• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KOMUNIKASI PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PADA PASIEN TYPHOID YANG DIRAWAT DI PUSKESMAS SIBULUE KECAMATAN SIBULUE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN KOMUNIKASI PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PADA PASIEN TYPHOID YANG DIRAWAT DI PUSKESMAS SIBULUE KECAMATAN SIBULUE"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising

80

HUBUNGAN KOMUNIKASI PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PADA PASIEN TYPHOID YANG DIRAWAT DI PUSKESMAS SIBULUE KECAMATAN SIBULUE

Irawati1, Arni AR2*, Nirmawati Darwis2

1 Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan FKK Universitas Puangrimaggalatung, Sengkang Wajo

2 Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Puangrimaggalatung, Sengkang Wajo

*Corresponding author : email: arnilotus@yahoo.com

Abstract

In the implementation of the nursing process, it is never separated from the interaction process that occurs between nurses and patients and patients' families so that nurses must realize that communicating in health services is very influential or helps patients in the healing process and helps the patient's family so that the level of anxiety experienced is not excessive. The purpose of this study was to determine the relationship between nurse communication and family anxiety levels in typhoid patients who were treated at the Sibulue Health Center, Sibulue District, Bone Regency. The design used in this study was cross sectional. The sampling method used was total sampling with a sample size of 30 respondents. The research instrument used was a questionnaire and the data were analyzed using the SPSS 21 program. Bivariate analysis obtained Asymp sing (2-sided) in = 0.001 <α = 0.05. So it can be concluded that there is a relationship between nurse communication and anxiety levels in the patient's family typhoid being treated at the Sibulue Health Center, Sibulue District, Bone Regency in 2019. The suggestion for nurses at the Sibulue Health Center, Sibulue District, Bone Regency, is to improve their communication with the patient's family, especially those with typhoid so that the patient's family does not feel excessive anxiety.

Keywords: Nurse Communication, Anxiety, Patient's Family, Typhoid.

Abstrak

Dalam pelaksanaan proses keperawatan tak pernah lepas dari proses interaksi yang terjadi antara perawat dengan pasien maupun keluarga pasien sehingga perawat harus menyadari bahwa berkomunikasi dalam pelayanan kesehatan sangat berpengaruh atau membantu pasien dalam proses penyembuhan dan membantu keluarga pasien agar tingkat kecemasan yang dialami tidak berlebihan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pada pasien typhoid yang dirawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Cara penarikan sampel dengan menggunakan total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden. Adapun instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dan data dianalisis menggunakan program SPSS 21. Analisis bivariat diperoleh Asymp sing (2-sided) dalam𝜌=0,001<𝛼=0,05.Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan pada keluarga pasien typhoidyang dirawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone tahun 2019.

Adapun saran untuk perawat Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone agar meningkatkan komunikasinya pada keluarga pasien khususnya penderita typhoidsehingga keluarga pasien tidak merasakan cemas berlebihan.

Kata Kunci : Komunikasi Perawat, Kecemasan, Keluarga Pasien, Typhoid.

(2)

http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising

81

PENDAHULUAN

Istilah komunikasi tidak asing lagi ditelinga kita, berbagai sisi kehidupan tidak lepas dari perilaku komunikasi baik verbal maupun non verbal. Proses komunikasi adalah proses penyampaian fikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain. Dalam pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan komunikasi yang baik antara perawat dengan teman sejawat, perawat dengan pasien dan keluarga pasien. Komunikasi yang kurang baik antara perawat dengan keluarga pasien akan membuat keluarga pasien mendapatkan informasi yang kurang, sehingga akan membuat keluarga pasien merasa cemas. Untuk sakit yang lama masa perawatannya seperti typhoid, keluarga pasien sangat membutuhkan informasi dari perawat maka dari itu hubungan komunikasi dengan keluarga pasien harus terjalin dengan baik agar keluarga pasien tidak terlalu cemas. Kecemasan merupakan perasaan gelisah yang tidak jelas, akan ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai respon otonom, sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu, perasaan takut terhadap sesuatu karena mengantisipasi bahaya (Townsend, 2009).Demam typhoid adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Soedarmo et al, 2010)

WHO memperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia mencapai 17 juta kasus demam thypoid. Data surveilans saat ini memperkirakan di Indonesia ada 600.000 – 1,3 Juta kasus demam thypoid tiap tahunnya dengan lebih dari 20.000 kematian. Rata- rata di Indonesia, orang yang berusia 3-19 tahun memberikan angka sebesar 91% terhadap kasus demam thypoid (WHO, 2012).Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 memperlihatkan bahwa gambaran 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit, prevalensi kasus demam thypoid sebesar 5,13% . Di Indonesia prevalensi terkait gangguan kecemasan menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebesar 6% atau sekitar 14 juta penduduk di Indonesia mengalami gejala-gejala kecemasan dan depresi pada saat keluarganya sedang dirawat dengan kasus typhoid (Depkes, 2014). 25% keluarga pasien cemas ringan, 60% mengalami cemas sedang, dan 15% mengalami cemas berat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa setiap orang dapat mengalami kecemasan baik cemas ringan, sedang atau berat (Suyamto, et al., 2009). Di Sulawesi Selatan melaporkan demam typhoid melebihi 2500/ penduduk. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007 melaporkan bahwa proporsi demam tifoid dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit yaitu 7,3 % (1.451 kasus) dari kasus. Menurut laporan surveilans terpadu penyakit berbasis rumah sakit tahun 2008, jumlah kasus demam tifoid rawat inap yaitu kasus dan pada tahun 2009 jumlah kasus demam tifoid rawat inap (Dinkes, 2009). Berdasarakan data dari profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bone pada tahun 2017 sebanyak kurang lebih 300 keluarga pasien typhoidmerasa cemas, dan pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebanyak 350 keluarga pasien typhoidyang merasa cemas dan jumlah paling banyak terdapat diwilayah kerja puskesmas sibulue sebanyak 50 keluarga pasien mengalami kecemasan karena salah satu dari keluarga mereka mengalami typhoid(Dinas Kesehatan Bone,2018)

Hasil survei data awal dan wawancara langsung terhadap petugas Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone tentang hubungan antarakomunikasi perawat dengan kecemasan keluarga pada psien typhoidyang salah satu anggota keluarganyadirawat di ruangan inap Puskesmas Sibulue, menunjukkan bahwa 61,1% komunikasiperawat adalah cukup, 22,2%

komunikasi perawat adalah kurang, dan 16,7%’komunikasi perawat baik. 50% tingkat kecemasan keluarga di ruang rawat adalahcemas sedang, cemas ringan 27,8% dan cemas berat

(3)

http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising

82

sebesar 22,2%.Hasil observasi ini dilakukan terhadap 5 keluarga yang masing-masing anggota keluarganya mengatakan cemas dengan apa yang terjadi dengan anggota keluarganya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan keluarga padapasientyphoid yang dirawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study, dengan tujuan untuk mengetahui Hubungan Komunikasi Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pada Pasien Typhoid Yang dirawat di Puskesmas Sibulue, Kecamatan Sibulue, Kabupaten Bone.

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pasien typhoidyang sedang cemas karena keluarganya sedang dirawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone sebanyak 30 keluarga. Jenis pengambilan sampel dalam penelitian ini Non-Probability Sampling dengan cara Total Sampling, yaitu mengambil semua populasi untuk dijadikan sampel. Adapun jumlah sampel sebanyak 30 keluarga. Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan laporan hasil penelitian yang telah dilakukan agar dapat dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan.Data yang disajikan harus sederhanaan jelas agar mudau dibaca.Penyajian data juga dimaksudkan agar para pengamat dapat dengan mudah memahami apa yang kita sajikan untuk selanjutnya dilakukan penilaian atau perbandingan dan lain lain. Jenis-jenis penyajian data diantaranya, penyajian data dalam bentuk tulisan (Textular Presentation), penyajian data dalam bentuk tabel (Table presentation), dan penyajian data dalam bentuk diagram (diagram presentation). Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Untuk alasan tersebut dipergunakan uji statistik yang cocok dengan variabel penelitian. Dalam penelitian ini, variabel yang dianalisis adalah komunikasi perawat dan tingkat kecemasan keluarga pasien. Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmojo,S. 2010). Dalam penelitian ini analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui Hubungan Komunikasi Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pada PasienTyphoidyang dirawat di Puskesmas Sibulue.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Umum Responden Umur

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone

Umur Frekuensi %

17-20 Tahun 4 13,33

21-30 Tahun 9 30

31-40 Tahun 9 30

41-50 Tahun 2 6,66

>50 Tahun 6 20

Total 30 100

Sumber : Data Primer 2019

(4)

http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising

83

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diinterpretasikan bahwa dari jumlah responden sebanyak 30 orang yang memiliki kelompok umur paling banyak adalah 21-30 tahun sebanyak 9 (30%) responden, kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 9 (30%) responden, kelompok umur

>50 tahun sebanyak 6 (20%) responden, kelompok umur 17-20 tahun 4(13,33%) sedangkan kelompok umur paling sedikit adalah kelompok umur 41-50 tahun sebanyak 2(6,66%) responden.

Jenis Kelamin

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-Laki 11 36,66

Perempuan 19 63,33

Total 30 100

Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diinterpretasikan bahwa dari jumlah responden sebanyak 30 orang yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11 (36.66%) responden, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 (63,33%) responden.

Pendidikan

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Puskesms Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone

Tingkat Pendidikan Frekuensi %

SD 10 33,33

SMP 8 26,66

SMA 4 13,33

Perguruan Tinggi 8 26,66

Total 30 100

Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat diinterpretasikan bahwa dari 30 responden, tingkat pendidikan paling banyak berada pada tingkat SD yakni sebanyak 10 (33,33%) responden, dan responden dengan tingkat pendidikan SMP dan Perguruan Tinggi masing-masing 8 (26,66%) responden, sedangkan tingkat pendidikan SMA paling sedikit sebanyak 4 (13,33%) responden.

(5)

http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising

84

Variabel Independen Komunikasi Perawat

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Komunikasi Perawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone

Komunikasi Perawat Frekuensi %

Baik 4 13,33

Sedang 22 73,33

Buruk 4 13,33

Total 30 100

Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden sebagian besar menilai Komunikasi Perawat di Puskesmas Sibulue sedang sebanyak 22(73,33%) responden,yang menilai baik sebanyak 4(13,33%) serta yang menilai buruk sebanyak 4(13,33%) responden.

Variabel Dependen

Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone

Tingkat Kecemasan Frekuensi %

Ringan 14 46,66

Sedang 14 46,66

Berat 2 6,66

Total 30 100

Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden tingkat kecemasan keluarga pasien di Puskesmas Sibulue mayoritas ringan sebanyak 14(46,66%) responden dan sedang sebanyak 14 (46,66%) responden, sedangkan yang menilai berat hanya 2(6.66%) responden.

Anailis Bivariat

Tabel 6

Hubungan Komunikasi Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pada Pasien Typhoid yang dirawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone

Komunikasi Perawat

Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien

Total Ringan Sedang

Berat

N % N % N % n %

Baik Sedang

Buruk

4 10

0

13,33 33,33 0,0

0 12

2

0,0 43,33

6,66 0 0 2

0,0 0,0 6,66

4 22

4

13,33 73,33 13,33

Total 14 46,66 14 49,99 2 6,66 30 100

(6)

http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising

85

Sumber : Data Primer 2019 p = 0,001 α = 0,05

Berdasarkan tabel 6 diatas dapat diinterpretasikan bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden menilai komunikasi perawat sedang dengan tingkat kecemasan sedang sebanyak 12(43,33%) responden. Yang memiliki tingkat kecemasan ringan dengan komunikasi perawat sedang sebanyak 10 (33,33%) responden, dan yang menilai komunikasi perawat baik dengan tingkat kecemasan ringan sebanyak 4(13,33%) responden.

Berdasarkan uji chi squaredengan Pearson Chi Square diperoleh nilai hitung 𝜌=0,001<𝛼=0,05. Dan analisis tersebut dapat diartikan bahwa Ha diterima atau ada hubungan antara hubungan komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pada pasien typhoid yang dirawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone.

PEMBAHASAN

Hubungan Komunikasi Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pada Pasien Typhoid Yang Dirawat Di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone.

Berdasarkan tabel 7 diatas dapat diinterpretasikan bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden menilai komunikasi perawat sedang dengan tingkat kecemasan sedang sebanyak 12(43,33%) responden. Yang memiliki tingkat kecemasan ringan dengan komunikasi perawat sedang sebanyak 10 (33,33%) responden, dan yang menilai komunikasi perawat baik dengan tingkat kecemasan ringan sebanyak 4(13,33%) responden.Hasil pnelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pada pasien typhoidyang dirawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone.Berdasarkan uji chi square dengan Pearson Chi Square diperoleh nilai hitung 𝜌=0,001< 𝛼=0,05. Dan analisis tersebut dapat diartikan bahwa Ha diterima atau ada hubungan antara komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan pada keluarga pasien typhoidyang dirawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone. Dalam penelitian ini didapatkan sebagian besar responden menilai komunikasi perawat sedang dengan tingkat kecemasan sedang sebanyak 12(43,33%) responden.

Menurut asumsi peneliti hubungan komunikasi perawat dengan keluarga pasien di ruang rawat inap puskesmas sibulue sudah cukup efektif, itu dikarenakan responden menilai perawat selalu mengucapkan salam dan memperkenalkan diri serta selalu berdiskusi dengan keluarga pasien tentang rencana keperawatan yang akan diberikan pada pasien sehingga sebagian besar keluarga pasien mengalami cemas yang ringan. Meskipun masih ada sebagian yang menilai komunikasi perawat kurang efektif karena bahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi perlu disesuaikan dengan tingkat umur keluarga pasien.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hery Purwanto (2009) Kesesuaian bahasa dapat mempengaruhi kemampuan anggota keluarga untuk menerima pesan dari perawat dan berdampak pada penilaian anggota keluarga dalam berkomunikasi selama berinteraksi dengan keluarga pasien. Tingkat pendidikan anggota keluarga pasien juga mempengaruhi proses komunikasi antara perawat dengan anggota keluarga. Orang yang berpendidikan akan berbeda dengan orang yang berpendidikan tinggi dalam berkomunikasi.

Hal ini menyangkut tata bahasa maupun kosa kata atau istilah. Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang diajak berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda, sehingga perlu penyesuaian dengan tingkat pengetahuan yang diajak berbicara.

(7)

http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising

86

Sementara itu, Yang memiliki tingkat kecemasan ringan dengan komunikasi perawat sedang sebanyak 10 (33,33%) responden. Menurut asumsi peneliti kecemasan tersebut diakibatkan rasa khawatir terhadap kondisi pasien, terlebih lagi sakit yang dialami merupakan sakit yang masa perawatannya lama. Rasa cemas responden merupakan akibat dari kurangnya informasi perawat dan kurangnya pengetahuankeluarga pasien tentang typhoid. Seseorang yang merasa cemas juga dikaitkan dengan kondisi pasien, lingkungan yang baru, kurangnya informasi, pola pengobatan serta biaya pengobatan. Seseorang yang mengalami kecemasan sedang masih dapat melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari, perlu diperhatikan untuk mencegah agar keluarga pasien tidak berada dalam kecemasan berat karena pada tingkat ini wawasan individu terhadap lingkungan sangat menurun dan sudah tidak mampu mengontrol diri. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi,2009) yang menyatakan bahwa untuk mengurangi kecemasan pasien dan keluarga pasien perlu ditekankan bahwa kesan lahiriah perawat mampu berbicara banyak, baik mulai profil tubuh atau wajah terutama senyum yang tulus dari perawat, kerapian berbusana, sikap yang familiar dan yang paling penting adalah cara berbicara.

Adapun yang menilai komunikasi perawat baik dengan tingkat kecemasan ringan sebanyak 4(13,33%) responden. Menurut asumsi peneliti komunikasi dikatakan baik karena perawat bekerja sama dengan keluarga pasien mendiskusikan tentang masalah yang sedang dihadapi untuk pencapaian tujuan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dan juga perawat memberi informasi pada keluarga pasien tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan.Komunikasi sangat penting khususnya komunikasi antara perawat dengan keluarga pasien dimana dalam komunikasi ini perawat dapat menemukan beberapa solusi dari permasalahan yang sedang dialami pasien. Dalam menjalankan tugasnya perawat mempunyai gaya pendekatan yang berbeda anatara perawat yang satu dengan perawat yang lain terhadap keluarga pasien, maka keluarga pasien memiliki penilaian yang berbeda terhadap perawat satu dan perawat lain dalam hal kemampuan berkomunikasi terhadap keluarga pasien.

Sesuai dengan penelitian Soesanto (2009) bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pemberian asuhan keperawatan. Komunikasi yang terjalin baik akan menimbulkan rasa kepercayaan sehingga terjadi hubungan yang hangat dan mendalam antara perawat dengan pasien maupun dengan keluarga pasien.

Komunikasi verbal maupun non verbal mempengaruhi tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat. Hal ini disebabkan karena keluarga sangat membutuhkan adanya infomasi dan penjelasan tentang anggota keluarganya dan tindakan yang akan dilakukan perawat. Untuk membantu meningkatkan perasaan pengendalian diri pada keluarga salah satunya dapat melalui pemberian informasi dan penjelasan. Pemberian informasi ini dapat dilakukan dengan baik apabila didukung oleh pelaksanaan komunikasi yang efektif. Meurut Mulyani (2009) bahwa hubungan komunikasi perawat yang terbina mampu menurunkan kecemasan pasien dan keluarga pasien karena dapat mengeksplorasikan perasaannya, menceritakan ketakutan kekhawatiran dan mendapat solusi serta pengetahuan yang diperlukan.

Komunikasi dapat menurunkan kecemasan keluarga pasien, karena pasien merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi dalam rangka mencapai tujuan keperawatan yang optimal.

Melalui komunikasi keluarga pasien bisa memahami dan menerima kondisi dari anggota keluarganya yang dirawat sehingga kecemasan keluarga pasien menurun. Komunikasi juga dapat membantu keluarga pasien untuk memperjelas beban perasaan pikiran serta dapat

(8)

http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising

87

mengurangi kecemasan keluarga pasien. Hal itu diperlukan komunikasi yang baik dari perawat untuk menyampaikan suatu keadaan pasien ke keluarga pasien setiap waktu dengan bahasa yang dapat dipahami oleh pasien serta keluarga sehingga komunikasi dapat berlangsung dengan baik dan saling memahami.

KESIMPULAN

Berdasarkan uji chi square dengan Pearson Chi Square diperoleh nilai hitung 𝜌=0,0001< 𝛼=0,005. Dan analisis tersebut dapat diartikan bahwa Ha diterima atau ada hubungan antara komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan pada keluarga pasien typhoid yang dirawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone Tahun 2019. Saran bagi perawat Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone, agar meningkatkan komunikasinya terhadap keluarga pasien terutama penderita typhoid agar keluarga dari pasien tidak merasakan terlalu cemas dengansakit yang dirasakan keluarganya. Bagi keluarga pasien, hasil penelitian ini diharapkan dapat menurunkan tingkat kecemasannya selama keluarganya dirawat di Puskesmas Sibulue Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone. Bagi Universitas Puangrimaggalatung Sengkang, diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mahasiswa- mahasiswi belajar tentang berkomunikasi dengan baik dalam pelayanan kesehatan agar lebih terampil sebelum masuk dunia kerja. Bagi penulis diharapkan untuk terus menambah pengetahuan/wawasan tentang teori diabetes melitus dan bagi peneliti lain Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk penelitian lebih lanjut dengan melakukan penambahan variabel yang lain baik penambahan jenis kelamin, tempat dan waktu untuk menambah khasanah pengetahuan dan jumlah penelitian yang terkait supaya hasil yang didapatkan lebih akurat.

REFERENSI

AF, James, Stomer dan R. Edward Freeman. (2012). Manajemen. Jakarta : Intermedia.

Anggraeni,D.M & Saryono. (2013). Metodelogi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Aspuah, Siti. (2013). Kumpulan Kuisioner dan Instrumen Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:

Nuha Medika

Dewi. N. (2009). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan.Jakarta Selatan: Gramedia

Effendy, Onong Uchjana. (2009). Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Data pada Tabel 4 tampak bahwa dengan adanya suplementasi daun gamal dan dedak padi pada ternak sapi yang digembalakan pada musim kemarau dapat

Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata menggunakan identitas palsu atau melakukan tipu muslihat dalam jual beli online tersebut, maka pelaku usaha dapat

Accepted flame retardant products used as active agents do not contain any of the banned flame retardant substances listed in Appendix 6 of the ECO PASSPORT standard and must

Banyak remaja Indonesia mulai terpapar kekerasan, masalah kesehatan mental, dan perilaku beresiko sejak usia sangat muda, yang dapat menghambat pencapaian pendidikan dan masa

[r]

Melihat begitu pentingnya sebuah penelitian untuk mengetahui perilaku konsumen dalam keputusan pembelian suatu produk/jasa, maka atas dasar latar belakang tersebut

According to results observed that the adsorption capacity of silica 65% is greatest, the increase of ratio of chitosan in adsorbent increasing ability to adsorbent to adsorb Cd 2+

Pasal 98: (1) jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang