. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap biaya hutang 3. Kepemilikan institusional

(44)

(2011 3. Kepemilikan institusional 4. Ukuran

dewan komisaris 5. Kualitas audit

berpengaruh negatif signifikan terhadap biaya hutang.

4. Ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap biaya hutang.

5. Kualitas audit berpengaruh negatif terhadap biaya hutang Isna

Ningsih (2009)

Pengaruh Good Corporate Governance, Voluntary Disclosure Terhadap Biaya Hutang

Dependen : Biaya Hutang (Cost of Debt) Independen : 1. Komisaris independen 2. Kepemilikan manajerial 3. Kepemilikan institusional 4. Voluntary disclosure

Anallisis regresi berganda

1. Komisaris independen secara parsial tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap cost of debt.

2. Kepemilikan manajerial perusahaan secara parsial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap 3. Kepemilikan institusional

secara parsial tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap cost of debt .

4. Tingkat Voluntary

Disclosure secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap cost of debt.

Anderson et al (1999)

Board characteristic, accounting report integrity and the cost of the debt

Dependen:

Cost of the debt Independen:

1. 1. Komisaris independen 2. 2.Ukurandewan 3. 3. Komite audit 4. 4.Ukuran dan

jumlah pertemuan

Non linier regression

1. Cost of the debt berbanding terbalik dengan komisaris indepedenden, ukuran dewan, komite audit, ukuran dan jumlah pertemuan.

2. Dewan dan komite audit berhubungan signifikan dengan cost of the debt yang rendah.

Lanjutan Tabel 2.1

Peneliti (Tahun)

Judul

Penelitian Variabel Teknik Analisis Data

Hasil Penelitian Brailsford

et al., (1999)

Theory and evidence on the

relationship between ownership structure and capital structure

Dependen : Leverage

Independen : 1. Kepemilikan manajer 2. Blockholders eksternal

Ordinary least square

Distribusi kepemilikan antara manajer perusahaan dan blockholders eksternal memiliki hubungan yang signifikan dengan leverage.

Hasil empiris menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan block eksternal

berhubungan positif dengan leverage.

(45)

29

Crutchley

& Hansen/

1999

Agency Problem and the

simultaneity of financial decision making the role of institusional ownership

Dependen : Agency cost Independen : Institusional ownership

Three-stage least squares regression

Institusional ownership mempengaruhi keputusan financial. Yang mana kepemilikan oleh institusional juga dapat menurunkan agency costs, karena dengan adanya monitoring yang efektif oleh pihak institusional menyebabkan penggunaan utang menurun.

2.3 Kerangka Konseptual

2.3.1 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Biaya Hutang Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, bebas hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi integitas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen.

Dewan komisaris independen yang lebih banyak dalam dewan komisaris secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan manajemen (Chtourou, Bedard, & Courteau, 2001).

Dengan adanya dewan komisaris independen dalam struktur organisasi, perusahaan dapat menyediakan laporan keuangan yang lebih memiliki integritas sehingga kreditor pun dapat melihat kinerja perusahaan tersebut dan akhirnya mempengaruhi biaya hutang atau tingkat return yang ditetapkan oleh kreditor.

(46)

Penelitian oleh Marfuah (2014) menunjukkan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap biaya hutang.

2.3.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Biaya Hutang

Menurut Jensen & Meckling (1976), kepemilikan manajerial merupakan bagian kepemilikan saham yang dimiliki pihak manajemen yaitu direktur dan komisaris. Kepemilikan manajerial dibentuk guna mengatasi agency conflict yang menyebabkan timbulnya agency cost. Dalam agency teory, ada pemisahan antara pemilik dan pengelolaan perusahaan yang dapat menimbulkan konflik keagenan.

Konflik keagenan disebabkan prinsipal dan agen mempunyai kepentingan sendiri- sendiri yang saling bertentangan karena agen dan prinsipal berusaha memaksimalkan utilitasnya masing-masing. Perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham mengakibatkan manajemen berperilaku tidak sesuai dengan tujuan perusahaan sehingga merugikan pemegang saham, maka diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham.

Salah satu cara untuk menghindari resiko tersebut adalah dengan menekan jumlah hutang yang dimiliki perusahaan. Selain itu adanya kepemilikan manajerial dalam struktur kepemilikan saham perusahaan, akan membuat kreditur melihat kinerja manajemen yang lebih baik. Sehingga resiko perusahaan dinilai rendah di mata kreditur.

Penelitian Samsudi (2016) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap biaya hutang.

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1  Kerangka Konseptual
Tabel 3.1  Defenisi Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Mekanisme good corporate governance, dalam hal ini kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh secara

Proporsi Komisaris Independen, dan Leverage berpengaruh positif tidak signifikan sedangkan Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif tidak

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, komite audit, dan leverage tidak berpengaruh

Mekanisme good corporate governance, dalam hal ini kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh secara

Predictors: (Constant), Kepemilikan Institusional, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Komite Audit, Profitabilitas, Ukuran

corporate governance yang diproksikan oleh proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional secara simultan

Hasil analisis regresi adalah dewan direksi berpengaruh terhadap profitabilitas, sedangkan dewan komisaris, dewan komisaris independen, komite audit,

bahwa Kepemilikan Institusional, Dewan Komisaris Independen, Dewan Direksi dan Komite Audit terhadap Profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap